Anda di halaman 1dari 16

INFEKSI ADALAH

Infeksi merupakan proses invasi dan multiplikasi berbagai mikroorganisme ke dalam tubuh
(seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit), yang saat dalam keadaan normal,
mikroorganisme tersebut tidak terdapat di dalam tubuh. Sebenarnya, di beberapa tempat
dalam tubuh kita pun, seperti di dalam mulut atau usus, terdapat banyak mikroorganisme
yang hidup secara alamiah dan biasanya tidak menyebabkan infeksi. Namun, dalam
beberapa kondisi, beberapa mikroorganisme tersebut juga dapat menyebabkan penyakit.
Bakteri, virus, jamur, dan parasit memiliki berbagai cara untuk masuk ke dalam tubuh. Cara
penularannya dibagi menjadi kontak langsung dan tidak langsung. Kontak langsung terdiri
atas penyebaran orang ke orang (misalnya dari bersin, kontak seksual, atau semacamnya),
hewan ke orang (gigitan atau cakaran binatang, kutu dari binatang peliharaan), atau dari ibu
hamil ke anaknya yang belum lahir melalui plasenta. Kontak tidak langsung terdiri atas
gigitan serangga yang hanya menjadi pembawa dari mikroorganisme atau vektor (seperti
nyamuk, lalat, kutu, tungau) dan kontaminasi air atau makanan.
Setelah masuk ke dalam tubuh, mikroorganisme tersebut mengakibatkan beberapa
perubahan. Mikroorganisme tersebut memperbanyak diri dengan caranya masing-masing
dan menyebabkan cedera jaringan dengan berbagai mekanisme yang mereka punya,
seperti mengeluarkan toksin, mengganggu DNA sel normal, dan sebagainya.

GEJALA
Gejala dari infeksi bervariasi, bahkan ada sebuah kondisi dimana infeksi tersebut tidak
menimbulkangejala dan sub klinis. Gejala yang ditimbulkan kadang bersifat lokal (di tempat
masuknya mikroorganisme) atau sistemik (menyebar ke seluruh tubuh). Gejala paling
umum dirasakan oleh orang yang terkena infeksi adalah demam. Berikut adalah beberapa

gejala yang timbul berdasarkan penyebabnya.


Bakteri: Gejala yang ditimbulkan oleh infeksi bakteri bervariasi tergantung bagian
tubuh mana yang diinfeksi. Namun, gejala paling umum adalah demam. Jika seseorang
terkena infeksi bakteri di tenggorokan, maka ia akan merasakan nyeri tenggorokan, batuk,
dan sebagainya. Jika mengalami infeksi bakteri di pencernaan, maka ia akan merasakan
gangguan pencernaan seperti diare, konstipasi,mual, atau muntah. Dan jika mengalami
infeksi pada saluran kemih, maka ia akan merasakan keinginan buang air kecil (BAK) yang

terus menerus, BAK tidak puas, atau bahkan nyeri saat BAK.
Virus: Gejala yang ditimbulkan oleh infeksi tergantung dari tipe virus, bagian tubuh
yang terinfeksi, usia dan riwayat penyakit pasien, dan faktor lainnya. Gejala dari infeksi
virus dapat mempengaruhi hampir seluruh bagian tubuh. Gejala yang biasanya ditimbulkan
antara lain gejala seperti flu (demam, mudah lelah, nyeri tenggorokan, nyeri kepala, batuk,
pegal-pegal, dan sebagainya), gangguan pencernaan (diare, mual, muntah,
dsb), rash (kemerahan di kulit), bersin-bersin, malaise, hidung berair dan tersumbat,
pembesaran kelanjar getah bening (KGB), pembengkakan tonsil, atau bahkan turunnya

berat badan.
Jamur: Kebanyakan jamur menginfeksi kulit, meskipun terdapat bagian tubuh lain
yang dapat terinfeksi seperti paru-paru dan otak. Gejala infeksi kulit yang disebabkan oleh
jamur antara lain gatal, kemerahan, kadang terdapat rasa terbakar, kulit bersisik, dan

sebagainya. Gejala lainnya tergantung dari tempat yang terinfeksi.


Parasit: Kebanyakan dari infeksi parasit menyebabkan gejala pencernaan. Gejala
spesifik berdasarkan jenis infeksinya antara lain:

Malaria: penyakit yang disebabkan oleh plasmodium dan diperantarai oleh

nyamuk. Gejala yang sering muncul antara lain demam, menggigil, dan penyakit
seperti flu.
o
Trichomoniasis: penyakit yang disebabkan oleh hubungan seksual. Gejala
yang sering muncul antara lain gatal, kemerahan, iritasi, atau cairan tidak wajar yang
terdapat dari area genital.
o
Giardiasis: infeksi saluran pencernaan. Gejala yang sering muncul antara lain
diare, gas, gangguan lambung, feses yang berlendir, dan dehidrasi.
o
Toksoplasmosis: gejala yang sering muncul seperti flu, kelenjar getah bening
yang membengkak dan nyeri, nyeri otot yang berlangusng selama lebih dari
sebulan.

