id
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Gerak Melingkar Beraturan dan Hakikat IPA (Sains)
Gerak melingkar merupakan gerak dengan lintasan berupa lingkaran
dengan laju yang tetap. Gerak melingkar beraturan merupakan sebagian dari salah
satu bagian pokok bahasan dalam fisika, dan fisika merupakan bagian dari IPA
(sains). Sains dapat dipandang memiliki dua dimensi, yaitu dimensi dinamik dan
dimensi statik (Mannoia, 1980). Dimensi dinamik dari sains menggambarkan
sains sebagai aktivitas riset dan pengkajian dengan menggunakan metode ilmiah
yang mengandalkan keterampilan-keterampilan proses sains. Dimensi statik dari
sains menggambarkan sains sebagai produk sistem ide-ide (konten sains)
merupakan produk dari aktivitas riset dan pengkajian dalam sains (Farmer dan
Farrell, 1980). Sains dapat dipandang sebagai proses dan produk, produk-produk
sains adalah hasil dari proses sains. Kedua dimensi sains ini perlu dipandang
setara pentingnya dalam pendidikan sains. Pendidikan sains tidak boleh hanya
terfokus pada aspek produk sains, melainkan juga aspek proses sains sehingga
menghasilkan sikap sains. Selain dua hal tersebut sains juga sebagai sikap (Carin,
A. 1993; Trianto, 2007).
Tabel 2.1. Proses dan Produk Sains (Farmer dan Farrell, 1980)
Proses Sains Produk sains
(ways of finding out) (system of ideas)
Observasi Fakta
Pengumpulan dan pencatatan (data) Data
Klasifikasi Konsep
Eksperimen Hukum, prinsip, aturan
Dalam pembelajaran gerak melingkar beraturan dapat dilihat tiga hal penting;
bagaimana prosesnya, apa produk yang dihasilkan, dan sikap apa saja yang harus
dimiliki oleh peserta didik.
commit to user
23
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
24
25
26
27
c. Sikap Sains
Hakikat sains telah diuraikan sebagai proses dan sebagai produk sains,
selain hal tersebut sains juga sebagai sikap (Carin, A. 1993; Trianto, 2007). Sikap
peserta didik yang harus dimiliki sebagai sikap sains yaitu mempunyai rasa ingin
tahu, mampu bekerjasama/kolaborasi, sopan, aktif, tanggung jawab, tekun,
demokratis, jujur, disiplin dan sabar.
Berdasarkan uraian di atas maka dalam pembelajaran gerak melingkar
tidak hanya menekankan pada produk sains pada gerak melingkar beraturan saja.
Pembelajaran gerak melingkar sangat perlu menekankan pada proses sains
sehingga peserta didik dapat mempunyai sikap ilmiah yang baik. Peserta didik
yang telah belajar melalui proses sains dengan benar maka peserta didik mampu
menguasai produk sains yang akhirnya mempunyai sikap sains yang baik.
28
FS
Fs
………....….........………………(2)
Fs= m ...........................................................................(5)
as = ...................................................................... (6)
Kecepatan linier v dalam meter/sekon, dan jari-jari R lingkaran dalam meter, dan
percepatan sentripetal as dalam meter/ sekon2.
Beberapa roda dapat dirangkai atau dihubungkan seperti Gambar 2.2
R2
R3
R1
Dua roda yang sepusat (satu poros) R1 dan R2, kecepatan sudut (ω) sama,
commit to user
kecepatan linier (v) berbeda.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
29
Dua roda yang dihubungkan tali roda R2 dan R3, kelajuan linear keduanya sama,
kecepatan sudutnya berbeda.
R1 dan R2 dalam meter, kecepatan sudut (ω) dalam radial/sekon, kecepatan linier
(v) dalam meter/sekon.
30
31
32
lintasan mobil mainan yang bergerak melingkar, mengamati perubahan gaya pada
neraca pegas jika diadakan perubahan massa, jari-jari dan kecepatan, serta
mengamati hubungan roda berhubungan yang bergerak. Menyimpulkan, membuat
"tebakan" tentang suatu objek atau peristiwa berdasarkan data atau informasi yang
dikumpulkan sebelumnya, misalnya gaya sentripetal dipengaruhi oleh kecepatan.
Pengukuran, menggunakan kedua tindakan atau perkiraan standar dan tidak
standar untuk menggambarkan dimensi dari suatu objek atau peristiwa, misalnya
menggunakan meter tongkat untuk mengukur jari-jari lingkaran dalam satuan
sentimeter, menggunakan stopwach untuk mengukur waktu, mengukur gaya
dengan neraca pegas. Berkomunikasi, menggunakan kata-kata atau simbol grafis
untuk menggambarkan suatu tindakan, objek atau kejadian, misalnya
menggambarkan perubahan sudut yang ditempuh dari waktu ke waktu secara
tertulis atau melalui grafik. Klasifikasi, pengelompokan benda atau peristiwa
dalam kategori berdasarkan sifat atau kriteria, misalnya membedakan besaran
vektor dan skalar. Besaran skalar pada gerak melingkar, periode, frekuensi, jarak,
besar sudut, dan laju. Memprediksi, menyatakan hasil dari peristiwa masa depan
berdasarkan pola bukti, misalnya memprediksi pengaruh massa, kecepatan dan
jari-jari yang mempengaruhi gaya sentripetal.
Keterampilan proses sains terpadu, meliputi beberapa hal. Mengontrol
variabel, mampu mengidentifikasi variabel yang dapat mempengaruhi hasil
eksperimen, menjaga yang paling konstan sementara memanipulasi hanya
variabel independen, sebagi contoh ketika eksperimen menentukan yang
mempengruhi gaya sentripetal yaitu massa, kecepatan dan jari-jari, maka pada
waktu menggunakan variabel independen kecepatan, perlu menjaga kekonstanan
variabel yang lain. Mendefinisikan secara operasional, menyatakan bagaimana
mengukur variabel dalam percobaan, misalnya mengukur gaya sentripetal dengan
neraca pegas, mengukur waktu dengan stopwatch. Merumuskan hipotesis,
menyatakan hasil yang diharapkan dari sebuah eksperimen, misalnya pada gerak
mobil mainan akan didapatkan grafik hubungan antar waktu dan jarak tempuh
adalah linier. Menafsirkan data, mengatur data dan menarik kesimpulan dari itu,
commit
contoh merekam data dari percobaan padatogerak
user hubungan roda-roda sepusat dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
33
34
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
35
36
37
38
dan apa yang akan dilakukan, (4) interaksi secara sistematis antara pendidik atau
orang tua dengan peserta didik diperlukan bagi perkembangan kognitifnya, (5)
bahasa adalah kunci perkembangan kognitif, karena bahasa merupakan alat
komunikasi antara manusia, (6) perkembangan kognitif ditandai dengan
kecakapan untuk mengemukakan beberapa alternatif secara simultan, memilih
tindakan yang tepat, dapat memberikan prioritas yang berurutan dalam berbagai
situasi.
