Anda di halaman 1dari 54

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB II
KAJIAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka
1. Gerak Melingkar Beraturan dan Hakikat IPA (Sains)
Gerak melingkar merupakan gerak dengan lintasan berupa lingkaran
dengan laju yang tetap. Gerak melingkar beraturan merupakan sebagian dari salah
satu bagian pokok bahasan dalam fisika, dan fisika merupakan bagian dari IPA
(sains). Sains dapat dipandang memiliki dua dimensi, yaitu dimensi dinamik dan
dimensi statik (Mannoia, 1980). Dimensi dinamik dari sains menggambarkan
sains sebagai aktivitas riset dan pengkajian dengan menggunakan metode ilmiah
yang mengandalkan keterampilan-keterampilan proses sains. Dimensi statik dari
sains menggambarkan sains sebagai produk sistem ide-ide (konten sains)
merupakan produk dari aktivitas riset dan pengkajian dalam sains (Farmer dan
Farrell, 1980). Sains dapat dipandang sebagai proses dan produk, produk-produk
sains adalah hasil dari proses sains. Kedua dimensi sains ini perlu dipandang
setara pentingnya dalam pendidikan sains. Pendidikan sains tidak boleh hanya
terfokus pada aspek produk sains, melainkan juga aspek proses sains sehingga
menghasilkan sikap sains. Selain dua hal tersebut sains juga sebagai sikap (Carin,
A. 1993; Trianto, 2007).

Tabel 2.1. Proses dan Produk Sains (Farmer dan Farrell, 1980)
Proses Sains Produk sains
(ways of finding out) (system of ideas)
Observasi Fakta
Pengumpulan dan pencatatan (data) Data
Klasifikasi Konsep
Eksperimen Hukum, prinsip, aturan

Dalam pembelajaran gerak melingkar beraturan dapat dilihat tiga hal penting;
bagaimana prosesnya, apa produk yang dihasilkan, dan sikap apa saja yang harus
dimiliki oleh peserta didik.
commit to user

23
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

24

a. Produk Sains pada Gerak Melingkar Beraturan


Produk sains dapat dikelompokkan menjadi tiga hal. Pertama, fakta adalah
peristiwa yang terjadi dan dicatat dengan tanpa perbedaan pendapat (Farmer &
Farrell, 1980). Fakta diamati sama oleh semua observer, misalnya mobil mainan
yang diikat dengan benang sepanjang L kemudian ujung benang yang lain
diikatkan pada titik tertentu kemudian mobil digerakkan, maka mobil tersebut
teramati bergerak dengan lintasan berbentuk lingkaran dengan jari-jari sebesar L.
Fakta dapat dibuktikan benar salahnya denagn diobservasi secara empiris (Lubis,
2014). Fakta mengenai fenomena alam menjadi sumber bagi pengembangan sains.
Peran fakta dalam pengembangan ilmu adalah menjadi landasan bagi verifikasi
(membuktikan kebenaran) teori, dan falsifikasi (membuktikan kesalahan) teori,
memodifikasi teori agar dapat menjelaskan lebih luas fenomena, bahkan
melahirkan teori baru.
Kedua, data adalah informasi yang dipertimbangkan relevan untuk
penyelidikan dan dikumpulkan dalam kondisi-kondisi yang khusus (Farmer &
Farrell, 1980). Data merupakan fakta yang terpilih yang diperoleh dengan cara
khusus untuk tujuan tertentu sesuai yang dipertimbangkan dengan tepat oleh
peneliti. Data pada eksperimen gerak melingkar beraturan misalnya; periode
dalam detik, panjang tali dalam cm, jari-jari lingkaran dalam cm, massa mobil
mainan dalam gram, dan besar gaya sentripetal dalam N.
Ketiga, konsep adalah abstraksi sebagai generalisasi tentang sekumpulan
ide, objek, atau peristiwa, berdasarkan karakteristik esensial dari proses, objek,
atau peristiwa tersebut (Farmer & Farrell, 1980). Gerak melingkar merupakan
gerak yang lintasanya berbentuk lingkaran dengan laju yang tetap. Frasa “gerak
melingkar” dalam konteks ini adalah suatu “label” dari suatu konsep. Label
konsep dinyatakan dalam bentuk lambang, seperti halnya kecepatan
dilambangkan dengan v, periode dengan T, frekuensi dengan f, kecepatan sudut
dengan ω, percepatan sentripetal dengan as dan gaya sentripetal dengan Fs. Farmer
dan Farrel (1980) mengklasifikasikan konsep-konsep ke dalam dua kategori,
yakni “konsep berlandaskan pengamatan” (concepts by inspection) dan “konsep
commit
berdasarkan definisi” (concept by to useryang sering disebut juga konsep
definition),
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

25

teoritis (theoretical concepts). Konsep berlandaskan pengamatan merupakan


abstraksi dari hasil pengamatan terhadap sejumlah proses, objek, atau peristiwa.
Konsep berdasarkan definisi tidak diabstraksi dari hasil pengamatan, melainkan
didefinisikan berdasarkan kesepakatan pakar, misalnya kecepatan sudut,
kecepatan linier, frekuensi, dan periode.
Keempat; prinsip dan hukum adalah pernyataan yang memprediksi
hubungan antar konsep-konsep (Farmer dan Farrell, 1980). Misalnya; 1) Gaya
sentripetal (F): “Sesuai dengan hukum Newton II, besar gaya sentripetal
berbanding lurus dengan massa benda yang sedang bergerak melingkar”, sebagai
F = m v2/R. 2) Semakin besar jari-jari lingkaran maka semakin kecil gaya
sentripetal. 3) Pada rangkaian roda sepusat, maka kecepatan sudutnya sama,
sedang pada rangkaian roda yang dihubungkan rantai maka laju liniernya sama.

b. Proses Sains pada Gerak Melingkar Beraturan


Proses sains pada gerak melingkar beraturan dapat disebutkan enam
proses. Pertama, observasi yaitu menggunaan indera manusia dan peralatan yang
memperkuatnya (mistar, stopwatch, neraca pegas, neraca digital) untuk
memperoleh informasi tentang aspek alam fisik yang sedang diteliti.
Perkembangan dalam alat-alat observasi dan pengukuran turut menentukan
peningkatan akurasi dan presisi data. Kehadiran instrumen-instrumen yang lebih
baik dapat menghasilkan data yang lebih akurat, misalnya penggunaan neraca
digital lebih baik hasilnya dari pada menggunakan neraca pegas dalam
pengukuran gaya sentripetal.
Kedua, pengumpulan data yaitu aneka proses dan teknik secara sistematik
mengumpulkan dan mencatat data. Walaupun observasi sebagai proses dasar
untuk memperoleh fakta/peristiwa tentang alam, pengumpulan data (data
gathering) berbeda dengan observasi. Pertimbangan perlu dilakukan sebelum
proses pengumpulan data dimulai untuk menentukan fakta mana yang relevan,
bagaimana dan bilamana observasi akan dilakukan. Data deskriptif dikumpulan
secara sistematik dalam bentuk kata-kata tertulis atau simbol-simbol yang dicatat
commit to linier
secata sistematik, misalnya arah kecepatan user v sesuai garis singgung dan arah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

26

gaya sentripetal Fs selalu menuju puasat lingkaran. Data kuantitatif dikumpulkan


secara sistematik dari pengukuran-pengukuran dengan alat ukur dan proses
pengukuran secara konsisten. Misalnya; peiode diukur dengan stopwatch, jari-jari
lingkaran diukur dengan mistar diadapatkan nilai dalam cm, dan gaya sentripetal
diukur dengan neraca pegas didapatkan nilai dalam N.
Ketiga yaitu analisis dan interpretasi data. Data adalah penting, namun
data tidak berarti sebelum dianalisis sehingga pola data dipahami. Analisis dan
interpretasi data melibatkan “reduksi data”, dapat digunakan aplikasi
matematika/statistika untuk mengungkap pola-pola dari data mentah (raw data)
berdasarkan data yang tersedia. Kehadiran program-program aplikasi komputer
analisis data membantu dalam manajemen dan analisis data untuk menemukan
relasi-relasi antar variabel penelitian. Analisis data dapat dari suatu tabel atau
dapat juga dari suatu grafik.
Keempat, mengklasifikasi adalah proses klasifikasi objek-objek, peristiwa-
peristiwa, dan ide-ide dengan menggunakan ciri-ciri khusus yang dipilih
membantu untuk menarik generalisasi-generalisasi, yang melahirkan kategorisasi-
kategorisasi dan konsep-konsep. Misalnya, pada gerak melingkar beraturan ada
dua klasifikasi mengenai besaran yaitu besaran vektor dan besaran skalar. Besaran
vektor misalnya kecepatan linier, percepatan sentripetal dan gaya sentripetal.
Besaran skalar misalnya panjang jari-jari lingkaran, laju, periode, dan massa.
Kelima, eksperimen merupakan program dengan desain terencana untuk
menguji hipotesis yang diturunkan dari teori. Hipotesis adalah pernyataan
prediktif dalam bentuk “jika-maka”, yang diturunkan sebagai konsekuensi teori.
Misalnya, gaya sentripetal yang terjadi pada gerak melingkar beraturan yaitu jika
massa ditambah maka gaya sentripetal akan bertambah. Proses eksperimen juga
untuk menemukan efek suatu variabel bebas terhadap variabel bergantung, dengan
mengendalikan (mengontrol) faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi variabel
bergantung (Carey, 2015). Eksperimen menyediakan bukti-bukti empiris yang
mengkonfirmasi atau menyanggah hipotesis (Carey, 2015). Kontrol terhadap
faktor-faktor yang diduga turut berpengaruh merupakan kunci suatu eksperimen.
commit
Semakin baik pengendalian (kontrol) to akurasi
serta user pengukuran terhadap variabel-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

27

variabel eksperimen, semakin cermat temuan-temuan eksperimen itu. Misalnya,


gaya sentripetal dipengaruhi oleh massa, kecepatan dan jari-jari lingkaran, jika
salah satu variabel dirubah maka dua variabel yang lain harus terkontrol supaya
konstan sehingga didapatkan hasil yang baik.

c. Sikap Sains
Hakikat sains telah diuraikan sebagai proses dan sebagai produk sains,
selain hal tersebut sains juga sebagai sikap (Carin, A. 1993; Trianto, 2007). Sikap
peserta didik yang harus dimiliki sebagai sikap sains yaitu mempunyai rasa ingin
tahu, mampu bekerjasama/kolaborasi, sopan, aktif, tanggung jawab, tekun,
demokratis, jujur, disiplin dan sabar.
Berdasarkan uraian di atas maka dalam pembelajaran gerak melingkar
tidak hanya menekankan pada produk sains pada gerak melingkar beraturan saja.
Pembelajaran gerak melingkar sangat perlu menekankan pada proses sains
sehingga peserta didik dapat mempunyai sikap ilmiah yang baik. Peserta didik
yang telah belajar melalui proses sains dengan benar maka peserta didik mampu
menguasai produk sains yang akhirnya mempunyai sikap sains yang baik.

2. Dimensi Pengetahuan pada Gerak Melingkar


a. Gerak Melingkar
Gerak melingkar merupakan gerak yang memiliki lintasan berbentuk
lingkaran dengan kecepatan sudut dan kecepatan linier konstan. Waktu satu
putaran disebut periode T, sedang jumlah putaran setiap detik disebut frekuensi f.
Hubungan antara periode T dan frekuensi f dinyatakan sebagai;

T ....................................……………. ………. (1)

Periode T dalam sekon dan frekuensi f dalam hertz (Hz).


Benda bergerak melingkar dengan jari-jari R memiliki dua kecepatan;
Pertama, kecepatan linier v yaitu panjang lintasan yang ditempuh setiap waktu.
commit
Kedua, kecepatan sudut ω merupakan to user
sudut yang ditempuh setiap waktu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

28

FS
Fs

Gambar 2.1 Gerak Melingkar

………....….........………………(2)

Kecepatan v dalam meter/sekon, ω dalam radial/sekon dan R dalam meter


Benda bermassa m, kecepatan linier v, dengan jari-jari R bergerak
melingkar beraturan dengan gaya sentripetal Fs, besarnya;

Fs= m ...........................................................................(5)

Massa m dalam kilogram, kecepatan linier v dalam meter/sekon , dan jari-jari R


dalam meter, dan gaya sentripetal Fs dalam Newton.
Besar percepatan sentripetal as pada gerak melingkar yaitu;

as = ...................................................................... (6)

Kecepatan linier v dalam meter/sekon, dan jari-jari R lingkaran dalam meter, dan
percepatan sentripetal as dalam meter/ sekon2.
Beberapa roda dapat dirangkai atau dihubungkan seperti Gambar 2.2

R2

R3

R1

Gambar 2.2. Rangkaian Roda-roda

Dua roda yang sepusat (satu poros) R1 dan R2, kecepatan sudut (ω) sama,
commit to user
kecepatan linier (v) berbeda.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

29

ω1= ω2 atau = ........................................................(7)

Dua roda yang dihubungkan tali roda R2 dan R3, kelajuan linear keduanya sama,
kecepatan sudutnya berbeda.

v2 = v3 atau ω2 R2= ω3 R3 ...............................................( 8)

R1 dan R2 dalam meter, kecepatan sudut (ω) dalam radial/sekon, kecepatan linier
(v) dalam meter/sekon.

b. Dimensi Pengetahuan pada Gerak Melingkar Beraturan


Taksonomi pengetahuan yang mencakup seluruh kompleksitas dasar
pengetahuan sekaligus yang sederhana praktis dan mudah digunakan dibedakan
menjadi empat. Empat kategori pengetahuan yang ringkas yaitu: (1) pengetahuan
faktual, (2) pengetahuan konseptual, (3) pengetahuan prosedural dan (4)
pengetahuan metakognisi (Anderson, 2001:61). Dimensi pengetahuan pada pokok
bahasan gerak melingkar dapat diuraikan menjadi empat kategori.
Pengetahuan faktual yaitu pengetahuan meliputi elemen-elemen dasar
yang digunakan oleh para ahli dalam menjelaskan, memahami, sesuatu secara
sistematis. Elemen elemen dasar harus diketahui oleh peserta didik untuk
mempelajari atau menyelesaikan masalah pada suatu disiplin ilmu. Elemen-
elemen lazimnya berupa simbol yang diasosiasikan dengan makna kongkrit yang
mengandung informasi penting, yang berupa abstraksi relatif rendah. Pada
bahasan gerak melingkar yaitu simbol: jarak, perpindahan, periode, frekuensi,
jari-jari, massa, kecepatan sudut, kecepatan linier, percepatan sentripetal, dan gaya
sentripetal.
Pengetahuan konseptual mencakup pengetahuan tentang kategori,
klasifikasi, dan hubungan antara dua atau lebih kategori atau klasifikasi yang
commit model
tertata lebih kompleks, meliputi skema, to usermental, atau teori secara eksplisit
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

