Anda di halaman 1dari 13

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SYEKH NURJATI CIREBON

PROGRAM PASCASARJANA
UJIAN TENGAH SEMESTER GASAL TAHUN AKADEMIK 2022-2023

Mata Kuliah : Kajian Kurikulum PAI


Dosen : Dr. Saefudin Zuhri, M.Ag
Semester : II (dua)
Program Studi : PAI B
Hari, tanggal : Jum’at, 20 Oktober 2022
Waktu : Pukul 14.00 – 18.00

Bismillahirrahmanirrahiim

Ketentuan:
a. Dalam menjawab soal di bawah ini diperkenankan untuk mengakses ke buku, jurnal, dan atau
internet. Apabila dalam sebagian jawaban ujian ini merujuk pada sumber/refrensi, tulislah sesuai
sumber pengutipannya sesuai ketentuan;
b. Saudara tidak diperkenankan untuk berdiskusi dan bekerjasama dengan peserta ujian lain.
Apabila ditemukan jawaban yang sama dengan peserta ujian lain, maka dinyatakan
gugur/diskualifikasi;
c. Jawaban dikirim ke akun GCR masing-masing paling akhir hari Ahad, 23 Oktober 2022 pukul
22.00.

Jawablah pertanyaan berikut dengan jawaban yang lengkap, sistematis, dan logis!

1. Apa sajakah landasan dalam penyusunan dan pengembangan kurikulum itu? Saudara jelaskan
landasan-landasan itu dalam kaitannya dengan kurikulum PAI !

2. Apakah kurikulum PAI yang berlaku sekarang ini telah sesuai dengan tingkat perkembangan
psikologis peserta didik berdasarkan jenjang pendidikan masing- masing? Tunjukkan dengan
memberikan kajian analisis pada kurikulum PAI di sekolah atau madrasah (SD/MI, SMP/MTs,
atau SMA/MA/SMK) sesuai dengan pembagian tugas individual Saudara !

3. Lakukan penilaian pada buku teks siswa (buku resmi yang diterbitkan Kementerian Agama)
sesuai dengan mata pelajaran yang menjadi tugas Saudara dengan memilih satu buku sebagai
sample lalu deskripsikan paling tidak meliputi:

a. Apakah seluruh isi/materi buku itu telah menyajikan materi sebagaimana yang
tuntutan KD?
b. Apakah isi/materi buku komunikatif dan menggugah pembaca untuk membaca lebih
lanjut?
c. Apakah penyajian isi/materi buku menarik (ilustrasi dan penggunaan font [unsur
kegrafikaan])?
d. Apakah penjelasan isi/materi buku sesuai dengan usia perkembangan pembaca yang
dituju?

1
e. Apakah contoh yang diberikan dalam materi buku kontekstual dengan usia pembaca?
f. Apa simpulan secara keseluruhan atas buku itu?
g. Apa kritik dan saran Saudara terhadap buku itu?

