Anda di halaman 1dari 76

MATERI BIMTEK PEDAGOGIK 2

(MODEL PEMBELAJARAN)
PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN GURU PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM (PKB-GPAI)

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang


All Rights Reserved

Pengarah:
Prof. Dr. H. Muhammad Ali Ramdhani

Penanggung jawab:
Dr. H. Rohmat Mulyana Sapdi, M.Pd

Penulis:
Mustahdi, S.Ag., M.Ag. | mustahdi2010@gmail.com
Dr. Nur Dewi Afifah, M.Pd |

Diterbitkan oleh:
Kementerian Agama Republik Indonesia
Direktorat Jenderal Pendidikan Islam
Jl. Lapangan Banteng Barat No. 3-4 Jakarta Pusat
SAMBUTAN
Prof. Dr. H. Muhammad Ali Ramdhani, S.TP., M.T
Direktur Jenderal Pendidikan Islam
Kementerian Agama RI

Pendidikan memiliki peran penting bagi penyiapan generasi bangsa. Sebagai


ujung tombak transformasi nilai dan pengetahuan, guru mempunyai peran, fungsi,
dan kedudukan yang sangat penting dalam mencapai visi pendidikan yaitu
menciptakan insan Indonesia yang cerdas dan kompetitif. Dalam hal ini,
peningkatan profesionalitas guru termasuk Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI)
menjadi sebuah keharusan. Profesi guru harus dikembangkan sebagai profesi yang
bermartabat sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun
2005 tentang Guru dan Dosen.
GPAI seharusnya juga mampu menjadikan pendidikan agama sebagai instrumen
transformasi sosial. Tanggung jawab GPAI tidak hanya berhenti dalam aspek
kognitif akan tetapi lebih jauh dari itu, yaitu membentuk karakter peserta didik.
Karena itu GPAI tidak boleh berhenti belajar dan mencukupkan pengetahuan yang
dimiliki. Sebaliknya GPAI harus terus memperkuat dan meningkatkan kompetensi
serta kualitasnya. GPAI juga dituntut untuk selalu meningkatkan kemampuan
mengajarnya, hal ini agar pembelajaran yang ia bawakan dapat sesuai dengan
perkembangan peserta didik, baik secara psikologis, teknologis, maupun
sosiologis.
Untuk itu, diperlukan sistem pembinaan dan pengembangan terhadap profesi guru
secara terprogram dan berkelanjutan. Direktorat Jenderal Pendidikan Islam
Kementerian Agama terus berkomitmen meningkatkan kualitas GPAI. Hal ini
diperlukan agar Pendidikan Agama Islam (PAI) tidak mengalami stagnasi baik dari
sisi kualitas guru, kurikulum, ataupun metode pembelajaran. Sebaliknya
penyelenggaraan PAI perlu terus disempurnakan dengan metode dan
pengetahuan terbaru. Komitmen ini diwujudkan dengan Pengembangan
Keprofesian Berkelanjutan Guru Pendidikan Agama Islam (PKB-GPAI).
PKB-GPAI merupakan salah satu program yang dirancang untuk mewujudkan
terbentuknya GPAI yang profesional dalam melaksanakan tugasnya sebagai ujung
tombak keberhasilan pembelajaran. PKB-GPAI merupakan inisiasi yang baik untuk
meningkatkan kualitas dan profesionalitas GPAI di sekolah. Melalui PKB-GPAI ini
diharapkan menjadi sarana bagi terwujudnya GPAI yang kompeten dan
profesional.

i
Kami mengapresiasi terbitnya modul Bimtek PKB-GPAI ini. Semoga buku ini dapat
digunakan dengan baik sebagai panduan dalam rangkaian bimtek PKB-GPAI dan
pada akhirnya secara keseluruhan dapat meningkatkan kualitas Pendidikan Agama
Islam di Indonesia.

Jakarta, September 2021

ii
KATA PENGANTAR
Dr. H. Rohmat Mulyana Sapdi, M.Pd
Plt. Direktur Pendidikan Agama Islam
Kementerian Agama RI

Guru Pendidikan Agama Islam di Sekolah (SD, SMP, SMA, dan SMK) memiliki peran
penting bagi penumbuhan perilaku beragama di tengah kehidupan berbangsa dan
bernegara yang majemuk. Oleh karena itu, Ikhtiar untuk meningkatkan kualitas
Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) di sekolah terus dilakukan oleh Direktorat
Pendidikan Agama Islam Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian
Agama. Hal ini diwujudkan dengan berbagai inovasi agar penyelenggaraan PAI di
sekolah mengalami kemajuan secara berkelanjutan sesuai dengan tantangan dan
perkembangan dunia pendidikan. Salah satunya adalah melalui Pengembangan
Keprofesian Berkelanjutan Guru Pendidikan Agama Islam (PKB-GPAI).
PKB-GPAI diproyeksikan sebagai bentuk peningkatan kualitas penyelenggaraan
PAI, utamanya dari sisi kompetensi dan profesionalitas GPAI. Program yang
dikembangkan oleh Direktorat Pendidikan Agama Islam ini merupakan wujud
penguatan layanan standar kompetensi GPAI agar kualitas, kompetensi, dan karir
mereka semakin meningkat.
Secara umum tujuan PKB-GPAI adalah untuk meningkatkan kualitas layanan PAI di
sekolah dalam rangka peningkatan mutu PAI. Program ini difokuskan untuk
pengembangan keprofesian GPAI yang mencakup 6 (enam) kompetensi, yaitu
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, kompetensi
profesional, kompetensi spiritual, dan kompetensi leadership. Proses dan kegiatan
dalam program ini dirancang untuk meningkatkan sikap, pengetahuan, dan
keterampilan profesional GPAI di sekolah yang dilaksanakan secara berjenjang dan
berkesinambungan dalam rangka peningkatan kinerja dan pemenuhan kompetensi
profesional GPAI di sekolah.
Dalam implementasinya, PKB-GPAI membutuhkan desain bimtek yang sesuai
dengan standar kompetensi dan profesionalitas. Untuk itu diperlukan suatu modul
bimtek yang dapat memandu proses bimtek PKB-GPAI, sekaligus mengatur
pelaksanaan bimtek secara tertib dan tersistem.
Atas dasar itu, Direktorat Pendidikan Agama Islam menerbitkan buku Modul
Bimtek PKB-GPAI. Buku modul kali ini merupakan penyempurnaan (revisi) dari
modul yang sebelumnya telah dipakai pada tahun 2018. Pada modul kali ini
dijabarkan tentang integrasi moderasi beragama dalam pembelajaran Pendidikan
Agama Islam di Sekolah sebagai salah satu isu sentral yang diarusutamakan oleh
Kementerian Agama.
Selayaknya sebuah modul, buku ini berisi dua bagian yaitu bagian desain bimtek

iii
dan bagian materi bimtek. Modul ini merupakan pegangan bagi pelatih dan
peserta bimtek PKB-GPAI. Dalam modul ini diuraikan secara terperinci tentang
metode, bahan, dan konten penyelenggaraan bimtek PKB-GPAI bagi Pelatih
Nasional (PN), Pelatih Provinsi (PP), maupun Pelatih Daerah (PD) tingkat
kabupaten/kota.
Buku ini selain mempermudah proses bimtek, juga diharapkan dapat menjadi
standar kualitas penyelenggaraan bimtek PKB-GPAI, sehingga dapat berlangsung
dengan baik dan lancar. Atas terselesaikannya modul ini, kami haturkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu terwujudnya modul ini. Semoga
dapat memberikan manfaat bagi semua pihak dan nantinya dapat meningkatkan
mutu PAI. Amin.

Jakarta, September 2021

iv
DAFTAR ISI

Sambutan Direktur Jenderal Penbdidikan Islam ........................................................................ i


Kata PengantarDirektur PAI ............................................................................................................. iii
Daftar Isi .................................................................................................................................................... v

Bagian 1
Petunjuk Penggunaan Modul ........................................................................................................... 1

Bagian 2
Pendahuluan, Latar Belakang, Tujuan, Sasaran, dan Target ................................................. 2

Bagian 3
Materi Bimtek ......................................................................................................................................... 4
A. Materi 1 : Konsep Model pembelajaran................................................................................. 4
B. Materi 2 : Analisis SKL, Capaian Pembelajaran, dan kaitannya dengan model
Pembelajaran........................................................................................................... ..24
C. Materi 3 : Sintaks Pembelajaran ............................................................................................. 30
D. Materi 4 : Model pembelajaran Abad 21............................................................................ 35
E. Materi 5 : Pembuatan LK ........................................................................................................... 56
F. Materi 6 : Praktik Pembelajaran ............................................................................................. 59

Bagian 4
Daftar Pustaka ..................................................................................................................................... 68

v
BAGIAN 1
Petunjuk Penggunaan Modul
Untuk mengoptimalkan penggunaan modul ini, disarankan memperhatikan hal-
hal sebagai berikut:

1. Pendahuluan
Pendahuluan ini berisi latar belakang pentingnya guru Pendidikan Agama Islam
selalu memperbaharui dan meningkatkan kompetensi melalui bimtek
Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan Guru Pendidikan Agama Islam (PKB
GPAI). Kemudian dijelaskan pula pentingnya materi disajikan dalam modul ini.

2. Tujuan, Sasaran dan Target.


Tujuan modul berisi informasi tentang pemahaman terhadap semua materi
model pembelajaran yang akan disajikan dalam bimtek pedagogik 2 (model
pembelajaran).
Sasaran modul diperuntukkan bagi pihak penyelenggara Pengembangan
Keprofesian Berkelanjutan GPAI mulai dari tingkat pusat sampai daerah dan
bagi GPAI bersangkutan.
Target modul ini adalah tercapainya penguasaan materi bimtek pedagodik 2
(model pembelajaran) oleh Guru Pendidikan Agama Islam Pendidikan Dasar dan
Menengah.

3. Materi Bimtek
Materi bimtek pedagodik 2 (model pembelajaran) meliputi: Konsep Model
Pembelajaran; Analisis SKL, Capaian Pembelajaran, dan kaitanya dengan Model
Pembelajaran; Sintaks Pembelajaran; Model Pembelajaran abad 21 (4C, literasi,
PPK, HOTS dan moderasi beragama); Pembuatan LK; Praktik Pembelajaran.
Setiap materi bimtek dijelaskan secara rinci capaian pembelajaran (tujuan dan
indikator keberhasilan), pokok-pokok materi, uraian materi, rangkuman, tugas,
umpan balik dan tindak lanjut.

4. Daftar Pustaka
Memuat semua sumber kutipan yang berupa buku atau sumber lain. Pustaka
yang dimaksud dalam modul ini ialah semua sumber kutipan yang berupa
tulisan dan sejenisnya.

