Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

INFEKSI TORCH

OLEH
NAMA : 1. FESTY TRISNIA NDUN
NIM: 211112007
2. FRANSISKA IMELDA PEPO
NIM: 211112009
KELAS : ALIH JENJANG
SEMESTER : II (DUA)

PROGRAM STUDI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS CITRA BANGSA
TAHUN 2022

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat dan bimbinganNya, kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan
baik dan tepat pada waktunya. Kami juga mengucapkan banyak terimakasih
kepada dosen pembimbing yang telah banyak memberikan masukkan untuk
penyelesaian makalah ini. Makalah ini menjelaskan tentang Infeksi TORCH.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Karena itu,
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari
pembaca sekalian demi penyempurnaan makalah ini.

Kupang, Maret 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ....................................................................................... ii


Daftar Isi ................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1
1.2 Tujuan Penulisan ........................................................................ 2
BAB II KONSEP TEORI
2.1 Pengertian ................................................................................... 3
2.2 Etiologi ....................................................................................... 5
2.3 Tanda dan Gejala ........................................................................ 7
2.4 Patofisiologi ............................................................................... 10
2.5 Penatalaksanaan ......................................................................... 10
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian Keperawatan............................................................. 12
3.2 Diagnosa Keperawatan ............................................................... 13
3.3 Intervensi Keperawatan .............................................................. 13
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan ................................................................................. 18
4.2 Saran ........................................................................................... 18
Daftar Pustaka ........................................................................................ 19

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Infeksi TORCH (Toxoplasma, Other Disease, Rubella, Cytomegalovirus and
Herpes Simplex Virus) merupakan beberapa jenis infeksi yang bisa dialami
oleh wanita yang akan ataupun sedang hamil. TORCH dapat menyebabkan
CRS (Congenital Rubella Syndrome). CRS merupakan gabungan beberapa
keabnormalan fisik yang berkembang pada bayi sebagai akibat infeksi virus
Rubella maternal yang berlanjut dalam fetus. Sel yang terinfeksi virus Rubella
memiliki umur yang pendek. Organ janin dan bayi yang terinfeksi memiliki
jumlah sel yang lebih rendah daripada bayi yang sehat. Virus Rubella juga
dapat memacu terjadinya kerusakan dengan cara apoptosis. Risiko terjadinya
kerusakan apabila infeksi terjadi pada trimester pertama kehamilan mencapai
80–90%. Risiko infeksi akan menurun 10-20% apabila infeksi terjadi pada
trimester II kehamilan. Akibat CRS, ibu dapat mengalami keguguran bahkan
kematian karena komplikasi. Selain itu, bahaya juga mengancam janin yang
dalam kandungan. Janin dengan infeksi Rubella dapat mengalami kelainan
kardiovaskuler, ketulian saat lahir, kelainan mata dapat berupa glaukoma.
Virus dapat berdampak di semua organ dan menyebabkan berbagai kelainan
bawaan. Janin yang terinfeksi Rubella berisiko besar meninggal dalam
kandungan, lahir prematur, abortus spontan dan mengalami malformasi sistem
organ. Dapat dilakukan pemeriksaan laboratorik untuk menunjang diagnosis
CRS meliputi isolasi virus, pemeriksaan serologik (hemaglutinasi pasif, uji
hemolisis radial, uji aglutinasi lateks, uji inhibisi hemaglutinasi, imunoasai
fluresens, imunoasai enzim) dan pemeriksaan terhadap RNA virus Rubella.
Sebagai langkah pencegahan infeksi Rubella di Indonesia dilakukan imunisasi
MR (Measles dan Rubella).
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan Umum
1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang konsep teori
infeksi TORCH.

1
2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang konsep
asuhan keserawatan pada pasien dengan infeksi TORCH.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan pengertian infeksi
TORCH
2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan etiologi dari infeksi
TORCH
3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tanda dan gejala
infeksi TORCH
4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan patofisiologi infeksi
TORCH
5. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan penatalaksanaan
pasien dengan infeksi TORCH
6. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan pengkajian pasien
dengan infeksi TORCH
7. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan diagnosa keperawatan
pasien dengan infeski TORCH
8. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan perencanaan
keperawatan pada pasien dengan infeksi TORCH.

