Anda di halaman 1dari 25

 

BAB 1
PENDAHULUAN  
1.1. Latar Belakang

Rumah Sakit merupakan salah satu tatanan institusi


insti tusi kesehatan yang perkembangannya

sangat pesat sebagai sarana pelayanan kesehatan, maka di Rumah Sakit terjadi interaksi
antara penderita, petugas dan keluarganya serta lingkungan Rumah Sakit yang cukup
komplek dan akan memberikan andil terhadap citra Rumah Sakit di Masyrakat. Perubahan
cara pandang arah pembangunan kesehatan menuju paradigma kesehatan menjadi kebijakan
semua tatanan kesehatan termasuk Rumah Sakit dalam memberikan pelayanan kesehatan
kepada masyarakat.
Promosi Kesehatan di Rumah Sakit atau lebih di kenal dengan istilah penyuluhan
kesehatan masyarakat Rumah Sakit disingkat PKRS merupakan salah satu bentuk pelayanan
yang sejalan mendukung arah pembangunan kesehatan. Promosi kesehatan di Rumah Sakit

 berdasarkan arus pasien meliputi lingkup promosi kesehatan di luar Rumah Sakit dan
 promosi Rumah Sakit itu
i tu sendiri. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat keluarga di Rumah Sakit
dapat meningkatkan mutu layanan Rumah Sakit melalui pencegahan dan pengendalian
infeksi (Pusat Promosi Kesehatan Departemen Kesehatan RI,2007)
Salah satu kunci keberhasilan dari pelaksanaan promosi kesehatan Rumah Sakit
(PKRS) adalah penampilan kepribadian petugas untuk menjalin hubungan antar manusia
dalam melakukan interaksi sosial baik dengan klien atau keluarga. Masyarakat yang
menerima pelayanan medis dan kesehatan di Rumah Sakit diharapkan kepada risiko
terinfeksi kecuali kalau dilakukan kewaspadaan untuk mencegah terjadinya infeksi. Infeksi

Rumah Sakit (Nosokomial) merupakan masalah yang penting diseluruh dunia dan terus
meningkat. Umpamanya tingkat infeksi nosokomial berkisar dari 1% di berapa Negara di
Eropa dan Amerika sampai lebih dari 40% di Asia, Amerika latin dan Afrika Sahara
(panduan pencegahan infeksi untuk fasilitas pelayanan kesehatan dengan sumber daya
terbatas)
Menurut Sedyaningsih (2011), kasus infeksi nosokomial atau infeksi yang terjadi
ketika pasien dirawat di Rumah Sakit di seluruh dunia rata-rata sembilan persen dari 1,4 juta
 pasien rawat inap. Meski di Indonesia, data
dat a akurat tentang angka kejadian infeksi nosokomial
di Rumah Sakit belum ada, tetapi, kasus ini menjadi masalah serius. "Infeksi nosokomial

 persoalan serius yang bisa menyebabkan langsung


la ngsung maupun tidak langsung kematian pasien.

1
 

Kasus infeksi ini terjadi karena masih rendahnya standar pelayanan Rumah Sakit atau
 puskesmas (Kemenkes, 2011)
Data survei Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Instansi Kesehatan setiap
 provinsi tahun 2004 menunjukkan masih di bawah 50% dari instansi kesehatan di provinsi
yang sudah baik pelaksanaan PHBS-nya (DepKes, 2004). Perlunya pembinaan PHBS di

Rumah Sakit sangat diperlukan sebagai salah satu upaya untuk mencegah penularan penyakit
dan mewujudkan Instansi Kesehatan Sehat. Untuk melaksanakan hal tersebut diatas promosi
kesehatan di Rumah Sakit (PKRS) sangat diperlukan. PKRS berusaha mengembangkan
 pengertian pasien, keluarga, dan pengunjung Rumah Sakit tentang penyakit dan
 pencegahannya. Selain itu, promosi kesehatan di Rumah Sakit juga berusaha menggugah
kesadaran dan minat pasien, keluarga, dan pengunjung Rumah Sakit untuk berperan secara
 positif dalam usaha penyembuhan dan pencegahan penyakit. Oleh karena itu, promosi
kesehatan di Rumah Sakit merupakan bagian yang tidak terpisah dari program pelayanan
kesehatan di Rumah Sakit (Kemenkes RI, 2010).

Metode promosi kesehatan seperti kegiatan penyuluhan, penyebaran leaflet ,


 pembuatan poster-poster
poster-poste r terbukti cukup berpengaruh terhadap perubahan perilaku seseorang
dalam menjaga kesehatan pribadi dan lingkungannya. Penelitian Suci Hati (2008) di
Patumbak, Deli Serdang menunjukkan ada pengaruh strategi promosi kesehatan terhadap
tingkat PHBS pada tatanan rumah tangga. Faktor yang paling berpengaruh dalam penelitian
ini adalah pemberdayaan masyarakat. Penelitian ini menunjukkan, jika sebuah kelompok
diberdayakan dengan baik, akan lebih memudahkan tujuan pencapaian dari promosi
kesehatan tersebut
Di Rumah Sakit PHBS dilakukan dengan cara membuang sampah pada tempatnya

serta tidak meludah dilantai (Karkhi, 2011). Strategi promosi kesehatan di Rumah Sakit atau
PKRS seperti telah dijelaskan diatas, berusaha mengembangkan pengertian pasien, keluarga,
dan pengunjung Rumah Sakit tentang penyakit dan pencegahannya. Selain itu, promosi
kesehatan di Rumah Sakit juga berusaha menggugah kesadaran dan minat pasien, keluarga,
dan pengunjung Rumah Sakit untuk berperan secara positif dalam usaha penyembuhan dan
 pencegahan penyakit. Dengan melaksanakan promosi kesehatan di Rumah Sakit, berarti
keluarga pasien ataupun pengunjung telah diajak berperan serta secara
s ecara aktif dan diberdayakan
untuk meningkatkan PHBSnya. Kesadaran akan perilaku hidup bersih dan sehat yang rendah
dapat berakibat meningkatnya angka kejadian infeksi nosokomial. Untuk memperbaiki

tingkat PHBS ini diperlukan program kerja yang baik oleh PKRS. Selama ini belum pernah

2
 

dilakukan evaluasi terhadap kegiatan/program yang dilaksanakan PKRS terhadap


 peningkatan PHBS keluarga pasien
pasien di Rumah Sakit.

3
 

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Rumah Sakit

Rumah sakit dalam bahasa inggris disebut hospital. Kata hospital berasal dari kata

 bahasa latin hospital yang berarti tamu. Secara lebih luas kata itu bermakna menjamu para
tamu. Memang menurut sejarahnya, hospital atau rumah sakit adalah suatu lembaga yang
 bersifat kedermawanan (Charitable)
(Charitable),, untuk merawat pengungsi atau memberikan pendidikan
 bagi orang-orang yang kurang beruntung atau miskin, beru
berusia
sia lanjut, cacat, atau para pemuda.
Rumah sakit adalah sarana kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
secara merata dengan mengutamakan upaya penyembuhan penyakit dan pemulihan
kesehatan, yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan kesehatan
dan pencegahan penyakit dalam suatu tatanan rujukan, serta dapat dimanfaatkan untuk
 pendidikan tenaga dan penelitian. Rumah Sakit juga merupakan
mer upakan institusi yang dapat memberi

keteladan dalam budaya hidup bersih dan sehat serta kebersihan lingkungan (Depkes RI,
2003).