1
BAGIAN 2
Pendahuluan
1. Latar Belakang

Guru Pendidikan Agama Islam mempunyai kewajiban untuk selalu


memperbaharui dan meningkatkan kompetensinya melalui kegiatan
pengembangan keprofesian berkelanjutan sebagai esensi pembelajar seumur
hidup. Dalam rangka mendukung pengembangan pengetahuan dan
keterampilannya, dikembangkan modul untuk pembinaan karier guru PAI yang
berisi materi pedagogik 2 (model pembelajaran). Dengan adanya modul ini,
memberikan kesempatan kepada guru PAI untuk belajar lebih aktif. Modul ini
dapat digunakan oleh pelatih dan guru PAI sebagai bahan ajar dalam kegiatan
bimtek.
Modul yang berjudul “Materi Bimtek Model Pembelajaran” merupakan modul
untuk bimtek pedagogik 2 pada PKB GPAI. Setiap materi bahasan dikemas
dalam kegiatan pembelajaran yang memuat capaian pembelajaran (tujuan dan
indikator keberhasilan), pokok-pokok materi, uraian materi, rangkuman, tugas,
umpan balik dan tindak lanjut.

2. Tujuan

Tujuan modul ini disusun agar dapat digunakan bagi pihak-pihak


penyelenggara kegiatan bimtek PKB GPAI dan guru PAI untuk memahami
materi bidang bimtek pedagogik 2 (model) yang meliputi:
a. Konsep model pembelajaran;
b. Analisis SKL, Capaian Pembelajaran, dan kaitannya dengan model
Pembelajaran;
c. Sintaks pembelajaran;
d. Model pembelajaran abad 21;
e. Pembuatan LK;
f. Praktik pembelajaran.

3. Sasaran

Modul ini diperuntukkan bagi pihak penyelenggara PKB GPAI mulai dari
tingkat pusat sampai daerah yang meliputi:
a. Direktorat Pendidikan Agama Islam, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam,
Kementerian Agama RI;
b. Bidang PAI/PAKIS/PENDIS Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi;
c. Bidang PAI/PAKIS/PENDIS Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota;

2
d. Kelompok Kerja Pengawas PAI (Pokjawas PAI) dan learning community di
lingkup KKG dan MGMP PAI;
e. Guru Pendidikan Agama Islam Pendidikan Dasar dan Menengah.

4. Target
Target modul ini adalah tercapainya penguasaan materi dalam bimtek
pedagodik 2 (model pembelajaran) oleh GPAI Pendidikan Dasar dan
Menengah.
Materi yang dimaksud adalah:
a. Konsep model pembelajaran;
b. Analisis SKL, Capaian Pembelajaran, dan kaitannya dengan model
pembelajaran;
c. Sintaks pembelajaran;
d. Model pembelajaran abad 21;
e. Pembuatan LK;
f. Praktik pembelajaran.

3
BAGIAN 3
Materi Bimtek
A. Materi 1: Konsep Model Pembelajaran

1. Capaian Pembelajaran
a. Tujuan
Tujuan mengikuti materi konsep model pembelajaran adalah peserta
bimtek dapat memahami konsep model pembelajaran berdasarkan teori
belajar serta mengetahui dan memahami rumah model pembelajaran dan
mampu mengaplikasikannya dalam pembelajaran.
b. Indikator Keberhasilan
Setelah mengikuti bimtek, peserta dapat:
1) Merumuskan model pembelajaran berdasarkan teori belajar;
2) Mengidentifikasi model pembelajaran berdasarkan teori belajar;
3) Mengklasifikasi model pembelajaran berdasarkan teori belajar;
4) Melakukan identifikasi terhadap model-model pembelajaran
berdasarkan rumah model.

2. Pokok-pokok Materi
Lingkup materi konsep model pembelajaran adalah:
a. Konsep Model Pembelajaran;
b. Sifat Teori Belajar dan Pembelajaran;
c. Rumpun Model Pembelajaran;
d. Model Pembelajaran Berdasarkan Rumpunnya.

3. Uraian Materi
Konsep Model Pembelajaran
Teori adalah serangkaian bagian atau variabel, definisi, dan dalil yang saling
berhubungn yang menghadirkan sebuah pandangan sistematis mengenai
fenomena dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan maksud
menjelaskan fenomena alamiah. Belajar adalah segenap rangkaian kegiatan
atau aktivitas yang dilakukan secara sadar oleh seseorang dan mengakibatkan
perubahan dalam dirinya berupa penambahan pengetahuan atau kemahiran
berdasarkan alat indera dan pengalamannya. Oleh sebab itu apabila setelah
belajar peserta didik tidak ada perubahan tingkah laku yang positif dalam
arti tidak memiliki kecakapan baru serta wawasan pengetahuannya tidak
bertambah maka dapat dikatakan bahwa belajarnya belum sempurna.
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan

4
sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan
bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu
dan pengetahuan. Jadi dapat dikatakan Teori belajar merupakan upaya
untuk mendeskripsikan bagaimana manusia belajar, sehingga membantu
kita semua memahami proses inhern yang kompleks dari belajar.

1) Teori Belajar Deskriptif dan Preskriptif


Bruner (Dageng: 1989) mengemukakan bahwa teori pembelajaran adalah
preskriptif dan teori belajar adalah deskriptif. Preskriptif karena tujuan
utama teori pembelajaran adalah menetapkan metode pembelajaran yang
optimal, sedangkan teori belajar bersifat deskriptif karena tujuan utama
teori belajar adalah menjelaskan proses belajar. Teori belajar menaruh
perhatian pada hubungan antara variabel-variabel yang menentukan hasil
belajar, sedangkan teori pembelajaran menaruh perhatian pada bagaimana
seseorang mempengaruhi orang lain agar terjadi proses belajar. Dengan
kata lain teori pembelajaran berurusan dengan upaya mengontrol variabel
yang dispesifikasikan dalam teori belajar agar dapat memudahkan belajar
(C. Asri Budiningsih,2004).
Reigeluth (1983 dalam Degeng, 1990) mengemukakan bahwa teori
perspektif adalah goal oriented sedangkan teori deskriptif adalah goal free.
Maksudnya adalah bahwa teori pembelajaran preskriptif dimaksudkan untuk
mencapai tujuan, sedangkan teori belajar deskriptif dimaksudkan untuk
memberikan hasil. Itulah sebabnya variabel yang diamati dalam
mengembangkan teori belajar yang preskriptif adalah metode yang optimal
untuk mencapai tujuan, sedangkan dalam pengembangan teori
pembelajaran deskriptif, variabel yang diamati adalah hasil belajar sebagai
akibat dari interaksi antara metode dan kondisi. Dengan kata lain teori
pembelajaran mengungkapkan hubungan antara kegiatan pembelajaran
dengan proses psikologis dalam diri siswa, sedangkan teori belajar
mengungkapkan hubungan antara kegiatan siswa dengan proses psikologis
dalam diri siswa.
Teori belajar Deskriptif dan Preskriptif memiliki kelebihan dan kekurangan.
Kelebihan dari teori belajar deskriftif adalah: a) lebih terkonsep sehingga
siswa lebih memahami materi yang akan disampaikan; b) mendorong siswa
untuk mencari sumber pengetahuan sebanyak – banyaknya dalam
mengerjakan suatu tugas. Sementara itu kelebihan teori belajar preskriptif
adalah: a) lebih sistematis sehingga memiliki arah dan tujuan yang jelas; b)
banyak memberi motivasi agar terjadi proses belajar; c)
mengoptimalisasikan kerja otak secara maksimal. Kekurangan teori belajar
deskriptif adalah kurang memperhatikan sisi psikologis siswa dalam
mendalami suatu materi. Sementara kekurangan teori preskriptif adalah
membutuhkan waktu cukup lama.

5
2) Teori Belajar Behavioristik
Teori behavioristik menjelaskan belajar itu adalah perubahan perilaku yang
yang diperoleh melalui pengalaman. Perubahan terjadi melalui rangsangan
(stimulans) yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif (respon)
berdasarkan hukum-hukum mekanistik. Stimulans tidak lain adalah
lingkungan belajar anak, baik yang internal maupun eksternal yang menjadi
penyebab belajar. Sedangkan respons adalah akibat atau dampak, berupa
reaksi fisik terhadap stimulans. Belajar berarti penguatan ikatan, asosiasi,
sifat dan kecenderungan perilaku S-R (stimulus-Respon).
Teori Behavouristik didukung oleh beberapa teori dari para ahli pendidikan
antara lain:
a) Pavlov (Classical Conditioning)
Pada awal abad 19 Pavlov mempelajari proses pencernaan pada anjing.
Dia memperhatikan perubahan waktu dan kecepatan pengeluaran air liur
pada anjing yang sudah dioperasi kelenjar air liurnya sehingga ketika
mengeluarkan air liur dapat ditampung dan diobservasi. Pavlov
meneliti apakah bunyi bel sebagai stimulus berkondisi dapat
menimbulkan air liur sebagai respon berkondisi pada anjing, dan hasilnya
adalah :
(1) Apabila daging disajikan maka anjing mengeluarkan air liur (alami).
(2) Apabila bunyi bel disajikan secara bersamaan dengan daging maka
air liur tidak keluar.
(3) Apabila perlakuan pada poin b) dilakukan secara berulang- ulang
maka air liur anjing dapat keluar.
(4) Apabila bunyi bel diganti dengan bunyi sirine maka anjing tetap
mengeluarkan air liur.
(5) Apabila bunyi bel disajikan sacara terus menerus tanpa diikuti oleh
daging maka lama-lama air liur tidak keluar hal ini disebut
extinction (kepunahan).
(6) Apabila stimulus disajikan secara bervariasi yaitu dengan penguatan
berupa lampu merah disertai daging dan lampu hijau tidak disertai
daging dan diberikan secara berulang-ulang maka anjing akan
mengeluarkan air liur ketika melihat lampu merah walaupun tidak
disertai daging karena sudah terbentuk respon berkondisi Kesimpulan
penelitian Pavlov adalah bahwa dalam diri anjing akan terjadi
penglondisian selektif berdasar penguatan selektif artinya anjing dapat
membedakan stimulus yang disertai penguatan dan yang tidak disertai
penguatan. Teori Pavlov ini disebut Classical Conditioning.

b) Thorndike (connectionism)
Thorndike menggunakan kucing sebagai hewan percobaan, Thorndike
menghitung waktu yang dibutuhkan oleh kucing untuk dapat keluar dari

6
kandang percobaan (Puzzle Box). Hasil dari eksperimen Thorndike adalah
bahwa kucing dapat keluar dari kandang dengan jalan coba-coba (Trial
and Error) Dari percobaan tersebut Thorndike mengemukakan tiga hukum
belajar yaitu:
Law of readiness. Agar proses belajar mancapai hasil yang baik maka
diperlukan adanya kesiapan individu. Apabila individu dapat melakukan
sesuatu dengan siap maka dia akan memperoleh kepuasan, jika terdapat
hambatan maka akan menimbulkan kekecewaan.
Law of Exercise. Hubungan antara stimulus dengan respon akan menjadi
kuat apabila sering dilakukan latihan Law of effect. Apabila sesuatu
memberikan hasil yang menyenangkan maka akan hubungan antara
stimulus dan respon akan semakin kuat sebaliknya bila memberikan hasil
yang tidak menyenangkan maka hubungan antara stimulus dan respon
akan menurun.