PENYEBAB
Penyebab infeksi bermacam-macam, mulai dari bakteri, virus, jamur, hingga parasit. Berikut

adalah penjelasan macam-macam infeksi yang disebabkan oleh berbagai mikroorganisme.


Bakteri: Bakteri merupakan organisme yang memilki satu sel. Salah satu cara
bakteri untuk menginfeksi tubuh adalah dengan mengeluarkan toksin (racun) yand dapat
merusak jaringan tubuh. Bakteri dapat menyebabkan infeksi tenggorokan, infeksi saluran
pencernaan, infeksi pernapasan (seperti TBC), infeksi saluran kemih, hingga infeksi genital.
Terdapat empat kelompok bakteri yang dapat diklasifikasikan berdasarkan bentuknya:
Bacilli, cocci, spirochaetes, dan vibrio.
o
Bacilli berbentuk batang dengan panjang sekitar 0,03 mm. Penyakit yang
biasanya disebabkan oleh bakteri berbentuk bacilli antara lain tifoid dan sistitis.
o
Cocci berbentuk bulatan dengan diameter sekitar 0,001 mm. Bakteri
berbentuk cocci biasanya membentuk kelompok-kelompok seperti berpasangan,
membentuk garis panjang, atau berkumpul seperti anggur. Penyakit yang biasanya
disebabkan oleh bakteri cocci antara lain infeksi stafilokokus dan gonorrhea.
o
Spirochaetes berbentuk seperti spiral. Bakteri ini menyebabkan
penyakit sifilis.
o
Vibrio berbentuk seperti koma. Bakteri ini menyebabkan penyakit kolera.

Virus: Virus berukuran lebih kecil dari bakteri dan membutuhkan host, seperti
orang, tanaman, atau hewan, untuk bermultiplikasi. Saat virus masuk ke dalam tubuh,
biasanya ia menginvasi sel tubuh yang normal dan mengambil alih sel untuk memproduksi
virus lainnya.Virus dapat menyebabkan penyakit yang paling ringan seperti common
cold hingga sangat berat seperti AIDS. Seperti bakteri, terdapat berbagai bentuk virus yang
dapat menyebabkan berbagai penyakit. Bentuk-bentuk virus tersebut antara lain:
o
Icosahedral: Lapisan luarnya terdiri atas 20 sisi datar yang memberikan
bentuk seperti bola. Icosahedral merupakan bentuk yang dimiliki oleh kebanyakan
virus.
o

Helical: Lapisan luarnya membentuk seperti batang,

Enveloped: Lapisan luarnya terbungkus oleh membran yang longgar, yang

dapat berubah-ubah bentuk namun biasanya sering terlihat seperti bola.


o
Kompleks: Tidak memiliki lapisan luar, tapi intinya terlapisi.

Jamur: Jamur merupakan organisme primitif yang dapat hidup di udara,


tanah, tanaman, atau di dalam air. Beberapa jamur juga hidup di dalam tubuh manusia.

Infeksi jamur biasanya tidak bahaya, namun beberapa dapat mengancam kehidupan.
Jamur merupakan penyebab banyak penyakit kulit. Penyakit lain yang disebabkan oleh
jamur antara lain infeksi di paru-paru dan sistem saraf. Jamur dapat menyebar jika
seseorang menghirup spora atau menempel langsung di kulit. Seseorang juga akan lebih

mudah terkena jamur jika sistem imunnya sedang lemah atau sedang meminum antibiotik.
Parasit: Parasit merupakan mikroorganisme yang membutuhkan organisme
atau host lainnya untuk bertahan. Beberapa parasit tidak mempengaruhi host yang ia
tinggali, sedangkan beberapa lainnya mengalami pertumbuhan, reproduksi, dan bahkan
mengelurkan toksin (racun) yang menybabkan host mengalami infeksi parasit. Infeksi
parasit disebabkan oleh 3 jenis organisme: protozoa, helminth (cacing), dan ektoparasit.
Protozoa merupakan organisme yang hanya mempunyai satu sel yang dapat

hidup dan bermultiplikasi di dalam tubuh manusia. Infeksi yang disebabkan oleh
protozoa antara lain giardiasis, yaitu infeksi pencernaan yang dapat terjadi akibat
meminum air yang terinfeksi oleh protozoa,
o
Helminth marupakan organisme yang memiliki banyak sel (multi sel) yang
biasanya dikenal dengan nama cacing. Terdapat berbagai jenis cacing yang dapat
menginfeksi manusia, sepertiflatworm, tapeworm, ringworm, dan roundworm.
o
Ektoparasit merupakan organisme yang juga memilikibanuak sel yang
biasanya hidup atau makan dari kulit manusia, seperti nyamuk, lalat, kutu, atau
tungau.

