Anda di halaman 1dari 9

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Geometri Jalan Angkut Tambang


Setiap operasi penambangan memerlukan jalan tambang sebagai sarana
infrastruktur yang vital di dalam lokasi penambangan dan sekitarnya. Jalan
tambang berfungsi sebagai penghubung lokasi-lokasi penting di dalam tambang.
Kondisi jalan yang tidak kondusif mengakibatkan kelancaran alat angkut menuju
lokasi tambang mengalami kendala dan hambatan (Yenny, Anwar, dan Zaika,
2014).
Geometri jalan angkut tambang meliputi lebar jalan angkut, kemiringan
jalan (grade), superelevasi dan cross slope.

1. Lebar Jalan Angkut


a. Lebar Jalan Angkut Lurus
Lebar jalan angkut merupakan salah satu faktor geometri yang penting yang
mempengaruhi keadaan jalan angkut. Jalan angkut harus dirancang dengan
lebar yang cukup untuk kegiatan pengangkutan yang aman. Penentuan lebar
jalan angkut disesuaikan dengan alat angkut yang digunakan, untuk dua jalur
lebar jalan yang disarankan adalah 3,5 kali lebar alat angkut terbesar yang
digunakan. (Kaufman dan Ault, 2001) :

Gambar 2.1. Hubungan antara lebar jalan dan lebar alat angkut (Kaufman dan
Ault, 2001)

4
Universitas Sriwijaya
5

Atau dapat juga dihitung menggunakan rumus :

L = (n x Wt) + (n + 1) x (0,5 x Wt)..............................................................(2.1)

Dimana :
L = lebar jalan angkut minimum (m)
n = jumlah jalur yang digunakan
Wt = lebar alat angkut (m)

b. Lebar Jalan Angkut Pada Tikungan


Lebar jalan angkut pada tikungan selalu lebih besar dari pada lebar jalan
pada jalan lurus.

Gambar 2.2. Lebar jalan angkut pada tikungan (Kaufman dan Ault, 2001)

Dengan menggunakan ilustrasi pada Gambar 2.2., lebar jalan angkut pada
tikungan dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

W = n (U + Fa + Fb + Z) + C.............................................................................(2.2)
C = Z = 0,5 (U + Fa +Fb)...................................................................................(2.3)

Dimana :

Universitas Sriwijaya
6

W = lebar jalan angkut pada tikungan atau tikungan (m)


U = lebar alat angkut (m)
N = jumlah jalur
Fa = jarak as ban depan dengan bagian depan truk (m)
Fb = jarak as ban belakang dengan bagian belakang truk (m)
C = jarak antara dua truk yang akan bersimpangan (m)
Z = jarak sisi luar truk ke tepi jalan (m)

2. Kemiringan Jalan Angkut (Grade)


Kemiringan jalan angkut biasanya dinyatakan dalam persen (%).
Kemiringan jalan dapat ditentukan dengan cara membagi beda tinggi (rise)
dengan jarak horizontal (run) dan hasil pembagian ini dikali 100. Dalam
pengertiannya kemiringan 9% berarti jalan tersebut naik atau turun 9 meter untuk
setiap jarak mendatar 100 meter (Elam, Earneast, dan Michael, 1999).

Gambar 2.3. Kemiringan jalan (grade) dalam persen (Elam, Earneast dan
Michael, 1999).

Dalam mengatasi jalan angkut yang menanjak, operator alat cenderung akan
mempercepat laju maksimal, keadaan di mana sering menimbulkan bahaya
keselamatan. Pada saat menghadapi jalan landai alat akan kehabisan momentum
yang dimilikinya, sehingga truk akan berjalan dengan kecepatan rendah. Semakin
tinggi tingkat kemiringan jalan angkut maka semakin rendah rata-rata
produktivitas alat (Yuniawati et al, 2015).
Kemiringan jalan maksimum (grade) yang ditetapkan di beberapa negara
maksimum sebesar 10% (Tannant dan Regensburg, 2001).

Universitas Sriwijaya
7

3. Superelevasi
Superelevasi merupakan kemiringan melintang jalan pada tikungan yang
terbentuk oleh batas tepi jalan terluar dengan tepi terdalam karena perbedaan
ketinggian. Dengan adanya superelevasi maka alat angkut dapat mempertahankan
kecepatan pada saat melewati tikungan sehingga dapat mencegah kendaraan
tergelincir keluar jalan. Menurut Kaufman dan Ault (2001), nilai superelevasi
yang ideal adalah 0,04 m/m karena lebih variatif untuk berbagai macam jari-jari
tikungan dan tingkat kecepatan.

