AL!SrS
Panduan Praktis Mengkaji Masalah
dan Kebijakan Sosial
harto, Ph.D .
PENERBIT
CV\ J.\lfJ.\flE'f).\
BANDUNG
PERHATIAN
KECELAKAAN BAGI ORANG-ORANG YANG CURANG
(QS AI-Muthaffifin ayat 1)
Para pembajak, penyalur, penjual, pengedar, dan PEMBELI BUKU
BAJAKAN adalah bersekongkol dalam alam perbuatan CURANG.
Kelompok genk ini saling membantu memberi peluang hancurnya citra
bangsa, "merampas" dan "memakan" hak orang lain dengan cara yang
bathil dan kotor. Kelompok "makhluk" ini semua ikut berdosa, hidup
dan kehidupannya tidak akan diridhoi dan dipersempit rizkinya oleh
ALLAH SWT.
(Pesan dari Penerbit AlFABETAl
Penulis
Penerbit
Cetakan Keempat
Cetakan Kelima
ISBN
Prakata
hingga Maret 2004. Bahkan, fasilitas yang sangat baik dari CPS,
memungkinkan saya mengunjungi negara-negara Eropa Barat dan
Timur. Dua Negara Skandinavia, Denmark dan Swedia, begitu
mempesonakan saya akan sistem kebijakan sosial model we!fare
state yang diterapkan di sana. Kepada Cipto Wibowo, Dewi Wahyuni,
Atirista Nainggolan, Indri Indarwati, dan Viking Rizarta, ~aya
menghaturkan terima kasih. Sumbangan tulisan mereka pada
lampiran turut memperkaya buku ini.
Meskipun masih banyak kelemahan pada buku ini, penulis sangat
bersyukur karena kurang dari tiga bulan buku edisi pertama habis
terjual sekitar 3.000 eksemplar. Pada buku edisi kedua ini, beberapa
kesalahan ketik telah diperbaiki semaksimal mungkin. Namun
demikian, jika ada saran perbaikan dari pembaca, saya akan
tersanjung. Tetapi, ji..~a tidak ada atau belum ada, semoga pembaca
tidak keberatan menerima salam hangat saya.
viii
Daftar lsi
Prakata v
Daftar lsi ix
Daftar Gambar, Tabel, dan Kotak xi
Bab 1 Prawacana, 1
Bab 2 Pembangunan Sosial, 15_
Bab 3 Pembangunan Kesejahteraan Sosial, 33
Bab 4 Kebijakan Publik, Peran Negar~ dan Pembangunan Sosial, 43
Bab 5 Kebijakan Sosial dan Perencanaan Sosial, 59
Bab 6 Model-Model Kebijakan Sosial, 69
Bab 7 Analisis Kebijakan Sosial, 81
Bab 8 Naskah Kebijakan (Policy Paper), 91
Bab 9 Proses Analisis Kebijakan Sosial, 101
Bab 10 Advokasi Kebijakan Sosial, 123
Bab 11 Tantangan Kebijakan Sosial, 133
Daftar Pustaka, 145
Lampiran 1 :
Lampiran 2 :
Lampiran 3 :
Lampiran 4 :
Lampiran 5 :
Lampiran 6:
Prawacana
The questions to ask about a country} development are therefore: What has been happening to pover!J? What has been happening to unempiqyment? What has been happening to inequaii!J? If ali three of these have declined from high levels then
bryond doubt this has been a period of development for the
country concerned. lf one or two of these cmtrai problems have
been growing worse, especialb' if ali three have, it would be
Jtrange to call the result ''development" e?Jen if per capita income doubled. Dudley Seers (1972)
Pembangunan Sosial
Terdapat banyak kata yang memiliki makna sama dengan kata
'pembangunan', misalnya perubahan sosial, pertumbuhan,
industrialisasi, transformasi, dan modernisasi. Dari kata tersebut
istilah 'pembangunan' lebih sering digunakan untuk menggambarkan
dan memberi makna perubahan ke arah positif dan lebih maju
dibandingkan keadaan sebelunya. Dalam konteks bahasa Inggris,
kata pembangunan selaras dengan kata development yang berasal dari
kata kerja to develop, yang artinya menumbuhkan, mengembangkan,
meningkatkan atau 'mengubah secara bertahap' (to change gradua!fy).
2
~j{~~
--------:i~:#tfi'tatf'f--~--------
Meningkatkan ketersediaan dan memperluas distribusi barangbarang kebutuhan dasar seperti makanan, perumahan,
kesehatan dan perlindungan kepada seluruh anggota
masyarakat.
2.
3.
2.
~'"".-
- - - - - - - - -:.- 'd'J:
'
.,~
2.
3.
Kebijakan Sosial
Istilah 'kebijakan' yang dimaksud dalam buku ini disepadankan
dengan kata bahasa Inggris 'policy' yang dibedakan dari kata
'kebijaksanaan' (wisdom) maupun 'kebajikan' (virtues). Kebijakan
sosial terdiri dari dua kata yang memiliki banyak makna, yakni kata
'kebijakan' dan kata 'sosial' (social). Untuk menghindari ambiguitas
istilah tersebut, ada baiknya kita diskusikan terlebih dahulu
mengenai pengertian keduanya.