Proses belajar menekankan adanya teori pengaruh kebudayaan terhadap
tingkah laku peserta didik, dengan teorinya yang disebut free discovery learning,
bahwa proses belajar berjalan dengan baik dan kreatif jika pendidik memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan,
atau pemahaman melalui contoh-contoh yang dijumpai dalam kehidupanya.
Pembelajaran gerak melingkar sulit untuk mengadakan pembelajaran dengan
penemuan secara bebas, tetapi digunakan penemuan secara terbimbing, karena
materinya kompleks yang menyangkut hubungan dari beberapa hal.
Perkembangan kognitif menurut Bruner bahwa peserta didik terjadi
melalui tiga tahap yang ditentukan oleh caranya melihat lingkungan, yaitu: (1)
tahap enaktif, peserta didik melakukan aktivitas-aktivitas dalam upayanya untuk
memahami lingkungan sekitarnya dengan menggunakan pengetahuan motorik (2)
tahap ikonik, sesorang memahami objek-objek atau dunianya melalui gambar-
gambar dan visualisasi verbal. Peserta didik belajar memahami dunia sekitarnya
melalui bentuk perumpamaan dan perbandingan, (3) tahap simbolik, peserta didik
telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan-gagasan abstrak yang sangat
dipengaruhi oleh kemampuanya dalam berbahasa dan logika.
Pembelajaran gerak melingkar pada tahap enaktif yaitu peserta didik
melakukan aktivitas-aktivitas eksperimen dalam upayanya untuk memahami
gerak melingkar melalui alat yang ada dengan menggunakan pengetahuan
motorik/praktek. Tahap ikonik, peserta didik memahami gerak melingkar melalui
benda yang sedang bergerak. Pembelajaran gerak melingkar dapat
membandingkan kecepatan gerak melingkar yang jari-jarinya besar dan kecil
commit
ternyata kecepatannya berbeda, gaya to bekerja
yang user pada massa benda yang kecil
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
39
dan besar ternyata besar gaya sentripetal berbeda. Tahap simbolik, peserta didik
mampu memahami sesuatu yang abstrak yaitu arah kecepatan linier, gaya
sentripetal dan percepatan sentripetal setelah melakukan kegiatan.
Peserta didik belajar gerak melingkar melalui simbol-simbol bahasa,
logika, matematika, dan sebagainya. Simbol kecepatan, jari-jari, gaya, percepatan
dan sebagainya digunakan, semakin matang peserta didik dalam proses
berpikirnya maka semakin dominan sistem simbolnya, meskipun begitu tidak
berarti bahwa tidak lagi menggunakan sistem enaktif dan ekonik. Penggunaan
media dalam kegiatan pembelajaran merupakan salah satu bukti masih
diperlukanya sistem enaktif dan ikonik dalam proses belajar, dengan demikian
sangat tepat jika dalam pembelajaran gerak melingkar digunakan alat-alat
eksperimen sebagai media pembelajaran.
Teori belajar Piaget menyatakan bahwa ada tiga proses yang terjadi
dalam proses perkembangan dan pertumbuhan kognitif peserta didik
(Hergenhahn, 2012:311; Hill, 2012:156-164; Schunk, 2009:337-340; Pritchard,
2009: 18) yaitu: (1) proses assimilition, dalam proses ini menyesuaikan atau
mencocokkan informasi yang baru itu dengan apa yang telah diketahui dan (2)
proses accomodation yaitu peserta didik menyusun dan membangun kembali atau
mengubah apa yang telah diketahui sebelumnya sehingga informasi yang baru itu
dapat disesuaikan lebih baik, dengan menyusun kembali dan atau mengubah apa
yang telah diketahui, (3) proses equilibirium merupakan proses adaptasi antara
proses asimilasi dan proses akomodasi dengan lingkungan.
Pembelajaran gerak melingkar jika dikaitkan dengan teori belajar Piaget
yakni: (1) proses assimilition, peserta didik menerima informasi gerak melingkar
dan memadukan dengan pengetahuan yang ada sebelumnya misalnya kecepatan
dengan kecepatan linier dan laju, percepatan dengan percepatan sentripetal, gaya
dengan gaya sentripetal, vektor dengan arah vektor perpindahan, kecepatan,
percepatan dan gaya sentripetal dalam gerak melingkar (2) proses accomodation
dimana peserta didik menerima informasi gerak melingkar sebagai informasi baru
selama belajar, informasi baru ada yang menguatkan sehingga menjadi konsep
yang benar dan ada yang dibuangcommit
karenatotidak
usersesuai dengan konsep yang benar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
40
(3) proses equilibirium proses ini sebagai proses akhir setelah menerima konsep
gerak melingkar sebagai konsep yang disimpan dalam diri peserta didik.
Perkembangan intelektual dan konsepsi hakekat kecerdasan menurut
Piaget bahwa intelegensi individu tumbuh dan berkembang melalui interaksi
dengan lingkungan (Budiningsih, 2005). Interaksi dengan lingkungan akan
semakin mengembangkan fungsi intelek dilihat dari perkembangan usia melalui
empat tahap. Pertama, sensori motorik (0-2 tahun) yaitu peserta didik mengenal
lingkungan dengan kemampuan sensorik dengan penglihatan, penciuman,
pendengaran, dan perabaan. Kedua, praoperasional (2-7 tahun) yaitu peserta didik
mengandalkan diri pada persepsi tentang realitas, ia telah mampu menggunakan
simbol, bahasa, dan konsep sederhana, berpartisipasi, membuat gambar, dan
menggolong-golongkan. Anak belum mampu melakukan operasi mental yaitu
menambah dan mengurangi pada usia ini. Ketiga, operasional kongkret (7-11
tahun) yaitu dapat mengembangkan pikiran logis, peserta didik dapat mengikuti
penalaran logis walaupun kadang-kadang hanya coba-coba dan salah. Tingkat ini
merupakan permulaan berpikir rasional, memiliki operasi logis yang dapat
diterapkan pada masalah-masalah kongkrit, tetapi belum mampu berpikir abstrak.
