Anda di halaman 1dari 6

Berikut naskah khutbah 

Idul Fitri 1442 H/2021 berjudul Idul Fitri dalam Kondisi Pandemi Covid-19:


Khutbah I

Bersyukur kita kepada Allah SWT, dengan mengucapkan Alhamdulillah, pada hari ini kita berada dalam
suasana hari besar, hari perayaan, hari di mana kita kembali berbuka, yakni hari Idul Fitri.

Suatu nikmat yang besar, kita dapat menjalankan ibadah puasa sebulan penuh.
Bershalawat kita kepada Nabi Muhammad SAW, dengan mengucapkan Allahummashali ‘ala saidina
Muhammad semoga kita mendapatkan syafaatnya kelak di yaumil kiamah.
Corona Virus Disease atau Covid-19 sampai sekarang masih mewabah di Indonesia bahkan di dunia.
Kini telah masuk tahun yang kedua artinya dua kali puasa dan dua kali lebaran kita merayakan
suasana Idul Fitri dalam kondisi pandemik Covid-19.
Virus ini menyebabkan penyakit mulai dari flu biasa hingga tahap flu berat.
Penyebarannya masif dan sistemik hingga berdampak pada ratusan negara yang ada di dunia,
khususnya negara Indonesia.
Telah banyak orang yang terpapar hingga diisolasi dan ada yang sampai meninggal dunia, mendekam di
penjara karena diduga melanggar protokol kesehatan.
Bahkan juga berdampak terhadap tatanan perekonomian, hukum, politik dan tata kelola Pemerintahan,
serta cara berinteraksi sosial masyarakat dan ibadahnya.
Covid-19 adalah musibah terbesar di abad ini, di balik musibah itu sudah barang tentu ada kandungan
hikmah yang luar biasa dahsyatnya, jauh lebih dahsyat daripada sisi musibahnya.
Virus ini secara tiba-tiba menyentak batin manusia, mengharubiru kemanusiaan kita, dan menyadarkan
kita bahwa virus ini mudah sekali menular dan mematikan.

Sudah barang tentu banyak pelajaran dengan adanya wabah ini, salah satu yang utama dan terpenting
yaitu dalam rangka memperbaiki hubungan kita kepada Allah SWT, dan memperbaiki kehidupan untuk
melangkah ke arah yang lebih baik di bawah diridhai-Nya.
Allah SWT, telah menciptakan segala sesuatu di muka bumi ini atas kehendak dan takdir-Nya, tidak ada
yang sia-sia.
Tentu ada maksud dan hikmah yang terkandung dalam peristiwa pendemik yang sampai hari ini belum
ada tanda-tanda akan lenyap seketika.
Sebagai orang yang menyakini rukun Iman tentu wajib mempercayai adanya ketentuan Qadha dan
Qadar.
Kita hanya mempercayai dan mencari tahu hikmah atas segala apa yang telah Allah takdirkan dan
melihatnya dengan kacamata keimanan, dan sambil merenungkan firman-Nya dalam surah Al-Baqarah
ayat 269 berikut ini:
Artinya: "Dia memberikan hikmah kepada siapa yang Dia kehendaki. Barang siapa diberi hikmah,
sesungguhnya dia telah diberi kebaikan yang banyak. Dan tidak ada yang dapat mengambil pelajaran
kecuali orang-orang yang mempunyai akal sehat."
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar wa lillahil Hamd, Ma’asyiral Muslimin wal Muslimat
Rahimakumullah.
Allah SWT, menciptakan manusia dengan sebaik-baik bentuk dan sebagus-bagus akal.
Bagi orang yang berakal wajib untuk berpikir dan mengambil hikmah yang terjadi dan tersembunyi di balik
adanya segala sesuatu peristiwa.

