Anda di halaman 1dari 13

UJIAN TENGAH SEMESTER

KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI

Disusun Untuk Memenuhi Ujian Tengah Semester Mata Kuliah Kurikulum Berbasis
Kompetensi

Dosen Pengampu:
Dr. Toto Ruhimat, M.Pd.
Dr. Riche Cynthia Johan, M.Si.

Oleh:

Alfin Anwar
(2113193)

PROGRAM STUDI PENGEMBANGAN KURIKULUM


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang atas berkat
karunia dan rahmat-Nya, penulis diberikan kelancaran dan kesabaran dalam
menyelesaikan tugas Ujian Tengah Semester ini.
Tugas ini disusun untuk memenuhi Ujian Tengah Semester mata kuliah
kurikulum berbasis kompetensi yang diampu oleh Dr. Toto Ruhimat, M.Pd dan Dr.
Riche Cynthia Johan, M.Si. Tugas ini membahas mengenai ulasan materi kuliah
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Semoga tugas Ujian Tengah Semester ini dapat
memberikan manfaat serta menambah wawasan bagi penulis dan pembaca semua.
Seluruh kebenaran hanya milik Tuhan Yang Maha Esa dan dalam penyusunan
makalah ini masih terdapat kekurangan disebabkan keterbatasan pengetahuan dan
pemahaman penulis. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun untuk memperbaiki tugas ini. Semoga tugas Ujian Tengah Semester ini dapat
memberikan manfaat kepada seluruh pihak yang ingin belajar tentang kurikulum.
Aamiin.

Bandung, 26 Oktober 2022

Penulis
1. KURIKULUM SISTEMIK OLEH J. D. MC NEIL

Dalam pengembangannnya, John D. McNeil (2006) membagi kurikulum menjadi


empat model pengembangan, yaitu humanistik, rekonstruksi sosial, sistemik dan
akademik. Adapun kurikulum sistemik, merupakan model kurikulum yang mengantar isi
materi menjadi efektif dan efisien serta berbasis pada hasil dan kemampuan
(Kompetensi).

Salah satu ciri dari kurikulum sistemik adalah bahwa kurikulum ini merupakan
“kendaraan” bagi efisiensi dan efektivitas dalam menyampaikan isi/materi. Kemudian
ada standar-standar yang menjadi orientasi yang paling dominan baik itu standar
kompetensi, standar proses pembelajaran, standar penilaian dst. Selain itu, tujuan
pembelajaran sudah dirancang bersamaan berbagai standar yang harus dipenuhi.
Evaluasi kemajuan disesuaikan dengan tujuan instruksional, hasil-hasil tes, dan
indikator-indikator lainnya.

Menurut McNeil (2005; 44-50), kurikulum ini dapat dipandang sebagai wahana
yang efektif dan efisien dalam menuntaskan materi pelajaran. Berbagai program
pelatihan militer, industry, dan reliji menerapkan konsep ini dalam kurikulum
pembelajarannya. Keseragaman dan control merupakan ciri utama kurikulum ini.
Keseragaman tersebut meliputi tujuan pembelajaran, proses, materi, dan alat evaluasi.
Mastery learning (ketuntasan belajar) merupakan ciri dari sistemik kurikulum. PSI
(Personalized Systemic Instruction) juga termasuk media teknologi yang banyak
digunakan dalam meningkatkan pembelajaran. PSI menggunakan prinsip behavorial
science yang menuntut respon aktif dari para siswa, hasil pencapaian sesegera mungkin
dan tujuan yang jelas. Evaluasi berupa tes dibuat sebelum merancang kurikulum. Dalam
edisi awal bukunya McNeil mengungkapkan bahwa kurikulum ini disebut sebagai
kurikulum teknologis.

Dalam menentukan standar kinerja dilakukan dengan cara guru dan siswa
memperjelas ekspektasi apa yang ingin diwujudkan sehingga kriterianya yang jelas.
Kemudian prestasi/achievement diukur melalui feedback, tes, modifikasi, reward, dan
punishment. Sistem penilaian dalam Kurikulum Sistemik mengukur/menilai,
memotivasi siswa, proses untuk mendapat perhatian siswa, membimbing, memberi
feedback dst. Dalam pelaksanaannya mengandung elemen dari jumlah siswa dalam
kelompok atau individu, alokasi waktu yang tersedia, dan pelaksanaannya kapan.
Penilaian tersebut berlaku di negara bagian, distrik, untuk materi program pembelajaran
sekolah, penyiapan dan monitoring guru.

