Anda di halaman 1dari 22

Machine Translated by Google

Rahayu Subakat dkk Dari Analisis Struktural 119

DARI ANALISIS STRUKTUR SEMIOTIK QS.


Al-'ALAQ: 1-5 PADA STRUKTUR DASAR ILMU
PENDIDIKAN ISLAM

Rahayu Subakat,1 Sangkot Sirait,2 Fakhrudin Faiz,3 ,


Mustafa Kamal Nasution4
1 IAIN Takengon, Aceh Tengah
2
UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta
3
UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta
4 IAIN Takengon, Aceh Tengah
email: rsubakattt@gmail.com

Abstrak: Secara filosofis, QS. al-'Alaq: 1-5 membentuk struktur


dasar ilmu pengetahuan sebagai landasan bagi pengembangan
pendidikan Islam. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan
hubungan antara QS. al-'Alaq: 1-5 dengan struktur dasar Ilmu
dan implikasinya dalam pendidikan Islam. Penelitian ini
menggunakan sumber data sekunder yaitu Alquran, klasik,
modern dan kontemporer. Metode pengumpulan data dengan
dokumentasi, dan analisis data menggunakan analisis isi dengan
tahapan; deskriptif, eksplanatif, diskursif, interpretatif, dan
implikatif. Kajian ini menunjukkan bahwa struktur dasar Ilmu dalam QS. Al
'Alaq: 1-5 termasuk; epistemologi, pandangan dunia, dan
ideologi. Struktur dasar Ilmu dalam QS al-'Alaq: 1-5 adalah
hubungan antara kesadaran spiritualitas, kesadaran rasionalitas,
kesadaran, kesadaran ilmiah, dan kesadaran transformasi
sosial. Dengan demikian, praktis QS. al-'Alaq: 1-5 dapat
dijadikan landasan epistemologis bagi pengembangan
pendidikan Islam.
Abstrak: Secara filosofis, Surat Al-Alaq merupakan struktur dasar ilmu pengetahuan sebagai landasan

pengembangan pendidikan Islam. Penelitian ini bertujuan untuk memperjelas hubungan antara Surat Al-

Alaq dengan struktur dasar ilmu pengetahuan dan implikasinya terhadap pendidikan Islam. Penelitian

ini menggunakan sumber data sekunder yaitu Al-Qur'an, klasik, modern dan kontemporer. Metode pengumpulan data den
Machine Translated by Google

120 Al Tahrir, Vol. 22, Tidak. 1 Mei 2022 : 119-140

analisis data menggunakan analisis isi dengan tahapan; Deskriptif, ilustratif, diskursif, ekspositori, tersirat. Kajian ini menunjukkan bahwa struktur dasar ilmu-

ilmu dalam Surat Al-Alaq meliputi: epistemologi, pandangan dunia, dan ideologi. Struktur dasar ilmu-ilmu dalam Surat Al-Alaq adalah hubungan antara

kesadaran spiritual, kesadaran rasional, dan kesadaran moral.

sebuah

Kesadaran ilmiah, dan kesadaran transformasi sosial. Dengan demikian, Surat Al-Alaq dapat digunakan dalam praktek

Sebagai landasan yang menentukan bagi pengembangan pendidikan Islam

Abstrak: Secara filosofis, QS. Al-'Alaq: 1-5 membentuk struktur


dasar pengetahuan sebagai landasan pengembangan
pendidikan Islam. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan
hubungan antara QS. al-'Alaq: 1-5 dengan struktur ilmu
pengetahuan dan kejutannya dalam pendidikan Islam.
Penelitian ini menggunakan sumber data sekunder, yaitu al
Qur'an, klasik, modern dan kontemporer. metode pengumpulan
data dengan dokumentasi, analisis data menggunakan analisis
isi dengan tahapan; deskriptif, eksplanatif, diskursif, interpretatif,
dan implikatif. Kajian ini menunjukkan bahwa struktur dasar
Ilmu dalam QS. al-'Alaq: 1-5 meliputi; epistemologi, pandangan
dunia, dan ideologi. Struktur dasar Ilmu dalam QS. al-'Alaq: 1-5
merupakan hubungan dialektik antara kesadaran spiritualitas,
kesadaran rasionalitas, kesadaran etis, kesadaran ilmiah, dan
kesadaran transformasi sosial. Dengan demikian, secara
praktis QS. al-'Alaq: 1-5 dapat dijadikan sebagai landasan
landasan epistemologis bagi pengembangan pendidikan Islam.

Kata kunci: Semiotika al-Quran, rasionalitas, spiritualitas, etika, ilmiah.

PENGANTAR
QS. al-'Alaq: 1-5 adalah ayat-ayat pertama yang diwahyukan kepada
Nabi Muhammad Saw. Wahyu dari ayat-ayat ini tidak terjadi secara
kebetulan, tetapi ada mutiara hikmah yang dalam. Selain sebagai tanda
kenabian, QS. al-'Alaq: 1-5 juga merupakan petunjuk bagi manusia
untuk menimba ilmu dalam kehidupannya.1 Ayat-ayat ini merupakan episentrum dari

1
Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilal al-Qur'an (Kairo, nd).
Machine Translated by Google

Rahayu Subakat dkk Dari Analisis Struktural 121

peradaban Islam sehingga disinyalir mengandung nilai-nilai


epistemologis fundamental yang erat kaitannya dengan pendidikan
Islam. 2 Jika pendidikan Islam dianalogikan dengan sebuah bangunan,
maka struktur QS. al-'Alaq: 1-5 adalah pondasi bangunan sebagai
tempat menghasilkan ilmu. Urgensi dari struktur dasar ini adalah bahwa
tanpa landasan yang jelas dan substansial, ilmu yang dihasilkan dari
pendidikan Islam akan menjadi refrakter dalam perkembangannya
karena tidak adanya konsistensi dari landasan awalnya.
Struktur dasar ilmu merupakan landasan bagi perkembangan ilmu
pengetahuan. Ada hubungan antara struktur dasar ilmu dengan QS.
al-'Alaq: 1-5 karena tiga alasan. Pertama, secara tekstual kelima ayat
tersebut menjelaskan proses transformasi ilmu dari Allah kepada apa
yang dilakukan Muhammad Saw. Kedua, secara simbolis lima ayat
menjelaskan struktur dasar Ilmu: epistemologi, pandangan dunia, dan
definisi. Ketiga, secara kontekstual kelima ayat tersebut memiliki
relevansi dewasa ini sebagai landasan pengembangan ilmu dalam pendidikan Isla
Ketiga alasan tersebut menunjukkan bahwa hubungan antara struktur
dasar ilmu dan tafsir QS. al-'Alaq: 1-5 merupakan isu yang krusial dan
mendesak bagi perkembangan pendidikan Islam di masa depan.