30

atau implisit. Skema, model dan teori mempresentasikan pengetahuan manusia


tentang materi ditata dan distrukturkan, saling berkalitan secara sistematis, dan
berfungsi bersama. Pengetahuan konseptual pada gerak melingkar ada beberapa,
yakni: (1) jarak, perpindahan, periode, frekuensi, jari-jari, massa, kecepatan sudut,
kecepatan linier, percepatan sentripetal, dan gaya sentripetal, (2) perbedaan antara
kecepatan sudut dan kecepatan linier, (3) arah kecepatan linier, arah kecepatan
sudut, arah gaya sentripetal dan percepatan sentripetal, (4) hubungan kecepatan
linier dengan jari-jari lingkaran, periode dan frekuensi, (5) hubungan antara gaya
sentripetal dengan massa, kecepatan dan jari-jari lingkaran (6) pada rangkaian
roda sepusat yang sama kecepatan sudut sedang rangkaian roda yang dihubungkan
tali atau bersinggungan yang sama adalah kecepatan liniernya.
Pengetahuan prosedural adalah pengetahuan tentang cara melakukan
sesuatu misalnya mengerjakan latihan dan menyelesaikan masalah. Pengetahuan
prosedural merupakan langkah-langkah yang harus diikuti, termasuk pengetahuan
tentang kriteria yang digunakan untuk menentukan kapan harus menggunakan
berbagai prosedur, dan menggunakan pengetahuan. Pada pokok bahasan gerak
melingkar ada beberapa pengetahuan prosedural yakni: (1) prosedur melakukan
eksperimen gerak melingkar dengan mobil mainan, mengukur jari-jari lingkaran,
mengukur waktu periode, mengukur massa (2) prosedur melakukan eksperimen
untuk mengetahui hubungan antara kecepatan dan jari-jari lingkaran (3) prosedur
eksperimen untuk menunjukkan bahwa gerak melingkar beraturan lajunya tetap
(4) prosedur eksperimen untuk mengetahui hubungan antara gaya sentripetal
dengan massa, kecepatan, dan jari-jari lingkaran (5) prosedur eksperimen untuk
mengetahui bahwa kecepatan sudut roda sepusat adalah sama dan kecepatan
liniernya berbeda (6) prosedur eksperimen untuk mengetahui bahwa kecepatan
sudut roda yang dihubungkan tali adalah berbeda dan kecepatan liniernya sama.
Pengetahuan prosedural yang lain yaitu pengetahuan penurunan persamaan
kecepatan sudut, kecepatan linier, percepatan sentripetal dan gaya sentripetal
(Giancoli, D.C. 2005; Serway, R.A dan Jewett, J.W. 2010).
Pengetahuan metakognitif adalah pengetahuan tentang kognisi. Menurut
commit
Flafell (dalam Anderson 2001:83), to user mencakup tentang pengetahuan
metakognisi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

31

strategis, tugas, dan variabel-variabel person. Pengetahuan metakognitif pertama


yakni pengetahuan strategis adalah pengetahuan perihal startegi-strategi belajar
dan berpikir serta pemecahan masalah. Strategi belajar gerak melingkar dengan
mudah, dan strategi mengadakan eksperimen dengan baik. Pengetahuan
metakognitif kedua adalah pengetahuan tentang tugas kognitif, misalnya
pengetahuan untuk mengerjakan tugas dalam mengingat kembali, merangkum,
menghafal, mengaplikasi, menganalisis suatu rangkaian roda-roda, dan berkreasi
sehubungan dengan penerapan gerak melingkar. Pengetahuan metakognitif yang
ketiga yaitu pengetahuan diri yaitu pengetahuan tentang diri sendiri mengenai
kekuatan dan kelemahan, misalnya materi mana dari gerak melingkar yang sulit
dan yang mudah, mana yang meningkatkan minat dan tidak menjadi kurang
meningkatkan minat, yang mudah dilaksanakan dan sulit dilaksanakan, yang
bermanfaat langsung dan manakah yang bermanfaat hanya sedikit saja.

c. Dimensi Proses dan Keterampilan Proses Gerak Melingkar Beraturan


Metode ilmiah, berpikir ilmiah dan pemikiran kritis adalah istilah yang
digunakan digunakan untuk menggambarkan keterampilan sains dengan istilah
"keterampilan proses sains”. Keterampilan proses sains didefinisikan sebagai satu
set kemampuan luas yang dipindahtangankan, sesuai dengan disiplin ilmu sains
dan mencerminkan perilaku ilmuwan, keterampilan proses sains ini
dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu dasar dan terintegrasi (Padilla, 1990).
Keterampilan proses dasar (sederhana) memberikan landasan untuk belajar
keterampilan proses terpadu (lebih kompleks). Keterampilan proses dapat
meningkatkan proses pengetahuan sains dan kreativitas: meningkatkan kinerja
pada tes persepsi, logika, perkembangan bahasa, konten sains, kemampuan
memecahkan masalah. Berikut ini diuraikan mengenai keterampilan proses sains
dasar dan terintregrasi dalam pembelajaran gerak melingkar yang di adopsi dari
Padilla.
Keterampilan proses sains dasar meliputi beberapa hal; Mengamati,
menggunakan indra untuk mengumpulkan informasi tentang suatu objek atau
peristiwa, misalnya melihat gerakcommit to user yang diikat lalu menggambarkan
mobil mainan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

32

lintasan mobil mainan yang bergerak melingkar, mengamati perubahan gaya pada
neraca pegas jika diadakan perubahan massa, jari-jari dan kecepatan, serta
mengamati hubungan roda berhubungan yang bergerak. Menyimpulkan, membuat
"tebakan" tentang suatu objek atau peristiwa berdasarkan data atau informasi yang
dikumpulkan sebelumnya, misalnya gaya sentripetal dipengaruhi oleh kecepatan.
Pengukuran, menggunakan kedua tindakan atau perkiraan standar dan tidak
standar untuk menggambarkan dimensi dari suatu objek atau peristiwa, misalnya
menggunakan meter tongkat untuk mengukur jari-jari lingkaran dalam satuan
sentimeter, menggunakan stopwach untuk mengukur waktu, mengukur gaya
dengan neraca pegas. Berkomunikasi, menggunakan kata-kata atau simbol grafis
untuk menggambarkan suatu tindakan, objek atau kejadian, misalnya
menggambarkan perubahan sudut yang ditempuh dari waktu ke waktu secara
tertulis atau melalui grafik. Klasifikasi, pengelompokan benda atau peristiwa
dalam kategori berdasarkan sifat atau kriteria, misalnya membedakan besaran
vektor dan skalar. Besaran skalar pada gerak melingkar, periode, frekuensi, jarak,
besar sudut, dan laju. Memprediksi, menyatakan hasil dari peristiwa masa depan
berdasarkan pola bukti, misalnya memprediksi pengaruh massa, kecepatan dan
jari-jari yang mempengaruhi gaya sentripetal.
Keterampilan proses sains terpadu, meliputi beberapa hal. Mengontrol
variabel, mampu mengidentifikasi variabel yang dapat mempengaruhi hasil
eksperimen, menjaga yang paling konstan sementara memanipulasi hanya
variabel independen, sebagi contoh ketika eksperimen menentukan yang
mempengruhi gaya sentripetal yaitu massa, kecepatan dan jari-jari, maka pada
waktu menggunakan variabel independen kecepatan, perlu menjaga kekonstanan
variabel yang lain. Mendefinisikan secara operasional, menyatakan bagaimana
mengukur variabel dalam percobaan, misalnya mengukur gaya sentripetal dengan
neraca pegas, mengukur waktu dengan stopwatch. Merumuskan hipotesis,
menyatakan hasil yang diharapkan dari sebuah eksperimen, misalnya pada gerak
mobil mainan akan didapatkan grafik hubungan antar waktu dan jarak tempuh
adalah linier. Menafsirkan data, mengatur data dan menarik kesimpulan dari itu,
commit
contoh merekam data dari percobaan padatogerak
user hubungan roda-roda sepusat dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

33

dihubungkan rantai kemudian mengambil kesimpulan. Bereksperimen, mampu


melakukan percobaan, termasuk mengajukan pertanyaan yang tepat, menyatakan
hipotesis, mengidentifikasi dan mengontrol variabel operasional, mendefinisikan
variabel, merancang percobaan, melakukan percobaan, dan menafsirkan hasil
percobaan, seluruh proses melakukan percobaan pada pengaruh massa, kecepatan
dan jari-jari terhadap gaya sentripetal. Merumuskan model, menciptakan model
mental atau fisik suatu proses atau peristiwa, misalnya bagaimana dengan motor
listrik yang diproduksi oleh pabrik kemudian digunakan untuk suatu mesin
produksi dengan mempercepat maupun memperlambat. Peserta didik meneliti
benda, mengamati fenomena, eksperimen, mengumpulkan data, dan
mendiskusikan untuk memecahkan masalah dapat meningkatkan motivasi peserta
didik dan keterampilan proses sains (Malik, dkk., 2016).

d. Dimensi Sikap pada Gerak Melingkar Beraturan


Sikap merupakan kecenderungan perilaku peserta didik sebagai hasil
pendidikan baik di dalam kelas maupun di luar kelas, dimensi sikap terdiri dari
sikap spiritual dan sikap soasial (Kemendikbud, 2017). Sikap bermula dari
perasaan yang terkait dengan kecenderungan seseorang dalam merespon
sesuatu/objek sebagai ekspresi dari nilai-nilai atau pandangan hidup yang dimiliki
oleh seseorang dan diwujudkan dalam perilaku. Sikap dapat dibentuk, sehingga
terjadi perilaku atau tindakan yang diinginkan. Penilitian ini hanya menekankan
pada sikap sosial yang terdiri dari sepuluh aspek pada gerak melingkar beraturan.
Pertama, rasa ingin tahu merupakan keingintahuan suatu konsep sehingga
ada kesungguhan dalam belajar untuk mendapatkan konsep dan mencapai tujuan
pembelajaran, selalu bertanya-tanya kemudian mencari jawabannya. Kedua,
mampu bekerjasama/ kolaborasi yaitu kerja sama dengan peserta didik yang lain
selama bereksperimen, diskusi, ingin membantu teman yang kesulitan dalam
pembelajaran, berperhatian kepada peserta didik lain. Ketiga, sopan/ santun yaitu
menghormati peserta didik lain, menghormati pembicaraan peserta didik lain,
dapat mengendalikan emosi, dan tidak dengan marah-marah dalam menghadapi
masalah, menunjukkan wajah commit
ramah,to user
bersahabat, dan tidak cemberut,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

34

mengucapkan terima kasih apabila menerima bantuan. Keempat, aktif yaitu


melakukan kegiatan-kegiatan dengan baik selama proses pembelajaran untuk
mengkonstruksi konsep yang diinginkan, bukan mentransfer konsep dari pendidik.
aktif berdiskusi, tampil presentasi di depan kelas, dan berani mengemukakan
pendapat. Kelima, tanggung jawab yaitu menyelesaikan tugas yang diberikan
dengan baik, melaksanakan peraturan sekolah dengan baik, membuat laporan
setelah selesai melakukan percobaan tepat waktu. Keenam, tekun yaitu tidak
mudah putus asa dalam belajar dan mengahadapi kesulitan-kesulitan selama
belajar, mengikuti semua diskusi dan presentasi dengan baik. Ketujuh, demokratis
yaitu menghargai hak orang lain dan dapat menenuaikan kewajikan pribadi,
menghormati pendapat peserta didik lain, tidak memaksakan pendapatnya, dan
terbuka dalam memberi maupun menerima masukan peserta didik lain.
Kedelapan, jujur yaitu tidak mau berbohong, benar dalam mencatat data
percobaan, mengakui kesalahan atau kekeliruan, membuat laporan kegiatan kelas
secara terbuka, dan tidak mencontek saat ulangan. Kesembilan, disiplin yaitu
mengikuti peraturan, hadir tepat waktu, memakai pakaian seragam lengkap dan
rapi, dan mengumpulkan tugas/ perkerjaan rumah tepat waktu. Kesepuluh, sabar
tidak tergesa gesa dalam berkegiatan di kelompok maupun antar kelompok, tidak
emosioanal ketika berbeda dengan pendapat lain, tidak mudah memarahi peserta
yang lain apabila terjadi kesalahan, berusaha melerai teman yang berselisih
pendapat.
Berdasarkan uraian dimensi pengetahuan, proses dan sikap di atas maka
dalam pembelajaran gerak melingkar tidak dibenarkan hanya menekankan pada
dimensi pengetahuan pada gerak melinkar beraturan. Pembelajaran gerak
melingkar sangat perlu menekankan pada dimensi proses sains sehingga peserta
didik dapat mempunyai sikap ilmiah seperti para ilmuwan. Peserta didik yang
telah belajar melalui beberpa dimensi proses sains yang benar maka peserta didik
mampu menguasai dimensi pengetahuan yang akhirnya mempunyai sikap sains
yang baik.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

35

3. Karakteristik Gerak Melingkar Beraturan


Gerak melingkar beraturan merupakan gerak suatu benda yang berjarak
sama dari suatu titik tertentu dengan laju yang tetap. Lintasan berupa lingkaran
dimana jarak antara pusat lingkaran dan benda merupakan jari-jari lingkaran.
Pokok bahasan gerak melingkar menyangkut beberapa besaran, antara lain: jarak,
perpindahan, waktu, massa, periode, frekuensi, kecepatan, kelajuan, percepatan
dan gaya sentripetal. Gerak melingkar mempunyai laju yang tetap sedang
kecepatanya berubah karena arah gerakan berubah sesuai dengan arah gerak
benda (Giancoli, D.C. 2005; Serway, R.A dan Jewett, J.W. 2010;Thornton, S.T
dan Marion J. B. 2004)
Peserta didik mengalami enam kesulitan. Pertama, kesulitan untuk
menggambarkan vektor kecepatan dan vektor gaya. Kedua, kesulitan
membedakan kecepatan sudut dan kecepatan linier. Ketiga, kesulitan
membedakan hubungan roda sepusat dan roda yang dihubungkan tali dan cara
merangkai roda untuk mempercepat dan memperlambat gerak roda. Keempat,
kesulitan mengetahui pengaruh massa, jari-jari dan kecepatan terhadap gaya
sentripetal. Keenam yaitu tentang percepatan sentripetal, berdasarkan pengetahuan
sebelumnya bahwa percepatan merupakan perubahan kecepatan setiap waktu.
Gerak melingkar beraturan bercirikan bahwa besar nilai kecepatan adalah
tetap, tetapi pada gerak melingkar dikatakan mempunyai percepatan. Benda yang
bergerak melingkar mempunyai percepatan karena walaupun tidak terjadi
perubahan besar nilai kecepatan tetapi pada gerak melingkar terjadi perubahan
arah kecepatan, dengan adanya perubahan arah kecepatan maka benda
mempunyai percepatan. Pembelajaran tersebut perlu digunakan media yang bisa
dilihat peserta didik ketika benda bergerak melingkar arahnya berubah-ubah
dengan memasang anak panah/kertas ringan pada mobil yang bergerak, sebagai
media yang digunakan dalam pembelajaran gerak melingkar beraturan.