Dalam sistemik kurikulum, guru memutuskan topik kunci dan apa yang harus
dikerjakan siswa sehingga memenuhi standar yang telah ditentukan. Proses
pembelajaran dilakukan dengan mencocokan kondisi stimulus dari kriteria based
performance. Tes dibuat sebelum merancang kurikulum.

Sistemik kurikulum sering pula disebut kurikulum teknologis, bersifat holistik, yang
terdiri dari dua komponen atau lebih yang memiliki relasi untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan.

John D. McNeil dalm buku Curriculum A Comprehensive Introduction (1997)


menyatakan bahwa teknologi yang diterapkan kurikulum terdapat dua cara. Pertama,
kurikulum sebagai rencana yang sistematis merupakan penggunaan berbagai perangkat
dan media. Dan suatu yang berurutan merupakan penyusunan dari instruksi berdasarkan
prinsip dari ilmu perilaku. Contoh dari teknologi adalah komputer yang dibantu oleh
instruksi misalnya sistem pendekatan menggunakan tujuan yang diprogram untuk bahan
ajaran, tutor, permainan instruksional, dan tes kriteria secara terorganisasi. Teknologi
adalah sistem dan produk yang dapat direplikasi. Hal tersebut mengungkapkan bahwa
hasil yang sama dapat dicapai pada kesempatan ulang atau kedua dan sistem itu sendiri
adalah penggunaan dalam banyak situasi.

Kedua, teknologi dalam model dan prosedur untuk pengembangan konstruksi dan
evaluasi materi kurikulum dan sistem pembelajaran. Proses perkembangan dapat
diartikan sebagai aturan, yang jika diikuti akan menghasilkan produk yang lebih efektif.
Teknologi pada cara yang pertama lebih berkaitan dengan bagaimana mengajar daripada
apa yang akan diajarkan. Teknologi yang banyak digunakan melihat fungsi kurikulum
sebagai menemukan cara yang efisien dan efektif untuk tujuan yang telah ditentukan.
Pandangan kedua menunjukkan teknologi merupakan sesuatu yang dihasilkan memiliki
banyak hubungannya dengan jenis materi yang dipejari atau tidak dipelajari.

Salah satu ciri globalisasi adalah pesatnya arus informasi melalui berbagai alat
teknologi seperti telepon, radio, televisi, teleconference sampai dengan satelit, dan
internet. Kehadiran teknologi perlu dimanfaatkan oleh dunia pendidikan dalam upaya
pemerataan kesempatan, peningkatan mutu, relevansi dan efesiensi pendidikan.

Perspektif teknologi sebagai kurikulum ditekankan pada efektifitas program metode


dan material untuk mencapai suatu manfaat dan keberhasilan. Teknologi memengaruhi
kurikulum dalam dua cara, yaitu aplikasi dan teori. Aplikasi teknologi merupakan suatu
rencana penggunaan beragam alat dan media, atau tahapan basis instruksi. Sebagai teori,
teknologi digunakan dalam pengembangan dan evaluasi material kurikulum dan
instruksional.

1. Pandangan pertama menyatakan bahwa pemanfaatan teknologi lebih diarahkan


pada bagaimana mengajarnya, bukan apa yang diajarkan.

2. Pandangan kedua menyatakan bahwa teknologi diarahkan pada penerapan tahapan


instruksional.

Penerapan teknologi dalam bidang pendidikan khususnya kurikulum adalah dalam


dua bentuk, yaitu bentuk perangkat lunak (software) dan perangkat keras (hardware).
Penerapan teknologi perangkat keras dalam pendidikan dikenal sebagai teknologi alat
(tools technology), sedangkan penerapan teknologi perangkat lunak disebut juga
teknologi sistem (system technology).

Teknologi pendidikan dalam arti teknologi alat, lebih menekankan kepada


penggunaan alat-alat teknologi untuk menunjang efisiensi dan efektifitas pendidikan.
Kurikulumnya berisikan rencana-rencana penggunaan berbagai alat dan media, juga
model-model pengajaran yang banyak melibatkan penggunaan alat. Contoh-contoh
model pengajaran tersebut adalah: pengajaran dengan bantuan film dan video,
pengajaran berprogram, mesin pengajaran, pengajaran modul. Pengajaran dengan
bantuan komputer, dan lain-lain.