2.1.1 Fungsi Rumah Sakit

Adapun fungsi-fungsi yang harus diselenggarakan oleh Rumah Sakit adalah


adala h :
a.  Menyelenggarakan pelayanan medis, yang meliputi rawat jalan, rawat inap, rawat
darurat, bedah sentral, perawatan insentif, dan kegiatan pelayanan medis lain.
 b.  Menyelenggarakan pelayanan penunjang medis dan non medis, yang meliputi
radiologi, farmasi, gizi, rehabilitasi, medis, patologi klinis, patologi anatomi,
 pemulasaraan jenasah, pemeliharaan sarana rumah sakit, dan penunjang medis
lain.
c.  Menyelenggarakan pelayanan dan asuhan keperawatan.
d.  Menyelenggarakan pelayanan rujukan.
e.  Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan.
f.  Menyelenggarakan penelitian dan pengembangan.
g.  Menyelenggarakan administrasi umum dan keuangan.

2.2 Promosi Kesehatan 

Berdasarkan WHO promosi kesehatan adalah suatu proses yang bertujuan memungkinkan

individu meningkatkan kontrol terhadap kesehatan dan meningkatkan kesehatannya berbasis


filosofi yang jelas mengenai pemberdayaan diri sendiri (self empowerment) ”promosi

4
 

kesehatan adalah kombinasi berbagai dukungan menyangkut pendidikan, organisasi,


kebijakan dan peraturan perundang-undangan untuk perubahan lingkungan dan perilaku yang
menguntungkan kesehatan” (Maulana, 2009).
Promosi Kesehatan Rumah Sakit adalah bagian dari pendidikan kesehatan dengan
memberi informasi tentang kesehatan kepada pasien, keluarga pasien juga petugas yang

 bekerja di Rumah Sakit. Menurut Simnett (1994), promosi kesehatan adalah memperbaiki
kesehatan atau mendorong untuk menempatkan kesehatan sebagai kebutuhan yang lebih
tinggi pada agenda individu ataupun dalam masyarakat. Aspek promosi kesehatan yang
mendasar bertujuan untuk melakukan pemberdayaan sehingga orang memiliki keinginan
lebih besar terhadap aspek kehidupan yang mempengaruhi kesehatan. Dengan peningkatan
 pengetahuan maka informasi masalah kesehatan akan membantu individu maupun
masyarakat untuk tanggap dengan masalah kesehatannya dan cepat bertindak untuk mencari
tahu ke tempat pelayanan
pela yanan kesehatan atau untuk mendapatkan pengobatan (Hartono, 2010)
Promosi kesehatan dilakukan dengan perencanaan melalui tahap analisis untuk

mengetahui permasalahan dan apa yang menjadi penyebabnya. Dengan melakukan


identifikasi permasalahan dan penyebabnya, dilakukan penyusunan program agar dapat
dilakukan penyelesaian permasalahan tersebut (Dignan dan Carr , 1992).
Sesuai dengan perkembangan promosi kesehatan, WHO memberi pengertian bahwa
 promosi kesehatan merupakan“
merupakan“ the process of enabling individuals and communities to
increase control over the determinants of health and thereby improve their health “ (proses
mengupayakan individu-individu dan masyarakat untuk meningkatkan kemampuan dalam
mengendalikan faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan, dengan demikian meningkatkan
derajat kesehatan). Di Indonesia promosi kesehatan dirumuskan sebagai “ upaya untuk

meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk, dan bersama
masyarakat agar dapat menolong dirinya sendiri serta mengembangkan kegiatan yang
bersumber daya masyarakat sesuai sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan
 publikk yang berwawasan kesehatan “ (Depkes RI, 2005).
 publi

2.2.1 Promosi Kesehatan oleh Rumah Sakit


Jika promosi kesehatan Rumah Sakit di tetapkan diRumah Sakit, maka dapat dibuat
rumusan sebagai berikut : Promosi Kesehatan Rumah Sakit (PKRS) adalah upaya Rumah
Sakit meningkatkan kemampuan pasien kelompok masyarakat agar dapat mandiri dalam
mempercepat kesembuhan dan reabilitasinya, klien dan kelompok-kelompok masyarakat

dapat mandiri dalam meningkatkan kesehatan, mencegah masalah-masalah kesehatan dan

5
 

mengembangkan upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat sesuai sosial budaya mereka


serta didukung kebijakan publik yang berwawasan Kesehatan (Depkes RI 2008).
Sebagaimana tercantum dalam keputusan menteri Nomor 1114/MENKES/SK/VII/2005
tentang pedoman pelaksanaan Promosi Kesehatan di Daerah, Promosi Kesehatan adalah
upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk,

dan bersama masyarakat, agar mereka dapat menolong diri sendiri, serta mengembangkan
kegiatan yang bersumber daya masyarakat, sesuai sosial budaya setempat dan didukung
kebijakan publik yang berwawasan kesehatan.
Menolong diri sendiri artinya masyarakat mampu menghadapi masalah-masalah
kesehatan potensial (yang mengancam) dengan cara mencegahnya, dan mengatasi masalah-
masalah kesehatan yang sudah terjadinya dengan cara menanganinya secara efektif serta
efisian. Dengan kata lain, masyarakat mampu berperilaku hidup bersih dan sehat dalam
rangka memecahkan masalah-masalah kesehatan yang dihadapinya (problem Solving), baik
masalah-masalah kesehatan yang sudah diderita maupun yang potensial (mengancam), secara

mandiri (dalam batas-batas Tertentu). (Depkes RI,


R I, 2008).
Jika definisi itu diterapkan di Rumah Sakit, maka dapat dibuat rumusan sebagai
 berikut ”promosi kesahatan oleh Rumah
Rumah Sakit (PKRS) adalah upaya RS untuk meningkatkan
kemampuan pasien, klien, dan kelompok-kelompok masyarakat, agar pasien dapat mandiri
dalam mempercepat kesembuhan dan rehabilitasinya, klien dan kelompok-kelompok
masyarakat dapat mandiri dalam meningkatkan kesehatan, mencegah masalah-masalah
kesehatan dan mengembangkan upaya kesehatan bersumber daya masyarakat, melalui
 pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama mereka sesuai sosial budaya mereka serta
didukung kebijakan publik yang berwawasan kesehatan.” (Depkes
(D epkes RI, 2008).