Keempat, operasi formal (11-18 tahun), yaitu peserta didik-peserta didik sudah
mampu berpikir abstrak seperti orang dewasa. Peserta didik dapat menggunakan
operasi kongkritnya untuk mengadakan operasi yang lebih kompleks dan abstrak
pada usia ini. Berdasarkan teori belajar Piaget bahwa peserta didik usia SMA
telah mampu melakukan operasi formal.
Berdasarkan uraian di atas maka dalam pembelajaran gerak melingkar
beraturan harus memperhatikan beberapa hal. Pertama, kondisi awal peserta didik.
Kedua, penyediaan fasilitas oleh pendidik sehingga peserta didik dapat melakukan
penemuan konsep sendiri. Ketiga, siswa siswa yang kemampuan formalnya
belum berfungsi dengan baik perlu bantuan benda nyata atau media untuk berlatih
berpikir formal. Keempat, pengorganisasian materi dan langkah sangat diperlukan
untuk memudahkan peserta didik mencapai tujuan belajar.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
41
5. Pemprosesan Informasi
Pembelajaran gerak melingkar menggunakan enam alat eksperimen
utama. Eksperimen dasar gerak melingkar beraturan, eksperimen gaya sentripetal
dengan menggunaan neraca pegas, dan eksperimen dengan menggunakan
rangkaian roda-roda yang sepusat dan roda yang dihubungkan dengan tali atau
bersinggungan. Informasi diterima peserta didik antara lain melalui indera:
penglihatan, pendengaran, dan sentuhan (Ling, 2012: 7-28). Pembelajaran gerak
melingkar berlangsung dengan alat-alat yang digunakan (invirumental) melalui
antar lain; indera penglihatan (visual) melihat kejadian sesuatu peristiwa dan
sentuhan (tactile) kulit. Receptor (alat-alat indera) menerima rangsangan dari alat
yang digunakan yaitu alat gerak melingkar dan mengubahnya menjadi rangsangan
neural, memberikan simbol-simbol informasi dari gerak melingkar yang
diterimanya dan kemudian diteruskan kepada sensory register. Sensory register
(penampung kesan-kesan sensoris) yang terdapat pada syaraf pusat, fungsinya
menampung kesan-kesan sensoris dan mengadakan seleksi sehingga terbentuk
suatu kebulatan perceptual (persepsi selektif). Informasi-informasi yang masuk
sebagian diteruskan ke memori jangka pendek, sebagian hilang dari sistem. Short-
term memory (memori jangka pendek) menampung hasil pengolahan perceptual
dan menyimpannya. Informasi tertentu disimpan lebih lama dan diolah untuk
menentukan maknanya. Memori jangka pendek dikenal juga dengan memori kerja
(working memory), kapasitasnya sangat terbatas, waktu penyimpanannya juga
pendek. Informasi dalam memori ini dapat ditransformasi dalam bentuk kode-
kode dan selanjutnya diteruskan ke memori jangka panjang (long-term memory),
menampung hasil pengolahan yang ada di memori jangka pendek (Ling 2012: 53-
61; Schunk, 2009: 130-179; Smith, 2007: 110-243).
Informasi gerak melingkar yang ditangkap melalui media kongkrit
disimpan dalam jangka panjang dan bertahan lama, siap untuk dipakai bila
diperlukan. Informasi-informasi baru yang diterima peserta didik misalnya:
kecepatan linier, kecepatan sudut, gaya sentripetal, dan percepatan sentripetal
terintegrasi dengan informasi-informasi lama kecepatan, gaya dan percepatan
commitkembali
yang sudah tersimpan. Pengeluaran to user atas informasi-informasi yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
42
tersimpan dalam memori jangka panjang adalah dengan pemanggilan. Ada dua
cara pemanggilan, (1) informasi mengalir dari memori jangka panjang ke memori
jangka pendek dan kemudian response generator, (2) informasi mengalir
langsung dari memori jangka panjang ke response generator selama pemanggilan
untuk sekedar mengingat dan pemecahan masalah gerak melingkar.
Short long
Sensory Percep
Inform Term Term
receptor tion
ation Memory Memory
------ ------
Working Storage
memory retrieval
Kreativitas pengetahuan
Gambar 2.3. Model Pemprosesan Informasi Adaptasi dari Gage dan Berliner
(Budiningsih, 2005)
43
44
waktu kegiatan belajar, (5) menyenangkan tanpa tekanan, (6) merangsang untuk
berpikir dan beranalisis.
Penggunaan media pembelajaran gerak melingkar, peserta didik dapat
melakukan proses sains. Mereka meneliti benda, mengamati fenomena,
mendesain eksperimen, mengumpulkan data, atau mendiskusikan ide-ide mereka.
Peserta didik diberi kesempatan untuk berpikir independen dan pemecahan
masalah. Peserta didik tidak hanya membaca tentang ilmu pengetahuan dari buku
saja karena mereka mendapatkan ilmu hanya sangat sedikit. Penggunaan media
sebagian besar peserta didik dapat melihat langsung sehingga anak lebih
termotivasi dan hasil belajar lebih baik. Hasil penilaian pada pembelajaran secara
kontekstual didapatkan lebih baik dan dapat digunakan sebagai pertimbangan
masa depan pembelajaran dalam penelitian yang lebih luas dan desain lingkungan
belajar sains (Rivet, 2008). Belajar dalam pendekatan konteks dilaksanakan dalam
membangun unit tertentu, dan juga penekanan pengetahuan baik prosedural
maupun konseptual, peserta didik berpartisipasi dalam pengajaran mendapatkan
hasil yang lebih baik (Kukliansky, 2014). Penelitian lain juga berkontribusi dalam
merancang lingkungan belajar berbasis kontekstual untuk analisis data
laboratorium. Pembelajaran dengan media langsung dan eksperimen dengan
pendekatan proses termasuk pembelajaran otentik (Arends, 2013: 22).
Pembelajaran perlu pengenalan alat untuk menyajikan sebuah lingkungan bagi
peserta didik untuk terlibat aktif kolaboratif dalam materi ajar melalui interaksi
satu dengan yang lain (Teague & Roe, 2007).
