Anda di halaman 1dari 3

Larangan Mudik Lebaran Meresahkan Masyarakat

Kasus covid-19 di Indonesia belum menemui titik akhir, tercatat ada penambahan
5.832 kasus baru covid-19 per tanggal 6 Juni 2021, sehingga total keseluruhan kasus positif
saat ini sebanyak 1.856.038. Merujuk pada data tersebut, pemerintah mengeluarkan larangan
mudik di Hari Raya Idul Fitri pada tahun 2021 dengan tujuan untuk meminimalisir
penyebaran virus Covid-19 di Indonesia sekaligus untuk mengantisipasi lonjakan kasus
Covid-19 seperti yang tejadi sebelumnya yakni pada beberapa kali masa libur panjang,
termasuk saat libur Natal dan Tahun Baru 2020(Febri, Fauzi and Aprilianti, 2021).

Pada dasarnya mudik dimaknai sebagai kembalinya ke kampung halaman, terutama


pada hari-hari besar yang ditandai sebagai libur bersama seperti hari lebaran, natal, dan tahun
baru. Tradisi mudik lebaran adalah hal yang lumrah yang biasa dilakukan oleh masyarakat
Indonesia setiap tahunnya. Mereka berbondong-bondong mendatangi sanak saudara dengan
tujuan untuk menyembuhkan rasa rindu akan atmosfer lebaran di kampung halaman(Utomo
et al., 2021). Hal itulah yang dijadikan sebagai alibi para pemudik yang membuat seolah-olah
tradisi tersebut harus dilaksanakan di Indonesia atau dengan kata lain adalah kegiatan rutin
yang harus dilaksanakan saat libur lebaran. Oleh karena itu, pemerintah akhirnya membuat
kebijakan baru yakni melarang adanya kegiatan mudik lebaran guna memutus mata rantai
penyebaran Covid-19. Berdasarkan kebijakan tersebut, terdapat stigma negatif dan positif
dari masyarakat. Mereka yang tidak setuju dengan kebijakan baru pemerintah beranggapan
dengan adanya larangan mudik lebaran sama saja dengan memutus tali silaturahmi dengan
sanak saudara. Sehingga sebagian dari mereka memilih untuk tetap mudik walaupun harus
menentang aturan yang dibuat oleh pemerintah. Mereka menggunakan transportasi secara
ilegal guna bisa lolos saat ada pemeriksaan oleh petugas. Hal inilah yang sangat disayangkan
oleh sebagian masyarakat yang sudah patuh terhadap kebijakan baru pemerintah. Mereka
berusaha untuk tetap tinggal di rumah, menjalani liburan bersama keluarga di kampung
halaman melalui virtual, tetapi ternyata diluar sana masih banyak masyarakat "nakal" yang
nekat pulang ke kampung halaman tanpa memikirkan resiko virus yang mereka bawa kesana.

Berdasarkan adanya larangan tersebut, Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi,


menerbitkan kebijakan baru terkait pengaturan lalu lintas saat mudik lebaran guna mencegah
terjadinya lonjakan kasus virus Covid-19. Sebagaimana diatur dalam pasal 93 undang-undang
2018 yakni kegiatan karantina kesehatan kepada seluruh masyarakat, dan apabila ada suatu
pelanggaran pada karantina kesehatan maka nantinya akan dikenakan pidana satu tahun
penjara dan denda maksimal Rp. 100 juta. Pada proses pelanggaran, ada tahapan berupa
teguran dan sanksi berat sesuai pasal 93 undang-undang 2018 (Febri, Fauzi and Aprilianti,
2021).
Berdasarkan kebijakan baru yang dibuat oleh pemerintah, terdapat pengecualian untuk
beberapa kasus, seperti layanan distribusi logistik, pejalanan dinas, kunjungan sakit atau
berduka, dan pendampingan ibu hamil maksimal satu orang serta pendampingan ibu bersalin
maksimal dua orang. Meski begitu, terdapat prasyarat yang harus dilampirkan dalam
pengecualian ini, seperti surat izin dari pimpinan instansi pekerjaan untuk ASN, pegawai
BUMN/BUMD, anggota TNI/POLRI yang diberikan dari pejabat tingkat eselon II dengan
cap basah atau elektronik yang dibutuhkan. Sementara untuk pekerja sektor informal ataupun
masyarakat yang memiliki keperluan mendesak diperlukan surat izin perjalanan dari pihak
desa/kelurahan sesuai domisili. Selama periode pelarangan mudik, POLRI dan TNI akan
melakukan operasi di tempat-tempat strategis sekaligus melakukan skrining dokumen surat
izin perjalanan dan surat keterangan negarif covid-19 (Yunita and Amalliah, 2021)

Sinergitas antara pemerintah dan masyarakat adalah perihal utama dalam


menangulang penyebaran virus Covid- 19. Pada prinsipnya peniadaan mudik ini salah satu
upaya untuk menghindari lonjakan kasus walaupun bukan satu-satunya upaya yang
diandalkan. Supaya prediksi berjalan baik, pengendalian aktivitas masyarakat perlu dilakuan
secara holistik yakni peran serta masyarakat dengan rasa bijak dari warga untuk mengatur
mobilitasnya. Tidak hanya itu pemerintah pula butuh melaksanakan strategi komunikasi
kepada masyarakat mengenai kebijakan ini supaya warga lebih menguasai serta menjadi
sadar diri akan penting kebijakan ini dalam mencegah penularan virus kembali melonjak
(Yunita and Amalliah, 2021).
DAFTAR PUSTAKA

Febri, N.R., Fauzi, A.M. and Aprilianti, D.A. (2021) ‘Kebijakan Pemerintah Dan
Tradisi Mudik Lebaran Pada Masa Pandemi Covid-19’, SUPREMASI: Jurnal Pemikiran,
Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Hukum dan Pengajarannya, 16(1), pp. 64-74.

Kementrian Kesehatan (2021), 'Peta Sebaran', dilihat 8 Juni 2021.


https://covid19.go.id/peta-sebaran

Sekretariat Website JDIH BPK RI (2020), 'Peraturan Menteri Perhubungan Nomor


25 Tahun 2020', dilihat 16 juni 2021.
https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/149399/permenhub-no-25-tahun-2020

Utomo, P. et al. (2021) ‘COVID-19 VERSUS MUDIK TELAAH TENTANG


EFEKTIVITAS KEBIJAKAN PELARANGAN MUDIK LEBARAN PADA MASA
PANDEMI COVID-19’, 14(1), pp. 111-125.

Yunita, R. and Amalliah (2021) ‘STRATEGI KOMUNIKASI PEMERINTAH


TERHADAP MASYARAKAT MENGENAI KEBIJAKAN LARANGAN MUDIK
LEBARAN TAHUN 2021 PADA PANDEMIC COVID 19’, Jurnal AKRAB JUARA, 6, pp.
122-133.

Anda mungkin juga menyukai