Anda di halaman 1dari 26

Makalah Keperawatan Infeksi TORCH

Semester IV
2022
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah menganugerahkan
banyak nikmat sehingga kami dapat menyusun makalah maternitas ini dengan baik. Laporan
ini berisi tentang “Makalah Keperawatan Infeksi TORCH’’.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan
banyak pihak dengan memerikan doa, saran dan kritik sehingga makalah ini dapat di sele-
saikan.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah jauh dari kata sempurna di karenakan
terbatasnya pengetahuan dan pengalaman yang kami miliki, oleh karena itu mengharap segala
bentuk saran maupun kritik dari pembaca. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat
memberi manfaat bagi pembacanya.

Mojokerto, 08 Maret 2022

Penulis
Daftar Isi

Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang
B. Tujuan
Bab II Tinjauan Teori
A. DEFINISI
1. Toxoplasma gondii (toxo)
2. Rubella
3. Cytomegalovirus (CMV)
4. Herpes Simplex Virus (HSV)
B. ETIOLOGI
C. KLASIFIKASI
D. MANIFESTASI KLINIS
E. PATOFISIOLOGI
F. CARA PENULARAN
G. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
I. KOMPLIKASI
J. PENATALAKSANAAN
K. PENCEGAHAN

Bab III Penutup


Kesimpulan
Saran
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULAUN

A. LATAR BELAKANG
Wanita hamil dan janin rentan terhadap banyak penyakit infeksi.
Infeksi maternal yang bertransmisi ke dalam rahim pada beberapa tahap
kehamilan dapat disebabkan banyak organisme, beberapa diantaranya
cukup berbahaya dan menyebabkan penyakit infeksi TORCH yang diaki-
batkan oleh Toxoplasmosis, Rubella, Cytomegalovirus (CMV) dan Her-
pes Simplex Virus (HSV). Infeksi TORCH pada wanita hamil seringkali
tidak menimbulkan gejala atau asimtomatik, tetapi dapat memberikan
dampak serius bagi janin yang dikandungnya yaitu abortus, kematian
janin intrauterine, hidrosefalus, mikrosefalus, iridosiklisis, retardasi men-
tal, tuli sensoneural, katarak dan gangguan kardiovaskular terutama jika
infeksi didapat pada trimester pertama kehamilan. Menurut penelitian
meta analisis yang dilakukan oleh Child Health Epidemiology Reference
Group (CHERG) pada tahun 2011 infeksi TORCH merupakan salah satu
penyakit infeksi selama kehamilan yang menyebabkan bayi lahir mati
(stillbirth) terbanyak di dunia. Penyakit TORCH merupakan kelompok
infeksi beberapa jenis virus yaitu (Cytomegalo) parasite Toxoplasma
gondii, virus Rubella, CMV Virus, virus Herpes Simplex (HSV1 –
HSV2) dan kemungkinan oleh virus lain yang dampak klinisnya lebih ter-
batas (misalnya : Measles, Varicella, Echovirus, Mumps, Vassinia, Polio
dan Coxsackie-B). Penyakit TORCH ini dikenal karena menyebabkan ke-
lainan dan berbagai keluhan yang bisa menyerang siapa saja, mulai anak-
anak sampai orang dewasa, baik pria maupun wanita. Bagi ibu yang terin-
feksi saat hamil dapat menyebabkan kelainan pertumbuhan pada bayinya,
yaitu cacat fisik dan mental yang beraneka ragam. Infeksi TORCH juga
dapat menyerang semua jaringan organ tubuh, termasuk sistem saraf
pusat dan perifer yang mengendalikan fungsi gerak, penglihatan, penden-
garan, sistem kadiovaskuler serta metabolisma tubuh (Wordpres, 2012).

B. TUJUAN
1. Untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Keperawatan Maternitas II
2. Untuk mengetahui informasi tentang Infeksi Torch secara keseluruhan
3. Untuk mengetahui bagaimana konsep asuhan keperawatan pada pasien
dengan Infeksi Torch

BAB II TINJAUAN TEORI


A. DEFINISI
Penyakit TORCH merupakan kelompok infeksi beberapa jenis virus
yaitu parasite Toxoplasma gondii, virus Rubella, CMV (Cytomegalo
Virus), virus Herpes Simplex (HSV1 – HSV2) dan kemungkinan oleh
virus lain yang dampak klinisnya lebih terbatas (misalnya Measles, Vari-
cella, Echovirus, Mumps, Vassinia, Polio dan Coxsackie-B). Penyakit
TORCH ini dikenal karena menyebabkan kelainan dan berbagai keluhan
yang bisa menyerang siapa saja, mulai anak-anak sampai orang dewasa,
baik pria maupun wanita. Bagi ibu yang terinfeksi saat hamil dapat
menyebabkan kelainan pertumbuhan pada bayinya, yaitu cacat fisik dan
mental yang beraneka ragam. Infeksi TORCH juga dapat menyerang se-
mua jaringan organ tubuh, termasuk sistem saraf pusat dan perifer yang
mengendalikan fungsi gerak, penglihatan, pendengaran, sistem kadio-
vaskuler serta metabolisme tubuh (Wordpres, 2012). TORCH adalah isti-
lah yang mengacu kepada infeksi yang disebabkan oleh (Toksoplasma,
Rubella, Cytomegalovirus (CMV) dan Herpes simplex virus II (HSV-II)
dalam wanita hamil. TORCH merupakan singkatan dari Toxoplasma
gondii (toxo), Rubella, Cyto Megalo Virus (CMV), Herpes Simplex
Virus (HSV) and other diseases. Infeksi TORCH ini sering menimbulkan
berbagai masalah kesuburan (fertilitas) baik pada wanita maupun pria se-
hingga menyebabkan sulit terjadinya kehamilan. Infeksi TORCH adalah
akronim dari beberapa penyakit yaitu toksoplasmosis, rubella, cy-
tomegalovirus, dan herpes simpleks yang sering menimbulkan infeksi
kongenital dalam bentuk hampir sama yaitu mikrosefali, ketulian dan
kebutaan, kehamilan dapat terjadi abortus, persalinan prematur, dan per-
tumbuhan janin terlambat (Yadav, 2014). Sebagian infeksi ini mempun-
yai obat khusus tetapi sebagian tidak ada obatnya dan bergantung pada
kekebalan yang didapatkan akibat infeksi pertama. Bila terjadi reinfeksi
maka terbentuk kekebalan yang cukup sehingga tidak akan menimbulkan
kelainan kongenital (Manuaba, 2010).

