Bakteri berbeda dengan virus. Bakteri tidak membutuhkan sel manusia untuk hidup
dan berkembang biak, sedangkan virus membutuhkannya. Maka dari itu, proses
diagnosis dan penanganan infeksi bakteri dan infeksi virus dapat berbeda.
Secara langsung
Penularan bakteri dapat terjadi ketika seseorang melakukan kontak dengan
penderita infeksi. Kontak tersebut dapat terjadi melalui hubungan seksual,
ciuman, serta percikan dahak dari batuk atau bersin. Ibu hamil juga dapat
menularkan bakteri ke janin yang dikandungnya melalui plasenta atau kontak
dengan jalan lahir saat persalinan.
Secara tidak langsung
Bakteri dapat tertinggal pada benda, seperti handuk, meja, atau gagang pintu.
Bakteri di benda tersebut bisa berpindah ketika orang lain menyentuh benda
tersebut kemudian menyentuh mata, mulut, atau hidung, sebelum mencuci
tangan terlebih dahulu.
Makanan atau minuman
Bakteri dapat ke luar melalui tinja dan mencemari makanan atau minuman,
kemudian menginfeksi seseorang yang mengonsumsi makanan atau
minuman tersebut. Jenis bakteri yang menular melalui makanan
adalah Salmonella typhii yang menyebabkan tipes.
Gigitan hewan
Hewan dapat menjadi perantara penularan bakteri, misalnya pada penyakit
Lyme, yang ditularkan oleh gigitan kutu.
Selain memiliki daya tahan tubuh yang lemah, risiko terkena infeksi bakteri juga
dapat meningkat pada seseorang yang memiliki beberapa faktor berikut:
Demam
Batuk
Bersin
Mual dan muntah
Diare
Lemas
Selain gejala di atas, ada beberapa gejala spesifik yang dapat dialami ketika
seseorang menderita infeksi bakteri pada kulit, seperti:
Ruam
Kemerahan
Pembengkakan
Nyeri
Benjolan berisi nanah
Gatal
Sulit bernapas
Batuk yang berlangsung lebih dari seminggu
Sakit kepala yang disertai demam tinggi
Ruam atau pembengkakan di kulit
Muntah secara terus-menerus
Diare disertai dengan darah
Gangguan penglihatan, seperti pandangan kabur
Tes kultur bakteri, untuk mendeteksi keberadaan bakteri pada sampel darah,
urine, dahak, tinja, atau cairan tubuh lain
Tes pewarnaan gram, untuk mengetahui jenis infeksi bakteri di dalam tubuh,
dengan memeriksa perubahan warna pada sampel darah, urine, dahak, atau
cairan tubuh lain
Pemindaian dengan foto Rontgen, MRI, atau CT scan, untuk mendeteksi
adanya jaringan abnormal dan kumpulan nanah (abses) pada organ dalam
tubuh
Biopsi, untuk mendeteksi kondisi selain infeksi yang mungkin diderita, dengan
mengambil sampel jaringan pada organ yang terinfeksi
Penisilin
Sefalosporin
Aminoglikosida
Tetrasiklin
Makrolid
Quinolone
Bakteremia, yaitu kondisi ketika bakteri masuk ke dalam darah akibat infeksi
bakteri di suatu organ tubuh, seperti ginjal dan paru-paru
Sepsis, yaitu infeksi bakteri yang telah menyebar ke seluruh tubuh sehingga
menyebabkan gangguan pada fungsi organ
Syok sepsis, yaitu kondisi fatal ketika tekanan darah menurun drastis akibat
sepsis sehingga organ tubuh tidak mendapatkan pasokan darah yang cukup
Kematian jaringan (gangrene), yaitu matinya jaringan tubuh akibat infeksi
bakteri di kulit yang tidak tertangani
Reaksi autoimun, yaitu kondisi ketika sistem kekebalan tubuh menyerang sel
sehat karena tidak bisa membedakan antara sel sehat dengan bakteri yang
menyerupainya
Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir secara rutin, terutama
sebelum menyiapkan makanan, sebelum dan setelah makan, serta setelah
menggunakan toilet
Menjalani vaksinasi
Menjaga kebersihan diri dan lingkungan sekitar
Melakukan hubungan seksual yang aman, misalnya dengan memakai
kondom dan tidak berganti pasangan
Tidak berbagi barang pribadi, seperti handuk atau baju
Tidak berpergian ketika sedang sakit