Tulisan ini menggunakan pendekatan linguistik dan filosofis


dengan menerapkan teori semiotika struktural Roland Barthes pada
teks QS. al-'Alaq: 1-5. Artikel lain yang menggunakan pendekatan yang
sama meliputi; analisis struktural semiotika al-Kahfi,3 struktur Surah Yasin,4
Tafsir surah al-Najm, 5 analisis struktur surah Maryam, 6 Etika-Religius
dalam Quran, 7 The Quranic Foundation

2 Abdurrahman Binti Syathi', Al-Tafsir al-Bayani li al-Quran al-Karim (Kairo:


Darul Maárif, 1968), 15–16.
3 Ian Richard Netton, “Menuju Tafsir Modern Surat Al-Kahfi : Struktur
dan Semiotika,” Journal of Qur'anic Studies 2, no. 1 (2000): 67–87.
4
MAS Abdel Haleem, “Inti Al-Qur'an: Sÿrat Yÿ Sn (Q. 36),”
Jurnal Kajian Al-Qur'an 15, no. 2 (2013): 65–82.
5 Nicolai Sinai, “An Interpretation of Sÿrat Al-Najm (Q. 53),” Journal of
Studi Al-Qur'an 13, no. 2 (2011): 1-28.
6
Leyla Ozgur Alhassen, “Analisis Struktural Surat Maryam, Ayat 1-58,”
Jurnal Kajian Al-Qur'an 18, no. 1 (2016): 92–116.
7 Rudi Paret dan Toshihiko Izutsu, “Konsep Etika-Religius dalam Al-Qur'an,”
Die Welt Des Islams, (1968).
Machine Translated by Google

122 Al Tahrir, Vol. 22, Tidak. 1 Mei 2022 : 119-140

Struktur.8 Sementara itu, yang membahas tentang hubungan Al-Qur'an


dan Ilmu Pengetahuan mencakup konsepsi kepercayaan terhadap Al-Qur'an,9
Dialektika Al-Qur'an melalui QS. al-Baqarah: 258. Penjelasan Ilmiah Al-
Qur'an,10 Epistemologi Al-Qur'an,11 Etika Al-Qur'an, Hak Asasi Manusia
dan Masyarakat, Hubungan tekstual dalam struktur Al-Qur'an,12 Al-Qur'an
dalam konteks,13 rasionalis kritis dari Al-Qur'an.
Berbeda dengan penelitian sebelumnya, tulisan ini menggabungkan dua
perspektif: analisis struktural semiotik Al-Qur'an dan struktur dasar ilmu
pengetahuan.
Penelitian ini menggunakan sumber data sekunder yaitu Alquran dan
tafsir; klasik, modern, dan kontemporer.14 Metode pengumpulan data
dengan dokumentasi sedangkan analisis data menggunakan analisis isi
dengan tahapan: deskriptif, eksplanatif, diskursif, interpretatif, dan
implikatif.15 Tiga tahapan analisis tersebut meliputi; (a) reduksi data
sebagai proses pengorganisasian data dalam bentuk yang lebih sistematis,
terutama secara tematis; (b) tampilan data sebagai upaya penyajian hasil
penelitian dalam bentuk tabel. (c) verifikasi data merupakan tahapan
penyimpulan data, terutama mengikuti data yang diperoleh—metode data
yang digambarkan sebagai dasar proses interpretasi yang dilakukan secara
kontekstual.

8 Muhammad Fazl-Ur-Rahman Ansari, “The Qur'anic Foundations & Structure of Muslim Society” (2008).

9
Nora S. Eggen, "Konsep Kepercayaan dalam Al-Qur'an," Jurnal Studi Al-Qur'an
13, no. 2 (2011): 56–85.
10 Zafar Ishaq Ansari, “Tafsir Ilmiah Al-Qur'an,” Jurnal Al-Qur'an
Studi 3, tidak. 1 (2001): 91-104.
11
M. Ashraf Adeel, Epistemology of the Quran, vol. 29, 2019, http://link.springer.
com/10.1007/978-3-030-17558-0.
12 Salwa MS El-Awa, “Hubungan Tekstual dalam Al-Qur'an: Relevansi, Koherensi,
dan Struktur,” Hubungan Tekstual dalam Al-Qur'an: Relevansi, Koherensi, dan Struktur
(2005): 1-182.
13 S.A. Khudhura, “Konsep Praduga dalam Konteks Quran: Studi Retorika,” Jurnal
Internasional Inovasi, Kreativitas dan Perubahan 11, no. 1 (2020): 144–158, https://
www.scopus.com/inward/record.
uri?partnerID=HzOxMe3b&scp=85087287631&origin=ke dalam.
14 Abdullah Saeed, Membaca Al-Qur'an di Abad Kedua Puluh Satu (London:
Routledge, 2014).
Irwan Abdullah, Seks, Gender & Reproduksi Kekuasaan (Yogyakarta:
tanggal 15

Pers Tarawang, 2001).


16 John W Creswell, Desain Penelitian Kualitatif, Kuantitatif, dan Campuran
Metode Pendekatan, Kelima. (Los Angeles: SAGE, 2018).
Machine Translated by Google

Rahayu Subakat dkk Dari Analisis Struktural 123

ANALISIS STRUKTURAL SEMIOTIK QS. Al-'ALAQ 1-5 Untuk


mengetahui makna dibalik sign-in QS. al-'Alaq: 1-5 Analisis
semiotika Roland Barthes digunakan dengan lima (5) tahap. Itu
pertama, memotong teks menjadi fragmen yang membentuk
hubungan. Kedua, inventarisasi makna, korelasi, dan hubungan
antar kode dalam fragmen. Ketiga, koordinasi dan keterhubungan
sehingga menjadi satu kesatuan teks yang utuh sebagai penjelasan.
Keempat, memahami makna simbolik dari jalinan struktur dalam
konteks budaya ketika teks muncul melalui konsep konotasi
denotasi dan penanda-petanda. Kelima, kontekstualisasi teks
terhadap isu-isu kontemporer sebagai representasi teks.17

1. Fragmen (Ayat 1): Baca dengan Nama Tuhanmu yang


Dibuat
Ada beberapa tafsir terkait ayat ini, di antaranya perintah membaca
Al-Qur'an18 dengan menyebut nama Allah sambil memohon
pertolongan untuk memenuhi kebutuhan agama dan dunia.19
Tafsir lainnya adalah perintah membaca Al-Qur'an oleh Menyebut
nama Allah dengan Basmalah sambil meminta bantuan dalam
tugas risalah20 atau urusan lainnya21. Sehingga makna denotatif
atau asal usul ayat ini adalah perintah bacaan umum22 atau
bacaan umum yang diawali dengan nama Rabb. 23
Di balik makna denotatif, ada makna konotatif atau tersembunyi
dari ayat ini. Beberapa tafsir mencoba mengungkap makna konotatif
ayat ini untuk membaca objek realitas dari segala sesuatu yang
ada sebagai ciptaan Tuhan. Penafsiran lainnya adalah

17 Roland Barthes, Elements of Semiology, edisi pertama (Amerika: Jonathan Cape Ltd,
1986): 89.
18 Ibn 'Abbÿs, “Tanwÿr Al-Maqbÿs Min Tafsÿr 'Abbÿs (Mendekati
Pencerahan Ibn dari Interpretasi Ibn Abbas),” 1992, http://www.archive.org/download/
waq4125/4125.pdf. 653
19 Muhammad al-Razi, Tafsir Alkabir wa Mafatih al-Ghaib (Beirut: Darul Fikr, 1981).
13-14.
20 ' Alauddin Ali Bin Muhammad, Tafsir al-Khazin (Beirut, nd). 447.
21 Muhammad al-Baidhawi, Tafsir al-Baidhawi (Beirut, nd). 1739.
22 Muhammad al-Thobari, Jami' al-Bayan 'an Ta'wil al-Quran (Kairo: Darul Hajr, 2001).
257.
23 Abi al-Qosim Az-Zamakhsyari, Tafsir Alkasyaf (Kairo: Darul Ma'rifah, n.d.). 1212.
Machine Translated by Google