PENGOBATAN
Bakteri: pengobatan bakteri adalah antibiotik. Namun, antibiotik tidak dapat digunakan
begitu saja. Saat seseorang meminum antibiotik, maka ia harus mengikuti petunjuk yang
diberikan dengan sangat hati-hati. Karena jika kita tidak memiliki perilaku minum antibiotik
yang baik, suatu saat bakteri yang ingin kita hancurkan sudah terlanjur resisten dengan
antibiotik yang kita minum.
Virus: Beberapa infeksi virus biasanya dapat dicegah dengan vaksinasi (seperti campak,
hepatitis, dan sebagainya). Antivirus juga biasanya digunakan dalam mengobati infeksi
virus, namun antivirus biasanya hanya efektif digunakan untuk beberapa infeksi,
seperti herpes, hepatitis B dan C, dan HIV. Infeksi virus ringan sebenarnya bersifat selflimited, atau dapat sembuh dengan sendirinya. Hanya saja seseorang harus memiliki daya
tahan tubuh yang kuat untuk melawan virus-virus tersebut. Antibiotik tidak pernah efektif
untuk melawan virus.
Jamur: Jamur biasanya sulit untuk dibunuh. Untuk infeksi kulit dan kuku, terdapat
pengobatan anti jamur topikal yang dapat digunakan dengan cara dioleskan ke bagian
tubuh yang terinfeksi. Namun, jika infeksi jamur meluas atau serius, maka terdapat
pengobatan anti jamur yang bisa diminum.
Parasit: Tidak semua parasit memiliki pengobatan. Pengobatan yang biasanya diberikan
untuk orang-orang yang terinfeksi parasit antara lain antiparasit, seperti antiamuba dan
antimalaria.

BAB I
PEMBAHASAN
1. Konsep Dasar Infeksi
a. Pengertian
Infeksi adalah proses invasif oleh mikroorganisme dan berproliferasi
didalam tubuh yang menyebabkan sakit (potter & Perry 2005). Sedangkan
menurut Smeltzer & Brenda (2002), infeksi adalah beberapa penyakit yang
disebabkan oleh pertumbuhan organisme patogenik dalam tubuh.

b. Penyebab infeksi
Tipe mikroorganisme penyebab infeksi dibagi menjadi empat kategori,
yaitu :
1) Bakteri
Bakteri merupakan penyebab terbanyak dari infeksi. Ratusan spesies
bakteri dapat menyebabkan penyakit pada manusia dan dapat hidup didalam
tubuhnya. Bakteri bisa masuk antara lain melalui udara, tanah, air, makanan,
cairan dan jaringan tubuh dan benda mati lainnya.
2) Virus
Virus terutama berisi asam nukleat (nukleat acid) karenanya harus masuk
dalam sel hidup untuk di produksi.
3) Parasit
Parasit hidup dalam organisme hidup lain, termasuk kelompok parasit
adalah protozoa, cacing dan arthropoda.
4) Fungi

Fungi terdiri dari ragi dan jamur

c. Tipe Infeksi
1) Kolonisasi
Merupakan suatu proses dimana benih mikroorganisme menjadi flora
yang menetap/residen. Mikroorganisme bisa tumbuh dan berkembang biak
tetapi tidak bisa menimbulkan penyakit. Infeksi terjadi ketika mikroorganisme
yang menetap tadi sukses menginvasi/menyerang bagian tubuh/host manusia
yang system pertahanannya tidak efektif dan pathogen menyebabkan
kerusakan jaringan.
2) Infeksi local
Spesifik dan terbatas pada bagian tubuh dimana mikroorganisme tinggal.
3) Infeksi Sistemik
Terjadi bila microorganisme menyebar kebagian tubuh yang lain dan
menimbulkan kerusakan.
4) Bakterimia
Terjadi ketika didalam darah ditemukan adanya bakteri.
5) Septikimia
Multiplikasi bakteri dalam darah sebagai hasil dari infeksi sistemik.
6) Infeksi akut
Infeksi yang muncul dalam waktu singkat.
7) Infeksi kronik
Infeksi yang terjadi secara lambat dalam periode yang lama (dalam
hitungan bulan/tahun).

d. Rantai Infeksi
Proses terjadinya infeksi seperti rantai yang saling terkait antar berbagai
faktor yang saling mempengaruhi, yaitu agen infeksi, reservoir, portal of exit,
cara penularan, portal of entry dan host atau penjamu yang rentan.
Skema 2.1
Agen infeksi

Host/pejamu

Reservoir

Portal de exit

Portal de entry

Cara penularan
(Perry & Potter 2005)
1) Agen Infeksi
Mikroorganisme yang termasuk dalam agen infeksi antara lain bakteri,
virus, jamur dan protozoa. Mikroorganisme dikulit bisa merupakan flora
transient maupun resident. Mikroorganisme transient normalnya ada dan
jumlahnya stabil, organisme ini bisa hidup dan berbiak dikulit. Organisme
transient melekat pada kulit saat seseorang kontak dengan objek atau orang
lain dalam aktivitas normal. Organisme ini siap ditularkan kecuali dengan cuci
tangan. Organisme residen tidak dengan mudah bisa dihilangkan melalui cuci
tangan dengan sabun dan detergen biasa kecuali bila gosokan dilakukan
dengan seksama. Mikroorganisme dapat menyebabkan infeksi tergantung
pada: jumlah mikroorganisme, virulensi (kemampuan menyebabkan penyakit),
kemampuan untuk masuk dan bertahan hidup dalam host serta kerentanan
dalam host/pejamu.
2) Reservoir (sumber mikroorganisme)
Adalah tempat dimana mikroorganisme pathogen dapat hidup baik
berkembang biak atau tidak. Yang bisa berkembang sebagai reservoir adalah
manusia, binatang, makanan, air, serangga dan benda lain. Kebanyakan
reservoir adalah tubuh manusia, terutama dikulit, mukosa, cairan atau drainase.
Adanya mikroorganisme pathogen dalam tubuh tidak selalu menyebabkan
penyakit pada hostnya. Sehingga reservoir yang didalamnya terdapat
mikroorganisme pathogen bisa menyebabkan orang lain bisa menjadi sakit
(carier). Kuman dapat hidup dan berkembang biak dalam reservoir jika
karakteristik reservoirnya cocok dengan kuman. Karakteristik tersebut adalah
air, suhu, ph, udara dan pencahayaan.
3) Portal of exit
Mikroorganisme yang hidup didalam reservoir harus menemukan jalan
keluar untuk masuk ke dalam host dan menyebabkan infeksi. Sebelum
menimbulkan infeksi, mikroorganisme harus keluar terlebih dahulu dari
reservoirnya. Jika reservoirnya manusia, kuman dapat keluar melalui saluran