------Goodluck------

2
Nama : Amar Habibi
NIM : 21086030067
Kelas : PAI B
JAWABAN

1. Berdasarkan KMA 183 tahun 2019 pada BAB III dijelaskan mengenai kerangka dasar
kurikulum PAI dan Bahsa Arab yang dikembangkan berdasarkan landasan filosofis,
sosiologis, psikolpedagogis, dan yuridis.
a. Landasan Filosofis
1) Pendidikan berakar pada budaya bangsa untuk membangun kehidupan bangsa masa
kini dan masa mendatang. Pandangan ini berimplikasi bahwa pengembangan
kurikulum PAI dan bahasa Arab pada madrasah harus dikembangkan dalam suasana
budaya dan karakter asli bangsa Indonesia. Pendidikan madrasah dikembangkan
untuk menyiapkan peserta didik berbudaya dan berkepribadian kuat yang mampu
beradaptasi dengan perkembangan zaman namun tetap tidak tercerabut dari akar
budaya bangsa;
2) Agama adalah seperangkat aturan dan konsepsi Ilahi untuk kebahagiaan dunia
sekaligus akhirat. Pandangan ini mengisyaratkan bahwa PAI dan Bahasa Arab harus
diorientasikan untuk menyiapkan peserta didik dalam menggapai kesejahteraan di
dunia sekaligus kebahagiaan di akhirat kelak. Bentuk implementasinya antara lain: (a)
aktivitas PAI dan Bahasa Arab tidak dipisahkan dari aktivitas ibadah, melainkan
dijalankan secara terpadu sebagai amal ibadah yang menyatu dalam ikhtiar duniawi,
(b) orientasi dan dorongan belajar peserta didik harus diarahkan untuk kesuksesan
dunia sekaligus kebahagiaan di akhirat kelak, (c) praktik pendidikan di madrasah harus
dijiwai dan diwarnai oleh nilai-nilai agama Islam, akhlak karimah dan sebagai bentuk
ibadah kepada Allah SWT. Pandangan ini relevan dengan upaya menghadapi
kecenderungan pola hidup masyarakat global yang semakin hedonismaterialistik dan
sekularistik tampa mengaitkan dengan kehidupan akhirat;
3) PAI sasaran utamanya adalah untuk melatih dan membentuk hati nurani yang bersih.
Jika hati nurani baik maka semua perilakunya akan menjadi baik. Sebaliknya jika
kondisi hati nurani buruk maka perilaku yang ditampilkan anggota tubuh lainnya juga
buruk (hadis). Pandangan ini mengharuskan implementasi kurikulum di madrasah
disertai dengan upaya sungguh-sungguh dan latihan (mujahadah-riyadlah) untuk
membersihkan diri dari akhlak tercela (takhliyah) dan sekaligus senantiasa menghiasi
diri dengan akhlak terpuji (tahliyah) melalui pembiasaan, pembudayaan dan
pemberdayaan;
4) Peserta didik adalah pewaris budaya bangsa yang kreatif. Menurut pandangan filosofi
ini, prestasi bangsa di berbagai bidang kehidupan di masa lampau adalah sesuatu
yang harus termuat dalam isi kurikulum untuk dipelajari peserta didik. Proses
pendidikan adalah suatu proses yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk
mengembangkan potensi dirinya menjadi kemampuan berpikir rasional, kreatif dan
inovatif dalam memberikan makna terhadap apa yang dilihat, didengar, dibaca,
dipelajari dari warisan budaya. Kurikulum juga memposisikan keunggulan warisan
budaya tersebut dipelajari untuk menimbulkan rasa bangga, diaplikasikan dan
dimanifestasikan dalam kehidupan pribadi, dalam interaksi sosial di masyarakat
sekitarnya, dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan dalam kehidupan gelobal
masa kini;
5) Guru adalah orang yang bisa "digugu dan ditiru". Ucapannya bisa diterima dan
prilakunya bisa diteladani. Guru adalah sosok teladan yang baik. Falsafah ini
mengisyaratkan bahwa tranformasi dan internalisasi nilai-nilai agama dalam diri
peserta didik utamanya adalah melalui keteladanan guru. Cara berfikir, bersikap dan
3
bertindak seorang guru harus bisa menjadi model terbaik bagi peserta didik dalam
kehidupan sehari-hari sehingga memungkinkan nilai-niai akhlak mulia dapat
terinternalissi dalam diri peserta didik melalui intraksi dengan guru selama proses
pendidikan.
Hal-hal yang telah disebutkan diatas dapat kita temukan pada kompetensi inti yang
terdapat pada K-13, sebagai contoh KI pada kelas X yang berbunyi:
KI 1, menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya, KI 2, menghayati
dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, (gotong royong,
kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan pro-aktif dan menunjukkan sikap
sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara
efektif dengan lingkuna sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai
cerminan bangsa dalam pergaulan dunia. KI 3, memahami, menerapkan, dan
menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa
ingintahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora
dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait
penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada
bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan
masalah. KI 4, mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan rana abstrak
terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di madrasah secara mandiri, dan
mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.