1. Toxoplasma gondii (toxo) Toxoplasmosis penyakit zoonosis yaitu


penyakit pada hewan yang dapat ditularkan ke manusia. Penyakit ini
disebabkan oleh sporozoa yang dikenal dengan nama Toxoplasma
gondii. Toxoplasma gondii yaitu suatu parasit intraselluler yang meng-
infeksi pada manusia dan hewan. Toxoplasma gondii termasuk spesies
dari kelas sporozoa (Cocidia), pertama kali ditemukan pada binatang
pengerat Ctenodactylus gundi di Afrika Utara (Tunisia) oleh Nicolle
dan Manceaux tahun 1908. Tahun 1928.
Toxoplasma gondii ditemukan pada manusia pertama kali oleh Castel-
lani. Toksoplasmosis adalah sejenis infeksi yang disebabkan oleh seje-
nis parasit toksoplasma gondi yang biasanya ditemukan pada kucing.
Infeksi ini dapat menyebabkan pertumbuhan janin menjadi terhambat,
kelainan mata, cacat otak, abortus atau malah mati saat dilahirkan
(Nirwana, 2011).

2. Rubella adalah infeksi virus yang dapat menyebabkan infeksi kronik


intrauterin, mengganggu pertumbuhan dan perkembangan janin.
Rubella disebabkan oleh virus plemorfis yang mengandung RNA
(Fadlun, 2014). Penyakit ini disebabkan oleh virus Rubella yang ter-
masuk famili Togaviridae dan genus Rubivirus, infeksi virus ini ter-
jadi karena adanya kontak dengan sekret orang yang terinfeksi, pada
wanita hamil penularan ke janin secara intrauterin.

3. Cytomegalovirus (CMV) Penyakit ini disebabkan oleh human cy-


tomegalovirus, subfamili beta herpes virus, famili herpesviridae. Cy-
tomegalovirus atau lebih sering disebut CMV adalah infeksi oportiu-
nistik yang berhubungan dengan HIV. Virus ini dibawa oleh sekitar
50% populasi dan 90% penderita dengan HIV. Cytomegalo virus juga
merupakan anggota keluarga virus herpes yang disebut herpes viridae.
CMV sering disebut sebagai “virus paradoks” karena bila menginfeksi
seseorang dapat berakibat fatal, atau dapat juga hanya diam didalam
tubuh penderita seumur hidupnya (Rukiyah, 2010).

4. Herpes Simplex Virus (HSV) Herpes simplex atau herpes genitalia


adalah infeksi virus herpes simpleks pada atau disekitar vagina, vulva
(bibir vagina) dan anus (wanita) (Robson, 2011). Herpes dapat menye-
babkan luka pada daerah mulut, dan hidung, pada daerah kemaluan
(laki-laki dan wanita) dan daerah anus, atau pada mata, jari dan tan-
gan. Terdapat dua jenis virus Herpes simpleks yaitu Herpes tipe 1 dan
tipe 2 (Nugraheny, 2010). B.

B. ETIOLOGI
1. Toxoplasma gondii (toxo) disebabkan oleh sporozoa yang dikenal den-
gan nama Toxoplasma gondii yaitu suatu parasit intraselluler yang meng-
infeksi pada manusia dan hewan, termasuk spesies dari kelas sporozoa
(Cocidia) (Nirwana, 2011).

2. Rubella disebabkan oleh virus plemorfis yang mengandung RNA yang


termasuk famili Togaviridae dan genus Rubivirus (Fadlun, 2014).

3. Cytomegalovirus (CMV) disebabkan oleh human cytomegalo virus,


subfamili beta herpes virus, famili herpesviridae (Rukiyah, 2010).

4. Herpes Simplex Virus (HSV) disebabkan oleh virus herpes simpleks


(Nugraheny, 2010).

C. KLASIFIKASI
1. Toxoplasma gondii (toxo)
2. Rubella
3. Cytomegalovirus (CMV) CMV dapat mengenai hampir semua organ
dan menyebabkan hampir semua jenis infeksi. Organ yang terkena
adalah:  CMV encephalitis (otak).  CMV retinitis (mata).  CMV
myocarditis (jantung).  CMV pneumonitis (paru-paru).  CMV gas-
tritis (lambung).  CMV hepatitis (hati).  CMV nefritis (ginjal). 
CMV colitis (usus).
4. Herpes Simplex Virus (HSV) Herpes simplex virus (HSV) ada 2 tipe
yaitu :  HSV tipe 1 biasanya mempunyai gejala ringan dan hanya
terjadi pada bayi karena adanya kontak dengan lesi genital yang infek-
tif.  HSV tipe 2 merupakan herpes genitalis yang menular lewat
hubungan seksual (Nugraheny, 2010). D.

D. MANIFESTASI KLINIS
1. Toksoplasmosis Gejala klinik yang muncul pada ibu hamil sebagian
asimtomatik, limpadenopati disertai malaise,nyeri kepala, nyeri teng-
gorokan, nyeri otot, dan kelelahan disertai demam. Sedangkan pada
bayi baru lahir tampak hidrosefalus, retardasi mental, chorioretinitis,
hepatitis, pneumonia, miositis, dan limpadenopati (Fadlun, 2014). Ny-
eri pada kelenjar limphe yang membesar, dapat disertai pneumonia,
polimiositis, dan miokarditis, serta limphafingitis (Nugraheny, 2010).
2. Rubella Gejala klinis infeksi virus rubella berupa pembengkakan pada
kelenjar getah benih, demam diatas 38ºC, mata terasa nyeri, muncul
bintik-bintik diseluruh tubuh, kulit kering, sakit pada persendian, sakit
kepala, dan hilang nafsu makan (Rukiyah, 2010).

3. Cytomegalovirus Pada umumnya infeksi CMV tidak menimbulkan ge-


jala, bila menimbulkan gejala, gejalanya tidak spesifik seperti flu dan
sakit tenggorokan (Esty, 2010). Gejala klinis infeksi cytomegalovirus
seperti mononukleosis; demam, pharingitis, poliarthritis, lim-
fadenopati (Manuaba, 2009).

4. Herpes Simplex Virus (HSV) Gejalanya berupa luka yang terasa nyeri
atau benjolan berisi cairan disekitar bulu kemaluan,vagina,vulva atau
anus. Bisa juga terasa nyeri saat pipis. Serta gejala virus umumnya
seperti demam, rasa tidak enak badan serta sangat lelah. Luka herpes
genital bisa muncul di sekitar vagina, vulva, liang vagina atau anus,
begitu terinfeksi virus ini, virus akan menetap ditubuh dan bisa aktif
berkali-kali. Gejala awalnya bisa berupa rasa geli/gatal pada daerah
yang terkena (Nugraheny, 2010).