Kebijakan adalah prinsip atau cara bertindak yang dipilih untuk
mengarahkan perigambilan keputusan. Menurut Ealau dan Prewitt
(1973), kebijakan adalah sebuah ketetapan yang berlaku yang
dicirikan oleh perilaku yang konsisten dan berulang, baik dari yang
membuatnya maupun yang mentaatinya (yang terkena kebijakan
itu). Titmuss (1974) mendefinisikan kebijakan sebagai prinsip-prinsip
yang mengatur tindakan yang diarahkan kepada tujuan-tujuan
tertentu. Kebijakan, menurut Titmuss, senantiasa berorientasi
kepada masalah (problem-oriented) dan berorientasi kepada tindakan
(action-oriented). Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa kebijakan
adalah suatu ketetapan yang memuat prinsip-prinsip untuk
mengarahkan cara-cara bertindak yang dibuat secara terencana dan
konsisten dalam mencapai tujuan tertentu.
7
1.
2.
Hill, 1996).
3.
Lawan kata ekonomi. Kata sosial berkonotasi dengan aktifitasaktivitas masyarakat atau organisasi yang bersifat sukarela
atau swadaya, yang tidak berorientasi mencari keuntungan
finansial. Organisasi sosial, seperti Karang Taruna, PKK
adalah organisasi yang menyelenggarakan berbagai kegiatan
yang tidak mencari keuntungan yang berupa uang. Ini berbeda
dengan organisasi ekonomi, seperti perusahaan, Perseroan
Terbatas (PT), atau Bank yang tentunya kegiatan-kegiatannya
bertujuan untuk mencari keuntungan ekonomi.
4.
5.
...
--------
-----
~-~-~.
Kebijakan sosial merupakan bagian dari kebijakan publik (public policy). Kebijakan publik meliputi semua kebijakan yang
berasal dari pemerintah, seperti kebijakan ekonomi,
transportasi, komunikasi, pertahanankeamanan (militer), serta
fasilitas-fasilitas umum lainnya (air bersih, listrik). Kebijakan
sosial merupakan satu tipe kebijakan publik yang diarahkan
untuk mencapai tujuan-tujuan sosial (Magill, 1986).
Kebijakan sosial adalah perencanaan untuk mengatasi biayabiaya sosial, peningkatan pemerataan, dan pendistribusian
pelayanan dan bantuan sosial (Rein, 1970).
Kata sosial yang difeniskan oleh para ahli di atas, menunjuk pada
'manfaat-manfaat' atau 'bantuan-bantuan' kesejahteraan sosial (so10
12
GOVERNMENT
GOVERNANCE
PROSES PERUMUSAN
Pemerintah
KEBIJAKAN
PENETAPAN KEBIJAKAN
Pemerintah
Pemerintah
ANALISIS KEBIJAKAN
Pemerintah
Public Contractor
Government Think
Thank
..
Pemerintah
Stakeholder
Analis Kebijakan
Independent
Think Thank
Stakeholder
Analis kebijakan
Independent
Think Thank
13
14
Petnbangunan
So sial
16
3.
Pengentasan kemiskinan,
Perluasan kerja produktif dan pengvrangan pengangguran,
dan
1.
Dimensi Kemiskinan
1.
2.
17
2.
Dimensi Ketenagakerjaan
dengan rendahnya kualitas SDM. Jika dibandingkan dengan negaranegara lain di wilayah ASEAN, SDM di negara kita masih tergolong
rendah. Dengan menggunakan ukuran Human Development Index
(HDI), UNDP (2004) melaporkan bahwa dari 175 negara, Indonesia masuk peringkat ke 111. Sementara negara-negara tetangga,
seperti Singapura, Malaysia, Thailand dan :ipina berada diperingkat
yang lebih tinggi dari Indonesia. Singapura, misalnya, negara 'kecil'
yang penduduknya tidak lebih dari jumlah penduduk Jakarta,
menempati peringkat 25. Brunei Darussalam yang negaranya tidak
seluas Jakarta berada di peringkat 33. Malaysia yang penduduknya
pernah menjadi murid Indonesia ada di peringkat 58. Sedangkan
Thailand dan Filipina yang tujuh tahun lalu sama-sama mengalami
krisis ekonomi, masing-masing di peringkat 76 dan 83.
HDI merupakan salah satu ukuran untuk menentukan kualitas SDM
yang digunakan UNDP sejak tahun 1990. HDI ini mencerrninlr..an
kualitas hidup manusia (penduduk) yang dirangkum dari indikator
umur har~p~n. hidup, pendidikan dan pendapatan perkapita
penduduk Kualitas HDI y~1,1g rendah mendekati angka 0 dan
kualitas HDI yang baik mendekatLmgka 1. Meskipun HDI belum
sepenuhnya menggambarkan kualitas SDM, kita dapat menilai
sejauhmana keadaan kualitas SDM yang telah kita capai.