Penggunaan media kongkrit ada yang menguntungkan tetapi juga ada
yang tidak sepenuhnya menguntungkan karena berbagai faktor (Scharfenberg,
2010). Penggunaan media nyata (real) dapat meningkatkan hasil belajar namun
sebuah penelitian ternyata penggunaan media animasi (virtual) pada pembelajaran
gerak melingkar beraturan didapatkan hasil yang lebih baik (Zhou, 2011), hal itu
terjadi karena animasi dapat dibuat situasi yang ideal sedang eksperimen gerak
melingkar beraturan secara langsung tidak didapatkan situasi yang ideal karena
ada faktor gesekan dan gaya gravitasi bumi. Eksperimen gerak melingkar sulit
commit
ditemukan situasi yang ideal karena to user
adanya gaya gesek (Makous, 2000), namun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
45
46
47
48
peserta didik dilatih untuk berpikir tentang; (1) Mengapa mobil mainan berputar
melingkar? (2) Apa yang menyebabkan mobil mainan berputar melingkar? (3)
Apabila tali dipotong apa yang terjadi pada mobil apakah tetap bergerak
melingkar atau bergerak ke arah lain? (4) Bagaimana cara mengetahui kekuatan
penarik mobil ke pusat lingkaran? (5) Apabila massa dirubah, berubah atau
tetapkah kekuatan tarikan pada mobil? (6) Apabila kecepatan dirubah, berubah
atau tetapkah kekuatan tarikan pada mobil? (7) Apabila jari-jari dirubah, berubah
atau tetapkah kekuatan tarikan pada mobil? (8) Apakah laju linier titik
disepanjang tali dari pusat sampai mobil sama? (9) Apakah kecepatan sudut di
sepanjang tali dari pusat sampai mobil sama?
Media yang digunakan di laboratorium dapat digunakan peserta didik
untuk berlatih berpikir dimulai dari bertanya-tanya. Siswa yang tidak mau
bertanya maka terus didorong agar mau bertanya dan berpikir. Percobaan berbasis
laboratorium, kemudian saling berdiskusi sehingga dapat memberikan keuntungan
dalam berpikir kritis (Renauda, 2008). Peserta didik berlatih untuk menganalisis
berbagai hubungan besaran, hubungan data, bentuk grafik, dan pengaruh variabel
terhadap besaran pada gerak melingkar beraturan. Peserta didik berlatih juga
untuk menilai berdasarkan kriteria-kriteria dan standar-standar dengan melalui
pemeriksaan suatu tahapan eksperimen, tampilan data, susunan dan fungsi suatu
elemen dan suatu pernyataan pada gerak melingkar beraturan. Peserta didik perlu
pelatihan dan bimbingan untuk berpikir kritis dengan penyelidikan, pada
penelitian dengan model pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran langsung
dan pendekatan berbasis penyelidikan, pada peserta didik yang menerima
pelatihan menunjukkan peningkatan yang lebih besar dibandingkan dengan
mereka yang tidak menerima pelatihan setidaknya salah satu penilaian berpikir
kritis (Fakhriyah, 2014; Ku, 2014).
Berdasarkan uraian di atas maka kemampuan analisis dan evaluasi
merupakan hal yang sangat penting bagi peserta didik. Keduanya harus dilatihkan
melalui pemberian masalah kemudian menggunakan media untuk eksperimen.
Peserta didik dapat berlatih merangkai alat, mengamati, mengukur, menyusun
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
49
50
51
52
53
54
peserta didik seolah-olah menemukan sendiri, belajar menjadi lebih aktif karena
belajar sambil bekerja (Smaldino, 2011: 13-14). Penemuan dilaksanakan dengan
metode penemuan terbimbing peserta didik lebih mudah yang dapat memotivasi
peserta didik, pembelajaran berbasis masalah model terbimbing dapat membantu
berpikir kritis, menyelesaikan masalah, tidak banyak membuang waktu (Slavin,
2011: 8).
Penilaian PBL disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai, diperlukan
banyak informasi sehingga reliabel dan valid. Penilaian tidak saja pengetahuan
deklaratif melalui tes tertulis. Penilaian PBL adalah penilaian kinerja dengan
prosedur yang ditentukan. Produk yang dihasilkan peserta didik diadakan
penilaian kinerja dengan rubrik penilaian. Penilaian kinerja digunakan untuk
mengukur potensi pemecahan masalah peserta didik dan kerja kelompok.
Penilaian PBL lebih dari sekedar pengetahuan faktual, dan ditujukan pada
masalah dan dunia yang mengelilingi peserta didik. Penilaian digunakan dengan
dua cara yaitu penilain acuan patokan dan penilaian acuan norma (Arends 2013:
123-126).
Berdasarkan uraian di atas maka problem based learning merupakan
salah satu model pembelajaran kontekstual dan konstruktif. Peserta didik berlatih
menyelesaikan masalah, berinkuiri, bekerja sama, dan aktif dalam pembelajaran.
Pembelajaran dengan problem based pendidik berfungsi sebagai fasilitator
sehingga peserta didik mampu menyelesaikan masalah untuk mendapatkan
konsep sendiri.
55
melibatkan peserta didik yang bekerja dalam kelompok untuk membuat laporan,
eksperimen, atau produk lain (Slavin, 2011: 25).
Pembelajaran kooperatif mempunyai empat fitur. Pertama, peserta didik
bekerja dalam kelompok untuk menguasai tujuan pembelajaran. Kedua, kelompok
tersusun oleh peserta didik pandai, sedang dan lemah. Ketiga, kelompok meliputi
percampuran ras, budaya dan jenis kelamin. Kempat, sistem penghargaan
berorientasi pada kelompok serta perorangan. Model pembelajaran kooperatif
dikembangkan paling tidak untuk mencapai tiga tujuan pengajaran penting yaitu
prestasi akademik, toleransi dan penerimaan keberagaman, dan perkembangan
keterampilan sosial (Arends, 2013: 65).
Pembelajaran kooperatif dilaksanakan melalui enam tahap. Pertama,
pelajaran dimulai dengan pendidik mengulas tujuan pembelajaran dan memotivasi
peserta didik untuk belajar. Kedua, penyampaian informasi oleh pendidik. Ketiga,
peserta didik diorganisasi dalam kelompok belajar. Kempat, peserta didik
menyelesaikan tugas yang saling ketergantungan. Kelima, penyajian hasil akhir
kelompok atau pengujian atas apa yang telah dipelajari. Keemam, penghargaan
kepada usaha peserta didik baik kelompok maupun perorangan (Arends, 2013:
66). Lingkungan pembelajaran kooperatif ditandai oleh proses-proses demokratis
dan peran aktif peserta didik dalam memutuskan apa yang harus dipelajari dan
bagaimana caranya. Pendidik dapat memberikan struktur tingkat tinggi dalam
membentuk kelompok dan dalam mendefinisikan prosedur secara keseluruhan,
tetapi peserta didik dibiarkan mengawasi interaksi dari waktu ke waktu dalam
kelompok (Arends, 2013: 66).