b. Landasar Sosiologis
Kurikulum PAI dan Bahasa Arab dikembangkan atas dasar kebutuhan akan
perubahan rancangan dan proses pendidikan dalam rangka memenuhi dinamika
kehidupan keberagamaan, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. PAI dan
Bahasa Arab di madrasah dirancang untuk mendukung terwujudnya madrasah
sebagai agent of change (agen perubahan) dan social reconstruction (rekonstruksi
sosial) untuk menyiapkan peserta didik yang memiliki sikap moderasi keberagamaan
dan berkontribusi secara optimal dalam upaya membangun knowledge-basedsociety
(masyarakat berbasis pengetahuan) dalam bingkai Negara Kesatuan Republik
Indonesia. PAI dan Bahasa Arab diharapkan tidak hanya menjadikan peserta didik
sebagai pribadi yang tekun beribadah akan tetapi juga memiliki kepekaan sosial serta
berkontribusi membangun masyarakat yang sejahtera dan berkeadilan.

c. Landasan Psikopedagogis
Kurikulum PAI dan Bahasa Arab dimaksudkan untuk memenuhi tuntutan
perwujudan konsepsi pendidikan yang bersumbu pada perkembangan peserta didik
beserta konteks kehidupannya sebagaimana dimaknai dalam konsepsi pedagogik
transformatif. Konsepsi ini menuntut bahwa kurikulum hams didudukkan sebagai
wahana pendewasaan peserta didik sesuai dengan perkembangan psikologisnya dan
mendapatkan perlakuan pedagogis sesuai dengan konteks lingkungan dan
zamannya.
Kurikulum PAI dan Bahasa Arab tidak mungkin lagi hanya menitikberatkan pada
aspek pengetahuan. Kurikulum PAI dan Bahasa Arab harus mencakup tiga aspek
(kognitif, afektif dan psikomotorik) sekaligus secara berimbang sesuai dengan
perkembangan psikologi peserta didik. Lebih dari itu, penguasaan substansi mata
pelajaran PAI dan Bahasa Arab tidak lagi ditekankan pada pemahaman konsep yang
steril dari kehidupan masyarakat melainkan pembangunan pengetahuan melalui
pembelajaran otentik. Dengan demikian kurikulum PAI dan Bahasa Arab selain
mencerminkan muatan pengetahuan sebagai bagian dari peradaban manusia, juga
mewujudkan proses pembelajaran dan pembudayaan peserta didik sepanjang hayat.
4
d. Landasan Teoritik
Kurikulum PAI dan Bahasa Arab pada madrasah dikembangkan atas teori
standard based education (pendidikan berbasis standar) dan teori competency based
curriculum (kurikulum berbasis kompetensi). Pendidikan berbasis standar
menetapkan adanya standar nasional sebagai kualitas minimal warga negara yang
dirinci menjadi standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar
pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar
pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Kurikulum ini
dirancang untuk memberikan pengalaman belajar seluas-luasnya bagi peserta didik
dalam mengembangkan kemampuan untuk bersikap, berpengetahuan,
berketerampilan, dan bertindak hingga berkarakter.
Dengan demikian, kurikulum PAI dan Bahasa Arab menganut: (1) pembelajaran
yang dilakukan guru dalam bentuk proses yang dikembangkan berupa kegiatan
pembelajaran di madrasah, kelas dan masyarakat, (2) pengalaman belajar langsung
peserta didik (learned-curriculum) sesuai dengan latar belakang, karakteristik dan
kemampuan awal peserta didik. Pengalaman belajar langsung individual peserta
didik menjadi hasil belajar bagi dirinya, sedangkan hasil belajar seluruh peserta didik
menjadi hasil kurikulum dan (3) pengalaman pembelajaran PAI dan Bahasa Arab
melalui pembiasaan, pembudayaan dan pemberdayaan nilainilai agama Islam yang
dikembangkan dalam kolaborasi sinergi lingkungan madrasah, keluarga dan
masyarakat.
Hal ini dibuktikan dengan menampilkannya berbagai macam materi yang sesuai
dengan kebutuhan peserta didik di jenjang tersebut, khususnya dalam hal ini jenjang
madrasah aliyah, baik kebutuhan sosial, karir, fase pertumbuhan, dan khususnya
beragama yang mempunyai nilai khusus di masa tersebut.

