Anda di halaman 1dari 8

REVIEW KURIKULUM MAPEL FIQIH MI PADA ASPEK KOGNITIF

NO. TINGKATAN JUMLAH PRESENTASE


1. MENGETAHUI 4 12%
2. MEMAHAMI 30 86%
3. MENERAPKAN 0
4. MENGANALISIS 0
5. MENGEVALUASI 0
6. MEMBUAT 0
JUMLAH TOTAL 34 100%

Tabel review kurikulum pada satuan pendidikan Madrasah Ibtidaiyah mapel fikih ini
menunjukkan bahwa tujuan pembelajaran pada pelajaran tersebut hanya berkutat pada satu aspek
saja, yaitu pada C2 (versi taksonomi Benjamin S. Bloom). Hal tersebut sekiranya belum
memenuhi kebutuhan peserta didik dalam menuntut ilmu di sekolah, karena peserta didik
nyatanya hanya diberikan pembelajaran berupa pemahaman dan sedikit pengetahuan saja, tanpa
adanya usaha sekolah maupun lembaga pendidikan serta pihak berwenang untuk melatih anak
dalam aspek-aspek kemampuan yang lain. Anak hanya diberi pemahaman tanpa
mempertimbangkan kemampuan seperti menganalisis, mengevaluasi, menerapkan, bahkan anak
tidak membuat atau menciptakan karyanya sendiri. Dalam UU Nomor 2 Tahun 1989, tujuan
pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia
Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa
dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan
rohani, kepribadian yang mantab dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan
kebangsaan.1
Sekarang, banyak peristiwa yang menunjukkan tidak tercapainya tujuan pendidikan
nasional. Jika dilihat dalam proses pembelajaran, banyak sikap unsur pendidikan tidak
menunjukkan progres menuju pembelajaran yang aktif, kreatif, menyenangkan dan inovativ.
Pembelajaran seringkali monoton hanya bertujuan memberikan pemahaman dan pengetahuan
pada siswa dengan metode ceramah saja, yang berimbas pada kejenuhan dalam diri peserta
didiknya. Berpikir dalam pendidikan bisa dibedakan atas berpikir kritis, berpikir kreatif, berpikir
peduli, berpikir efektif.2 Menurut Deweys, berpikir adalah suatu kegiatan yang aktif, tepat dan
hati-hati dalam mempercayai sesuatu atau informasi yang datang dari luar sehingga tidak salah

1
Muhammad Haviz, Berpikir Dalam Pendidikan(Suatu Tinjauan Filsafat Tentang Pendidikan Untuk Berpikir
Kritis), (Jurnal Ta’dib Vol. 12, No. 1, Juni 2009), hal. 81.
2
Lipman M.,Critical Thingking-what can it be?, (Educational Leadership 45: 38-43).
dalam merefleksikan pemikiran tersebut ketika membuat suatu kesimpulan.3 Selanjutnya
menurut Deweys, refleksi pemikiran akan membedakan suatu tindakan dalam mencari dan
menemukan materi untuk menjawab keraguan, kebingunan dan kesulitan mental dalam berpikir.4
Menurut Burton, dalam berpikir seseorang harus menjalani; pertama, proses yang mampu
meningkatkan keraguan dalam pemikiran dan kedua, mengetahui kesulitan dalam keraguan
tersebut. Ketiga, menguji keraguan tersebut dengan memberikan fakta, merancang hipotesis dan
mencari fakta-fakta baru dengan melakukan observasi. Keempat, mengkritisi fakta tersebut,
kemudian menginterpretasikannya, dan kelima membuat kesimpulan berdasarkan teori, temuan
dan realita yang ada.5
Guru dalam mengajar di kelas sehendaknya mampu membangkitkan rasakeingintahuan
anak untuk mengkaji dan menelaah materi pelajaran dengan memberingan rangsangan pada
peserta didiknya. Anak didik diarahkan untuk senang pada dunia belajar, sehingga berpikir
tentang materi pelajaran menjadi sebuah kegiatan yang tidak membosankan justru
menyenangkan. Guru juga bisa melakukan demontrasi dalam pembelajarannya supaya siswa
juga menikmati suasana belajar layaknya wahana hiburan yang edukatif. Pada kelanjutannya
siswa diberi sebuah proyek dari materi tersebut, dan diberi kesempatan untuk berpendapat dan
berimprovisasi dengan kegiatan pembelajaran tersebut, barangkali siswa berkeinginan merubah
alur proyek dengan kreativitasnya sendiri. Akhirnya, siswa ditugaskan untuk menyimpulkan
kegiatan pembelajaran dalam bentuk laporan hasil penugasan proyek. Berdasarkan teori
perkembangan kognitif Piaget’s, pendidikan kognitif adalah pendidikan yang mengajarkan
kepada pelajar pengetahuan baru dan juga bagaimana berpikir dan belajar.6 Pendidik yang
beraliran kognitif lebih banyak berbicara tentang pembelajaran untuk mengembangkan kognitif
peserta didik. Kemampuan kognitif merupakan istilah yang sering diberikan kepada semua
proses yang berhubungan dengan berpikir. Banyak orang menggunakan tema kognitif hanya
pada proses berpikir rasional saja, tapi ada juga yang mengaitkannya dengan proses berpikir
kreatif dan imajinatif.7

