Anda di halaman 1dari 11

EPISTEMOLOGI PENDIDIKAN DALAM AL-QURAN

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Tafsir Tarbawi 1

Dosen Pengampu : Imam Sahal Ramdhani, S.Th.I., M.Ag

Disusun oleh :

Lu’lu Mahmudatul Robbaniah (2003003732)

Zidan Zaenuddin (2003003862)

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM CIAMIS

2023
EPISTEMOLOGI PENDIDIKAN DALAM AL-QURAN

EPISTEMOLOGY OF EDUCATION IN THE QURAN

Lu’lu Mahmudatul Robbaniah

email : lulurabbaniah14@gmail.com

Zidan Zaenuddin

email : zidanzeyy04@gmail.com

ABSTRAK

Artikel ini membahas mengenai Epistemologis pendidikan dalam Al-Qur’an. Epistemologi

Pendidikan Islam adalah upaya, cara, atau langkah langkah untuk mendapatkan pengetahuan,

bagaimana mengukur baik tidaknya pengetahuan tersebut berkaitan dengan pembentukan

kepribadian, watak, mengembangkan fitrah dan sebagainya potensi manusia secara maksimal

untuk menjadi muslim yang baik, memiliki pola pikir yang logis-kritis, beriman, bertaqwa,

berguna bagi diri sendiri dan lingkungan mereka, dan dapat mencapai kebahagiaan di dunia ini

dan diakhirat sesuai dengan ajaran Islam dan berdasarkan Alquran.

Kata Kunci: Epistemologi, Al-Qur’an, Pendidikan Islam.

ABSTRACT

This article discusses the Epistemology of education in the Qur'an. Epistemology of Islamic

Education is an effort, method, or steps to gain knowledge, how to measure whether or not this

knowledge is related to the formation of personality, character, developing nature and so on

to the maximum human potential to become a good Muslim, have a logical-critical mindset,

have faith, be pious, be useful for themselves and their environment, and be able to achieve
happiness in this world and the hereafter in accordance with Islamic teachings and based on

the Quran.

Keywords: Epistemology, Al-Qur’an, Islamic Education.

