Anda di halaman 1dari 5

KEMENTERIAN AGAMA RI

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SYEKH


NURJATI CIREBON
PROGRAM PASCASARJANA
Jl. Perjuangan Sunyaragi By Pass Cirebon 45132 Telp/Fax. (0231) 8491641

Mata Kuliah : Filsafat Pendidikan Islam


Hari/ Tgl : Sabtu, 14 Oktober 2022
Waktu : 19.00-21.30
Prodi/ smt : PAI-B/2
Dosen : Prof. Dr. H. Jamali S, M. Ag./
DR. H. Iwan, M. Ag.
Sifat soal : Take home

Jawablah pertanyaan berikut ini :

1. Kemukakan tentang perspektif filosofis dalam pendidikan: dari cabang-cabang


filsafat (ontologi, epistemologi, dan aksiologi) ?
2. Bagaimana mempersepsikan tentang aliran utama filsafat untuk melihat tentang
realitas proses pendidikan Islam di Indonesia ?
3. Bagaimana konsep tentang aliran teori belajar utama?
4. Bagaimana perspektif filsafat Islam dalam pendidikan dikaitkan dengan
konsep kurikulum merdeka belajar ?
5. Bagaimana konsep dan pemikiran filosofis dan teori kontemporer tentang pendidikan ?

Petunjuk Pengerjaan soal :


1. Jawaban UTS berdasarkan pada fakta lapangan dan pengalaman, sehingga setiap soal
dilengkapi dengan rujukan fakta dan sumber bacaan yang diutamakan dari Jurnal
internasional atau Jurnal Nasional terbitan tahun 2015 ke atas.