E. PATOFISIOLOGI
1. Toksoplasmosis Organisme tempat toxoplasma gondii hidup adalah
kucing. Kucing tersebut terinfeksi karena memakan hewan pengerat
dan burung pemakan daging yang terinfeksi. Satu minggu setelah ter-
infeksi, kucing mengeluarkan oocyst yang terdapat pada fesesnya.
Pengeluaran oocyst terus menerus sampai sekitar 2 minggu sebelum
kucing itu sembuh atau pulih kembali. Feses kucing sudah sangat in-
feksius. Oocyst dalam feses menyebar melalui udara dan ketika di-
hirup akan dapat menyebabkan infeksi. Sporulasi organisme ini terjadi
setelah 1-5 hari dalam kotoran. Jika oocyst terkandung dalam tanah
sisa-sisa partikel berada di atasnya dan akan terbawa arus air hujan.
Sisa oocyst dapat bertahan hidup sampai lebih dari 1 tahun tetapi tidak
aktif .

2. Rubella Virus sesudah masuk melalui saluran pernafasan akan menye-


babkan peradangan pada mukosa saluran pernafasan untuk kemudian
menyebar keseluruh tubuh, dari saluran pernafasan inilah virus akan
menyebrang ke sekelilingnya. Pada infeksi rubella yang diperoleh post
natal virus rubella akan dieksresikan dari faring selama. Pada rubella
yang kongenal saluran pernafasan dan urin akan tetap mengeksresikan
virus sampai usia 2 tahun. Hal ini perlu diperhatikan dalam perawatan
bayi dirumah sakit dan dirumah untuk mencegah terjadinya penularan.
Sesudah sembuh tubuh akan membentuk kekebalan baik berupa anti-
body maupun kekebalan seluler yang akan mencegah terjadinya in-
feksi ulangan (Dr.I Made Arya,2009).

3. Cytomegalovirus (CMV) Sitomegalovirus (CMV) adalah penyebab


utama infeksi virus congenital di amerika utara.CMV agaknya ditu-
larkan dari orang ke orang melalui kontak langsung dengan cairan
atau jaringan tubuh, termasuk urin, darah, liur, secret servikal, semen
dan ASI. Masa inkubasi tidak diketahui
berikut ini adalah perkiraan masa inkubasi: setelah lahir-3 sampai 12
minggu; setelah tranfusi-3 sampai 12 minggu; dan setelah transplan-
tasi-4 minggu sampai 4 bulan. Urin sering mengandung CMV dari be-
berapa bulan sampai beberapa tahun setelah infeksi.Virus tersebut da-
pat tetap tidak aktif dalam tubuh seseorang tetapi masih dapat diak-
tifkan kembali.Hingga kini belum ada imunisasi untuk mencegah
penyakit ini.

4. Herpes Simplex Virus (HSV) Pada saat virus masuk kedalam tubuh
belum memiliki antibody maka infeksinya bisa bersifat luas dengan
gejala-gejala konstitusionil berat.Ini disebut infeksi primer. Virus ke-
mudian akan menjalar melalui serabut saraf sensoris ke ganglian saraf
regional (ganglian sakralis) dan berdiam disana secara laten. kalau
pada saat virus masuk pertama kali tidak terjadi gejala-gejala primer,
maka tubuh akan membuat antibody sehingga pada serangan berikut-
nya gejala tidaklah seberat infeksi primer. Bila sewaktuwaktu ada fak-
tor pencetus, virus akan mengalami aktifasi dan multiplikasi kembali
sehingga terjadi infeksi reklien. karena pada saat ini tubuh sudah
mempunyai antibody maka gejalanya tidak seberat infeksi primer.
Faktor-faktor pencetus, virus akan mengalami aktivasi dan multip-
likasi kembali sehiangga terajadi infeksi neklien. karena pada saat ini
tubuh sudah mempunyai antibody maka gejalanya tidak seberat in-
feksi primer.

F. CARA PENULARAN
1. Toksoplasmosis Manusia dapat tertular melalui kotoran kucing, tanah
yang terinfeksi, ingesti daging terinfeksi yang mentah atau tidak di-
masak sempurna (Laksemi, 2013). Diketahui sekitar 50% pasien
pengidap toksoplasmosis tertular melalui daging yang terinfeksi,
terutama daging babi (Helen, 2009).

2. Rubella Virus ini dapat menular lewat udara. Selain itu virus rubella
dapat ditularkan melalui urine, kontak pernapasan, dan memiliki masa
inkubasi 2-3 minggu. Penderita dapat menularkan virus selama sem-
inggu sebelum dan sesudah timbulnya Rush (ruam) pada kulit. Rush
rubella berwarna merah jambu, akan menghilang dalam 2-3 hari, dan
tidak selalu muncul dalam setiap kasus infeksi (Rukiyah, 2010).

3. Cytomegalovirus (CMV) Penularan/transmisi CMV ini berlangsung


secara horisontal, vertikal, dan hubungan seksual. Transmisi horison-
tal terjadi melalui droplet infection dan kontak dengan air ludah dan
air seni. Sementara itu, transmisi vertikal adalah penularan proses in-
feksi maternal ke janin. Infeksi CMV kongenital umumnya terjadi
karena transmisi transplasenta selama kehamilan dan diperkirakan
0,5% - 2,5% dari populasi neonatal. Dimasa peripartum infeksi CMV
timbul karena akibat pemaparan terhadap sekresi serviks yang telah
terinfeksi melalui air susu ibu dan tindakan transfusi darah. Dengan
cara ini prevalensi diperkirakan 3-5% (Prawirohardjo, 2011).

4. Herpes Simplex Virus (HSV) Virus ini dapat ditularkan melalui kon-
tak badan dan seksual, infeksi dapat tertular pada bayi saat proses per-
salinan karena ada gesekan dengan alat kelamin, tipe-tipe herpes; her-
pes simpleks tipe I pada umumnya menyebabkan lesi atau luka pada
sekitar wajah, bibir, mukosa mulut, dan leher. Herpes simpleks tipe II
umumnya menyebabkan lesi pada genital dan sekitarnya (bokong,
daerah anal dan paha) (Rukiyah, 2010).

G. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1. Toksoplasmosis Pada pemeriksaan secara makroskopis, plasenta yang
terinfeksi biasanya membesar dan memperlihatkan lesi yang mirip
dengan gambaran khas dari eritroblastosis fetalis. Villi akan membe-
sar, oedematus dan sering immatur pada umur kehamilan. Diagnosis
dapat ditegakkan dengan adanya gambaran organisme dalam sel. Or-
ganisme sulit ditemukan pada plasenta, tetapi bila ditemukan biasanya
terdapat dalam bentuk kista di korion atau jaringan subkorion. Identi-
fikasi sering sulit, sebab sinsitium yang mengalami degenerasi sering
mirip dengan kista. Pemeriksaan yang baru dan saat ini sering digu-
nakan adalah dengan enzyme-linnked immunosorbent assay (ELISA).
Pemeriksaan yang sering digunakan adalan dengan mengukur jumlah
IgG, IgM atau keduanya. IgM dapat terdeteksi lebih kurang 1 minggu
setelah infeksi akut dan menetap selama beberapa minggu atau bulan.
IgG biasanya tidak muncul sampai beberapa minggu setelah pen-
ingkatan IgM tetapi dalam titer rendah dapat menetap sampai beber-
apa tahun. Secara optimal, antibodi IgG terhadap toksoplasmosis da-
pat diperiksa sebelum konsepsi, dimana adanya IgG yang spesifik un-
tuk toksoplasma memberikan petunjuk adanya perlindungan terhadap
infeksi yang lampau. Pada wanita hamil yang belum diketahui status
serologinya, adanya titer IgG toksoplasma yang tinggi sebaiknya
diperiksa titer IgM spesifiktoksoplasma. Adanya IgM menunjukkan
adanya infeksi yang baru saja terjadi, terutama dalam keadaan titer
yang tinggi. Tetapi harus diingat bahwa IgM dapat terdeteksi selama
lebih dari 4 bulan bila menggunakan fluorescent antibody test, dan da-
pat lebih dari 8 bulan bila menggunakan ELISA. Diagnosis prenatal
dari toksoplasmosis kongenital dapat juga dilakukan dengan kordosin-
tesis dan amniosintesis dengan test serologi untuk IgG dan IgM pada
darah fetus. Adanya IgM menunjukkan adanya infeksi akrena IgM
tidak dapat melewati barier plasenta sedangkan IgG dapat berasal dari
ibu. Meskipun demikian antibodi IgM spesifik mungkin tidak dapat
ditemukan karena kemungkinan terbentuknya antibodi dapat terlambat
pada janin dan bayi. Pedoman yang digunakan dalam menilai hasil
serologi : a. Infeksi primer akut dapat dicurigai bila :  Terdapatnya
serokonversi IgG atau peningkatan IgG 2-4 kali lipat dengan interval
2-3 minggu.  Terdapatnya IgA dan IgM positif menunjukkan infeksi
1-3 minggu yang lalu. IgG avidity yang rendah Hasil Sabin-Feldman/
IFA >300 IU/ml atau 1:1000  IgM-IFA 1:80 atau IgM-ELISA 2.600
IU/ml b. IgG yang rendah dan stabil tanpa disertai IgM diperkirakan
merupakan infeksi lampau. c. Satu kali pemeriksaan dengan IgG dan
IgM positif tidak dapat dipastikan sebagai infeksi akut dan harus di-
lakukan pemeriksaan ulang atau pemeriksaan lain.

2. Rubella Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang timbul,


dan dari pemeriksaan darah di laboratorium dengan melihat kadar an-
tibodi IgG dan IgM-nya terhadap rubela. Diagnosa ditegakkan melalui
pemeriksaan serologi. IgM akan cepat memberi respon setelah keluar
ruam dan kemudian akan menurun dan hilang dalam waktu 4 – 8
minggu, IgG juga memberikan respon setelah keluar ruam dan tetap
tinggi selama hidup. Diagnosa ditegakkan dengan adanya peningkatan
titer 4 kali lipat dari hemagglutination-inhibiting (HAI) antibody dari
dua serum yang diperoleh dua kali selang waktu 2 minggu atau setelah
adanya IgM. Diagnosa Rubella juga dapat ditegakkan melalui biakan
dan isolasi virus pada fase akut. Ditemukannya IgM dalam darah tali
pusat atau IgG pada neonatus atau bayi 6 bulan mendukung diagnosa
infeksi Rubella.

3. Cytomegalovirus (CMV) Untuk dapat menegakkan diagnosis infeksi


sitomegalovirus ibu dibutuhkan antara lain: a. Peningkatan titer anti-
bodi anti sitomegalovirus sebesar lebih dari 4 kali (konversi serologi),
b. Adanya antibodi IgM ibu, atau c. Isolasi virus Pada bayi baru lahir,
kultur CMV dapat diambil dari urine dan cairan amnion. TORCH
screen antibody assays, terutama mengukur IgG, memerlukan 2 con-
toh serum untuk diagnosis yang lebih tepat, yang pertama diambil
pada neonatus saat lahr, dan yang kedua pada umur 4-6 bulan. Penu-
runan titer antiboodi CMV menunjukkan bahwa antibodi dari ibu ke
janin, dialirkan melalui plasenta. Titer yang menetap atau meninggi
akan membantu diagnosis infeksi kongenital, perinatal atau paska na-
tal. Bila ditemukan adanya IgM pada bayi baru lahir menujukkan su-
atu infeksi kongenital, sedangkan IgG pada bayi dapat terjadi karena
transfer pasif melalui plasenta ibu. Pemeriksaan penunjang lainnya un-
tuk mendiagnosis abnormalitas fetus dalam kandungan adalah dengan
pemeriksaan USG. Melalui USG, dapat diketahui adanya kalsifikasi
intrakranial, IUGR, hidrosefalus, ventrikulomegali, oligohidramnion,
plasenta besar, asites, dan peritonitis mekoneum. Karakteristik yang
penting dan perlu diperhatikan pada infeksi maternal, neonatal dan
kongenital adalah kemampuan penyebaran infeksi pada lingkungan
sekitarnya. Bayi dengan infeksi sitomegalovirus kongenital dapat
mengeluarkan virus yang infeksius dari orofaring dan traktus urinar-
ius. Untuk itu diharapkan ibu hamil dengan seronegatif tidak
melakukan kontak dengan bayi tersebut. Kemungkinan peningkatan
transmisi kongenital hanya bila : a. Didapatkan titer virus yang tinggi
(menandakan adanya infeksi yang baru terjadi) b. Adanya peningkatan
lebih dari 4 kali antibodi spesifik. c. Adanya antibodi IgM anti sito-
megalovirus.