124 Al Tahrir, Vol. 22, Tidak. 1 Mei 2022 : 119-140

Perintah membaca untuk mencari berkah kehidupan, artinya membaca juga


berfungsi untuk membangun peradaban.24 Selain itu, membaca dengan
mengatasnamakan Tuhan menguatkan jiwa.25 Tujuan membaca tidak hanya untuk
mendapatkan ilmu tetapi juga untuk mengenal Tuhan yang terwakili dalam semua
realitas yang ada. Secara umum dapat disimpulkan bahwa makna konotatif adalah
mencari ilmu berdasarkan kesadaran spiritual. Kesadaran yang menghubungkan
diri manusia dengan pencipta-Nya melalui dialog refleksif yang tercermin dalam
ayat ini.
Beberapa tafsir menggunakan pendekatan tanda/simbolis dalam menafsirkan
ayat ini. Diantaranya, Al-Marÿgÿ mengatakan bahwa makna simbolis dari perintah
membaca adalah bahwa Allah akan memberikan pengetahuan yang sebelumnya
tidak diketahuinya melalui proses membaca.26 'ÿbid al-Jÿbir juga menjelaskan
makna simbolis dari ayat ini dengan menghubungkan dua (2) konsep, berikut
penjelasannya bahwa makna simbolik ayat ini adalah kesadaran manusia untuk
mempelajari tanda-tanda alam semesta, termasuk dirinya sendiri. Melalui pembacaan
ini, terbangun kesadaran akan rasionalitas, yang erat kaitannya dengan kesadaran
spiritualitas. Inilah hubungan antara 1. Khalaqah (Menciptakan) dan 2. 'allama
(Mengajar). Keduanya memiliki hubungan yang terletak pada kebutuhan manusia
akan Ilmu dalam kehidupan.27

Berbeda dengan yang lain, abÿÿaba'ÿ menjelaskan bahwa makna simbolis


tersebut menandakan sifat rububiyyah Allah/pemeliharaan-Nya terhadap makhluk-Nya.
Sebagai konsekuensi dari kesadaran ini, hanya Rabb -lah Dzat yang menguasai,
mengatur, dan menciptakan seluruh alam semesta.28 Jadi, yang dapat disimpulkan
dari penjelasan di atas adalah bahwa penanda ayat ini adalah perintah membaca
Al-Qur'an atau Al-Qur'an. realitas yang ada. Pada saat yang sama, yang dimaknai
adalah kesadaran spiritual akan realitas peran Tuhan dalam kehidupan manusia.

Tab 1. Kesadaran Spiritualitas


Tidak Penanda Ditandai

24
Binti Syathi', Al-Tafsir al-Bayan li al-Quran Al-Karim, 15.
25
Syaikh Muhammad Abduh, Tafsir al-Quran al-Karim (Mesir, nd). 123.
26
Al-Marÿg, 198.
27 'Muhammad Abid al-Jabiri, Fahm al-Quran al-Hakim al-Tafsir al-Wadhih
Hasba Tartib al-Nuzul (Beirut: Darul Baidho, 2008), 22.
28
Sayyid Muÿammad usain abÿÿaba'ÿ, Al- Mÿzÿn Fÿ Tafsÿr Al-Qur'ÿn (Beirut,
1997): 372.
Machine Translated by Google

Rahayu Subakat dkk Dari Analisis Struktural 125

1 Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu Kesadaran spiritualitas


yang menciptakan.

2. Fragmen (Ayat 2): Dia (Rabb) Menciptakan Manusia dari Segumpal


darah
Tuhan membentuk laki-laki dari segumpal darah yang menggantung di dalam rahim
perempuan, sesuai dengan makna kebalikannya.29 Tafsir lainnya adalah bahwa
ayat ini adalah keterangan awal penciptaan manusia.30 Ini juga merupakan wasiat
bahwa Allah dapat menciptakan manusia. dari menggantung darah menjadi manusia
sempurna. Allah membanggakan dan menunjukkan kekuasaan-Nya dengan
menciptakan manusia dan kesempurnaan fitrahnya.31
Al-Rÿz menjelaskan bahwa makna simbolis dari Ayat kedua adalah
tanda bagi pikiran tentang kesempurnaan kekuatan, kebijaksanaan,
pengetahuan, dan rahmat. Sedangkan abÿÿabaÿ menjelaskan makna
simbolik sebagai tanda pengaturan Tuhan bagi manusia dari segumpal
darah menjadi manusia sempurna.32 Makna simbolis untuk menunjukkan
wujud kekuasaan adalah kesanggupan Allah menciptakan manusia
sempurna dengan anggota badan dan panca indera. Sedangkan maksud
dari ayat ini adalah mauiÿah, nasehat, dan petunjuk kepada manusia agar
sadar akan dirinya dalam menjalani kehidupannya. Al-Marÿgÿ menjelaskan
makna simbolis, yaitu bahwa Tuhan telah memberi manusia kemampuan
untuk melakukan apa saja di bumi dan menjadikan tuan dengan ilmunya,
menundukkan alam untuk membantu manusia.
Sedangkan Muÿammad 'Abduh menjelaskan makna simbolis dari ayat
ini bahwa manusia yang menyadari bahwa dirinya berasal dari segumpal
darah yang hidup, berbicara dan menjadi tuan atas seluruh makhluk di
muka bumi adalah semua kesadaran rasionalitas yang terintegrasi dengan
kesadaran spiritual. Jadi pesan simbolis dari ayat ini adalah kesadaran
rasionalitas yang diisi dengan kesadaran spiritualitas tentang hakikat
manusia.

Tabel 2. Kesadaran akan Rasionalitas


Tidak Penanda Ditandai

29
Al-Thabari, Jami' al-Bayan 'an Ta'wil al-Quran. 527.
30 Imam Ibn Katsir, Tafsir Al-Quran al-Adzim (Beirut: Dar Ibn Jawzi, 2010), 604.
31
Al-Baidhawi, 551.
32
usain abÿÿaba'ÿ, 372.
Machine Translated by Google

126 Al Tahrir, Vol. 22, Tidak. 1 Mei 2022 : 119-140

1 Dia/Allah menciptakan manusia dari segumpal darah. Kesadaran akan Rasionalitas

3. Fragmen (Ayat 3): Bacalah dan Tuhanmu Maha Pemurah

Makna denotasi dalam ayat ini adalah perintah membaca dan


hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Pengasih. Pengulangan
perintah membaca sebagai penguat akan pentingnya membaca dan
dikaitkan dengan sifat Tuhan adalah Maha Pemurah.33 Menurut
sebagian penafsir, perintah membaca yang kedua menyampaikan
kepada yang lain bahwa Tuhan Maha Pemurah.34
Makna konotatif dari ayat ini adalah penguatan perintah membaca
sebagai persiapan dakwah Nabi Muhammad SAW. Pengulangan
perintah membaca juga berarti Nabi belum bisa membaca sehingga
ayat ini memberikan informasi tentang sifat Allah Yang Maha Pengasih
dan akan memudahkan dalam membaca dan mengajarkan ilmu.
35 Dalam hal ini, ada
hubungan antara membaca menyampaikan kepada sesama Allah Yang
Maha Pemurah dan kemuliaan ilmu. Fungsi membaca adalah untuk
melengkapi segala kebutuhan manusia di dunia dan akhirat, dengan
kata lain kemuliaan hidup selaras dengan sifat Allah Yang Maha
Pemurah/Penyayang. Dapat disimpulkan bahwa makna konotatif dari
ayat ini adalah hubungan antara Ilmu dan kemuliaan hidup/kesadaran
etis. Al-Maidani menjelaskan makna simbolik dalam tafsirnya yang
menandakan pentingnya pengetahuan, dan pemahaman yang benar
dalam hidupnya sebagai makanan untuk pikiran, hati, dan jiwa.36 isyah
binti Shati menjelaskan secara berbeda tentang makna simbolis dari
ayat ini dengan mengatakan dalam tafsirnya: Kata al-Karam dalam
bahasa Arab berarti menghilangkan rasa sakit, yang menunjukkan
hubungan dengan Izzah/keluhuran, kelembutan, dan kebaikan kepada manusia.
Dan kata Al-Ikram adalah lawan kata dari Ihanah/Penghinaan dan Idzlal
(Merendahkan).37