c) Skinner (Operant Conditioning)


Skinner mempelajari gerak non reflek atau yang disengaja melalui
percobaan tikus lapar yang dimasukkan dalam skinner box. Berdasarkan
eksperimen tersebut Skinner mengemukakan dua prinsip umum yaitu: (1)
Setiap respon yang diikuti penguatan maka akan cenderung diulang
kembali; (2) Penguatan akan meningkatkan kecepatan respon.
Prinsip teori belajar behavioristik adalah pengulangan dan penguatan
(Reinforcement and Punishment). Konsekuensi yang menyenangkan akan
memperkuat perilaku disebut penguatan (reinforcement). Sedangkan
konsekuansi yang tidak menyenangkan akan memperlemah perilaku
disebut hukuman (punishment).
Pemberian stimulus positif yang diikuti respon disebut penguatan positif
misalnya memuji siswa setelah dapat merespon pertanyaan guru.
Sedangkan mengganti peristiwa yang dinilai negative untuk memperkuat
perilaku disebut penguatan negative, misalnya apabila peserta didik dapat
mengerjakan tugas dengan sempurna maka diperbolehkan tidak
mengikuti mid semester.
Penguatan Primer adalah penguatan yang digunakan untuk memenuhi
kebutuhan fisik seperti air, makanan, udara, dan lain-lain. Sedangkan
penguatan sekunder adalah penguatan yang digunakan untuk memenuhi
kebutuhan non fisik seperti pujian, pangkat, uang dan sejenisnya.
Dalam pembelajaran Skinner menyatakan bahwa pemberian hadiah lebih
efektif dalam merubah perilaku seseorang daripada menggunakan
hukuman.

7
Kelebihan teori belajar behavioristik adalah:
(1) Membiasakan guru untuk bersikap jeli dan peka pada situasi dan
kondisi belajar.
(2) Sangat cocok untuk memperoleh kemampuan yang, kelenturan,
refleksi, daya tahan, dan sebagainya. menbutuhkan praktek dan
pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti: kecepatan,
spontanitas
(3) Guru tidak banyak memberikan ceramah sehingga murid dibiasakan
belajar mandiri. Jika menemukan kesulitan baru ditanyakan kepada
guru yang bersangkutan.
(4) Cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan
dominansi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus
dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk
penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.

Kekurangan teori belajar behaviouristik adalah:


(1) Sebuah konsekuensi bagi guru, untuk menyusun bahan pelajaran
dalam bentuk yang sudah siap.
(2) Tidak setiap mata pelajaran bisa menggunakan metode ini.
(3) Penerapan teori behavioristik yang salah dalam suatu situasi
pembelajaran juga mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran
yang sangat tidak menyenangkan bagi siswa yaitu guru sebagai
sentral, bersikap otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru
melatih dan menentukan apa yang harus dipelajari murid.
(4) Murid berperan sebagai pendengar dalam proses pembelajaran dan
menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar
yang efektif.
(5) Penggunaan hukuman yang sangat dihindari oleh para tokoh
behavioristik justru dianggap metode yang paling efektif untuk
menertibkan siswa
(6) Murid dipandang pasif, perlu motivasi dari luar dan sangat
dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan guru.
(7) Penerapan teori behavioristik yang salah dalam suatu kondisi
pembelajaran juga mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran
yang sangat tidak menyenangkan bagi siswa yaitu guru sebagai
sentral bersikap otoriter, komunikasi berlangsung satu arah guru
melatih dan menetukan apa yang harus dipelajari murid sehingga
dapat menekan kreatifitas siswa.
(8) Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan
meghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar
yang efektif sehingga inisiatif siswa terhadap suatu permasalahan
yang muncul secara temporer tidak bisa diselesaikan oleh siswa.

8
3) Teori Belajar Kognitivistik
Teori ini lebih menekankan kepada proses belajar daripada hasil belajar. Bagi
yang menganut aliran kognitivistik belajar tidak hanya melibatkan hubungan
antara stimulus dan respons. Lebih dari itu belajar adalah melibatkan proses
berpikir yang sangat kompleks. Menurut teori kognitivistik, ilmu pengetahuan
dibangun didalam diri seseorang melalui proses interaksi yang
berkesinambungan dengan lingkungan. Proses ini tidak hanya berjalan
terpisah-pisah, tetapi melalui proses mengalir, bersambung dan menyeluruh.
Menurut psikologi kognitif belajar dipandang sebagai usaha untuk mengerti
sesuatu. Usaha itu dilakukan secara aktif oleh siswa. Keaktifan itu dapat
berupa mencari pengalaman, mencari informasi, mencermati lingkungan,
mempraktekkan sesuatu untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Para psikolog
pendidikan kognitif berkeyakinan bahwa pengetahuan yang dimiliki
sebelumnya sangat menentukan keberhasilan mempelajari informasi atau
pengetahuan yang baru. Salah satu teori yang berasal dari psikolog kognitiv
adalah teori pemrosesan informasi yang dikemukakan oleh Robert M. Gagne.
Menurut teori ini belajar dipandang sebagai proses pengolahan informasi
dalam otak manusia. Beberapa fungsi otak dalam proses kognitif antara lain:
(a) Reseptor (alat indera): menerima rangsangan dari lingkungan dan
mengubahnya menjadi rangsangan neural, memberikan symbol informasi
yang diterimanya dan kemudian diteruskan.
(b) Sensory register (penampungan kesan-kesan sensoris): terdapat pada
syaraf pusat, fungsinya menampung kesan-kesan sensoris dan
mengadakan seleksi sehingga terbentuk suatu kebulatan persepsi.
Informasi yang masuk sebagian masuk ke dalam memori jangka pendek
dan sebagian hilang dalam system.
(c) Short term memory (memory jangka pendek): menampung hasil
pengolahan perceptual dan menyimpannya. Informasi tertentu disimpan
untuk menentukan maknanya. Memori jangka pendek dikenal juga
dengan informasi memori kerja, kapasitasnya sangat terbatas, waktu
penyimpananya juga pendek. Informasi dalam memori ini dapat di
transformasi dalam bentuk kode-kode dan selanjutnya diteruskan ke
memori jangka panjang.
(d) Long Term memory (memori jangka panjang): menampung hasil
pengolahan yang ada di memori jangka pendek. Informasi yang disimpan
dalam jangka panjang, bertahan lama, dan siap untuk dipakai kapan saja.
(e) Response generator (pencipta respon): menampung informasi yang
tersimpan dalam memori jangka panjang dan mengubahnya menjadi
reaksi jawaban.

Menurut Piaget proses belajar sebenarnya terdiri atas tiga tahapan yaitu:
(a) Asimilasi: Proses pengintegrasian informasi baru ke struktur kognitif yang

9
sudah ada.
(b) Akomodasi: Proses penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi baru.
(c) Equilibrasi: Penyesuaian yang berkesinambungan antara asimilasi dan
akomodasi.

Piaget juga mengemukakan bahwa proses belajar harus disesuaikan dengan


tahap perkembangan kognitif yang dilalui siswa. Proses belajar yang dialami
seorang anak berbeda pada tahap satu debfab tahap lainnya yang secara
umum semakin tinggi tingkat kognitif seseorang maka semakin teratur dan
juga semakin abstrak cara berpikirnya. Oleh karena itu guru seharusnya
memahami tahap-tahap perkembangan kognitif anak didiknya serta
memberikan isi, metode, media pembelajaran yang sesuai dengan
tahapannya.
Menurut Ausubel siswa akan belajar dengan baik jika isi pelajarannya
didefinisikan dan kemudian dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada
siswa (advanced organizer), dengan demikian akan mempengaruhi
pengaturan kemampuan belajar siswa. Advanced organizer adalah
konsep atau informasi umum yang mewadahi seluruh isi pelajaran yang akan
dipelajari oleh siswa. Advanced organizer memberikan tiga manfaat yaitu:
(a) Menyediakan suatu kerangka konseptual untuk materi yang akan
dipelajari.
(b) Berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara yang sedang
dipelajari dan yang akan dipelajari.
(c) Dapat membantu siswa untuk memahami bahan belajar secara lebih
mudah.

Kelebihan teori kognitivistik adalah:


(a) Menjadikan siswa lebih kreatif dan mandiri.
(b) Membantu siswa memahami bahan belajar secara lebih mudah

Kekurangan teori kognitivistik adalah:


(a) Teori tidak menyeluruh untuk semua tingkat pendidikan.
(b) Sulit di praktikkan khususnya di tingkat lanjut.
(c) Beberapa prinsip seperti intelegensi sulit dipahami dan pemahamannya
masih belum tuntas.

4) Teori Konstruktivistik
Menurut paradigma konstruktivistik, pembelajaran lebih mengutamakan
penyelesaian masalah, mengembangkan konsep, konstruksi solusi dan
algoritma ketimbang menghafal prosedur dan menggunakannya untuk
memperoleh satu jawaban benar. Pembelajaran lebih dicirikan oleh aktivitas

10
eksperimentasi, pertanyaan-pertanyaan, investigasi, hipotesis, dan model-
model yang dibangkitkan oleh siswa sendiri.
Secara umum, terdapat lima prinsip dasar yang melandasi kelas
konstruktivistik, yaitu: (1) meletakkan permasalahan yang relevan dengan
kebutuhan siswa, (2) menyusun pembelajaran di sekitar konsep-konsep
utama, (3) menghargai pandangan siswa, (4) materi pembelajaran
menyesuaikan terhadap kebutuhan siswa, (5) menilai pembelajaran secara
kontekstual. Secara tradisional, pembelajaran telah dianggap sebagai bagian
“menirukan” suatu proses yang melibatkan pengulangan siswa, atau meniru-
niru informasi yang baru disajikan dalam laporan atau quis dan tes. Menurut
paradigma konstruktivistik, pembelajaran lebih diutamakan untuk :
(a) Membantu siswa dalam menginternalisasi, membentuk kembali, atau
mentransformasi informasi baru.
(b) Menghargai otonomi dan inisiatif siswa.
(c) Menggunakan data primer dan bahan manipulatif dengan penekanan
pada keterampilan berpikir kritis.
(d) Mengutamakan kinerja siswa berupa mengklasifikasi, mengananalisis,
memprediksi, dan mengkreasi dalam mengerjakan tugas.
(e) Menyertakan respon siswa dalam pembelajaran dan mengubah model
atau strategi pembelajaran sesuai dengan karakteristik materi pelajaran.
(f) Menggali pemahaman siswa tentang konsep-konsep yang akan
dibelajarkan sebelum sharing pemahamannya tentang konsep-konsep
tersebut.
(g) Menyediakan peluang kepada siswa untuk berdiskusi baik dengan dirinya
maupun dengan siswa yang lain.
(h) Mendorong sikap inquiry siswa dengan pertanyaan terbuka yang
menuntut mereka untuk berpikir kritis dan berdiskusi antar temannya.
(i) Mengelaborasi respon awal siswa.
(j) Menyertakan siswa dalam pengalaman-pengalaman yang dapat
menimbulkan kontradiksi terhadap hipotesis awal mereka dan kemudian
mendorong diskusi.
(k) Menyediakan kesempatan yang cukup kepada siswa dalam memikirkan
dan mengerjakan tugas-tugas.
(l) Menumbuhkan sikap ingin tahu siswa melalui penggunaan model
pembelajaran yang beragam.