2
BAB II

KONSEP TEORI

2.1 Pengertian
TORCH adalah istilah untuk menggambarkan gabungan dari 4 jenis penyakit
infeksi yaitu Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus, Herpes. Keempat jenis
penyakit infeksi ini, sama-sama berbahaya bagi janin bila infeksi diderita oleh
ibu hamil. Kini diagnosis untuk penyakit infeksi telah berembang antara lain
kearah pemeriksaan secara imonologis. Prinsip dari pemeriksan ini adalah
deteksi adanya zat anti (Anti Body) yang spesifik terhadap kuman penyebab
infeksi tersebut sebagai respon tubuh terhdap adanya benda asing (kuman,
antibody yang terburuk dapat berupa imonoglobin M (lgM) dan imonoglobin
G (lgG).
a. Toxoplasma
Infeksi toxoplasma disebabkan oleh parasit Toxoplasma Gondi. Pada
umumnya, infeksi toxoplasma terjadi tanpa gejala yang spesifik. Kira-
kira hanya 10-20% kasus infeksi. Toxoplasmosis gondi adalah protozoa
yang dapat ditemukan pada hampir semua hewan dan unggas berdarah
panas.akan tetapi kucing adalah inang primernya. Kotoran kucing pada
makanan yang berasal dari hewan yang kurang masak yang mengandung
oocyts dari toxoplasma gondi dapat menjadi penyebarannya. Contoh
lainnya adalah pada saat berkebun atau saat membenahi tanaman
dipekarangan kemudian tangan yang belum dibersihkan melakukan
kontak dengan mulut. Infeksi toxoplasma berbahaya apabila terjadi saat
ibu sedang hamil atau pada orang dengan sistem kekebalan tubuh
terganggu misalnya penderita pasien transplantasi organ yang
mendapatkan obat penekan respon imun. Jika wanita hamil terinfeksi
toxoplasmosis maka akibat yang dapat terjadi adalah abortus spontan
atau keguguran, lahir mati atau bayi menderita toxoplasmosis bawaan.
Pada toxoplasmosis bawaan, gejala dapat muncul setelah dewasa,
misalnya kelainan mata dan telinga, retardasi mental, kejang dan
endefalitis.

3
b. Rubella
Infeksi Rubella ditandai dengan demam akut, ruam pada kulit dan
pembesaran kelenjar getah bening. Infeksi ini disebabkan oleh virus
Rubella, dapat menyerang anak-anak dan dewasa muda. Infeksi Rubella
berbahaya bila terjadi pada wanita hamil muda, karena dapat
menyebabkan kelainan pada bayinya. Jika infeksi terjadi pada bulan
pertama kehamilan maka resiko terjadinya kelainan adalah 50%,
sedangkan jika infeksi terjadi trimester pertama maka resikonya menjadi
25% (menurut America College of Obstatrician and Gynecologists,1981).

c. Cytomegalovirus
Infeksi CMV disebabkan oleh virus Cytomegalo, dan virus ini termasuk
golongan virus keluarga herpes. Seperti halnya keluarga herpes lainnya,
virus CMV dapat tinggal secara laten dalam tubuh dan CMV merupakan
salah satu penyebab infeksi yang berbahaya bagi janin bila infeksi terjadi
saat ibu sedang hamil. Jika ibu terinfeksi, maka janin yang dikandung
mempunyai resiko tertular sehingga mengalami gangguan misalnya

4
pembesaran hati, kuning, ekapuran otak, ketulian retardasi mental, dan
lain-lain.
d. Herpes
Infeksi herpes pada alat genital (kelamin) disebabkan oleh herpes
simpleks tipe II (HSV II). Virus ini dapat berada dalam bentuk laten,
menjalar melalui serabut syaraf sensorik dan berdiam diganglion sistem
syaraf otonom. Bayi yang dilahirkan dari ibu yang terinfeksi HSV II
biasanya memperlihatkan lepuh pada kulit, tetapi hal ini tidak selalu
muncul sehingga mungkin tidak diketahui. Infeksi HSV II pada bayi
yang baru lahir dapat berakibat fatal (lebih dari 50 kasus).