4. Cross Slope
Cross slope bertujuan untuk mempelancar penirisan air pada permukaan
jalan angkut apabila turun hujan, air hujan yang ada pada permukaan jalan akan
mengalir ketepi jalan angkut dan air tidak menggenang ke permukaan jalan
sehingga tidak membahayakan kendaraan yang lewat serta tidak mempercepat
kerusakan jalan tambang (Rifandy dan Hefni, 2016). Gambaran penampang
melintang cross slope dapat dilihat pada gambar 2.4.

Gambar 2.4. Penampang melintang cross slope

Dimana :
P = ½ lebar jalan
q = beda tinggi tepi jalan dan pusat jalan

Pembuatan cross slope dilakukan dengan cara membuat bagian tengah jalan
lebih tinggi dari bagian tepi jalan. Nilai yang umum dari kemiringan melintang
(cross slope) yang direkomendasikan sebesar 2-4% atau 20 sampai 40 mm/m
jarak bagian tepi jalan ke bagian tengah jalan (Elam, Earneast, dan Lawless,
1999).

Universitas Sriwijaya
8

2.2. Produktivitas Gali Muat


Produktivitas alat gali muat dapat dihitung dengan menggunakan rumus
(Anonim, 2009) berikut:

3600
Q=q × × E ................................................................................ (2.4)
Cm
Dimana:
Q = Produksi Per Jam (LCM/jam)
q = Produksi per siklus (m3)
Cm = Cycle time alat gali muat (detik)
E = Efisiensi Kerja

q = q1 x K.........................................................................................(2.5)

Dimana:
q1 = Kapasitas bucket excavator (m3)
K = Bucket fill factor excavator.

Nilai dari efisiensi kerja dan nilai bucket fill factor dapat dilihat pada tabel
2.2 dan tabel 2.3.

Tabel 2.2. Efisiensi Kerja Alat Gali Muat

Operating Conditions Efficiensy


Good 0,83
Average 0,75
Rather poor 0,67
Poor 0,58

Tabel 2.3. Nilai Bucket Fill Factor Excavator

Pemuatan Jenis bahan Bucket (%)


Easy Clay, Soft soil 1,1-1,2
Average Sandy Soil and Dry 1,0-1,1
AgakSulit
Rather Difficult empungsoil with gravel
Sandy 0,8-0,9
Sulit
Difficult Loading blasted rock 0,7-0,8

Universitas Sriwijaya
9

Selanjutnya untuk mengkonversi satuan produktivitas dari lcm (loose cubic meter)
menjadi bcm (bank cubic meter), maka produktivitas dikalikan dengan nilai swell
factor. Nilai swell factor dapat dilihat pada tabel 2.4.

Tabel 2.4. Density Insitu dan Swell Factor berbagai Material

Density Insitu Swell Factor


Macam Material
(lb/cu yd) (%)
Bauksit 2700 – 4325 75
Tanah liat kering 2300 85
Tanah liat basah 2800 – 3000 80 – 82
Antrasit 2200 74
Batubara bituminus 1900 74
Bijih tembaga 3800 74
Tanah biasa basah 3370 85
Tanah biasa bercampur pasir dan kerikil 3100 90
Kerikil kering 3250 89
Kerikil basah 3600 88
Granit pecah – pecah 4500 56 – 67
Hematit pecah – pecah 6500 – 8700 45
Bijih besi pecah – pecah 3600 – 5500 45
Batu kapur pecah – pecah 2500 – 4200 57 – 60
Lumpur 2160 – 2970 83
Lumpur sudah ditekan 2970 -3510 83
Pasir kering 2200 – 3250 89
Serpih (shale) 3000 75
Batu sabak(slate) 4590 – 4860 77

2.3. Produktivitas Alat Angkut


Produktivitas alat angkut dapat dihitung dengan menggunakan rumus
(Anonim, 2009) berikut:

60
P=C × × Et × M .....................................................................(2.6)
Cmt

Dimana:
P = Produksi Per Jam (LCM/jam)
C = Produksi per siklus (m3)
Cmt = Cycle time dump truck/ waktu edar dump truck (menit)
Et = Efisiensi Kerja

Universitas Sriwijaya
10

M = Jumlah dump truck yang bekerja.

C = n x q1 x K …........................................................................... (2.7)

Dimana:
n = banyaknya jumlah pengisian bucket excavator untuk memenuhi vessel
dump truck.
q1 = Kapasitas bucket excavator (m3)
K = Bucket fill factor excavator.

Nilai efisiensi kerja alat angkut dapat dilihat pada tabel 2.5.