pencernaan, pernafasan, perkemihan, genetalia, kulit, membrane mukosa yang


rusak serta darah.
4) Cara penularan
Kuman dapat berpindah atau menular ke orang lain dengan berbagai cara
seperti kontak langsung dengan penderita melalui oral, fekal, kulit atau
darahnya. Kontak tidak langsung melalui jarum atau balutan bekas luka
penderita, peralatan yang terkontaminasi, makanan yang diolah tidak tepat,
melalui vector nyamuk atau lalat.
5) Portal masuk
Sebelum seseorang terinfeksi, mikroorganisme harus masuk dalam tubuh.
Kulit merupakan barier pelindung tubuh terhadap masuknya kuman infeksius.
Rusaknya kulit atau ketidakutuhan kulit dapat menjadi portal masuk. Mikroba
dapat masuk kedalam tubuh melalui rute yang sama dengan portal keluar.
Faktor-faktor yang menurunkan daya tahan tubuh memperbesar kesempatan
pathogen masuk kedalam tubuh.
6) Daya tahan hospes (manusia)
Seseorang terkena infeksi bergantung pada kerentanan terhadap agen
infeksius. Kerentanan bergantung pada derajat ketahanan tubuh individu
terhadap pathogen. Meskipun seseorang secara konstan kontak dengan
mikroorganisme dalam jumlah yang besar, infeksi tidak akan terjadi sampai
individu rentan terhadap kekuatan dan jumlah mikroorganisme tersebut.
Beberapa faktor yang mempengaruhi kerentanan tubuh terhadap kuman yaitu
usia, keturunan, stress (fisik dan emosional), status nutrisi, terafi medis,
pemberian obat dan penyakit penyerta.

e. Proses Infeksi
Infeksi terjadi secara progresif dan beratnya infeksi pada klien tergantung
dari tingkat infeksi, patogenisitas mikroorganisme dan kerentanan penjamu.
Dengan proses perawatan yang tepat, maka akan meminimalisir penyebaran
dan meminimalkan penyakit. Perkembangan infeksi mempengaruhi tingkat
asuhan keperawatan yang diberikan.
Berbagai komponen dari system imun memberikan jaringan kompleks
mekanisme yang sangat baik yang jika utuh, berfungsi mempertahankan tubuh
terhadap mikroorganisme asing dan sel-sel ganas. Pada beberapa keadaan,
komponen-komponen baik respon spesifik maupun non spesifik bisa gagal dan
hal tersebut bisa mengakibatkan kerusakan pertahanan hospes. Orang-orang
yang mendapat infeksi yang disebabkan oleh defisiensi dalam pertahanan dari

segi hospesnya disebut hospes yang melemah. Sedangkan orang-orang


dengan kerusakan mayor yang berhubungan dengan respon imun spesifik
disebut hospes yang terimunosupres.Ciri-ciri umum yang berkaitan dengan
hospes yang melemah adalah : infeksi berulang, infeksi kronik, ruam kulit,
diare, kerusakan pertumbuhan dan meningkatnya kerentanan terhadap kanker
tertentu.
Secara umum proses infeksi adalah sebagai berikut :
1) Periode inkubasi
Interval antara masuknya pathogen kedalam tubuh dan munculnya gejala
pertama.
2) Tahap prodromal
Interval dari awitan tanda dan gejala non spesifik (malaise, demam ringan,
keletihan) sampai gejala yang spesifik. Selama masa ini, mikroorganisme
tumbuh dan berkembang biak dan klien lebih mampu menyebarkan penyakit ke
orang lain.
3) Tahap sakit
Klien memanifestasikan tanda dan gejala yang spesifik terhadap jenis
infeksi.
4) Pemulihan
Interval saat munculnya gejala akut infeksi.