5) Teori Belajar Humanistik


Menurut Teori humanistik, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan
manusia. proses belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami
lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus
berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan

11
sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari
sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.
Tujuan utama para pendidik adalah membantu siswa untuk mengembangkan
dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka
sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan
potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.
Para ahli humanistik melihat adanya dua bagian pada proses belajar, ialah :
(a) Proses pemerolehan informasi baru.
(b) Penyampaian informasi ini pada individu.
Tokoh penting dalam teori belajar humanistik secara teoritik antara lain
adalah: Arthur W. Combs, Abraham Maslow, Bloom dan Krathwohl, Kolb,
Honey dan Mumford, Habermas, dan Carl Rogers.
(a) Abraham Maslow
Teori Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada
dua hal:
(1) Suatu usaha yang positif untuk berkembang
(2) Kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu.
Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk
memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis. Pada diri masing-masing
orang mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk
berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut
membahayakan apa yang sudah ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi
lain seseorang juga memiliki dorongan untuk lebih maju ke arah
keutuhan, keunikan diri, berfungsinya semua kemampuan, kepercayaan
diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga ia dapat menerima diri
sendiri (self).
Maslow membagi kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia menjadi tujuh
hierarki. Bila seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan pertama,
seperti kebutuhan fisiologis, barulah ia dapat menginginkan kebutuhan
yang terletak di atasnya, ialah kebutuhan mendapatkan rasa aman dan
seterusnya. Hirarki kebutuhan manusia menurut Maslow ini mempunyai
implikasi yang penting yang harus diperhatikan oleh guru pada waktu ia
mengajar anak-anak. Ia mengatakan bahwa perhatian dan motivasi
belajar ini mungkin berkembang kalau kebutuhan dasar siswa belum
terpenuhi.

(b) Bloom dan Krathwohl


Bloom dan Krathwohl menunjukkan apa yang mungkin dikuasai oleh
siswa tercakup dalam tiga kawasan yaitu kognitif, afektif dan psikomotor.

12
(c) Kolb
Kolb membagi tahapan belajar menjadi empat tahap yaitu:
(1) Pengalaman konkret: pada tahap dini seseorang hanya mampu ikut
mengalami suatu kejadian inilah terjadi tahap awal proses
pembelajaran.
(2) Pengalaman aktif dan reflektif: siswa lambat laun melakukan
pengamatan aktif terhadap kejadian itu, dan mulai berusaha
memikirkan serta memahaminya.
(3) Konseptualisasi: siswa mulai belajar membuat abstrak atau teori
tentang hal yang pernah diamatinya.
(4) Eksperimentasi aktif: siswa sudah mampu mengaplikasikan suatu
autran umum ke situasi yang baru.
Aplikasi teori Humanistik menunjuk pada ruh atau spirit proses
pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran
guru dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para
siswa dengan memberikan motivasi dan kesadaran mengenai makna belajar
dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada
siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran.
Siswa berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai
proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami potensi
diri, mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan
potensi diri yang bersifat negatif. Tujuan pembelajaran lebih kepada proses
belajar daripada hasil belajar.
Adapun proses yang umumnya dilalui adalah:
(a) Merumuskan tujuan belajar yang jelas
(b) Mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang
bersifat jelas , jujur dan positif.
(c) Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk
belajar atas inisiatif sendiri.
(d) Mendorong siswa untuk peka berpikir kritis, memaknai proses
pembelajaran secara mandiri
(e) Siswa didorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih
pilihannya sendiri, melakukan apa yang diinginkan dan menanggung
resiko dari perilaku yang ditunjukkan.
(f) Guru menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran
siswa, tidak menilai secara normatif tetapi mendorong siswa untuk
bertanggungjawab atas segala resiko perbuatan atau proses belajarnya.
(g) Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan
kecepatannya.
(h) Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi
siswa.

13
Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini cocok untuk diterapkan
pada materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan
kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena
sosial. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang
bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjaadi perubahan pola pikir,
perilaku dan sikap atas kemauan sendiri. Siswa diharapkan menjadi manusia
yang bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur
pribadinya sendiri secara bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak
orang lain atau melanggar aturan, norma, disiplin atau etika yang berlaku.
Kelebihan teori humanistik antara lain:
(a) Teori ini cocok untuk diterapkan dalam materi pembelajaran yang
bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan
analisis terhadap fenomena sosial.
(b) Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang
bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjadi perubahan pola pikir,
perilaku dan sikap atas kemauan sendiri.
(c) Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, tidak terikat oleh
pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara
bertanggung jawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau
melanggar aturan, norma, disiplin atau etika yang berlaku.

Kekurangan teori humanistik antara lain:


(a) Siswa yang tidak mau memahami potensi dirinya akan ketinggalan
dalam proses belajar.
(b) Siswa yang tidak aktif dan malas belajar akan merugikan diri sendiri
dalam proses belajar.

6) Rumpun Model Pembelajaran


Pembelajaran adalah proses interaksi antar peserta didik, antara peserta didik
dan pendidik, dan antara peserta dan sumber belajar lainnya pada suatu
lingkungan belajar yang berlangsung secara edukatif, agar peserta didik
dapat membangun sikap, pengetahuan dan keterampilannya untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Proses pembelajaran merupakan suatu proses
yang mengandung serangkaian kegiatan mulai dari perencanaan,
pelaksanaan hingga penilaian.
Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang digunakan sebagai
pedoman dalam melakukan pembelajaran yang disusun secara sistematis
untuk mencapai tujuan belajar yang menyangkut sintaksis, sistem sosial,
prinsip reaksi dan sistem pendukung (Joice&Wells). Sedangkan menurut
Arends dalam Trianto, mengatakan “model pembelajaran adalah suatu
perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam
merencanakan pembelajaran di kelas.

14
Prinsip-prinsip pembelajaran meliputi:
(a) Peserta didik difasilitasi untuk mencari tahu,
(b) Peserta didik belajar dari berbagai sumber belajar,
(c) Proses pembelajaraan menggunakan pendekatan ilmiah,
(d) Pembelajaran berbasis kompetensi,
(e) Pembelajaran terpadu,
(f) Pembelajaran yang menekankan pada jawaban divergen yang memiliki
kebenaran multi dimensi,
(g) Pembelajaran berbasis keterampilan aplikatif,
(h) Peningkatan keseimbangan, kesinambungan, dan keterkaitan antara
hard-skills dan soft-skills,
(i) Pembelajaran yang mengutamakan pembudayaan dan pemberdayaan
peserta didik sebagai pembelajar sepanjang hayat,
(j) Pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai dengan memberiketeladanan
(ing ngarso sung tulodo), membangun kemauan (ing madyo mangun
karso), dan mengembangkan kreativitas pesertadidik dalam proses
pembelajaran (tut wuri handayani),
(k) Pembelajaran yang berlangsung di rumah, di sekolah, dan di masyarakat,
(l) Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan
efisiensi dan efektivitas pembelajaran,
(m) Engakuan atas perbedaan individual dan latar belakang budaya peserta
didik, dan
(n) Suasana belajar menyenangkan dan menantang.

Model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan


digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pengajaran, tahap-tahap
dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan
kelas.
Tujuan penggunaan model pembelajaran sebagai strategi bagaimana
pembelajaran yang dilaksanakan dapat membantu peserta didik
mengembangkan dirinya baik berupa informasi, gagasan, keterampilan nilai
dan cara-cara berpikir dalam meningkatkan kapasitas berpikir secara jernih,
bijaksana dan membangun keterampilan sosial serta komitmen (Joice &
Wells).
Model pembelajaran mempunyai empat ciri khusus yaitu:
a) Rasional teoretis logis yang disusun oleh para pencipta atau
pengembangnya. Model pembelajaran mempunyai teori berfikir yang
masuk akal. Maksudnya para pencipta atau pengembang membuat teori
dengan mempertimbangkan teorinya dengan kenyataan sebenarnya serta
tidak secara fiktif dalam menciptakan dan
mengembangankannya.Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana
siswa belajar (tujuan pembelajaran yang akan dicapai). Model

15
pembelajaran mempunyai tujuan yang jelas tentang apa yang akan
dicapai, termasuk di dalamnya apa dan bagaimana siswa belajar dengan
baik serta cara memecahkan suatu masalah pembelajaran.
b) Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat
dilaksanakan dengan berhasil. Model pembelajaran mempunyai
tingkahlaku mengajar yang diperlukan sehingga apa yang menjadi cita-cita
mengajar selama ini dapat berhasil dalam pelaksanaannya.
c) Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat
tercapai. Model pembelajaran mempunyai lingkungan belajar yang
kondusif serta nyaman, sehingga suasana belajar dapat menjadi salah satu
aspek penunjang apa yang selama ini menjadi tujuan pembelajaran.
(Trianto, 2010).
d) Memilih atau menentukan model pembelajaran sangat dipengaruhi oleh
kondisi Capaian Pembelajaran, tujuan yang akan dicapai dalam
pengajaran, sifat dari materi yang akan diajarkan, dantingkat kemampuan
peserta didik. Di samping itu, setiap model pembelajaran mempunyai
tahap-tahap (sintaks) yang dapat dilakukan siswa dengan bimbingan guru.
Pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan saintifik sebagaimana yang
diterapkan pada kurikulum 2013, sebaiknya dipadukan secara sinkron
dengan langkah/tahapan kerja (syntax) model pembelajaran.