4. Herpes Simplex Virus (HSV) Ditemukannya virus dalam kultur


jaringan. Sayangnya pemeriksaan ini cukup mahal dan membutuhkan
waktu lebih dari 48 jam. Cara yang lebih cepat adalah dengan
memeriksa adanya antibodi secara ELISA, dengan sensitivitas 97,5 %
dan spesifitas 98% meskipun waktu yang dibutuhkan tetap lebih dari
24 jam.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan TORCH adalah pemeriksaan yang bertujuan untuk mende-
teksi infeksi TORCH, yang disebabkan oleh parasit TOxoplasma, virus
Rubella, Cytomegalovirus (CMV) dan virus Herpes. Cara mengetahui in-
feksi TORCH adalah dengan mendeteksi adanya antibodi dalam darah
pasien, yaitu dengan pemeriksaan :
1. Anti-Toxoplasma IgM dan Anti-Toxoplasma IgG (untuk mendeteksi
infeksi Toxoplasma)
2. Anti-Rubella IgM dan Anti-Rubella IgG (Untuk mendeteksi infeksi
Rubella)
3. Anti-CMV IgM dan Anti-CMV IgG (untuk mendeteksi infeksi Cy-
tomegalovirus)
4. Anti-HSV2 IgM dan Anti-HSV2 IgG (untuk mendeteksi infeksi virus
Herpes) Infeksi toksoplasma dan CMV dapat dapat bersifat laten
tetapi yang berbahaya adalah infeksi primer (infeksi yang baru per-
tama terjadi di saat kehamilan, terutama pada trimester pertama). Jadi,
bila hasil pemeriksaan (yang dilakukan saat hamil) positif maka perlu
dilihat lebih lanjut apakah infeksi baru terjadi atau telah lama berlang-
sung. Untuk itu perlu dilakukan pemeriksaan :
1. Aviditas Anti-Toxoplasma IgG.
2. Aviditas Anti-CMV IgG.  Indikasi pemeriksaan TORCH :
1. Wanita yang akan hamil atau merencanakan segera hamil.
2. Wanita yang baru/sedang hamil bila hasil sebelumnya negatif
atau belum diperiksa, idealnya dipantau setiap 3 bulan sekali.
3. Bayi baru lahir yang ibunya terinfeksi pada saat hamil.  Panel
torch 1. Anti-Toxoplasma IgM. 2. Anti-Toxoplasma IgG. 3.
Anti-Rubella IgM.
4. Anti-Rubella IgG.
5. Anti-CMV IgM.
6. Anti-CMV IgG.
7. Anti HSV2 IgM.
8. Anti HSV2 IgG.

I. KOMPLIKASI
1. Toksoplasmosis Pada ibu hamil penyakit ini dapat menular kepada
janin dengan akibat: abortus, partus prematurus, dan kematian janin
dalam rahim serta meninggikan kematian neonatal. Dapat terjadi cacat
bawaan; hidrochepalus, mikrochepalus, anensefalus, meningo ense-
falitis, dan kelainan pada mata serta dapat menyebabkan hidrops (Nu-
graheny,2010).

2. Rubella Rubella pada trimester pertama memberikan dampak buruk


untuk kemungkinan besar terjadinya kelainan bawaan (sindroma
rubela kongenital). Kelainan bawaan yang banyak ialah defek pada
jantung, katarak, retinitis, dan ketulian (Sarwono, 2011). Jika ibu
menderita infeksi ini setelah kehamilan berusia lebih dari 20 minggu,
jarang terjadi kelainan pada bayi. Kelainan bawaan yang biasa dite-
mukan pada bayi baru lahir adalah tuli, katarak, mikrosefalus, keterbe-
lakangan mental, dan kelainan jantung bawaan (Rukiyah. 2010).

3. Cytomegalovirus (CMV) Pengaruhnya terhadap kehamilan adalah ke-


lainan kongenital dalam bentuk (hidrosefalus, mikrosefali, mikrof-
talmia) atau infeksi yang bersifat kronis (ensefalitis, kelainan darah)
(Manuaba, 2010).

4. Herpes Simplex Virus (HSV) Infeksi sejak trimester 1 dapat menim-


bulkan kelainan kongenital seperti gangguan neurologis, korioretinitis,
terjadi mikrosefali, dan gangguan tumbuh kembang susunan saraf
pusat yang menyebabkan retardasi mental, IQ rendah kurang dari 70,
dan dapat menimbulkan kejangkejang. Terhadap tumbuh kembang
janin dapat menimbulkan: abortus, kematian intra uteri, lahir mati,
persalinan prematur, dan meningkatkan kejadian ketuban pecah dini
(Manuaba, 2012). Bayi yang tertular herpes saat dilahirkan disebut
herpes neonatal. Herpes neonatal dapat menginfeksi kulit bayi, mata
atau mulut dan bisa merusak otak serta organ lain. Bayi bisa sangat
kesakitan bahkan meninggal (Nugraheny, 2010).

J. PENATALAKSANAAN
1. Toksoplasmosis Infeksi toksoplasma pada ibu hamil dapat dicegah
dengan cara menghindari tertelannya kista atau ookista berbentuk
spora dengan menjaga kebersihan diri. Perlu kebiasaan mencuci tan-
gan sebelum makan atau setelah kontak dengan kucing/ kotoran kuc-
ing, memasak makanan sampai matang benar (>66º C) dan menggu-
nakan sarung tangan sewaktu berkebun. Buah-buahan dan sayur men-
tah harus dicuci bersih dan makanan dilindungi supaya tidak dihing-
gapi lalat, kecoa, dan serangga atau binatang lain yang mungkin dapat
membawa kontaminasi dari kotoran kucing. Pengobatan terhadap ibu
hamil yang terinfeksi akut dengan tujuan mengurangi infeksi ke janin,
dosis yang dianjurkan WHO adalah :
1. Kombinasi antara sulfa, pirimethamin, dan asam folat dengan do-
sis:
a. Sulfonamide/ sulfadiazin 1000 mg per hari
b. Pirimethamin (Daraprim) 25 mg per hari
c. Asam folat 10 mg/ minggu (mencegah depresi sumsum tulang)
Dosis ini diberikan selama 4 minggu dan diulang lagi dengan
interval 4 minggu dengan maksimum 3 siklus pemberian sam-
pai terjadinya persalinan. Karena teratogenic maka kombinasi
pirimethamin dan sulfa baru dapat digunakan setelah kehamilan
20 minggu.

2. Pada kehamilan trimester I digunakan spiramisin, suatu antibiotika


golongan makrolid dengan dosis 3x1 gram selama 4 minggu (9 juta
unit) dan diulang tiap 4 minggu.

