Anda di halaman 1dari 7

PERLAWANAN KESULTANAN PALEMBANG

(Sultan Mahmud Badaruddin II)

KELOMPOK 3:

1. ARYA YUDHA KARTIKA DEWANTARA (05)


2. SASTA AULIA AZAHRA (28)
3. TITANIA STIYONINGRUM (31)
4. YUDIS FERDIANSYAH RAMA DHANI (32)

Madrasah Aliyah Negeri Batu


2022

1
PERLAWANAN KESULTANAN PALEMBANG

Latar Belakang Perlawanan Kesultanan Palembang

Kesultanan Palembang merupakan Kesultanan Melayu Islam bercorak maritim yang


berpusat di Palembang. Kesultanan Palembang berdiri pada pertengahan abad ke-16,
didirikan oleh Kiai Gedeng Suro. Letak Ibukota kesultanan Palembang berada tepat di tepi
sungai Musi, karena letaknya yang strategis serta terkenal karena ekspor ladanya, hal
tersebut menjadikan Palembang dengan cepat menjadi kota Bandar yang berkembang pesat.
Hubungan dagang dengan pedagang-pedagang asing seperti, Arab, China, dan India terjalin
cukup baik. Hubungan dagang tidak terbatas pada pedagang-pedagang Timur Asing saja,
tetapi juga terjalin hubungan dagang dengan VOC yang telah terjalin sejak 1617, yang mana
orang-orang Belanda ini memperoleh kedudukan yang sama dengan pedagang asing lainnya.
Dominasi Belanda atas kekuasaan di Kesultanan Palembang berlangsung sejak
ditandatangani perjanjian hubungan dagang antara Belanda dan Kesultanan Palembang pada
tahun 1662. Tetapi kemudian pada tahun 1657, hubungan kedua belah pihak rusak akibat
prinsip monopoli VOC bertentangan dengan prinsip perdagangan Kesultanan Palembang.
Berdasarkan pertimbangan politik dan ekonomi, Belanda ingin memiliki kekuasaan penuh
atas Kesultanan Palembang, terutama setelah ditemukan biji timah di pulau Bangka pada
permulaan abad ke 18. Usaha Belanda untuk mengusai Kesultanan Palembang dilakukan
dengan berbagai macam cara dan menyebabkan terjadinya konflik antara kedua belah pihak.

2
Pada akhir abad ke-18, iklim politik di kawasan benua Eropa mulai memanas dengan
dikuasainya negeri Belanda oleh Pasukan Napoleon Bonaparte dari Perancis.
Inggris yang menjadi tempat pelarian raja Belanda dipercaya untuk mengambil alih
kekuasaan Belanda di Hindia Belanda. Tanggal 4 Agustus 1811, pasukan Inggris menyerang
pasukan Perancis di Batavia dan baru pada 26 Agustus 1811 Batavia dan sekitarnya jatuh ke
tangan Inggris. Peperangan ini berakhir dengan ditandatanganinya Perjanjian Tuntang pada
18 September 1811. Perjanjian ini berisi tentang kesepakatan damai dan penyerahan daerah
kekuasaan Belanda yang meliputi Jawa, Timor, Makasar, Palembang serta daerah-daerah
taklukannya menjadi daerah kekuasaan Inggris.
Perjanjian antara Inggris dan Belanda memberi harapan baru bagi Kesultanan
Palembang untuk melepaskan diri dari pengaruh kekuasaan Belanda. Hal tersebut
bersamaan dengan diplomasi Belanda yang mengajak Sultan Mahmud Badaruddin II untuk
menghadapi Belanda. Diplomasi Inggris tersebut mendapat sambutan yang baik dari sultan.
Hasilnya, pada 14 September 1811, sultan menghancurkan Loji Belanda di Sungai Aur.
Peristiwa ini dikenal dengan peristiwa Loji sungai aur serta peristiwa ini menjadi
perlawanan pertama Kesultanan Palembang dalam menghadapi Belanda yang memiliki
hasil.
Bantuan yang diberikan Inggris pada Kesultanan Palembang untuk menghadapi
Belanda dilakukan karena Inggris ingin menguasai Kesultanan Palembang seutuhnya.
Berdasarkan perjanjian Tuntang, Belanda menyerahkan kekuasaannya di Palembang kepada
Inggris, maka Inggris mengirimkan utusan untuk menerima warisan daerah Palembang dari
Belanda.

3
4
BIOGRAFI
Sultan Mahmud Badaruddin II

Nama : Sultan Mahmud Badaruddin II.


Nama sebelum menjadi penguasa : Raden Hasan Pangeran Ratu.
Nama lengkap : Susuhunan Ratu Mahmud Badaruddin bin
Sultan Muhammad Bahauddin.
Wangsa : Azmatkhan.
Tempat, tanggal lahir : Palembang, 23 November 1767.
Wafat : 26 September 1852 Ternate.
Nama ayahnya : Sultan Muhammad Baha'uddin.
Nama ibunya : Ratu Agung Al-Haddad Binti Datuk Murni
Al-Haddad.