7) Model pembelajaran dalam Kurikulum 2013

Model pembelajaran dalam Kurikulum 2013

Kurikulum 2013 menggunakan 3 (tiga) model pembelajaran utama


(Permendikbud No. 103 Tahun 2014) yang diharapkan dapat membentuk
perilaku saintifik, perilaku sosial serta mengembangkan rasa keingintahuan.
Ketiga model tersebut adalah: model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem

16
Based Learning), model Pembelajaran Berbasis Projek (Project Based Learning),
dan model Pembelajaran Melalui Penyingkapan/Penemuan (Discovery/Inquiry
Learning). Disamping model pembelajaran di atas dapat juga dikembangkan
model pembelajaran Production Based Education (PBE) sesuai dengan
karakteristik pendidikan menengah kejuruan. Tidak semua model pembelajaran
tepat digunakan untuk semua KD/materi pembelajaran. Model pembelajaran
tertentu hanya tepat digunakan untuk materi pembelajaran tertentu. Sebaliknya
materi pembelajaran tertentu akan dapat berhasil maksimal jika menggunakan
model pembelajaran tertentu. Oleh karena itu guru harus menganalisis rumusan
pernyataan setiap KD, kemudian menentukan model pembelajaran yang tepat
untuk mencapai komptensi. Untuk menentukan model pembelajaran yang tepat
dapat merujuk pada rambu-rambu berikut:

Rambu-rambu penentuan model penyingkapan/penemuan


(Discovery/Inquiry Learning):
a) Pernyataan KD-3 dan KD-4 mengarah ke pencarian atau penemuan;
b) Pernyataan KD-3 lebih menitikberatkan pada pemahaman pengetahuan
faktual, konseptual, procedural, dan dimungkinkan sampai metakognitif;
c) Pernyataan KD-4 pada taksonomi mengolah dan menalar.

Rambu-rambu penemuan model hasil karya (Problem Based Learning dan


Project Based Learning):
a) Pernyataan KD-3 dan KD-4 mengarah pada hasil karya berbentuk jasa atau
produk;
b) Pernyataan KD-3 pada bentuk pengetahuan metakognitif;
c) Pernyataan KD-4 pada taksonomi menyaji dan mencipta, dan
d) Pernyataan KD-3 dan KD-4 yang memerlukan persyaratan penguasaan
pengetahuan konseptual dan prosedural.
Masing-masing model pembelajaran tersebut memiliki urutan langkah kerja
(syntax) tersendiri, yang dapat diuraikan sebagai berikut.

17
a) Model Pembelajaran Penyingkapan (Discovery / Inquiry Learning)

Model pembelajaran penyingkapan (Discovery Learning)adalah memahami


konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai
kepada suatu kesimpulan (Budiningsih, 2005:43). Discovery terjadi bila
individu terlibat, terutama dalam penggunaan proses mentalnya untuk
menemukan beberapa konsep dan prinsip.
Discovery dilakukan melalui observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi,
penentuan dan inferi. Proses tersebut disebut cognitive process sedangkan
discovery itu sendiri adalah the mental process of assimilatingconcepts and
principles in the mind (Robert B. Sund dalam Malik, 2001:219).
(1) Sintak model Discovery Learning
(a) Pemberian rangsangan (Stimulation);
(b) Pernyataan/Identifikasi masalah (Problem Statement);
(c) Pengumpulan data (Data Collection);
(d) Pembuktian (Verification), dan
(e) Menarik simpulan/generalisasi (Generalization).
(2) Sintak model Inquiry Learning Terbimbing
Model pembelajaran yang dirancang membawa peserta didik dalam
proses penelitian melalui penyelidikan dan penjelasan dalam setting
waktu yang singkat (Joice & Wells, 2003).
Model pembelajaran Inkuiri merupakan kegiatan pembelajaran yang
melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari
dan menyelidiki sesuatu secara sistematis kritis dan logis sehingga
mereka dapat merumuskan sendiri temuannya.

18
Sintak/tahap model inkuiri meliputi:
(a) Orientasi masalah;
(b) Pengumpulan data dan verifikasi;
(c) Pengumpulan data melalui eksperimen;
(d) Pengorganisasian dan formulasi eksplanasi, dan
(e) Analisis proses inkuiri.

b) Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

Merupakan pembelajaran yang menggunakans berbagai kemampuan


berpikir dari peserta didik secara individu maupun kelompok serta
lingkungan nyata untuk mengatasi permasalahan sehingga bermakna,
relevan, dan kontekstual (Tan Onn Seng, 2000).
Tujuan PBL adalah untuk meningkatkan kemampuan dalam menerapkan
konsep-konsep pada permasalahan baru/nyata, pengintegrasian konsep
High Order Thinking Skills (HOT’s), keinginan dalam belajar, mengarahkan
belajar diri sendiri dan keterampilan (Norman and Schmidt).
Berikut adalah beberapa model sintak Problem Based Learning:
(1) Sintak model Problem Based Learning dari Bransford and Stein (dalam
Jamie Kirkley, 2003:3) terdiri atas:
(a) Mengidentifikasi masalah;
(b) Menetapkan masalah melalui berpikir tentang masalah dan
menyeleksi informasi-informasi yang relevan;
(c) Mengembangkan solusi melalui pengidentifikasian alternative
alternatif, tukar-pikiran dan mengecek perbedaan pandang;
(d) Melakukan tindakan strategis, dan
(e) Melihat ulang dan mengevaluasi pengaruh-pengaruh dari solusi
yang dilakukan.

19
(2) Sintak model Problem Solving Learning Jenis Trouble Shooting
(David H. Jonassen, 2011:93) terdiri atas:
(a) Merumuskan uraian masalah;
(b) Mengembangkan kemungkinan penyebab;
(c) Mengetes penyebab atau proses diagnosis, dan
(d) Mengevaluasi.

c) Model pembelajaran Project Based Learning (PjBL).

Model pembelajaran PJBL merupakan pembelajaran dengan


menggunakan proyek nyata dalam kehidupan yang didasarkan pada
motivasi tinggi, pertanyaan menantang, tugas-tugas atau permasalahan
untuk membentuk penguasaan kompetensi yang dilakukan secara
kerjasama dalam upaya memecahkan masalah (Barel, 2000 and Baron
2011).
Tujuan Project Based Learning adalah meningkatkan motivasi belajar,
team work, keterampilan kolaborasi dalam pencapaian kemampuan
akademik level tinggi/taksonomi tingkat kreativitas yang dibutuhkan
pada abad 21 (Cole & Wasburn Moses, 2010).
Sintak/tahapan model pembelajaran Project Based Learning, meliputi:
(1) Penentuan pertanyaan mendasar (Start with the Essential Question);
(2) Mendesain perencanaan proyek;
(3) Menyusun jadwal (Create a Schedule);
(4) Memonitor peserta didik dan kemajuan proyek (Monitor the
Students and the Progress of the Project);
(5) Menguji hasil (Assess the Outcome), dan
(6) Mengevaluasi pengalaman (Evaluate the Experience).

20
Di samping tiga model pembelajaran di atas, di SMK dapat digunakan model
Production Based Training (PBT) untuk mendukung pengembangan Teaching
Factory pada mata pelajaran pengembangan produk kreatif. Model
Pembelajaran Production Based Training merupakan proses pendidikan dan
bimtek yang menyatu pada proses produksi, dimana peserta didik diberikan
pengalaman belajar pada situasi yang kontekstual mengikuti aliran kerja industri
mulai dari perencanaan berdasarkan pesanan, pelaksanaan dan evaluasi
produk/kendali mutu produk, hingga langkah pelayanan pasca produksi.Tujuan
penggunaan model pembelajaranPBT adalah untuk menyiapkan peserta didik
agar memiliki kompetensi kerja yang berkaitan dengan kompetensi teknisserta
kemampuan kerjasama sesuai tuntutan organisasi kerja.
Sintaks/tahapan model pembelajaran Production Based Trainning meliputi:
(1) Merencanakan produk;
(2) Melaksanakan proses produksi;
(3) Mengevaluasi produk (melakukan kendali mutu), dan
(4) Mengembangkan rencana pemasaran. (G. Y. Jenkins, Hospitality 2005).
Kurikulum 2013, mendorong proses pembelajaran dilakukan dengan
pendekatan saintifik. Proses pembelajaran yang mengacu pada pendekatan
saintifik, meliputi lima langkah sebagai berikut:
1. Mengamati, yaitu kegiatan siswa mengidentifikasi melalui indera penglihat
(membaca, menyimak), pembau, pendengar, pengecap dan peraba pada
waktu mengamati suatu objek dengan ataupun tanpa alat bantu. Alternatif
kegiatan mengamati antara lain observasi lingkungan, mengamati gambar,
video, tabel dan grafik data, menganalisis peta, membaca berbagai
informasi yang tersedia di media masa dan internet maupun sumber lain.
Bentuk hasil belajar dari kegiatan mengamati adalah siswa dapat
mengidentifikasi masalah.
2. Menanya, yaitu kegiatan siswa mengungkapkan apa yang ingin
diketahuinya baik yang berkenaan dengan suatu objek, peristiwa, suatu
proses tertentu. Dalam kegiatan menanya, siswa membuat pertanyaan
secara individu atau kelompok tentang apa yang belum diketahuinya. Siswa
dapat mengajukan pertanyaan kepada guru, narasumber, siswa lainnya dan
atau kepada diri sendiri dengan bimbingan guru hingga siswa dapat mandiri
dan menjadi kebiasaan. Pertanyaan dapat diajukan secara lisan dan tulisan
serta harus dapat membangkitkan motivasi siswa untuk tetap aktif dan
gembira. Bentuknya dapat berupa kalimat pertanyaan dan kalimat hipotesis.
Hasil belajar dari kegiatanmenanya adalah siswa dapat merumuskan
masalah dan merumuskan hipotesis.
3. Mengumpulkan data, yaitu kegiatan siswa mencari informasi sebagai bahan
untuk dianalisis dan disimpulkan. Kegiatan mengumpulkan data dapat
dilakukan dengan cara membaca buku, mengumpulkan data sekunder,
observasi lapangan, uji coba (eksperimen), wawancara, menyebarkan

21
kuesioner, dan lain-lain. Hasil belajar dari kegiatan mengumpulkan data
adalah siswa dapat menguji hipotesis.
4. Mengasosiasi, yaitu kegiatan siswa mengolah data dalam bentuk
serangkaian aktivitas fisik dan pikiran dengan bantuan peralatan tertentu.
Bentuk kegiatan mengolah data antara lain melakukan klasifikasi,
pengurutan (sorting), menghitung, membagi, dan menyusun data dalam
bentuk yang lebih informatif, serta menentukan sumber data sehingga lebih
bermakna. Kegiatan siswa dalam mengolah data misalnya membuat tabel,
grafik, bagan, peta konsep, menghitung, dan pemodelan. Selanjutnya siswa
menganalisis data untuk membandingkan ataupun menentukan hubungan
antara data yang telah diolahnya dengan teori yang ada sehingga dapat
ditarik simpulan dan atau ditemukannya prinsip dan konsep penting yang
bermakna dalam menambah skema kognitif, meluaskan pengalaman, dan
wawasan pengetahuannya. Hasil belajar dari kegiatan menalar/
mengasosiasi adalah siswa dapat menyimpulkan hasil kajian dari hipotesis.
5. Mengomunikasikan, yaitu kegiatan siswa mendeskripsikan dan
menyampaikan hasil temuannya dari kegiatan mengamati, menanya,
mengumpulkan dan mengolah data, serta mengasosiasi yang ditujukan
kepada orang lain baik secara lisan maupun tulisan dalam bentuk diagram,
bagan, gambar, dan sejenisnya dengan bantuan perangkat teknologi
sederhana dan atau teknologi informasi dan komunikasi. Hasil belajar dari
kegiatan mengomunikasikan adalah siswa dapat memformulasikan dan
mempertanggungjawabkan pembuktian hipotesis.