2. Rubella Penanggulangan infeksi rubella adalah dengan pencegahan in-


feksi salah satunya dengan cara pemberian vaksinasi. Pemberian
vaksinasi rubella secara subkutan dengan virus hidup rubella yang
dilemahkan dapat memberi kekebalan yang lama dan bahkan bisa seu-
mur hidup. Vaksin rubella dapat diberikan bagi orang dewasa
terutama wanita yang tidak hamil. Vaksin rubella tidak boleh
diberikan pada wanita yang hamil atau akan hamil dalam 3 bulan sete-
lah pemberian vaksin. Hal ini karena vaksin berupa virus rubella hidup
yang dilemahkan dapat beresiko menyebabkan kecacatan meskipun
sangat jarang. Tidak ada preparat kimiawi atau antibiotik yang dapat
mencegah viremia pada orang-orang yang tidak kebal dan terpapar
rubella. Bila didapatkan infeksi rubella dalam uterus, sebaiknya ibu
diterangkan tentang resiko dari infeksi rubella kongenital. Dengan
adanya kemungkinan terjadi defek yang berat dari infeksi pada
trimester I, pasien dapat memilih untuk mengakhiri kehamilan, bila di-
agnosis dibuat secara tepat.

3. Cytomegalovirus (CMV) Sampai saat ini tidak ada pengobatan yang


efektif untuk mengatasi infeksi maternal, dan karena resiko terjadinya
morbiditas fetal adalah rendah pemeriksaan penyaring serologisselama
kehamilan mempunyai nilai yang terbatas. Berbeda dengan infeksi
virus rubella, antibodi sitomegalovirus tidak dapat melindungi kemu-
ngkinan infeksi kongenital pada kehamilan yang berikutnya, sehingga
kegunaan vaksinasi untuk sitomegalovirus diragukan. Yang penting
dan perlu diperhatikan bagi wanita hamil yang seronegative harus
mencegah agar tidak terlalu sering kontak dengan anak-anak usia 2-4
tahun terutama yang diketahui menderita infeksi infeksi sito-
megalovirus, dan selalu menjaga kebersihan diri dengan membiasakan
selalu mencuci tangan setelah kontak dengan produk cairan anak-anak
seperti muntahan, popok, dan lain-lain.

4. Herpes Simplex Virus (HSV) Prinsip utama adalah jangan biarkan


virus dan bayi bertemu. Wanita yang terkena infeksi virus herpes geni-
talia dianjurkan untuk tidak hamil. Apabila ibu sudah terlanjur hamil
hati-hati dengan ancaman partus prematuria dan viremia pada ibu
karena penurunan daya tahan tubuh. Ibu yang terkena virus herpes
genitalia dan bayi yang lahir dengan herpes neonatal dapat diobati
dengan acyclovir atau vidarabine yang aman terhadap kehamilan
maupun pada bayinya. Karena beratnya ancaman infeksi virus herpes
pada neonatus, persalinan perabdominam dianjurkan pada kasus-kasus
dengan dugaan lesi herpes pada genitalia atau dengan kultur atau Pap
smear terakhir yang memperlihatkan hasil positif untuk virus herpes.
Kultur hanya dilakukan pada ibu dengan lesi herpetik yang mencuri-
gakan. Bila tidak terdapat lesi, persalinan dapat dilakukan pervaginam.
Bayi yang lahir dengan ibu atau bapak yang sedang terserang herpes
genital atau oral dapat dirawat gabung dengan ibu, dan dapat diberikan
ASI bila tidak ada lesi pada puting dan dihindari kontak langsung den-
gan setiap lesi yang ada.
Sejak tahun 1980-an mulai digunakan pengobatan antivirus untuk in-
feksi herpes dengan acyclovir. Acyclovir dapat digunakan dalam be-
berapa bentuk preparat antara lain krim untuk topikal, powder untuk
intravena, kapsul oral dan suspensi oral. Preparat tiopikal digunakan
dengan dioleskan pada daerah terinfeksi setiap 3 jam, 6 kali perhari,
selama 7 hari. Acyclovir intravena diberikan pada kasus yang berat
dengan dosis 5 mg/kg setiap 8 jam selama 5 hari. Kapsul oral acy-
clovir diindikasikan untuk 3 keadaan yaitu : Pengobatan infeksi
primer, pengobatan infeksi ulang yang berat dan penekanan rekurensi
yang serinng dan berat. Dosis pemberian acyclovir oral adalah 200
mg, 5 kali perhari selama 10 hari. Sampai saat ini belum ditemukan
vaksinasi yang efektif untuk infeksi virus herpes simpleks, meskipun
pada model binatang didapatkan vaksin yang efektif untuk mencegah
infeksi dan untuk mengurangi pembentukan fase laten di ganglion
saraf.

K. PENCEGAHAN
Mengingat bahaya dari Infeksi Torch untuk ibu hamil, bagi Anda yang
sedang merencanakan kehamilan atau yang saat ini sedang hamil, berikut
adalah cara-cara mencegah Infeksi Torch agar bayi Anda dapat terlahir
dengan baik dan sempurna, yaitu :

1. Makan makanan bergizi Saat hamil, sebaiknya Anda mengkonsumsi


banyak makanan bergizi. Selain baik untuk perkembangan janin, gizi
yang cukup juga akan membuat tubuh tetap sehat dan kuat. Bila tubuh
sehat, maka tubuh dapat melawan berbagai penyakit termasuk
TORCH sehingga tidak akan menginfeksi tubuh.

2. Lakukan pemeriksaan sebelum kehamilan anda baiknya, Anda


memeriksakan tubuh sebelum merencanakan kehamilan. Anda dapat
memeriksa apakah dalam tubuh terdapat virus atau bakteri yang dapat
menyebabkan infeksi TORCH. Jika Anda sudah terinfeksi, ikuti saran
dokter untuk mengobatinya dan tunda kehamilan hingga benar-benar
sembuh.

3. Melakukan vaksinasi Vaksinasi bertujuan untuk mencegah masuknya


parasit penyebab TORCH. Seperti vaksin rubela dapat dilakukan se-
belum kehamilan. Hanya saja, Anda tidak boleh hamil dahulu sampai
2 bulan kemudian.

4. Makan makanan yang matang Hindari memakan makanan tidak


matang atau mentah. Virus atau parasit penyebab TORCH bisa terda-
pat pada makanan dan tidak akan mati apabila makanan tidak dimasak
sampai matang. Untuk mencegah kemungkinan tersebut, selalu kon-
sumsi makanan matang dalam keseharian Anda.

5. Periksa kandungan secara terartur Selama masa kehamilan, pastikan


juga agar Anda memeriksakan kandungan secara rutin dan teratur.
Maksudnya adalah agar dapat dilakukan tindakan secepatnya apabila
di dalam tubuh Anda ternyata terinfeksi TORCH. Penanganan yang
cepat dapat membantu agar kondisi bayi tidak menjadi buruk.