33 Al-Baiÿÿw, 479.
34
Al-Khazin, 448.
35
Al-Syaukÿn, 1: 628.
36 Abdurrahman Hasan Jabannakah, Maárij al-Tafakkur wa Daqaiq al-Tadabbur
(Beirut, 2000), 48.
37 Binti Syÿÿi': 20.
Machine Translated by Google

Rahayu Subakat dkk Dari Analisis Struktural 127

Sementara itu, Al-Marÿgÿ menjelaskan makna simbolis dari ayat ini:


Tuhanmu Maha Mulia bagi setiap orang yang mengharap rahmat Allah;
Kenikmatan membaca adalah bukti keluasan kemuliaan-Nya. Dan Tuhanmu
berkehendak untuk memberimu tambahan ketenangan pikiran.38
Muÿammad 'Abduh menjelaskan makna simbolis dari Ayat ini dengan
menghubungkannya dengan sifat keagungan Allah. 'Abduh mengatakan
sifat Allah, yang menjelaskan bahwa Allah adalah Yang Maha Mulia yang
selalu memberikan nikmat-Nya. Allah memberikan nikmat yang besar yaitu
membaca dari lautan rahmat-Nya, dan Allah ingin menambah kedamaian
dengan karunia-karunia lainnya dengan mengajarkan Ilmu.39 Maka
berdasarkan tafsir di atas, makna simbolis dari Ayat ini adalah adanya
hubungan antara rasionalitas membaca dan ketenangan pikiran yang
dilandasi kejayaan hidup atau kesadaran etis.

Tabel 3. Kesadaran Etis


Tidak Penanda Ditandai
1 Bacalah, dan Tuhanmu Maha Pemurah. Kesadaran Etis

4. Fragmen (Ayat 4): Dia (Tuhan) Mengajar melalui Pena


Makna denotatif dari kebalikan ini adalah bahwa Allah mengajar manusia
melalui pena/tulisan/buku.40 Melalui ayat ini, Allah mengajarkan
menggunakan pena sebagai alat tulis yang sebelumnya tidak diketahui
oleh Muhammad Saw.41
Makna dari konotasi kebalikan ini adalah bahwa Allah menganugerahkan
ilmu kepada manusia melalui akal yang rasional dan pena sebagai alat
untuk menuliskannya.42 Ilmu yang telah ditulis dapat dibaca walaupun
tidak bertemu dengan penulis Ilmu itu sendiri. 43 Selain meningkatkan
rasionalitas, Ilmu juga dapat memberi kekuatan pada jiwa dalam
menghadapi problematika kehidupan. Secara simbolis pena dapat diartikan
sebagai; akal, indera, pengalaman, sejarah, wahyu,

38
Al-Marÿg, 604.
39
'Abduh, 123.
40 Ibn 'Abbÿs, 653.
41 'Abid al-Jabiri, Fahm al-Quran al-Hakim al-Tafsir al-Wadhih Hasba Tartibun
Nuzul. 23.
42 Ibn Kaÿÿr, 604.
43
Al-Razi, Tafsir al-Kabir wa Mafatih al-Ghaib, 17.
Machine Translated by Google

128 Al Tahrir, Vol. 22, Tidak. 1 Mei 2022 : 119-140

sains, dan tulisan.44 Tujuan akhir sains adalah pemahaman, dan


penjelasan untuk mencapai kesempurnaan hidup.
Menurut 'ÿisyah binti Shÿti', Ayat ini berkaitan dengan pengetahuan
yang didefinisikan dengan mengetahui sesuatu tentang Esensinya dan
penilaian ketidaktahuan. Jadi Ayat ini menjelaskan bahwa Tuhan
mengajarkan Ilmu untuk menghilangkan kebodohan. Artinya ayat ini
seolah-olah mengatakan bahwa Tuhan menginginkan manusia memiliki
Ilmu dan membebaskan diri dari kebodohan. Menurut Al-Marÿgÿ,
penekanan dalam ayat ini adalah alat atau media yang memberikan
manfaat bagi kehidupan manusia. Pena adalah alat untuk menulis Ilmu;
Dengan kata lain, ada prioritas pentingnya Ilmu. Artinya dalam ayat
tersebut terdapat pesan simbolik, yaitu kesadaran ilmiah. Makna lainnya
adalah bahwa Tuhan mengijinkan manusia untuk melakukan proses
rasionalisasi untuk memperoleh pengetahuan45. Allah menjadikan pena
sebagai bahasa ilmu pengetahuan untuk perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan.

Tab 4. Kesadaran Ilmiah


Tidak Penanda Ditandai
1 Dia / Tuhan mengajar manusia melalui pena. Kesadaran Ilmiah

5. Fragmen (Ayat 5): Dia (Tuhan) Mengajarkan Manusia Sesuatu Dia


tidak tahu
Makna denotatif dari ayat ini adalah bahwa Allah mengajarkan kepada
manusia, dalam hal ini nama-nama yang sebelumnya tidak diketahui.47
Tafsiran lain tentang Allah mengajarkan kepada Nabi Muhammad nama-
nama yang sebelumnya tidak diketahui.48 Allah mengajar manusia secara
umum melalui pena/tulisan, yang pada saat itu merupakan sesuatu yang
belum umum diketahui sebelumnya. 49 Jadi makna denotasi adalah bahwa
Tuhan mengajarkan ilmu kepada manusia melalui perantaraan pena,
sesuatu yang mereka tidak ketahui.50 Jadi makna denotasi Ayat ini
menjelaskan tentang penciptaan manusia, yang menunjukkan tanda-tanda sifat Tuhan dan

44
Jabannakah, Maárij al-Tafakkur wa Daqaiq al-Tadabbur, 49.
45
'Abduh, 123-124.
46
Al-Marÿgÿ, 199-200.
47
'Abbÿs, 653.
48 Al-Baiÿÿw, nd: 479.
49
Al-Razi, Tafsir al-Kabir wa Mafatih al-Ghaib.17.
50
Al-Syaukÿn, 628.
Machine Translated by Google

Rahayu Subakat dkk Dari Analisis Struktural 129

Keberadaannya kemudian juga menandai ilmu-ilmu yang diperoleh dari


pengalaman langsung atau tulisan.
Makna konotatif dari ayat ini adalah bahwa Ilmu dalam ayat ini merupakan
media untuk menghilangkan kebodohan sehingga memiliki nilai sosial.
Penggambaran sifat ajaran Tuhan ada hubungannya dengan ketidaktahuan baik
secara individu maupun sosial. Jadi hal ini terkait dengan tujuan diturunkannya
Al-Qur'an sebagai ra matan lil 'ÿlamn atau perubahan atau transformasi sosial
berdasarkan nilai-nilai etika Al-Qur'an.

Tabel.5

Tidak Penanda Ditandai


1 Dia/Tuhan mengajari manusia sesuatu yang dia Kesadaran Transformasi Sosial
tidak tahu.

STRUKTUR DASAR ILMU


Epistemologi keseimbangan teo-anthropo diawali dengan perintah membaca
realitas kehidupan dengan mencantumkan nama Allah dalam bacaan tersebut.
Membaca dapat dipandang sebagai landasan epistemik untuk memperoleh
pengetahuan dalam konteks ini. Membaca dengan nama Allah mempengaruhi
kerangka berpikir, yang kemudian membentuk konstruksi ilmu pengetahuan pada
tahap selanjutnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa membaca dengan nama
Allah sebagai kesadaran spiritual menempati posisi atau pondasi utama dari
struktur pengetahuan dalam pendidikan Islam pada tahap selanjutnya. Jadi
landasan epistemologis yang terkandung dalam ayat ini dibaca sebagai kesadaran
rasionalitas yang terintegrasi dengan kesadaran spiritualitas ketuhanan. Keduanya
digunakan untuk melihat realitas material dan non material.