Rendahnya kualitas SDM dapat pula dilihat dari tingginya angka
pengangguran dan tingkat pendidikan angkatan kerja. Menurut
Menakertrans RI, pada tahun 2003, angka pengangguran di Indonesia mencapai 38,3 juta jiwa angkatan kerja. Sebanyak 30,2 juta
jiwa (78,85%) diantaranya adalah pengangguran terbuka. Tingginya
jumlah pengangguran ini selain dikarenakan masih rendahnya
kualitas SDM juga disebabkan oleh tidak sebandingnya kesempatan
kerja dengan para pencari kerja. Ketimpangan antara permintaan
dan penawaran tenaga kerja ini antara lain berkaitan dengan
kebijakan ketenagakerjaan pemerintah yang terlalu mengandalkan
sektor tenaga kerja formal. Padahal sektor informal, terutama di
21
3.
3.
GDPper
Kapita (US$)
(1997) 1
Penduduk
Miskin (%)
Tingkat Melek
Huruf Dewasa
(%) (1997)
Harapan
Hidup (tahun)
(1997)
AnakKurang
Gizi (%)
(19901997)
Malaysia
Thailand
Filipina
Indonesia
Vietnam
Kamboja
Laos
7.730
6490
3670
3390
1590
1290
1300
10(1998)
13(1998)
38 (1997)
24 (1998)2
97 (1997/98)
36 (1997)
46 {1993)
84
94
95
84
94
65
57
72
69
68
65
68
54
53
24
--------------
---------------~lm~~~t~:
Pengeluaran
Pemerintah
PP (%)GOP
Pengeluaran
Pendidikan
(%) pp
Malaysia
Thailand
Filip ina
Indonesia
26,1
14,9
19
17,3
16,6
19,8
10,5
10,5
Pengeluaran
Pendidikan
Kesehatan dan Kesehatan
(%) pp
(%) pp
5,6
8,1
3
2,7
5,8 .
4,2
2,6
2,3
1)
2)
2.
3.
4.
1)
2)
26
Refleksi
Mencermati situasi dan kondisi di atas, maka perlu dibuat suatu
kebijakan yang mendukung pembangunan sosial. Kebijakan yang
dirumuskan hendaknya difokuskan pada tiga dimensi pembangunan
sosial, yakni dalam hal pengentasan kemiskinan, penciptaan
lapangan kerja produktif dan peningkatan integrasi sosial. Kebijakan
tersebut kemudian perlu diimplementasikan dalam berbagai program aksi yang sesuai dengan karakteristik permasalahan dan
kebutuhan yang akan diantisipasi dan dipenuhi. Beberapa saran yang
kiranya perlu dipertimbangkan berdasarkan konsepsi pembangunan
sosial adalah:
1.
2.
4.
---------
--------~~~~~~~~~~~~~~~
31
32
Petnbangunan
Kesejahteraan Sosial
Kesejahteraan Sosial
Undang-Undang RI Nomor 6 tahun 1974 tentang Ketentuanketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial memberikan batasan
kesejahteraan sosial sebagai:
33
Sebagaimana batasan PBB, kesejahteraan sosial adalah kegiatankegiatan yangterorganisasi yang bertujuan untuk membantu individu
atau masyarakat guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya
dan meningkatkan kesejahteraan. selaras dengan kepentingan
keluarga dan masyarakat. Kesejahteraan sosial sebagai suatu institusi
dan bidang kegiatan menunjuk pada kegiatan-kegiatan yang
terorganisir yang diselenggarakan baik oleh lembaga-lembaga
pemerintah maupun swasta yang bertujuan untuk mencegah,
mengatasi atau memberikan kontribusi terhadap pemecahan masalah
sosial, dan peningkatan kualitas hidup individu, kelompok dan
masyarakat. Kegiatan terse but melibatkan berbagai profesi dan ilmu,
seperti pekerjaan sosial, kedokteran, keperawatan, kependidikan
(guru), psikologi, psikiatri, hukum, dll. Organisasai yang
melaksanakan kegiatan-kegiatan kesejahteraan sosial disebut
lembaga kesejahteraan sosial yang merupakan salah satu sub-sistem
dalam sistem kesejahteraan sosial.
Pengertian kesejahteraan sosial sebagaimana dikemukakan di atas
mengandung pokok-pokok pikiran bahwa konsepsi kesejahteraan
sosial merujuk pada:
34
,... '
~--:_,s;:.-
.. -(.
36
3.
Salah satu kritik yang sering dilontarkan kepada sistem we!fere state
adalah terlalu dominannya peran negara dalam merancang dan
sekaligus melakukan intervensi terhadap popu1asi yang mengalami
masalah. Selain menimbulkan beban pada anggaran negara,
pendekatan ini sering menimbulkan ketergantungan kepada para
penerima pelayanan sosial. Dalam praktik pekerjaan sosial, pekerja
sosial dipandang sebagai p enolong yang serba bisa. Sementara klien
dilihat sebagai penerima bantuan yang seakan-akan tidak memiliki
kemampuan untuk menolong dirinya.