Kurikulum yang dikembangkan dari konsep teknologi pendidikan memiliki


beberapa ciri khusus, yaitu:

1. Tujuan

Tujuan diarahkan pada penguasaan kompetensi, yang dirumuskan dalam bentuk


perilaku. Tujuan-tujuan yang bersifat umum yaitu kompetensi dirinci menjadi tujuan-
tujuan khusus, yang disebut objektif atau tujuan instruksional. Objektif ini
menggambarkan perilaku, perbuatan atau kecakapan-keterampilan yang dapat diamati.
2. Metode

Metode merupakan kegiatan pembelajaran sering dipandang sebagai proses


mereaksi terhadap perangsang-perangsang yang diberikan dan apabila terjadi respons
yang diharapkan maka respons tersebut diperkuat.

3. Organisasi bahan ajar

Bahan ajar dan isi kurikulum banyak diambil dari disiplin ilmu, tetapi telah diramu
sedemikian rupa sehingga mendukung penguasaan sesuatu kompetensi. Bahan ajar atau
kompetensi yang luas/besar dirinci menjadi bagian-bagian atau subkompetensi yang
lebih kecil, yang menggambarkan objektif. Urutan dari objektif-objektif ini pada
dasarnya menjadi inti organisasi bahan.

4. Evaluasi

Kegiatan evaluasi dilakukan pada setiap saat, pada akhir suatu pelajaran, suatu unit
atau semester. Fungsi evaluasi ini bermacam-macam, sebagai umpan balik bagi siswa
dalam penyempurnaan penguasaan suatu satuan pelajaran (evaluasi formatif), umpan
balik bagi siswa pada akhir suatu program atau semester (evaluasi sumatif). Juga dapat
menjadi umpan balik bagi guru dan pengembang kurikulum untuk penyempurnaan
kurikulum. Tes evaluasi yang biasa dilakukan adalah tes objektif.

Matriks deskripsi berbagai istilah kurikulum sistemik/teknologis

ISTILAH DESKRIPSI
Competent Ajektifa yang berarti cakap atau mampu
Competency Kompetensi/kecakapan/kemampuan untuk melakukan sesuatu
Outcome Keterampilan/penguasaan yang didapatkan oleh peserta didik
setelah Pendidikan atau pelatihan
Objective Langkah spesifik dan terukur yang dibutuhkan untuk mencapai
tujuan tersebut
Systemic Bertalian atau berhubungan dengan suatu sistem atau susunan
yang teratur
Competency- Kurikulum berbasis kompetensi adalah sebuah pendekatan
based pembelajaran yang menekankan pada pencapaian keahlian dan
curriculum bukan pada jumlah jam belajar yang dialokasikan.
Standard Based Pendidikan berbasis standar yang mengukur kemampuan siswa
Curriculum berdasarkan seperangkat standar tertentu.
Technology Teknologi dalam model dan prosedur untuk pengembangan
Curriculum konstruksi dan evaluasi materi kurikulum dan sistem
pembelajaran
Mastery Suatu pandangan yang menyatakan bahwa dengan sistem
Learning pengajaran yang tepat semua siswa dapat belajar dengan hasil
yang baik dari hampir seluruh materi pelajaran yang diajarkan
disekolah dengan tuntas.
Instructional Keselarasan instruksional mengacu pada tingkat kesepakatan
Alignment yang tinggi di antara tujuan, penilaian, dan konten dalam
pengalaman belajar.
Personalized Pendekatan pengajaran di kelas yang dirancang untuk mengubah
Systematic peran guru dari agen informasi menjadi insinyur atau manajer
Instruction pembelajaran siswa.
Subject matter Kesatuan jumlah pengetahuan, kesanggupan, kecakapan, sikap
dan nilai yang berkenaan dengan mata pelajaran / mata
perkuliahan tertentu yang harus dikuasai dan dimiliki oleh siswa
/ mahasiswa, untuk hidup, bekerja, melanjutkan studi, dan
belajar sepanjang hayat