1. Epistemologi: Kesetimbangan Teo-Antropo dalam QS. Al-


'Alaq: 1-5
Landasan epistemologis dalam QS. al-'Alaq: 1-5 dapat dibagi menjadi dua (2)
tahap. Tahap pertama, membaca dalam arti luas, mencakup semua penggunaan
metode dari epistemologi Sains. Semua informasi yang berkaitan dengan Ilmu
yang dikembangkan dikumpulkan melalui bacaan ini dan kemudian dianalisis
untuk menghasilkan premis-premis ilmiah atau teori-teori ilmiah. Proses ini
merupakan aktivitas pikiran yang dilakukan dengan pemikiran filosofis reflektif
untuk mendapatkan kebenaran dari data. Sedangkan objek produksi Ilmu adalah
realitas kehidupan (materi).
Machine Translated by Google

130 Al Tahrir, Vol. 22, Tidak. 1 Mei 2022 : 119-140

dan non materi). Membaca realitas kehidupan merupakan dasar dari


proses produksi pengetahuan yang melibatkan panca indera, perasaan,
dan pikiran/rasio.
Tahap kedua adalah menyebut nama Allah sebagai kesadaran
spiritualitas yang menyertai proses membaca atau mengembangkan
ilmu. Pembacaan ini menggunakan logika sekaligus membangkitkan
kesadaran spiritual akan adanya hubungan manusia dengan Sang Pencipta/
Tuhan. Sehingga dzikir, atau mengingat Allah dalam pencarian ilmiah,
selalu dimasukkan ke dalam sistem ilmiah. Pencantuman di sini tidak
hanya lahiriah secara lisan dengan menyebut nama Allah atau
basmalah tetapi secara internal mencakup keyakinan bahwa sumber
Ilmu adalah Allah. Manusia hanya merumuskan hukum alam yang
telah Allah ciptakan. Adanya hubungan manusia dengan Tuhan dalam
perkembangan ilmu pengetahuan menjadi penyebab tuntutan
penyebutan nama-Nya dalam proses membaca (awal, menengah, dan
akhir). Menyebut nama Allah merupakan kesadaran spiritualitas yang
selalu menyertai setiap bacaan. Membaca dengan nama Allah
mempengaruhi konstruksi Ilmu yang tidak hanya Pengetahuan untuk
Ilmu tetapi juga merupakan bentuk pengabdian kepada Allah. Sehingga
makna membaca menjadi keseimbangan yang bermakna antara
kesadaran rasionalitas yang dipadukan dengan kesadaran spiritualitas
sebagai landasan epistemologis dalam produksi pengetahuan.
Implikasi Epistemologi QS. al-'Alaq: 1-5 menjelaskan bahwa
manusia sebagai subjek diperintahkan untuk membaca realitas dengan
melibatkan ruh atau nama Tuhan dalam jiwanya. Membaca dapat
berarti berpikir secara reflektif tentang realitas dan melibatkan jiwa
seseorang untuk menemukan Hakikat diri manusia (Apa, Siapa,
Mengapa, dan Bagaimana). Setelah menemukan Esensi dirinya, terjadi
transformasi individu dari kesadaran diri menjadi kesadaran diri.
Epistemologi dalam QS. al-'Alaq: 1-5 dapat disebut sebagai Teo-
Anthropo-Equilibrium (keseimbangan rasionalitas dan spiritualitas)
sebagai landasan dasar epistemologi pendidikan Islam. Maknanya
adalah keseimbangan antara dimensi akal dan ruh manusia dengan
tidak menjadikan salah satu atau keduanya sentral/sentris, melainkan
menyelaraskan hubungan antara keduanya.
Proses produksi ilmu dalam QS. al-'Alaq: 1-5 adalah hubungan
antara akal, ruh, dan realitas. Akal adalah alat untuk menganalisis
benda-benda material yang berhubungan dengan roh spiritual,
Machine Translated by Google

Rahayu Subakat dkk Dari Analisis Struktural 131

yang berfungsi sebagai nilai etis yang bertujuan untuk transformasi individu dan
sosial.51 Jadi Sains tidak hanya menjelaskan realitas yang diteliti tetapi memiliki
tujuan etis dan transformasi manusia. Dapat dikatakan bahwa proses Ilmu pengetahuan
alam, sosial, dan humaniora yang berbasis aposteriori berhubungan dengan dimensi
spiritual (Ruh Allah) yang berbasis apriori/transendental.

Kedudukan spiritualitas (Ruh-Allah) signifikan dalam mengkonstruksi pengetahuan


pada individu manusia dan meningkatkan komitmen keagamaan dan ketahanan
mental dalam masyarakat.52 Dimensi fisik yang diwakili oleh pikiran tidak berdiri
sendiri. Namun perlu dihubungkan dengan dimensi spiritual yang diwakili oleh hati
agar terjadi keseimbangan (equilibrium). Implikasinya, semakin tinggi tingkat
rasionalitas yang dihasilkan dari kerja pikiran akan berbanding lurus dengan semakin
tinggi spiritualitas, yaitu kesadaran spiritualitas dimana keduanya merupakan pusat
dari sistem keilmuan.53 Keseimbangan dua dimensi (fisik dan spiritual) menjadikan
manusia memiliki pengetahuan dan kepedulian sosial berdasarkan nilai spiritualitas.54
Hubungan yang seimbang antara fisik/

dimensi empiris dan spiritual/spiritual sebagai satu kesatuan sistemik dalam konstruksi
Ilmu Pengetahuan menjadi satu kesatuan secara epistemologis dapat dikatakan Teo-
Anthropo-Equilibrium.55

2. Pandangan Dunia Ilmu Pengetahuan dalam QS. al-'Alaq: 1-5


Pandangan Dunia dalam QS. al-'Alaq: 1-5 dapat dilihat dari keterangan tentang asal
usul manusia yang diciptakan Allah dari segumpal darah yang sebelumnya berasal
dari penyatuan sel sperma dan sel telur yang bertemu
51 Jarita Duasa, Suhaimi Mhd Sarif, dan Nur Arfifah Abdul Sabian, “Unified Theory of
Firm: An Empiris Analysis,” Journal of Islamic Accounting and Business Research 11, no. 7
(2020): 1453–1478.
52 Miftachul Huda dkk., “Penguatan Nilai-Nilai Ilahi untuk Pengaturan Diri dalam
Religiusitas: Wawasan dari Tawakkul (Kepercayaan kepada Tuhan),” International Journal
of Ethics and Systems 35, no. 3 (2019): 323–344.
53 Masudul Alam Choudhury dan Gabor Korvin, “Sustainability in Knowledge Centered
Socio-Scientific Systems,” International Journal of Sustainability in Higher Education 2, no. 3
(2001): 257–266.
54 Aas Nurasyiah dkk., “Pemberdayaan Perempuan dan Kemiskinan Keluarga dalam
Pendekatan Epistemologi Tawhidi,” Jurnal Internasional Etika dan Sistem 37, no. 1 (1
Januari 2020): 15–34, https://doi.org/10.108/IJOES-01-2020-0004.
55 Masudul Alam Choudhury, 'Religion and Social Economics (a Systemic Theory of
Organic Unity)', International Journal of Social Economics, 43.2 (2016): 134–60 <https://
doi.org/10.108/IJSE-04-2014 -0066>
Machine Translated by Google