Pandangan di atas kini telah banyak bergeser. Negara kini banyak
menyerahkan sebagian peran sosialnya kepada Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) sebagai mitra kerjasama pembengunan
kesejahteraan sosial. Klien kini dipandang sebagai aktor yang juga
memiliki potensi yang dapat dikembangkan untuk menghadapi
masalahnya sendiri. Konsep pemberdayaan menyeruak sebagai
strategi pembangunan kesejahteraan sosial yang menempatkan
penerima pelayanan bukan semata-mata "klien", melainkan
"partisipan" dan pelak.u aktif" pemenuhan kebutuhan mereka
sendiri.
39
40
41
42
Kebijakan Publik,
Peran N egara dan
Pembangunan Sosial
Kebijakan Publik
Literatur mengenai kebijakan publik telah banyak menyajikan
berbagai definisi kebijakan publik, baik dalam arti luas maupun
sempit. Dye yang dikutip Young dan Quinn (2002:5) memberikan
definisi kebijakan publik secara luas, yakni sebagai "wh~tever governments choose to do or not to do." Sementara itu, Anderson yan'g juga
dikutip oleh Young dan Quinn, menyampaikan definisi kebijakan
publik yang relatif lebih spesifik, yaitu sebagai "a purposive course of
action followed ly an actor or set of actors in. dealing with a problem or matter
of concern." Untuk memahami berbagai definisi kebijakan publik,
44
-----------t'llllllla~~~
~~~~~~~
Globalisasi
Konstelasi dunia dan peradaban manusia dimana pembangunan
ekonomi, sosial, politik dan kebudayaan beroperasi telah~dantengah
berubah secara dramatis dewasa ini. Menurut Mayo (1998),
perubahan-perubahan tersebut sangat dipengaruhi oleh proses
globalisasi: sebuah ekspresi yang sangat populer yang oleh Dominelly
dan Hoogvelts {1996:46) disebut sebagai "pengintensifan jaringanjaringan hubungan sosial dan ekonorni yang luar biasa." Dalam kajian
Taylor-Gooby (1994), Dominelly dan Hoogvelts (1996), serta Penna
dan O-Brien {1996), perubahan sosial dan ekonorni tersebut juga
sejalan dengan munculnya sejumlah terma yang ditandai dengan
awalan "post", seperti "post-industrialism", "post-fordism", "poststructuralism" dan "post-modernism". Dua istilah pertama menunjuk
pada perdebatan dalam wacana ekonorni-politik, sedangkan dua
istilah terakhir lebih merujuk pada perdebatan dalam aras budaya.
Meskipun konsep-konsep di atas memiliki perbedaan dalarn rnakna
dan kontekstualisasinya, secara garis besar kesemuanya memiliki
kesamaan pandangan bahwa tatanan lama,yakni masyarakat industri
modern sedang berada dalam masa perubahan atau transisi dalam
skala global; dan bahwa perubahan-perubahan terse but dipengaruhi
terutama oleh menguatnya sistem ekonorni-politik kapitalisme yang
berporos padaideologineoliberalisme (Suharto, 1997; 2001b; 2001c;
2001d; Mishra, 1999; Singh, 2000; Mkandawire dan Rodriguez,
2000; Yang 2000; Moore, 2000).
45
---
47
Compared to the socioeconomic situation under the statist governments during the 1960s and 1970s, under the pro-market
regimes of the 1980s and 1990s, the condition of poverry has
worsened in matry African and Latin American countries in
terms of an increase in the number of people in poverry, and,a
decline in economic-growth rate, per capita income, and living
standards (Haque, 1999:xi).
--
Negara Kesejahteraan
Merujuk pada Spieker (1988:77) negara kesejahteraan dapat
didefinisikan sebagai sebuah sistem kesejahteraan sosial' yang
memberi peran lebih besar kepada negara (pemerintah) untuk
mengalokasikan sebagian dana publik demi menjamin terpenuhinya
kebutuhan dasar warganya. Menurut Marshall (1981) negara
kesejahteraan merupakan bagian dari sebuah masyarakat modern
yang sejalan dengan ekonomi pasar kapitalis dan struktur politik
demokratis. Negara-negara yang termasuk dalam kategori ini adalah
lnggris, Amerika, Australia, dan Selandia Baru serta sebagian besar
negara-negara Eropa Barat dan Utara. Negara-negara yang tidak
dapat dikategorikan sebagai penganut negara kesejahteraan adalah
negara-negara bekas U ni Soviet dan "Blok Timur", karena mereka
tidak termasuk negara-negarademokratis maupun kapitalis (Spieker,
1988:78).