2.2 Etiologi
a. Toxoplasma
Infeksi toxoplasma disebabkan oleh parasit yang disebut Toxoplasma
gondi. Tokoplasma gondi adalah protozoa yang dapat ditemukan pada
pada hampir semua hewan dan unggas berdarah panas. Akan tetapi
kucing adalah inang primernya. Kotoran kucing pada makanan yang

5
berasal dari hewan yang kurang masak, yang mengandung oocysts dari
toxoplasma gondi dapat menjadi jalan penyebarannya. Contoh lainnya
adalah pada saat berkebun atau saat membenahi tanaman dipekarangan,
kemudian tangan yang masih belum dibersihkan melakukan kontak
dengan mulut.
b. Rubella
Virus ini pertama kali ditemukan di amerika pada tahun 1966, Rubella
pernah menjadi endemic di banyak negara di dunia, virus ini menyebar
melalui droplet. Periode inkubasinya adalah 14-21 hari.
c. Cytomegalovirus
Penularan CMV akan terjadi jika ada kontak langsung dengan ciran
tubuh penderita seperti air seni, air ludah, air mata, sperma dan air susu
ibu. Bisa juga terjadi karena transplatasi organ. Kebanyakan penularan
terjadi karena cairan tubuh penderita menyentuh tangan individu yang
rentan. Kemudian diabsorpsi melalui hidung dan tangan. Teknik mencuci
tangan dengan sederhana manggunakan sabun cukup efektif untuk
membuang virus dari tangan. Golongan sosial ekonomi rendah lebih
rentan terkena infeksi. Rumah sakit juga merupakan tempat penularan
virus ini, terutama unit dialisis, perawatan neonatal dan ruang anak.
Penularan melalui hubungan seksual juga dapat terjadi melalui cairan
semen ataupun lendir endoserviks. Virus juga dapat ditularkan pada bayi
melalui sekresi vagina pada saat lahir atau pada ia menyusu. Namun
infeksi ini biasanya tidak menimbulkan tanda dan gejala klinis. Resiko
infeksi kongenital CMV paling besar terdapat pada wanita yang
sebelumnya tidak pernah terinfeksi dan mereka yang terinfeksi pertama
kali ketika hamil.Meskipun jarang, sitomegalovirus kongenital tetap
dapat terulang pada ibu hamil yang pernah mempunyai anak dengan
sitomegalovirus kongenital pada kehamilan terdahulu.Penularan dapat
terjadi pada setiap saat dalam kehamilan tetapi semakin muda umur
kehamilan semakin berat gejala pada janinnya.Infeksi CMV lebih sering
terjadi di negara berkembang dan di masyarakat denga status sosial
ekonomi lebih rendah dan merupakan penyeirus paling signifikan cacat

6
lahir di negara-negara industri. CMV tampaknya memiliki dampak besar
pada parameter pada kekebalan tubuh di kemudian hari dan dapat
menyebabkan peningkatan morbiditas dan kematian.
d. Herpes
Virus herpes simpleks tipe I dan II merupakan virus horminis DNA.
Pembagian tipe I dan II berdasarkan karakteristik pertumbuhan pada
media kultur, antigenic, dan lokasi klinis (tempat predileksi).

2.3 Tanda dan Gejala


a. Toxoplasma
Pada ibu: Terkadang Toxoplasma dapat menimbulkan beberapa gejala
seperti gejala influenza, timbul rasa lelah, malaise, dan demam. Akan
tetapi umumnya tidak menimbulkan masalah yang berarti. Pada umumnya,
infeksi Toxoplasma tarjadi tanpa disertai gejala yang spesifik. Walaupun
demikian, ada beberapa gejala yang mengkin ditemukan pada orang yang
terinfeksi toksoplasma, gejala-gejala tersebut adalah:
- Pyrexia of unknow origin (PUO)
- Terlihat lemas dan kelelahan, sakit kepala, rash,myalgia perasaan
umum ( tidak nyaman atau gelisah)
- Pembesaran kelenjar limfe pada serviks posterior
- Infeksi menyebar ke saraf, otak, korteks dan juga dapat menyerang sel
retina mata.
- Infeksi Toxoplasma berbahaya bila terjadi saat ibu sedang hamil atau
pada orang dengan system kekebalan tubuh tergantung (misalnya
penderita AIDS, pasien transpalasi organ yang mendapat obat penekan
respon imun).