2. Analisis kognitif PAI SMA


Akumulasi kompetensi dasar aspek kognitif dalam mata pelajaran PAI tingkat
SMA kelas X, XI, dan XII ditemukan 33 butir menganalisis (C4) atau 100 % dan 11
mengevaluasi (C5) atau 3,3333333%. Selanjutnya jika dihubungkan dengan Taksonomi
Bloom hasil revisi Lorin Anderson dan David Krathwohl, disebutkan bahwa C1
(mengetahui), C2 (memahami), dan C3 (menerapkan) termasuk keterampilan berpikir
tingkat bawah (LOTS), sedangkan C4 (menganalisis), C5 (mengevaluasi), dan C6
(mencipta) adalah kemampuan berpikir tingkat atas (HOTS).1
Berdasarkan HOTs (Higher Order Thinking skill) memiliki cara yang khas. Level
kemampuan ini mencakup kemampuan atau keterampilan siswa dalam menganalisis,
mengevaluasi, dan mencipta. Indikator keterampilan menganalisis, mengevaluasi dan
mencipta didasarkan pada teori yang dipaparkan dalam revisi Taksonomi Bloom. 2
Sehingga dapat disimpulkan, bahwa proses kognitf mata pelajaran Akidah Akhlak tingkat
MA ini berada pada level keterampilan berfikir tingkat tinggi atau HOTs pada kompetensi
C4 sebesar 100 % dan C5 sebesar 3,333333 %.
Sedangkan berdasarkan Psikologi Perkembangan, semua tugas perkembangan pada
masa remaja dipusatkan pada pusaka penanggulangan sikap dan pola perilaku kekanak-

