0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
19 tayangan2 halaman
Dokumen ini membahas tentang peran filsafat di era komunikasi digital. Filsafat masih relevan dengan menjalankan tugas klasiknya yaitu mengajak berpikir untuk menemukan kebenaran, memaknai keindahan, dan menilai kebaikan. Tugas-tugas filsafat di era digital antara lain menyingkap ambivalensi komunikasi digital, memberikan kritik ideologi, dan memberikan tilikan etika komunikasi digital.
Dokumen ini membahas tentang peran filsafat di era komunikasi digital. Filsafat masih relevan dengan menjalankan tugas klasiknya yaitu mengajak berpikir untuk menemukan kebenaran, memaknai keindahan, dan menilai kebaikan. Tugas-tugas filsafat di era digital antara lain menyingkap ambivalensi komunikasi digital, memberikan kritik ideologi, dan memberikan tilikan etika komunikasi digital.
Dokumen ini membahas tentang peran filsafat di era komunikasi digital. Filsafat masih relevan dengan menjalankan tugas klasiknya yaitu mengajak berpikir untuk menemukan kebenaran, memaknai keindahan, dan menilai kebaikan. Tugas-tugas filsafat di era digital antara lain menyingkap ambivalensi komunikasi digital, memberikan kritik ideologi, dan memberikan tilikan etika komunikasi digital.
2. Vino Aldy Nugroho (122221099) 3. Yonathan Putra Hartono G. (122221082)
Tugas Filsafat di Era Komunikasi Digital
Filsafat sudah berakhir, demikianlah kesalahpahaman yang terjadi. Kesalahpahaman terjadi karena “akhir” yang dimaksud para filsuf kontemporer itu sebenarnya adalah cara-cara berfilsafat yang kedaluwarsa. Penjelasannya sederhana. Selama manusia berfikir, selama itu filsafat masih hidup dan bahkan dilahirkan kembali. Namun, kita sedang menghadapi masalah yang jauh lebih rumit dari wacana-wacana tentang kematian filsafat. Apakah manusia masih berpikir di era komunikasi digital? Apakah arti berpikir di zaman kita? Zaman kita memiliki banyak sebutan, diantaranya adalah post-modern, revolusi industry 4.0, dan di sini kita disebut era komunikasi digital. Transisi ke era itu disebut revolusi digital. Apa yang menyamakan isi semua nama itu adalah luapan informasi yang diakibatkan pemakaian teknologi komunikasi digital. Berbicara tentang simulacra, yaitu tentang kondisi kita saat ini, Ketika realitas digantikan dengan simbol. Isi zoom, Whatsapp, tik tok dan twitter, terasa lebih real daripada orang yang duduk di depan kita. Kita menjadi gugup menghadapi kelangsungan. Dengan telepon cerdas,ideal-ideal demokrasi seolah dapat diraih. Inilah era ketika siapa saja bisa bicara, seolah dapet mengakses kekuasaan. Dalam komunikasi digital tidak ada hirarki yang membatasi. Tetapi persis pada saat ini pula, Ketika akses langsung ada dalam genggaman. Alih- alih mengupayakan saling pemahaman, kerap kali media-media social menjadi sarana menyebarkan hoaks, berita palsu, dan berbagai kecohan lain dalam bentuk teks, video, psoter, chat, atau foto yang mendistorsi kenyataan. Filsafat telah mengemban tugasnya sejak kelahirannya di zaman Yunani kuno. Tugasnya adalah mengajak berpikir. Di zaman modern filsafat mempersoalkan ideologi dan bahkan agama sebagai bentuk lain mitos. Saat itu fiksi masih relatif mudah dibedakan dari realitas. Dalam revolusi digital, Ketika luapan informasi mengacaukan persepsi, distingsi antara fiksi dan realitas mulai kabur dan agaknya tidak menarik lagi untuk dipersoalkan. Para pengguna gawai tidak lagi peduli bahwa mereka telah menjadi tawanan seperti dalam cerita Plato itu. Bukan dinding goa, melainkan layar; bukan bayang-bayang, melainkan simulacra sedang menjebak mereka. Namun mereka tampaknya menikmati bayang-bayang itu. Apakah filsafat masih dapat menunaikan tugas klasiknya? Jawabannya adalah filsafat harus tetap menjalankan tugas klasiknya, yaitu mengajak berpikir untuk menemukan kebenaran, memaknai keindahan, dan menilai kebaikan. Tugas ini diperlukan justru di zaman kita, Ketika komunikasi digital menjadi mode of being kita yang baru. Di samping gambaran manusia, secara praktis cara-cara pencarian kebenaran, keindahan, dan kebaikan juga berubah. Mereka tidak dicari dengan refleksi-diri di dalam benak, pada daya cerap, atau dalam lubuk hati sendiri, melainkan dicari dengan klik ke dalam belantara informasi arahan Google atau Youtube. Akal tidak lagi herois seperti di zaman Pencerahan. Ada sekurangnya tiga tugas filsafat di era komunikasi digital. Tugas pertama adalah menyingkap ambivalensi komunikasi digital. Tugas kedua adalah kritik ideologi dan refleksi nasional. Sebagai pengetahuan kritis, filsafat bertugas mewaspadai hubungan-hubungan kekuasaan teknokratis dan dogmatism sains dan teknologi. Akhirnya tugas ketiga adalah memberi tilikan etika komunikasi digital. Etika penting untuk membuat para pengguna media social mengalami komunikasi sebagai suatu dunia yang meneguhkan kebersamaan mereka sebagai digital citizens.