Pada janin: Jika wanita hamil terinfeksi Toxoplasma maka akibat yang
dapat terjadi pada janinnya adalah abortus spontan atau keguguran, lahir
mati, atau bayi menderita Toxoplasmosis bawaan. Pada awal kehamilan
infeksi toksoplasma dapat menyebabkan aborsi dan biasanya terjadi secara
berulang. Namun jika kandungan dapat dipertahankan, maka dapat
mengakibatkan kondisi yang lebih buruk ketika lahir. Diantaranya adalah :

7
- Lahir mati (still birth)
- Icterus, dengan pembesaran hati dan limpa
- Anemia
- Perdarahan
- Radang paru
- Penglihatan dan pendengaran kurang
- Dan juga gejala yang dapat muncul kemudian, seperti kelainan mata
dan telinga, retardasi mental, kejang-kejang dan ensefalitis selain itu
juga dapat merusak otak janin. Resiko terbentuk dari terjangkitnya
infeksi ini pada janin adalah saat infeksi maternal akut terjadi di
trimester ketiga
b. Rubella
Rubella menyebabkan sakit yang ringan dan tidak spesifik pada orang
dewasa, ditandai dengan cacar-seperti ruam,demam dan infeksi saluran
pernafasan atas. Sebagian besar Negara saat ini memiliki program vaksin
rubella untuk bayi dan wanita usia subur dan hal ini merupakan bagian
dari screening prakonsepsi. Ibu hamil secara rutin diperiksa untuk
antibody rubella dan jika tidak memiliki kekebalan akan segera diberikan
vaksin rubella pada periode postnatal. Fakta-fakta terkini menganjurkan
bahwa kahamilan yang disertai dengan pemberian vaksin rubella tidak
seberbahaya yang dipikirkan. Infeksi terberat terjadi pada trimester
pertama dengan lebih dari 85% bayi ikut terinfeksi.Bayi mengalami
vireamia, yang menghambat pembelahan sel dan menyebabkan kerusakan
perkembangan organ.Janin terinfeksi dalam 8 minggu pertama kehamilan.
Oleh karena itu memiliki resiko yang sangat tinggi untuk mengalami
multiple defek yang mempengaruhi mata, system kardiovaskuler, telinga,
dan system saraf. Arbosi spontan mungkin saja terjadi. Ketulian
neurosensory seringkali dsebabkan oleh infeksi setelah gestasi 14 minggu
dan beresiko kerusakan janin sampai usia 24 minggu. Pada saat lahir,
restriksi pertumbuhan intrauterine biasanya disertai hepatitis,
trombositopenia, dan penyakit nerologis seperti mikrosefali atau
hidrosefali.