Menurut Doherty (1997) dalam Agustin (2003), menyatakan bahwa beberapa alasan
mengapa Rumah Sakit dianggap perlu melaksanakan penyuluhan atau promosi kesehatan
adalah sebagai berikut :
a.  Karyawan Rumah Sakit berada pada posisi yang paling tepat untuk memberikan
 penyuluhan kesehatan karena pasien dan keluarganya saling berada pada keadaan
dimana mereka akan paling memperhatikan pesan-pesan dari penyuluhan.
 b.  Bila dimanfaatkan dengan tepat maka sistem informasi di Rumah Sakit akan dapat
mendeteksi perubahan angka morbiditas yang berkaitan
berkait an dengan perubahan pola hidup,
 perilaku masyarakat setempat atau karena pencemaran lingkungan.

c.  Sebagai suatu organisasi yang memiliki banyak karyawan dan sebagai pusat
sumberdaya untuk wilayahnya, maka Rumah Sakit mempunyai tanggung jawab moral

6
 

untuk meningkatkan dan menjaga kesehatan karyawannya agar dapat menjadi teladan
masyarakat di wilayah cakupannya.
d.  Karena relatif banyaknya karyawan Rumah Sakit dengan keluarganya, maka mereka
 paling cocok untuk dijadikan panutan bagi masyarakat luas dalam segi perilaku
peril aku hidup
sehat, keselamatan dan keamanan kerja, serta kesehatan lingkungan.

e.  Sebagai suatu instansi yang relatif besar dan dihormati dilingkungan sekitarnya, maka
 pesan-pesan dari Rumah Sakit dalam penyuluhan kesehatan akan memiliki bobot
yang jauh lebih besar daripada instansi lain.
f.  Sebagai pusat sumberdaya untuk jaringan rujukannya, kerjasama Rumah Sakit dengan
fasilitas pelayanan kesehatan lain diwilayahnya, dalam hal penyuluhan atau promosi
kesehatan, akan memberi dampak dan cakupan yang lebih luas.

2.2.2 Tujuan Promosi Kesehatan di Rumah Sakit


Menurut (Notoatmodjo, 2005) tujuan promosi kesehatan sesuai dengan sasaran-sasarannya
yaitu :

1)  Bagi Pasien :


a.  Mengembangkan perilaku kesehatan (healthy behavior): promosi kesehatan di
rumah sakit mempunyai tujuan untuk mengembangkan pengetahuan sikap dan
 perilaku tentang kesehatan khususnya masalah penyakit yang diderita pasien.
Apabila pengetahuan, sikap, dan perilaku ini dipunyai oleh pasien, maka
 pengaruhnya antara lain:
1.  Mempercepat kesembuhan dan pemulihan pasien.
2.  Mencegah terserangnya penyakit yang sama atau mencegah kekambuhan
 penyakit.

3.  Mencegah terjadinya penularan penyakit kepada orang lain atau keluarga.
4.  Menyebarluaskan pengalamannya tentang proses penyembuhan kepada orang
lain, sehingga orang lain dapat belajar dari pasien tersebut.
 b.  Mengembangkan perilaku pemanfaatan fasilitas kesehatan.
2)  Bagi Keluarga
Keluarga adalah merupakan lingkungan sosial yang paling dekat dengan pasien.
Proses penyembuhan dan terutama pemulihan terjadi bukan hanya semata-mata
karena faktor Rumah Sakit, tetapi juga faktor keluarga. Oleh sebab itu promosi
kesehatan bagi keluarga pasien penting karena dapat:

a.  Membantu mempercepat proses penyembuhan pasien.

7
 

 b.  Keluarga tidak terserang atau tertular penyakit.


c.  Membantu agar tidak menularkan penyakitnya ke orang lain.
3)  Bagi Rumah Sakit
Pengalaman-pengalaman bagi rumah sakit yang telah melaksanakan promosi
kesehatan membuktikan bahwa mempunyai keuntungan bagi Rumah Sakit antara lain:
la in:

a.  Meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit.


 b.  Meningkatkan Citra Rumah Sakit.
c.  Meningkatkan angka hunian Rumah Sakit

2.2.3 Strategi Promosi Kesehatan Masyarakat


Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2006) Strategi Promosi
kesehatan diharapkan dapat dilaksanakan secara paripurna (komprehensif 
( komprehensif ) khususnya dalam
menciptakan perilaku baru. Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan telah menetapkan tiga
strategi dasar promosi kesehatan, yaitu: (1) advokasi; (2) gerakan pemberdayaan masyarakat
dan; (3) bina suasana yang diperkuat oleh kemitraan serta metode dan sarana komunikasi

yang tepat.
Advokasi menurut Hopkins dalam Notoatmodjo (2003) adalah usaha untuk
mempengaruhi kebijakan publik melalui bermacam-macam bentuk komunikasi persuasif.
Advokasi diartikan sebagai upaya atau proses yang strategis dan terencana untuk
mendapatkan komitmen dan dukungan dari pihak-pihak yang terkait ( stakeholders
 stakeholders).
). Bina
Suasana dijelaskan oleh Departemen Kesehatan (2006) sebagai upaya menciptakan opini atau
lingkungan sosial yang mendorong individu anggota masyarakat untuk mau melakukan
 perilaku yang diperkenalkan. Seseorang akan terdorong untuk mau melakukan sesuatu
apabila lingkungan sosial di mana pun ia berada memiliki opini yang positif terhadap

 perilaku tersebut. Selanjutnya pemberdayaan oleh Notoatmodjo (2003) didefinisikan sebagai


 proses pemberian informasi secara berkesinambungan mengikuti perkembangan sasaran,
serta proses membantu sasaran, agar sasaran tersebut berubah dari tidak tahu menjadi tahu
atau sadar (aspek knowledge
knowledge),
), dari tahu menjadi mau (aspek attitude
attitude),
), dan dari mau menjadi
mampu melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (aspek practice
(aspek  practice).
).
Promosi kesehatan di Rumah Sakit telah diselenggarakan sejak tahun 1994 dengan nama
 penyuluhan kesehatan masyarakat Rumah Sakit (PKRS). Seiring dengan perkembanganya,
 pada tahun 2003, istilah PKRS berubah menjadi Promosi Kesehatan Rumah Sakit (PKRS).
Berbagai kegiatan telah dilakukan untuk pengembangan PKRS seperti penyusunan pedoman

PKRS, advokasi dan sosialisasi PKRS kepada Direktur Rumah Sakit Pemerintah, Pelatihan

8
 

PKRS, pengembangan dan Distribusi media serta pengembangan model PKRS antara lain di
Rumah Sakit Pasar Rebo di Jakarta dan Syamsuddin, SH di Sukabumi. Namun demikian
 pelaksanaan PKRS dalam kurun waktu lebih dari 15 tahun belum memberikan hasil yang
maksimal dan kesinambungannya di Rumah Sakit tidak terjaga dengan baik tergantung pada
kuat tidaknya komitmen Direktur Rumah Sakit (www.Kemenkesstandarpkrs,
( www.Kemenkesstandarpkrs, 2010 ))..