3
Akshir MAK., Critical Thingking a Family Resemblance in Conceptions,(Journal of Education and Human
Development Vol. 1(2):11-23).
4
Ibid.
5
Burton HW, Kimbal RB & Wing RL., Education for Effective Thingkin, (New York: Appleton Century Crofts, Inc.
1944), et.al.
6
Wadsworth BJ., Piaget’s Teory of Cognitive Development, an Introduction for Student of Psycology and
Education, (Second Edition. New York: Longman Inc. 1979).
7
Muhammad Haviz, Berpikir Dalam Pendidikan......, hal. 86.
Seorang guru yang mengajarkan peserta didiknya di sekolah berdasarkan kurikulum yang
disusunya dengan berbagai strategi dan tujuan pembelajarannya harus memperhatikan beberapa
aspek. Seseorang pemikir yang baik dan terlibat dalam dunia pendidikan harus bisa :8
1. Mengidentivikasi dan mencari solusi masalah (identify dan solve problems) dan mampu
membuat keputusan berdasarkan pemikiran yang kritis dan kreatif.
2. Bekerja secara efektif dengan orang lain dalam sebuah tim kerja, organisasi dan
komunitas bersama.
3. Mampu mengorganisir dan memanajemen aktivitas mereka secara bertanggung jawab
dan efektif.
4. Mengoleksi, menganalisis, mengorganisasi dan mengevaluasi setiap informasi secara
kritis.
5. Berkomunikasi efektif dengan menggunakan metode visual dan simbol bahasa yang
bervariasi.
6. Menggunakan sains dan teknologi yang efektif dan kritis, untuk menunjukkan
tanggung jawab dan “lingkungan” yang sehat.
7. Mendemosntrasikan pemahaman kata yang disusun dalam suatu sistem yang
berorientasi kepada pemecahan masalah dan tidak mengisolasi diri.
8. Mengeksplorsi strategi dalam pembelajaran yang lebih efektif.
9. Berartisipasi dalam komunitas lokal, nasional dan internasional.
10. Berbudaya dan berestetika kritis dan efektif dalam sosial.
11. Mengembangkan karir dalam pendidikan.
12. Mengembangkan jiwa interpreneurships.

Masa kini profesi guru menjadi suatu hal yang cukup baik bila dipandang oleh masyarakat,
dimana kini guru bisa mengembangkan karirnya dengan berbagai regulasi administrasi yang
menuntun pada arah profesinalitas guru dalam mengajar. Tidak bisa dipungkiri bahwa profesi
guru, apalagi honorer dikenal dengan pekerjaan yang minim penghasilan, hal ini juga
berpengaruh pada sepak terjang seorang guru(apalagi guru agama) yang dituntut ikhlas beramal.
Oleh karena itu, komitmen dan integritas pengajaran seorang guru menjadi sandaran utama
dalam membangun dunia pendidikan menjadi lebih dominan dengan pencapaian maksimal.