8
c. Cytomegalovirus
Gejala CMV yang muncul pada wanita hamil minimal dan biasanya
mereka tidak akan sadar bahwa mereka telah terinfeksi. Namun jika ini
merupakan infeksi primer, maka janin biasanya juga beresiko terinfeksi.
Infeksi tersebut baru dapat di kenali setelah bayi lahir. Diantara bayi
tersebut hanya ada 30% diketahui terinfeksi di dalam Rahim dan kurang
dari 15% akan menampakan gejala pada saat lahir. Hanya pada individu
dengan penurunan daya tahan dan pada masa pertumbuhan janin
sitomegalovirus menampakan virulensinya pada manusia. Pada wanita
normal sebagian besar adalah asimptomatik atau subklinik, tetapi bila
menimbulkan gejala akan tampak gejala antara lain: Mononucleosis-like
syndrome yaitu demam selama 3 minggu. Secara klinis timbul gejala
lethargi, malaise dan kelainan hematologi yang sulit dibedakan dengan
infeksi mononucleosis (tanpa tonsillitis atau faringitis dan limfadenopati
servikal). Kadang-kadang tampak gambaran seperti hepatitis dan
limfositosis atipik. Secara klinis infeksi sitomegalovirus juga mirip dengan
infeksi virus Epstein – bar dan dibedakan dari hasil tes heterrofil yang
negative. Gejala ini biasanya self limitting tetapi komplikasi serius dapat
pula terjadi seperti hepatitis, peneumonitis, ensefalitis, miokarditis, dan
lain-lain. Penting juga dibedakan dengan tokso plasmosis dan hepatitis B
yang juga mempunyai gejala serupa. Sendroma post transfusi. Viremia
terjadi 3-8 minggu setelah transfusi. Tanpak gambaran panas kriptogenik,
splenomegali, kelainan biokimia dan hematologi. Sindroma ini juga dapat
terjadi pada tranplantasi ginjal. Penyakit sistemik luas antara lain
neomonits yang mengancam jiwa yang dapat pasien dengan infeksi kronis
dengan thymoma atau pasien dengan kelainan sekunder dari proses
imonologi ( seperti HIV tipe 1 atau 2)
d. Herpes
Tidak seperti virus rubella, sitomegalovirus dapat menginfeksi hasil
konsepsi setiap saat dalam kehamilan. Bila infeksi terjadi pada masa
organogenesis (trimester I) atau selama periode pertumbuhan dan
perkembangan aktif (trimester II) dapat terjadi kelainan yang serius. Juga

9
didapatkan bukti adanya korelasi antara lamanya infeksi intrauterine
dengan embriopati. Pada trimester I infeksi kongenital sitomegalovirus
dapat menyebabkan premature, mikrosefali, IUGR, klasifikasi intracranial
pada ventrikel lateral dan traktus olfaktoris, sebagian besar terdapat
korioretinitis, juga terdapat retardasi mental, hepatosplenomegali, ikterus,
purpora trombositopeni, DIC. Infeksi pada trimester III berhubungan
dengan kelainan yang bukan disebabkan karena kegagalan pertumbuhan
somatic atau pembentukan psikomotor.

2.4 Patofisiologi
Proses inflamasi atau peradangan merupakan bagian dari respon imun untuk
melawan agen penyebab infeksi atau zat berbahaya yang masuk kedalam
tubuh, proses ini melibatkan sel lukosit atau sel produk darah lainnya seperti
protein plasma. Migrasi sel leukosit ke tempat inflamasi sering diikuti dengan
vasodilatasi pembuluh darah serta peningkatan aliran darah. Aktivasi proses
inflamasi dimulai ketika reseptor yang berada di sel imun mendeteksi molekul
patogen yang diikuti dengan produksi mediator inflamasi seperti sitokin
interferon, (IFN)-tipe I. Setelah respon imun alamiah muncul, tubuh akan
membentuk respon imun adaptif yang lebih spesifik dengan melibatkan sel
limfosit T dan sel limfosit B. Berdasarkan jenis antigennya, limfosit T akan
berubah menjadi sel limfosit T helper (Th)- 1,2 dan 17 atau sel limfosit
sitotoksik. Sedangkan sel limfosit B akan membentuk antibodi yang dapat
melawan patogen atau zat berbahaya hilang. Namun bila stimulus menetap
proses inflamasi akan terjadi secara terus menerus atau bersifat kronis.
(Sarwono,2008 dalam Fajeriah,2019).
2.5 Penatalaksanaan
Adanya infeksi-infeksi ini dapat dideteksi dari pemeriksaan darah.
Biasanya ada 2 petanda yang diperiksa untuk tiap infeksi yaitu Imunoglobulin
G (IgG) dan Imunoglobulin M (IgM). Normalnya keduanya negatif. Jika IgG
positif dan IgMnya negatif,artinya infeksi terjadi dimasa lampau dan tubuh
sudah membentuk antibodi. Pada keadaan ini tidak perlu diobati. Namun, jika
IgG negatif dan Ig M positif, artinya infeksi baru terjadi dan harus diobati.