2. Pengerjaan UTS selama 1 minggu dan diupload via LMS portal akademik
3. Terima kasih atas kerjasama dan kejujurannya, semoga Allah SWT senantiasa
menyertai kita semua...
Nama :Amar Habibi
NIM : 21086030067
Kelas : PAI B
JAWABAN
1. Ontologi adalah kajian filsafat yang memusatkan diri pada pemecahan esensi sesuatu atau wujud
tentang asas-asas dan reealitas. (Hafidz Ghulam Swara, 1976: 25). Dalam kontek filsafat pendidikan
Islam, kajian ontologi ini tidak dapat dipisahkan dari Allah Sang Maha Pencipta. Dalam konteks ini
terlihat perbedaan antara telaah ontologi filsafat pendidikan secara umum dengan ontologi filsafat
pendidikan Islam. Perbedaan dimaksud terlukis dari bagaimana implikasinya bidang pendidikan.
Implikasi pandangan ontologi di dalam pendidikan ialah bahwa dunia pengalaman manusia yang
harus memperkaya kepribadian bukanlah hanya alam raya dan isinya dalam arti pengalaman sehari-
hari. Melainkan sebagai suatu yang tak terbatas, realitas fisis, spiritual yang tetap dan yang berubah-
ubah (dinamis). Juga hukum dan sistem kesemestaan yang melahirkan perwujudan harmoni dalam
alam semesta, termasuk hukum dan tertib yang menentukan kehidupan manusia (Mohammad Nor
Syam: 32). Pernyataan ini merupakan wujud dari produk pemikiran filosofis yang memiliki
kebenaran spekulatif dan terbatas. Dalam pendekatan filsafat pendidikan Islam masalah hakikat
pendidikan harus dirujuk kepada pemikiran yang bersumber dari wahyu. Pemikiran pemikiran inilah
yang selanjutnya dijadikan landasan bagi penyusun rumusan pengetahuan mengenai pendidikan
Islam. Rumusan berupa teor teori yang menjelaskan tentang apa sebenarnya yang dimaksud dengan
pendidikan Islam itu? Namun yang jelas apa dan bagaimanapun proses serta pengalaman manusia
dalam upaya memperkaya kepribadiannya semuanya tak lepas dari nilai-nilai ibadah.
Adapun yang dimaksud dengan episttimologi berdasarkan objek kajiannya adalah tentang 1) realitas; 2)
pengetahuan; 3) nilai. Epistimologi berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti apakah
pengetahuan, cara manusia memperoleh dan menangkap pengetahuan itu, dan jenis-jenis
pengetahuan (Imam Barnadib, 1994: 20). Dalam kontek pendidikan Islam, epistimologi menyangkut
proses. Dengan demikian, dalam sistem pendidikan Islam, epistimologi bukan hanya berhubungan
dengan kurikulum. Ia juga mengacu kepada bagaimana melaksanakan kurikulum tersebut hingga
dapat mencapai tujuan yang telah diprogramkan. Dalam konteks ini kajian epistimologi dalam
pendidikan Islam juga mencakup telaah tentang metode pendidikan itu sendiri. Bagaimana cara
mentransfer materi pelajaran, membentuk sikap, dan perilaku sesuai dengan konsep pendidikan, serta
tujuan yang akan dicapai.
Kemudian yang dimaksud aksiologi adalah teori tentang nilai. Sehubungan dengan itu, maka kajian
aksiologis dalam sistem pendidikan Islam diarahkan pada perumusan nilai-nilai al-Akhlak al
Karimah. Rumusan nilai-nilai yang dijadikan rujukan atau pedoman sikap dan perilaku. Berhasil atau
tidaknya pendidikan Islam itu dicerminkan sepenuhnya oleh perwujudan dari sikap dan perilaku al-
Akhlak al-Karimah (akhlak mulia/terpuji) itu dalam kehidupan sehari-hari. Baik kehidupan orang
perorang, masyarakat, maupun selaku umat.
Adapun kerangka sistem nilai yang termuat dalam konsep al-akhlakal karimah dimaksud mencakup: 1)
akhlak terhadap Allah; 2) akhlak terhadap Rasul; 3) akhlak terhadap Al-Qur'an; 4) akhlak terhadap
pribadi (diri); 5) akhlak anak terhadap kedua orangtua; 6) akhlak orangtua terhadap anak 7) akhlak
dalam kehidupan rumah tangga; 8) akhlak suami terhadap istr 9) akhlak istri terhadap suami; 10)
akhlak terhadap tetangga; 11) akhlak terhadap sesama Muslim; 12) akhlak terhadap sesama manusia;
dan 13) akhlak terhadap lingkungan hidup atau terhadap sesama makhluk.
2. Sistem pendidikan di Indonesia menggunakan gabuangan dari aliran utama filsafat, yaitu
behavioristik; kognitif; humanis; dan konstruktif. Beberapa aliran dalam teori belajar memiliki
karakteristik yang berbeda-beda, ada yang menekankan pada “hasil” dari pada proses belajar.
Salah satu contohnya aliran kognitif yang menekankan “proses” belajar. Aliran humanistik
menekankan pada “isi” atau apa yang dipelajari. Aliran sibernetik menekankan pada “sistem
informasi” yang dipelajari dan masih banyak beberapa teori yang mempunyai karakteristik tertentu