Berdasarkan hal tersebut, beberapa Isu Strategi yang muncul dalam Promosi Kesehatan di
Rumah Sakit yaitu :
1.  Sebagian besar Rumah Sakit belum menjadikan PKRS sebagai salah satu kebijakan
upaya pelayanan kesehatan di Rumah Sakit.
2.  Sebagian besar Rumah Sakit belum memberikan hak pasien untuk mendapatkan
informasi tentang pencegahan dan pengobatan yang berhubungan dengan
 penyakitnya.
3.  Sebagian besar Rumah Sakit belum mewujudkan tempat kerja yang aman, bersih dan
sehat Sebagian besar Rumah Sakit kurang menggalang kemitraan untuk

meningkatkan upaya pelayanan yang bersifat Preventif dan Promotif


2.2.4 Sasaran Promosi Kesehatan Rumah Sakit 
Sasaran promosi kesehatan diarahkan pada individu/keluarga, masyarakat,
 pemerintah/lintas sektor/politis/swasta dan petugas atau pelaksana program.
1)  Individu/keluarga diharapkan
a.  memperoleh informasi kesehatan melalui berbagai saluran (baik langsung maupun
melalui media massa).
 b.  mempunyai pengetahuan dan kemauan untuk memelihara, meningkatkan dan
melindungi kesehatannya.

c.  mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).


d.   berperan serta dalam kegiatan sosial, khususnya yang berkaitan dengan lembaga
swadaya masyarakat (LSM) kesehatan.
2)  Masyarakat diharapkan
a.  menggalangkan potensi untuk mengembangkan gerakan atau upaya kesehatan.
 b.  Bergotong royong mewujudkan lingkungan sehat
3)  Pemerintah/Lintas-sektor/Politis/swasta diharapkan
a.  Peduli dan mendukung upaya kesehatan, minimal dalam mengembangkan
 perilaku dan lingkungan sehat.

 b.  Membuat kebijakan sosial yang memerhatikan dampak dibidang kesehatan

9
 

4)  Petugas atau Pelaksana Program diharapkan


a.  memasukkan komponen promosi kesehatan dalam setiap program kesehatan.
 b.  meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang memberi kepuasan kepada
masyarakat

2.2.5 Ruang Lingkup Promosi Kesehatan


Adapun ruang lingkup promosi kesehatan adalah sebagai berikut:
be rikut:
1.  Pendidikan Kesehatan (perubahan perilaku).
2.  Kampanye Sosialisasi ( social marketing ))..
3.  Penyuluhan (komunikasi, informasi dan edukasi).
4.  Upaya peningkatan (upaya promotif).
5.  Advokasi (upaya mempengaruhi lingkungan).
6.  Pengorganisasian dan penggerakkan dan pemberdayaan masyarakat.
7.  Upaya lain sesuai dengan keadaan dan kebutuhan

2.2.6 Peluang Promosi Kesehatan


Banyak tersedia peluang untuk melaksanakan promosi kesehatan di RS (Petunjuk Teknis
PKRS. 2008), secara Umum peluang itu dapat dikategorikan sebagai berikut:  
a.  Di Dalam Gedung
Di dalam gedung RS, PKRS dilaksanakan seiring dengan pelayanan yang
diselenggarakan Rumah Sakit. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa di dalam
gedung terdapat peluang-peluang:
1)  PKRS di ruang pendaftaran/administrasi yaitu diruang dimana pasien/klien
harus melapor/mendaftar sebelum mendapatkan pelayanan Rumah Sakit.
2)  PKRS dalam pelayanan rawat jalan bagi pasien, yaitu dipoliklinik-poliklinik
seperti poliklinik kebidanan dan kandungan, poliklinik anak, Bedah, poliklinik
mata, poliklinik bedah, penyakit dalam, THT, dan Lain-lain.
3)  PKRS dalam pelayanan rawat inap bagi pasien yaitu diruang-ruang darurat,
rawat Intensif dan rawat inap.
4)  PKRS dalam pelayanan penunjang medik bagi pasien, yang terutama di
 pelayanan Obat Apotik, pelayanan Laboratorium dan pelayanan rehabilitasi
medik bahkan juga kamar mayat.
5)  PKRS dalam pelayanan bagi klien (orang sehat) adalah seperti di pelayanan
KB, konseling gizi, bimbingan senam, pemeriksaan kesehatan (Chek Up),
konseling kesehatan jiwa, konseling kesehatan remaja.

10
 

6)  PKRS diruang pemberdayaan rawat inap yaitu di ruang dimana pasien rawat
inap harus menyelesaikan pembayaran biaya rawat inap, sebelum
meninggalkan Rumah Sakit.
 b.  Di luar Gedung
Di luar gedung Rumah Sakit tidak tersedia peluang untuk melakukan PKRS.

Kawasan luar gedung Rumah Sakit pun dapat dimanfaatkan secara maksimal
untuk PKRS yaitu:
1)  PKRS di tempat Parkir yaitu pemamfaatan ruang yang ada di lapangan/gedung
 parkir sejak dari bangunan gardu parkir sampai ke sudut-sudut
lapangan/gedung parkir.
2)  PKRS di taman Rumah Sakit yaitu taman-taman yang ada di depan,
samping/sekitar maupun di dalam/halaman dalam Rumah Sakit.
3)  PKRS di dinding luar Rumah Sakit.
4)  PKRS di kantin/warung-warung/toko-toko/kios-kios yang ada dikawasan

Rumah Sakit.
5)  PKRS di tempat ibadah yang tersedia di Rumah Sakit (mesjid dan musholla).
6)  PKRS di pagar pembatas kawasan Rumah Sakit

2.2.7 Indikator Keberhasilan Promosi Kesehatan di Rumah Sakit


Indikator keberhasilan perlu dirumuskan untuk keperluan pemantauan dan evaluasi
PKRS (Kemenkes, 2010). indikator keberhasilan mencakup indikator masukan (input 
( input ),
),
indikator proses, indikator (output 
(output ),
), dan indikator dampak.
1. Indikator Masukan
Masukan yang perlu diperhatikan adalah yang berupa komitmen, sumber daya manusia,

sarana/peralatan, dan dana. Oleh karena itu, indikator masukan ini dapat mencakup :
1)  Ada/tidaknya komitmen direksi yang tercermin dalam rencana umum PKRS.
2)  Ada/tidaknya komitmen seluruh jajaran yang tercermin dalam rencana operasional
PKRS.
3)  Ada/tidaknya unit dan petugas Rumah Sakit yang ditunjuk sebagai koordinator PKRS
dan mengacu kepada standar.
4)  Ada/tidaknya petugas koordinator PKRS dan petugas  –   petugas lain yang sudah
dilatih.
5)  Ada/tidaknya sarana dan peralatan promosi kesehatan yang mengacu pada standar.

6)  Ada/tidaknya dana yang mencukupi untuk penyelenggaraan PKRS.