A. Latar Belakang Perang Menteng


Perang ini didorong oleh penemuan timah di Bangka pada pertengahan abad ke-18.
Sejak saat itu, Inggris dan Belanda telah mengincar Palembang untuk menjadi wilayah
kekuasaan mereka. Awal mula penjajahan ditandai dengan penempatan loji atau kantor
dagang di Palembang. Loji pertama milik Belanda terletak di Sungai Aur.
Thomas Stamford Raffles, sebagai perwakilan Inggris, berusaha membujuk Sultan
Badaruddin II agar mengusir Belanda dari Palembang. Namun, Kesultanan Palembang
dengan tegas mengatakan bahwa mereka tidak ingin terlibat dalam konflik antara Inggris
dan Belanda. Bersamaan dengan lepasnya Indonesia dari tangan Belanda pada awal abad ke-
5
16, Inggris akhirnya berhasil menduduki Palembang dan membentuk sebuah perjanjian pada
14 Mei 1812. Kendati demikian, Belanda terus berusaha merebut Palembang dari tangan
Inggris, yang diawali dengan ditandatanganinya Perjanjian London antara Belanda dan
Inggris pada 13 Agustus 1814.
Lewat perjanjian ini, Inggris terpaksa harus menyerahkan Palembang kepada
Belanda. Belanda kemudian mengangkat Herman Warner Muntinghe sebagai komisaris di
Palembang. Sebagai komisaris baru di Palembang, Muntinghe mulai menjajah pedalaman
wilayah Kesultanan Palembang. Muntinghe berdalih bahwa penjajahan merupakan bagian
dari bentuk inventarisasi wilayah, padahal untuk menguji kesetiaan Sultan Badaruddin II.
Suatu hari, di daerah Muara Rawas, Muntinghe dan pasukannya secara tiba-tiba diserang
oleh para pengikut Sultan Badaruddin II.
Sekembalinya dari Muara Rawas, Muntinghe memaksa Kesultanan Palembang
menyerahkan putra mahkota sebagai jaminan supaya Kesultanan Palembang selalu setiap
terhadap Belanda. Mengetahui hal itu, Sultan Badaruddin II semakin kesal, terutama setelah
ada seorang ulama yang ditembak mati Belanda tanpa alasan yang jelas. Hal itulah yang
menjadi penyebab Perang Menteng pada 12 Juni 1819.

B. Kronologi
Pada 12 Juni 1819, pertempuran pun pecah, di mana sekitar 200 prajurit Belanda
dikirim untuk menyerang pertahanan Kesultanan Palembang di Kuto Besak. Pertempuran
terus berlanjut sampai hari esok, tetapi pertahanan Palembang masih sulit ditembus, sampai
akhirnya Muntinghe kembali ke Batavia dengan kekalahan. Belanda merasa tidak terima
dengan kekalahan ini, sehingga Muntinghe berdiskusi dengan Gubernur Jenderal Hindia
Belanda Van der Capellen. Hasilnya adalah Belanda akan melakukan serangan balik dengan
kekuatan berlipat ganda.
Belanda mengirim sebanyak 2.000 pasukan dan puluhan kapal tempur dengan tujuan
meluluhlantakkan Kesultanan Palembang. Di saat yang sama, Sultan Badaruddin II juga
sudah bersiap apabila ada serangan balik dari pihak Belanda. Persiapan yang dilakukan
adalah restrukturisasi pemerintahan dan membangun perbentengan di antara Pulau Kembaro
dan Plaju, yang menjadi jalur masuk ke Kota Palembang. Sultan juga memerintahkan
pasukannya untuk membuat pancang-pancang kayu yang berfungsi untuk menahan kapal-
kapal Belanda. Pada 21 Oktober 1819, pertempuran kedua terjadi di Sungai Musi, yang
kembali berakhir dengan kekalahan Belanda. Belanda, yang dipimpin oleh Wolterbeck,
memutuskan untuk mundur ke Batavia, tetapi kembali ke Palembang pada 9 Mei 1821 di
bawah pimpinan Mayjend de Kock.
6
C. Akhir pertempuran
Pada 21 Oktober 1819, Sultan Badaruddin II mengangkat putranya, Pangeran Ratu,
menjadi sultan di Palembang dengan gelar Ahmad Najamuddin III. Hal ini sengaja
dilakukan agar Badaruddin II lebih fokus memimpin perlawanan Kesultanan Palembang
untuk mengusir Belanda. Badaruddin II memperkuat benteng-benteng di Pulau Kembaro
dan Plaju dengan meriam-meriam, serta menyiapkan sekitar 7.000 hingga 8.000 pasukan.
Pada 22 Mei 1821, De Kock dengan armadanya sampai di Sungai Musi, yang langsung
disambut dengan tembakan meriam. Meriam dari pasukan Badaruddin II tidak hanya
menghancurkan formasi armada De Kock, tetapi membuat mereka kewalahan dan memilih
mundur. Akan tetapi, langkah itu ternyata hanya taktik dari pihak Belanda untuk mengatur
kembali strategi penyerangan. Baca juga: Pertempuran Lima Hari Palembang: Latar
Belakang, Kronologi, dan Akhir Pada 24 Juni 1821 dini hari, tiba-tiba Belanda memberikan
serangan yang membuat Palembang mengalami kekalahan. Penyebab kekalahan Kesultanan
Palembang dalam Perang Menteng adalah serangan mendadak dari Belanda, yang membuat
Badaruddin II berhasil ditangkap.

D. Dampak Perang Menteng


Sekitar 101 orang dari pihak Belanda tewas dalam Perang Menteng, sementara
jumlah di pihak Palembang tidak diketahui. Badaruddin II bersama keluarganya, termasuk
Sultan Ahmad Najamuddin III, dibawa ke Batavia, sebelum akhirnya diasingkan ke Ternate
pada 3 Juli 1821 hingga akhir hayatnya. Akibat dari peperangan ini, Palembang jatuh ke
tangan Belanda. Kemudian, pada 7 Oktober 1823, Kesultanan Palembang resmi dihapus
oleh Belanda dan Kuto Tengkuruk dihancurkan hingga rata dengan tanah.

Anda mungkin juga menyukai