f. Pertahanan terhadap infeksi


Tubuh memiliki pertahanan normal terhadap infeksi. Flora normal tubuh
yang tinggal didalam dan luar tubuh melindungi seseorang dari beberapa
pathogen. Setiap system organ memiliki mekanisme pertahanan terhadap agen
infeksius. Flora normal, system pertahanan tubuh dan inflamasi adalah
pertahanan non spesifik yang melindungi terhadap mikroorganisme.
1) Flora normal
Secara normal tubuh memiliki mikroorganisme yang ada pada lapisan
permukaan dan didalam kulit, saliva, mukosa oral dan saluran gastrointestinal.
Manusia secara normal mengekskresi setiap hari triliyunan mikroba melalui
usus. Flora normal biasanya tidak menyebabkan sakit tetapi biasanya justru
turut berperan dalam memelihara kesehatan. Flora ini bersaing dengan
mikroorganisme penyebab penyakit untuk mendapatkan makanan. Flora normal
juga mengekskresi substansi antibakteri dalam usus. Flora normal kulit
menggunakan tindakan protektif dengan menghambat multiplikasi organisme
yang menempel dikulit. Flora normal dalam jumlah banyak mempertahankan
keseimbangan yang sensitive dengan mikroorganisme lain untuk mencegah

infeksi. Setiap faktor yang mengganggu keseimbangan ini mengakibatkan


individu semakin beresiko mendapatkan penyakit infeksi.
2) Pertahanan system tubuh
Sejumlah system organ tubuh memiliki pertahanan unik terhadap
mikroorganisme. Kulit, saluran pernafasan dan saluran gastrointestinal sangat
mudah dimasuki oleh mikroorganisme. Organisme pathogen dengan mudah
menempel pada permukaan kulit, di inhalasi melalui pernafasan atau dicerna
melalui makanan. Setiap system organ memiliki mekanisme pertahanan yang
secara fisiologis disesuaikan dengan struktur dan fungsinya. Berikut ini adalah
mekanisme pertahanan normal terhadap infeksi :
3) Inflamasi
Inflamasi merupakan reaksi protektif vaskular dengan menghantarkan
cairan, produk darah dan nutrien ke jaringan interstisial ke daerah cidera.
Proses ini menetralisasi dan mengeliminasi patogen atau jaringan mati
(nekrotik) dan memulai cara-cara perbaikan jaringan tubuh. Tanda inflamasi
termasuk bengkak, kemerahan, panas, nyeri/nyeri tekan, dan hilangnya fungsi
bagian tubuh yang terinflamasi. Bila inflamasi menjadi sistemik akan muncul
tanda dan gejala demam, leukositas, malaise, anoreksia, mual, muntah dan
pembesaran kelenjar limfe.
Respon inflamasi dapat dicetuskan oleh agen fisik, kimiawi atau
mikroorganisme. Respon inflamasi termasuk hal berikut ini:
a) Respon seluler dan vaskuler
Arteriol yang menyuplai darah yang terinfeksi atau yang cidera berdilatasi,
memungkinkan lebih banyak darah masuk dala sirkulasi. Peningkatan darah
tersebut menyebabkan kemerahan pada inflamasi. Gejala hangat lokal
dihasilkan dari volume darah yang meningkat pada area yanginflamasi. Cidera
menyebabkan nekrosis jaringan dan akibatnya tubuh mengeluarkan histamin,
bradikinin,

prostaglandin

dan

serotonin.

Mediator

kimiawi

tersebut

meningkatkan permeabilitas pembuluh darah kecil. Cairan, protein dan sel


memasuki ruang interstisial, akibatnya muncul edema lokal. Tanda lain inflamasi
adalah nyeri. Pembengkakan jaringan yang terinflamasi meningkatkan tekanan
pada ujung syaraf yang mengakibatkan nyeri.
b) Pembentukan eksudat inflamasi
akumulasi cairan dan jaringan mati serta SDP membentuk eksudat pada
daerah inflamasi. Eksudat dapat berupa serosa (jernih seperti plasma),
sanguinosa (mengandung sel darah merah) atau purulen (mengandung SDP
dan bakteri). Akhirnya eksudat disapu melalui drainase limfatik. Trombosit dan

protein plasma seperti fibrinogen membentuk matriks yang berbentuk jala pada
tempat inflamasi untuk mencegah penyebaran.
c) Perbaikan jaringan
Sel yang rusak akhirnya digantikan oleh sel baru yang sehat. Sel baru
mengalami maturasi bertahap sampai sel tersebut mencapai karakteristik
struktur dan bentuk yang sama dengan sel sebelumnya.

g. Respon Imun
Saat mikroorganisme masuk dalam tubuh, pertama kali akan diserang
oleh monosit. Sisa mikroorganisme tersebut yang akan memicu respon imun.
Materi asing yang tertinggal (antigen) menyebabkan rentetan respon yang
mengubah susunan biologis tubuh. Setelah antigen masuk dala tubuh, antigen
tersebut bergerak ke darah atau limfe dan memulai imunitas seluler atau
humural.
1) Imunitas selular
Ada kelas limfosit, limfosit T (CD4T) dan limfosit B (sel B). Limfosit T
memainkan peran utama dalam imunitas seluler. Ada reseptor antigen pada
membran permukaan limfosit CD4T. Bila antigen bertemu dengan sel yang
reseptor permukaannya sesuai dengan antigen, maka akan terjadi ikatan.
Ikatan ini mengaktifkan limfosit CD4T untuk membagi diri dengan cepat untuk
membentuk sel yang peka. Limfosit yang peka bergerak ke daerah inflamasi,
berikatan dengan antigen dan melepaskan limfokin. Limfokin menarik &
menstimulasi makrofag untuk menyerang antigen.
2) Imunitas humoral
Stimulasi sel B akan memicu respon imun humoral, menyebabkan sintesa
imunoglobulin/antibodi yang akan membunuh antigen. Sel B plasma dan sel B
memori akan terbentuk apabila sel B berikatan dengan satu antigen. Sel B
mensintesis antibodi dalam jumlah besar untuk mempertahankan imunitas,
sedangkan sel B memori untuk mempersiapkan tubuh menghadapi invasi
antigen.
3) Antibodi
Merupakan protein bermolekul besar, terbagi menjadi imunoglobulin A, M,
D, E, G. Imunoglobulin M dibentuk pada saat kontak awal dengan antigen,
sedangkan IgG menandakan infeksi yang terakhir. Pembentukan antibodi
merupakan dasar melakukan imunisasi.