10
Selama pengobatan tidak dianjurkan untuk hamil karena ada kemungkinan
infeksi ditularkan ke janin. Kehamilan ditunda sampai 1 bulan setelah
pengobatan selesai (umumnya pengobatan memerlukan waktu 1 bulan). Jika
IgG positif dan IgM juga positif,maka perlu pemeriksaan lanjutan yaitu IgG
Aviditas. Jika hasilnya tinggi,maka tidak perlu pengobatan, namun jika
hasilnya rendah maka perlu pengobatan seperti di atas dan tunda kehamilan.
Pada infeksi Toksoplasma,jika dalam pengobatan terjadi kehamilan, teruskan
kehamilan dan lanjutkan terapi sampai melahirkan.Untuk Rubella dan CMV,
jika terjadi kehamilan saat terapi, pertimbangkan untuk menghentikan
kehamilan dengan konsultasi kondisi kehamilan bersama dokter kandungan
anda.
Pengobatan TORCH secara medis diyakini bisa dengan menggunakan
obat-obatan seperti isoprinocin, repomicine, valtrex, spiromicine, spiradan,
acyclovir, azithromisin, klindamisin, alancicovir, dan lainnya. Namun tentu
pengobatannya membutuhkan biaya yang sangat mahal dan waktu yang cukup
lama. Selain itu, terdapat pula cara pengobatan alternatif yang mampu
menyembuhkan penyakit TORCH ini, dengan tingkat kesembuhan mencapai
90%.
Pengobatan TORCH secara medis pada wanita hamil dengan obat
spiramisin (spiromicine), azithromisin dan klindamisin misalnya bertujuan
untuk menurunkan dampak (resiko) infeksi yang timbul pada janin. Namun
sayangnya obat-obatan tersebut seringkali menimbulkan efek mual, muntah
dan nyeri perut. Sehingga perlu disiasati dengan meminum obat-obatan
tersebut sesudah atau pada waktu makan. Berkaitan dengan pengobatan
TORCH ini (terutama pengobatan TORCH untuk menunjang kehamilan),
menurut medis apabila IgG nya saja yang positif sementara IgM negative,
maka tidak perlu diobati. Sebaliknya apabila IgM nya positif (IgG bisa positif
atau negative), maka pasien baru perlu mendapatkan pengobatan.

11
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian Keperawatan
Yang perlu di kaji dari pasien antara lain:
1. Identitas klien dan penanggung jawab
Nama :
Tempat Tanggal Lahir (TTL) :
Umur :
Jenis Kelamin :
Agama :
Status perkawinan :
Pendidikan terakhir :
Pekerjaan :
Alamat :
2. Keluhan utama: Demam
3. Riwayat kesehatan: Suhu tubuh meningkat, malaise, nyeri
tenggorokan, mual dan muntah, nyeri otot.
4. Riwayat kesehatan dahulu:
Klien sering berkontak langsung dengan binatang, Klien sering
mengkonsumsi daging setengah matang, Klien pernah mendapatkan
transfusi darah.
5. Pengukuran TTV
6. Pemeriksaan fisik (head to toe)
7. Data biologis
Fisik ibu biasanya tidak ada perubahan yang berrti pada tahapawal, ibu
mungkin lebih menyukai makanan yang setenagh matang maupun
kontak dengan hewan peliharaan.
8. Data psikologis
Usia dan tahap perkembangan ibu hamil mempengaruhi respon dan
mekanisme koping ibu terhadap perubahan yang dialaminya.
Pengalaman dari lingkungan sekitar turut membantu ibu dalam
menghadapi diagnose atas penyakitnya.