4. Belajar dan Pembelajaran Sains


Belajar adalah perubahan yang relatif permanen dalam perilaku atau
potensi perilaku yang merupakancommit to user
hasil dari pengalaman (Hergenhahn, 2012: 8).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

36

Peserta didik yang belajar gerak melingkar mendapatkan hasil pengalaman


dimana terjadi perubahan mengenai pengetahuannya tentang gerak melingkar dari
kondisi awal yang sedikit menjadi kondisi akhir yang lebih baik, lebih banyak dan
permanen. Pembelajaran adalah segala upaya yang dilakukan oleh pendidik agar
terjadi proses belajar pada diri peserta didik (Sutikno, 2014). Kegiatan
pembelajaran meliputi memilih, menetapkan model, mengorganisasi materi, dan
mengelola pembelajaran untuk mencapai hasil pembelajaran. Pembelajaran yang
baik bukan mentrasfer pengetahuan, tetapi peserta didik harus membangun
pengetahuan sendiri melalui pembelajaran.
Belajar merupakan pengembangan pengetahuan, keterampilan, dan sikap
yang baru ketika seseorang berinteraksi dengan informasi dan lingkungan yang
mencakup fisik, suasana akademik, emosional, dan teknologi pengajaran
(Smaldino, 2011: 11). Pembelajaran gerak melingkar terjadi proses kognisi
peserta didik, proses kognisi meliputi penerimaan informasi, informasi baru
tersimpan dalam memori jangka pendek dan ingatan tersimpan dalam memori
jangka panjang untuk diungkap kembali pada waktu yang lain. Ingatan jangka
panjang perlu diulang supaya tidak hilang. Peserta didik dapat menggabungkan
keterampilan dan memori jangka panjang untuk mengembangkan strategi kognitif
untuk tugas-tugas yang rumit (Ling, 2012: 53-68).
Pembelajaran materi yang rumit berlangsung efektif apabila terjadi
proses yang disengaja untuk membentuk pengetahuan yang bermakna yang
menghubungkan informasi baru dengan pengalaman yang sudah ada (Slavin,
2011:13). Belajar yang baik tidak hanya menekankan pada mengapa saja, tetapi
harus terjadi proses belajar yang bermakna Ausubel bagi peserta didik (Schunk,
2009: 283-285), dalam belajar bermakna harus terjadi proses assimilition,
subsumptive sequence dan advance organizer.
Pembelajaran gerak melingkar harus terjadi asimilasi yang bermakna
bagi peserta didik. Materi yang dipelajari harus diasimilasikan serta dihubungkan
dengan pengetahuan yang telah dimiliki peserta didik dalam bentuk struktur
kognitif yaitu kecepatan, kelajuan, jarak, perpindahan, waktu, gaya, percepatan.
commitorganisasional
Struktur kognitif merupakan struktur to user yang ada dalam ingatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

37

peserta didik yang mengintegrasikan unsur-unsur pengetahuan yang terpisah-


pisah kedalam suatu unit konsep gerak melingkar.
Pengetahuan tentang gerak melingkar diorganisasikan dalam ingatan
peserta didik dalam struktur herarkhis. Pengetahuan yang lebih umum, dan
abstrak membawahi pengetahuan yang lebih spesifik dan konkrit. Pengetahuan
yang lebih umum dan abstrak yang diperoleh lebih dulu oleh peserta didik, akan
dapat perolehan pengetahuan baru yang lebih rinci. Pendidik harus mengurutkan
materi pelajaran dari umum ke khusus, dari keseluruhan ke rinci yang sering
disebut sebagai subsumptive sequence yang menjadikan belajar lebih bermakna
bagi peserta didik. Pengetahuan umum pada saat belajar gerak melingkar yaitu:
gerak, kecepatan, gaya, percepatan dan vektor. Pengetahuan baru yaitu gerak
melingkar, kecepatan linier, kecepatan sudut, gaya sentripetal dan percepatan
sentripetal. Pengetahuan baru yaitu arah vektor: kecepatan linier, gaya sentripetal
dan percepatan sentripetal.
Penerapan konsepsi tentang struktur kognitif dalam merancang
pembelajaran advance organizer. Penggunaan advance organizer sebagai
kerangka isi akan dapat meningkatkan kemampuan peserta didik dalam
mempelajari informasi baru, karena merupakan kerangka dalam bentuk abstraksi
atau ringkasan konsep-konsep dasar tentang apa yang di pelajari, dan hubunganya
dengan materi yang telah ada dalam struktur kognitif peserta didik. Penataan
dengan baik, advance organizer akan memudahkan peserta didik mempelajari
materi yang baru serta hubunganya dengan materi yang telah dipelajari, dengan
demikian pembelajaran ini peserta didik tidak hanya menerima informasi dan
menghafal materi gerak melingkar dari pendidik, melainkan dengan belajar
langsung sehingga lebih bermakna bagi peserta didik.
Perkembangan fungsi kognitif manusia menurut Bruner (Schunk, 2009:
342-344) yaitu: (1) perkembangan intelektual ditandai dengan adanya kemajuan
dalam menanggapi suatu rangsangan, (2) peningkatan pengetahuan tergantung
pada perkembangan sistem penyimpanan informasi secara real, (3) perkembangan
intelektual meliputi perkembangan kemampuan berbicara pada diri sendiri atau
pada orang lain melalui kata-katacommit to user tentang apa yang telah dilakukan
atau lambang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

38

dan apa yang akan dilakukan, (4) interaksi secara sistematis antara pendidik atau
orang tua dengan peserta didik diperlukan bagi perkembangan kognitifnya, (5)
bahasa adalah kunci perkembangan kognitif, karena bahasa merupakan alat
komunikasi antara manusia, (6) perkembangan kognitif ditandai dengan
kecakapan untuk mengemukakan beberapa alternatif secara simultan, memilih
tindakan yang tepat, dapat memberikan prioritas yang berurutan dalam berbagai
situasi.
Proses belajar menekankan adanya teori pengaruh kebudayaan terhadap
tingkah laku peserta didik, dengan teorinya yang disebut free discovery learning,
bahwa proses belajar berjalan dengan baik dan kreatif jika pendidik memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan,
atau pemahaman melalui contoh-contoh yang dijumpai dalam kehidupanya.
Pembelajaran gerak melingkar sulit untuk mengadakan pembelajaran dengan
penemuan secara bebas, tetapi digunakan penemuan secara terbimbing, karena
materinya kompleks yang menyangkut hubungan dari beberapa hal.
Perkembangan kognitif menurut Bruner bahwa peserta didik terjadi
melalui tiga tahap yang ditentukan oleh caranya melihat lingkungan, yaitu: (1)
tahap enaktif, peserta didik melakukan aktivitas-aktivitas dalam upayanya untuk
memahami lingkungan sekitarnya dengan menggunakan pengetahuan motorik (2)
tahap ikonik, sesorang memahami objek-objek atau dunianya melalui gambar-
gambar dan visualisasi verbal. Peserta didik belajar memahami dunia sekitarnya
melalui bentuk perumpamaan dan perbandingan, (3) tahap simbolik, peserta didik
telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan-gagasan abstrak yang sangat
dipengaruhi oleh kemampuanya dalam berbahasa dan logika.
Pembelajaran gerak melingkar pada tahap enaktif yaitu peserta didik
melakukan aktivitas-aktivitas eksperimen dalam upayanya untuk memahami
gerak melingkar melalui alat yang ada dengan menggunakan pengetahuan
motorik/praktek. Tahap ikonik, peserta didik memahami gerak melingkar melalui
benda yang sedang bergerak. Pembelajaran gerak melingkar dapat
membandingkan kecepatan gerak melingkar yang jari-jarinya besar dan kecil
commit
ternyata kecepatannya berbeda, gaya to bekerja
yang user pada massa benda yang kecil
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

39

dan besar ternyata besar gaya sentripetal berbeda. Tahap simbolik, peserta didik
mampu memahami sesuatu yang abstrak yaitu arah kecepatan linier, gaya
sentripetal dan percepatan sentripetal setelah melakukan kegiatan.
Peserta didik belajar gerak melingkar melalui simbol-simbol bahasa,
logika, matematika, dan sebagainya. Simbol kecepatan, jari-jari, gaya, percepatan
dan sebagainya digunakan, semakin matang peserta didik dalam proses
berpikirnya maka semakin dominan sistem simbolnya, meskipun begitu tidak
berarti bahwa tidak lagi menggunakan sistem enaktif dan ekonik. Penggunaan
media dalam kegiatan pembelajaran merupakan salah satu bukti masih
diperlukanya sistem enaktif dan ikonik dalam proses belajar, dengan demikian
sangat tepat jika dalam pembelajaran gerak melingkar digunakan alat-alat
eksperimen sebagai media pembelajaran.
Teori belajar Piaget menyatakan bahwa ada tiga proses yang terjadi
dalam proses perkembangan dan pertumbuhan kognitif peserta didik
(Hergenhahn, 2012:311; Hill, 2012:156-164; Schunk, 2009:337-340; Pritchard,
2009: 18) yaitu: (1) proses assimilition, dalam proses ini menyesuaikan atau
mencocokkan informasi yang baru itu dengan apa yang telah diketahui dan (2)
proses accomodation yaitu peserta didik menyusun dan membangun kembali atau
mengubah apa yang telah diketahui sebelumnya sehingga informasi yang baru itu
dapat disesuaikan lebih baik, dengan menyusun kembali dan atau mengubah apa
yang telah diketahui, (3) proses equilibirium merupakan proses adaptasi antara
proses asimilasi dan proses akomodasi dengan lingkungan.
Pembelajaran gerak melingkar jika dikaitkan dengan teori belajar Piaget
yakni: (1) proses assimilition, peserta didik menerima informasi gerak melingkar
dan memadukan dengan pengetahuan yang ada sebelumnya misalnya kecepatan
dengan kecepatan linier dan laju, percepatan dengan percepatan sentripetal, gaya
dengan gaya sentripetal, vektor dengan arah vektor perpindahan, kecepatan,
percepatan dan gaya sentripetal dalam gerak melingkar (2) proses accomodation
dimana peserta didik menerima informasi gerak melingkar sebagai informasi baru
selama belajar, informasi baru ada yang menguatkan sehingga menjadi konsep
yang benar dan ada yang dibuangcommit
karenatotidak
usersesuai dengan konsep yang benar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

40

(3) proses equilibirium proses ini sebagai proses akhir setelah menerima konsep
gerak melingkar sebagai konsep yang disimpan dalam diri peserta didik.
Perkembangan intelektual dan konsepsi hakekat kecerdasan menurut
Piaget bahwa intelegensi individu tumbuh dan berkembang melalui interaksi
dengan lingkungan (Budiningsih, 2005). Interaksi dengan lingkungan akan
semakin mengembangkan fungsi intelek dilihat dari perkembangan usia melalui
empat tahap. Pertama, sensori motorik (0-2 tahun) yaitu peserta didik mengenal
lingkungan dengan kemampuan sensorik dengan penglihatan, penciuman,
pendengaran, dan perabaan. Kedua, praoperasional (2-7 tahun) yaitu peserta didik
mengandalkan diri pada persepsi tentang realitas, ia telah mampu menggunakan
simbol, bahasa, dan konsep sederhana, berpartisipasi, membuat gambar, dan
menggolong-golongkan. Anak belum mampu melakukan operasi mental yaitu
menambah dan mengurangi pada usia ini. Ketiga, operasional kongkret (7-11
tahun) yaitu dapat mengembangkan pikiran logis, peserta didik dapat mengikuti
penalaran logis walaupun kadang-kadang hanya coba-coba dan salah. Tingkat ini
merupakan permulaan berpikir rasional, memiliki operasi logis yang dapat
diterapkan pada masalah-masalah kongkrit, tetapi belum mampu berpikir abstrak.
Keempat, operasi formal (11-18 tahun), yaitu peserta didik-peserta didik sudah
mampu berpikir abstrak seperti orang dewasa. Peserta didik dapat menggunakan
operasi kongkritnya untuk mengadakan operasi yang lebih kompleks dan abstrak
pada usia ini. Berdasarkan teori belajar Piaget bahwa peserta didik usia SMA
telah mampu melakukan operasi formal.
Berdasarkan uraian di atas maka dalam pembelajaran gerak melingkar
beraturan harus memperhatikan beberapa hal. Pertama, kondisi awal peserta didik.
Kedua, penyediaan fasilitas oleh pendidik sehingga peserta didik dapat melakukan
penemuan konsep sendiri. Ketiga, siswa siswa yang kemampuan formalnya
belum berfungsi dengan baik perlu bantuan benda nyata atau media untuk berlatih
berpikir formal. Keempat, pengorganisasian materi dan langkah sangat diperlukan
untuk memudahkan peserta didik mencapai tujuan belajar.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

41

5. Pemprosesan Informasi
Pembelajaran gerak melingkar menggunakan enam alat eksperimen
utama. Eksperimen dasar gerak melingkar beraturan, eksperimen gaya sentripetal
dengan menggunaan neraca pegas, dan eksperimen dengan menggunakan
rangkaian roda-roda yang sepusat dan roda yang dihubungkan dengan tali atau
bersinggungan. Informasi diterima peserta didik antara lain melalui indera:
penglihatan, pendengaran, dan sentuhan (Ling, 2012: 7-28). Pembelajaran gerak
melingkar berlangsung dengan alat-alat yang digunakan (invirumental) melalui
antar lain; indera penglihatan (visual) melihat kejadian sesuatu peristiwa dan
sentuhan (tactile) kulit. Receptor (alat-alat indera) menerima rangsangan dari alat
yang digunakan yaitu alat gerak melingkar dan mengubahnya menjadi rangsangan
neural, memberikan simbol-simbol informasi dari gerak melingkar yang
diterimanya dan kemudian diteruskan kepada sensory register. Sensory register
(penampung kesan-kesan sensoris) yang terdapat pada syaraf pusat, fungsinya
menampung kesan-kesan sensoris dan mengadakan seleksi sehingga terbentuk
suatu kebulatan perceptual (persepsi selektif). Informasi-informasi yang masuk
sebagian diteruskan ke memori jangka pendek, sebagian hilang dari sistem. Short-
term memory (memori jangka pendek) menampung hasil pengolahan perceptual
dan menyimpannya. Informasi tertentu disimpan lebih lama dan diolah untuk
menentukan maknanya. Memori jangka pendek dikenal juga dengan memori kerja
(working memory), kapasitasnya sangat terbatas, waktu penyimpanannya juga
pendek. Informasi dalam memori ini dapat ditransformasi dalam bentuk kode-
kode dan selanjutnya diteruskan ke memori jangka panjang (long-term memory),
menampung hasil pengolahan yang ada di memori jangka pendek (Ling 2012: 53-
61; Schunk, 2009: 130-179; Smith, 2007: 110-243).
Informasi gerak melingkar yang ditangkap melalui media kongkrit
disimpan dalam jangka panjang dan bertahan lama, siap untuk dipakai bila
diperlukan. Informasi-informasi baru yang diterima peserta didik misalnya:
kecepatan linier, kecepatan sudut, gaya sentripetal, dan percepatan sentripetal
terintegrasi dengan informasi-informasi lama kecepatan, gaya dan percepatan
commitkembali
yang sudah tersimpan. Pengeluaran to user atas informasi-informasi yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

42

tersimpan dalam memori jangka panjang adalah dengan pemanggilan. Ada dua
cara pemanggilan, (1) informasi mengalir dari memori jangka panjang ke memori
jangka pendek dan kemudian response generator, (2) informasi mengalir
langsung dari memori jangka panjang ke response generator selama pemanggilan
untuk sekedar mengingat dan pemecahan masalah gerak melingkar.

Short long
Sensory Percep
Inform Term Term
receptor tion
ation Memory Memory
------ ------
Working Storage
memory retrieval

Kreativitas pengetahuan

Gambar 2.3. Model Pemprosesan Informasi Adaptasi dari Gage dan Berliner
(Budiningsih, 2005)

Pencipta respon (response generator), menampung informasi yang


tersimpan dalam memori jangka panjang dan mengubahnya menjadi reaksi
jawaban. Proses persepsi dan perhatian dipengaruhi oleh intensitas masukan dan
harapan yang didasarkan oleh pengetahuan sebelumnya (prior knowledge).
Peserta didik memilih informasi berdasarkan karakteristik fisik misalnya gerak
benda, sifat baru dan unik yang dipunyai oleh media gerak melingkar. Intensitas
visual memberikan isyarat, dorongan dan pengaturan bahan-bahan adalah
beberapa faktor penyajian yang menarik perhatian peserta didik sehingga materi
gerak melingkar mudah terserap, model transformasi informasi dapat
digambarkan seperti Gambar 2.3.
Pembelajaran membutuhkan pemenggalan dan pengaturan informasi
menjadi bagian-bagian. Organizations, membentuk informasi dengan sengaja
menjadi bagian-bagian yang bermakna memegang peranan penting dalam
pengambilan informasi yang telah dipelajari secara efektif. Pengorganisasian dan
penataan waktu juga membantu mengatasi keterbatasan memori dari short term
memory. Peserta didik menggabungkan informasi dan keterampilan dalam
commit to userstrategi kognitif atau keterampilan
memori jangka panjang untuk mengembangkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

43

untuk menyelesaikan tugas-tugas yang kompleks dan berpikir tingkat tinggi.