Negara kesejahteraan pertama-tama dipraktekkan di Eropa dan AS
pada abad 19 yang ditujukan untuk mengubah kapitalisme menjadi
lebih manusiawi (compassionate capitalism). Dengan sistem ini,
negara bertugas melindungi golongan lemah dalam masyarakat dari
gilasan mesin kapitalisme. Hingga saat ini, negara kesejahteraan
masih dianut oleh negara maju dan berkembang. Dilihat dari besarnya
anggaran negara untuk jaminan sosial, sistem ini dapat diurutkan
ke dalam empat model, yakni:
1.
so
2.
3.
4.
--
52
Pembangunan Nasional
Pembangunan ekonomi nasional selama ini masih belum mampu
meningkatkan kesejahteraan rakyat secara luas. Indikator utamanya
adalah tingginya ketimpangan dan kemiskinan.
Meskipun beberapa tahun sebelum krisis ekonomi, Indonesia
tercatat sebagai salah satu macan ekonomi Asia dengan pertumbuhan
53
-'111----
.......
optimal, ia selalu gagal menciptakan pemerataan pendapatan dan
memberantas masalah sosial.
Orang miskin dan PMKS adalah kelompok yang sering tidak
tersentuh oleh strategi pembangunan yang bertumpu pada
mekanisme pasar. Kelompok rentan ini, karena hambatan fisiknya
(orang cacat), kulturalnya (suku terasing) maupun struk.turalnya
(penganggur), tidak mampu .merespon secepat perubahan sosial di
sekitarnya, terpelanting ke pinggir dalam proses pembangunan yang
tidak adil.
57
58
Kebijakan Sosial
dan Perencanaan Sosial
Kebijakan Sosial
Tujuan Sosial
Memenuhi
Kebutuhan Sosial
61
Menggali, mengalokasikan dan mengembangkan sumbersumber kemasyarakatan demi tercapainya kesejahteraan sosial
dan keadilan sosial.
Menurut David Gil (1973), untuk mencapai tujuan-tujuan kebijakan
sosial, terdapat perangkat dan mekanisme kemasyarakatan yang
perlu diubah, yaitu yang menyangkut:
1.
2.
3.
Pengembangan sumber-sumber
Pengalokasian status
Pendistribusian hak.
Pengembangan sumber-sumber meliputi pembuatan keputusankeputusan masyarakat dan penentuan pilihan-pilihan tindakan
62
Perencanaan Sosial
Konsepsi mengenai kebijakan sosial sangat berkaitan erat dengan
konsepsi mengenai perencanaan sosial. Keduanya seringkali sangat
sulit dipisahkan, karena masing-masing konsep dalam kenyataannya
seringkali dipertukarkan satu sama lain. Apa yang disebut formulasi
63
64
Kebijakan
So sial
Perencanaan
So sial
Pendekatan
Gambar 5.2:
66
67
68
Model-Model
Kebijakan Sosial
Algoritma yang dipakai untuk mengidentifikasi langkahlangkah yang mesti diikuti atau untuk menghitung atributatribut model dan menghasilkan solusi.
Fungsi utama model adalah untuk mempermudah kita menerangkan
suatu benda atau konsep. Dalam beberapa kasus, model dapat
didasari suatu teori, tetapi model juga dapat dipakai untuk menguji
atau menjelaskan hipotesis sebagai bagian dari proses perumusan
teori. Untuk mempermudah dalam menjelaskan gedung, pasar,
pemerintahan, partisipasi, atau negara kesejahteraan tentunya
diperlukan suatu model. Benda dan konsep di atas tidak mungkin
kita bawa kemana-mana. Kita hanya dapat membawa benda dan
konsep tersebut dalam bentuk model. Oleh karena itu, model
memiliki fungsi:
1.
2.
70
3.
4.
Berdasarkan pelaksanaannya
pelaksanaannya dilakukan sepenuhnya oleh masyarakat atau badanbadan swasta (Lembaga Swadaya Masyarakat atau organisasi sosial).
Kebijakan sosial indikatif sering pula disebut sebagai kebijakan sosial
partisipatif.
Kebijakan imperatif banyak dipraktikkan di negara-negara sosialis
selama lebih dari setengah abad. Meski dengan wajah yang agak
berbeda, negara-negara berkembang seperti India, Afrika dan
Amerika Latin juga menerapkan tipe kebijakan ini. Sementara itu,
di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Eropa Barat dan
Jepang, kebijakan sosialnya lebih bersifat indikatif. Usaha-usaha
kesejahteraan sosial yang dikelola sektor masyarakat dan swasta
tidak dikontrol secara ketat. Pemerintah hanya menyediakan
berbagai fasilitas dasar dan mengindikasikan bidang-bidang pelayanan
sosial tertentu yang menjadi prioritas bersama. Kebijakan sosial
indikatif erat kaitannya dengan sistem demokrasi, karena penentuan
kebijakan sosial dirumuskan melalui persetujuan rakyat menurut
sistem demokrasi yang dianutnya.