8
Muhammad Haviz, Berpikir Dalam Pendidikan......, hal. 88-89.
Pesatnya perkembangan pengetahuan dan teknologi pada abad 21 tak serta merta meningkatkan
rangking peserta didik Indonesia pada Programme for Internasional Student Assesment (PISA)
dan Trends International Mathematics and Science Study (TIMSS). Tercatat pada tahun 2019
Indonesia menduduki peringkat ke-64 dari 72 negara yang berprtisipasi pada PISA, dan
menduduki peringkat ke-45 dari 48 negara yang berpartisipasi pada TIMSS.9 Hal ini
menunjukkan bahwa diperhelatan tingkat Internasional Indonesia masih banyak pekerjaan rumah
yang harus dibenahi untuk setidaknya memperbaiki rangking dari mutu pendidikan.
Organisation for Economic Co-operation and Development(OECD) mencatat, peringkat
Programme for Internasional Student Assesment (PISA) Indonesia berdasarkan survei tahun
2020 berada dalam urutan bawah. PISA sendiri merupakan metode penilaian internasional yang
menjadi indikator untuk mengukur kopetensi siswa Indonesia di tingkat global. Untuk nilai
kompetensi Membaca, Indoneisa berada dalam peringkat 72 dari 77 negara. Untuk nilai
Matematika, berada di peringkat 72 dari 78 negara. Sedangkan nilai Sains berada di peringkat 70
dari 78 negara. Nilai tersebut cenderung stagnan dalam 10-15 tahun terakhir.10 Berdasarkan
Tirto.id tahun 2019, selama ini soal-soal di Indonesia memiliki tingkat kesulitan di bawah PISA.
Negara-negara pendiri OECD telah menerapkan sistem Taksonomi Bloom dalam sistem
pendidikan mereka. Sementara kurikulum di Indonesia belum menerapkan sistem tersebut,
kecuali untuk ujian nasional. Hal ini menyebabkan peserta didik Indonesia selalu berada di posisi
bawah dibandingkan dengan negara-negara lain.11
Rendahnya hasil tersebut mengharuskan dunia pendidikan Indonesia mempersiapkan diri
untuk menghadapi untuk menghadapi pesatnya perkembangan pengetahuan dan teknologi abad
21, seperti memperlengkapi peserta didik dengan pembelajaran yang dapat meningkatkan
kemampuan berpikir peserta didik. Untuk itu Kemendikbud melakukan perubahan sistem dalam
pembelajaran dan perubahan itu akan dilakukan pada kerikulum 2013, dimana perubahan
tersebut pada peningkatan kemampuan berpikir peserta didik ranah kognitif khususnya pada