Dengan bantuan media dan eksperimen materi yang tersimpan pada memori
jangka panjang tidak mudah hilang dan mudah untuk dipanggil kembali (Hill,
2012: 279; Schunk, 2009: 71; Smith, 2007: 199-201). Tugas pendidik bukanlah
menuang informasi pada peserta didik, melainkan melibatkan pikiran peserta
didik dengan konsep yang bermanfaat (Slavin , 2011: 3).
Berdasarkan uraian di atas maka kegiatan pembelajaran gerak melingkar
beraturan diperlukan sumber informasi yang bagus yang dapat ditangkap melalui
indera mata dan peraba (melakukan dengan tangan) sehingga konsep yang
diterima dapat tersimpan pada memori jangka panjang peserta didik. Konsep yang
tersimpan pada memory jangka panjang peserta didik dapat dengan mudah
dipanggil kembali saat diperlukan.

6. Media dan Teknologi Pembelajaran


Media bentuk jamak dari medium (perantara) merupakan sarana
komunikasi. Media berasal dari bahasa latin medium yang berarti tengah,
perantara. Media yaitu apa saja yang membawa informasi antara sumber dan
penerima. Enam kategori media adalah teks, audio, visual, video, perekayasa
(benda-benda) dan orang yang membangun kondisi yang membuat peserta didik
mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan atau sikap (Smaldino, 2011: 7-
14). Teknologi dan media bisa berperan banyak bagi pendidik dan peserta didik,
bagi pendidik untuk mempresentasikan sedang bagi peserta didik sebagai
pengguna teknologi dan media.
Jenis media visual yang dipilih tegantung kebutuhan dan situasi, visual
juga dapat dibedakan menjadi enam kategori: realistik, analogik, organisasional,
relasional, transformasional, dan interpretif (Smaldino 2011: 76). Pembelajaran
gerak melingkar digunakan beberapa media untuk mengadakan eksperimen.
Beberapa manfaat penggunaan antara lain: (1) lebih menarik dan meningkatkan
motivasi, (2) lebih jelas dan mudah, (3) mengurangi banyaknya komunikasi
verbal, (4) peserta didik mampu melakukan, mengamati, mendemonstrasikan pada
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

44

waktu kegiatan belajar, (5) menyenangkan tanpa tekanan, (6) merangsang untuk
berpikir dan beranalisis.
Penggunaan media pembelajaran gerak melingkar, peserta didik dapat
melakukan proses sains. Mereka meneliti benda, mengamati fenomena,
mendesain eksperimen, mengumpulkan data, atau mendiskusikan ide-ide mereka.
Peserta didik diberi kesempatan untuk berpikir independen dan pemecahan
masalah. Peserta didik tidak hanya membaca tentang ilmu pengetahuan dari buku
saja karena mereka mendapatkan ilmu hanya sangat sedikit. Penggunaan media
sebagian besar peserta didik dapat melihat langsung sehingga anak lebih
termotivasi dan hasil belajar lebih baik. Hasil penilaian pada pembelajaran secara
kontekstual didapatkan lebih baik dan dapat digunakan sebagai pertimbangan
masa depan pembelajaran dalam penelitian yang lebih luas dan desain lingkungan
belajar sains (Rivet, 2008). Belajar dalam pendekatan konteks dilaksanakan dalam
membangun unit tertentu, dan juga penekanan pengetahuan baik prosedural
maupun konseptual, peserta didik berpartisipasi dalam pengajaran mendapatkan
hasil yang lebih baik (Kukliansky, 2014). Penelitian lain juga berkontribusi dalam
merancang lingkungan belajar berbasis kontekstual untuk analisis data
laboratorium. Pembelajaran dengan media langsung dan eksperimen dengan
pendekatan proses termasuk pembelajaran otentik (Arends, 2013: 22).
Pembelajaran perlu pengenalan alat untuk menyajikan sebuah lingkungan bagi
peserta didik untuk terlibat aktif kolaboratif dalam materi ajar melalui interaksi
satu dengan yang lain (Teague & Roe, 2007).
Penggunaan media kongkrit ada yang menguntungkan tetapi juga ada
yang tidak sepenuhnya menguntungkan karena berbagai faktor (Scharfenberg,
2010). Penggunaan media nyata (real) dapat meningkatkan hasil belajar namun
sebuah penelitian ternyata penggunaan media animasi (virtual) pada pembelajaran
gerak melingkar beraturan didapatkan hasil yang lebih baik (Zhou, 2011), hal itu
terjadi karena animasi dapat dibuat situasi yang ideal sedang eksperimen gerak
melingkar beraturan secara langsung tidak didapatkan situasi yang ideal karena
ada faktor gesekan dan gaya gravitasi bumi. Eksperimen gerak melingkar sulit
commit
ditemukan situasi yang ideal karena to user
adanya gaya gesek (Makous, 2000), namun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

45

dengan benda nyata dari lingkungan menjadikan peserta didik termotivasi,


demikian juga teknologi pembelajaran yang diperkaya lingkungan memiliki efek
positif pada keterampilan berpikir tingkat tinggi peserta didik (Hopson, 2014).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan media dan eksperimen
seringkali ada juga yang tidak menguntungkan, maka dalam mempersiapkan
eksperimen supaya dipersiapkan dengan baik sehingga hasilnya dapat maksimal.
Pelaksanaan eksperimen yang kompleks dapat lebih menguntungkan dalam
pembelajaran jika ditambahkan diskusi yang terfokus secara singkat untuk
mengurangi beban kognitif peserta didik (Scharfenberg, 2010), pada eksperimen
ini diskusi singkat untuk membahas langkah-langkah selanjutnya pada saat proses
eksperimen.
Berdasarkan dimensi gerak melingkar beraturan, teori belajar mengajar,
metode, pendekatan, pemprosesan informasi, dan perlunya media maka
pembelajaran gerak melingkar diperlukan media. Media yang diperlukan dalam
pembelajaran gerak melingkar beraturan ada enam media. Media pertama, mobil
mainan yang bergerak melingkar untuk mendapatkan konsep gerak melingkar,
periode dan frekuensi. Media kedua, dengan alat yang sama digunakan untuk
menunjukkan bahwa gerak melingkar itu kecepatan sudut dan lajunya konstan.
Media ketiga, dengan alat yang sama kemudian ditambahkan titik sepanjang jari-
jari lingkaran sebanyak tiga titik untuk diamati sehingga dapat membedakan
kecepatan sudut dan kecepatan linier. Media keempat, mobil mainan yang
bergerak diberi anak panah untuk menggambarkan vektor kecepatan linier searah
gerak mobil dan anak panah yang selalu menuju pusat lingkaran untuk
menggambarkan gaya sentripetal. Media kelima yaitu mobil yang bergerak
melingkar dilengkapi dengan alat ukur gaya sentripetal. Media keenam, dengan
meggunakan rangkaian roda-roda sepusat dan roda-roda yang dihubungkan tali
digunakan untuk mendapatkan konsep bahwa jika roda-roda sepusat kecepatan
sudutnya sama, sedang roda yang dihubungkan tali kecepatan liniernya sama.
Peserta didik dapat belajar dengan baik memerlukan media dan kegiatan untuk
memecahkan masalah. Penggunaan media nyata berhubungan erat dengan
committingkat
peningkatan hasil keterampilan berpikir to usertinggi (Miri, 2007).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

46

Berdasarkan uraian di atas ternyata agar konsep gerak melingkar


beraturan yang diterima peserta didik dan lebih lama tersimpan dalam memori
jangka panjang maka diperlukan media pembelajaran. Media yang digunakan
kecuali dapat memotivasi peserta didik, juga dapat digunakan digunakan untuk
meningkatkan keterampilan berpikikir tingkat tinggi. Hal yang demikian
dikarenakan dengan menggunakan media untuk bereksperimen maka peserta didik
belajar dan beraktifitas selayaknya seorang ilmuwan.

7. Kemampuan Analisis dan Kemampuan Evaluasi


Pendidikan yang baik harus mengajarkan peserta didik bagaimana
berpikir, merupakan hal yang sangat penting, sehingga peserta didik dapat
berpikir dengan jelas, kritis dan kreatif. Berpikir kritis membutuhkan penggunaan
proses kognitif analisis dan evaluasi, terutama saat menganalisis argumen
berdasarkan konsitensi logis dengan tujuan mengenali bias dan penalaran yang
keliru (Arends, 2013:28-30). Berpikir kritis adalah salah satu tujuan utama
pendidikan modern (Ku, 2014), dimana berpikir kritis dan berpikir kreatif disebut
sebagai keterampilan berpikir tingkat tinggi higher order thinking skills (HOTS).
Peserta didik harus belajar untuk berpikir, menyelesaikan masalah dengan kreatif
dan mampu berpikir kritis (Slavin, 2011:28-37). Berpikir tingkat tinggi terjadi
ketika seseorang mengambil informasi baru dan informasi yang tersimpan dalam
memori dan antar hubungan dan/atau menata kembali dan memperluas informasi
ini untuk mencapai tujuan atau menemukan kemungkinan jawaban dalam situasi
membingungkan. Berpikir tingkat tinggi mencakup; memutuskan apa yang harus
percaya, memutuskan apa yang harus dilakukan, menciptakan ide baru, objek
baru, membuat prediksi, dan memecahkan masalah yang tidak rutin (Lewis,
2009). Keterampilan berpikir tinggi yang meliputi berpikir kreatif dan berpikir
kritis, ternyata secara empiris lebih mudah digabungkan dan sinergi dalam situasi
pedagogis (Changa, 2014).
Kegiatan berpikir yang melibatkan level kognitif hirarki tinggi dari
taksonomi berpikir Bloom terdiri dari enam level, yaitu: pengetahuan,
commitdan
pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, to user
evaluasi, yang kemudian mengalami
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

47

revisi (Anderson, 2001) menjadi menjadi mengingat, memahami, menerapkan,


menganalisis, mengevaluasi dan berkreasi. Perkembangan selanjutnya mengingat,
memahami, menerapkan, dikategorikan dalam mengungkap kembali dan
memproses, sedangkan menganalisis dan mengevaluasi dikategorikan dalam
berpikir kritis. Perwujudan pembelajaran berpikir dilaksanakan dalam proses
belajar dan evaluasi. Pembelajaran yang baik dapat dengan pendekatan
keterampilan proses, dan evaluasi yang baik maka soal-soal yang dikembangkan
harus tidak hanya terbatas sampai pada recall dan level applying (Lewis, 2009),
tetapi dianjurkan sampai pada creating.
Kemampuan berpikir tingkat tinggi yang dikembangkan dalam penelitian
ini adalah kemampuan menganalisis (analyze), dan mengevaluasi (evaluate).
Menganalisis adalah menguraikan bahan atau konsep ke dalam bagian-bagiannya,
menentukan hubungan antar bagian, atau hubungan bagian terhadap struktur atau
tujuan secara keseluruhan. Tindakan yang sesuai berupa membedakan,
mengorganisasikan, dan menghubungkan, serta mampu membedakan antara
komponen atau bagian. Mengevaluasi adalah membuat penilaian berdasarkan
kriteria-kriteria dan standar-standar dengan melalui pemeriksaan dan kritik.
Tindakan yang sesuai dengan mengevaluasi yaitu mengecek dan mengkritisi
(Anderson & Krathwohl, 2001).
Pembelajaran berbasis masalah yang dilaksanakan secara kooperatif
dengan pendekatan keterampilan proses berbantuan enam media gerak melingkar
beraturan digunakan untuk membelajarkan keterampilan berpikir peserta didik.
Problem Based Learning (PBL) merupakan pembelajaran yang dapat
meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi (Arends, 2013:100).
Penggunaan media nyata berhubungan erat dengan peningkatan hasil
keterampilan berpikir tingkat tinggi dan kritis, apabila pendidik sengaja dan terus
menerus berlatih agar lebih tinggi berpikir strategi misalnya, berurusan di kelas
dengan masalah di dunia nyata, mendorong diskusi kelas terbuka, dan mendorong
eksperimen berorientasi penyelidikan untuk pengembangan kemampuan berpikir
kritis (Miri, 2007). Pembelajaran berpikir pada peserta didik dapat dicontohkan
commit
beberapa hal. Pada saat mobil mainan to userberpusat pada titik pusat lingkaran
berputar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

48

peserta didik dilatih untuk berpikir tentang; (1) Mengapa mobil mainan berputar
melingkar? (2) Apa yang menyebabkan mobil mainan berputar melingkar? (3)
Apabila tali dipotong apa yang terjadi pada mobil apakah tetap bergerak
melingkar atau bergerak ke arah lain? (4) Bagaimana cara mengetahui kekuatan
penarik mobil ke pusat lingkaran? (5) Apabila massa dirubah, berubah atau
tetapkah kekuatan tarikan pada mobil? (6) Apabila kecepatan dirubah, berubah
atau tetapkah kekuatan tarikan pada mobil? (7) Apabila jari-jari dirubah, berubah
atau tetapkah kekuatan tarikan pada mobil? (8) Apakah laju linier titik
disepanjang tali dari pusat sampai mobil sama? (9) Apakah kecepatan sudut di
sepanjang tali dari pusat sampai mobil sama?
Media yang digunakan di laboratorium dapat digunakan peserta didik
untuk berlatih berpikir dimulai dari bertanya-tanya. Siswa yang tidak mau
bertanya maka terus didorong agar mau bertanya dan berpikir. Percobaan berbasis
laboratorium, kemudian saling berdiskusi sehingga dapat memberikan keuntungan
dalam berpikir kritis (Renauda, 2008). Peserta didik berlatih untuk menganalisis
berbagai hubungan besaran, hubungan data, bentuk grafik, dan pengaruh variabel
terhadap besaran pada gerak melingkar beraturan. Peserta didik berlatih juga
untuk menilai berdasarkan kriteria-kriteria dan standar-standar dengan melalui
pemeriksaan suatu tahapan eksperimen, tampilan data, susunan dan fungsi suatu
elemen dan suatu pernyataan pada gerak melingkar beraturan. Peserta didik perlu
pelatihan dan bimbingan untuk berpikir kritis dengan penyelidikan, pada
penelitian dengan model pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran langsung
dan pendekatan berbasis penyelidikan, pada peserta didik yang menerima
pelatihan menunjukkan peningkatan yang lebih besar dibandingkan dengan
mereka yang tidak menerima pelatihan setidaknya salah satu penilaian berpikir
kritis (Fakhriyah, 2014; Ku, 2014).
Berdasarkan uraian di atas maka kemampuan analisis dan evaluasi
merupakan hal yang sangat penting bagi peserta didik. Keduanya harus dilatihkan
melalui pemberian masalah kemudian menggunakan media untuk eksperimen.
Peserta didik dapat berlatih merangkai alat, mengamati, mengukur, menyusun
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

49

data, dan menyimpulkan melalui diskusi. Kegiatan-kegiatan tersebut sangat baik


digunakan berlatih menganalisis dan mengevaluasi.