Pernilihan model kebijakan imperatif dan indikatif selain banyak
ditentukan oleh sistem politik negara yang bersangkutan, juga
ditentukan pula oleh kesiapan SDM, tersedianya fasilitas dan dana,
serta oleh berjalannya mekanisme pasar. Di negara-negara
berkembang, dimana tingkat kesejahteraan sosialnya masih rendah
serta mekanisme pasar belum berjalan optimal, permasalahan
kebijakan sosial masih diarahkan pada pemenuhan kebutuhan dasar
dan pemecahan masalah sosial massal seperi kemiskinan dan
keterbelakangan. Permasalahan sosial ini satu sama lain saling terkait
sehingga diperlukan kebijakan yang terintegrasi dan menyeluruh.
Karena alasan inilah, pemerintah di negara-negara berkembang
seringkali lebih memilih kebijakan imperatif dimana peran
perencanaan pembangunan sebagian besar dilaksanakan oleh
pemerintah.
72
,1
2.
~.'.~~~
kebijakan sosial, baik dalam bentuk asuransi kesejahteraan (welfare insurance) maupun bantuan sosial (social assistance). Karena itu,
model ini biasanya menggunakan pendekatan means-test (test
kemiskinan) atau needs-test (test kebutuhan) untuk menentukan
elijibilit<J.s pelayanan sosial.
Sebagian besar negara-negara industri maju yang memiliki sumber
dana yang cukup besar menerapkan model universal. Model ini
selaras dengan kenyataan modern yang semakin memerlukan
pelayanan sosial yang menyeluruh serta mampu memenuhi keadilan
sosial dan kesamaan kesempatan. Pendidikan, perpustakaan,
fasilitas-fasilitas umum yang dibiayai oleh negara dapat dimanfaatkan
baik oleh orang miskin maupun kaya, tua maupun muda. Seluruh
anggota masyarakat terpenuhi haknya sebagai warga negara, karena
mereka, langsung atau tidak, dianggap telah membayar semua
fasilitas tersebut (misalnya melalui pajak). Model universal dapat
melengkapi atau bahkan menyediakan pelayanan sosial yang tidak
dapat disediakan oleh pihak swasta.
Selain di beberapa negara Skandinavia seperti Swedia, Norwegia,
dan Denmark, dewasa ini model universal sudah banyak
dimodifikasi, terutama karena membutuhkan dana yang sangat besar.
Di Amerika sekalipun yang memiliki anggaran belanja negara san gat
besar, model universal yang erat kaitannya dengan konsepsi we(fare
state banyak menimbulkan kontroversi. Situasi ekonomi dan politik
dunia yang semakin sulit, persaingan yang semakin ketat, menuntut
effisiensi dan mengharuskan pengelolaan anggaran negara yang
ekstra ketat dan tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan sosial saja,
melainkan pula diperlukan untuk mempercepat dan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi yang produktif.
Model selektifitas selanjutnya dianggap obat mujarab yang dapat
melindungi negara dari kebangkrutan, dan menjamin pelaksanaan
pembangunan ekonomi secara berkelanjutan. Model selektifitas
dianggap lebih efisien, karena hanya diberikan bagi mereka yang
74
.........
4.
1. Dorongan Perencanaan
2. EksplorasVPenelitian
3. Pendefinisian Tugas-tugas
Perencanaan
4. Perumusan Kebijakan
5. Perumusan Program
6. Evaluasi
1. Pengidentifikasian
Masalah
2. Perumusan Kebijakan
3. Legitimasi K~bijakan
1. Perencanaan
Kebijakan
2. Pengembangan
dan lmplementasi Program
3. Evaluasi
4. lmplementasi Kebijakan
5. Evaluasi Kebijakan
77
/
EVALUASI
~
IMPLEMENTASI
1.
Tahap Identifikasi
78
.......
79
2.
Tahap Implementasi
3.
TahapEvaluasi
80
Analisis Kebijakan
So sial
3.
kebijakan umumnya bersifat deskriptif dan faktual mengenai sebabsebab dan akibat-akibat suatu kebijakan. AK.S, merujuk Quade
(1995), adalah suatu jenis penelaahan yang menghasilkan informasi
sedemikian rupa yangdapat dijadikan dasar-dasar pertimbangan para
pembuat kebijakan dalam memberikan penilaian-penilaian terhadap
penerapan kebijakan sehingga diperoleh alternatif-alternatif
perbaikannya. Kegiatan penganalisisan kebijakan dapat bersifat
formal dan hati-hati yang mdibatkan penelitian mendalam terhadap
isu-isu atau masalah-masalah yang berkaitan dengan evaluasi suatu
program yang akan maupun telah dilaksanakan. Namun demikian,
beberapa kegiatan analisis kebijakan dapat pula bersifat informal
yang melibatkan tidak lebih dari sekadar kegiatan berfikir secara
cermat dan hati-hati mengenai dampak-dampak kebijakan terhadap
kehidupan masyarakat.
Dengan demikian, AKS dapat diartikan sebagai usaha yang
terencana dan sistematis dalam membuat analisis atau asesmen
akurat mengenai konsekuensi-konsekuensi kebijakan sosial, baik
sebelum maupun sesudah kebijakan tersebut diimplementasikan
(Suharto, 2004a; lihat Sheafor, Horejsi dan Horejsi, 2000).