2. HUBUNGAN ANTARA COMPETENCE, CORE COMPETENCIES DAN


CONSTITUTING (DOMAIN SPECIFIC DAN GENERIC) COMPETENCIES

A competent professional
(performance of key occupational tasks at satisfactory level)

realisation of

Key occupational tasks Professional


Profile
through

Core Competencies
Graduate
Profile

domain-specific generic
competencies competencies
Curriculum
Profile

cognitive knowledge skills


attributes
attitudes

Berdasarkan konsep kompetensi di atas dapat dilihat bahwa terdapat 3 ranah utama
dalam kompetensi yakni ranah professional, ranah lulusan, dan ranah kurikulum. Dapat
diketahui lebih lanjut bahwa Kompetensi inti (Core Competencies) didefinisikan sebagai
seperangkat kompetensi yang sesuai dan dibutuhkan untuk mewujudkan suatu tugas atau
pekerjaan (Key occupational tasks) pada tingkatan yang memuaskan atau tinggi. Selain
itu kompetensi inti juga secara langsung berkaitan dengan kelompok terintegrasi
kompetensi domain-spesifik dan generic yang merupakan karateria profil lulusan guna
mendukung pencapaian profil professional/pekerjaan. Dikutip dari artikel lih. Prahalad
& Hamel (1990) menyatakan bahwa kompetensi inti (Core Competencies) adalah suatu
strategi yang digunakan dalam bisnis strategis yang memberikan keunggulan pasar bagi
perusahaan.

Kompetensi inti (Core Competencies) terbagi atas 2 kategoti yakni kompetensi


generic dan kompetensi domain spesifik/khusus. Kompetensi generik adalah
kemampuan atau keterampilan umum dalam hal ini komunikasi, berhitung, TI,
pemecahan masalah, dan kolaborasi, kelompok kompetensi ini disebut 'generik' karena
dibutuhkan di semua domain konten dan dapat digunakan dalam situasi pekerjaan
apapun. Sedangkan kompetensi yang bersifat spesifik atau domain khusus berkaitan
dengan kelompok pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam satu domain konten
spesifik yang terkait dengan profesi, sehingga dapat disimpulkan bahwa domain
kompetensi khusus ini adalah seperangkat kemampuan dasar yang digunakan dalam
lingkup profesi.

Berdasarkan konsep tersebut, pengembangan kurikulum berbasis kompetensi


seharunya dirumuskan dengan melibatkan profil profesional yang terdiri atas komponen
profesional yakni kebutuhan profesionalisme lapangan kerja, diikuti oleh profil lulusan
dengan kompetensi inti (Core Competencies) yang berhubungan langsung dengan
professional Profil, sehingga dalam profil kurikulumnya, tingkat pencapaian akhir dalam
aspek Pengetahuan, keterampilan, dan sikap lulusannya didefinisikan dalam standar
kompetensi untuk kompetensi domain-spesifik dan generik.

3. MASTERY LEARNING (PEMBELAJARAN TUNTAS)

Mastery Learning atau belajar tuntas adalah sebuah pendekatan sistem pengajaran
yang mempersyaratkan siswa menguasai secara tuntas setiap unit bahan pelajaran baik
secara perseorangan maupun kelompok, dibuktikan dengan ketuntasan hasil belajar
siswa dengan menggunakan berbagai macam metode-metode yang diterapkan.
Mastery learning dikembangkan oleh John B. Caroll (1963) dan Benjamin Bloom
(1971). Keduanya mengembangkan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan
semua siswa dapat mencapai sejumlah tujuan pendidikan. Model ini menguraikan faktor-
faktor pokok yang mempengaruhi keberhasilan belajar siswa, seperti bakat dan waktu
yang dibutuhkan untuk mencapai suatu tingkat pencapaian.

Model belajar tuntas atau mastery learning terdiri atas lima tahap, yaitu orientasi
(orientation), penyajian (presentation), latihan terstruktur (structured practice), latihan
terbimbing (guided practice) dan latihan mandiri (independent practice). Tujuan proses
belajar mengajar secara ideal adalah agar bahan yang dipelajari dikuasai sepenuhnya
oleh peserta didik. Ini disebut mastery learning atau belajar tuntas, artinya penguasaan
penuh (Nasution, 2011).

Kompetensi yang dikembangkan dalam kurikulum berbasis kompetensi (KBK)

Kurikulum berbasis kompetensi menekankan pada mengeksplorasi kemampuan/


potensi peserta didik secara optimal, mengkonstruksi apa yang dipelajari dan
mengupayakan penerapan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga terdapat paling tidak
4 kompetensi yang perlu dikembangkan sesuai dengan tuntutan KBK tersebut, yakni:

1. Kompetesi akademik, yaitu peserta didik harus memiliki pengetahuan dan


keterampilan dalam mengatasi tantangan dan persoalan hidup.