A. Latar Belakang Masalah


Epistemologi selalu menjadi bahan yang menarik untuk dikaji karena disinilah
dasar-dasar pengetahuan maupun teori pengetahuan yang diperoleh manusia menjadi
bahan pijakan . Konsep-konsep ilmu pengetahuan yang berkembang pesat dewasa ini
beserta aspek-aspek praktis yang ditimbulkannya dapat dilacak akarnya pada struktur
pengetahuan yang membentuknya.
Sebagai sarana pembudayaan dan peningkatan kualitas hidup, pendidikan
sangat penting adanya. Menurut Muhammad Al-Ghazali (2008:31-35), Al-Qur’an
adalah kitab luar biasa yang berisi konsep dan tema-tema yang terbaik dalam mendidik
manusia, membangun peradaban dan moralitas. Menurut Faḍil Al-Jamali (1986:1), Al-
Qur’an adalah kitab pertama yang berbicara tentang pendidikan secara umum, termasuk
pendidikan sosial, pendidikan moral, dan khususnya pendidikan spiritual.
Kehadiran Al-Qur’an memberikan pengaruh yang luar biasa bagi lahirnya
berbagai konsep yang diperlukan manusia dalam berbagai bidang kehidupan. Al-
Qur’an bagaikan sumber mata air yang tidak pernah kering ketika manusia mengambil
dan mengkaji hikmah isi kandungannya. Sudah tentu tergantung kemampuan dan daya
nalar setiap orang dan kapan pun masanya akan selalu hadir secara fungsional
memecahkan problem kemanusiaan (Djunaid, 2014:139).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana Epistemologi Pendidikan ?
2. Apa maksud dari kata Alladzina bil qolam, Wattaqullah, Wayuallikumullah ?
C. Metode dan Pendekatan
Penulisan artikel ini memakai metode deskriptif filosofis. Metode ini bertujuan
untuk menjelaskan sesuatu secara lebih mendalam. Masalah yang dikaji pada metode
penelitian ini berkaitan dengan hal-ihwal sesuatu, proses, dan karakteristik sesuatu
tersebut. Penelitian dengan metode ini mengharuskan verifikasi tiap-tiap istilah
Epistemologi pendidikan dalam Al-Qur’an. Karena itu dalam kajiannya, penelitian
menggunakan kerangka pikir induktif (istiqra’i). Data dan fakta penelitian ini diamati
secara empiris, lalu diolah, disusun, dianalisa, kemudian disimpulkan sebagai
kesimpulan yang bersifat umum (Sudjana, 1991:52).
D. Pembahasan
1. Epistemologi Pendidikan
Kata epistemologi berasal berasal Bahasa Yuninani yaitu “episteme”. yang
berarti pengetahuan serta “logos” berarti teori. Dengan demikian epistemologi berarti
teori pengetahuan. Jika dirumuskan lebih rinci lagi epistemologi ialah salah satu
cabang filsafat yang mempelajari secara mendalam dan radikal perihal asal mula
pengetahuan, struktur, metode, dan validitas pengetahuan, serta epistemologi artinya
disiplin ilmu yang bersifat evaluatif, normatif, dan kritis. (Sudarminta,2002:18-19)
Pembahasan mengenai epistemologi pendidikan bisa mencakup bila diterapkan
pada kajian pendidikan maka pembahasan dalam epistemologi pendidikan mencakup:
dasar pengetahuan pendidikan, asal-usul atau sumber pendidikan, metode membentuk
pendidian, unsur-unsur pendidikan, sasaran pendidikan, macam-macam pendidikan dan
sebagainya. (Qamar,2005:249)
Asal usul pendidikan didasari suatu pemikiran bahwa ilmu merupakan milik
Allah, maka pendidikan pula berasal dari Allah. Allah menjadi pendidik yg pertama
dan utama. Sebagaimana dalam QS. Al-Fatihah ayat 2 serta al- Baqarah ayat 3. Kedua
ayat ini sebagai landasan teologis, bahwa pendidik yang sebenarnya yaitu Allah, dan
peserta didiknya artinya seluruh makhluk-Nya. Sedangkan pengetahuan yg dimiliki
manusia hanyalah anugerah dari Allah, baik secara langsung maupun melalui proses.
Dari uraian di atas, maka dalam pendidikan, manusia bukanlah awal dari sebuah
pendidikan. melainkan hanya menjadi perumus teori-teori pendidikan dengan berbekal
al-Quran dan al-Sunnah. (Qamar, 2005:260)
Ada beberapa pendapat mengenai sumber pendidikan. Yang pertama menurut
pendapat Abdul Fattah Jalal yang dikutip oleh Samsul Nizar bahwa ia membagi sumber
pendidikan menjadi dua macam, yaitu: (1) sumber Ilahi, yang meliputi al-Qur'an,
Hadith, dan alam semesta sebagai ayat kauniyah yang perlu ditafsirkan kembali. (2),
sumber insaniyah, yaitu lewat proses ijtihad manusia dari fenomena yang muncul dan