1
Fuaddilah Ali Sofyan, Implementasi Hots pada Kurikulum 2013, Jurnal Inventa Vol III. No 1 Maret 2019, hal. 4
2
R Arifin Nugroho, HOTs – Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi: Konsep, Pembelajaran, Penilaian, dan Soal-
soal, (Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2018), Hlm. 20.
5
kanakan dan mengadakan persiapan untuk menghadapi masa dewasa.3Artinya pada masa
ini, seorang murid SMA diharapkan mampu belajar mandiri serta belajar untuk bersikap,
berperilaku dan berpikir lebih baik dari masa sebelumnya. Hal ini sesuai dengan penerapan
pada kurikulum PAI SMA yang meninggikan prosentase menganalisis. Siswa diharapkan
mampu menganalisis dengan pola pikirnya untuk menyesuaikan diri dikehidupan
berikutnya. Semakin kritis pola pikirnya maka semakin matang pula masa remajanya yang
siap menghadapi masa dewasa nanti.
Perlu diperhatikan juga, meningkatkan prosentase menerapkan dan mengevaluasi
akan mendekati kesempurnaan dalam perdidikan siswa. Bukan hanya perihal pola
pikirnya, melainkan dengan pola tingkahnya. Dengan penerapan materi-materi yang baik,
siswa akan merasakan terbiasa dalam pola tingkah kesehariannya, dan dengan
mengevaluasi siswa akan terbiasa dalam mengevaluasi dirinya atas kekurangan atau
kesalahannya agar tidak terulang dikemudian hari. Siswa SMA sejatinya adalah telah
memasuki usia remaja, yaitu tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak berakhir,
ditandai dengan pertumbuhan fisik yang cepat. Masa remaja adalah masa yang penuh
dengan kegoncangan jiwa, masa dalam peralihan atau di atas jembatan goyang, yang
menghubungkan masa kanak-kanak yang penuh kebergantungan dengan masa remaja yang
matang dan berdiri sendiri.4
Namun, hal ini harus diperhatikan pula dalam pengaplikasian terhadap pola pikir
yang telah matang tersebut. Karena menurut Hurlock yang dikutip oleh Abubakar dan
Ngalimun dalam bukunya, ada beberapa masalah yang dialami remaja dalam memenuhi
tugas-tugasnyam, yaitu pertama masalah pribadi, masalah-masalah yang berhubungan
dengan situasi dan kondisi di rumah, sekolah, kondisi fisik, penampilan, emosi,
penyesuaian sosial, tugas dan nilai-nilai. Kedua, masalah khas remaja, yaitu masalah yang
timbul akibat status yang tidak jelas pada remaja, seperti masalah pencapaian kemandirian,
kesalahpahaman, atau penilalian berdasarkan stereotip yang keliru, adanya hak-hak yang
lebih sedikit kewajiban dibebankan oleh orangtua. 5 Hal ini perlu diperhatikan demi
terwujudnya tujuan kurikulum yang telah dibentuk.
Oleh sebab itu, demi terwujudnya kesempurnaan PAI siswa-siswi SMA, bukan
hanya tugas guru dengan kurikulum semata, melainkan peran orangtua pun perlu
diperhatikan. Hal ini sama seperti yang dikemukakan oleh Yudrik dalam buku Psikologi
Perkembangan, bahwa orang tua hendaknya menyadari pernannya sebagai orangtua, di
mana dengan menjadi orangtua yang baik dengan cara mengerti, memahami anaknya, dan
memotivasi serta memberikan perhatian yang cukup. Sangat penting orang tua dalam
mendidik anaknya dalam suatu keluarga serta memberi perhatian penuh, apalagi pada usia
atau masa-masa remaja yang rentan terhadap perilaku menyimpang. Bahwa dengan berada
di lingkungan yang baik, maka kemungkinan besar seorang anak dapat tumbuh dan
berkembang pula menjadi baik.6
Selain itu, hal-hal yang mendorong peserta didik untuk berinteraksi dalam
pembelajaran juga harus distimuluskan. Interaksi Individu dengan orang lain memainkan
peranan penting dalam mengembangkan pandangannya terhadap alam.7 Melalui