sesuai jenis dan pengelompokannya. Perbedaan-perbedaan yang terdapat antara karakter berbagai
teori belajar itu disebabkan karena perbedaan jenis-jenis belajar yang diselidiki. Belajar ada yang
bertahap dan berkarakter rendah dan ada yang bertahap dan berkarakter tinggi; ada belajar yang
bersifat skill atau keterampilan dan ada yang bersifat rasional. Jadi dalam hal menilai benar tidaknya
pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh berbagai teori belajar itu, kita harus memandangnya dari
segi-segi karaktersitik tertentu yang sesuai dengan jenis-jenis belajar yang diselidikinya.
3. Teori Behavioristik adalah teori yang mempelajari perilaku manusia. Perspektif behavioral berfokus
pada peran dari belajar dalam menjelaskan tingkah laku manusia dan terjadi melalui rangsangan
berdasarkan (stimulus) yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif (respons) hukum-hukum
mekanistik. Asumsi dasar mengenai tingkah laku menurut teori ini adalah bahwa tingkah laku
sepenuhnya ditentukan oleh aturan, bisa diramalkan, dan bisa ditentukan. Menurut teori ini,
seseorang terlibat dalam tingkah laku tertentu karena mereka telah mempelajarinya, melalui
pengalaman-pengalaman terdahulu, menghubungkan tingkah laku tersebut dengan hadiah.
Seseorang menghentikan suatu tingkah laku, mungkin karena tingkah laku tersebut belum diberi
hadiah atau telah mendapat hukuman. Karena semua tingkah laku yang baik bermanfaat ataupun
yang merusak, merupakan tingkah laku yang dipelajari. (Eni Fariyatul Fahyuni, 2016: 26-27)
Teori belajar kognitif merupakan suatu teori belajar yang lebih mementingkan proses belajar daripada
hasil belajar. Teori kognitf pada awalnya dikemukakan oleh Dewwy, dilanjutkan oleh Jean Piaget,
Kohlberg, Damon, Mosher, Perry dan lain-lain, yang membicarakan tentang perkembangan kognitif
dalam kaitannya dengan belajar. Kemudian dilanjutkan oleh Jerome Bruner, David Asubel, Chr. Von
Ehrenfels Koffka, Kohler, Wertheimer dan sebagainya. (Sjarkawi, 2006: 45) Bagi penganut aliran ini,
belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antar stimulus dan respons. Namun lebih dari itu, belajar
melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Belajar melibatkan prinsip-prinsip dasar psikologi,
yaitu belajar aktif, belajar lewat interaksi sosial dan lewat pengalaman sendiri.
Bagi penganut teori humanistik, proses belajar harus berhulu dan bermuara pada manusia itu
sendiri. Dari kecepatan teori belajar teori humanistik inilah yang paling abstrak, yang paling
mendekati dunia filsafat dari pada dunia pendidikan. Secara luas definisi teori belajar humanisitk ialah
sebagai aktivitas jasmani dan rohani guna memaksimalkan proses perkembangan. Sedangkan secara sempit
pembelajaran diartikan sebagai upaya menguasai khazanah ilmu pengetahuan sebagai rangkaian
pembentukan kepribadian secara menyeluruh. Pertumbuhan yang bersifat jasmaniyah tidak memberikan
perkembangan tingkah laku. Perubahan atau perkembangan hanya disebabkan oleh proses pembelajaran
seperti perubahan habit atau kebiasaan, berbagai kemampuan dalam hal pengetahuan, sikap maupun
keterampilan. (Fajri Ismail, 2014: 25)
Teori konstruktivisme merupakan teori yang sudah tidak asing lagi bagi dunia pendidikan, sebelum
mengetahui lebih jauh tentang teori konstruktivisme alangkah lebih baiknya di ketahui dulu
konetruktivisme itu sendiri. Konstruktivisme berarti bersifat membangun. Dalam konteks filsafat
pendidikan, konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya
modern. (Agus N Cahyo, 2013: 33) Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, bahwa konstruktivisme
merupakan sebuah teori yang sifatnya membangun, membangun dari segi kemampuan, pemahaman,
dalam proses pembelajaran. Sebab dengan memiliki sifat membangun maka dapat diharapkan
keaktifan dari pada siswa akan meningkat kecerdasannya.
4. Menurut Nadiem (Makarim, 2021) merdeka belajar paling tepat digunakan sebagai filosofi perubahan
dari metode pembelajaran yang terjadi selama ini diterapkan. Esensi kemerdekaan dalam berfikir
harus dimulai terlebih dahulu dari para pendidik (Mustaghfiroh, 2020). Pandangan konstruktivisme
menaganggap bahwa belajar akan berlangsung lebih efektif jika siswa berhubungan langsung dengan