8. Pembelajaran Berbasis Masalah


Problem-Based Learning (PBL) adalah strategi mengajar di mana siswa
belajar melalui kontekstualisasi, masalah nyata untuk menemukan solusi untuk
masalah. Pembelajaran berbasis masalah muncul dari sekolah kedokteran (Wood,
2004; Barrows, 2000), selanjutnya telah diadaptasi dan digunakan di sekolah
menengah dengan sukses (Barrows, 2000; Hmelo-S, 2000). Pembelajaran berbasis
masalah atau Problem Based Learning (PBL) sering dirujuk dengan nama lain
sebagai pengajaran berbasis proyek dan pembelajaran otentik (Paul et al, 2006 dan
Arends, 2013b: 100) dimana dalam pelaksanaanya dapat meningkatkan berpikir
tingkat tinggi. Pembelajaran dilakukan dengan cara pendidik memberikan
masalah, bertanya, dan memfasilitasi penyelidikan dan dialog. Pendidik
membantu berinkuiri dan pertumbuhan intelektual, dimana pendidik harus
menciptakan lingkungan pembelajaran yang didalamnya terjadi pertukaran
gagasan yang terbuka dan jujur (Arends, 2013: 100).
Problem based learning (PBL) adalah sebuah metode pembelajaran yang
memulai belajar peserta didik dengan menciptakan kebutuhan untuk memecahkan
masalah otentik. Pelaksanaan pembelajaran dengan pemecahan masalah semua
peserta didik mengkonstruksi pengetahuan konten dan mengembangkan
kemampuan memecahkan masalah serta keterampilan belajar mandiri saat bekerja
menuju solusi suatu masalah (Hung, 2008: 486).
PBL dirancang agar peserta didik mendapat pengetahuan penting, dapat
memecahkan masalah, dan meningkatkan kecakapan berpartisipasi dalam
kelompok untuk menghadapai tantangan pada kehidupan sehari-hari. PBL
menyajikan masalah kontekstual pada dunia nyata (real word) sehingga
merangsang peserta didik untuk belajar. Terdapat lima strategi dalam
menggunakan model pembelajaran berbasis masalah. Pertama, permasalahan
sebagai kajian. Kedua, permasalahan sebagai penjajagkan pemahaman. Ketiga,
commit permasalahan
permasalahan sebagai contoh. Keempat, to user sebagai bagian yang tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

50

terpisahkan dari proses. Kelima, permasalahan sebagai stimulus aktivitas otentik


(Kemendikbud, 2014:42). Penggunaan multimedia juga dapat digunakan untuk
PBL (Hung, 2008: 498). PBL juga bisa menggunakan media virtual dalam suatu
peristiwa seperti yang dilakukan Beaumont dkk dalam simulasi kejadiaan sesaat
melalui media virtual atau Second Life (Beaumont, 2014).
Pembelajaran berbasis masalah didasarkan pada tiga asumsi konstruktivis
tentang pembelajaran (Hung, 2008). Pertama, pengetahuan dibangun secara
individual dan sosial sehingga peserta didik secara individu maupun berkelompok
dapat mengkonstruksi konsep. Kedua, pengetahuan dibangun melalui interaksi
dengan lingkungan, lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan buatan atau
lingkungan yang alami. Ketiga, pengetahuan tidak dapat menular tetapi harus
dikonstruksi diri oleh peserta didik. Beberapa perspektif yang berkaitan dengan
setiap fenomena yang digunakan untuk belajar, semakin banyak fenomena dan
masalah yang dihadapi semakin banyak yang dapat dipelajari dan dipikir oleh
peserta didik. Pemikiran peserta didik didistribusikan di antara budaya dan
komunitas sehingga kolaborasi antar peserta didik sangat membantu kelancaran
belajar, demikian pula dengan alat-alat yang digunakan.
Tujuan problem based learning yaitu untuk membantu mengembangkan
peserta didik tentang; 1) pengetahuan yang fleksibel, 2) kemampuan memecahkan
masalah secara efektif, 3) keterampilan belajar mandiri lansung, 4) kemampuan
kolaborasi yang efektif, dan 5) motivasi intrinsik (Hmelo-Silver, 2004). PBL
sangat baik untuk belajar memecahkan masalah nyata sehingga peserta didik lebih
termotivasi untuk belajar dibanding jika hanya menghafalkan konsep saja,
sehingga aktifitas hasil belajar (Kharida, dkk., 2009) dan penguasaan konsep
menjadi lebih baik (Halim, dkk., 2017).
Perbedaan dengan kurikulum teknik tradisional, model PBL tampaknya
menginspirasi tingkat yang lebih tinggi dari keterlibatan dalam kegiatan belajar
dan, akibatnya, tingkat yang lebih tinggi dari pemahaman yang kompleks (Graaff,
2003). Peserta didik diarahkan dan dilaksanakan pembelajaran aktif dan
mendalam, mencakup atau membutuhkan mengajar rekan sebaya yang
mendorong peserta didik untukcommit to user
mencerna informasi sehingga mereka dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

51

menyampaikannya kepada kelompok lain (Wood, 2004). Peserta didik yang


belajar dengan model PBL memiliki kadar orientasi tujuan intrinsik, nilai tugas,
penggunaan strategi elaborasi belajar, berpikir kritis, metakognitif self-regulation,
regulasi usaha yang lebih baik (Sungur, 2006a). Pembelajaran jauh melebihi
memori, oleh karenanya agar peserta didik memahami dan sanggup menerapkan
pengetahuan, mereka harus berusaha menyelesaikan masalah dan menemukan
sendiri sesuatu (Slavin, 2011: 3). Pembelajaran berbasis masalah perlu panduan
pendidik, pembelajaran yang dipandu cenderung dapat meningkatkan pemahaman
konseptual dan meningkatkan kesadaran peserta didik tentang nilai dan kegunaan
dari kegiatan pembelajaran (Leppiink, 2014)
Problem pembelajaran gerak melingkar dapat diambil pada kejadian-
kejadian sehari-hari yaitu; (1) mengapa sampai terjadi kecelakaan tunggal di
tikungan jalan karena berjalan terlalu cepat, (2) mengapa permukaan bulan selalu
tampak hanya satu muka ke bumi, (3) pembalap mobil jatuh dan tidak berhasil
melewati tikungan yang tajam pada suatu circuit. Problem disampaikan pada awal
pembelajaran dan ditulis pada halaman depan modul peserta didik, kecuali ditulis
juga disampaikan di depan kelas saat pembelajaran dimulai.
Sintak Problem Based Learning (PBL) menurut ada lima langkah atau
lima fase (Arends, 2013). Fase 1, memberikan orientasi tentang permasalahannya
kepada peserta didik. Pada awal pelajaran PBL, seperti semua tipe pelajaran
lainnya, pendidik seharusnya mengkomunikasikan dengan jelas maksud
pelajarannya, membangun sikap positif terhadap pelajaran itu, dan
mendeskripsikan sesuatu yang diharapkan untuk dilakukan oleh peserta didik.
Pendidik perlu menyodorkan situasi bermasalah dengan hati-hati atau memiliki
prosedur yang jelas untuk melibatkan peserta didik dalam identifikasi
permasalahan. Pendidik seharusnya menyuguhkan situasi bermasalah itu kepada
peserta didik dengan semenarik mungkin. Fase 2, mengorganisasikan peserta
didik untuk meneliti. PBL mengharuskan pendidik untuk mengembangkan
keterampilan kolaborasi di antara peserta didik dan membantu mereka untuk
menginvestigasi masalah secara bersama-sama. PBL juga mengharuskan pendidik
untuk membantu peserta didikcommituntuk tomerencanakan
user tugas investigasi dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

52

pelaporannya. Fase 3, membantu investigasi mandiri dan kelompok. Investigasi


yang dilakukan secara mandiri, berpasangan, atau dalam kelompok kecil adalah
inti PBL. Meskipun setiap situasi masalah membutuhkan teknik investigasi yang
agak berbeda, kebanyakan melibatkan proses mengumpulkan data dan
eksperimentasi, pembuatan hipotesis dan penjelasan, dan memberikan solusi. Fase
4, mengembangkan dan mempresentasikan artefak dan exhibits. Fase investigasi
diikuti dengan pembuatan artefak dan exhibits. Artefak lebih dari sekedar
laporan tertulis. Artefak termasuk hal-hal seperti rekaman video yang
memperlihatkan situasi yang bermasalah dan solusi yang diusulkan, model-model
yang mencakup representasi fisik dari situasi masalah atau solusinya serta
presentasi dengan multimedia. Pendidik mengorganisasikan exhibits untuk
memamerkan hasil karya peserta didik di depan umum. Exhibits dapat berupa
pekan ilmu pengetahuan tradisional, yang masing-masing peserta didik
memamerkan hasil karyanya untuk diobservasi dan dinilai oleh orang lain. Fase 5,
menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah. Fase terakhir PBL
melibatkan kegiatan-kegiatan yang dimaksudkan untuk membantu peserta didik
menganalisis dan mengevaluasi proses berpikirnya sendiri maupun keterampilan
investigasi dan keterampilan intelektual yang mereka gunakan. Selama fase ini,
pendidik meminta peserta didik untuk merekonstruksikan pikiran dan kegiatan
mereka selama berbagai fase pelajaran.
Pembelajaran berbasis masalah terdapat enam fitur. Pertama, pertanyaan
atau masalah pendorong. Kedua, fokus antar disiplin. Ketiga, penyelidikan otentik
pada masalah yang nyata dengan menganalisis dan mendefinisikan masalah,
membuat hipotesis, mengumpulkan informasi, melakukan eksperimen, membuat
kesimpulan dan merangkum. Keempat, menghasilkan produk atau hasil karya
berupa laporan video dll. Keenam, kolaborasi peserta didik bekerja dalam
kelompok-kelompok, berinkuiri dan berdialog untuk perkembangan sosial. PBL
juga mengajarkan cara berpikir berbeda antar peserta didik yang efektif.
Pelaksanaan PBL menggunakan pemikiran yang menggunakan proses intelektual
dan kognitif berawal dari proses mengingat, sampai berpikir tingkat tinggi seperti
commit to user
menganalisis, mensintesis dan mengevaluasi (Arends 2013: 101-102).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

53

Pembelajaran berbasis masalah mendapat dukungan dari teori


konstruktivis kognitif dan sosial. PBL mendapat dukungan dari teori belajar
Bruner yaitu pembelajaran penemuan, demikian pula Dewey, karena teorinya
menjelaskan pandangan bahwa dalam pendidikan dimana sekolah mencerminkan
masyarakat luas dan kelas menjadi laboratorium inkuiri dan pemecahan masalah
nyata. PBL juga didukung oleh teori Piaget dimana peserta didik berpikir menurut
perkembangannya dan rasa ingin tahunya dengan dunia sekitar sehingga
memotivasi untuk belajar pada lingkungan sekitar. Peserta didik secara aktif
terlibat dalam proses memperoleh informasi dan membangun pengetahuan. Teori
belajar sosial Vygotsky sangat mendukung, dimana dalam belajar interaksi sosial
dengan orang lain memacu pembangunan gagasan baru dan meningkatkan
perkembangan intelektual peserta didik.
Pembelajaran berbasis masalah banyak memerlukan perencanaan.
Pendidik memfasilitasi pergerakan antar peserta didik dan antar kelompok,
melalui berbagai tahapan masalah dan pencapaian tujuan yang diharapkan.
Pendidik harus menentukan tujuan dan sasaran, merancang situasi permasalahan
yang sesuai, menyusun sumber daya dan merencanakan logistik. Pendidik
kemudian mengarahkan peserta didik kepada masalah, mengatur peserta didik
untuk belajar, membuat kelompok untuk belajar kooperatif, membantu
penyelidikan siswa, mengumpulkan data dan penilaian, membantu membuat
hipotesis, mengembangkan dan menyajikan hasil karya, menganalisa dan
mengevaluasi proses pemecahan masalah (Arends, 2013: 107-118).
Penerapan PBL pada pembelajaran merupakan penggunaan pendekatan
konstruktivistik yang mengaktifkan peserta didik (Ling, 2012: 17). PBL menjadi
pembelajaran yang baik karena dengan bantuan alat untuk eksperimen yang
beorientasi pada masalah nyata (Hill, 2012: 2-16; Salberg, 2011: 129; Schunk,
2009: 195-205; Wenger, 2000: 60). PBL dibantu dengan media kongkrit membuat
persepsi langsung dan berinteraksi dengan alam sehingga dapat dikatakan sebagai
pendekatan yang bersifat ekologis (Ling, 2012: 16; Schunk, 2009: 264-267).
Peran pendidik dalam pelaksanaan PBL yaitu sebagai fasilitator yang
membimbing peserta didik untukcommit to userlagi teori yang telah ada sehingga
menemukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

54

peserta didik seolah-olah menemukan sendiri, belajar menjadi lebih aktif karena
belajar sambil bekerja (Smaldino, 2011: 13-14). Penemuan dilaksanakan dengan
metode penemuan terbimbing peserta didik lebih mudah yang dapat memotivasi
peserta didik, pembelajaran berbasis masalah model terbimbing dapat membantu
berpikir kritis, menyelesaikan masalah, tidak banyak membuang waktu (Slavin,
2011: 8).
Penilaian PBL disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai, diperlukan
banyak informasi sehingga reliabel dan valid. Penilaian tidak saja pengetahuan
deklaratif melalui tes tertulis. Penilaian PBL adalah penilaian kinerja dengan
prosedur yang ditentukan. Produk yang dihasilkan peserta didik diadakan
penilaian kinerja dengan rubrik penilaian. Penilaian kinerja digunakan untuk
mengukur potensi pemecahan masalah peserta didik dan kerja kelompok.
Penilaian PBL lebih dari sekedar pengetahuan faktual, dan ditujukan pada
masalah dan dunia yang mengelilingi peserta didik. Penilaian digunakan dengan
dua cara yaitu penilain acuan patokan dan penilaian acuan norma (Arends 2013:
123-126).
Berdasarkan uraian di atas maka problem based learning merupakan
salah satu model pembelajaran kontekstual dan konstruktif. Peserta didik berlatih
menyelesaikan masalah, berinkuiri, bekerja sama, dan aktif dalam pembelajaran.
Pembelajaran dengan problem based pendidik berfungsi sebagai fasilitator
sehingga peserta didik mampu menyelesaikan masalah untuk mendapatkan
konsep sendiri.

9. Pembelajaran Kooperatif Think, Pair and Share


Pembelajaran kooperatif atau pembelajaran dengan bantuan teman
sebaya peserta didik bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil untuk
membantu satu sama lain. Pembelajaran kooperatif memiliki beberapa jenis yang
berbeda-beda (Slavin, 2011: 20). Pembelajaran kooperatif dibagi menjadi dua
kelompok besar: Pertama, metode studi kelompok, peserta didik satu sama lain
menguasai informasi atau kemampuan yang sudah didefinisikan dengan relatif
commitberbasis
baik. Kedua, metode pembelajaran to user masalah atau berbasis proyek
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

55

melibatkan peserta didik yang bekerja dalam kelompok untuk membuat laporan,
eksperimen, atau produk lain (Slavin, 2011: 25).
Pembelajaran kooperatif mempunyai empat fitur. Pertama, peserta didik
bekerja dalam kelompok untuk menguasai tujuan pembelajaran. Kedua, kelompok
tersusun oleh peserta didik pandai, sedang dan lemah. Ketiga, kelompok meliputi
percampuran ras, budaya dan jenis kelamin. Kempat, sistem penghargaan
berorientasi pada kelompok serta perorangan. Model pembelajaran kooperatif
dikembangkan paling tidak untuk mencapai tiga tujuan pengajaran penting yaitu
prestasi akademik, toleransi dan penerimaan keberagaman, dan perkembangan
keterampilan sosial (Arends, 2013: 65).
Pembelajaran kooperatif dilaksanakan melalui enam tahap. Pertama,
pelajaran dimulai dengan pendidik mengulas tujuan pembelajaran dan memotivasi
peserta didik untuk belajar. Kedua, penyampaian informasi oleh pendidik. Ketiga,
peserta didik diorganisasi dalam kelompok belajar. Kempat, peserta didik
menyelesaikan tugas yang saling ketergantungan. Kelima, penyajian hasil akhir
kelompok atau pengujian atas apa yang telah dipelajari. Keemam, penghargaan
kepada usaha peserta didik baik kelompok maupun perorangan (Arends, 2013:
66). Lingkungan pembelajaran kooperatif ditandai oleh proses-proses demokratis
dan peran aktif peserta didik dalam memutuskan apa yang harus dipelajari dan
bagaimana caranya. Pendidik dapat memberikan struktur tingkat tinggi dalam
membentuk kelompok dan dalam mendefinisikan prosedur secara keseluruhan,
tetapi peserta didik dibiarkan mengawasi interaksi dari waktu ke waktu dalam
kelompok (Arends, 2013: 66).
Salah satu model pembelajaran kooperatif yaitu Think, Pair and Share
Learning dikembangkan oleh Lyman Frank dengan tahap berpikir, berpasangan,
dan berbagi. Think, Pair dan Share (TPS) yang termasuk kelompok pembelajaran
kooperatif (Slone, 2014) dimana dalam pelaksanaan pembelajaran perlu bantuan
teman sebaya. Pembelajaran dengan pendekatan kooperatif ini peserta didik
bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil untuk membantu satu sama lain
(Slavin, 2011: 20). Pembelajaran kooperatif dibagi menjadi dua kelompok besar.
Pertama, metode studi kelompok, commit to user
peserta didik satu sama lain menguasai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