3
Abubakar dan Ngalimun, Psikologi Perkembangan (Konsep Dasar Pengembangan Kretivitas Anak),
(Yogyakarta: Penerbit K-Media, 2019), Hlm. 71.
4
Heny Narendrany dan Andri Yudiantoro, 2007, Psikologi Agama, Jakarta: UIN Jakarta Press. Hlm. 103.
5
Abubakar dan Ngalimun, Op.Cit., Hlm. 94
6
Yudrik Jahja, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: PRENADAMEDIA, 2015), Cet-4, Hlm. 243.
7
Mustakim dan Abdul Wahab, Psikologi pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), hlm. 34.
6
pertukaran ide-ide dengan orang lain, individu yang tadinya memiliki pandangan subyektif
terhadap sesuatu yang diamatinya akan berubah pandangannya menjadi obyektif
Menurut Jeffrey, kita juga perlu mencatat bahwa otak remaja masih dalam
pematangan, termasuk bagian otak yang disebut korteks prefrontal yang berperan untuk
mengerem perilaku berisiko atau implusif. Ini bukan berarti bahwa remaja tidak bisa
berpikir seacara logis atau rasional. Melainkan, mereka lebih cenderung bertindak secara
impulsif berdasarkan naluri, tanpa sepenuhnya memahami atau menganalisis akibat dari
tindakan mereka.8 Oleh sebab itu, penekanan C4 dan C5 pada tabel di atas sangatlah tepat,
karena untuk melatih peserta didik untuk menganalisis suatu masalah
Piaget mengemukakan bahwa, perkembangan kognitif memiliki peran yang sangat
penting dalam proses belajar. Perkembangan kognitif pada dasarnya merupakan proses
mental. Proses mental tersebut pada hakekatnya merupakan perkembangan kemampuan
penalaran logis (development of ability to respon logically).9 Bagi Piaget, berfikir dalam
proses mental tersebut jauh lebih penting dari sekedar mengerti. Semakin bertambah umur
seseorang, maka semakin kompleks susunan sel sarafnya dan semakin meningkat pula
kemampuan kognitifnya.10 Proses perkembangan mental bersifat universal dalam tahapan
yang umumnya sama, namun dengan berbagai cara ditemukan adanya perbedaan
penampilan kognitif pada tiap kelompok manusia.
Ada beberapa hal penting yang diambil terkait teori kognitif sebagaimana
dikemukakan oleh Piaget, diantaranya adalah:
1. Individu dapat mengembangkan pengetahuannya sendiri
Yang menjadi titik pusat dari teori belajar kognitif Piaget ialah individu mampu
mengalami kemajuan tingkat perkembangan kognitif atau pengetahuan ke tingkat yang
lebih tinggi. Maksudnya adalah pengetahuan yang dimiliki oleh setiap individu dapat
dibentuk dan dikembangkan oleh individu sendiri melalui interaksi dengan lingkungan yang
terus-menerus dan selalu berubah. Dalam berinteraksi dengan lingkungan tersebut, individu
mampu beradaptasi dan mengorganisasikan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan
dalam struktur kognitifnya, pengetahuan, wawasan dan pemahamannya semakin
berkembang. Atau dengan kata lain, individu dapat pintar dengan belajar sendiri dari
lingkungannya.
Walaupun demikian, pengetahuan yang diperoleh individu melalui interaksi dengan
lingkungan, adakalanya tidak persis sama dengan apa yang diperoleh dari lingkungan itu.
Individu mampu mengembangkan pengetahuannya sendiri, mampu memodivikasi
pengalaman yang diperoleh dari lingkungan, sehingga melahirkan pengetahuan atau
temuan-temuan baru. Hal ini terbukti banyak ilmuwan yang menghasilkan temuan-temuan
baru yang selama ini tidak dipelajari di bangku sekolah. Oleh karena itu, proses pendidikan
bukan hanya sekedar transfer of knowledge, tetapi juga bagaimana merangsang struktur
kognitif inadividu sehingga mampu melahirkan pengetahuan dan temuan-temuan baru.