Ketika kita kaitkan wabah Covid-19 dengan Idul Fitri, maka akan terungka setiap manusia harus kembali
kefitrahan yang sesunguhnya.
Momentum Idul Fitri di masa pandemik virus Corona sebagai alarm pengingat bagi umat Islam untuk
kembali ke fitrahnya sebagai seorang hamba dan khalifah di bumi ini.
Menurut pandangan Islam setiap manusia yang lahir di muka bumi ini dalam keadaan fitrah yakni asal
kejadian yang suci dan murni, sebagamana bunyi hadis berikut:
"Dari Abu Hurairah ra, dia berkata; "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah bersabda:"Seorang bayi
tidak dilahirkan (ke dunia ini) melainkan ia berada dalam kesucian (fitrah). Kemudian kedua orang
tuanyalah yang akan membuatnya menjadi Yahudi, Nasrani, ataupun Majusi -sebagaimana hewan yang
dilahirkan dalam keadaan selamat tanpa cacat."
Covid-19 ini telah mengingatkan, menyentak dan melimbungkan pikiran dan kesadaran umat manusia.
Bertambahnya orang miskin baru karena pemutusan hubungan kerja (PHK), kebangkrutan bisnis yang
sedang dijalani, tiba-tiba membengkak jumlahnya.
Aktivitas berubah, menjadi serba virtual, baik itu bekerja, meeting, perkuliahan, sekolah, berdakwah dan
banyak aktivitas publik lainnya.
Mengubah budaya dan kebiasaan yang sudah terbangun lama dalam kebudayaan manusia di dunia.
Situasi dan kondisi memprihatinkan ini, menjadi bahan perenungan mendalam (tafúkur) baik sebagai
umat Islam dan sebagai warga negara.
Pandemik ini harus menjadi momentum untuk peningkatan kwalitas sebagai hamba Tuhan.
Allah SWT, memberikan anugerah Islam sebagai petunjuk bagi umat manusia dalam menjemput
keselamatan baik di dunia dan akhirat.
Apabila muaranya adalah takwa dari pelaksanaan ibadah puasa Ramadhan, maka hari raya Idul Fitri dan
hari-hari berikutnya idealnya bersenyawa sebagai sikap hidup seorang Muslim, untuk melawan dampak
yang ditimbulkan dari Covid-19.
Yaitu dengan cara memberantas kemiskinan melalui amal berbentuk zakat, infaq dan sedekah, melawan
perilaku koruptif dan pembasmi ketidakadilan yang terjadi di negeri ini.
Kita semua harus sadar bahwa bangsa ini sedang tertimpa masalah yang sangat serius, bukan hanya
masyarakat yang kewalahan, Pemerintah pun nampak gagap dalam melakukan penanganan virus yang
mematikan ini.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar wa lillahil Hamd, Ma’asyiral Muslimin wal Muslimat
Rahimakumullah.
Rangkaian amaliyah Ramadhan dan Idul Fitri dalam kondisi pandemik yang masih berlangsung, ternyata
virus yang mematikan ini
belum membuat sadar dan insaf dari oknum sebagian pengambil kebijakan negeri ini untuk mengekang
hawa nafsunya.
Mereka masih menonjolkan nafsu untuk saling silang pendapat dan saling menyalahkan, mencari
panggung politik, prilaku korup dan melanggar protokol kesehatan.
Sadar atau tidak bahwa prilaku-prilaku tersebut dalam situasi dan kondisi negeri sedang dilanda wabah
yang mengerikan dan mematikan ini merupakan perilaku di luar perikemanusian.
Pada akhirnya kegagalan melindungi rakyat tidak saja merupakan pengkhianatan atas mandat rakyat,
akan tetapi sudah menentang perintah Allah SWT.
Jika dipandang dengan lensa spiritualitas, maka hakikatnya pageblug virus Corona menyadarkan kita
bahwa di atas langit masih ada langit.
Prahara Corona menyadarkan kita bahwa di atas kekuasaan manusia yang paling berkuasa masih ada
Yang Maha Kuasa yaitu Allah sebagai Tuhan Pemilik Alam Semesta.
Malapetaka global Covid-19 membuktikan bahwa tidak ada manusia termasuk manusia dan negara yang
dianggap paling berkuasa sekalipun di dunia ini yang mampu menanggulangi wabah penyakit menular
yang merajalela ke seluruh pelosok planet bumi.
Tidak ada negara dan penguasa mampu secara mandiri menghadapi angkara murka virus Corona
dengan ukuran ragawi sangat kecil namun memiliki daya-binasa sangat dahsyat.
Menyadari betapa nihil kemampuan diri kita sendiri yang dijamin mustahil mampu menghadapi, apalagi
menanggulangi pageblug wabah virus Corona, maka tidak wajar kita angkuh atau sombong dengan
harta, pangkat dan tahta yang kita miliki.
Sama sekali tiada alasan bagi kita untuk berani takabur adigang-adigung.
Setiap saat diri kita bisa saja tertular virus ini, maka harus menyadarkan kita untuk senantiasa mawas
diri, menyadarkan kita untuk lebih berupaya menaklukkan bukan orang lain, namun diri sendiri (jihad al-