2. Kompetensi okupasional, artinya peserta didik harus memiliki kesiapan dan mampu
beradaptasi terhadap dunia kerja.

3. Kompetansi kultural, artinya peserta didik harus mampu menempatkan diri sebaik
baiknya dalam sistim budaya dan tata nilai masyarakat.

4. Kompetensi temporal, yaitu peserta didik tetap eksis dalam menjalani kehidupanya
sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman.
4. ANALISIS PERUBAHAN YANG DIUSUNG OLEH KURIKULUM MERDEKA
BELAJAR PADA BERBAGAI KATEGORI DALAM PERSPEKTIF KURIKULUM
BERBASIS KOMPETENSI

Kemendikbudristek baru-baru ini mencanangkan kebijakan Merdeka Belajar yang


memiliki cita-cita menghadirkan pendidikan bermutu tinggi bagi semua rakyat
Indonesia, yang dicirikan dengan penekanan terhadap kompetensi melalui angka
partisipasi yang tinggi di seluruh jenjang pendidikan, hasil pembelajaran berkualitas, dan
mutu pendidikan yang merata baik secara geografis maupun status sosial ekonomi.
Transformasi yang diusung dalam kebijakan Merdeka Belajar akan terjadi pada kategori
ekosistem pendidikan, guru, pedagogi, kurikulum, dan sistem penilaian. Ekosistem
pendidikan diharapkan menjadi ekosistem yang diwarnai oleh suasana sekolah yang
menyenangkan, keterbukaan untuk melakukan kolaborasi, dan keterlibatan aktif dari
orang tua dan masyarakat. Kemudian, guru tidak semata sebagai penyampai informasi,
melainkan sebagai fasilitator kegiatan belajar. Dalam hal pedagogi, pendidikan akan
meniggalkan pendekatan standardisasi menuju pendekatan heterogen. Kurikulum akan
bersifat fleksibel, berdasarkan kompetensi, berfokus pada pengembangan karakter, dan
akomodatif. Lalu, sistem penilaian akan bersifat formatif untuk mendukung perbaikan
dan kemajuan hasil pembelajaran. Adapun lebih lanjut terkait transformasi tersebut
adalah sebagai berikut:

1. Ekosistem

Pada ekosistem pendidikan, Kemendikbud akan mengubah pandangan dan praktik


yang bersifat mengekang kemajuan pendidikan, seperti penekanan pada pengaturan
yang kaku, persekolahan sebagai tugas yang memberatkan, dan manajemen sekolah
yang terfokus pada urusan internalnya sendiri menjadi ekosistem pendidikan yang
diwarnai oleh suasana sekolah yang menyenangkan, keterbukaan untuk melakukan
kolaborasi lintas pemangku kepentingan pendidikan, dan keterlibatan aktif orang tua
murid dan masyarakat. Hal ini sesuai dengan pendapat Sugiyar (2017) bahwa
ekosistem pendidikan merupakan keterkaitan elemenelemen pendidikan untuk
mencapai tujuan pendidikan. Implementasi ekosistem pendidikan akan mendorong
terciptanya demokratisasi pendidikan. Masyarakat dapat berpartisipasi aktif dalam
Pendidikan melalui pembahasan masalah pendidikan, relevansi pendidikan, dan
proses pengambilan keputusan terkait dengan rencana pengembangan sekolah.
Sehingga dalam transformasinya ekosistem pendidikan diharapkan menjadi
ekosistem yang diwarnai oleh suasana sekolah yang menyenangkan, keterbukaan
untuk melakukan kolaborasi, dan keterlibatan aktif dari orang tua dan masyarakat.
Kemudian, guru tidak semata sebagai penyampai informasi, melainkan sebagai
fasilitator kegiatan belajar.

2. Guru

Berkaitan dengan guru, Kebijakan Merdeka Belajar akan mengubah paradigma guru
sebagai penyampai informasi semata menjadi guru sebagai fasilitator dalam kegiatan
belajar. Dengan demikian guru memegang kendali akan pelaksanaan kegiatan belajar
mengajar di ruang kelasnya masing-masing. Hal ini sejalan dengan hasil riset
Rahmawati (2019) yang menyatakan bahwa Peran guru sebagai fasilitator
berpengaruh secara positif terhadap efektivitas belajar siswa. Ini berarti bahwa setiap
peningkatan peran guru sebagai fasilitator diikuti oleh peningkatan kompetensi
siswa. Sehingga penghargaan setinggi-tingginya bagi profesi guru sebagai fasilitator
dari beragam sumber pengetahuan akan diwujudkan melalui pelatihan guru
berdasarkan praktik yang nyata, penilaian kinerja secara holistik, dan pembenahan
kompetensi guru.