132 Al Tahrir, Vol. 22, Tidak. 1 Mei 2022 : 119-140

dalam rahim seorang wanita dan dalam beberapa waktu berubah menjadi
gumpalan. Darah. Pada fase penggumpalan darah ini, roh dihembuskan untuk
menjadi cikal bakal manusia yang hidup. Menggabungkan darah dan roh
menggambarkan bahwa manusia terdiri dari dimensi fisik dan dimensi spiritual.
Dalam perkembangan selanjutnya untuk menjadi manusia yang sempurna,
dimensi jasmani dan rohani ini mempengaruhi perkembangannya.
Secara umum, pandangan dunia dalam QS. al-'Alaq: 1-5 dibagi menjadi
dua (2) dimensi fisik atau empirisme dan dimensi spiritual atau cita-cita.
Dimensi fisik, atau empirisme, adalah tingkat pertama, yang melibatkan
pengamatan indera (penglihatan, penciuman, pendengaran, sentuhan, dan
rasa). Manusia mengumpulkan data sensorik empiris melalui dimensi tubuh
dan kemudian memprosesnya oleh dimensi spiritual untuk maknanya. Dimensi
atau idealitas spiritual meliputi; rasio/akal, akal, jiwa/rasa, dan ruh.
Penggabungan kedua dimensi tersebut membentuk konstruksi keilmuan yang
holistik penuh nilai dan makna dimana dimensi spiritual berada.

Pandangan Dunia sebagai prinsip fundamental dalam melaksanakan


pendidikan Islam berdasarkan ayat QS. al-'Alaq: 1-5. Dalam konstruksi dasar
ilmu, ada kesatuan antara kesadaran; 1. Rasionalitas, 2. Spiritualitas, 3. Etika,
4. Ilmiah, 5. Transformasi Sosial. Unsur-unsur tersebut dibangun dari landasan
dimensi spiritualitas atau derajat iÿsÿn (roh Allah). Ketika seseorang mencapai
tingkat iÿsÿn dengan memahami realitas transendental, mereka cenderung
mempraktekkan apa yang mereka ajarkan.56 Kesadaran yang terbentuk
mendukung perlindungan lingkungan dan memecahkan masalah yang
berkaitan dengan lingkungan dan pembangunan berkelanjutan dengan
tanggung jawab moral, etika, dan sosial. Selain kesadaran diri memiliki
komitmen yang kokoh terhadap etika Islam, ketidakadilan, dan kesejahteraan
manusia.
Etika lingkungan dalam Islam sadar akan aspek dan dampak terhadap
lingkungan.57
Sementara itu, kesadaran ilmiah mencoba merumuskan pandangan
dunia yang berbeda dari pandangan filosofis dan agama. Perluasan ruang
lingkup di bidang fisik-empiris dan spiritual-etika membuat pandangan
dunianya transendental. Kesadaran spiritual dalam pendidikan Islam
memungkinkan masuknya unsur-unsur spiritual

56
Necati Aydin, “Yayasan Paradigma dan Aksioma Moral Etika Ihsan dalam
Ekonomi dan Bisnis Islam” (2018): 288.
57 Nasser & Muhammad: 80.
Machine Translated by Google

Rahayu Subakat dkk Dari Analisis Struktural 133

Seperti Tuhan, malaikat, dan ruh sekaligus juga menekankan etika dan
transformasi.58 Sementara itu, kesadaran transformasi diturunkan dari
perspektif Al-Qur'an, yang merekomendasikan agar kebijakan, program, dan
instrumen mendorong pengembangan pendidikan Islam agar juga dapat
mengatasi lingkungan sosial.59
Integrasi unsur-unsur kesadaran ini kemudian tidak mengurangi
spesialisasi ilmu pengetahuan. Namun peminatan IPA tetap ditekankan
dengan menghubungkan ke dimensi lain. Misalnya dalam pelajaran biologi,
pembelajaran tentang asal mula alam semesta dijelaskan secara ilmiah, awal
terjadinya asal mula alam. Namun kemudian dihubungkan dengan unsur
spiritual pencipta alam, yaitu Allah. Begitu juga dengan dimensi manusia dan
sosial yang menjadi tujuan Sains. Jadi Sains tidak hanya pengetahuan ilmiah
tetapi memiliki tujuan transformasi individu dan sosial berdasarkan etika
universal.

3. Ideologi Ilmu dalam QS. al-'Alaq: 1-5


Keunikan ideologi QS. al-'Alaq: 1-5 adalah hubungan antara ontologi,
epistemologi, dan etika. Pengulangan perintah membaca merupakan
penegasan akan pentingnya epistemologi.
Membaca di sini adalah tentang teks, tetapi lebih luas yaitu berpikir reflektif
yang berkaitan dengan realitas kehidupan manusia. Kegiatan berpikir reflektif
ini berkaitan langsung dengan sifat ontologis Allah Yang Maha Mulia/ al-
Akram berupa nilai keluhuran sebagai landasan etika. Dalam proses berpikir
reflektif untuk mengetahui Hakikat kehidupan memiliki tujuan, dalam hal ini
nilai luhur atau etika ketuhanan, artinya tujuan hidup manusia adalah
kemuliaan. Lingkaran pemikiran ontologis, epistemologis, dan etis ini secara
reflektif membawa manusia menuju peradaban Ilmu Pengetahuan.

Ideologi dalam QS. al-'Alaq: 1-5 menggabungkan tiga unsur; kesadaran


spiritualitas, kesadaran rasionalitas, dan kesadaran etis.
Hubungan erat antara ketiga entitas tersebut membentuk dasar struktur Ilmu
Pengetahuan pada tahap selanjutnya. Tujuan akhir dari kehidupan manusia
adalah kemuliaan, dan ini dapat dicapai jika ada kesadaran akan rasionalitas

58
Mulyadhi Kartanegara, Esensi Epistemologi Islam A Filosofis
Inkuiri Landasan Ilmu (Bandar Sri Begawan: UBD Press, 2014): 16.
59
Choudhury, "Agama dan Ekonomi Sosial (Teori Sistemik Kesatuan
Organik)." 134.
Machine Translated by Google

134 Al Tahrir, Vol. 22, Tidak. 1 Mei 2022 : 119-140

dan spiritualitas. Untuk mencapai kesadaran rasionalitas, diperlukan


kemampuan membaca realitas material dan non material.
Sedangkan untuk meningkatkan kesadaran spiritualitas, diperlukan kemampuan
membangun kesadaran akan Tuhan berdasarkan kitab suci, dalam hal ini Al-
Quran. Perpaduan antara kesadaran rasionalitas dan spiritualitas menghasilkan
kesadaran etis atau kemampuan berpikir reflektif dalam mencari nilai-nilai
universal dari realitas yang menjadi objek kajian.