9
R. Nugroho, HOT (Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi; Konsep, Pembelajaran, Penilaian dan Soal-Soal),
(Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2019), hal. 11.
10
Kompas, Nilai PISA Siswa Indonesia Rendah, Nadiem Siapkan 5 Strategi Ini, dalam
https://edukasi.kompas.com/read/2020/04/05/154418571/nilai-pisa-siswa-indonesia-rendah-nadiem-siapkan-5-
strategi-ini?page=all, diakses pada rabu 28-09-2022 pukul : 10:00 Wib.
11
Andri Sofyandi, Studi Perbandingan Model Pembelajaran Trefinger dan Problem Solving Terhadap Peningkatan
Kemampuan Berpikir Peserta Didik Pada Mata Pelajaran Fiqih di Kelas VIII MTS Negeri 1 Bandar
Lampung,(Tesis Mahasiswa Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung, 2022), hal. 2.
tingkat C4, C5, dan C6.12 Ruang lingkup kemampuan berpikir peserta didik berdasarkan
Taksonomi Benjamin S Bloom kemudian disempurnakan oleh Anderson dan Krathwohl terdiri
dari C1- ingatan (remembering), C2-pemahaman (understanding), C3-menerapkan (applaying),
C4-analisis (analysing), C5-evaluasi (evaluating), dan C6-kreasi (creating).13 Level satu sampai
tiga merupakan kemampuan berpikir tingkat rendah atau LOTS (Lower Order Thingking Skill)
dan level empat sampai enam merupakan HOTS (Higher Order Thingking Skill). Maka jika
ditinjau dari ranah kognitif, kemampuan berpikir peserta didik merupakan kemampuan
menganalisis, mengevaluasi serta mencipta.14
Proses pembelajaran masih menggunakan metode konvensional, mencatat dan
memperhatikan guru yang sedang menjelaskan materi, sistem pembelajaran yang hanya tekstual
dan tidak berfokus pada permasalahan yang ada dikehidupan sehari-hari. Guru kurang
melibatkan siswa dalam proses pembelajaran, guru berperan sebagai pusat pembelajaran dan
siswa hanya duduk dan mendengarkan. Sebagian besar peserta didik menganggap fikih sebagai
mata pelajaran yang membosankan dan kurang menarik karena karena mata pelajaran fikih lebih
menuju pada hafalan. Ada beberapa di antara peserta didik yang mengantuk ketika guru
menjelaskan pelajaran dan ada beberapa peserta didik yang berbincang dengan teman lain
bahkan tidak sedikit peserta didik yang membuat gaduh di kelas, perilaku peserta didik yang
demikian dilatar belakangi oleh model pembelajaran yang digunakan guru belum mampu
meningkatkan motivasi berprestasi dan kemampuan berpikir peserta didik.15
Menjadi guru agama yang mengajarkan Mapel Fiqih memang haruslah mampu
memikat hati siswa di kelas, tentunya dengan berbagai pendekatan dan strategi pembelajaran
yang kreatif dan menyenangkan, misalkan mengaitkan materi yang ada dengan lingkungan
sekitar, sehingga anak mampu meraih pencapaian belajar tingkat tinggi dalam menganalisis
keadaan. Evaluasi pembelajaran memungkinkan guru sebagai pendidik dan pengajar untuk
menerapkan model pembelajaran yang sesuai dengan karakter siswa dan lingkungannya. Model
pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam
merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran tutorial. Model pembelajaran mengacu
12
Ibid.
13
Ridwan Abdullah Sani, Penilaian Autentik, (Jakarta: Bumi Aksara, 2016), hal. 171.
14
D.R. Krathwol, A Revision of Bloom’s Taxonomy: an Overview – Theory Into Practice, College of Education,
The Ohio State University Learning Domains or Bloom’s Taxonomy: The Three Types of Learning,
(www.nwlink.com/~donclark/hrd/bloom.html.), hal. 215.
15
Andri Sofyandi, Studi Perbandingan Model Pembelajaran Trefinger dan Problem Solving....hal. 4.
pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan
pengajaran, tahap-tahap kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran dan pengelolaan
kelas.16 Model pembelajaran merupakan operasionalisasi dari teori yang melandasinya berfugsi
sebagai pedoman bagi perencana pembelajaran yang diimplementasikan dalam pelaksanaan
aktivitas pembelajaran untuk membantu pembelajar mengembangkan kognitif, emosional, sosial
dan spiritual. 17
Salah satu model pembelajaran yang bisa digunakan oleh guru adalah model pembelajaran
Trefingger. Menurut Donald J. Trefinger dalam bukunya Encoureging Creative Learning for The
Gifted and Talented, belajar kreatif (creatif learning) adalah proses pembelajaran yang
mengupayakan proses belajar mengajar dibuat sekomunikatif mungkin sehingga situasi belajar
menjadi menyenangkan bagi siswa. Dalam pembelajaran ini, penyajian materi dilakukan melalui
permainan, diskusi, bermain peran, dan lain-lain. Dengan demikian siswa tidak semata-mata
dituntut untuk belajar sesuatu materi dari suatu bahan ajar. Dampak dari hal tersebut di atas
adalah memotivasi kreativitas siswa dan pada akhirnya siswa akan mendapatkan rasa senang dan
pengalaman terbaik dalam hidupnya.18 Model Trefingger adalah suatu strategi pembelajaran
yang dikembangkan dari model belajar kreatif yang bersifat develop mental dan mengutamakan
segi proses. Model pembelajaran yang dikembagkan oleh Treffinger yang berdasarkan kepada
model belajar kreatifnya. Model ini merupakan model yang menangani masalah kreativitas
secara langsung dan memberikan saran-saran praktis bagaimana mencapai keterpaduan.19
Model pembelajaran Trefingger adalah salah satu dari sedikit model yang menangani
masalah kreativitas peserta didik secara langsung dan memberikan saran-saran praktis bagaimana
mencapai keterpaduan dengan melibatkan baik keterampilan kognitif maupun afektif.20 Model
ini juga mendorong belajar kreatif yang menggambarkan susunan tingkat yang mulai dengan
unsur-unsur dasar dan mengajak ke fungsi-fungsi berpikir yang majemuk. Peserta didik terlibat
dalam kegiatan ini membangun keterampilan dua tingkat pertama untuk kemudian menangani
masalah kehidupan nyata pada tingkat ketiga.21