dari kajian lebih lanjut terhadap sumber Ilahi yang masih bersifat global. Sedangkan
pendapat lainnya membagi sumber pendidikan menjadi tiga yaitu; al-Qur'an, al-
Sunnah, dan ijtihad para muslim yang berupaya memformulasi bentuk sistem
pendidikan. (Nizar, 2001:95)
Dalam dunia pendidikan, sumbangan ijtihad dalam ikut serta aktif menata
sistem pendidikan yang dialogis cukup besar peranan dan pengaruhnya. Umpamanya
dalam menetapkan tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Meskipun secara umum
tujuan tersebut telah dirumuskan dalam al- Qur'an, akan tetapi secara khusus tujuan
tersebut memiliki dimensi yang harus dikembangkan sesuai dengan tuntutan kebutuhan
manusia. Ketiga sumber tersebut merupakan mata rantai yang saling berkaitan antara
satu dengan yang lainnya secara integral dan mewarnai seluruh sistem pelaksanaan
pendidikan. (Nizar, 2001:100)
Dalam mengurai ajaran pendidikan Islam, diperlukan metode epistemologi
pendidikan. Metode epistemologi pendidikan adalah metode- metode yang digunakan
untuk memperoleh pengetahuan tentang pendidikan dan berada pada tataran filosofis.
Metode ini berusaha merumuskan dan memproses pengetahuan tentang pendidikan.
Berdasarkan inspirasi-inspirasi pesan yang terkandung dalam al-Qur'an dan al-Hadisth
serta pengalaman para ilmuwa muslim ada lima macam metode yang digunakan untuk
membangun pengetahuan tentang pendidikan, diantaranya:
a. Metode rasional (manhaj 'aqli), metode ini merupakan metode memperoleh
pengetahuan dengan menggunakan pertimbangan-pertimbangan kebenaran
yang dapat diterima oleh akal. Penggunaan akal untuk mencapai pengatahuan,
khususnya pengetahuan pendidikan mendapat pembenaran dalam agama.
b. Metode intuitif (manhaj zawqi), intuitif berperan untuk mengenali kebenaran.
Pengenalan terhadap kebenaran tercapai semata-mata karena ia jelas dengan
sendirinya ketika ditangap oleh kalbu, yaitu dengan bantuan hidayah dari Allah
bukan hanya sekedar pernyataan-pernyataan rasional.
c. Metode dialogis (manhaj jadali), metode ini dilakukan melalui karya tulis yang
disajikan dalam bentuk percakapan (tanya jawab antara dua orang ahli atau lebih
berdasarkan argumentasi yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.)
d. Metode komparatif (manhaj muqaran), adalah metode memperoleh
pengetahuan pendidikan dengan cara membandingkan teori maupun praktik
pendidikan. Metode ini dilakukan untuk mencari keunggulan- keunggulan
maupun memadukan pengertian dengan pemahaman. Metode komparatif
sebagai salah satu metode epistemilogi dalam membangun pendidikan memiliki
objek yang beragam, meliputi: perbandingan ayat-ayat al-Qur'an tentang
pendidikan, perbandingan hadith-hadith pendidikan, perbandingan antar teori
pendidikan.
e. Metode kritik (manhaj naqdi), dalam kajian ini maksudnya adalah metode
untuk menggali pengetahuan tentang pendidikan dengan cara mengoreksi
kelemahan-kelemahan suatu konsep atau aplikasi pendidikan. Adapun tahapan
pelaksanaan metode kritik dalam membangun epistemologi adalah: Mencermati
objek kritik, merealisasikan objek kritik dengan pedoman atau pijakan,
menemukan kesalahan-kesalahan, mencari alternatif pemecahan, menawarkan
teori baru sebagai alternatif memecahkan masalah. (Qamar, 2005:270)
Secara epistemologis, kebenaran pendidikan menandakan pada output atau
yang akan terjadi seluruh rangkaian penyelenggaraan pendidikan menurut objek forma,
metode, serta sistem. Hasilnya berupa kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional
dan kecerdasan spiritual. Kebenaran pendidikan bisa diukur berdasarkan standar
keilmuan, yaitu keterpaduan antara bentuk (kebenaran bentuk) dan materi (kebenaran
materi). Bila bentuk serta materi itu berpadu, maka pendidikan sahih adanya.
Kebenaran bentuk dapat diukur dengan keberhasilan pada menyelesaikan jenjang
pendidikan, sedangkan kebenaran materi dapat diukur menggunakan sejauh mana di
pada diri seseorang itu tumbuh subur potensi ilmu pengetahuan sebagai akibatnya
membentuk watak serta perilaku ilmiah. (Suhartono, 2008:128)