3. Pedagogi

Dalam hal pedagogi, Kebijakan Merdeka Belajar akan meninggalkan pendekatan


standardisasi menuju pendekatan heterogen yang lebih paripurna memampukan guru
dan murid menjelajahi khasanah pengetahuan yang terus berkembang dan bermakna.
Menurut Andrian (2017), pembelajaran bermakna bermuara pada hasil olah fikir
peserta didik, hasil olah fikir peserta didik dapat dicapai melalui interaksi keilmuan
dan wawasan guru, fenomena masyarakat, keilmuan kognitif mata pelajaran dan
fenomena lingkungan siswa. Sehingga proses pembelajaran akan berjalan dengan
baik. Murid adalah pemimpin pemelajaran dalam arti merekalah yang membuat
kegiatan belajar mengajar bermakna, sehingga pemelajaran akan disesuaikan dengan
tingkatan kemampuan siswa dan didukung dengan beragam teknologi yang
memberikan pendekatan personal bagi kemajuan pemelajaran tiap siswa, tanpa
mengabaikan pentingnya aspek sosialisasi dan bekerja dalam kelompok untuk
memupuk solidaritas sosial dan keterampilan lunak (soft skills).

4. Program/Kurikulum

Dengan menekankan sentralitas pemelajaran siswa, kurikulum yang terbentuk oleh


Kebijakan Merdeka Belajar akan berkarakteristik fleksibel, berfokus pada
pengembangan karakter dan keterampilan lunak, akomodatif terhadap kebutuhan
DU/DI, dan berdasarkan kompetensi. Berkaitan dengan kompetensi tersebut
Hasugian (2008) menyatakan kompetensi didalam kurikulum dimaksudkan untuk
menciptakan sejumlah kemampuan atau kompetensi dalam rangka pembelajaran
seumur hidup.

5. Asesmen/Pengujian

Sistem penilaian akan bersifat formatif/mendukung perbaikan dan kemajuan hasil


pemelajaran dan menggunakan portofolio. Penilaian portofolio sendiri sangat
bermanfaat dalam memberikan informasi mengenai kemampuan dan pemahaman
siswa, memberikan gambaran otentik kepada guru tentang apa yang telah dipelajari
siswa kesulitan dan kendala yang dialami siswa dalam belajar dan jenis bantuan yang
diharapkan siswa, Santoso (2007).
DAFTAR RUJUKAN

Andrian, R. (2017). Pembelajaran Bermakna Berbasis Post It. Jurnal MUDARRISUNA:


Media Kajian Pendidikan Agama Islam, 7(1), 103-118.
Brady, Laurie Cirriculum Development, Prentice Hall, Victoria, 1990
Hamalik, Omar, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta:
Bumi Aksara, 2003
Hasugian, J. (2008). Urgensi literasi informasi dalam kurikulum berbasis kompetensi di
perguruan tinggi. Pustaha, 4(2), 34-44.
McNeil, John D. Contemporary Curriculum in Thought and Action, John Wiley & Sons,
Inc, USA, 2006
Nasution. 2011. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi
Aksara.
Oliva, Peter F. & William R. Gordon, II, Developing the Curriculum, PEARSON, USA,
2013
Ornstein, Allan C & Francis P. Hunkins, Curriculum: Foundation, Principles and
Issues, Allyn and Bacon , Boston, 1998
Prahalad, C.K., & Hamel G. (1990). The core competencies of the corporation. Harvard
Business Review, May/June 1990, 79-91, 0017-8012
Rahmawati, M., & Suryadi, E. (2019). Guru sebagai fasilitator dan efektivitas belajar
siswa. Jurnal Pendidikan Manajemen Perkantoran (JPManper), 4(1), 49-54.
Santoso, B. (2007). Penilaian Portofolio Dalam Matematika. Jurnal Pendidikan
Matematika, 1(2), 31-38.
Sugiyar, S. (2017). Ekosistem Pendidikan: Solusi Demokratisasi Pendidikan. JALIE;
Journal of Applied Linguistics and Islamic Education, 1(2), 209-233.
Sukmadinata, Nana Syaodih. Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek. Bandung :
PT Remaja Rosdakarya. 2011.

Anda mungkin juga menyukai