12
9. Data psikospiritual
Lingkungan social dan dukungan orang sekiar maupun terdekat
memiliki peranan penting dalam peranan penyembuhan penyakit. Jika
lingkungan social dan keluarga mampu mendukung klien percepatan
kesembuhan akan mungkin terjadi. Pondasi agama dan kebiasaan klien
beribadah juga dapat dapat menjadi asper mekanisme koping klien.
Semakin dekat klien dengan tuhannya, maka klien akan lebih
mendekatkan dirinya ketika mengetahui diagnose penyakitnya. Dalam
beberapa kasus ada juga yang menyalahkan tuhan.
10. Data social dan ekonomi
Lingkungan social jika klien tinggal dilingkungan keluarga yang
menyukai hewan seperti kucing mungkin lebih meningkatkan resiko
terjadinya penyakit TORCH. Dan keterbatasan ekonomi pada klien
sehingga tidak mampu merawat hewan peliharan dengan baik.
3.2 Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencidera fisiologis
2) Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (infeksi)
3) Defisit pengetahuan tentang infeksi TORCH berhubungan dengan
kurang terpapar informasi
3.3 Intervensi Keperawatan
SDKI SLKI SIKI
D.0077 Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri (I.08066)
Nyeri akut Menurun (L.08066) Observasi
berhubungan Setelah dilakukan 1. Lokasi, karakteristik, durasi,
dengan agen tindakan keperawatan frekuensi, kualitas, intensitas
pencedera selama ....x24 jam, nyeri
fisiologis Tingkat nyeri akan 2. Identifikasi skala nyeri
menurun dengan 3. Identifikasi respon nyeri non
batasan karakteristik: verbal
1. Sikap protektif (4) 4. Identifikasi faktor yang
2. Meringis (4) memperberat dan
3. Keluhan nyeri (4) memperingan nyeri
4. Kesulitan tidur (4) 5. Identifikasi pengetahuan dan

13
5. Diaforesis (3) keyakinan tentang nyeri
6. Identifikasi pengaruh nyeri
pada kualitas hidup
7. Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
Terapeutik
8. Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur,
terapi musik, biofeedback,
terapi pijat, aroma terapi,
teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin, terapi
bermain)
9. Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
10. Fasilitasi istirahat dan tidur
11. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan
nyeri

Edukasi

12. Jelaskan penyebab, periode,


dan pemicu nyeri
13. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
14. Anjurkan memonitor nyri
secara mandiri
15. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
16. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi

17. Kolaborasi pemberian

14
analgetik, jika perlu

D.0130 L.14134 Manajemen Hipertermia (I.15506)


Hipertermi Thermoregulasi Observasi
berhubungan Setelah di lakukan 1. Identifkasi penyebab
dengan proses tindakan keperawatan hipertermi (mis. dehidrasi
penyakit selama ...x24 jam, terpapar lingkungan panas
(infeksi) suhu tubuh pasien penggunaan incubator)
akan menurun dengan 2. Monitor suhu tubuh
batasan karakteristik: 3. Monitor kadar elektrolit
Menggigil (5) 4. Monitor haluaran urine
Kulit merah (4)
Terapeutik
Kejang (4)
5. Sediakan lingkungan yang
Pucat (4)
dingin
Takikardia (5)
6. Longgarkan atau lepaskan
Takipnea (5)
pakaian
7. Basahi dan kipasi permukaan
tubuh
8. Berikan cairan oral
9. Ganti linen setiap hari atau
lebih sering jika mengalami
hiperhidrosis (keringat
berlebih)
10. Lakukan pendinginan
eksternal (mis. selimut
hipotermia atau kompres
dingin pada dahi, leher, dada,
abdomen,aksila)
11. Hindari pemberian antipiretik
atau aspirin
12. Batasi oksigen, jika perlu