2. Analisa Kata Alladzina Bil Qolam, Wattaqullah, Wayuallikumullah


a. Q.S Al-Alaq ayat 1-5

َ ٤ ‫علَّ َم بِ ْالقَلَ ُِۙم‬


‫علَّ َم‬ ْ ‫ الَّذ‬٣ ‫ اِ ْق َرأْ َو َربُّكَ ْاْلَ ْك َر ُۙم‬٢ ‫علَ َۚق‬
َ ‫ِي‬ ِ ْ َ‫ َخلَق‬١ َ‫ي َخلَ َۚق‬
َ ‫اْل ْن‬
َ ‫سانَ ِم ْن‬ ْ ‫اِ ْق َرأْ بِاس ِْم َربِكَ الَّ ِذ‬
٥ ‫سانَ َما لَ ْم يَ ْعلَ ْۗ ْم‬ ِْ
َ ‫اْل ْن‬

Terjemahan Kemenag 2019


1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan!
2. Dia menciptakan manusia dari segumpal darah.
3. Bacalah! Tuhanmulah Yang Maha Mulia,
4. yang mengajar (manusia) dengan pena.
5. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.
Dari ayat yang pertama kali diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui
malaikat Jibril, adalah kata membaca yang dapat diartikan pula dengan belajar, dan
dengan belajar inilah akan dapat memiliki ilmu pengetahuan yang akan berguna untuk
masalah-masalah yang akan dihadapi oleh manusia dalam kehidupan. Dengan belajar
manusia dapat mengetahui apa yang dilakukan dan memahami tujuan dari segala
perbuatannya. Selain itu, dengan belajar pula manusia akan memiliki ilmu pengetahuan
yang amat luas, maka Allah akan memberikan derajat yang lebih tinggi kepada
hambanya yang belajar dan memiliki ilmu.
Kemudian dari penjelasan ayat yang kedua menjelaskan asal-usul penciptaan
manusia, karena pada hakikatnya manusia adalah makhluk pertama yang disebutkan
Allah dalam Al-Qur'an melalui wahyu pertama. Bukan saja karena ia diciptakan dalam
bentuk yang sebaik-baiknya, atau karena segala sesuatu dalam alam raya ini diciptakan
dan ditundukkan Allah demi kepentingannys, tetapi juga karena Kitab Suci Al-Qur'an
ditunjukan kepada manusia guna menjadi pelita kehidupannya. Penjelasan ini sangat
membantu. dalam. rangka merumuskan tujuan, materi dan metode pendidikan. Tujuan
pendidikan Islam harus diarahkan agar manusia memiliki kesadaran dan tanggung
jawab sebagai makhluk yang diciptakan Allah dan harus beribadah kepada-Nya.
(Shihab,2002:397)
Selanjutnya dalam ayat yang ketiga merupakan perintah membaca yang kedua
kalinya. Penjelasannya sangat erat kaitannya dengan perintah untuk mengembangkan
ilmu pengetahun baik ilmu agama maupun ilmu umum secara menyeluruh agar manusia
mendapatkan karunia dari Allah yang Maha Pemurah. Membaca ayat Allah yang
tersurat dalam Al-Qur'an dapat menghasilkan ilmu agama, dan membaca ayat-ayat
Allah yang tersirat yang ada di jagat raya akan menghasilkan ilmu alam.
Dan pada ayat keempat dan kelima menjelaskan tentang perlunya alat dalam
melakukan kegiatan, seperti halnya qalam yang sangat diperlukan bagi upaya-upaya
pengembangan dan pemelihara terhadap ilmu pengetahuan, baik ilmu agama maupun
ilmu umum. Ayat keempat ini menjelaskan Dia yang maha pemurah itu yang mengajar
manusia dengan pena yakni dengan sarana dan usaha mereka, dan dia juga yang
mengajar manusia tanpa alat da usaha mereka apa yang belum diketahuinya.
Kata ( ‫ ) القلم‬Al-Qalam terambil dari kata kerja (‫ )قلم‬qalama yang berarti
memotong ujung sesuatu. Memotong ujung kuku disebut (‫ )تقليم‬taqlim. Tombak yang
dipotong ujungnya sehingga meruncing dinamai (‫ )مقالم‬maqalim. Anak panah yang
runcing ujungnya dan yang bisa digunakan untuk mengundi dinamai pula qalam
sebagaimana firman Allah: (QS. Al-Imran : 44 )

ِ ‫ٰذلِكَ ِم ْن اَ ْۢ ْن َب ۤا ِء ْالغَ ْي‬


‫ب ن ْو ِح ْي ِه اِلَيْكَ َْۗو َما ك ْنتَ لَ َد ْي ِه ْم اِ ْذ ي ْلق ْونَ اَ ْق ََل َمه ْم اَيُّه ْم َي ْكفل َم ْر َي َۖ َم َو َما ك ْنتَ لَ َد ْي ِه ْم‬
٤٤ َ‫َصم ْون‬ ِ ‫اِ ْذ َي ْخت‬
Artinya: "Yang demikian itu adalah sebagian dari berita-berita ghaib yang
Kami wahyukan kepada kamu (ya Muhammad); padahal kamu tidak hadir beserta
mereka, ketika mereka melemparkan anak-anak panah mereka (untuk mengundi) siapa
di antara mereka yang akan memelihara Maryam. Dan kamu tidak hadir di sisi mereka
ketika mereka bersengketa."
Alat yang digunakan untuk menulis dinamai pula qalam karena pada mulanya
alat tersebut dibuat dari suatu bahan yang dipotong dan diruncingkan ujungnya. Kata
qalam di sini dapat berarti hasil dari penggunaan alat tersebut, yakni tertulis. Ini karena
bahasa, sering kali menggunakan kaya yang berarti "alat" atau "penyebab" untuk
menunjuk akibat" atau "hasil" dari penyebab atau penggunaan alat tersebut. misalnya,
jika seseorang berkata, "saya khawatir hujan", maka yang dimaksud dengan kata
"hujan" adalah basah atau sakit, hujan adalah penyebab semata. Makna di atas
dikuatkan oleh firman Allah dalam QS Al-Qalam ayat 1 yakni firman-Nya nun demi
qalam dan apa yang mereka tulis.