Salah satu model pembelajaran kooperatif yaitu Think, Pair and Share
Learning dikembangkan oleh Lyman Frank dengan tahap berpikir, berpasangan,
dan berbagi. Think, Pair dan Share (TPS) yang termasuk kelompok pembelajaran
kooperatif (Slone, 2014) dimana dalam pelaksanaan pembelajaran perlu bantuan
teman sebaya. Pembelajaran dengan pendekatan kooperatif ini peserta didik
bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil untuk membantu satu sama lain
(Slavin, 2011: 20). Pembelajaran kooperatif dibagi menjadi dua kelompok besar.
Pertama, metode studi kelompok, commit to user
peserta didik satu sama lain menguasai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
56
informasi atau kemampuan yang sudah didefinisikan dengan relatif baik. Kedua,
metode pembelajaran berbasis masalah yang sering dirujuk hampir sama dengan
pembelajaran berbasis proyek (Arends II, 2013: 100) melibatkan peserta didik
yang bekerja dalam kelompok untuk membuat laporan, eksperimen, atau produk
lain (Slavin, 2011: 25). Pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai
tiga tujuan pengajaran penting yaitu prestasi akademik, toleransi dan penerimaan
keberagaman, dan perkembangan keterampilan sosial (Arends, 2013: 65).
Sintak TPS (Arends, 2013) yaitu; thinking, pairing dan sharing. Tahap 1,
thinking (berpikir) pendidik mengajukan pertanyaan atau isu yang berhubungan
dengan pelajaran, kemudian peserta didik diminta untuk memikirkan pertanyaan
atau isu tersebut secara mandiri untuk beberapa saat. Tahap 2, pairing pendidik
meminta peserta didik berpasangan dengan peserta didik lain untuk
mendiskusikan apa yang telah dipikirkannya pada tahap pertama. Tahap pairing
setiap anggota pada kelompok membandingkan jawaban atau hasil pemikiran
mereka dengan mendefinisikan jawaban yang dianggap paling benar, paling
meyakinkan, atau paling unik. Pendidik memberi waktu sekitar 4-5 menit untuk
berpasangan. Tahap 3, sharing (berbagi) pada tahap akhir, pendidik meminta
kepada pasangan untuk berbagi dengan seluruh kelas tentang apa yang telah
mereka bicarakan. Keterampilan berbagi dalam seluruh kelas dapat dilakukan
dengan menunjuk pasangan yang secara sukarela bersedia melaporkan hasil kerja
kelompoknya atau bergiliran pasangan demi pasangan hingga sekitar seperempat
pasangan telah mendapat kesempatan untuk melaporkan.
Pembelajaran kooperatif memiliki beberapa kelebihan, hasil mayoritas
penelitian menyimpulkan pembelajaran kooperatif dapat menghasikan manfaat
akademik, sosial, dan toleransi. Pembelajaran kooperatif meningkatkan
keuntungan dari kerjasama intensif antara peserta didik dengan memanfaatkan
kemampuan peserta didik sendiri dan keinginan untuk berinteraksi dengan rekan-
rekan mereka, interaksi rekan dapat menyebabkan pengalaman belajar yang
sangat kuat (Teague & Roe, 2007). Aktivitas think-pair-share adalah strategi
pengajaran kolaboratif berpusat pada peserta didik dan sangat efektif yang banyak
commit
digunakan dalam pendidikan tinggi, sealintoitu
user
TPS juga melibatkan semua peserta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
57
didik dalam diskusi, termasuk mereka yang pendiam cenderung lebih terdorong
untuk berbagi di kelas (Slone, 2014). Model TPS juga pernah digunakan pada
pembelajaran pemrograman komputer dengan model berpasangan ternyata
hasilnya lebih unggul dari pada belajar mandiri (Mentz, 2008; Surayya, dkk.,
2014). Penggunaan TPS peserta didik berprestasi tinggi mengalami kualitas
keseluruhan yang lebih besar dari pengalaman baik dalam konteks pembelajaran,
khususnya di bidang keterlibatan, keterampilan, dan harga diri (Peterson, 2004).
Berdasarkan uraian di atas maka model Think, Pair and Share
merupakan salah satu pembelajaran kooperatif. Pembelajaran ini merupakan
pembelajaran dengan teman sebaya, peserta didik aktif, berpasangan dan berbagi.
Pembelajaran ini mengaktifkan interaksi sosial peserta didik dan dapat
meningkatkan prestasi akademik.
58
59
60
61
62
internalisasi yang selanjutnya alat-alat ini berfungsi sebagai mediator bagi proses-
proses psikologis lebih lanjut dalam diri anak. Mekanisme hubungan antara
pendekatan sosio-kultural dan fungsi-fungsi mental didasari oleh tema mediasi
semiotik, artinya tanda-tanda atau lambang-lambang beserta makna yang
terkandung di dalamnya berfungsi sebagai penghubung antara rasionalitas sosio-
kultural (intermental) dengan individu sebagai tempat berlangsungnya proses
mental (intramental) (Wertsch, 1990).
Penggunaan teori belajar Vygotsky perlu memperhatikan perencanaan
dan implementasi pembelajaran dengan perhatian pendidik kepada kelompok anak
yang tidak dapat memecahkan masalah belajar sendiri, yaitu mereka yang hanya
dapat solve problems with help. Pendidik perlu menyediakan berbagai jenis dan
tingkatan bantuan (helps) yang dapat memfasilitasi anak agar mereka dapat
memecahkan permasalahan yang dihadapinya. Bantuan-bantuan ini dikenal
sebagai cognitive scaffolding dapat dalam bentuk pemberian contoh-contoh,
petunjuk atau pedoman mengerjakan, bagan/alur, langkah-langkah atau prosedur
melakukan tugas, pemberian balikan, dan sebagainya. Bimbingan oleh orang
dewasa atau oleh teman sebaya yang lebih kompeten bermanfaat untuk
memahami alat-alat semiotik, seperti bahasa, tanda, dan lambang-lambang.
Bimbingan atau bantuan dari orang dewasa atau teman yang lebih kompeten
sangat efektif untuk meningkatkan produktifitas belajar. Bantuan-bantuan tersebut
tentunya harus sesuai dengan konteks sosio-kultural atau karakteristik anak. Anak
mengalami proses internalisasi yang selanjutnya alat-alat ini berfungsi sebagai
mediator bagi proses-proses psikologis lebih lanjut dalam diri anak. Maka bentuk-
bentuk pembelajaran kooperatif-kolaboratif, serta pembelajaran kontekstual
sangat tepat diterapkan.