----~-----------------------------
Menurut Dunn (1991: 51-54), ada tiga bentuk atau model analisis
kebijakan, yaitu model prospektif, model retrospektif dan model
integratif. Gambar 7.1 memvisualkan model analisis kebijakan.
85
Model Prospektif
Model lntegratif
1.
2.
3.
86
--
Kerangka Analisis
1.
2.
3.
1.
3.
88
DEFINISI KEBIJAKAN
SOSIAL
Apa masalah
sosialnya?
Faktor apa yang
mempengan1hi
masalah tersebut
Siapa yang
terpengaruh secara
langsung oleh
masalah terse but
.
.
.
IMPLEMENTASI
KEBIJAKAN SOSIAL
Apa tujuan kebijakan
sosial?
Program dan
pelayanan sosial apa
yang diberikan?
Bagaimana kebijakan
tersebut didanai?
KONSEKUENSI
KEBIJAKAN SOSIAL
Apa keuntungan dan
kerugian kebijakan?
Apa konsekuensi
kebijakan bagi klien,
sistem sosial, dan
sistem pelayanan
sosial?
Parameter
Nilai-nilai
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Politik
.
.
.
.
.
.
.
.
89
"1'111.
.. .
:-~~
-~~
90
Naskah Kebijakan
(Policy Paper)
91
KOTAK8.1:
CEKLIS DALAM MERANCANG OUTL/NENASKAH KEBIJAKAN
Dalam menyiapkan atau merencanakan policy paper, perhatikanlah pertanyaanpertanyaan di bawah ini:
Tujuan dan Audien:
Apa yang ingin dicapai oleh kita atau lembaga kita melalui penulisan dan
publikasi policy paper?
Apakah saudara penulis tung gal policy paper? Jika tidak, apakah saudara
sudah memutuskan pendekatan apa yang akan digunakan dalam menulis
paper bersama partner saudara tersebut?
Apakah saudara dan partner saudara telah memiliki pemahaman yang sama
mengenai apa itu policy paper?
Peneliti/Pusat
Perumusan
Kebijakan
Analisis/Pusat
Perumusan
Kebijakan
_ _ _ _ Output Kebijakan
- - - - - - Permintaan/Saran/Reaksi
Rekomendasi Kebijakan
Sumber. Young dan Quinn (2002:7)
94
Penelilian Kebijakan
(Policy Study)
Ringkasan Kebijakan
(Policy Brief)
Memo Kebijakan
(policy Memo)
Pembuat keputusan
Beragam stakeholder
Fokus
Value-driven:
Rekomendasi umum dan
analisis isu-isu kebijakan
Audience-driven:
Pesan kebijakan khusus untuk stakeholder
Audience-driven:
Pesan kebijakan utk
stakeholder kunci
Konteksisu
Digunakan untuk
tujuan advokasi dan
lobi
Metodologi
Dapat memuat
penelilian primer
Jarang memuat
penelnian primer
Bahasa
Sangat akademislteknis
Harusjelas
Harusjelas
Panjang
Maksimum 60 halaman
Antara6-15hlm
Maks. 2 him
Naskah Kebijakan
Judul
Daftar lsi
Abstrak atau Executive Summary
Pendahuluan
Deskripsi Masalah
Pilihan-pilihan Kebijakan
Kesimpulan dan Rekomendasi
Catatan Akhir
Apendik/Lampiran
Bibliography
1.
]udul
Jelas
Menarik pembaca
Beberapa prinsip judul adalah:
e
2.
Daftar lsi
96
sub-sub bagiannya dari sebuah policy paper. Daftar isi dalam sebuah
po!iry paper membantu pembaca dalam beberapa hal:
3.
97
4.
Pendahuluan
5.
Deskripsi Masalah
6.
Pilihan-pilihan Kebijakan
7.
Ada tiga elemen penting yang harus termuat dalam kesimpulan dan
rekomendasi:
8.
Apendik
10.
100
Proses Analisis
Kebijakan Sosial
7)
101
I. Mendefinisikan
masalah kebijkan
(masalah sosial)
6. Menyeleksi
atematifkebijakan
terbaik
2. Mengwnpulkan
bukti tentang
masalah
[ Mengkaji
renyebab masalhh
r------,
5. Mengembangkan
altematifkebijakan
Faktor
Factor
Nilai
Value
MASALAH
STRATEGIS
Dampak
Impact
Kecenderungan
Trend
1.
Faktor
2.
Dampak
Apakah jika masalah terse but ditangani atau direspon oleh kebijakan
maka akan membawa manfaat kepada masyarakat luas atau
berdampak pada peningkatan kesejahteraan publik? Apakah
penanganan masalah tersebut bermatra sociai!J and economicallY profitable, secara ekonomi dan sosial menguntungkan masyarakat banyak?
3.
Kecenderungan
4.