Etika yang berlandaskan keluhuran berdampak pada transformasi


manusia dan sosial.60. Secara individu manusia memiliki etika ketuhanan dan
etika spiritual. Etika ketuhanan adalah nilai yang didasarkan pada kesadaran
diri untuk percaya kepada Tuhan dan bahwa manusia berasal atau diciptakan
oleh Tuhan dan tidak terjadi dengan sendirinya. Segala sesuatu yang ada
atau kenyataan terjadi atas kehendak Tuhan dan tidak terjadi secara kebetulan.
Sehingga dalam kehidupan, manusia selalu sadar akan posisinya sebagai
ciptaan Tuhan dan akan bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya.
Etika psikologis, di sisi lain, adalah pengakuan bahwa manusia memiliki jiwa
yang hidup yang berdampak pada kehidupannya. Hubungan yang baik antara
manusia dengan jiwa membuat manusia merenungkan perilakunya. Jika tidak,
hubungan yang buruk akan mengakibatkan manusia menjadi tidak peka terhadap perilakunya.
Sedangkan etika sosial atau etika publik merupakan landasan kehidupan
bermasyarakat untuk menciptakan kehidupan masyarakat yang aman, sejahtera,
dan bermartabat. Diduga konflik horizontal terkadang disebabkan oleh
ketidakmampuan kesadaran etis masyarakat untuk merasa tidak bersalah ketika
bertindak atau berperilaku yang merugikan orang lain atau mengganggu stabilitas kehidupan sosial.

UNSUR DASAR STRUKTUR ILMU (QS.


AL-'ALAQ: 1-5) DALAM PENDIDIKAN ISLAM
Klaim teoritis dari tulisan bahwa QS al-'Alaq 1-5 secara struktural semiotik
adalah hubungan antara kesadaran rasionalitas, kesadaran spiritual,
kesadaran etis, kesadaran ilmiah, dan kesadaran transformasi sosial. Kelima
(5) ini berfungsi sebagai epistemologi, pandangan dunia, dan ideologi dalam
Pendidikan Islam. Implikasi dari kelima konsep tersebut diturunkan berdasarkan
falsafah pendidikan Islam dalam unsur-unsur struktur dasar ilmu dan
indikatornya.

60
Aydin, “Yayasan Paradigma dan Aksioma Moral Etika Ihsan dalam
Ekonomi dan Bisnis Islam,” 288.
Machine Translated by Google

Rahayu Subakat dkk Dari Analisis Struktural 135

1. Kesadaran Spiritualitas
Kesadaran spiritual adalah kemampuan untuk mewujudkan jiwa yang sangat
berpengaruh dalam kehidupan manusia seperti Tuhan, Alam, Jiwa, dan kehidupan
bermasyarakat. Kesadaran spiritualitas menciptakan hubungan yang intens antara
manusia dan roh ketuhanan, alam, roh spiritual, dan roh sosial. Roh Ilahi adalah entitas
yang merupakan asal mula kehidupan itu sendiri. Pada saat yang sama, ruh alam
adalah ruh yang ada di alam semesta tempat manusia hidup berdampingan dengannya.
Roh kejiwaan adalah entitas yang ada dalam diri manusia secara spiritual/spiritual
dimana jika roh ini mati akan membahayakan diri sendiri dan lingkungannya. Dengan
kesadaran spiritual ini, manusia menyadari bahwa ada jiwa yang mengelilingi mereka
untuk keselamatan hidup mereka.

2. Kesadaran akan Rasionalitas


Kesadaran akan rasionalitas, yaitu kemampuan manusia untuk menganalisis,
membedakan, dan menghasilkan pengetahuan untuk memecahkan berbagai masalah kehidupan.
Kesadaran rasionalitas ini terbentuk dari kebutuhan untuk mengolah data bacaan yang
membutuhkan logika berpikir rasional untuk menghasilkan pemikiran yang benar.
Kesadaran ini memiliki kesamaan dengan pola berpikir filosofis yang mencari kebenaran
dengan cara berpikir secara fundamental dan radikal.
Selain itu, kesadaran rasionalitas juga menelaah premis-premis yang muncul tepat
untuk mengarah pada kebijaksanaan dalam tindakan.

3. Kesadaran Etis

Kesadaran Etis adalah kemampuan untuk menyadari bahwa hidup ini penuh dengan
nilai-nilai atau etika, baik individu maupun sosial. Secara individu manusia memiliki
sistem etika yang berhubungan dengan dirinya sendiri dan dengan Tuhan yang
menciptakannya. Manusia yang tidak peduli dengan sistem etika akan merusak
kemanusiaannya. Para pemikir eksistensialisme berpendapat bahwa manusia harus
bebas bertindak, dan tidak boleh ada orang yang boleh membatasinya atau menjadi
manusia yang otentik. Pada kenyataannya, manusia tidak dapat hidup tanpa adanya
entitas lain yang mengelilinginya, sehingga perlu adanya sikap saling menghormati atau
saling menghargai dengan entitas lain. Pada umumnya tidak ada manusia yang bebas
karena hak orang lain membatasinya, sehingga dengan kata lain, kehidupan manusia
penuh dengan nilai-nilai atau etika.
Machine Translated by Google

136 Al Tahrir, Vol. 22, Tidak. 1 Mei 2022 : 119-140

4. Kesadaran Ilmiah
Kesadaran ilmiah adalah kemampuan manusia untuk menyadari perlunya ilmu
pengetahuan dan teknologi sebagai alat untuk memecahkan berbagai masalah kehidupan.
Mengajar adalah kegiatan ilmiah, sedangkan pena adalah alat atau teknologi
untuk pengembangan Ilmu Pengetahuan. Melalui pengajaran, berbagai data
dari realitas dianalisis dan dikonstruksi menjadi Pengetahuan dan teknologi,
dan pengembangan atau produksi Pengetahuan dilakukan.
Dia mengajar sebagai dimensi internalisasi melalui akal/
Rasio, pengalaman/indera, dan wahyu sedangkan teknologi merupakan
dimensi eksternalisasi sebagai alat atau media yang digunakan dalam
produksi pengetahuan.

5. Kesadaran Transformasi Sosial


Kesadaran transformasi adalah kemampuan untuk menyadari bahwa
penciptaan manusia bertujuan untuk berkontribusi pada perubahan menuju
cita-cita etis (Humanisasi, Pembebasan, dan Transendensi). Kesadaran
transformasi membuat orang berpikir tentang perubahan menuju perbaikan
individu dan sosial. Manusia yang tidak mau bertransformasi secara positif
secara tidak langsung akan bertransformasi secara negatif karena tidak ada
yang berubah. Untuk itu, kesadaran akan transformasi ini diperlukan untuk
mengubah kehidupan menjadi lebih baik secara individu maupun sosial.
Transformasi sosial adalah kata lain dari raÿmatan lil 'ÿlamn (rahmat bagi seluruh alam).

KESIMPULAN
Struktur dasar ilmu QS. al-'Alaq: 1-5 dalam pendidikan Islam merupakan
perdebatan antara kesadaran rasionalitas, kesadaran spiritual, kesadaran
etis, dan kesadaran ilmiah yang mengarah pada kesadaran transformatif.
Arah transformasi atau perubahan ini adalah raÿmatan lil 'ÿlamn yang artinya
bersifat universal. Cita-cita humanis/kemanusiaan, liberal/kemerdekaan, dan
transenden/keilahian digunakan untuk memperbaiki situasi sosial. Akibatnya,
sains dalam pendidikan Islam tidak bebas nilai, melainkan kaya dengan nilai-
nilai (humanis, liberal, dan transenden), dan sains berfungsi sebagai alat
transformasi sosial berdasarkan nilai-nilai tersebut. Berdasarkan temuan
penelitian ini, diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengkonseptualisasikan
Al-Qur'an sebagai teknik untuk pengembangan pendidikan Islam.
Machine Translated by Google

Rahayu Subakat dkk Dari Analisis Struktural 137

REFERENSI

'Abbas, Ibnu. “Tanwÿr Al-Maqbÿs Min Tafsr Ibn 'Abbÿs (Mendekati


Pencerahan dari Tafsir Ibn Abbas),” 1992. http://www.archive.org/
download/waq4125/4125.pdf.
Abdel Haleem, MAS "Inti Al-Qur'an: Sÿrat Yÿ Sn (Q.
36).” Jurnal Kajian Al-Qur'an 15, no. 2 (2013): 65–82.
Abduh, Syaikh Muhammad. Tafsir Al Quran Al Karim. Mesir, nd
———. Tafsir Al Quran Al Karim. Mesir: Maktabah Mishriyyah,
dan

Abdullah, Irwan. Seks, Gender & Reproduksi Kekuasaan.