4) Komplemen

Merupakan senyawa protein yang ditemukan dalam serum darah.


Komplemen diaktifkan saat antigen dan antibodi terikat. Komplemen diaktifkan,
maka akan terjadi serangkaian proses katalitik.
5) Interferon
Pada saat tertentu diinvasi oleh virus. Interferon akan mengganggu
kemampuan virus dalam bermultiplikasi.

h. Tanda-tanda infeksi
Tanda-tanda infeksi menurut Abrams, 1995; Rukmono, 1973; Mitchell &
Cotran, 2003 antara lain :
1) Rubor
rubor atau kemerahan merupakan hal pertama yang terlihat di daerah
yang mengalami peradangan. Saat reaksi peradangan timbul, terjadi pelebaran
arteriola yang mensuplai darah ke daerah peradangan. Sehingga lebih banyak
darah mengalir ke mikrosirkulasi lokal dan kapiler meregang dengan cepat terisi
penuh dengan darah. Keadaan ini disebut hiperemia atau kongesti,
menyebabkan warna merah lokal karena peradangan akut.
2) Kalor
Kalor terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan akut.
Kalor disebabkan pula oleh sirkulasi darah yang meningkat. Sebab darah yang
memiliki suhu 37oC disalurkan ke permukaan tubuh yang mengalami radang
lebih banyak daripada ke daerah normal.
3) Dolor
Perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat
merangsang ujung-ujung saraf. Pengeluaran zat seperti histamin atau zat
bioaktif lainnya dapat merangsang saraf. Rasa sakit disebabkan pula oleh
tekanan yang meninggi akibat pembengkakan jaringan yang meradang.
4) Tumor
Pembengkakan sebagian disebabkan hiperemi dan sebagian besar
ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringanjaringan interstitial.
5) Functio laesa
Berdasarkan asal katanya, functio laesa adalah fungsi yang hilang
(Dorland, 2002). Functio laesa merupakan reaksi peradangan yang telah

dikenal.

Akan

tetapi

belum

diketahui

secara

mendalam

mekanisme

terganggunya fungsi jaringan yang meradang.

Sisme Sistem Imun


dalam Tubuh
Sistem

imun ialah

semua mekanisme yang

digunakan

tubuh

untuk

mempertahankan keutuhannya terhadap bahaya yang dapat menimbulkan berbagai


bahan dalam lingkungan hidup. Respons imun adalah respons tubuh berupa suatu
urutan kejadian yang kompleks terhadap antigen, untuk mengeliminasi antigen
tersebut. Respons imun ini dapat melibatkan berbagai macam sel dan protein,
terutama sel makrofag, sel limfosit, komplemen, dan sitokin yang saling berinteraksi
secara kompleks. Imunitas mempunyai tiga fungsi utama :
1. Perannya dalam pertahanan adalah menghasilkan resistensi terhadap agen
penginvasi seperti mikroorganisme.
2. Perannya dalam surveilans adalah mengindentifikasi dan menghancurkan sel-sel
tubuh sendiri yang bermutasi dan berpotensi menjadi neoplasma.
3. Perannya dalam homeostasis adalah membersihkan sisa-sisa sel dan zat-zat
buangan sehingga tipe-tipe sel tetap seragam dan tidak berubah.
Untuk melindungi dirinya, tubuh memerlukan mekanisme yang dapat membedakan
sel-sel itu sendiri (Self) dari agen-agen penginvasi (nonself). Pertahanan imun terdiri
atas sistim imun alamiah atau nonspesifik (natural/innate) dan didapat atau spesifik
(adaptive/acquired).
A. Sistem Imun Non Spesifik
Sistem

imun non

spesifik

merupakan

pertahanan

tubuh

terdepan

dalam

menghadapi serangan berbagai mikroorganisme, oleh karena dapat memberikan


respons langsung. Disebut sistem non spesifik karena tidak ditujukan terhadap satu
mikroorganisme tertentu, telah ada pada tubuh kita dan siap berfungsi sejak lahir.
Dilihat dari caranya diperoleh, mekanisme pertahanan non spesifik disebut juga