11
 

2. Indikator Proses
Proses yang dipantau adalah proses pelaksanaan PKRS yang meliputi PKRS untuk
 pasien (Rawat Inap, Rawat Jalan, Pelayanan
Pela yanan Penunjang), PKRS untuk klien sehat dan PKRS
diluar gedung RS. Indikator yang digunakan disini meliputi :
1)  Sudah/belum dilaksanakannya kegiatan (pemasangan poster, konseling dan lain-lain)

dan atau frekuensinya.


2)  Kondisi media komunikasi yang digunakan (poster, leaflet ,  giant banner , spanduk,
neon box,
box, dan lain-lain) yaitu masih bagus atau sudah
s udah rusak
3. Indikator Keluaran
Keluaran yang dipantau adalah keluaran dari kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan,
 baik secara umum maupun secara khusus, oleh karena itu, indikator yang digunakan disini
adalah berupa cakupan kegiatan, yaitu misalnya :
1)  Apakah semua bagian RS sudah tercakup
te rcakup PKRS.
2)  Berapa pasien/klien yang sudah terlayani oleh berbagai kegiatan PKRS (konseling,

 biblioterapi, senam, dan lain-lain)


4. Indikator Dampak
Indikator dampak mengacu pada tujuan dilaksanakannya PKRS, yaitu berubahnya
 pengetahuan, sikap dan perilaku pasien/klien Rumah Sakit serta terpeliharanya lingkungan
Rumah Sakit dan dimanfaatkannya dengan baik semua pelayanan yang disediakan Rumah
Sakit. Oleh sebab itu kondisi ini sebaiknya dinilai setelah PKRS berjalan beberapa lama,
yaitu melalui upaya evaluasi. Kondisi lingkungan dapat dinilai melalui observasi, dan kondisi
 pemanfaatan pelayanan dapat dinilai dari pengolahan terhadap catatan/data pasien/ klien
Rumah Sakit. Sedangkan kondisi pengetahuan, sikap, perilaku pasien/ klien hanya dapat

diketahui dengan menilai diri pasien/klien tersebut. Oleh karena itu data untuk indikator ini
 biasanya didapat melalui survei. Survei pasien/klien yang berada di Rumah Sakit maupun
mereka yang tidak berada di Rumah Sakit tetapi pernah menggunakan Rumah Sakit.
Penyuluhan merupakan suatu sistem pendidikan di luar sekolah yang berfungsi untuk
menjembatani kesenjangan antara praktik yang biasa dijalankan dengan pengetahuan dan
teknologi yang selalu berkembang menjadi kebutuhan.

2.2.8 Promosi Kesehatan Bagi Pasien Rawat Inap


Terdapat tiga kategori pasien rawat inap di Rumah Sakit yaitu: pasien yang sedang sakit akut,
 pasien yang dalam proses penyembuhan, dan pasien dengan penyakit kronis. Promosi

kesehatan bagi pasien Rumah Sakit dalam pelaksanaannya perlu :

12
 

1.  Pemberdayaan yang terdiri dari :


a.  Konseling di tempat tidur.
 b.  Biblioterapi (penggunaan bahan-bahan baca-bacaan sebagai sarana).
c.  Konseling berkelompok.
2.  Bina Suasana terdiri dari:

a.  Pemanfaatan ruang tunggu.


 b.  Pembekalan penjeguk secara berkelompok.
c.  Pendekatan keagamaan
3.  Advokasi perlu diperhatikan yaitu membantu pasien miskin melalui program
JAMKESMAS

2.3 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)


Perilaku sehat adalah pengetahuan, sikap dan tindakan proaktif untuk memelihara dan
mencegah resiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit, serta berperan
aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat
mas yarakat (Depkes, 2008).

Perilaku Hidup bersih dan sehat (PHBS) adalah semua perilaku yang dilakukan atas
kesadaran sehingga anggota keluarga atau keluarga dapat menolong dirinya sendiri dibidang
kesehatan dan berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan kesehatan di masyarakat (Depkes,
2008).
Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) adalah sebagai wujud operasional promosi
kesehatan dalam upaya mengajak, mendorong kemandirian masyarakat berperilaku hidup
 bersih dan sehat (Fatma, 2008).
Berdasarkan beberapa defenisi PHBS adalah upaya untuk mewujudkan kesehatan
anggota keluarga agar tahu, mau dan mampu melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat.

2.3.1 Indikator-indikator dalam Perilaku Hidup Bersih dan Sehat


Ada sepuluh indikator perilaku hidup bersih dan sehat menurut Fatma (2008) sebagai berikut:
1.  Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan.
2.  Bayi diberi Asi sejak lahir sampai berusia 6 bulan.
3.  Mempunyai jaminan pemeliharaan kesehatan.
4.  Ketersediaan air bersih.
5.  Ketersediaan Jamban.
6.  Kesesuaian luas lantai dengan jumlah penghuni.
7.  Lantai Rumah bersih.
8.  Makan buah dan sayur setiap hari.

13
 

9.  Melakukan aktifitas fisik setiap hari.


10. Tidak merokok dalam ruangan
Menurut (Karkhi, 2011), PHBS perilaku hidup bersih sehat di Rumah Sakit yaitu:
1.  Tidak membuang sampah sembarangan.
2.  Tidak meludah di lantai.

3.  Tidak merokok di ruangan 


2.3.2 Tujuan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Masyarakat
Menurut Fatma (2008), tujuan perilaku hidup bersih dan sehat dimasyarakat sebagai berikut :
1.  Masyarakat mampu mengupayakan lingkungan sehat.
2.  Masyarakat mampu mencegah dan mengatasi masalah-masalah kesehatan yang
dihadapinya.
3.  Masyarakat memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada untuk penyembuhan
 penyakit dan peningkatan
peningkatan kesehatan.
4.  Masyarakat mampu mengembangkan upaya kesehatan bersumber masyarakat untuk

 pencapaian PHBS di rumah tangga


tangga
2.3.3 Manfaat Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Menurut Fatma (2008) manfaat PHBS sebagai berikut :
1.  Setiap individu meningkatkan kesehatannya dan tidak mudah sakit.
2.  Pengeluaran biaya dapat dialihkan untuk pemenuhan gizi, pendidikan, modal usaha
dan peningkatan pendapatan keluarga.
3.  Produktivitas kerja meningkat.
4.  Anak tumbuh sehat dan cerdas

2.3.4 Manajemen Perilaku Hidup Bersih dan Sehat


Menurut Fatma (2008) manajemen yang ada di dalam PHBS yaitu Puskesmas, Rumah Sakit,
Dinas Kesehatan yaitu :
1.  Puskesmas merupakan pusat kegiatan promosi kesehatan dan PHBS ditingkat
kecamatan dengan sasaran baik individu yang datang ke Puskesmas maupun keluarga
dan masyarakat di wilayah puskesmas.
2.  Rumah Sakit nertugas melaksanakan promosi kesehatan dan PHBS kepada individu
dan keluarga yang datang ke Rumah Sakit.
3.  Dinas Kesehatan Kabupaten/kota harus dapat mengkoordinasikan dan menyusun
kegiatan promosi kesehatan dan PHBS diwilayah dengan melibatkan sarana-sarana
kesehatan yang ada di kabupaten/kota tersebut. 