6. Jaga kebersihan tubuh Jaga higiene tubuh Anda. Prosedur higiene


dasar, seperti mencuci tangan, sangatlah penting.

7. Hindari kontak dengan penderita penyakit


Seorang wanita hamil harus menghindari kontak dengan siapa pun
yang menderita infeksi virus, seperti rubela, yang juga disebut campak
Jerman. Dengan mencari lebih banyak informasi tentang kehamilan
serta merawat dirinya sebelum dan selama masa kehamilan maupun
dengan memikirkan masak-masak jauh di muka tentang berbagai as-
pek melahirkan, seorang wanita akan melakukan sebisa-bisanya untuk
memastikan kehamilan yang lebih aman. Maka, bagi seorang wanita
hamil, cobalah untuk selalu waspada terhadap berbagai penyakit
seperti TORCH agar bayi Anda terlahir sehat.

BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN INFEKSI TORCH

A. PENGKAJIAN
1. Identitas klien dan penanggung jawab.
Nama :
Tempat Tanggal Lahir (TTL) :
Umur :
Jenis Kelamin :
Agama :
Status perkawinan :
Pendidikan terakhir. :
Pekerjaan :
Alamat :
Keluhan utama :
Riwayat kesehatan :
Riwayat kesehatan dahulu : Klien sering berkontak langsung dengan
binatang. Klien sering
mengkonsumsi daging setengah atang. Klien
pernah
mendapatkan transfusi darah
Pengukuran TTV :
Pemeriksaan fisik (head to toe) :
Data biologis Fisik ibu biasanya tidak ada perubahan yang berarti pada taha-
pawal, ibu mungkin lebih menyukai makanan yang setenagh matang maupun
kontak dengan hewan peliharaan.
Data psikologis Usia dan tahap perkembangan ibu hamil mempengaruhi respon
dan mekanisme koping ibu terhdapa perubahan yang dialaminya. Pengalaman
dari lingkungan sekitar turut membantu ibu dalam menghadapi diagnose atas
penyakitnya. Data psikospiritual Lingkungan social dan dukungan orang sekiar
maupun terdekat memiliki peranan penting dalam peranan penyembuhan
penyakit.
Jika lingkungan social dan keluarga mampu mendukung klien percepatan ke-
sembuhan akan mungkin terjadi. Pondasi agama dan kebiasaan klien beribadah
juga dapat dapat menjadi asper mekanisme koping klien. Semakin dekat klien
dengan tuhannya, maka klien akan lebih mendekatkan dirinya ketika menge-
tahui diagnose penyakitnya. Dalam beberapa kasus ada juga yang menyalahkan
tuhan. 10.
Data sosial dan ekonomi Lingkungan social jika klien tinggal dilingkungan
keluargab yang menyukai hewan seperti kucing mungkin lebih meningkatkan
resiko terjadinya penyakit TORCH. Dan keterbatasan ekonomi pada klien se-
hingga tidak mampu merawat hewan peliharan dengan baik.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri b.d adanya proses infeksi / inflamasi.
2. Hipertemia b. d peningkatan tingkat metabolisme penyakit
3. Kekurangan volume cairan b.d tidak adekuatnya masukan makanan
dan cairan
4. Kurang pengetahuan tentang penyakit b.d terbatasnya informasi.

C. INTERVENSI
1. Nyeri b.d adanya proses infeksi / inflamasi. Setelah dilakukan tin-
dakan keperawatan selama …x24 jam diharapkan nyeri dapat berku-
rang dengan kriteria hasil : Pasien dapat melaporkan nyeri berkurang
dan dapat terkontrol. Pasien tampak rileks. Pasien dapat tidur dan isti-
rahat tanpa harus terganggu oleh rasa nyerinya. INTERVENSI Obser-
vasi :
1. Observasi adanya nyeri dan tingkat nyeri.
Rasional : Memudahkan tindakan keperawatan
2. Ajarkan dan catat tipe nyeri serta tindakah untuk mengatasi nyeri.
Rasional : Meningkatkan persepsi klien terhadap nyeri yang di-
alaminya.
3. Ajarkan teknik relaksasi. Rasional : Meningkatkan kenyamanan
klien.  Health Education
4. Berikan penjelasan kepada pasien dan keluarga untuk menggu-
nakan kompres hangat dalam mengurangi nyeri.
Rasional : Membantu mengurangi nyeri dan meningkatkan kenya-
manan klien.  Kolaborasi.
5. Kolaborasi pemberian analgesik. Rasional : Mengurangi nyeri 2.
Hipertemia b. d peningkatan tingkat metabolisme penyakit Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama …x 24 jam diharapkan
suhu tubuh pasien dapat normal kembali dengan criteria hasil : 
Suhu normal : 36,5-37,5oC.  Kulit pasien tidak tampak kemera-
han dan tidak panas ketika disentuh.  Tubuh pasien tidak meng-
gigil. INTERVENSI  Observasi :
1. Observasi dan catat hasil pemeriksaan suhu tubuh pasien. Ra-
sional : Menentukan intervensi selanjutnya.  Mandiri :
2. Berikan kompres hangat. Rasional : Kompres dapat menurun
suhu tubuh yang non farmakologis.  Health Education :
3. Berikan penjelasan kepada pasien dan keluarga untuk banyak
minum minimal 1,5 liter/hari. Rasional : Hidrasi yang adekuat da-
pat menurunkan suhu tubuh dan mencegah kekurangan cairan dan
elektrolit.
4. Berikan penjelasan kepada pasien dan keluarga untuk memperta-
hankan kebersihan kulit. Rasional : Kulit yang kotor dapat meng-
halangi penguapan tubuh terhadap panas.  Kolaborasi:
5. Kolaborasi pemberian antipiretik.
Rasional : Dapat menurunkan panas. 3. Kekurangan volume cairan
b.d tidak adekuatnya masukan makanan dan cairan. Setelah di-
lakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam diharapkan vol-
ume cairan pasien dapat terpenuhi dengan criteria hasil :  Pasien
dapat mempertahankan volume sirkulasi adekuat.  Tanda – tanda
vital dalam batas normal : - S = 36,5-37,50C. - RR = 16-24 x/
menit. - TD = 120/80 mmHg. - N = 60-100 x/menit.  Nadi perifer
pasien teraba.  Haluaran urine adekuat.  Membrane mukosa
pasien lembab.  Turgor kulit elastis. INTERVENSI  Observasi :
1. Observasi tanda-tanda vital.
Rasional : Perubahan tanda vital yang signifikan menandakan
adanya.
2. Observasi tanda-tanda dehidrasi. Rasional : Menentukan inter-
vensi selanjutnya.
3. Pantau mambran mukosa kering, torgor kulit yang kurang baik,
dan rasa haus. Rasional : Hipovolemia akan memperkuat tanda-
tanda dehidrasi.
4. Ukur dan catat urine setiap kali berkemih.
Rasional : Untuk mengetahui adanya perubahan warna dan un-
tuk mengetahui input/output.  Health Education :
5. Berikan penjelasan kepada pasien untuk banyak minum mini-
mal 1,5 liter/hari. Rasional : Mempertahankan intake cairan per-
oral.
6. Berikan cairan IV.
Rasional : Mempertahankan volume sirkulasi, meningkatkan
fungsi ginjal. Kurang pengetahuan tentang penyakit b.d ter-
batasnya informasi. Setelah dilakukan tindakan keperawatan se-
lama … x 24 jam, diharapkan pasien dan keluarga dapat memi-
liki pengetahuan terkait masalah kesehatan yang dialaminya
dengan kriteria hasil :  Pasien dan keluarga mengerti tentang
penyakitnya.  Pasien dan keluarga mengetahui penanganan
penyakitnya. INTERVENSI  Observasi :
1. Kaji ulang proses penyakit, ulangi penjelasan sesuai kebu-
tuhan.
Rasional : Memberi informasi pada tingkat pemahaman
pasien/orang terdekat akan menurunkan ansietas dan kesala-
han konsep tentang apa yang dialami pasien.
2. Perhatikan tingkat ansietas dan perubahan proses pikir. Ra-
sional : Faktor ini secara langsung mempengaruhi kemam-
puan untuk berpartisipasi/mengakses dan menggunakan
pengetahuan.
3. Dorong dan berikan kesempatan untuk bertanya.
Rasional : Meningkatkan proses belajar, meningkatkan
pengambilan keputusan dan menurunkan ansietas sehubung
dengan ketidaktahuan.
4. Berikan penjelasan kepada pasien dan keluarga tentang
penyakitnya.
Rasional : Mengetahui pemahaman keluarga dan pasien. 5.
Berikan penjelasan kepada pasien untuk berobat secara rutin.
Rasional : Terapi yang berkelanjutan dapat memulihkan
keadaan pasien.