١ َ‫ۤن ََۚو ْالقَلَ ِم َو َما يَسْطر ْو ُۙن‬


Artinya: "Nun, demi kalam dan apa yang mereka tulis."
Apalagi disebutkan dalam sekian banyak riwayat bahwa awal surah al-qalam
turun setelah akhir ayat kelima surat Al-Alaq. Ini berarti dari segi masa turunnya kedua
kata qalam tersebut berkaitan erat, bahkan bersambung walaupun urtan penulisnnya
dalam mushaf tidak demikian.
Pada kedua ayat di atas terdapat istilah ihtibak yaitu tidak disebutkan sesuatu
keterangan, yang sewajarnya ada pada dua susunan kalimat yang bergandengan, karena
keterangan yang dimaksud telah disebut pada kalimat lain. Pada ayat 4 kata manusia
tidak disebut karena telah disebut pada ayat 5, dan pada ayat 5 kalimat tanpa pena tidak
disebut karen apada ayat 4 telah diisyaratkan makna itu dengan disebutnya pena.
Dengan demikian kedua ayat di ayas dapat berarti "Dia (Allah) mengajarkan denga
pena (tulisan) (hal-hal yang telah diketahui manusia sebelumnya." Sedang kalimat
"tanpa pena" ditambahkan karena ungkapan 'telah diketahui sebelumnya adalah
khazanah pengetahuan dalam bentuk tulisan. (Shihab, 2009:402)
Dari uraian di atas kita dapat menyatakan bahwa kedua ayat di atas menjelaskan
dua cara yang ditempuh Allah SWT. Dalam mengajar manusia. Pertama melalui pena
(tulisan) yang harus dibaca manusia, dan yang kedua mealui pengajaran secara
lengsung tanpa alat. Cara yang kedua ini dikenal dengan istilah (‫ )علم لدني‬ilm ladunniy.
Pada awal surah ini, Allah telah memperkenalkan diri sebagai yang maha kuasa,
maha mengetahui dan maha pemurah. Pengteahuan-Nya meliputi segala sesuatu.
Sedangkan karena (kemurahan)-Nya tidak terbatas, sehingga dia kuasa dan berkenaan
untuk mengajarkan manusia dengan atau tanpa pena.
Wahyu-wahyu ilahi yang diterima oleh manusia-manusia agung yang siap dan
suci jwanya adalah tingkat tertinggi dari bentuk pengajarann-Nya tanpa alat dan tanpa
usaha manusia. Nabi Muhammad SAW. dijanjikan oleh Allah SWT dalam wahyu yang
pertama untuk termasuk dalam kelompok tersebut.
b. QS. Al-Baqoroh 282
Sebagai mana Allah SWT berfirman :
“Dan bertaqwalah kepada Allah, Allah akan mengajarmu, dan allah maha mengetahui
segala sesuatu,”(Al-baqoroh : 282)
Muhammad Rasyid Ridha berkata “ Bertaqwalah kepada allah dalam segala
perintah dan larangannya Dialah yang mengajarimu tentang apa-apa harus dilakukan
sehingga mendatangkan maslahat bagimu, cara memelihara hartamu serta upaya
menguatkan keyakinanmu. Sebab, andaikan allah tidak mengajarimu, tidak
memberikan hidayah kepadamu, niscaya kamu tidak mengetahui semua itu. Hanya
allah yang maha mengetahui segala sesuatu. Maka, jika allah mengisyaratkan
kepadamu tentang sesuatu, pastilah dia itu mengisyaratkan kepadamu tentang sesuatu,
pastilah di aitu mengisyaatkan atas dasar ilmu-nya, yang meliputi segala sebab yng
dapat menghilangkan mafsadat dan mendatangkan maslahat bagi orang yang
melaksanakan syariatnya. Lafzhul jalalah disebut berulang kali sampai ke tiga kalinya
pada ayat itu menunjukan kesempurnaan penyebutan dan kuatnya pengaruh yang