Edukasi
13. Anjurkan tirah baring

15
Kolaborasi
14. Kolaborasi cairan dan
elektrolit intravena, jika perlu
D.0111 Tingkat Pengetahuan Teaching : Disease Process
1. Berikan penilaian tentang
Defisit L.12111
tingkat pengetahuan pasien
pengetahuan Setelah dilakukan tentang proses penyakit yang
tentang infeksi tindakan keperawatan spesifik
TORCH selama ..... tingkat 2. Jelaskan patofisiologi dari
penyakit dan bagaimana hal
berhubungan pengetahuan pasien ini berhubungan dengan
dengan kurang akan membaik dengan anatomi dan fisiologi,
terpapar batasan karakteristik: dengan cara yang tepat.
3. Gambarkan tanda dan gejala
informasi Perilaku sesuai anjuran
yang biasa muncul pada
(4) penyakit, dengan cara yang
Kemampuan tepat
4. Gambarkan proses penyakit,
menjelaskan suatu
dengan cara yang tepat
topik (4) 5. Identifikasi kemungkinan
Pertanyaan tentang penyebab, dengan cara yang
tepat
masalah yang dihadapi
6. Sediakan informasi pada
(3) pasien tentang kondisi,
Perilaku (4) dengan cara yang tepat
7. Hindari harapan yang kosong
8. Sediakan bagi keluarga atau
SO informasi tentang
kemajuan pasien dengan cara
yang tepat
9. Diskusikan perubahan gaya
hidup yang mungkin
diperlukan untuk mencegah
komplikasi di masa yang
akan datang dan atau proses
pengontrolan penyakit
10. Diskusikan pilihan terapi
atau penanganan
11. Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second opinion
dengan cara yang tepat atau
diindikasikan
12. Eksplorasi kemungkinan
sumber atau dukungan,

16
dengan cara yang tepat
13. Rujuk pasien pada grup atau
agensi di komunitas lokal,
dengan cara yang tepat
14. Instruksikan pasien
mengenai tanda dan gejala
untuk melaporkan pada
pemberian perawatan
kesehatan, dengan cara yang
tepat

17
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
TORCH adalah istilah untuk menggambarkan gabungan dari empat jenis
penyakit infeksi yaitu Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus dan Herpes.
Toxoplasmosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh toxoplasma gondii.
Ibu dengan toxoplasma gondii biasanya tidak menampakan gejala walaupun 10%-
20% ibu yang terinfeksi. Penyebab dari penyakit ini adalah parasit protozoa yaiti
toxoplasma gondii yang hidupnya di dalam kucing. Rubela suatu infeksi yang
utama menyerang anak-anak dan dewasa yang khas dengan adanya rasti demam
dan lymphadenopaly suatu toga virus yang dalam penyebabnya tidak
membutuhkan vector.
Citomegalovirus diklasifikasikan dalam keluarga virus herpes,infeksi
oportunistik yang menyerang saat system kekebalan tubuh lemah. Herpes simplek
adalah suatu penyakit menular seksual di daerah kelamin, kulit di sekeliling
rectum atau di daerah sekitarnya disebabkan oleh virus Herpes Simplek. Penyebab
herpes genetalis adalah herpes simplek (HSV) dan sebagian hasil HSV (dimukosa
mulut).
Dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan infeksi TORCH
maka dapat di lihat berdasarkan keluhan pasien, hasil pengkajian dan hasil
pemeriksaan penunjang yang dilakukan.
4.2 Saran
Jika dalam penulisan makalah ini terdapat kekurangan dan kesalahan, kami
mohon maaf. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun agar kami dapat memperbaiki dengan sebaik mungkin dan
menjadikan contoh untuk makalah yang akan datang.

18
DAFTAR PUSTAKA
Bobak, I.M., Deitra, L.L., Margaret,D.J., Snannon,E.P. 2004. Buku Ajar
Keperawatan Maternitas. Edisi 4. Jakarta. EGC
Juanda H.A. 2014. TORCH Akibat dan Solusinya. Solo: PT. Wangsa Jatra Lestari
Reeder, S.J., Leonide, LM., Deborah, K.G. 2011. Keperawatan Maternitas
Kesehatan Wanita,Bayi & Keluarga Volume 2. Edisi 18.Jakarta. EGC
Centered for Disease Control and Prevention. 2020.
https://www.cdc.gov/dpdx/toxoplasmosis/index.html diakses pada tanggal
28 Maret 2022.
Detik health. 2009. https://health.detik.com/penyakit/d-1254053/campak-jerman-
rubella diakses pada tanggal 28 Maret 2022
Ramanda Reren. 2021.
https://www.alomedika.com/penyakit/dermatovenereologi/herpes-simpleks
diakses pada tanggal 1 April 2022

19

Anda mungkin juga menyukai