Yogyakarta: Pers Tarawang, 2001.
Abi al-Jabiri, Muhammad. Fahm al-Quran al-Hakim al-Tafsir al
Wadhih Hasba Tartibun Nuzul. Beirut: Darul Baidho, 2008.
Adeel, M.Ashraf. Epistemologi Al-Qur'an. Jil. 29, 2019. http://
link.springer.com/10.1007/978-3-030-17558-0.
Al Baidhawi, Muhammad. Tafsir Al Baidhawi. Beirut, nd
Al-Baighawi, Husein Bin Masúd. Malik al-Tanzil. Riyadh: Dar Thibah,
nd
Al Khazin. Tafsir Al Khazin. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, nd
Al-Maraghi, Ahmad Mushafa. Tafsir Al-Maraghi. Mesir: 1946, nd
Al Razi, Muhammad. Tafsir al-Kabir wa Mafatih al-Ghaib. Beirut:
Darul Fikr, 1981.
Alam Choudhury, Masudul, dan Gabor Korvin. "Keberlanjutan dalam
Sistem Sosial-Ilmiah yang Berpusat pada Pengetahuan."
International Journal of Sustainability in Higher Education 2, no.
3 (2001): 257–266.

Alhassen, Leyla Ozgur. "Analisis Struktural Surat Maryam, Ayat 1-58."


Jurnal Kajian Al-Qur'an 18, no. 1 (2016): 92–116.

Ansari, Zafar Ishaq. "Tafsir Ilmiah Al-Qur'an." Jurnal Kajian Al-Qur'an


3, no. 1 (2001): 91-104.
Machine Translated by Google

138 Al Tahrir, Vol. 22, Tidak. 1 Mei 2022 : 119-140

Al-Syaukani, Muhammad. Fath Al Qadir. Beirut: Dar al-Wafa',


dan

Al-Thabari, Muhammad. Jami al-Bayan an Ta'wil al-Quran. Kairo:


Darul Hajr, 2001.
Aydin, Necati. “Yayasan Paradigma dan Aksioma Moral Etika Ihsan
Dalam Ekonomi dan Bisnis Islam” (2018).
Al-Zamakhsyari, Abi al-Qasim. Tafsir al-Kasyaf. Kairo: Darul Ma'rifah,
nd
Barthes, Roland. Unsur Semiologi. edisi pertama Amerika: Jonathan
Cape Ltd, 1986.
Binti Syathi', Abdurrahman. Al-Tafsir al-Bayani li al-Quran al
Karim. Kairo: Darul Ma'rif, 1968.
Choudhury, Masudul Alam. "Agama dan Sosial Ekonomi (Teori
Sistemik Kesatuan Organik)." Jurnal Internasional Sosial
Ekonomi 43, no. 2 (2016): 134–160.
Creswell, John W. Desain Penelitian Pendekatan Kualitatif,
Kuantitatif, dan Metode Campuran. Kelima. Los Angeles: SAGE, 2018.
Duasa, Jarita, Suhaimi Mhd Sarif, dan Nur Arfifah Abdul Sabian.
"Teori Perusahaan Terpadu: Analisis Empiris." Jurnal Riset
Akuntansi dan Bisnis Syariah 11, no. 7 (2020): 1453–1478.

Eggen, Nora S. "Konsep Kepercayaan dalam Al-Qur'an." Jurnal


Kajian Al-Qur'an 13, no. 2 (2011): 56–85.
El-Awa, Salwa MS “Hubungan Tekstual dalam Al-Qur'an: Relevansi,
Koherensi, dan Struktur.” Hubungan Tekstual dalam Al-Qur'an:
Relevansi, Koherensi, dan Struktur (2005): 1-182.
Hasan Jabannakah, Abdurrahman. Ma'rij al-Tafakkur wa Daqaiq al-
Tadabbur. Beirut, 2000.
Huda, Miftachul, Ajat Sudrajat, Razaleigh Muhamat, Kamarul Shukri
Mat Teh, dan Burhanuddin Jalal. "Penguatan Nilai-Nilai
Ketuhanan untuk Pengaturan Diri dalam Religiusitas: Wawasan
dari Tawakkul (Ketuhanan)." Jurnal Internasional Etika dan
Sistem 35, no. 3 (2019): 323–344.
Machine Translated by Google

Rahayu Subakat dkk Dari Analisis Struktural 139

Husein Thaba Thabai, Sayyid Muhammad. Al-Mizan fi Tafsir al


Alquran. Beirut, 1997.
Ibnu 'Abbas. “Tanwÿr Al-Maqbÿs Min Tafsr Ibn 'Abbÿs (Mendekati
Pencerahan dari Tafsir Ibn Abbas),” 1992. http://www.archive.org/
download/waq4125/4125.pdf.
Ibnu Katsir, Imam. Tafsir Al Quran Al Adzim. Beirut: Dar Ibn Jawzi,
2010.

Kartanegara, Mulyadhi. Esensi Epistemologi Islam Sebuah Penyelidikan


Filosofis ke Landasan Pengetahuan. Bandar Sri Begawan: UBD
Press, 2014.
Khudhura, S A. "Konsep Praduga dalam Konteks Al-Qur'an: Studi
Retorika." Jurnal Internasional Inovasi, Kreativitas dan Perubahan
11, no. 1 (2020): 144–158. https://www.
scopus.com/inward/record.uri?
partnerID=HzOxMe3b&scp=85087287631&origin=inward.
Bin Muhammad, 'Alauddin Ali. Tafsir Al Khazin. Beirut, nd
Muhammad Fazl-Ur-Rahman Ansari. "The Qur'an Foundation &
Struktur Masyarakat Muslim" (2008).
Nasser, Sulaiman Abdullah Saif Al, dan Datin Dr Joriah Muhammad.
"Informasi Artikel Humanomik :" Humanomik 29, no. 2 (2013): 80–
87.
Netton, Ian Richard. “Menuju Tafsir Modern Surat Al-Kahfi : Struktur
dan Semiotika.” Jurnal Kajian Al-Qur'an 2, no. 1 (2000): 67–87.

Nurasyiah, Aas, Miyasto Miyasto, Tatik Mariyanti, dan Irfan Syauqi


Beik. “Pemberdayaan Perempuan dan Kemiskinan Keluarga
dalam Pendekatan Epistemologi Tawhidi.” Jurnal Etika dan Sistem
Internasional 37, no. 1 (1 Januari 2020): 15–34. https://
doi.org/10.108/IJOES-01-2020-0004.
Paret, Rudi, dan Toshihiko Izutsu. "Konsep Etika-Keagamaan dalam
Al-Qur'an." Die Welt Des Islams, 1968.
Quthb, Sayyid. Tafsir fi Zhilal al-Qur'an. Kairo, nd
Machine Translated by Google

140 Al Tahrir, Vol. 22, Tidak. 1 Mei 2022 : 119-140

Said, Abdullah. Membaca Al-Qur'an di Abad Kedua Puluh Satu.


London: Routledge, 2014.
Sinai, Nick ol ai. “Sebuah Tafsir Surat Al-Najm (Q. 53).”
Jurnal Kajian Al-Qur'an 13, no. 2 (2011): 1-28.

Anda mungkin juga menyukai