4. Rangkuman
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan
sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan
bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu
dan pengetahuan. Jadi dapat dikatakan Teori belajar merupakan upaya untuk
mendeskripsikan bagaimana manusia belajar, sehingga membantu kita
semua memahami proses inhern yang kompleks dari belajar. Adapunteori
belajar terdiri dari 5, yaitu:
a) Teori belajar Desktiptif dan preskriptif
b) Teori belajar Behavioristik
c) Teori belajar Kognitifistik
d) Teori belajar Konstrukstivistik
e) Teori belajar Humanistik

Adapun rumpun model pembelajaran yang bisa dikembangkan terdiri dari 3


yaitu, :
a) Inquri dan discovery

22
b) Problem based learning
c) Project based learning
d) Saintific based learning

5. Tugas
Untuk meningkatkan pemahaman terhadap materi 1 Konsep model
pembelajaran, maka peserta menjawab pertanyaan berikut:
a. Jelaskan teori-teori pembelajaran!
b. Identifikasi model-model pembelajaran berdasarkan teori belajar ?
c. Identifikasi model-model pembelajarn berdasarkan rumah/rumpungnya
masing-masing!

6. Umpan Balik dan Tindak Lanjut


Setelah menyelesaikan latihan dan tugas dalam modul, melalui Reflective
Thinking, peserta diminta menuliskan pada selembar kertas tentang apa saja
tujuan mengetahui teori dan sikap belajar serta rumah dan rumpung model
pembelajarn.

23
B. Materi 2: Analisis SKL, Capaian Pembelajaran, dan Kaitannya dengan Model
Pembelajaran

1. Capaian Pembelajaran
a. Tujuan
Tujuan mengikuti materi ini peserta bimtek dapat memahami konsep
Standar Kompetensi Lulusan, kompetensi inti, kompetensi dasar,
merumuskan IPK dan uraian model pembelajaran yang dirancang berbasis
aktivitas.
b. Indikator Keberhasilan
Setelah mengikuti bimtek ini, peserta dapat:
1) Menganalisis Standar Kompetensi Lulusan sesuai jenjang yang meliputi
dimensi sikap, pengetahuan dan keterampilan.
2) Menentukan deskripsi kompetensi inti sesuai dengan standar
kompetensi lulusan yang meliputi aspek sikap spiritual, sikap sosial,
pengetahuan dan keterampilan.
3) Menentukan deskripsi kompetensi dasar sesuai kompetensi inti aspek
sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan dan keterampilan.
4) Menentukan model pembelajaran yang dirancang berbasis aktivitas.

2. Pokok-pokok Materi
a. Analisis Standar Kompetensi Lulusan sesuai jenjang yang meliputi dimensi
sikap, pengetahuan dan keterampilan
b. Kompetensi inti sesuai dengan standar kompetensi lulusan yang meliputi
aspek sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan dan keterampilan
c. Kompetensi dasar sesuai kompetensi inti aspek sikap spiritual, sikap sosial,
pengetahuan dan keterampilan

3. Uraian Materi
a. Standar Kompetensi Lulusan
Standar Kompetensi Lulusan merupakan salah satu dari delapan Standar
Nasional Pendidikan sebagaimana yang ditetapkan dalam Pasal 35 Ayat (1)
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan
yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan, yang akan menjadi
acuan bagi pengembangan kurikulum dalam rangka mewujudkan tujuan
pendidikan nasional.
Standar Kompetensi Lulusan adalah kriteria mengenai kualifikasi
kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan
keterampilan.
Standar Kompetensi Lulusan digunakan sebagai acuan utama

24
pengembangan standar isi, standar proses, standar penilaian pendidikan,
standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana,
standar pengelolaan, dan standar pembiayaan.
Ruang Lingkup Standar Kompetensi Lulusan terdiri atas kriteria/ kualifikasi
kemampuan peserta didik yang diharapkan dapat dicapai setelah
menyelesaikan masa belajarnya di satuan pendidikan pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah.
Rumusan Standar Kompetensi lulusan SD/MI/SDLB/Paket A;
SMP/MTs/SMPLB/Paket B; dan SMA/MA/SMALB/Paket C yang meliputi
dimensi sikap, pengetahuan dan keterampilan adalah sebagai berikut:
Dimensi Sikap
SD/MI/SDLB/ SMP/MTs/SMPLB/ SMA/MA/SMALB/
Paket A Paket B Paket C
Memiliki perilaku yang Memiliki perilaku yang Memiliki perilaku
mencerminkan sikap: mencerminkan sikap: yang mencerminkan
1. beriman dan bertakwa 1. beriman dan sikap:
kepada Tuhan YME, bertakwa kepada 1. beriman dan
2. berkarakter, jujur, dan Tuhan YME, bertakwa kepada
peduli, 2. berkarakter, jujur, Tuhan YME,
3. bertanggungjawab, dan peduli, 2. berkarakter, jujur,
4. pembelajar sejati 3. bertanggungjawab, dan peduli,
sepanjang hayat, dan 4. pembelajar sejati 3. bertanggungjawab,
5. sehat jasmani dan sepanjang hayat, dan 4. pembelajar sejati
rohani 5. sehat jasmani dan sepanjang hayat, dan
sesuai dengan rohani 5. sehat jasmani dan
perkembangan anak di sesuai dengan rohani
lingkungan keluarga, perkembangan anak di sesuai dengan
sekolah, masyarakat dan lingkungan keluarga, perkembangan anak
lingkungan alam sekitar, sekolah, masyarakat di lingkungan
bangsa, dan negara dan lingkungan alam keluarga, sekolah,
sekitar, bangsa, negara, masyarakat dan
dan kawasan regional. lingkungan alam
sekitar, bangsa,
negara, kawasan
regional, dan
internasional.

25
Dimensi Pengetahuan
SD/MI/SDLB/ SD/MI/SDLB/ SD/MI/SDLB/
Memiliki pengetahuan Memiliki Memiliki pengetahuan
faktual, konseptual, pengetahuan faktual, konseptual,
prosedural, dan faktual, konseptual, prosedural, dan
metakognitif pada prosedural, dan metakognitif pada
tingkat dasar berkenaan metakognitif pada tingkat teknis, spesifik,
dengan: tingkat teknis dan detil, dan kompleks
1. ilmu pengetahuan, spesifik sederhana berkenaan dengan:
2. teknologi, berkenaan dengan: 1. ilmu pengetahuan,
3. seni, dan 1. ilmu 2. teknologi,
4. budaya. pengetahuan, 3. seni,
2. teknologi, 4. budaya, dan
Mampu mengaitkan 3. seni, dan 5. humaniora.
pengetahuan di atas 4. budaya.
dalam konteks diri Mampu mengaitkan
sendiri, keluarga, Mampu pengetahuan di atas
sekolah, masyarakat dan mengaitkan dalam konteks diri
lingkungan alam sekitar, pengetahuan di sendiri, keluarga,
bangsa, dan negara. atas dalam konteks sekolah, masyarakat dan
diri sendiri, lingkungan alam sekitar,
keluarga, sekolah, bangsa, negara, serta
masyarakat dan kawasan regional dan
lingkungan alam internasional.
sekitar, bangsa,
negara, dan
kawasan regional.

Dimensi Keterampilan
SD/MI/SDLB/ SMP/MTs/SMPLB/ SMA/MA/SMALB/
Paket A Paket B Paket C
Memiliki keterampilan Memiliki keterampilan Memiliki
berpikir dan bertindak: berpikir dan bertindak: keterampilberpikir
1. kreatif, 1. kreatif, dan bertindak:
2. produktif, 2. produktif, 1. kreatif,
3. kritis, 3. kritis, 2. produktif,
4. mandiri, 4. mandiri, 3. kritis,
5. kolaboratif, dan 5. kolaboratif, dan 4. mandiri,
6. komunikatif 6. komunikatif 5. kolaboratif, dan
6. komunikatif

26
melalui pendekatan melalui pendekatan
ilmiah sesuai dengan lmiah sesuai dengan melalui pendekatan
tahap perkembangan yang dipelajari di ilmiah sebagai
anak yang relevan satuan pendidikan dan pengembangan dari
dengan tugas yang sumbeain secara yang dipelajari di
diberikan mandiri satuan pendidikan
dan sumber lain
secara mandiri

b. Kompetensi Inti
Kompetensi inti pada kurikulum 2013 merupakan tingkat kemampuan
untuk mencapai standar kompetensi lulusan yang harus dimiliki seorang
peserta didik pada setiap tingkat kelas.
Isi kurikulum 2013 dikembangkan dalam bentuk Kompetensi Inti (KI) dan
Kompetensi Dasar (KD). Kompetensi Inti dikembangkan dari Standar
Kompetensi Lulusan (SKL) dan merupakan kualitas minimal yang harus
dikuasai peserta didik di kelas untuk setiap mata pelajaran. Kompetensi Inti
tidak memuat konten khusus mata pelajaran tetapi konten umum yaitu
fakta, konsep, prosedur, metakognitif dan kemampuan menerapkan
pengetahuan yang terkandung dalam setiap mata pelajaran.
Perluasan penerapan kompetensi yang dipelajari dinyatakan dalam KI,
dimulai dari lingkungan terdekat sampai ke lingkungan global. Dalam
desain Kurikulum 2013, Kompetensi Inti berfungsi sebagai pengikat bagi
Kompetensi Dasar. Oleh karena itu, setiap Kompetensi Dasar yang
dikembangkan harus mengacu kepada Kompetensi Inti.
Kompetensi Inti terdiri atas empat dimensi yang satu sama lain saling
terkait. Keempat dimensi tersebut adalah: sikap spiritual (KI 1), sikap sosial
(KI 2), pengetahuan (KI 3), dan keterampilan (KI 4), yang tercantum dalam
pengembangan Kompetensi Dasar, Silabus, dan RPP. Dalam proses
pembelajaran, KI 1 dan KI 2 dikembangkan di setiap kegiatan sekolah
dengan pendekatan pembelajaran tidak langsung (indirect teaching).
Sedangkan KI 3 dan KI 4 dikembangkan oleh masing-masing mata
pelajaran dengan pendekatan pembelajaran langsung (direct teaching).
Kompetensi Inti 3 (KI 3) menitikberatkan pada pengembangan
pengetahuan (faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif) dalam
jenjang kemampuan kognitif dari mengingat sampai mencipta. Sedangkan
KI 4 merupakan penerapan dari apa yang dipelajari pada KI 3 dalam proses
pembelajaran yang terintegrasi ataupun terpisah. Pembelajaran terintegrasi
mengandung makna bahwa proses pembelajaran KI 3 dan KI 4 dilakukan
pada waktu bersamaan baik di kelas, laboratorium maupun di luar sekolah.