respons imun alamiah. Imunitas non spesifik dibedakan menjadi 3 yaitu fisik, larut,
dan seluler. Sedang imunitas non spesifik larut terdiri dari biokimia dan Humoral.
1. Pertahanan Fisik
Dalam sistem pertahanan fisik atau mekanik, kulit, selaput lendir, silia saluran
napas, batuk dan bersin, merupakan garis pertahanan terdepan terhadap infeksi.
Permukaan

tubuh

merupakan

pertahanan

pertama

terhadap

penetrasi

mikroorganisme. Bila penetrasi mikroorganisme terjadi juga, maka mikroorganisme


yang masuk akan berjumpa dengan berbagai elemen lain dari sistem imunitas
alamiah. Produk kelenjar menghambat penetrasi mikroorganisme, demikian pula
silia pada mukosa.
2. Pertahanan Biokimia
Pertahanan biokimia terdiri dari lisozim (keringat), sekresi sebaseus, asam lambung,
laktoferin, dan asam neuraminik. Enzim seperti lisozim dapat merusak dinding sel
mikroorganisme.
3. Pertahanan Humoral
Berbagai bahan dalam sirkulasi berperan dalam pertahanan humoral. Bahan-bahan
tersebut antara lain antibodi, komplemen, interferon dan C-Reactive Protein (CRP).
- Komplemen memiliki 3 fungsi, antara lain dalam proses lisis, kemotaktik dan
opsonisasi bakteri. Jalur alternatif komplemen dapat diaktivasi oleh berbagai macam
bakteri secara langsung sehingga eliminasi terjadi melalui proses lisis atau
fagositosis oleh makrofag atau leukosit yang distimulasi oleh opsonin dan zat
kemotaktik, karena sel-sel ini mempunyai reseptor untuk komponen komplemen
(C3b) dan reseptor kemotaktik. Zat kemotaktik akan memanggil sel monosit dan
polimorfonuklear ke tempat mikroorganisme dan memfagositnya.
- Interferon adalah sitokin berupa glikoprotein yang dihasilkan oleh berbagai sel
tubuh yang mengandung nukleus dan dilepas sebagai respon terhadap infeksi virus.
Interferon dapat menginduksi sel-sel di sekitar sel yang terinfeksi virus menjadi
resisten terhadap virus. Di samping itu, interferon juga dapat mengaktifkan Natural
Killer Cell (sel NK).
- Protein Fase Akut adalah protein plasma yang dibentuk tubuh akibat adanya
kerusakan jaringan. C-Reactive Protein (CRP) merupakan salah satu contoh dari
Protein Fase Akut. Hati merupakan tempat utama sintesis protein fase akut.
Dinamakan CRP oleh karena pertama kali protein khas ini dikenal karena sifatnya
yang dapat mengikat protein C dari pneumokok. Interaksi CRP ini juga akan
mengaktivasi komplemen jalur alternatif yang akan melisis antigen
- Pertahanan Seluler Fagosit, makrofag, sel NK berperan dalam sistem imun non
spesifik seluler. Meskipun berbagai sel dalam tubuh dapat melakukan fagositosis,
tetapi sel utama yang berperan dalam dalam pertahana non spesifik adalah sel
mononukliear (monosit dan makrofag) serta sel polimorfonuklier atau granulosit.
Morfologi sel NK merupakan limfosit dengan granula besar.
B. Sistem Imun Spesifik
Bila pertahanan non spesifik belum dapat mengatasi invasi mikroorganisme maka
imunitas spesifik akan terangsang. Mekanisme pertahanan spesifik adalah

mekanisme pertahanan yang diperankan oleh sel limfosit, dengan atau tanpa
bantuan komponen sistem imun lainnya seperti sel makrofag dan komplemen.
Dilihat dari caranya diperoleh maka mekanisme pertahanan spesifik disebut juga
respons imun didapat. Sel sistem imun spesifik terdiri atas sel B dan sel T yang
masing-masing merupakan sekitar 10% dan 70-85% dari semua limfosit dalam
sirkulasi. Sel B tidak mempunyai subset tetapi sel T terdiri atas beberapa subset: sel
Th, Ts, Tc dan Tdh.
Sel limfosit T dan limfosit B masing-masing berperan pada imunitas selular dan
imunitas humoral. Sel limfosit T akan meregulasi respons imun dan melisis sel target
yang dihuni antigen. Sel limfosit B akan berdiferensiasi menjadi sel plasma dan
memproduksi antibodi yang akan menetralkan atau meningkatkan fagositosis
antigen dan lisis antigen oleh komplemen, serta meningkatkan sitotoksisitas sel
yang mengandung antigen yang dinamakan proses antibody dependent cell
mediated cytotoxicy (ADCC).
1. Sistem Imun Spesifik Humoral
Sel B merupakan asal dari sel plasma yang membentuk imunoglobulin (Ig) yang
terdiri atas IgG,IgM,IgA,IgE dan IgD. IgD berfungsi sebagai opsonin, dapat
mengaglutinasikan kuman/virus, menetralisir toksin dan virus, mengaktifkan
komplemen (jalur klasik) dan berperanan pada Antibody Dependent Cellular
Cytotoxicity (ADCC). ADCC tidak hanya merusak sel tunggal tetapi juga
mikroorganisme multiselular seperti telur skistosoma, kanker, penolakan transplan,
sedang ADCC melalui neutrofil dan eosinofil berperan pada imunitas parasit. IgM
dibentuk terdahulu pada respons imun primer sehingga kadar IgM yang tinggi
menunjukkan adanya infeksi dini. IgM merupakan aglutinator antigen serta aktivator
komplemen (jalur klasik) yang poten. IgA ditemukan sedikit dalam sekresi saluran
napas, cerna dan kemih, air mata, keringat, ludah dan air susu ibu dalam bentuk IgA
sekretori (sIgA). IgA dan sIgA dapat menetralisir toksin, virus, mengagglutinasikan
kuman dan mengaktifkan komplemen (jalur alternatif). IgE berperanan pada alergi,
infeksi cacing, skistosomiasis, penyakit hidatid, trikinosis. Peranan IgD belum
banyak diketahui dan diduga mempunyai efek antibodi pada alergi makanan dan
autoantigen.
2. Sistem Imun Spesifik Seluler
Peran sel T dapat dibagi menjadi 2 fungsi utama : fungsi regulator dan fungsi
efektor. Fungsi regulator terutama dilakukan oleh salah satu subset sel T, sel T
helper (juga dikenal sebagai sel CD4 karena petanda cluster of differentiation di
permukaan sel diberi nomor 4). Sel-sel CD4 mengeluarkan molekul yang dikenal