2. Individualisasi dalam pembelajaran


Dalam proses pembelajaran, perlakuan terhadap individu harus didasarkan pada
8
Jeffrey S Nevid, Masa Remaja dan Masa Dewasa: Konsepsi dan Aplikasi Psikologi, (Penerbit Nusamedia, 2021),
Hlm. 9.
9
Endang Purwanti Nur Widodo, Perkembangan Peserta Didik, (Malang: UMM Press, 2005), Hlm. 40.
10
Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah,
(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012), Hlm. 199.
7
perkembangan kognitifnya. Atau dengan kata lain, dalam proses pembelajaran harus
disesuaikan dengan tingkat perkembangan individu. Belajar akan lebih berhasil apabila
disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Hal ini disebabkan karena
setiap tahap perkembangan kognitif memiliki karakteristik berbeda-beda. Susunan saraf
seorang akan semakin kompleks seiring dengan bertambahnya umur. Hal ini
memungkinkan kemampuannya semakin meningkat. Oleh karena itu, dalam proses belajar
seseorang akan mengikuti pola dan tahap perkembangan tertentu sesuai dengan umurnya.
Penjenjangan ini bersifat hirarki, yaitu melalui tahap-tahap tertentu sesuai dengan umurnya.
Seseorang tidak dapat mempelajari sesuatu yang di luar kemampuan kognitifnya.11
Dominasi pada menganalisis (C4) pada tabel di atas secara garis besar dilandasi oleh
teori kognitif yang diusungkan Piaget, bahwa sanya usia remaja ini termasuk dalam tahapan
operasional Formal. Yaitu periode terakhir perkembangan kognitif dalam teori Piaget.
Tahap ini mulai dialami anak dalam usia 11 tahun (saat pubertas) dan terus berlanjut sampai
dewasa. Karakteristik tahap ini ialah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara
abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Dalam
tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan nilai. Ia tidak
melihat segala sesuatu hanya dalam bentuk hitam dan putih, namun ada “gradasi abu-abu”
di antaranya. Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini muncul saat pubertas (saat terjadi
berbagai perubahan besar lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis,
kognitif, penalaran moral, perkembangan psikoseksual, dan perkembangan sosial. Beberapa
orang tidak sepenuhnya mencapai perkem bangan sampai tahap ini, sehingga ia tidak
mempunyai keterampilan berpikir sebagai seorang dewasa dan tetap menggunakan
penalaran dari tahap operasional konkrit.12
Penekanan C4 dan C5 pada tabel di atas, diharapkan peserta didik akan belajar
dengan menemukan suatu hal berdasarkan yang pengaplikasian kompetensi dasar tersebut.
Seperti yang teori kognisi yang dipaparkan oleh J. S Bruner, yang menekankan pada cara
individu mengorganisasikan apa yang telah dialami dan dipelajari, sehingga individu
mampu menemukan dan mengembangkan sendiri konsep, teori-teori dan prinsip-prinsip
melalui contoh-contoh yang dijumpai dalam kehidupannya.13 Untuk meningkatkan proses
belajar,menurut Bruner diperlukan lingkungan yang dinamakan “discovery learnig
envoirment” atau lingkungan yang mendukung individu untuk melakukan eksplorasi dan
penemuan-penemuan baru.
Belajar penemuan (discovery learning) merupakan salah satu model pembelajaran
atau belajar kognitif yang dikembangkan oleh Bruner. Menurut Bruner, belajar bermakna
hanya dapat terjadi melalui belajar penemuan yang terjadi dalam proses belajar. Guru harus
menciptakan situasi belajar yang problematis, menstimulus siswa dengan pertanyaan-
pertanyaan, mencari jawaban sendiri dan melakukan eksperimen. Bentuk lain dari belajar
penemuan adalah guru menyajikan contoh-contoh dan siswa bekerja dengan contoh tersebut
sampai dapat menemukan sendiri dan melakukan eksperimen.14
Oleh sebab itu, dikarenakan masa remaja adalah masa yang kompleks maka perlu
diperhatikan untuk perkembangan kognisi peserta didik SMA dalam hal ini yaitu para
11
Al Rasyidin & Wahyu Nur Nasution, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Medan: Perdana Publishing, 2011),
Hlm. 33.
12
Yudrik Jaha, Op.Cit, Hlm. 118.
13
Made Pidarta, Landasan Kependidika: Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta,
1997), hlm. 205.
14
Ida Bagus Putrayasa, Landasan Pembelajaran, (Bali: Undiksha Press, 2013), hlm. 66.
8
remaja. Penekanan C4 dan pada kompetensi dasar PAI di SMA ini diharapkan mampu
mengembangkan segala aspek yang sedang dialami peserta didik, terutama dalam
kemampuan kognisi yang dilatih untuk menganalisis melalui pembelajaran berbagai materi
yang disajikan.

3. Analisis KD – Materi Buku PAI SMA

Tabel Analisis Kesesuaian Materi Buku siswa PAI SMA terhadap KD

NO. Kompetensi Dasar Materi Buku Siswa PAI SMA Keterangan


Kelas XI
1. menganalisis makna Q.S. Beriman Kepada Kitab-kitab Allah SESUAI
alMaidah/5 : 48; Q.S. an-Nisa/4: Swt (KD 3.3)
59, dan Q.S. at-Taubah/9 : 105,
serta Hadis tentang taat pada
aturan, kompetisi dalam
kebaikan, dan etos kerja

2. menganalisis makna Q.S. Berani Hidup Jujur SESUAI


Yunus/10 : 40-41 dan Q.S. al- (KD 3.5)
Maidah/5 : 32, serta Hadis
tentang toleransi, rukun, dan
menghindarkan diri dari tindak
kekerasan