16
Trianto, Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktik, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), hal. 1.
17
Syaiful Sagala, Supervisi Pembelajaran Dalam Profesi Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2010), hal. 63.
18
Trefingger, Mendorong Kreativitas Belajar Kreatif Belajar, (Bandung: Grafika, 1980), hal. 1.
19
Aris Shoimin, 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014), hal.
218.
20
Utami Munandar, Pengembangan Kreatifitas Anak Berbakat, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hal. 72.
21
Aris Shoimin, 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013,.........hal. 219.
Bisa disimpulkan dari beberapa pendapat tersebut bahwa model pembelajaran Treffinger
adalah pembelajaran yang dilaksanakan dengan cara guru memberikan suatu tugas proyek
kepada siswa, dan guru menjelaskan permasalahan yang diberikan dengan mengaitkan ke dalam
kehidupan sehari-hari. Dengan demikian model pembelajaran Treffinger ini lebih menekankan
pada penguasaan konsep, sehingga keterampilan berpikir tingkat tinggi seperti kemampuan
memecah masalah dapat dikuasai. Setiap peserta didik dapat bepikir kreatif untuk
mengemukakan berbagai macam alternatif dalam memecahkan masalah dan mengemukakan
gagasan yang diperolehnya. Pembelajaran model Treffinger ini dapat membantu peserta didik
yang mempunyai kemampuan rendah dalam meningkatkan pengetahuan dan pemahaman
terhadap konsep-konsep yang akan dipelajari, sehingga tercapai peningkatan hasil belajar pada
peserta didik. Dengan adanya kreatifitas yang dimiliki peserta didik dan mengembangkan proses
pembelajaran di kelas berdasarkan potensi masing-masing siswa.
Sebagaimana dijelaskan dalam tafsir Al-Qur’an tematik bahwa interaksi inilah manusia
dalam mengamati, menyerap, meniru, dan memodifikasi berbagai pengalaman yang ditemuinya
kemudian berkembang menjadi kumpulan pengetahuan dan keterampilan.22 Dengan demikian
melalui proses mengamati, menyerap, meniru, dan memodifikasi berbagai pengalaman yang
ditemuinya dalam kehidupan sehari-hari maka manusia akan mampu menyelesaikan masalah
dalam hidupnya dengan baik. Allah SWT. juga menjelaskan bahwa dalam menyelesaikan
masalah adalah dengan memperhatikan ciptaannya sebagaimana dijelaskan dalam Q.S. Al-
Ghasyiyah ayat 17-20 :

َ ‫۝ َواِلَى ا ْل ِجبَا ِل َك ْي‬


۱۹ ْ‫ف نُ ِص َبت‬
‫۝‬ ِ ‫۝ َواِلَى الس َم‬
َ ‫اء َك ْي‬
۱۸ ْ‫ف ُرفِعَت‬ ۱۷ ْ‫ف ُخ ِلقَت‬
َ ‫اْل ِب ِل َك ْي‬ ُ ‫أَفَ ََل يَ ْن‬
ِ ْ ‫ظ ُر ْو َن اِلَى‬
۲۰ ْ‫س ِط َحت‬
‫۝‬ ُ ‫ف‬ ِ ‫َوالَى ْاْل َ ْر‬
َ ‫ض َك ْي‬

artinya “Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan. Dan
langit, bagaimana ia ditinggikan. Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan. Dan bumi
bagaimana ia dihamparkan. ”23

22
Kementrian Agama RI., Tafsir Al-Qur’an Tematik: Pembangunan Karakter dan Pengembangan Sumber Daya
Manusia, (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Badan Litbang dan Diklat, 2010), hal. 330.
23
Departemen Agama RI., Op.Cit., hal. 320.
Pada surat Al-Ghasyiyah ayat 17-20, Allah SWT. memerintahkan untuk memandang atau
merenungkan dalam ayat ini bukan semata-mata melihat memandang-mandang saja. Melainkan
membawa apa yang terlihat oleh mata kedalam alam fikiran dan difikirkan, itulah yang disebut
memandang. Kira-kira seperti itulah analisis situasi melihat keadaan yang begitu rumit lalu
memikirkan, memilah-milah keadaan sehingga menjadikannya komponen-komponen yang
terpisah antara komponen satu dengan lainnya.24 Zamakhsyari dalam tafisrnya mengatakan,
bahwa arti dari ayat di atas menyuruh memandang bertujuan untuk manusia agar dapat
menyaksikan kebesaran qudrat iradat khaliq pencipta alam ini, yang manusia hanya tinggal
memakainya saja. Karena untuk menemukan kebesaran Allah Swt. tidak dapat dilihat hanya
dalam satu sisi saja.25
Sebagaimana dijelaskan dalam ayat tersebut bahwa menganalisi keadaan yang
mengandung berbagai persoalan yang kompleks harus dilakukan dengan seksama. Sehingga
mampu mencari solusi dari berbagai persoalan yang dihadapi, tentunya dengan berdoa dan
berusaha. Situasi dalam hidup terkadang begitu rumit, namun Allah menganugerahkan akal
pikiran untuk menganalisa berbagai fenomena alam untuk dikaji secara ilmiah guna
mendapatkan pelajaran serta manfaat dari berpikir secara kritis, logis, dan sistematis. Pada
akhirnya, manusia memang selalu dituntut untuk terus berpikir dan berkarya dalam rangka
mewarnai kehidupan ini dengan kreatifitas serta usaha semaksimal mungkin guna meraih cita-
cita, harapan, serta angan-angannya. Manusia hidup dengan berbagai hiruk pikuknya dunia,
tentunya yang dilakukan manusia tidak lain adalah dorongan keinginan untuk meraih suatu
pencapaian dan menggapai prestasi yang diimpikan.

24
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1987), hal 137.
25
Ibid.

Anda mungkin juga menyukai