Tabel 2.5. Efisiensi Kerja Alat Angkut

Operating Conditions Efficiensy


Good 0,83
Average 0,80
Rather poor 0,75
Poor 0,70

2. 4. Penentuan Waktu Angkut dan Waktu Kembali


Cycle time alat angkut adalah kombinasi dari fixed time, waktu angkut, dan
waktu kembali. Fixed time terdiri dari waktu muat, waktu manuver di loading
area, waktu manuver di dumping area dan waktu dumping (Anonim, 2009).
Pada penentuan besarnya cycle time teoritis, diperlukan nilai rolling
resistance, grade resistance, rimpull dan acceleratian untuk menentukan waktu
angkut dan waktu kembali.

1. Rolling Resistance
Rolling resistance (tahanan gulir) didefinisikan sebagai gaya luar yang
bekerja berlawanan dengan arah gerak kendaraan, yang bekerja diatas permukaan
jalan atau permukaan tanah (Prodjosumarto, 2000).
Besar rolling resistance tergantung pada keadaan permukaan tanah yang
dilewati (kekerasan dan kehalusan), berat dari kendaraan dan tipe roda. Secara

Universitas Sriwijaya
11

teknis sangat sulit untuk menghitung besarnya rolling resistance dengan pasti, ini
dikarenakan pada prakteknya tekanan ban, jenis ban dan juga kecepatan
kendaraan juga mempengaruhi nilai rolling resistance. Untuk memudahkan
perhitungan maka dibuatlah tabel nilai rolling resistance, seperti pada tabel
berikut (tabel 2.5).

Tabel 2.6. Nilai Rolling Resistance (Prodjosumarto, 2000)

Crawler tipe Tipe ban karet


Macam Jalan
lb/ton tinggi rendah rata-rata
“smooth concrete” 55 35 45 40
“good aspalt” 60 - 70 40 - 65 50 - 60 45 - 60
“hard earth, smooth, well maintained” 60 - 80 40 - 70 50 - 70 45 - 70
“dirt road, average construction road, 70 - 100 90 - 100 80 - 100 85 - 100
little maintenance”
“dirt road, soft, rutted, poorly 80 - 110 100 - 140 70 - 100 85 - 120
maintained”
“earth, muddy, rutted, no maintenance” 140 - 180 180 - 220 150 - 220 165 - 210
“loose sand and gravel” 160 - 200 260 - 290 220 - 260 240 - 275
“earth, very muddy and soft” 200-240 300-400 280-340 290-370

2. Grade Resistance
Grade resistance (GR) adalah besarnya gaya berat yang melawan atau
membantu gerak kendaraan karena kemiringan jalur jalan yang dilaluinya.
Pengaruh kemiringan terhadap harga GR adalah naik untuk kemiringan positif
(memperbesar rimpull) dan menurun untuk kemiringan negatif (memperkecil
rimpull). Besarnya GR tergantung pada dua faktor, yaitu besarnya kemiringan
jalan (%) dan berat kendaraan tersebut (gross ton). Besarnya GR rata-rata
dinyatakan dalam “20 lbs” dari rimpull untuk tiap gross berat kendaraan beserta
isinya pada setiap kemiringan satu persen (Prodjosumarto, 2000).

Universitas Sriwijaya
12

3. Rimpull
Rimpull merupakan besarnya kekuatan tarik yang dapat diberikan oleh
mesin atau alat tersebut kepada permukaan roda atau ban penggeraknya yang
menyentuh permukaan jalan angkut (Prodjosumarto, 2000). Besarnya nilai rimpull
dapat dihitung dengan persamaan:

HP x 375 x effisiensi mesin


RP(lbs)= ...................................................
kecepatan(mph)
(2.8)

Dimana:
RP = Rimpull (lbs)
HP = Horse Power Alat (HP)
Effisiensi mesin = effisiensi alat mekanis

4. Acceleration (Percepatan)
Percepatan adalah waktu yang diperlukan untuk mempercepat kendaraan
dengan memanfaatkan kelebihan rimpull. Menurut Prodjosoemarto (2000),
lamanya waktu yang dibutuhkan untuk mempercepat kendaraan bergantung pada:
1. Berat kendaraan, semakin berat kendaraan maka semakin lama waktu yang
diperlukan untuk mempercepat kendaraan tersebut.
2. Kelebihan rimpull yang ada, semakin besar kelebihan rimpull yang ada, maka
semakin cepat kendaraan tersebut dapat bergerak.
Berdasarkan pengalaman, untuk mementingkan segi kesederhanaan, maka
ada kelebihan rimpull sebesar 20 lb/ton pada tiap gear.

Universitas Sriwijaya

Anda mungkin juga menyukai