náfs).
Coba kita baca hadis berikut ini:
Artinya: "Mukmin yang paling utama keislamannya adalah umat Islam yang selamat dari keburukan lisan
dan tangannya. Mukmin paling utama keimanannya adalah yang paling baik perilakunya. Muhajirin paling
utama adalah orang yang meninggalkan larangan Allah. Jihad paling utama adalah jihad melawan nafsu
sendiri karena Allah.
(Hadis ini diriwayatkan dalam Musnad Ahmad, Sunan al-Tirmidzi, Sunan Abi dawud, dan Shahih Ibn
Hibban).
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar wa lillahil Hamd, Ma’asyiral Muslimin wal Muslimat
Rahimakumullah.
Meningkatkan kualitas ibadah dan dekat kepada Allah, di bulan Ramadhan membuat hati kita menjadi
tenang dan tenteram.
Ketika seorang hamba merasa hatinya sedang merasa kesulitan, kegundahan, sedang tertimpa musibah
berupa sakit atau bencana pandemi Corona.
Maka sudah sepatutnya mendekatkan diri kepada Allah, merayu kepada-Nya untuk meminta pertolongan
dengan senantiasa memperbanyak berdoa dan berdzikir.
Allah pasti mendengar munajat hamba-Nya, Dia akan melihat bagaimana kita melaksanakan kewajiban
sebagai hamba-Nya yang senantiasa menyembah, dan mengingat-Nya selalu.
Dalam masa pandemik salah satu bentuk pendekatan diri kepada Allah SWT yaitu menjaga kebersihan
diri (kefitarhan) dan
lingkungan sangat diperlukan, meskipun sudah berakhir masa pandemi ini nanti.
Kita dilatih untuk senantiasa menjaga kebersihan diri dan lingkungan.
Virus ini menuntut kita untuk lebih sering mencuci tangan menggunakan air bersih dan mengalir, juga kita
tak lupa untuk selalu membersihkan lingkungan sekitar kita agar tetap terjaga kesterilannya.
Jauh sebelum Pemerintah menganjurkan cuci tangan pun, syariat Islam sudah memerintahkan untuk rajin
mencuci tangan terutama sebelum memegang sesuatu, sebelum makan, sebelum melakukan aktivitas
dan lain-lain.
Islam telah mengajarkan kita untuk bersuci melalui ibadah thaharah dengan cara berwudhu dan menjaga
wudhu sebelum shalat, sebelum tidur, maupun menjalankan aktivitas lainnya.
Idul Fitri mengingatkan kepada kita untuk selalu menjaga kesucian dan kebersihan.
Bukankah berwudhu bertujuan untuk menyucikan diri dan jiwa, manfaat yang sangat besar bagi
kesehatan, sebagai alat pelindung diri seperti masker untuk menjaga kesehatan dan mencegah berbagai
macam penyakit.
Penelitian membuktikan bahwa menjaga kebersihan adalah salah satu tindakan preventif yang efektif
untuk menangkal berbagai virus, kuman, dan bakteri yang membahayakan tubuh kita.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar wa lillahil Hamd, Ma’asyiral Muslimin wal Muslimat
Rahimakumullah.
Selanjunta bahwa dampak langsung dari pandemik Corona banyak orang-orang yang tidak bisa mencari
nafkah untuk biaya hidup sehari-hari.
Bagi orang-orang yang mampu sudah seharusnya memberikan bantuan berupa sembako atau uang
kepada mereka sebagai bentuk solidaritas kita kepada antar sesama.
Momentum Idul Fitri adalah merupakan waktu yang tepat bagi untuk menyalurkan zakat, infaq dan
sedekah bagi mereka yang mengalami kesulitan ekonomi.
Ditutupnya beberapa lapangan pekerjaan akibat adanya wabah virus Corona ini, membuat sebagian
masyarakat terutama buruh, pedagang menjadi resah.
Secara otomatis tentu banyak orang resah dan panik akan kelanjutan hidupnya nanti di tengah pandemik
Covid-19.
Maka sudah seharusnya sikap kita sebagai umat Islam, khususnya diberikan kelebihan rezki oleh Allah
SWT, untuk meringankan beban mereka, dengan berinfaq dan bersedekah bahkan dengan apapun
kepada mereka yang terkena dampak Covid- 19 secara langsung.
Karena Islam, telah mengajarkan bagaimana meringankan tangan untuk membantu fakir-miskin dan
masyarakat yang lain, rasa empati kita itu akan mendapatkan ganjaran yang berlipat ganda dari Allah
SWT.
Allah berfirman dalam surah Ali Imran ayat 92:
Artinya: "Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan
(sebagian harta) yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah
mengetahuinya."
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar wa lillahil Hamd, Ma’asyiral Muslimin wal Muslimat
Rahimakumullah.
Menumbuhkan rasa syukur kepada Allah tidak harus ketika dalam keadaan lapang dan berkecukupan,
akan tetapi dalam keadaan susah kita pun harus senantiasa selalu bersyukur atas segala karunia dan
nikmat-Nya.