63
64
terbaik dan mengejar apa yang terbaik. Keunggulan bukan mengejar keunggulan
dalam persaingan dengan hasil orang lain dalam rasa superioritas atau inferioritas,
tetapi selalu mengejar yang terbaik melalui upaya maksimal membawa
kerendahan hati dan kesederhanaan untuk pendidik dan peserta didik adalah sama.
Kegiatan belajar mengajar yang dibangun dasarnya pada mengejar keunggulan
dalam pengertian ini dianjurkan belajar untuk melompat pada yang lebih tinggi
(jump).
Materi lompatan (jumping) merupakan cognitive scaffolding
interpretation dan tantangan untuk menuju materi yang lebih tinggi levelnya.
Materi pembelajaran dibedakan menjadi dua (Sato, 2014b) yaitu materi bersama
(level buku teks) yang mampu dipahami oleh semua peserta didik dan materi
lompatan (jumping) yang (di atas levels buku teks). Materi lompatan sangat
berguna bagi peserta didik berkemampuan akademik tinggi maupun rendah,
karena peserta didik berkemampuan akademik tinggi berkesempatan membantu
peserta didik berkemampuan akademik rendah. Peserta didik yang mempunyai
kemampuan akademik tinggi, dengan berkolaborasi semakin memantapkan
pemahaman dan pengetahuan, hasil penelitian menunjukkan peserta didik yang
biasa menyampaikan materi kepada peserta didik lainya akan terekam 90% pada
ingatanya. Peserta didik yang berkemampuan akademik rendah terbantu dari
teman sebaya dengan bertanya kepada peserta didik yang berkemampuan
akademik tinggi. Peserta didik yang semula tergantung pada yang lain akhirnya
menjadi peserta didik yang mandiri (Sato, 2014: 75b).
Berdasarkan uraian di atas ternyata Piaget dan Vygotsky menekankan
pada pembelajaran konstruktif, namun dengan penekanan sistem sosial berbeda.
Piaget sangat menekankan kemampuan individu sedang sistem sosial hanya
sebagai pelengkap saja, Vygotsky lebih menekankan pada pentingnya sistem
sosial, dengan sistem sosial yang baik maka konsep dengan mudah diterima
peserta didik melalui belajar bersama. Pembelajaran yang memadukan keduanya
menjadi pembelajaran yang berkualitas, melalui belajar bersama peserta didik
yang lebih mampu dapat berperan membimbing yang belum mampu, dengan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
65
kegiatan ini siswa yang sudah mampu menjadi lebih menguasai materi dan yang
belum mampu terbimbing sehingga menjadi mampu.
66
kesulitan jika jumlah peserta didik ganjil dan kelompoknya ganjil karena ada yang
tidak mendapat pasangan, dan anak yang pandai kurang suka pembelajaran
kooperatif (Arends 2013:62-72).
Pembelajaran penemuan termasuk PBL dan TPS sering tidak berhasil dan
kurang efektif, ternyata ada sesuatu yang harus diperhatikan, oleh karenya perlu
diperhatikan saran dari beberapa peneliti dan para ahli. Pembelajaran PBL sering
dilakukan dengan minimnya petunjuk sehinga menjadi pembelajaran dengan
penemuan bebas, dimana tidak semua peserta didik mampu mengadakan
penemuan bebas, maka dengan petunjuk yang jelas ternyata lebih baik (Kirschner,
et al., 2006) dan lebih terarah untuk memperoleh makna dari materi pembelajaran
supaya mengurangi beban kognitif. Teori beban kognitif menyatakan bahwa
eksplorasi bebas dari lingkungan yang sangat kompleks dapat menghasilkan
beban memori kerja berat yang merugikan belajar, oleh karena itu maka
bagaimana cara mengurangi memori kerja berat harus dipikirkan. PBL dapat
dilakukan dengan eksperimen, untuk mengatasi kekurangan berkenaan dengan
eksperimen yang kompleks untuk mengajarkan materi pada pembelajaran dengan
hanya menambahkan diskusi terfokus singkat untuk mengurangi beban kognitif
sehingga meningkatkan prestasi kognitif peserta didik (Scharfenberg, 2010).
Pembelajaran proses disarankan membimbing dengan penggunaan
lembar kerja (Kirschner, et al., 2006) yang memberikan deskripsi memecahkan
masalah serta petunjuk dari suatu fase yang harus dilalui dapat membantu untuk
berhasil menyelesaikan setiap tahap. Peserta didik dapat mempelajari langkah atau
proses melalui worksheet pada saat mereka mengerjakan tugas-tugas belajar dan
mereka dapat menggunakannya untuk mencatat hasil pada proses pemecahan
masalah. Ketersediaan lembar kerja memiliki efek positif pada pembelajaran
kinerja tugas, ditandai dengan koherensi tinggi dan konten yang lebih akurat..
Pembelajaran yang minim arahan biasanya kurang efektif, bahkan ada juga bukti
memiliki hasil negatif sehingga peserta didik memperoleh kesalahpahaman atau
pengetahuan yang tidak lengkap atau tidak teratur (Paul, et al., 2006).
Pelaksanaan PBL juga harus dengan berinkuiri (Arends 2013: 100).
commit to userpembelajaran inkuiri terbimbing,
Pelaksanaan PBL disarankan menggunakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
67
karena lebih efektif dalam meningkatkan prestasi, keterampilan inkuiri, dan sikap
positif siswa (Ela, 2014). Inkuiri terbimbing membantu dalam mengembangkan
tingkat pencapaian peserta didik juga, tetapi dampaknya terhadap prestasi lebih
kecil dari dampak pada keterampilan proses. Hal ini jelas diamati bahwa inkuiri
terbimbing melebihi program yang ada dalam mengembangkan sikap positif
peserta didik terhadap sains. Peserta didik umumnya terbatas dalam kemampuan
untuk menangani konsep-konsep abstrak, memiliki rentang perhatian terbatas dan
terbatas dalam kapasitas untuk bekerja tanpa bimbingan langsung.
Piaget menjelaskan bahwa peserta didik seusia 11 tahun ke atas
kemampuan abstraknya sudah baik, dalam kenyataanya tidak semua periode
perkembangan tersebut berlaku secara umum. Peserta didik pada usia tertentu
mampu melakukan berpikir periode usia di atasnya sedang pada kondisi tertentu
ada yang ketinggalan kemampuan berpikirnya. Berdasarkan penelitian maupun
literatur menemukan bahwa banyak peserta didik bahkan mahasiswa usianya
melampaui, belum dapat melakukan formal-operations, beberapa ahli juga tidak
semuanya dapat menerima bahwa usia di atas 11 ke atas tahun selalu mampu
melakukan formal-operations (Hergenhahn, 2012: 326). Sebagian besar remaja
dan dewasa muda berfungsi pada tingkat operasional kongkrit dan tidak pada
tingkat operasional formal dalam memahami banyak materi pelajaran sains yang
diajarkan di tingkat menengah dan pendidikan tinggi. Peserta didik mencapai
tahap formal di daerah yang berbeda sesuai dengan bakat mereka dan spesialisasi-
profesional mereka dengan cara yang struktur formal digunakan, bagaimanapun,
tidak selalu sama dalam semua kasus, oleh karenanya pada daerah dan kondisi
tertententu masih perlu digunakan benda kongkrit atau media (Smaldino, 2011).