D. IMPLEMENTASI
Implementasi disesuaikan dengan intervensi yang telah dibuat.

E. EVALUASI.
1. Nyeri b.d adanya proses infeksi / inflamasi.
- Pasien dapat melaporkan nyeri berkurang dan dapat terkontrol.
- Pasien tampak rileks.  Pasien dapat tidur dan istirahat tanpa harus
terganggu oleh rasa nyerinya.
2. Hipertemia b. d peningkatan tingkat metabolisme penyakit.
- Suhu normal : 36,5-37,5oC.  Kulit pasien tidak tampah kemera-
han dan tidak panas ketika disentuh.
- Tubuh pasien tidak menggigil.
3. Kekurangan volume cairan b.d tidak adekuatnya masukan makanan
dan cairan.
- Pasien dapat mempertahankan volume sirkulasi adekuat
- Tanda – tanda vital dalam batas normal : - S = 36,5-37,50C. - RR =
16-24 x/menit. - TD = 120/80 mmHg. - N = 60-100 x/menit.
- Nadi perifer pasien teraba.
- Haluaran urine adekuat.
- Membrane mukosa pasien lembab.
- Turgor kulit elastis. 4. Kurang pengetahuan tentang penyakit b.d
terbatasnya informasi.
- Pasien dan keluarga mengerti tentang penyakitnya.
- Pasien dan keluarga mengetahui penanganan penyakitnya.
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPAULAN
TORCH adalah singkatan dari Toxoplasma gondii (Toxo), Rubella, Cy-
toMegaloVirus (CMV), Herpes Simplex Virus (HSV) yang terdiri dari
HSV1 dan HSV2 serta kemungkinan oleh virus lain yang dampak klinis-
nya lebih terbatas (Misalnya Measles, Varicella, Echovirus, Mumps, virus
Vaccinia, virus Polio, dan virus Coxsackie-B).
Penyakit ini sangat berbahaya bagi ibu hamil karena dapat mengaki-
batkan keguguran, cacat pada bayi, juga pada wanita belum hamil bisa
akan sulit mendapatkan kehamilan. Gejala klinis infeksi TORCH sukar
dibedakan, karena gejala klinis yang tidak spesifik. Oleh karena itu, pe-
meriksaan laboratorium sangat membantu serta perlu kesadaran tinggi
terhadap bahaya TORCH pada Neonatal Ibu yang terkena TORCH pada
waktu hamil, serta kibat yang akan diderita oleh bayi : bisa berupa cacat
fisik ataupun mental.

B. SARAN
Untuk selalu waspada terhadap penyakit TORCH dengan cara menge-
tahui media dan cara penyebaran penyakit ini kita dapat menghindari ke-
mungkinan tertular. Hidup bersih dan makan makanan yang dimasak den-
gan matang. Diharapkan bagi ibu hamil untuk meningkatkan pengetahuan
tentang infeksi TORCH dari buku, majalah, informasi media elektronik
(radio, televisi, internet) dan lebih memperhatikan kebersihan lingkungan
disekitar agar kejadian terjadinya penularan TORCH bisa ditekan semini-
mal mungkin.
DAFTAR PUSTAKA
Sarwono. Ilmu Kebidanan. Jakarta:Yayasan Bina pustaka Sarwono Prawiro-
hardjo. 2010. Abidin, A.N. Menghindari dan Mengatasi TORCH. Jakarta: PT
Gramedia. 2014. Acharya, Dhruba dkk. Serological Screening Of Torch Agents
As An Etiology Of Spontaneous Abortion In Dhulikhel Hospital, Nepal diakses
dari http://article.sciencepublishinggroup.com/pdf/10.11648.j.ajbls.20140202.
11.pdf pada tanggal 14 Maret 2016 jam 00.50. (2014). Fadlun & Achmad Fer-
yanto. Asuhan Kebidanan Patologis. Jakarta: Salemba Medika. 2014. Helen,
Varney, dkk. Buku ajar asuhankebidanan. Jakarta: EGC, 2006 Laksemi, Dewa
AAS dkk. Seroprevalensi Yang Tinggi Dan Faktor-Faktor Resiko Toksoplas-
mosis Pada Donor Darah Dan Wanita diakses dari http://ojs.unud.ac.id/in-
dex.php/jvet/article/v…

Anda mungkin juga menyukai