14
 

2.4 Infeksi Nosokomial


2.4.1 Pengertian Infeksi
Infeksi nosokomial atau infeksi yang didapat di Rumah Sakit ( Istilah yang biasa
dingunakan bertukar-tukar). Infeksi yang tidak terjadi atau tidak dalam masa inkubasi pada
saat pasien masuk di Rumah Sakit.

2.4.2 Dampak Infeksi Nosokomial.


Infeksi nosokomial meningkatkan biaya pelayanan kesehatan di Negara-negara yang
kurang mampu karena meningkatnya :
  Lama rawat inap di Rumah Sakit.
  Terapi dengan obat-obat mahal.
  Penggunaan pelayanan lain seperti pemilik pemeriksaan laboratorium, rontsen, dan
transfusi.

2.4.3 Pencegahan Infeksi Nosokomial

Sebagian besar infeksi ini dapat dicegah dengan strategi yang telah tersedia, secara relatif
murah, yaitu :
  Mentaati praktek pencegahan infeksi yang dianjurkan, terutama kebersihan dan
kebersihan tangan, serta pemakian sarung tangan.
  Memperhatikan dengan seksama proses yang telah terbukti bermanfaat untuk
dekontaminasi dan pencucian peralatan dan benda lain yang kotor, diikuti dengan
sterilisasi.
  Meningkatkan keamanan dalam ruang operasi dan area beresiko lainnya.
Tiga cara pencegahan penyebaran infeksi di Rumah Sakit yaitu melalui udara, percikan, dan

kontak.
2.5 Perilaku
Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap
stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan
serta lingkungannya.
li ngkungannya.
Perilaku dapat digunakan untuk mengukur tingkat kepatuhan seseorang. Bloom (1908)
seorang ahli psikologi pendidikan mengukur suatu perilaku melalui :
1. Pengetahuan (Knowledge)
2. Sikap atau Tanggapan (Attitude)

3. Praktek atau Tindakan (Practice)

15
 

Jika seseorang memiliki tingkat pengetahuan, sikap serta tindakan yang baik terhadap
kesehatan maka dapat dikatakan orang tersebut memiliki perilaku kesehatan dan kepatuhan
kesehatan yang baik.

2.5.1 Pengetahuan
Pengetahuan pada Taksonomi Bloom yang baru menurut Anderson dkk (Widodo, 2003),
dikelompokkan menjadi 4 kelompok yaitu :
1.  Pengetahuan Faktual
Pengetahuan faktual meliputi unsur-unsur dasar yang ada dalam suatu disiplin ilmu
tertentu yang bisa digunakan oleh ahli di bidang tersebut. Pengetahuan faktual pada
umumnya merupakan abstraksi level rendah. Pengetahuan ini dibedakan menjadi dua
kelompok yaitu :
a.  Pengetahuan tentang terminologi : mencakup pengetahuan tentang label, atau
symbol tertentu baik yang bersifat verbal maupun nonverbal. Sebagai contoh

dalam biologi terdapat istilah gamet, genus, dan sebagainya.


 b.  Pengetahuan tentang bagian detail dari unsur-unsur : mencakup pengetahuan
tentang kejadian tertentu, tempat, orang, waktu dan sebagainya. Sebagai contoh
 penyuluhan Perilaku Hidup Bersih
Bersih dan Sehat pada keluarga yang menjag
menjagaa pasien.
2.  Pengetahuan Konseptual
Pengetahuan konseptual meliputi pengetahuan tentang saling keterkaitan antara unsur-
unsur dasar dalam struktur yang lebih besar dan semuanya berfungsi secara bersama-
sama. Pengetahuan konseptual terdiri dari tiga bentuk yaitu :
a.  Pengetahuan tentang klasifikasi dan kategori : mencakup pengetahuan tentang

kategori, kelas, bagian atau susunan yang berlaku dalam bidang ilmu tertentu.
Sebagai contoh dalam kesehatan misalnya perbedaan antara Promosi Kesehatan
Rumah Sakit dan Penyuluhan Perilaku Hidup Bersih dan sehat di rumah sakit.
 b.  Pengetahuan tentang prinsip dan generalisai : mencakup abstraksi dan hasil
observasi ke level yang lebih tinggi, yaitu prinsip dan generalisasi. Sebagai contoh
dalam kesehatan dikenal prinsip adaptasi, hukum mendel, dan sebagainya.
c.  Pengetahuan tentang teori, model, dan strukrtur : mencakup pengetahuan tentang
 prinsip dan generalisasi serta aling keterkaitan antara keduanya yang
menghasilkan kejelasan terhadap suatu fenomena yang kompleks. Sebagai contoh

dalam kesehatan dikenal teori model DNA dan RNA.

16
 

3.  Pengetahuan Prosedural


Pengetahuan prosedural merupakan pengetahuan yang berhubungan dengan
 pengetahuan tentang cara untuk melakukan sesuatu. Pengetahuan prosedural berisi
tentang langkah-langkah atau tahapan yang harus diikuti dalam mengerjakan sesuatu.
Pengetahuan prosedural terdiri dari :

a.  Pengetahuan tentang keterampilan khusus yang berhubungan dengan suatu bidang
tertentu dan algoritma : mencakup pengetahuan tentang keterampilan khusus yang
diperlukan untuk bekerja dalam suatu bidang ilmu atau tentang algoritma yang
harus ditempuh untuk menyelasaikan permasalahan. Dalam kesehatan misalnya
Perilaku Hidup bersih dan sehat di rumah sakit.
 b.  Pengetahuan tentang teknik khusus dan metode yang berhubungan dengan bidang
tertentu : meliputi pengetahuan yang pada umumnya merupakan hasil konsensus,
 perjanjian, atau aturan yang berlaku dalam disiplin ilmu
il mu tertentu. Pengetahuan ini
lebih mencerminkan cara seseorang dalam berpikir dan memecahkan masalah

yang dihadapi. Dalam kesehatan misalnya dikenal cara penyuluhan yang baik
untuk keluarga yang menjaga pasien.
c.  Pengetahuan tentang criteria untuk menentukan kapan menggunakan prosedur
yang benar : mencakup pengetahuan tentang penggunaan suatu teknik, strategi
atau metode dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi yang dihadapi pada
saat itu.
4.  Pengetahuan Metakognitif
Pengetahuan metakognitif merupakan pengetahuan yang berhubungan dengan kognisi
secara umum dan pengetahuan tentang diri sendiri. Pengeahuan metakognitif terdiri

dari :
a.  Pengetahuan strategic mencakup pengetahuan tentang strategi umum untuk
 belajar, berpikir dan memecahkan masalah. Contoh : penggunaan strategi
str ategi belajar
yang disesuaikan dengan sifat materi.
 b.  Pengetahuan tentang tugas kognitif : mencakup pengetahuan tentang jenis operasi
kognitif yang diperlukan untuk mengerjakan tugas sesuai dengan situasi dan
kondisinya. Contoh : mempersiapkan diri keluarga yang menjaga pasien dalam
 penyuluhan.
c.  Pengetahuan tentang diri sendiri : mencakup pengetahuan tentang kelemahan dan

kemampuan diri sendiri dalam belajar. Contoh : mencari informasi kesehatan


untuk penyuluhan Perilaku hidup bersih dan sehat.