27
Pembelajaran terpisah mengandung makna bahwa pembelajaran
mengenai KI 3 terpisah dalam waktu dan/atau tempat dengan KI 4.
Selanjutnya, setiap KI dijabarkan dalam bentuk Kompetensi Dasar (KD).
Kompetensi Dasar (KD) dari masing-masing KI menjadi rujukan guru dalam
pengembangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). RPP merupakan
rencana kegiatan pembelajaran tatap muka untuk satu pertemuan atau
lebih. RPP dikembangkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan
pembelajaran peserta didik dalam upaya mencapai Kompetensi Dasar (KD).

c. Kompetensi Dasar
Kompetensi dasar merupakan kemampuan dan materi pembelajaran
minimal yang harus dicapai peserta didik untuk suatu mata pelajaran pada
masing-masing satuan pendidikan yang mengacu pada kompetensi inti.
Kompetensi Dasar (KD) adalah kemampuan untuk mencapai Kompetensi
Inti yang harus diperoleh peserta didik melalui pembelajaran. Kompetensi
Dasar setiap mata pelajaran dikembangkan dengan merujuk kepada
Kompetensi Inti dan setiap KI memiliki KD yang sesuai. Dengan perkataan
lain, KI 1 memiliki KD yang berkaitan dengan sikap spiritual, KI 2 memiliki
KD yang berkaitan dengan sikap sosial, KI 3 memiliki KD yang berkaitan
dengan pengetahuan dan KI 4 memiliki KD yang berkaitan dengan
keterampilan. KI-1, KI-2, dan KI-4 dikembangkan melalui proses
pembelajaran setiap materi pokok yang tercantum dalam KI-3. KI-1 dan KI-
2 tidak diajarkan langsung, tetapi indirect teaching pada setiap kegiatan
pembelajaran.
Setiap kompetensi berimplikasi terhadap tuntutan proses pembelajaran
dan penilaian. Hal ini bermakna bahwa pembelajaran dan penilaian pada
tingkat yang sama memiliki karakteristik yang relatif sama dan
memungkinkan terjadinya akselerasi belajar dalam 1 (satu) tingkat
Kompetensi. Selain itu, untuk tingkat kompetensi yang berbeda menuntut
pembelajaran dan penilaian dengan fokus dan penekanan yang berbeda
pula.

4. Rangkuman
a. Standar Kompetensi Lulusan adalah kriteria mengenai kualifikasi
kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan
keterampilan.
b. Kompetensi inti pada kurikulum 2013 merupakan tingkat kemampuan
untuk mencapai standar kompetensi lulusan yang harus dimiliki seorang
peserta didik pada setiap tingkat kelas. Kompetensi inti yang dimaksud
terdiri atas: kompetensi inti sikap spiritual; kompetensi inti sikap

28
sosial;kompetensi inti pengetahuan; dan kompetensi inti keterampilan.
c. Kompetensi dasar yakni kemampuan dan materi pembelajaran minimal
yang harus dicapai peserta didik untuk suatu mata pelajaran pada masing-
masing satuan pendidikan yang mengacu pada kompetensi inti.
d. Model pembelajaran adalah seluruh rangkaian penyajian materi ajar yang
meliputi segala aspek sebelum dan sesudah pembelajaran yan dilakukan
guru serta segala fasilitas yang terkait yang digunakan secara langsung
atau tidak langsung dalam proses belajar mengajar.

5. Tugas
Untuk meningkatkan pemahaman terhadap materi 2: Analisis SKL, Capaian
Pembelajaran, dan kaitannya dengan Metode Pembelajaran, maka peserta
menjawab pertanyaan berikut:
Jelaskan komponen yang harus dipertimbangkan sebelum memilih model
pembelajaran!

6. Umpan Balik dan Tindak Lanjut


Setelah menyelesaikan latihan dan tugas dalam modul, melalui Reflective
Thinking, peserta diminta menuliskan pada selembar kertas tentang apa
hubungan model pembelajaran dengan SKL, KI dan KD.

29
C. Materi 3: Sintaks Pembelajaran

1. Capaian Pembelajaran
a. Tujuan
Tujuan mengikuti materi ini peserta bimtek dapat memahami urgensi
sintaks model pembelajaran, macam-macam sintaks pembelajaran PAI,
serta tekhnik memilih sintaks pembelajaran yang sesuai dengan materi
pembelajaran.
b. Indikator Keberhasilan
Setelah mengikuti bimtek ini, peserta dapat:
1) Mengetahui urgensi sintaks pembelajaran;
2) Memahami macam-macam sintaks pembelajaran PAI.
3) Menentukan sintaks pembelajaran yang relevan dengan materi.
4) Mengidentifikasi model pembelajaran beradasarkan sintaksnya;
5) Mengidentifikasi model pembelajaran beradasarkan sintaksnya.

2. Pokok-pokok Materi
a. Urgensi sintaks model pembelajaran dalam mencapai
tujuan pembelajaran
b. Macam-macam sintak model pembelajaran PAI
c. Tekhnik memilih sintaks model pembelajaran yang relevan dengan materi
pembelajaran

3. Uraian Materi
Model pembelajaran diklasifikasikan berdasarkan tujuan pembelajarannya,
sintaks atau pola urutan, dan sifat lingkungan belajarnya. Penggunaan model
pembelajaran tertentu memungkinkan guru dapat mencapai pembelajaran
tertentu dan bukan tujuan pembelajaran yang lain. Sintaks atau pola urutan
model pembelajaran menggambarkan keseluruhan urutan alur langkah yang
pada umumnya diikuti oleh serangkaian kegiatan pembelajaran.
Dengan demikian, sintaks pembelajaran menunjukkan dengan jelas kegiatan
apa yang perlu dilakukan oleh guru dan peserta didik, urutan kegiatan yang
dilakukan, dan tugas (assignment) yang perlu dilakukan oleh peserta
didik. Sintaks dari berbagai macam model pembelajaran mempunyai
komponen yang sama. Misalnya, semua pembelajaran diawali dengan
menarik perhatian peserta didik dan memotivasi peserta didik terlibat dalam
proses pembelajaran. Setiap model pembelajaran selalu mempunyai tahap
"menutup pelajaran" yang berisi merangkum pokok-pokok pembelajaran
yang dilakukan oleh peserta didik dengan bimbingan guru. Di samping ada
persamaannya, setiap model pembelajaran antara sintaks yang satu dengan
sintaks yang lain juga mempunyai perbedaan. Perbedaan-perbedaan inilah

30
terutama yang berlangsung di antara pembukaan dan penutupan
pembelajaran, yang harus dipahami oleh para guru agar supaya model-
model pembelajaran dapat dilakukan dengan berhasil.
Sintaks model pembelajaran pada kurikulum 2013 yang disarankan adalah
sebagai berikut: Descovery Learning , Inquiry Terbimbing, Problem Based
Learning, Problem Solving Learning jenis Trouble Shooting, Project Based
Learning , Production Based Trainning.

Berikut adalah sintak beberapa model pembelajaran pada kurikulum 2013:


a. Sintaks Model Pembelajaran kooperatif (cooperative teaching)

Fase Perilaku Guru

Fase 1 Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran


Menyampaikan tujuan yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan
dan memotivasi siwa memotivasi siswa belajar.
Fase 2 Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan
Menyajikan informasi jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.

Fase 3 Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana cara


Mengorganisasi membentuk kelompok belajar dan membantu
siswa ke dalam setiap agar melakukan transisi secara efisien.
kelompok-
kelompok belajar
Fase 4 Guru membimbing kelompok-kelompok belajar
Membimbing pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.
kelompok belajar dan
bekerja
Fase 5 Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi
Evaluasi yang telah dipelajari atau masing-masing
kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.

Fase 6 Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik


Memberikan upaya maupun hasil belajar individu dan
penghargaan kelompok.

31
b. Sintaks Model Pembelajaran Inkuiri (Penemuan)
Tahap Tingkah Laku Guru

Tahap 1 Guru menyajikan kejadian-kejadian atau


Observasi untuk fenomena yang memungkinkan siswa
menemukan menemukan masalah
masalah
Tahap 2 Guru membimbing siswa merumuskan masalah
Merumuskan masalah penelitian berdasarkan kejadian dan fenomena
yang disajikannya

Tahap 3 Guru membimbing siswa untuk mengajukan


Mengajukan hipotesis hipotesis terhadap masalah yang telah
Dirumuskannya

Tahap 4 Guru membimbing siswa untuk merencanakan


Merencanakan pemecahan masalh, membantu menyiapkan
pemecahan masalah alat dan bahan yang diperlukan dan menyusun
(melalui eksperimen prosedur kerja yang tepat
atau cara lain)
Tahap 5 Selama siswa bekerja, guru membimbing dan
Melaksanakan memfasilitasi
eksperimen
(atau cara
pemecahan
masalh yang
lain)
Tahap 6 Guru membantu siswa melakukan pengamatan
Melakukan pengamatan tentang hal-hal yang penting dan membantu
dan pengumpulan data mengumpilkan dan mengorganisasi data

Tahap 7 Guru membantu siswa menganalisis data supaya


Analisis data menemukan suatu konsep

Tahap 8 Guru membimbing siswa mengambil


Penarikan kesimpulan kesimpulan berdasarkan data dan menemukan
dan penemuan sendiri konsep yang ingin ditanamkan.

c. Model Pembelajaran Descovery Learning


1) Stimulation (Stimulasi/Pemberian Rangsangan)
2) Problem Statement (Pernyataan/ Identifikasi Masalah)
3) Data Collection (Pengumpulan Data)
4) Verification (Pengolahan Data dan Pembuktian)

32
5) Generalization (Menarik Kesimpulan/Generalisasi)

d. Model Pembelajaran Inkuiry Terbimbing


1) Orientasi masalah;
2) Pengumpulan data dan verifikasi
3) Pengumpulan data melalui eksperimen;
4) Pengorganisasian dan formulasi eksplanasi,
5) Analisis proses inkuiri.

e. Model Pembelajaran Problem Based Learning (Bransford & Stein, dalam Jamie
Kirkley /2003: 3 )
1) Mengidentifikasi masalah;
2) Menetapkan masalah melalui berfikir tentang masalah dan menseleksi
informasi-informasi yang relevan;
3) Mengembangkan solusi melalui pengidentifikasian alternatif- alternatif,
tukar-pikiran dan mengecek perbedaan pandang.
4) Melakukan tindakan strategis
5) Melihat ulang dan mengevaluasi pengaruh-pengaruh dari solusi yang
dilakukan.

f. Model Pembelajaran Problem Solving Learning jenis Trouble Shooting (David


H. Jonassen (2011: 93)
1) Merumuskan uraian masalah;
2) Mengembangkan kemungkinan penyebab;
3) Menguji penyebab atau proses diagnosa;
4) Mengevaluasi

g. Model Pembelajaran Project Based Learning


1) Penentuan Pertanyaan Mendasar (Start With the Essential Question).
2) Mendesain Perencanaan Proyek
3) Menyusun Jadwal (Create a Schedule)
4) Memonitor peserta didik dan kemajuan proyek (Monitor the Students and
the Progress of the Project)
5) Menguji Hasil (Assess the Outcome)
6) Mengevaluasi Pengalaman (Evaluate the Experience)

4. Rangkuman

Sintaks pembelajaran menunjukkan dengan jelas kegiatan apa yang perlu


dilakukan oleh guru dan peserta didik, urutan kegiatan yang dilakukan, dan
tugas (assignment) yang perlu dilakukan oleh peserta didik. Sintaks dari
berbagai macam model pembelajaran mempunyai komponen yang sama.
Setiap model bahkan metode memiliki sintaks masing-masing yang

33
menunjukkan ciri khasnya. Dengan ciri khasnya, seorang guru bias
menidentifikasi model atau metode apa yang tepat untuk materi yang akan
di ajarkan sehingga tujuan pembelajaran yang diharapkan dapat dicapai
dengan baik dan efisien.