mendatangkan maslahat bagi mu dengan cara memelihara hartamu dan upaya
menguatkan keyakinanmu.
Al Baidlawi berkata “Ayat ini (wayu’allikumullah, Allah mengajarmu),
dijadikan dalil oleh orang-orang sufi untuk membenarjan pengakuannya bahwa mereka
memperoleh ilmu laduni yang mereka ambil yaitu cara Latihan dan wiridnya saja tanpa
harus mengambil sebab-sebab yang mendatangkan ilmu, menuntutnya ataupun
mempelajarinya. Padalah Nabi Muhammad Saw bersabda “ sesungguhnya ilmu itu
akan diperoleh hanyalah dengan mempelajarinya.” Bahkan dengan bangga mereka
mengatakan kamu mengambil ilmu dari makhluk yang bakal mati ( manusia) sedangkan
kami mengambil ilmu dari dzat yang tidak akan mati. Kita yakin bahwa orang yang di
beri wahyu taklif taklifsyar’iyyah mendapatkan predikat nubuwwah dan rosul kita
Muhammad. Lafadz ayat tersebut tidak membantu klaim mereka, sebab allah tidak
berfirman dengan wattaqullah yu’allikumullah (ditulis wawu athaf, sehingga dapat
bermakna Allah mengajarkan ilmu secara langsung) jika ditulis seperti itu, tentu
bermanfaat untuk mendukung perkataan orang orang sufi. Namun ayat tersebut
menggunakan wawu athaf sehingga menuntut makna yang lain, maka maka yang benar
untuk dikatakan yaitu allah memudahkan bagi hamba, sebab yang bsa mengantarkan
kepada belajar. Dan ini menunjukan benarnya atsat “siapa yang beramal dengan
ilmunya Allah akan mewariskan kepadanya ilmu yang belum di ketahuinya.
E. Simpulan
1. Dalam mengurai ajaran pendidikan Islam, diperlukan metode epistemologi pendidikan.
Metode epistemologi pendidikan adalah metode-metode yang digunakan untuk
memperoleh pengetahuan tentang pendidikan dan berada pada tataran filosofis.
2. Jadi dari kata alqolam menyatakan bahwa ayat diatas menjelaskan dua cara yang
ditempuh Allah SWT. Dalam mengajar manusia Pertama melalui pena (tulisan) yang
harus dibaca manusia, dan yang kedua mealui pengajaran secara lengsung tanpa alat.
Bertaqwalah kepada allah dalam segala perintah dan larangannya Dialah yang
mengajarimu tentang apa-apa harus dilakukan sehingga mendatangkan maslahat
bagimu, cara memelihara hartamu serta upaya menguatkan keyakinanmu.
Dan siapa yang beramal dengan ilmunya Allah akan mewariskan kepadanya ilmu yang
belum di ketahuinya.
DAFTAR PUSTAKA

Nizar, Samsul. 2001. Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan. Jakarta: Gaya Media Pratama

Qamar, Mujamil. 2005. Epistemologi Pendidikan dari Metode Rasional hingga Metode
Kritik. Jakarta: Erlangga

Quraish Shihab, Mumammad. 2002. Tafsir Al-Misbah. Jakarta: Lentera Hati

Sudarminta, J. 2002. Epistemologi Dasar: Pengantar Filsafat Pengetahuan. Yogyakarta:


Kanisius.

Suhartono, Suparlan. 2008. Filsafat Pendidikan. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media

Chasanah, U. (2009). Ontologi, epistemologi dan aksiologi pendidikan. TASYRI': Jurnal


Tarbiyah Syari'ah Islamiyah, 24(1), 76-91.

Yanfaunnas, Y. Pendidikan Dalam Perspektif Qs. Al-‘alaq: 1-5. Nur El-Islam, 1(1), 10-32.

Anda mungkin juga menyukai