Pembelajaran dapat digunakan pendekatan keterampilan proses untuk
meningkatkan kemampuan formal, karena membelajarkan peserta didik dengan
pendekatan keterampilan proses dapat mempengaruhi kemampuan berpikir formal
(Padilla,1983). Pendidik membantu peserta didik yang mengalami kesulitan dalam
berpikir abstrak ini dengan menggunakan media pembelajaran yang digunakan
untuk eksperimen secara nyata dengan pengamatan karena dengan mengamati
commit to user
peserta didik akan lebih memperhatikan (Hill, 2012: 201). Pembelajaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
68
digunakan benda kongkrit sebagai media, dengan tujuan setelah berpikir kongkrit
dalam gerak melingkar baru kemudian dilatih untuk berpikir abstrak yang terjadi
pada gerak melingkar, yang akhirnya dapat meningkatkan kemampuan berpikir
formal.
Penggunaan media sesuai teori belajar Vygotsky (Schunk, 2009: 245),
untuk mengatasi kemampuan abstrak yang rendah. Sebagian peserta didik ada
diantara kemampuan aktual dan kemampuan potensial yaitu zona perkembangan
proksimal diartikan sebagai fungsi-fungsi atau kemampuan-kemampuan yang
belum matang yang masih berada pada proses pematangan. Tunas-tunas
perkembangan ini akan menjadi matang melalui interaksinya dengan orang
dewasa atau kolaborasi dengan teman sebaya yang lebih kompeten. Pembelajaran
pada zona perkembangan proksimal ini dengan scaffolding interpretation, yaitu
memandang zona perkembangan proksimal sebagai penyangga atau batu loncatan
untuk mencapai taraf perkembangan yang semakin tinggi.
Berdasarkan uraian di atas maka agar pembelajaran gerak melingkar
berhasil dengan baik dapat dilaksanakan dengan problem based sebagai
pembelajaran penemuan. Pembelajaran penemuan dapat optimal diperlukan
interaksi sosial yang lebih luas, namun pelaksanaan berdiskusi dan berbagi
(share) secara melingkar (circle) bukan berpasangan (pair) sebagaimana model
Think, Pair, Share yaitu berpasangan antar peserta didik, namun pelaksanaan
share menggunakan pair antar kelompok. Proses pair terjadi masalah apabila
jumlah kelompoknya ganjil, sebab ada peserta didik atau kelompok yang tidak
berpasangan, oleh karena itu jumlah kelompok harus genap.
69
Tabel 2.2.Modifikasi Model Problem Based Learning Using Circle Share Activity
Sintak Model Sintak Model Sintak Model
Problem Based Think, Pair and Share Inside-outside Circle
Learning Learning (Kagan, 2009)
(Arends, 2004) (Lyman, 1987)
70
Sintak model Problem Based Learning Using Circle Share Activity (PBL-
CS) dimodifikasi dari tiga model yakni; Problem Based Learning (PBL); Think,
Pair,and Share Learning (TPSL) dan Inside-Outside Circle Learning (IOCL).
Sintak keempat dari PBL yakni develop, present the results di masukkan share
dari think, pair, share dan circle dari Inside-Outside Circle Learning. Sintak ke
empat menjadi develop, circle-share, and present the results. Sintak selengkapnya
dari model PBL-CS yaitu; 1) Describe the problem, 2) Organize students, 3)
Guide the investigation, 4) Develop, circle share, and present the results, 5)
Analyze and evaluate. Modifikasi model ini memasukkan circle share pada sintak
ke empat dari PBL. Circle dari bagian sintak IOCL sedangkan share dari sintak
TPSL. Sintak yang ke empat dari PBL yaitu develop, and present the results
menjadi circle share, develop, and present the results. Sintak yang dihasilkan
digunakan untuk mencapai tujuan utama pembelajaran yaitu tercapainya
kemampuan analisis dan kemampuan evaluasi peserta didik pada gerak melingkar
beraturan. Sintak model PBL-CS terdiri dari lima fase. Kaitan antara tujuan
pembelajaran dan sintak dapat dijelaskan sebagai berikut:
Sintak pertama yaitu describe the problem berkaitan dengan motivasi
peserta didik. Peserta didik dihadapkan pada masalah sehingga tertantang untuk
berpikir (think), dengan berpikir peserta didik dapat menyelesaikan tahapan
berikutnya. Tahap berpikir (think) pada sintak pertama TPS sudah masuk pada
tahap ini yang dapat digunakan untuk berlatih kemampuan analisis.
Sintak kedua yaitu organize students berkaitan dengan penataan peserta
didik dalam kelompok-kelompok sehingga mampu belajar secara kooperatif dan
kolaboratif. Peserta didik bekerja dalam kelompok dan dipersiapkan untuk
berpasangan (pair) dan berbagi (share) antar kelompok dan pada tahap
berikutnya. Tahap ini merupakan persiapan untuk berlatih kemampuan evaluasi.
Sintak ketiga yaitu guide the investigation berkaitan dengan petunjuk-
petunjuk pelaksanaan eksperimen peserta didik dari sintak model PBL-CS.
Petunjuk yang lain yaitu mengenai pelaksanaan diskusi, baik diskusi pada
kelompok maupun diskusi antar kelompok. Petunjuk yang disampaiakan pada
commit tolebih
peserta didik menjadikan pembelajaran userterarah sehingg berhasil dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
71
baik. Tahapan ini berkaitan dengan persiapan untuk berlatih kemampuan analisis
dan kemampuan evaluasi.