Nilai
Apakah masalah tersebut sesuai dengan nilai-nilai dan harapanharapan kultural yang berkembang pada masyarakat lokal? Apakah
masalah tersebut secara budaya diterima atau diakui keberadaannya
(culturally acceptable)?
Sebagai analis kebijakan publik, saudara atau kelompok saudara
pertama-tama perlu menyeleksi satu topik masalah (dari beragam
masalah yang teridentifikasi) dan kemudian secara specifik
mendefinisikannya sebagai sebuah masalah sosial. Karena saudara
akan menghabiskan banyak waktu dalam mempelajari dan berdebat
mengenai masalah yang diangkat dan mengembangkan solusi pemecahannya, maka pilihlah masalah yang menjadi perhatian semua atau
sebagian orang dalam kelompok saudara (dengan asumsi setiap
anggota kelompok adalah seorang profesional yang pengetahuan
dan keputusannya senantiasa didasari basis kompetensi dan nilai
yang dapat dipertanggungjawabkan).
Ada beberapa langkah dalarn mendefiniskan masalah sosial untuk
analisis kebijakan sosial:
1.
2.
Dari daftar masalah terse but, review dan pilihlah satu masalah
sosial dengan mana setiap orang akan tertarik menganalisisnya.
3.
104
Latihan 1:
Tang gal:
Anggota Kelompok:
a.
b.
c.
d.
106
107
b.
Kurangnya
kepercayaan diri pada rernaja
110
111
haruskah kebijakan tersebut secara total diganti, diperkuat atau diperbaiki? Kelebihan
apa, jika ada, dari kebijakan saat ini yang masih perlu dipertahankan? Kekurangan
apa, jika ada, yang harus dieliminasi? Pemeriksaan polisi di jalan raya sebagian
dapat merupakan strategi yang efektif dalam mengurangi pengemudi mabuk. Namun,
secara realistis pemeriksaan hanya dapat dilakukan satu atau dua kali dalam sehari.
lni berarti, polisi terikat untl 1 ~ melakukan pemeriksaan rutin di jalan ketimbang
melaksanakan tugas penegakan hukum lainnya. Juga, publik akan terganggu dengan
pemeriksaan yang terlalu sering dan dapat menimbulkan masalah kemacetan yang
menghambat orang pergi dan pulang kerja. Kebijakan pemeriksaan saja tidak akan
sanggup mengatasi masalah pengemudi mabuk. Jika kita sampai pada kesimpulan
seperti ini, maka kita dapat memulai mengkampanyekan sebuah gerakan untuk yang
menentang kebijakan pemeriksaan polisi di jalan raya:
"TANPA KONSTITUSI DAN TRANSPARANSI, KATAKAN TIDAK PADA
PEMERIKSAAN POLISI Dl JALAN RAYA"
satu
penting yang
saat illl yang secara
langsung ditujukkan untuk mengatasi masalah sosial di atas:
aLc1Jt\..d.J.1
b.
c.
Apa
illl
penegakkan dan penerimaan publik):
d.
1.
2.
114
115
Masalah: Mabuk dan menyetir di kalangan remaja di JakartaBuatlah dan urutkan tiga
alternatif kebijakan yang dibuat pada Latihan 5. Tulislah kata pendek atau singkatan
untuk meringkas masing-masing kebijakan pada akhir setiap kebijakan (lihat contoh
yang menggunakan hurup miring):
1.
Mengurangi produksi minuman keras, misalnya, dari 2 juta botol per tahun
menjadi 1juta (tingkat nasional)- Mengurangi atau menurunkan jumlah
2.
Meningkatkan usia memperoleh SIM dari 16 tahun menjadi 20 tahun (tingkat
nasional) - Meningkatkan usia.
3.
Meningkatkan kampanye dan penyuluhan mengenai alkohol dan akibatnya
jika mabuk sambil mengemudi (tingkat sekolah kabupaten)- Pendidikan.
117
120
b.
1.
2.
b.
122
Advokasi Kebijakan
So sial
2.
Oleh karena itu, dua kegiatan yang perlu dilakukan analis kebijakan
dalam merancang advokasi kebijakan adalah melakukan analisis
stakeholders atau Analisis Pemangku Kepentingan (APKep) dan
Analisis Perangkat Kelembagaan (APKel) bagi implementasi
kebijakan
126
'lillllll!i'iilll~-----------
2.
3.
4.
5.
127
b.
Reviu daftar stakeholder di atas dan gali apa kepentingankepentingan mereka dalam kaitannya dengan kebijakan yang
diajukan. Pertimbangkan isu-isu seperti: manfaat kebijakan
bagi stakeholder, perubahan-perubahan dari stakeholder yang
dituntut oleh kebijakan; dan penerapan program atau kegiatan
yang mungkin merugikan atau menimbulkan konflik terhadap
stakeholder.
c.
c.
128
2.
3.
4.
130
3.
4.
b.
131
c.
d.
132
Tantangan
Kebijakan Sosial
2.
3.
134
5.
6.
7.
1.
2.
3.
136
--
5.