56

informasi atau kemampuan yang sudah didefinisikan dengan relatif baik. Kedua,
metode pembelajaran berbasis masalah yang sering dirujuk hampir sama dengan
pembelajaran berbasis proyek (Arends II, 2013: 100) melibatkan peserta didik
yang bekerja dalam kelompok untuk membuat laporan, eksperimen, atau produk
lain (Slavin, 2011: 25). Pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai
tiga tujuan pengajaran penting yaitu prestasi akademik, toleransi dan penerimaan
keberagaman, dan perkembangan keterampilan sosial (Arends, 2013: 65).
Sintak TPS (Arends, 2013) yaitu; thinking, pairing dan sharing. Tahap 1,
thinking (berpikir) pendidik mengajukan pertanyaan atau isu yang berhubungan
dengan pelajaran, kemudian peserta didik diminta untuk memikirkan pertanyaan
atau isu tersebut secara mandiri untuk beberapa saat. Tahap 2, pairing pendidik
meminta peserta didik berpasangan dengan peserta didik lain untuk
mendiskusikan apa yang telah dipikirkannya pada tahap pertama. Tahap pairing
setiap anggota pada kelompok membandingkan jawaban atau hasil pemikiran
mereka dengan mendefinisikan jawaban yang dianggap paling benar, paling
meyakinkan, atau paling unik. Pendidik memberi waktu sekitar 4-5 menit untuk
berpasangan. Tahap 3, sharing (berbagi) pada tahap akhir, pendidik meminta
kepada pasangan untuk berbagi dengan seluruh kelas tentang apa yang telah
mereka bicarakan. Keterampilan berbagi dalam seluruh kelas dapat dilakukan
dengan menunjuk pasangan yang secara sukarela bersedia melaporkan hasil kerja
kelompoknya atau bergiliran pasangan demi pasangan hingga sekitar seperempat
pasangan telah mendapat kesempatan untuk melaporkan.
Pembelajaran kooperatif memiliki beberapa kelebihan, hasil mayoritas
penelitian menyimpulkan pembelajaran kooperatif dapat menghasikan manfaat
akademik, sosial, dan toleransi. Pembelajaran kooperatif meningkatkan
keuntungan dari kerjasama intensif antara peserta didik dengan memanfaatkan
kemampuan peserta didik sendiri dan keinginan untuk berinteraksi dengan rekan-
rekan mereka, interaksi rekan dapat menyebabkan pengalaman belajar yang
sangat kuat (Teague & Roe, 2007). Aktivitas think-pair-share adalah strategi
pengajaran kolaboratif berpusat pada peserta didik dan sangat efektif yang banyak
commit
digunakan dalam pendidikan tinggi, sealintoitu
user
TPS juga melibatkan semua peserta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

57

didik dalam diskusi, termasuk mereka yang pendiam cenderung lebih terdorong
untuk berbagi di kelas (Slone, 2014). Model TPS juga pernah digunakan pada
pembelajaran pemrograman komputer dengan model berpasangan ternyata
hasilnya lebih unggul dari pada belajar mandiri (Mentz, 2008; Surayya, dkk.,
2014). Penggunaan TPS peserta didik berprestasi tinggi mengalami kualitas
keseluruhan yang lebih besar dari pengalaman baik dalam konteks pembelajaran,
khususnya di bidang keterlibatan, keterampilan, dan harga diri (Peterson, 2004).
Berdasarkan uraian di atas maka model Think, Pair and Share
merupakan salah satu pembelajaran kooperatif. Pembelajaran ini merupakan
pembelajaran dengan teman sebaya, peserta didik aktif, berpasangan dan berbagi.
Pembelajaran ini mengaktifkan interaksi sosial peserta didik dan dapat
meningkatkan prestasi akademik.

10. Model Inside-outside Circle Learning.


Model Inside-Outside-Circle Learning (model pembelajaran Lingkaran
Dalam-Lingkaran Luar) merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif.
Model ini, siswa saling membagi informasi pada saat yang bersamaan, dengan
pasangan yang berbeda dengan singkat dan teratur. Pembelajaran ini lebih leluasa
dilaksanakan di luar kelas, atau tempat terbuka. Mobilitas siswa akan cukup
tinggi, sehingga diperlukan perhatian ekstra, jika jumlah siswa tidak terlalu
banyak bisa juga dilaksanakan di dalam kelas. Informasi yang diadapatkan
kemudian saling berbagi merupakan isi materi pembelajaran yang mengarah pada
tujuan pembelajaran (Kagan, 1994).
Model Inside-Outside Circle memiliki tujuh sintak. Pertama, students
form pairs. One student from each pair moves to form one large circle in the class
facing outward. Kedua, remaining students find and face their partners (stand in
concentric circles). Ketiga, inside circle students ask question from their card,
outside students answer. Keempat, partners switch roles. Kelima, partners trade
cards. Keenam, inside circle students rotate clockwise to a new partner. Ketujuh,
repeat all steps.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

58

Model pembelajaran Inside Ouside Circle bersamaan secara terprogran


dengan melibatkan seluruh siswa. Informasi yang di dapat lebih banyak namun
perlu waktu lebih banyak dan tempat yang luas. Gerakan atau pergeseran antar
kelompok dan pasangan harus serempak karena jika tidak serempak maka
pasangan yang lain tidak dapat bekerja.

11. Konstruktivisme, Teori Belajar Piaget dan Vygotsky


Pendidik tidak dibenarkan hanya memberikan pengetahuan kepada
peserta didik, tetapi peserta didik harus membangun pengetahuan sendiri.
Pendidik memfasilitasi agar proses ini dengan mengajar dengan cara yang
menjadikan informasi bermakna dan relevan bagi peserta didik dengan
memberikan kesempatan peserta didik untuk menemukan gagasan. Pendidik
dapat memberikan tangga menuju pemahaman yang lebih tinggi kepada peserta
didik, namun peserta didik itu harus menaiki tangga itu. Gagasan ini yang disebut
dengan teori pembelajaran konstruktivistik. Inti teori ini adalah gagasan bahwa
masing-masing peserta didik harus menemukan dan mengubah informasi menjadi
miliknya sendiri (Slavin, 2011: 3). Revolusi konstruktivisme mempunyai akar
yang jauh dalam sejarah pendidikan. Revolusi ini sangat banyak mengandalkan
teori Piaget dan Vygotsky, yang keduanya menekankan bahwa perubahan kognisi
hanya terjadi jika konsepsi sebelumnya mengalami proses ketidak-seimbangan
(disequilibration) dari sudut informasi baru. Keduanya juga menyarankan
penggunaan kelompok belajar dengan kemampuan campuran untuk meningkatkan
perubahan konsep.

a. Teori Belajar Piaget


Teori kognitif Piaget yang kemudian berkembang pula aliran
konstruktivistik, menekankan bahwa belajar lebih banyak ditentukan karena
adanya usaha dan kemauan individu. Keaktifan peserta didik menjadi unsur yang
amat penting dalam menentukan kesuksesan belajar. Perkembangan kognitif
merupakan suatu proses genetik, yaitu proses yang didasarkan atas mekanisme
commit
biologis dalam bentuk perkembangan to user
sistem syaraf. Pertambahan umur seseorang,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

59

makin komplekslah susunan sel syarafnya dan makin meningkat pula


kemampuannya. Kegiatan belajar terjadi sesuai dengan pola tahap-tahap
perkembangan tertentu dan umur seseorang.
Implikasi teori Piaget kontraproduktif pada kegiatan pembelajaran jika
dilihat dari perspektif revolusi-sosiokultural saat ini karena cenderung menganut
teori psikogenesis. Ciri teori ini yaitu; pengetahuan berasal dari dalam diri
individu, peserta didik berdiri terpisah dan berinteraksi dengan lingkungan sosial,
lingkungan sosial hanya berfungsi sekunder. Kenyataannya, perkembangan
kognitif terjadi dalam interaksi antara peserta didik dengan kelompok sebayanya
dari pada dengan orang-orang yang lebih dewasa pada lingkungan sosial. Teori
Piaget ini jika diterapkan dalam kegiatan pendidikan dan pembelajaran ternyata
kurang sesuai dengan perspektif revolusi-sosiokultural.

b. Teori Belajar Vygotsky


Pandangan yang mampu mengakomodasi sociocultural-revolution dalam
teori belajar dan pembelajaran dikemukakan oleh Lev Vygotsky. Teori ini
mengatakan bahwa jalan pikiran seseorang harus dimengerti dari latar sosial-
budaya dan sejarahnya. Pikiran seseorang dipahami bukan dengan cara
menelusuri apa yang ada di balik otaknya dan kedalaman jiwanya, melainkan dari
asal-usul tindakan sadarnya, dari interaksi sosial yang dilatari oleh sejarah
hidupnya (Moll & Greenberg, 1990). Peningkatan fungsi-fungsi mental seseorang
berasal dari kehidupan sosial atau kelompoknya, dan bukan dari individu itu
sendiri. Interaksi sosial demikian antara lain berkaitan erat dengan aktivitas-
aktivitas dan bahasa yang dipergunakan. Kunci utama untuk memahami proses-
proses sosial dan psikologis manusia adalah tanda-tanda atau lambang yang
berfungsi sebagai mediator yang merupakan produk dari lingkungan sosio-
kultural di mana seseorang berada.
Mekanisme teori yang digunakannya untuk menspesifikasi hubungan
antara pendekatan sosio-kultural dan pemfungsian mental didasarkan pada tema
mediasi semiotik berupa tanda-tanda atau lambang-lambang beserta makna yang
terkandung di dalamnya berfungsicommit to user
sebagai penengah antara rasionalitas dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

60

pendekatan sosio-kultural dan manusia sebagai tempat berlangsungnya proses


mental (Moll, 1994).
Studi etnografi menemukan adanya jaringan-jaringan erat, luas, dan
kompleks di dalam dan di antara keluarga-keluarga (Moll, 1994). Jaringan-
jaringan tersebut berkembang atas dasar confianza yang membentuk kondisi
sosial sebagai tempat penyebaran dan pertukaran pengetahuan, ketrampilan, dan
nilai-nilai sosial budaya. Anak-anak memperoleh berbagai pengetahuan dan
keterampilan melalui interaksi sosial sehari-hari. Mereka terlibat secara aktif
dalam interaksi sosial dalam keluarga untuk memperoleh dan juga menyebarkan
pengetahuan-pengetahuan yang telah dimiliki. Perolehan pengetahuan dan
perkembangan kognitif seseorang seturut dengan teori sociogenesis. Dimensi
kesadaran sosial bersifat primer, sedangkan dimensi individualnya bersifat
derivatif atau merupakan turunan dan besifat skunder (Supratiknya, 2002). Teori
Vygotsky sebenarnya lebih tepat disebut dengan pendekatan kokonstruktivisme
(Budiningsih, 2005: 81), dimana perkembangan kognitif seseorang disamping
ditentukan oleh individu sendiri secara aktif, juga oleh lingkungan sosial yang
aktif pula. Konsep-konsep penting teori sosiogenesis Vygotsky tentang
perkembangan kognitif yang sesuai dengan revolusi-sosiokultural dalam teori
belajar dan pembelajaran ada tiga
Pertama, Hukum Genetik tentang Perkembangan (Genetic Law of
Development) yaitu setiap kemampuan seseorang akan tumbuh dan berkembang
melewati dua tataran, yaitu tataran sosial tempat orang-orang membentuk
lingkungan sosialnya (dapat dikategorikan sebagai interpsikologis atau
intermental), dan tataran psikologis di dalam diri orang yang bersangkutan (dapat
dikategorikan sebagai intrapsikologis atau intramental). Teori tersebut
menempatkan intermental atau lingkungan sosial sebagai faktor primer dan
konstitutif terhadap pembentukan pengetahuan serta perkembangan kognitif
seseorang, fungsi-fungsi mental yang lebih tinggi dalam diri seseorang akan
muncul dan berasal dari kehidupan sosialnya. Fungsi intramental dipandang
sebagai derivasi atau keturunan yang tumbuh atau terbentuk melalui penguasaan
commit sosial
dan internalisasi terhadap proses-proses to usertersebut. Anak-anak berpartisipasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

61

dalam kegiatan sosial tertentu tanpa memahami maknanya, pemaknaan atau


konstruksi pengetahuan baru muncul atau terjadi melalui proses internalisasi yang
bersifat transformatif, yaitu mampu memunculkan perubahan dan perkembangan
yang tidak sekedar berupa transfer atau pengalihan.
Kedua, Zona Perkembangan Proksimal (Zone of Proximal Development)
yaitu kemampuan seseorang dapat dibedakan menjadi tingkat perkembangan
aktual dan tingkat perkembangan potensial. Tingkat perkembangan aktual tampak
dari kemampuan seseorang untuk menyelesaikan tugas-tugas atau memecahkan
berbagai masalah secara mandiri disebut sebagai kemampuan intramental. Tingkat
perkembangan potensial tampak dari kemampuan seseorang untuk menyelesaikan
tugas-tugas dan memecahkan masalah ketika di bawah bimbingan orang dewasa
atau ketika berkolaborasi dengan teman sebaya yang lebih kompeten, yang
disebut sebagai kemampuan intermental. Jarak antara keduanya disebut zona
perkembangan proksimal sebagai fungsi-fungsi atau kemampuan-kemampuan
yang belum matang yang masih berada pada proses pematangan. Tunas-tunas
perkembangan ini akan menjadi matang melalui interaksinya dengan orang
dewasa atau kolaborasi dengan teman sebaya yang lebih kompeten. Penafsiran
konsep zona perkembangan proksimal ini dengan menggunakan scaffolding
interpretation, yaitu memandang zona perkembangan proksimal sebagai
penyangga atau batu loncatan untuk mencapai taraf perkembangan yang semakin
tinggi.
Ketiga yaitu Mediasi merupakan kunci utama untuk memahami proses-
proses sosial dan psikologis berupa tanda-tanda atau lambang-lambang yang
berfungsi sebagai mediator. Tanda-tanda atau lambang-lambang tersebut
merupakan produk dari lingkungan sosio-kultural di mana seseorang berada.
Semua perbuatan atau proses psikologis yang khas secara manusiawi
dimediasikan dengan psychological tools atau alat-alat psikologis berupa bahasa,
tanda dan lambang, atau semiotika.
Pelaksanaan pembelajarannya dengan teori belajar tersebut dilakukan
dengan cara membimbing anak oleh orang dewasa atau oleh teman sebaya yang
lebih kompeten untuk memahamicommit to semiotik
alat-alat user ini. Anak mengalami proses
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

62

internalisasi yang selanjutnya alat-alat ini berfungsi sebagai mediator bagi proses-
proses psikologis lebih lanjut dalam diri anak. Mekanisme hubungan antara
pendekatan sosio-kultural dan fungsi-fungsi mental didasari oleh tema mediasi
semiotik, artinya tanda-tanda atau lambang-lambang beserta makna yang
terkandung di dalamnya berfungsi sebagai penghubung antara rasionalitas sosio-
kultural (intermental) dengan individu sebagai tempat berlangsungnya proses
mental (intramental) (Wertsch, 1990).
Penggunaan teori belajar Vygotsky perlu memperhatikan perencanaan
dan implementasi pembelajaran dengan perhatian pendidik kepada kelompok anak
yang tidak dapat memecahkan masalah belajar sendiri, yaitu mereka yang hanya
dapat solve problems with help. Pendidik perlu menyediakan berbagai jenis dan
tingkatan bantuan (helps) yang dapat memfasilitasi anak agar mereka dapat
memecahkan permasalahan yang dihadapinya. Bantuan-bantuan ini dikenal
sebagai cognitive scaffolding dapat dalam bentuk pemberian contoh-contoh,
petunjuk atau pedoman mengerjakan, bagan/alur, langkah-langkah atau prosedur
melakukan tugas, pemberian balikan, dan sebagainya. Bimbingan oleh orang
dewasa atau oleh teman sebaya yang lebih kompeten bermanfaat untuk
memahami alat-alat semiotik, seperti bahasa, tanda, dan lambang-lambang.
Bimbingan atau bantuan dari orang dewasa atau teman yang lebih kompeten
sangat efektif untuk meningkatkan produktifitas belajar. Bantuan-bantuan tersebut
tentunya harus sesuai dengan konteks sosio-kultural atau karakteristik anak. Anak
mengalami proses internalisasi yang selanjutnya alat-alat ini berfungsi sebagai
mediator bagi proses-proses psikologis lebih lanjut dalam diri anak. Maka bentuk-
bentuk pembelajaran kooperatif-kolaboratif, serta pembelajaran kontekstual
sangat tepat diterapkan.