Sebab, syukur akan kita rasakan manakala kecintaan kita kepada Allah dan merasa cukup atas segala
nikmat-Nya sudah tertanam di dalam hati kita yaitu dengan selalu melihat ke bawah dan melihat kepada
orang yang lebih susah daripada kita.
Menyalurkan sebagian rezki yang kita kita miliki di saat Idul Fitri dengan kondisi pandemik, bertujuan agar
silaturahmi semakin kuat karena silaturahmi memiliki keutamaan dan banyak manfaat baik untuk diri kita
sendiri maupun orang lain mengingat kita adalah makhluk sosial.
Maka, menjaga silaturahmi menjadi penting dalam kondisi seperti ini.
Makna Idul Fitri tidak berkurang secara substansial, meski masyarakat Indonesia tak bisa menjalankan
tradisi silaturahmi dan mudik.
Kita tidak bisa lakukan itu karena ada bahaya di sekeliling kita.
Oleh karena itu mungkin kita tidak mudik, namun kita bersilaturahmi lewat online atau virtual.
Kita masih dapat tetap terhubung satu sama lain dengan memanfaat kecanggihan teknologi dan
informasi seperi sosial media.
Makna tidak berubah, cuma kesemarakan atau bahasa agamanya, syiarnya saja yang berkurang.
Dalam salah satu haditsnya, Rasulullah SAW juga menjelaskan yang dimaksud silaturahmi ialah:
Artinya: "Silaturahmi bukanlah yang saling membalas kebaikan. Tetapi seorang yang berusaha menjalin
hubungan baik meski lingkungan terdekat (relatives) merusak hubungan persaudaraan dengan dirinya."
Meskipun demikian jika masih ingin menjalin silaturahmi secara langsung, menjaga diri tidak melakukan
kontak langsung dan senantiasa menjaga jarak, hal bukan berarti memutuskan silaturahmi.
Dengan adanya wabah virus Corona ini kita dilarang untuk melakukan kontak fisik baik itu salaman dan
sebagainya.
Bahkan Pemerintah menganjurkan untuk menjaga jarak sejauh 1 meter.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar wa lillahil Hamd, Ma’asyiral Muslimin wal Muslimat
Rahimakumullah.
Semoga momentum Idul Fitri yang masih dalam suasana pandemi Corona-19, bisa kita manfaatkan
dengan baik, dengan mempersiapkan secara lahir dan batin untuk beribadah 11 bulan yang akan datang,
memupuk silaturrahmi.
Dan jangan sampai lupa, kesehatannya dijaga dan berdoa semoga segala dosa diampuni dan kesalahan
dimaafkan, dengan begitu berbahagialah bersama keluarga, karena sudah suci lahir dan batin.
Sebagai akhir dari tujuan puasa Ramadhan adalah taqwa yang sesungguhnya meningkatkan kapasitas
diri yang telah dibina selama bulan Ramadhan kepada Allah SWT.
Pasca-Idul Fitri seharusnya ritmenya sama bahkan lebih meningkat, itu harus kita persiapkan sebagai
bekal kita kelak jika dipanggil menghadap-Nya, bekal iman, ilmu dan amal shaleh yang senantiasa
terjaga dan terpelihara.
Oleh karena itu, bersemangatlah untuk mengamalkannya.
Demikianlah uraian hikmah yang dapat diambil dari adanya wabah Covid-19 korelasinya dengan
amaliyah Ramadhan dan Idul Fitri.
Tentunya masih banyak sekali hikmah-hikmah yang terkandung di dalamnya.
Semoga kita bisa menerapkan dan sadar akan pentingnya mengambil hikmah dari musibah yang sedang
menimpa kita semua.
Pada puncaknya, kelak saat kita akan menghadap Allah sang Pencipta, kita akan meninggalkan dunia ini
dengan husnul khatimah.
Semoga Allah senantiasa memberikan bimbingan, taufiq, hidayah serta inayah-Nya supaya kita dan
keluarga kita selalu menjadi orang yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya.
Demikian khutbah singkat ini semoga bermanfaat untuk kita semua.
Mari kita akhir sesi khutbah ini dengan berdoa kepada Allah SWT.
Khutbah II

Ya Allah saat-saat yang syahdu ini, kami segenap berkumpul, bersimpuh di tempat yang suci yang penuh
rakhmat, menyebut nama-Mu yang agung, berzikir, bermunajat dengan takbir, tahmid, dan tahlil.
Ya Allah, bersihkan hati dan jiwa ini dari hasad dan dengki, persatukan jiwa-jiwa ini dalam cinta karena-
Mu dan dalam ketaatan kepada-Mu.
Ya Rabb, karuniakan kami jasad yang terpelihara dari maksiat, terpelihara dari harta haram, makanan
haram, perbuatan haram.
Izinkan jasad ini pulang kelak, jasad yang bersih.
Ya Rabb, bukakan pintu hati kami agar selalu sadar bahwa hidup ini hanya mampir sejenak, hanya
Engkau tahu kapan ajal menjemput kami, jadikan sisa umur menjadi jalan kebaikan bagi ibu bapak kami,
jadikan kami menjadi anak yang shaleh yang dapat memuliakan ibu bapak kami.

Anda mungkin juga menyukai