dengan nama sitokin (protein berberat molekul rendah yang disekresikan oleh selsel sistem imun) untuk melaksanakan fungsi regulatornya. Sitokin-sitokin dari sel
CD4

mengendalikan

proses-proses

imun

seperti membantu

sel B

untuk

memproduksi antibodi, pengaktivan sel T lain, dan pengaktivan makrofag. Fungsi


efektor dilakukan oleh sel T sitotoksik (dahulu dikenal sebagai sel T killer; saat ini
dikenal sebagai CD8 karena cluster of differentiation diberi nomor 8). Sel-sel CD8
mampu mematikan sel yang terinfeksi oleh virus, sel tumor, dan jaringan
transplantasi dengan menyuntikan zat kimia yang disebut perforin ke dalam sasaran
asing. Cara ini bertujuan untuk mencegah penyebaran infeksi. Limfokin disekresikan
oleh sel T untuk mempengaruhi dan mengaktivasi makrofag dan sel NK sehingga
meningkat secara nyata pada penyerangan virus.
Antigen eksogen masuk ke dalam tubuh melalui endosistosis atau fagositosis.
Antigen-presenting cell (APC) yaitu makrofag, sel denrit, dan limfosit B merombak
antigen eksogen menjadi fragmen peptida melalui jalan endositosis. Limfosit T
mengeluarkan subsetnya, yaitu CD4, untuk mengenal antigen bekerja sama dengan
Mayor Hystocompatablity Complex (MHC) kelas II dan dikatakan sebagai MHC
kelas II restriksi. Antigen endogen dihasilkan oleh tubuh inang. Antigen endogen
dirombak menjadi fraksi peptida yang selanjutnya berikatan dengan MHC kelas I
pada retikulum endoplasma. Limfosit T mengeluarkan subsetnya, yaitu CD8,
mengenali antigen endogen untuk berikatan dengan MHC kelas I, dan ini dikatakan
sebagai MHC kelas I restriksi.
Limfosit adalah sel yang ada di dalam tubuh hewan yang mampu mengenal dan
menghancurkan berbagai determinan antigenik yang memiliki dua sifat pada
respons imun khusus, yaitu spesifitas dan memori. Limfosit berperan dalam respons
imun spesifik karena setiap individu limfosit dewasa memiliki sisi ikatan khusus
sebagai varian dari prototipe reseptor antigen. Reseptor antigen pada limfosit B
adalah bagian membran yang berikatan dengan antibodi yang disekresikan setelah
limfosit B yang mengalami diferensiasi menjadi sel fungsional, yaitu sel plasma yang
disebut juga sebagai membran imunoglobulin. Reseptor antigen pada limfosit T
bekerja mendeteksi bagian protein asing atau patogen asing yang masuk sel inang
Sel limfosit B berasal dari sumsum tulang belakang dan mengalami pendewasaan
pada jaringan ekivalen bursa. Jumlah sel limfosit B dalam keadaan normal berkisar
antara 10 dan 15%. Setiap limfosit B memiliki 105 B cell receptor (BCR), dan setiap
BCR memiliki dua tempat pengikatan yang identik. Antigen yang umum bagi sel B
adalah protein yang memiliki struktur tiga dimensi. BCR dan antibodi mengikat

antigen dalam bentuk aslinya. Hal ini membedakan antara sel B dan sel T, yang
mengikat antigen yang sudah terproses dalam sel.
Jajaran ketiga sel limfoid adalah natural killer cells (sel NK) yang tidak memiliki
reseptor antigen spesifik dan merupakan bagian dari sistem imun nonspesifik. Sel
ini beredar dalam darah sebagai limfosit besar yang khusus memiliki granula
spesifik yang memiliki kemampuan mengenal dan membunuh sel abnormal, seperti
sel tumor dan sel yang terinfeksi oleh virus. Sel NK berperan penting dalam imunitas
nonspesifik pada patogen intraseluler.

Anda mungkin juga menyukai