12. Pembelajaran Kolaboratif, Kooperatif dan Jumping


Pendidikan sekolah di abad ke-21 yang disarankan dengan kurikulum
yang berorientasi proyek dan pembelajaran kolaboratif (Sawiro, 2015).
Pembelajaran kolaboratif menjadi lebih mudah dengan menghubungkan dengan
commit to user
pembelajaran kooperatif, dan pembelajaran kolaborasi sesuai dengan Zone of
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

63

Proximal Development Vygotsky (Sato, 2014: 28a). Pembelajaran menurut Sato


(2014) ada empat hal yang sangat ditekankan. Pertama, pembelajaran kolaboratif
diwujudkan dalam "pasangan belajar", dan kegiatan kelompok kecil di kelas-kelas
dari sekolah dasar, sekolah menengah dan sekolah tinggi. Kedua, kelompok kecil
harus diatur tidak oleh anggota homogen tetapi oleh orang-orang yang heterogen
gender, kemampuan, dan latar belakang budaya dan sosial. Ketiga, Pembelajaran
kolaboratif memiliki dua fungsi utama dari berbagi setiap gagasan dan melompat
dengan "perancah" dengan ide-ide lain. Keempat, School as Learning Community
(SLC) biasanya menyelenggarakan dua tahap pembelajaran kolaboratif dalam
pelajaran, satu tingkat buku teks dan yang lain yang lebih maju. Sato
merekomendasikan merancang sebagai dua tugas yang berbeda di setiap
pelajaran, sebuah "tugas berbagi (share)" dari tingkat buku teks dan "tugas
melompat (jump)" di luar buku teks.
Pembelajaran terjadi ketika masing-masing peserta didik bertemu dan
berdialog dengan materi pelajaran atau tugas dan meskipun masih kurang yakin,
tetapi peserta didik mulai memahami subtansinya dengan caranya sendiri melalui
dialog dengan objek (Sato, 2014: 22b). Dialog dengan pihak lain menggunakan
bahasa dan benda (media), peserta didik memperbaiki hubungan dengan pihak
lain setiap peserta didik membangun kembali pemahamanya secara pasti melalui
dialog dengan diri sendiri, sehingga pembelajaran adalah kegiatan mencari solusi
melalui dialog sesuai dengan Zone of Proximal Development Vygotsky (Sato,
2014: 22-24b). Pembelajaran yang kreatif mencakup tiga hal. Pertama,
menerapkan kegiatan berpikir untuk menyelesaikan masalah dengan
menggunakan media. Kedua, menerapkan kegiatan kolaborasi dengan pihak lain
secara berpasangan atau kelompok kecil. Ketiga, menerapkan kegiatan ungkapan
dan berbagi (share) dimana setiap pendapat yang disampaikan oleh peserta didik
harus dihargai oleh semua warga belajar.
Sekolah sebagai komunitas pembelajaran dipandu oleh tiga pemikiran
yaitu: filsafat publik, demokrasi dan keunggulan (Sato, 2008). Kegiatan mengajar
dan belajar harus mengejar keunggulan, tetapi bukan tentang keunggulan
commit
dibandingkan dengan orang lain, to user berarti selalu melakukan yang
keunggulan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

64

terbaik dan mengejar apa yang terbaik. Keunggulan bukan mengejar keunggulan
dalam persaingan dengan hasil orang lain dalam rasa superioritas atau inferioritas,
tetapi selalu mengejar yang terbaik melalui upaya maksimal membawa
kerendahan hati dan kesederhanaan untuk pendidik dan peserta didik adalah sama.
Kegiatan belajar mengajar yang dibangun dasarnya pada mengejar keunggulan
dalam pengertian ini dianjurkan belajar untuk melompat pada yang lebih tinggi
(jump).
Materi lompatan (jumping) merupakan cognitive scaffolding
interpretation dan tantangan untuk menuju materi yang lebih tinggi levelnya.
Materi pembelajaran dibedakan menjadi dua (Sato, 2014b) yaitu materi bersama
(level buku teks) yang mampu dipahami oleh semua peserta didik dan materi
lompatan (jumping) yang (di atas levels buku teks). Materi lompatan sangat
berguna bagi peserta didik berkemampuan akademik tinggi maupun rendah,
karena peserta didik berkemampuan akademik tinggi berkesempatan membantu
peserta didik berkemampuan akademik rendah. Peserta didik yang mempunyai
kemampuan akademik tinggi, dengan berkolaborasi semakin memantapkan
pemahaman dan pengetahuan, hasil penelitian menunjukkan peserta didik yang
biasa menyampaikan materi kepada peserta didik lainya akan terekam 90% pada
ingatanya. Peserta didik yang berkemampuan akademik rendah terbantu dari
teman sebaya dengan bertanya kepada peserta didik yang berkemampuan
akademik tinggi. Peserta didik yang semula tergantung pada yang lain akhirnya
menjadi peserta didik yang mandiri (Sato, 2014: 75b).
Berdasarkan uraian di atas ternyata Piaget dan Vygotsky menekankan
pada pembelajaran konstruktif, namun dengan penekanan sistem sosial berbeda.
Piaget sangat menekankan kemampuan individu sedang sistem sosial hanya
sebagai pelengkap saja, Vygotsky lebih menekankan pada pentingnya sistem
sosial, dengan sistem sosial yang baik maka konsep dengan mudah diterima
peserta didik melalui belajar bersama. Pembelajaran yang memadukan keduanya
menjadi pembelajaran yang berkualitas, melalui belajar bersama peserta didik
yang lebih mampu dapat berperan membimbing yang belum mampu, dengan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

65

kegiatan ini siswa yang sudah mampu menjadi lebih menguasai materi dan yang
belum mampu terbimbing sehingga menjadi mampu.

13. Beberapa Penelitian Mengenai PBL, TPSL dan IOCL


Model Problem Based Learning (PBL) sebagai pembelajaran penemuan
dan model pembelajaran Think, Pair, Share (TPS) dan Inside-Outside Circle
(IOC) sebagai pembelajaran kooperatif memiliki berbagai keuntungan dan
kelebihan. Model PBL, TPS dan IOC juga mempunyai kekurangan dan berbagai
kesulitan berdasarkan beberapa hasil penelitian dan kajian literatur.
Hasil penelitian pembelajaran dengan PBL menunjukkan bahwa tidak
ada perbedaan signifikan antara dua kelompok, yaitu peserta didik yang diberikan
pembelajaran berbasis masalah dengan pembelajaran tradisional dalam hal
prestasi dan kinerja akademik keterampilan, tetapi peserta didik dalam kelompok
eksperimen lebih mahir dalam penggunaan dan mengorganisasikan informasi
yang relevan, dalam membangun pengetahuan menuju kesimpulan yang lebih
baik (Sungur, 2006a). Sebagian peserta didik menikmati bekerja dalam kelompok
siswa, berbagi ide dan menyelesaikan tugas, sebagian yang lain tidak menikmati
bekerja dalam kelompok dan menyelesaikan tugas. Peserta didik yang tidak
menikmati tentang PBL sebagian besar diklasifikasikan sebagai pelajar mandiri
(Pepper, 2010). Penelitian lain ternyata dalam PBL mempunyai kekurangan pada
sikap sebagaian pendidik dan siswa, dimana didapati pengaruh satu atau lebih
peserta didik yang dominan dan atau menunjukkan kurang komitmen pada
pembelajaran, jika pendidik terlalu jauh berperan maka kelompok dapat menjadi
disfungsional sebagai akibat dari pendidik yang dominan atau tidak menarik
(Graham, 2003).
Pembelajaran kooperatif tidak berpengaruh signifikan pada pembelajaran
dibanding dengan pembelajaran konvensional (Krause, 2010), peserta didik lebih
sadar diri dan melaporkan lebih sulit berkonsentrasi selama pembelajaran
kooperatif. Kualitas pengalaman tidak berbeda yang dicapai di seluruh konteks
pembelajaran bagi peserta didik kelompok tinggi dengan kelompok rendah
commit to
(Peterson, 2004). Pendekatan kooperatif user Pair dan Share juga mengalami
Thing,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

66

kesulitan jika jumlah peserta didik ganjil dan kelompoknya ganjil karena ada yang
tidak mendapat pasangan, dan anak yang pandai kurang suka pembelajaran
kooperatif (Arends 2013:62-72).
Pembelajaran penemuan termasuk PBL dan TPS sering tidak berhasil dan
kurang efektif, ternyata ada sesuatu yang harus diperhatikan, oleh karenya perlu
diperhatikan saran dari beberapa peneliti dan para ahli. Pembelajaran PBL sering
dilakukan dengan minimnya petunjuk sehinga menjadi pembelajaran dengan
penemuan bebas, dimana tidak semua peserta didik mampu mengadakan
penemuan bebas, maka dengan petunjuk yang jelas ternyata lebih baik (Kirschner,
et al., 2006) dan lebih terarah untuk memperoleh makna dari materi pembelajaran
supaya mengurangi beban kognitif. Teori beban kognitif menyatakan bahwa
eksplorasi bebas dari lingkungan yang sangat kompleks dapat menghasilkan
beban memori kerja berat yang merugikan belajar, oleh karena itu maka
bagaimana cara mengurangi memori kerja berat harus dipikirkan. PBL dapat
dilakukan dengan eksperimen, untuk mengatasi kekurangan berkenaan dengan
eksperimen yang kompleks untuk mengajarkan materi pada pembelajaran dengan
hanya menambahkan diskusi terfokus singkat untuk mengurangi beban kognitif
sehingga meningkatkan prestasi kognitif peserta didik (Scharfenberg, 2010).
Pembelajaran proses disarankan membimbing dengan penggunaan
lembar kerja (Kirschner, et al., 2006) yang memberikan deskripsi memecahkan
masalah serta petunjuk dari suatu fase yang harus dilalui dapat membantu untuk
berhasil menyelesaikan setiap tahap. Peserta didik dapat mempelajari langkah atau
proses melalui worksheet pada saat mereka mengerjakan tugas-tugas belajar dan
mereka dapat menggunakannya untuk mencatat hasil pada proses pemecahan
masalah. Ketersediaan lembar kerja memiliki efek positif pada pembelajaran
kinerja tugas, ditandai dengan koherensi tinggi dan konten yang lebih akurat..
Pembelajaran yang minim arahan biasanya kurang efektif, bahkan ada juga bukti
memiliki hasil negatif sehingga peserta didik memperoleh kesalahpahaman atau
pengetahuan yang tidak lengkap atau tidak teratur (Paul, et al., 2006).
Pelaksanaan PBL juga harus dengan berinkuiri (Arends 2013: 100).
commit to userpembelajaran inkuiri terbimbing,
Pelaksanaan PBL disarankan menggunakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

67

karena lebih efektif dalam meningkatkan prestasi, keterampilan inkuiri, dan sikap
positif siswa (Ela, 2014). Inkuiri terbimbing membantu dalam mengembangkan
tingkat pencapaian peserta didik juga, tetapi dampaknya terhadap prestasi lebih
kecil dari dampak pada keterampilan proses. Hal ini jelas diamati bahwa inkuiri
terbimbing melebihi program yang ada dalam mengembangkan sikap positif
peserta didik terhadap sains. Peserta didik umumnya terbatas dalam kemampuan
untuk menangani konsep-konsep abstrak, memiliki rentang perhatian terbatas dan
terbatas dalam kapasitas untuk bekerja tanpa bimbingan langsung.
Piaget menjelaskan bahwa peserta didik seusia 11 tahun ke atas
kemampuan abstraknya sudah baik, dalam kenyataanya tidak semua periode
perkembangan tersebut berlaku secara umum. Peserta didik pada usia tertentu
mampu melakukan berpikir periode usia di atasnya sedang pada kondisi tertentu
ada yang ketinggalan kemampuan berpikirnya. Berdasarkan penelitian maupun
literatur menemukan bahwa banyak peserta didik bahkan mahasiswa usianya
melampaui, belum dapat melakukan formal-operations, beberapa ahli juga tidak
semuanya dapat menerima bahwa usia di atas 11 ke atas tahun selalu mampu
melakukan formal-operations (Hergenhahn, 2012: 326). Sebagian besar remaja
dan dewasa muda berfungsi pada tingkat operasional kongkrit dan tidak pada
tingkat operasional formal dalam memahami banyak materi pelajaran sains yang
diajarkan di tingkat menengah dan pendidikan tinggi. Peserta didik mencapai
tahap formal di daerah yang berbeda sesuai dengan bakat mereka dan spesialisasi-
profesional mereka dengan cara yang struktur formal digunakan, bagaimanapun,
tidak selalu sama dalam semua kasus, oleh karenanya pada daerah dan kondisi
tertententu masih perlu digunakan benda kongkrit atau media (Smaldino, 2011).
Pembelajaran dapat digunakan pendekatan keterampilan proses untuk
meningkatkan kemampuan formal, karena membelajarkan peserta didik dengan
pendekatan keterampilan proses dapat mempengaruhi kemampuan berpikir formal
(Padilla,1983). Pendidik membantu peserta didik yang mengalami kesulitan dalam
berpikir abstrak ini dengan menggunakan media pembelajaran yang digunakan
untuk eksperimen secara nyata dengan pengamatan karena dengan mengamati
commit to user
peserta didik akan lebih memperhatikan (Hill, 2012: 201). Pembelajaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

68

digunakan benda kongkrit sebagai media, dengan tujuan setelah berpikir kongkrit
dalam gerak melingkar baru kemudian dilatih untuk berpikir abstrak yang terjadi
pada gerak melingkar, yang akhirnya dapat meningkatkan kemampuan berpikir
formal.
Penggunaan media sesuai teori belajar Vygotsky (Schunk, 2009: 245),
untuk mengatasi kemampuan abstrak yang rendah. Sebagian peserta didik ada
diantara kemampuan aktual dan kemampuan potensial yaitu zona perkembangan
proksimal diartikan sebagai fungsi-fungsi atau kemampuan-kemampuan yang
belum matang yang masih berada pada proses pematangan. Tunas-tunas
perkembangan ini akan menjadi matang melalui interaksinya dengan orang
dewasa atau kolaborasi dengan teman sebaya yang lebih kompeten. Pembelajaran
pada zona perkembangan proksimal ini dengan scaffolding interpretation, yaitu
memandang zona perkembangan proksimal sebagai penyangga atau batu loncatan
untuk mencapai taraf perkembangan yang semakin tinggi.
Berdasarkan uraian di atas maka agar pembelajaran gerak melingkar
berhasil dengan baik dapat dilaksanakan dengan problem based sebagai
pembelajaran penemuan. Pembelajaran penemuan dapat optimal diperlukan
interaksi sosial yang lebih luas, namun pelaksanaan berdiskusi dan berbagi
(share) secara melingkar (circle) bukan berpasangan (pair) sebagaimana model
Think, Pair, Share yaitu berpasangan antar peserta didik, namun pelaksanaan
share menggunakan pair antar kelompok. Proses pair terjadi masalah apabila
jumlah kelompoknya ganjil, sebab ada peserta didik atau kelompok yang tidak
berpasangan, oleh karena itu jumlah kelompok harus genap.