3. menganalisis makna iman Melaksanakan Pengurusan Jenazah SESUAI


kepada kitab-kitab Allah Swt. (KD 3.7)

4. menganalisis makna iman Saling Menasihati dalam Islam SESUAI


kepada rasul-rasul Allah Swt. (KD 3.8)
5. menganalisis makna syaja’ah Masa Kejayaan Islam SESUAI
(berani membela kebenaran) (KD 3.10)
dalam kehidupan sehari-hari
6. menganalisis perilaku hormat Perilaku Taat, Kompetisi dalam SESUAI
dan patuh kepada orangtua dan Kebaikan, dan Etos Kerja (KD 3.1)
guru
7. menganalisis pelaksanaan Rasul-Rasul Kekasih Allah Swt. SESUAI
penyelenggaraan jenazah (KD 3.4)
8. menganalisis pelaksanaan Menghormati dan Menyayangi Orang SESUAI
khutbah, tablig, dan dakwah Tua dan Guru (KD 3.6)
9. menelaah prinsip-prinsip dan Prinsip dan Praktik Ekonomi Islam SESUAI
praktik ekonomi dalam Islam (KD 3.9)
10. menelaah perkembangan Pembaru Islam SESUAI
peradaban Islam pada masa (KD 3.11)
kejayaan
9
11. menelaah perkembangan Islam Toleransi sebagai Alat Pemersatu SESUAI
pada masa modern (1800- Bangsa (KD 3.2)
sekarang)

Berdasarkan tabel di atas dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa penyusunan materi
yang ada pada buku siswa PAI SMA kelas XI 100% sesuai, hanya susunan atau urutan materi
saja yang tidak berurutan sebagaimana urutan KD.
Siswa kelas 11 termasuk pada fase remaja. Kekuatan pemikiran remaja yang sedang
berkembang membuka cakrawala kognitif dan cakrawala sosial yang baru. Pemikiran mereka semakin
abstrak, logis, dan idealistis; lebih mampu menguji pemikiran diri sendiri, pemikiran orang lain dan apa
yang orang lain dan apa yang orang lain pikirkan tentang mereka.
Perkembangan anak sangat dipengaruhi oleh stimulus yang di berikan pada anak tersebut, semakin
banyak anak mendapatkan stimulus, semakin banyak anak belejar hal baru dan mengakibatkan semakin kuat
juga sinopsis neuron yang ada di dalam otak anak, hal tersebut dapat merangsang anak tumbuh dengan
kemampuan yang jauh lebih baik dan optimal.15
Materi yang disajikan pada tabel di atas penulis anggap bisa diterapkan pada siswa SMA kelas 11.
Namun seperti yang narasi di atas dijelaskan bahwa masa remaja sangat membutuhkan stimulus untuk
kematangan pemahaman mereka, sedangkan penulis anggap buku ini seharusnya bisa menciptakan stimulus
yang lebih baik terutama pada zaman sekarang ini teknologi sudah berkembang pesat. Penulis dapat
menyarankan pada pengenalan materi di awal pembahasan bisa disisipkan bar code yang dapat
mengantarkan siswa kepada video interaktif atau bisa diarahkan pada link-link yang bermuatkan media
visual, audio, maupun video yang menarik lainnya.

15
Latifah Nur Ahyani, PSIKOLOGI PERKEMBANGAN ANAK DAN REMAJA, (Medan: Badan Penerbit Universitas
Muria Kudus, 2018) hlm. 89
10
LAMPIRAN

Gambar. Buku Pendidikan Agama 11 Islam dan Budi Pekerti/Kementerian


Pendidikan dan Kebudayaan.-- . Edisi Revisi Jakarta: Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan, 2017
Gambar 2. Buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti/Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan.-- . Edisi Revisi Jakarta: Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan, 2017

12
Gambar 3. Menggunakan Gambar Bebas dan QR Code pada Buku
Sekolah Cetak sebagai Stimulus.

13

Anda mungkin juga menyukai