objek yang sedang dipelajari, terutama yang ada di lingkungan sekitar. Oleh sebab itu, belajar dapat
diartikan sebagai penafsiran atau interpretasi baru terhadap suatu pengalaman (Imamah, 2012).
Esensi dari pandangan konstruktivisme dalam proses pembelajaran menurut (Jonassen, 1996) dalam
(Mustafa & Roesdiyanto, 2021) adalah bahwa belajar lebih diartikan sebagai proses aktif dalam
membangun daripada sekedar memperoleh pengetahuan, dan pembelajaran merupakan proses
mendukung pembangunan pengetahuan daripada hanya sekedear mengkomunikasikan pengetahuan.
Dalam kaitannya dengan konsep merdeka belajar, aliran progresivisme ini memiliki kesejajaran dalam
memandang bagaiamana seharusnya pendidikan terlaksana. Keduanya sama-sama menekankan pada
kemerdekaan dan keleluasaan pelaku pendidikan dalam mengeksplorasi kemampuan dan potensi
pebelajar yang beragam secara maksimal dan natural. Merdeka bejalar dan filsafat progresivisme
sama-sama memandang bahwa pebelajar harus merdeka dan bebas dalam berkembang secara alami,
serta menilai bahwa rangsangan terbaik dalam pembelajaran adalah pengalaman secara langsung.
Selain itu lembaga pendidikan diharuskan menjadi laboratorium dalam pendidikan untuk membina
pebelajar supaya menjadi manusia yang dewasa, berani, mandiri dan mampu berusaha sendiri.
Dalam kaitannya dengan konsep merdeka belajar, aliran humanisme memiliki kesejajaran dalam
memandang kebebesan pebelajar untuk memilih dan mengatur pengalaman hidupnya sendiri. Konsep
merdeka belajar yang memiliki fokus pada pemberian pengalaman dalam proses belajar mampu
membekali pebelajar untuk mengabdikan diri ke masyarakat dan memberikan kebermaknaan sebagai
manusia yang unik. Kedua konsep ini sama-sama memandang bahwa kebermaknaan pembelajaran
dapat terlihat ketika pebelajar menerapakan apa yang didapatkannya untuk masyarakat sosial dan
membuahkan hal-hal baik bagi manusia lainnya.
5. Menurut Pedagogy of the oppressed dari Paulo Freire sistem pendidikan yang pernah ada dan masih
sampai saat ini adalah pendidikan gaya “bank” dimana pelajar diberi ilmu agar kelak mendatangkan
hasil yang berlipat ganda. Jadi anak didik adalah obyek investasi dan sumber deposito potensial.
Mereka tidak berbeda dengan komoditi ekonomis lainya yang lazim dikenal. Depositor atau investor
adalah guru yang mewakili lembaga kemasyarakatan yang berkuasa, sementara depositonya berupa
ilmu pengetahuan yang diajarkan kepada anak didik. (Freire, 2000)
Maka Teori Kritis meyakini bahwa ilmu pengetahuan tidak pernah menghasilkan “pengetahuan
objektif”. Hasil sebuah penelitian sejak semula sudah diarahkan pada metode yang dipakai di
dalamnya. Penetapan metode penelitian dengan sendirinya selalu berdasarkan suatu penilaian atau
kepentingan. Menurut Habermas, sangatlah penting bagi kita untuk memperhatikan kaitan antara
hasil penelitian dan kepentingan kita. James Banks juga menyatakan bahwa pengertian pendidikan
multikultural sebagai pendidikan untuk people of color. Pengertian ini senada dengan pengertian
yang dikemukakan oleh Sleeter bahwa pendidikan multikultural adalah sekumpulan proses yang
dilakukan oleh sekolah untuk menentang kelompok yang menindas.
Filsafat pendidikan akan lebih jelas dengan munculnya hal-hal baru apabila kita bisa melihat pendidikan
dalam rana tiga tempat, kognitif, afektif, dan psikomotorik dari tiga rana pendidikan ini, teori
Gadaner andil besar di tiga rana pokok dalam pendidikan, dimana teori Gadaner dalam
mengaplikasikan kesadaran sebagai sarana utama dalam memahami hidup dan bahasa sebagai kunci
pemahman yang dapat diartikan sebagai tuntunan untuk menghasilkan makna dealiktika yang
memberi sebuah bahasa perantara untuk living tradisi dalam pengantar aktifitas hidup. Pembelajaran
terpadu (integrated learning) merujuk pada pendekatan yang berorientasi pada proses pembelajaran
yang lebih bersifat project based (berorientasi pada tuqas), bukan pada contentbased (berorientasi
pada materi). Menurutnya pendidikan kosmopolitan dari Bernard J. F. Lonergan. Membahas tentang
hal-hal yang lebih mendalam terkait dengan pengajaran dan pembelajaran dan mencakup berbagai
topik dari epistemologi, etika, dan kewarganegaraan untuk pembentukan dan pengembangan pribadi,
kepedulian sosial, dan "pemikiran baru" karena ini memunculkan teori dan praktik pendidikan.

Anda mungkin juga menyukai