14. Pengembangan Model Problem Based Learning Using Circle Share


Activity (PBL-CS)
Gerak melingkar beraturan dengan segala karakteristiknya didapatkan
beberapa masalah pada pembelajaran materi tersebut. Kajian sebelumnya telah
diuraikan, yakni; karakter sains dan fisika, karakteristik gerak melingkar, dimensi
pengetahuan gerak melingkar, belajar menurut teori kognitif, membelajarkan
commit
keterampilan berpikir, pendekatan to user proses, pemprosesan informasi
keterampilan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

69

peserta didik, penggunaan media dan teknologi pembelajaran. Berdasarkan


karakter tiga model induk yakni; Problem Based Learning; Pembelajaran
kooperatif Think, Pair,and Share Learning ; dan Inside-Outside Circle Learning
dapat dikembangkan model baru yang berkulaitas. Tiga model tersebut dapat
dimodifikasi menjadi model baru yakni model Problem Based Learning Using
Circle Share Activity (PBL-CS). Bagan modifikasi model PBL-CS ditunjukkan
seperti pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2.Modifikasi Model Problem Based Learning Using Circle Share Activity
Sintak Model Sintak Model Sintak Model
Problem Based Think, Pair and Share Inside-outside Circle
Learning Learning (Kagan, 2009)
(Arends, 2004) (Lyman, 1987)

1. Describe the 1. Think 1. Students form pairs.


problem 2. Pair One student from each
2. Organize 3. Share pair moves to form
students one large circle in the
3. Guide the class facing outward.
investigation 2. Remaining students
4. Develop and find and face their
present the partners (stand in
results concentric circles)
5. Analyze and 3. Inside circle students
evaluate ask question from
their card, outside
students answer.
4. Partners switch roles.
5. Partners trade cards
6. Inside circle students
rotate clockwise to a
new partner.
7. Repeat all steps.

Sintak Model Problem Based Learning Using Circle Share Activity


(PBL-CS)
1. Describe the problem
2. Organize students
3. Guide the investigation
4. Circle share, develop, and present the results
commit
5. Analyze to evaluate
and user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

70

Sintak model Problem Based Learning Using Circle Share Activity (PBL-
CS) dimodifikasi dari tiga model yakni; Problem Based Learning (PBL); Think,
Pair,and Share Learning (TPSL) dan Inside-Outside Circle Learning (IOCL).
Sintak keempat dari PBL yakni develop, present the results di masukkan share
dari think, pair, share dan circle dari Inside-Outside Circle Learning. Sintak ke
empat menjadi develop, circle-share, and present the results. Sintak selengkapnya
dari model PBL-CS yaitu; 1) Describe the problem, 2) Organize students, 3)
Guide the investigation, 4) Develop, circle share, and present the results, 5)
Analyze and evaluate. Modifikasi model ini memasukkan circle share pada sintak
ke empat dari PBL. Circle dari bagian sintak IOCL sedangkan share dari sintak
TPSL. Sintak yang ke empat dari PBL yaitu develop, and present the results
menjadi circle share, develop, and present the results. Sintak yang dihasilkan
digunakan untuk mencapai tujuan utama pembelajaran yaitu tercapainya
kemampuan analisis dan kemampuan evaluasi peserta didik pada gerak melingkar
beraturan. Sintak model PBL-CS terdiri dari lima fase. Kaitan antara tujuan
pembelajaran dan sintak dapat dijelaskan sebagai berikut:
Sintak pertama yaitu describe the problem berkaitan dengan motivasi
peserta didik. Peserta didik dihadapkan pada masalah sehingga tertantang untuk
berpikir (think), dengan berpikir peserta didik dapat menyelesaikan tahapan
berikutnya. Tahap berpikir (think) pada sintak pertama TPS sudah masuk pada
tahap ini yang dapat digunakan untuk berlatih kemampuan analisis.
Sintak kedua yaitu organize students berkaitan dengan penataan peserta
didik dalam kelompok-kelompok sehingga mampu belajar secara kooperatif dan
kolaboratif. Peserta didik bekerja dalam kelompok dan dipersiapkan untuk
berpasangan (pair) dan berbagi (share) antar kelompok dan pada tahap
berikutnya. Tahap ini merupakan persiapan untuk berlatih kemampuan evaluasi.
Sintak ketiga yaitu guide the investigation berkaitan dengan petunjuk-
petunjuk pelaksanaan eksperimen peserta didik dari sintak model PBL-CS.
Petunjuk yang lain yaitu mengenai pelaksanaan diskusi, baik diskusi pada
kelompok maupun diskusi antar kelompok. Petunjuk yang disampaiakan pada
commit tolebih
peserta didik menjadikan pembelajaran userterarah sehingg berhasil dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

71

baik. Tahapan ini berkaitan dengan persiapan untuk berlatih kemampuan analisis
dan kemampuan evaluasi.
Sintak keempat yaitu develop, circle-share, and present the results
berkaitan dengan pelaksanaan eksperimen tiap kelompok, diskusi antar kelompok
dan presentasi di depan kelas. Circle ini dari sintak model IOCL, sedang share
dari sintak model TPSL. Diskusi secara circle-share terbagi menjadi dua tahap,
pertama dilakukan pada masing-masing kelompok. Diskusi selanjutnya dilakukan
antar kelompok secara melingkar, tiga kelompok pada lingkaran dalam dan tiga
kelompok lain pada lingkaran luar sehingga kelompok-kelompok dalam dan luar
berpasangan (pair) untuk diskusi dan berbagi (share), kelompok lingkaran luar
bergeser dalam lingkaran searah jarum jam sehingga masing-masing kelompok
mendapat pasangan baru. Pelaksanaan develop, circle-share and present the result
melalui eksperimen nyata, berbantuan media, dilaksnanakan secara kooperatif dan
kolaboratif, dapat digunakan berlatih kemampuan analisis dan kemampuan
evaluasi.
Sintak kelima yaitu analyze and evaluate. Tahap analyze yaitu
menganalisis semua kekurangan dan kesalahan pada tahapan-tahapan sebelumnya
terutama pada develop setelah mendapat informasi pada tahap circle-share dan
present the result. Hasil tahap analyze ini kemudian digunakan untuk
mengevaluasi (evaluate) dari semua tahapan sebelumnya untuk mengambil
kesimpulan akhir. Tahap ini berlatih kemampuan analisis dan kemampuan
evaluasi.
Peneliti menggunakan dengan 6 media gerak melingkar beraturan yang
berfungsi untuk membatu meningkatkan kemampuan abstrak dengan
menggunakan benda kongkrit. Penggunaan media dengan eksperimen menjadikan
materi yang tersimpan pada memori jangka panjang tidak mudah hilang dan
mudah untuk dipanggil kembali (Hill, 2012: 279; Schunk, 2009: 71; Smith, 2007:
199-201). Media yang digunakan adalah teks, visual, video, perekayasa (benda-
benda) sehingga peserta didik mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan
atau sikap (Smaldino, 2011: 7-14).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

72

Pelaksanaan pembelajaran harus terarah, maka pembelajaran dilengkapi


modul yang dilengkapi dengan LKPD. PBL dengan dilakukan dengan eksperimen
terbimbing supaya lebih efektif (Ela, 2014) dan pendidik harus aktif membimbing,
mengarahkan, memberikan petunjuk, seingga tidak membuang waktu (Hmelo-
Silver, 2004), dengan metode eksperimen secara nyata dengan pengamatan karena
dengan mengamati peserta didik akan lebih memperhatikan (Hill, 2012: 201).
Pembelajaran digunakan pendekatan keterampilan proses untuk meningkatkan
kemampuan formal, karena membelajarkan peserta didik dengan pendekatan
keterampilan proses dapat mempengaruhi kemampuan berpikir formal (Padilla,
1983) untuk meningkatkan pengetahuan proses sains dan kemampuan
memecahkan masalah.

B. Kerangka Pikir
Gerak melingkar mempunyai banyak terapannya dalam kehidupan
sehari-hari, ternyata didapatkan berbagai permasalahan sehingga capaian
kompetensi rendah. Rendahnya capaian kompetensi pada peserta didik
dikarenakan kemampuan berpikir masih rendah kususnya kemampuan analisis
dan evaluasi masih rendah. Rendahnya kedua kemampuan tersebut setelah
ditelusuri ternyata model pembelajaran yang digunakan belum sesuai dengan
karakteristik materi gerak melingkar beraturan. Capaian kompetensi materi gerak
melingkar beraturan dapat ditingkatkan dengan menggunakan model
pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik materi gerak melingkar beraturan
dengan model yang terintegrasi dengan media, modul, metode dan pendekatan
pembelajaran.
Model pembelajaran yang dikembangkan terintegrasi dengan konten
yaitu materi gerak melingkar beraturan, dengan penerapan model ini pada gerak
melingkar beraturan hasilnya dapat digunakan pada materi lain yang mempunyai
karakteristik yang sama dengan materi gerak melingkar beraturan. Dalam
kehidupan sulit ditemui sumber gerak melingkar beraturan yang bergerak dengan
kecepatan rendah, oleh karenanya dalam pelaksanaan pembelajaran dilengkapi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

73

dengan media gerak melingkar yang berkecepatan rendah sehingga mudah


diamati.

Pengembangan model ini menggunakan tiga induk model pembelajaran,


yang dirujuk yaitu; Problem Based Learning; belajar kooperatif Think, Pair,
Share Learning ; dan Inside-outside Circle Learning. Tiga model induk ini
kemudian dimodifikasi sehingga didapatkan model lain yang berkualitas dengan
menambah model diskusi yang lebih luas yaitu model diskusi cirle-share. Model
yang dikembangkan yaitu Problem Based Learning Using Circle-Share Activity.
Penggunaan beberapa model pembelajaran berdasarkan pemikiran bahwa
pendidik harus mengaitkan model-model pembelajaran dengan cara yang kreatif,
karena tidak ada satupun model yang lebih unggul dibanding model lain, dan
beberapa model dapat digunakan secara terpisah atau digunakan secara
bersamaan.
Penggabungan tiga model ini ada kesesuaian karakteristik, ketiga model
sama-sama mempunyai dasar teori perkembangan kognitif Piaget dan
pembelajaran sosial Vygotsky, dengan penekanan yang berbeda. Keberhasilan
belajar peserta didik berdasarkanteori perkembangan kognitif Piaget menyatakan
bahwa kemampuan kognitif adalah primer sedangkan lingkungan sosial adalah
sekunder. Sebaliknya Vygotsky keberhasilan belajar peserta didik yaitu
lingkungan sosial adalah primer sedangkan kemampuan kognitif adalah sekunder,
namun keduanya menyatakan bahwa hasil belajar dipengaruhi oleh kemampuan
atau perkembangan kognitif dan lingkungan sosial.
Model yang dikembangkan yaitu Problem Based Learning Using Circle
Share Activity (PBL-CS). Model tersebut merupakan perpaduan pandangan
kontruktivisme dan pandangan sosial, dengan memadukan semua kelebihan
keduanya sehingga didapatkan model pembelajaran yang berkualitas. Model PBL-
CS adalah model pembelajaran penemuan dengan sistem sosial yang lebih luas,
siswa secara kolaboratif dan kooperatif untuk menyelesaikan masalah yang
dihadapi dengan pendidik sebagai fasilitator.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

74

Kerangka Pikir Pengembangan Model PBL-CS

Penelitian Pendahuluan
untuk mengetahui permasalahan dalam pembelajaran

Permasalahan Pembelajaran Gerak Melingkar Beraturan


1. Peserta didik mengalami kesulitan mengenai konsep-
konsep yang abtrak.
2. Pencapaian Ujian Nasional rendah.
3. Kemampuan analisis dan evaluasi rendah.
4. Kekurangan media pembelajaran.
5. Sistim sosial dalam belajar siswa kurang optimal.

Pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan


analisis dan evaluasi pada gerak melingka beraturan

Pembelajaran Pembelajaran Pembelajaran Pembelajaran


yang dapat penemuan berbantuan yang dapat
mengatasi yang media meningkatkan
kesulitan menekankan pembelajaran pelaksanaan
mengenai proses untuk kooperatif dan
konsep yang sains eksperimen kolaborasi
abstrak

Penggunaan Model Pembelajaran


Problem Based Learning Using Circle Share Activity ( PBL-CS)

Meningkatkan kemampuan analisis dan evaluasi pada gerak


melingkar beraturan

Gambar 2.4. Skema Kerangka Pikir Penelitian dan Pengembangan Model


commitUsing
Problem Based Learning to user
Circle Share Activity
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

75

Pembelajaran dengan model PBL-CS ini didukung oleh tiga hal penting.
Pertama, bahwa peserta didik termotivasi untuk belajar sehingga mereka menjadi
lebih aktif. Pembelajaran model ini peserta didik belajar dengan menggunakan
media nyata di laboratorium sebagai pembelajaran kontekstual, sehingga peserta
didik termotivasi untuk menjawab masalah. Motivasi peserta didik yang tinggi
dan keaktifan peserta didik maka dapat menjadikan pembelajaran yang efektif dan
lebih berkualitas sehingga secara positif meningkatkan sikap peserta didik
terhadap pelajaran.
Kedua, peserta didik secara aktif menyelesaikan masalah dan tidak hanya
menghafal, tetapi mereka membangun konsep mereka sendiri dengan
menggunakan pembelajaran penemuan di laboratorium. Pembelajaran yang baik
adalah bahwa peserta didik membangun pengetahuan melalui pengalaman peserta
didik tidak diserap atau ditransmisikan saja. Peserta didik menkonstruk sendiri
konsep yang dicari sehingga menjadi strategi pengajaran dan pembelajaran yang
lebih efektif dalam pembelajaran sains. Pengalaman di laboratorium
mengembangkan sejumlah keterampilan; kerja tim, dan pengajaran sebaya
mencapai kesimpulan dari data dan merefleksikan proses pembelajaran.
Ketiga, circle-share pembelajaran kooperatif dan lebih terprogram dan
peserta didik mendapat informasi yang lebih luas. Peserta didik yang bekerja
dengan peserta didik lain untuk membuat keputusan yang bijaksana untuk
menyelesaikan masalah. Circle share yang digunakan sebagai bentuk
pembelajaran kooperatif sebagai diskusi fokus yang dapat mengurangi beban
kognitif saat belajar di laboratorium sehingga peserta didik lebih mudah
mendapatkan konsep. Pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan
elaboration learning, peer learning, dapat mengarah pada pengalaman belajar
yang sangat kuat. Setiap anggota kelompok memiliki sesuatu untuk disumbangkan
dan dipelajari dari anggota lainnya. Pembelajaran penemuan berbasis sosial
menekankan pembelajaran kooperatif bahwa peserta didik bekerja dengan setiap
anggota kelompok dapat saling membantu. Peserta didik yang bekerja dalam
kelompok, berbagi ide dan menyelesaikan tugas dan pengalaman belajar
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

76

ditingkatkan melalui kelompok kerja dan berbagi ide membuat peserta didik lebih
menikmati dalam belajar.
Penggunaan model PBL-CS peserta didik menjadi termotivasi untuk
belajar melalui pemecahan masalah nyata di laboratorium dengan menggunakan
media dan circle-share yang dapat melatih mereka berpikir. Pembelajaran ini
dapat menginspirasi tingkat pemahaman kompleks yang lebih tinggi, dan
peningkatan kemampuan analisis dan evaluasi. Model pendidikan yang baik dapat
mengajarkan peserta didik tentang pentingnya berpikir sehingga peserta didik
dapat berpikir kritis, terutama ketika menganalisis argumen berdasarkan
konsistensi logis dengan tujuan mengenali bias dan penalaran yang salah. Model
yang dikembangkan adalah inovasi pembelajaran yang meningkatkan kualitas
pembelajaran, khususnya kemampuan analisis dan kemampuan evaluasi peserta
didik pada gerak melingkar beraturan.

commit to user

Anda mungkin juga menyukai