17
 

Menurut Dirkes (1998), strategi metakognitif dasar adalah menghubungkan


informasi baru dengan pengetahuan terdahulu, memilih strategi berpikir secara
sengaja, merencanakan, memantau, dan mengevaluasi proses berpikir. Arends (1997)
mengemukakan pengetahuan metakognitif merupakan pengetahuan seseorang tentang
 pembelajaran diri sendiri atau kemampuan untuk menggunakan strategi-strategi
strategi-strate gi

 berpikir tertentu dengan benar.


Menurut Notoatmodjo (2005) ada beberapa faktor yang memengaruhi
 pengetahuan seseorang yaitu :
1)  Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan
di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan
mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang
tersebut untuk menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan
cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media
massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan

yang didapat tentang kesehatan. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan


 pendidikan dimana diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi, maka orang
tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Namun perlu ditekankan bahwa
seorang yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah pula.
Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi
 juga dapat diperoleh pada pendidikan non formal. Konseling merupakan salah satu
kegiatan pendidikan non formal yang dapat dilakukan dengan berbagai metode.
Metode yang digunakan dalam pelaksanaan konseling memiliki peranan yang sangat
 penting dalam meningkatkan pengetahuan
pengetahuan sasaran.

2)  Media Massa/Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non
formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga
menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Majunya teknologi akan
tersedia bermacam-macam media massa yang dapat mempengaruhi pengetahuan
masyarakat tentang inovasi baru. Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media
massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain mempunyai pengaruh
 besar terhadap pembentukan opini dan kepercayaan orang. Dalam penyampaian
informasi sebagai tugas pokoknya, media massa membawa pula pesan-pesan yang
 berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru

mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya


 pengetahuan terhadap hal tersebut.

18
 

3)  Sosial Budaya dan Ekonomi kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa
melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian
seseorang akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak melakukan. Status
ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan
untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi

 pengetahuan seseorang.
4)  Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik lingkungan fisik,
 biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap proses tidak masuknya
 pengetahuan kedalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi
terja di
karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak yang akan direspon sebagai
 pengetahuan oleh setiap individu.
5)  Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh
kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh
dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu. Pengalaman belajar dalam

 bekerja yang dikembangkan memberikan pengetahuan dan keterampilan


keter ampilan professional
serta pengalaman belajar selama bekerja akan dapat mengembangkan kemampuan
mengambil keputusan yang merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar secara
ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah nyata dalam
dala m bidang kerjanya.
6)  Umur memengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin
 bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya,
sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Pada usia muda,
individu akan lebih berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial serta lebih
 banyak melakukan persiapan demi suksesnya upaya menyesuaikan diri menuju usia

tua, selain itu orang usia muda akan lebih banyak menggunakan banyak waktu untuk
membaca. Kemampuan intelektual, pemecahan masalah, dan kemampuan verbal
dilaporkan hampir tidak ada penurunan pada usia ini.

2.5.2 Sikap (  At


A tti tude
ude)
Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah
melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-
tidak setuju, baik-tidak baik dan sebagainya (Notoatmodjo 2010).   Seperti halnya
 pengetahuan sikap juga mempunyai tingkatan-tingkatan berdasarkan intensitasnya : (a)
Menerima (receiving)
(receiving),, menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau menerima

stimulus yang diberikan (objek), (b) Menanggapi (responding)


(responding),, diartikan sebagai

19
 

memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi, (c)
Menghargai (valuing)
(valuing),, diartikan seseorang memberikan nilai yang positif terhadap objek
atau stimulus dengan cara membahas stimulus tersebut dengan orang lain atau
menganjurkan orang lain untuk merespons, (d) Bertanggung jawab (responsible)
(responsible),,
merupakan sikap yang paling tinggi tingkatannya. Seseorang yang telah mengambil

resiko sikap tertentu berdasarkan keyakinannya dia harus mengambil resiko bila ada
orang lain yang mencemoohkan atau adanya resiko
resik o lain (Notoatmodjo, 2010).
Menurut Allport (1954), yang dikutip dari Notoatmodjo (2010), sikap mempunyai
me mpunyai tiga
komponen pokok yaitu :

1)  Kepercayaan (Keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek artinya bagaimana
keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek. Sikap orang
terhadap penyakit kusta misalnya, berarti bagaimana pendapat atau keyakinan orang
tersebut terhadap penyakit kusta. 

2)  Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek, artinya
 bagaimana penilaian (terkandung di dalamnya faktor emosi) orang tersebut terhadap
objek. 

3)  Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave),


behave), artinya sikap adalah merupakan
komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka. Sikap adalah ancang-

ancang untuk bertindak atau berperilaku terbuka (tindakan) .

Dalam menentukan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi
memegang peranan penting. Sikap dapat diukur secara langsung dan tidak langsung.
Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pertanyaan responden
terhadap suatu objek. Menurut Newcomb dalam Notoatmodjo (2010), sikap merupakan
kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif
tertentu. Dengan kata lain, fungsi sikap belum merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau
aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi perilaku (tindakan) atau reaksi tertutup.
Hubungan pengetahuan, sikap dan tindakan dapat dilihat pada diagram
dia gram dibawah ini :

STIMULUS PROSES REAKSI


(RANGSANGAN STIMULUS   TERBUKA
  (Tindakan)

REAKSI
TERTUTUP
(Penetahuan dan
sikap)
20
 

Gambar 2.1 Model Teori Sikap Menurut Allport (1954)