Sintak keempat yaitu develop, circle-share, and present the results
berkaitan dengan pelaksanaan eksperimen tiap kelompok, diskusi antar kelompok
dan presentasi di depan kelas. Circle ini dari sintak model IOCL, sedang share
dari sintak model TPSL. Diskusi secara circle-share terbagi menjadi dua tahap,
pertama dilakukan pada masing-masing kelompok. Diskusi selanjutnya dilakukan
antar kelompok secara melingkar, tiga kelompok pada lingkaran dalam dan tiga
kelompok lain pada lingkaran luar sehingga kelompok-kelompok dalam dan luar
berpasangan (pair) untuk diskusi dan berbagi (share), kelompok lingkaran luar
bergeser dalam lingkaran searah jarum jam sehingga masing-masing kelompok
mendapat pasangan baru. Pelaksanaan develop, circle-share and present the result
melalui eksperimen nyata, berbantuan media, dilaksnanakan secara kooperatif dan
kolaboratif, dapat digunakan berlatih kemampuan analisis dan kemampuan
evaluasi.
Sintak kelima yaitu analyze and evaluate. Tahap analyze yaitu
menganalisis semua kekurangan dan kesalahan pada tahapan-tahapan sebelumnya
terutama pada develop setelah mendapat informasi pada tahap circle-share dan
present the result. Hasil tahap analyze ini kemudian digunakan untuk
mengevaluasi (evaluate) dari semua tahapan sebelumnya untuk mengambil
kesimpulan akhir. Tahap ini berlatih kemampuan analisis dan kemampuan
evaluasi.
Peneliti menggunakan dengan 6 media gerak melingkar beraturan yang
berfungsi untuk membatu meningkatkan kemampuan abstrak dengan
menggunakan benda kongkrit. Penggunaan media dengan eksperimen menjadikan
materi yang tersimpan pada memori jangka panjang tidak mudah hilang dan
mudah untuk dipanggil kembali (Hill, 2012: 279; Schunk, 2009: 71; Smith, 2007:
199-201). Media yang digunakan adalah teks, visual, video, perekayasa (benda-
benda) sehingga peserta didik mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan
atau sikap (Smaldino, 2011: 7-14).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
72
B. Kerangka Pikir
Gerak melingkar mempunyai banyak terapannya dalam kehidupan
sehari-hari, ternyata didapatkan berbagai permasalahan sehingga capaian
kompetensi rendah. Rendahnya capaian kompetensi pada peserta didik
dikarenakan kemampuan berpikir masih rendah kususnya kemampuan analisis
dan evaluasi masih rendah. Rendahnya kedua kemampuan tersebut setelah
ditelusuri ternyata model pembelajaran yang digunakan belum sesuai dengan
karakteristik materi gerak melingkar beraturan. Capaian kompetensi materi gerak
melingkar beraturan dapat ditingkatkan dengan menggunakan model
pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik materi gerak melingkar beraturan
dengan model yang terintegrasi dengan media, modul, metode dan pendekatan
pembelajaran.
Model pembelajaran yang dikembangkan terintegrasi dengan konten
yaitu materi gerak melingkar beraturan, dengan penerapan model ini pada gerak
melingkar beraturan hasilnya dapat digunakan pada materi lain yang mempunyai
karakteristik yang sama dengan materi gerak melingkar beraturan. Dalam
kehidupan sulit ditemui sumber gerak melingkar beraturan yang bergerak dengan
kecepatan rendah, oleh karenanya dalam pelaksanaan pembelajaran dilengkapi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
73
74
Penelitian Pendahuluan
untuk mengetahui permasalahan dalam pembelajaran
75
Pembelajaran dengan model PBL-CS ini didukung oleh tiga hal penting.
Pertama, bahwa peserta didik termotivasi untuk belajar sehingga mereka menjadi
lebih aktif. Pembelajaran model ini peserta didik belajar dengan menggunakan
media nyata di laboratorium sebagai pembelajaran kontekstual, sehingga peserta
didik termotivasi untuk menjawab masalah. Motivasi peserta didik yang tinggi
dan keaktifan peserta didik maka dapat menjadikan pembelajaran yang efektif dan
lebih berkualitas sehingga secara positif meningkatkan sikap peserta didik
terhadap pelajaran.
Kedua, peserta didik secara aktif menyelesaikan masalah dan tidak hanya
menghafal, tetapi mereka membangun konsep mereka sendiri dengan
menggunakan pembelajaran penemuan di laboratorium. Pembelajaran yang baik
adalah bahwa peserta didik membangun pengetahuan melalui pengalaman peserta
didik tidak diserap atau ditransmisikan saja. Peserta didik menkonstruk sendiri
konsep yang dicari sehingga menjadi strategi pengajaran dan pembelajaran yang
lebih efektif dalam pembelajaran sains. Pengalaman di laboratorium
mengembangkan sejumlah keterampilan; kerja tim, dan pengajaran sebaya
mencapai kesimpulan dari data dan merefleksikan proses pembelajaran.
Ketiga, circle-share pembelajaran kooperatif dan lebih terprogram dan
peserta didik mendapat informasi yang lebih luas. Peserta didik yang bekerja
dengan peserta didik lain untuk membuat keputusan yang bijaksana untuk
menyelesaikan masalah. Circle share yang digunakan sebagai bentuk
pembelajaran kooperatif sebagai diskusi fokus yang dapat mengurangi beban
kognitif saat belajar di laboratorium sehingga peserta didik lebih mudah
mendapatkan konsep. Pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan
elaboration learning, peer learning, dapat mengarah pada pengalaman belajar
yang sangat kuat. Setiap anggota kelompok memiliki sesuatu untuk disumbangkan
dan dipelajari dari anggota lainnya. Pembelajaran penemuan berbasis sosial
menekankan pembelajaran kooperatif bahwa peserta didik bekerja dengan setiap
anggota kelompok dapat saling membantu. Peserta didik yang bekerja dalam
kelompok, berbagi ide dan menyelesaikan tugas dan pengalaman belajar
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
76
ditingkatkan melalui kelompok kerja dan berbagi ide membuat peserta didik lebih
menikmati dalam belajar.
Penggunaan model PBL-CS peserta didik menjadi termotivasi untuk
belajar melalui pemecahan masalah nyata di laboratorium dengan menggunakan
media dan circle-share yang dapat melatih mereka berpikir. Pembelajaran ini
dapat menginspirasi tingkat pemahaman kompleks yang lebih tinggi, dan
peningkatan kemampuan analisis dan evaluasi. Model pendidikan yang baik dapat
mengajarkan peserta didik tentang pentingnya berpikir sehingga peserta didik
dapat berpikir kritis, terutama ketika menganalisis argumen berdasarkan
konsistensi logis dengan tujuan mengenali bias dan penalaran yang salah. Model
yang dikembangkan adalah inovasi pembelajaran yang meningkatkan kualitas
pembelajaran, khususnya kemampuan analisis dan kemampuan evaluasi peserta
didik pada gerak melingkar beraturan.
commit to user