Menurut Azwar (2005), ada beberapa faktor yang dapat memengaruhi pembentukan
sikap pada manusia, antara lain :
1)  Pengalaman pribadi apa yang telah dan sedang kita alami akan ikut membentuk dan
memengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial.
2)  Pengaruh orang lain yang dianggap penting orang lain disekitar kita merupakan salah
satu diantara komponen sosial yang ikut memengaruhi sikap kita. Seseorang yang
dianggap penting, seseorang yang kita harapkan persetujuannya bagi setiap gerak,
tingkah dan pendapat kita, seseorang yang tidak ingin kita kecewakan atau seseorang
yang berarti khusus bagi kita akan memengaruhi pembentukan sikap kita terhadap
sesuatu. Contoh : Orang tua, teman sebaya, teman dekat, guru, istri, suami dan lain-
lain.
3)  Pengaruh kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar
terhadap pembentukan sikap kita.
4)  Media massa sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti
televisi, radio, surat kabar, majalah dan lain-lain mempunyai pengaruh besar dalam
 pembentukan opini dan kepercayaan. Adanya informasi baru mengenai hal
memberikan landasan kognitif bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut.
5)  Lembaga pendidikan dan lembaga agama sebagai suatu sistem mempunyai pengaruh
dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan
konsep moral dalam arti individu.
6)  Pengaruh faktor emosional Tidak semua bentuk sikap dipengaruhi oleh situasi
lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang, kadang-kadang sesuatu bentuk sikap
merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai penyaluran
frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.
7)  Pola Asuh Orang Tua menurut Koentjaraningrat (1997) dan Hartono (2010), bentuk-
 bentuk pola asuh orang tua sangat erat hubungannya dengan kepribadian dan
 pembentukan sikap anak setelah ia menjadi dewasa. Hal ini dikarenakan ciri-ciri
ciri -ciri dan
unsur-unsur watak seorang individu dewasa sebenarnya sudah diletakkan benih-
 benihnya kedalam jiwa seorang individu sejak awal, yaitu pada masa ia masih kanak-
kanak. Watak juga ditentukan oleh cara-cara ia waktu kecil diajar makan, diajar
kebersihan, disiplin, diajar main dan bergaul dengan anak lain dan sebagainya .

21
 

2.6 Landasan Teori


Green (1980) yang dikutip dari Notoatmodjo (2010) merumuskan defenisi promosi
kesehatan adalah sebagai bentuk kombinasi pendidikan kesehatan dan intervensi yang terkait
dengan ekonomi, politik, dan organisasi yang dirancang untuk memudahkan perubahan
 perilaku dan lingkungan yang
yang kondutif bagi keselamatan.
Promosi kesehatan adalah pendidikan kesehatan plus yang bertujuan untuk
menciptakan suatu keadaan yakni prilaku dan lingkungan yang kondusif bagi kesehatan.
Berdasarkan 3 faktor determinan perilaku maka kegiatan promosi kesehatan sebagai pendekatan
 perilaku diarahkan 3 faktor
faktor yaitu :
a.  Promosi kesehatan dalam bentuk pemberian informasi atau pesanan dan penyuluhan
kesehatan ditujukan kepada faktor predisposisi.
 b.  Promosi keselamatan yang memberdayakan masyarakat melalui pengorganisasian
(enabling). 
atau pengembangan masyarakat yang ditujukan kepada faktor pemungkin (enabling).
c.  Promosi kesehatan berupa training (pelatihan-pelatihan) yang ditujukan kepada faktor

 pengkuat (Reinforcing)
(Reinforcing)..
1. Faktor Predisposisi (Pr edi spo
sposing
si ng F act
cto
or s)
Mengacu kepada landasan teori diatas peneliti fokus kepada peningkatan kepada
 pengetahuan tidak selalu menyebabkan perubahan perilaku. Pengetahuan tertentu tentang
kesehatan mungkin perlu sebelum suatu tindakan kesehatan pribadi terjadi, tetapi tindakan
kesehatan yang diharapkan mungkin tidak akan terjadi kecuali apabila seseorang mendapat
isyarat yang cukup kuat untuk memotivasinya bertindak atas dasar pengetahuan yang dimilikinya.
Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek. Sikap diperoleh
dari pengalaman sendiri atau orang lain yang paling dekat. Sikap membuat seseorang mendekati
atau menjauhi orang lain atau objek lain. Sikap positif terhadap nilai-nilai kesehatan tidak selalu
terwujud dalam suatu tindakan nyata.
Tradisi dan nilai masyarakat juga dapat mendorong atau menghambat ibu untuk periksa
kehamilan. Misalnya, orang hamil tidak boleh disuntik (periksa kehamilan termasuk memperoleh
suntikan anti tetanus), karena suntikan bisa menyebabkan anak cacat.
Keyakinan adalah pendirian bahwa suatu fenomena atau objek benar atau nyata.
Kepercayaan, kebenaran adalah kata-kata yang sering digunakan untuk mengungkapkan atau
menyiratkan keyakinan.
2. Faktor Pemungkin (E nab
nabling
li ng F acto
ctor s)
Faktor pemungkin mencakup berbagai keterampilan dan sumber daya yang perlu untuk
melakukan perilaku kesehatan. Sumber daya meliputi sumber daya meliputi fasilitas

22
 

 pelayanan kesehatan, personalia, sekolah, klinik, atau sumber daya lain. Faktor pemungkin
ini juga menyangkut keterjangkauan berbagai sumber daya biaya, jarak, ketersediaan
transfortasi, jam buka, dan sebagainya.
3. Faktor Penguat (R ei nfo
nforr cing F acto
ctor s)
Faktor penguat adalah faktor yang menentukan tindakan kesehatan memperoleh

dukungan atau tidak. Sumber penguat tentu saja bergantung pada tujuan dan jenis program.
Penguat dapat diberikan oleh sejawat kerja, pemimpin, keluarga. Didalam pendidikan pasien
 penguat mungkin berasal dari perawat, dokter, pasien lain, keluarga. Penguat itu positif atau
negatif tergantung pada sikap dan perilaku orang yang berkaitan sehingga dapat
mempengaruhi perilaku.

2.7 Kerangka Konsep


Berdasarkan landasan teori dan keterbatasan peneliti maka kerangka konsep dalam penelitian
adalah sebagai berikut :

Perubahan pengetahuan dan


Promosi Kesehatan
sikap tentang PHBS pada
Rumah Sakit
keluarga yang menjaga pasien

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

23
 

BAB III

PENUTUP

3.1 SIMPULAN

Banyak pihak yang bertanggung jawab dalam usaha peningkatan derajat kesehatan
masyarakat, salah satunya rumah sakit. Sebagai lembaga penyedia pelayanan kesehatan, baik
secara preventif, kuratif, rehabilitatif, dan promotif. Atas dasar alasan tersebut, di rumah sakit
 perlu diadakan promosi kesehatan, untuk memberi pemahaman yang mendalam kepada
masyarakat rumah sakit mengenai pencegahan dan pengobatan suatu penyakit. Tujuan akhir
dari kegiatan ini adalah untuk memberdayakan masyarakat dalam hal meningkatkan status
kesehatan mereka.

3.2 SARAN

Promosi kesehatan di rumah sakit harus lebih dikembangkan


dikembangkan lagi agar pemberdayaan
pemberdayaan
masyarakat lebih optimal, sehingga status kesehatan yang diharapkan dapat tercapai.  

24
 

DAFTAR PUSTAKA

http://dokumen.tips/documents/promosi-kesehatan-rumah-sakit.html  
http://dokumen.tips/documents/promosi-kesehatan-rumah-sakit.html

repository.usu.ac.id/bitstrea
.ac.id/bitstream/12345678
m/123456789/48031/4/
9/48031/4/Chapter%2
Chapter%20II.pdf
0II.pdf

25

Anda mungkin juga menyukai