5. Tugas

Untuk meningkatkan pemahaman terhadap materi Sintaks Pembelajaran,


maka peserta menjawab pertanyaan berikut:
a. Jelaskan karakteristik sintaks yang sesuai dengan pembelajaran PAI!
b. Mengapa sintaks pembelajaran sangat perlu dalam pembelajaran?

6. Umpan Balik dan Tindak Lanjut


Setelah menyelesaikan latihan dan tugas dalam modul, peserta diminta
menjawab pertanyaan berikut di kertas yang tersedia!
Apakah Anda menganalisis sintaks pembelajaran sebelum
mengajar? Mengapa?

34
D. Materi 4: Model Pembelajaran Abad 21

1. Capaian Pembelajaran
a. Tujuan
Tujuan mengikuti materi ini peserta bimtek dapat memahami konsep 4C
(creativity, critical thinking, collaborative and communication) dan mampu
menerapkan dalam pembelajaran, salain dari itu peserta juga di tuntut
untuk dapat memahami dan merumuskan implementasi penguatan
pengembangan karakter, literasi dalam pembelajaran serta mampu
Mengimplementasikan moderasi beragama dalam pembelajaran PAI.
b. Indikator Keberhasilan
Setelah mengikuti bimtek ini, peserta dapat:
1) Menjelaskan konsep 4 C, PPP, Literasi dan moderasi beragama dalam
pembelajaran PAI.
2) Menjelaskan mekanisme implementasi 4 C, Profil pelajar pancasila, Literasi
dan moderasi beragama dalam pembelajaran PAI.
3) Menjelaskan urgensi model pembelajaran abad 21 dalam PAI
4) Menganalisis sintaks pembelajaran yang berkaitan dengan 4 C, PPP,
Literasi dan moderasi beragama.
5) Mengimplementasikan pembelajaran abad 21, PPK, Literasi dan moderasi
beragama dalam pembelajaran.

2. Pokok-pokok Materi
Pokok-pokok materi bimtek pada sesi ini terdiri dari:
a. Kecakapan abad 21
b. Pembelajaran HOTS
c. Profil Pelajar Pancasila (PPP)
d. Penguatan Literasi dalam pembelajaran PAI
e. Moderasi Beragama

3. Uraian Materi
a. Kecapakan Abad 21

35
Pendidikan Abad 21 merupakan pendidikan yang mengintegrasikan antara
kecakapan pengetahuan, keterampilan, dan sikap, serta penguasaan
terhadap TIK. Kecakapan tersebut dapat dikembangkan melalui berbagai
model pembelajaran berbasis aktivitas yang sesuai dengan karakteristik
kompetensi dan materi pembelajaran. Kecakapan yang dibutuhkan di abad
21 juga merupakan keterampilan berpikir lebih tinggi (Higher Order
Thinking Skills – HOTS) yang sangat diperlukan peserta didik dalam
menghadapi tantangan global.
Adapun yang termasuk kecakapan abad 21 adalah:
1. Kecakapan Berpikir Kritis dan Pemecahan masalah (Critical Thinking
and Problem Solving Skill)
Kecakapan abad 21 yang pertama akan dibahas adalah kecakapan
berpikir kritis dan pemacahan masalah. Berpikir kritis bersifat mandiri,
berdisiplin diri, dimonitor diri, memperbaiki proses berpikir sendiri. Hal
itu dipandang sebagai asset penting terstandar dan cara kerja dan cara
berpikir dalam praktek, hal itu memerlikan komunikasi efektif dan
pemecahan masalah dan komitmen untuk mengatasi sikap dan
sosiosentris bawaan (Paul and Elder, 2006).
Berpikir kritis menurut Beyer (1985) adalah kemapuan 1) menentukan
kredibilitas suatu sumber, 2) membedakan antara yang relevan dan
yang tidak relevan, 3) membedakan fakta dan penilaian, 4)
mengidentifikasi dan mengevaluasi asumsi yang tidak terucap, 5)
mengidentifikasi bias yang ada, 6) mengidentifikasi sudut pandang, dan
7) mengevaluasi bukti yang ditawarkan untuk mendukung pengakuan.

2. Kecakapan Berkomunikasi (Communication Skills)


Kecakapan abad 21 yang kedua adalah kecakapan berkomunikasi.
Komunikasi merupakan proses transmisi informasi, gagasan, emosi,
serta keterampilan dengan menggunakan symbol-simbol, kata-kata,
gambar, grafis, angka, dsb.
Raymond Ross (1996) mengatakan bahwa “Komunikasi adalah proses
menyortir, memilih dan mengirim symbol-simbo sedemikian rupa agar
membantu pendengar membankitkan respon/makna dan pemikiran
yang serupa dengan yan dimaksudkan oleh komunikator”. Kecakapan
komunikasi dalam proses pembelajaran antara lain sebagai berikut:
a) Memahamai, mengolah, dan menciptakan komunikasi yang efektif
dalam berbagai bentuk dan isi secara lisan, tulisan, dan multimedia
(ICT Leteracy).
b) Menggunakan kemampuan untuk mengutarakan ide-idenya, baik itu
pada saat berdiskusi, di dalam dan di luar kelas, maupun tertuan
pada tulisan.

36
c) Menggunakan bahasa lisan yang sesuai konten dan konteks
pembicaraan dengan lawan bicara atau yang diajak berkomunikasi.
d) Selain itu dalam komunikasi lisan diperlukan juga sikap untuk dapat
mendengarkan dan menghargai pendapat orang lain, selain
pengetahuan terkait konten dan konteks pembicaraan.
e) Menggunakan alur piker yang logis, terstruktur sesuai dengan kaidah
yang berlaku.
f) Dalam abad 21 komunikasi tidak terbatas hanya pada satu bahasa,
tetapi kemungkinan dengan multi-bahasa.

3. Kreatif dan Inovasi (Creativity and Innovation)


Kecakapan abad 21 yang ketiga adalah kretaifitas dan inovasi, menurut
Guilford (1976) kreatifita adalah cara-cara berpikir yang divergen,
berpikir yang produktif, berdaya cipta berpikir heuristic dan berpikir
literat.
Beberapa kecakapan terkait kreatifitas yang dapat dikembangkan dalam
pembelajaran antara lain sebagai berikut.
a) Memiliki kemampuan dalam mengembangkan, melaksanakan, dan
menyampaikan gagasan-gagasan baru secara lisan atau tulisan
b) Bersikap terbuka dan responsive terhadap perspektif baru dan
berbeda.
c) Mampu mengemukakan ide-ide kreatif secara konseptual dan
praktikal.
d) Menggunakan konsep-konsep atau pengetahuannya dalam situasi
baru dan berbeda, baik dalam mata pelajaran terkait, antar mata
pelajaran, maupun dalam persoalan kontekstual.
e) Menggunakan kegagalan sebagai wahana pembelajaran.
f) Memiliki kemampuan dalam menciptakan kebaharuan berdasarkan
pengetahuan awal yang dimiliki.
g) Mampu beradaptasi dalam situasi baru dan memberikan kontribusi
positif terhadap lingkungan.

4. Kolaborasi (Collaboration)
Kecakapan abad 21 yang keempat adalah kolaborasi. Kolaborasi dalam
proses pembelajaran merupakan suatu bentuk kerjasama dengan
satu sama lain saling membantu dan melengkapi untuk melakukan
tugas-tugas tertentu agar diperoleh suatu tujuan yang telah ditentukan.
Kecakapan terkait dengan kolaborasi dalam pembelajaran, antara lain
sebagai berikut.
a) Memiliki kemampuan dalam kerjasama berkelompok.
b) Beradaptasi dalam berbagai peran dan tanggungjawab, bekerja
secara produktif dengan yang lain.

37
c) Memiliki empati dan menghormati perspektif berbeda.
d) Mampu berkompromi dengan anggota yang lain dalam kelompok
demi tercapainya tujuan yan telah ditetapkan.

b. Pembelajaran HOTS
1. Pengertian Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi
Kemampuan berpikir tingkat tinggi/ Higher Order Thinking Skills (HOTS)
adalah proses berpikir yang mengharuskan peserta didik untuk
memanipulasi informasi dan ide-ide dalam cara tertentu yang memberi
mereka pengertian dan implikasi baru (Gunawan, 2012:171). Limpan
menggambarkan berpikir tingkat tinggi melibatkan berpikir kritis dan
kreatif yang dipandu oleh ide-ide kebenaran yang masing-masing
mempunyai makna. Berpikir kritis dan kreatif saling ketergantungan,
seperti juga kriteria dan nilai-nilai, nalar dan emosi. (Kuswana, 2012:
200) Menurut Ernawati (2017: 196-197), berpikir tingkat tinggi atau
Higher order Thinking Skills (HOTS) merupakan cara berpikir yang tidak
lagi hanya menghafal secara verbalistik saja namun juga memaknai
hakikat dari yang terkandung diantaranya, untuk mampu memaknai
makna dibutuhkan cara berpikir yang integralistik dengan analisis,
sintesis, mengasosiasi hingga menarik kesimpulan menuju
penciptaan ide-ide kreatif dan produktif.
Berdasarkan beberapa pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan
bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi/ Higher Order Thinking Skills
(HOTS) adalah kemampuan berpikir yang bukan hanya sekedar
mengingat, menyatakan kembali, dan juga merujuk tanpa melakukan
pengolahan, akan tetapi kemampuan berpikir untuk menelaah informasi
secara kritis, kreatif, berkreasi dan mampu memecahkan masalah.

2. Taksonomi Berpikir
a) Taksonomi Bloom
Taksonomi belajar dalam domain kognitif yang paling umum
dilakukan adalah taksonomi Bloom. Benjamin S Bloom membagi
taksonomi hasil belajar dalam enam kategori, yakni: a. Pengetahuan
(knowledge), b. pemahaman (comprehension), c. penerapan
(application), d. analisis, e. Sintesis, dan f. Evaluasi. Tingkat
pemahaman peserta didik dianggap berjenjang dengan tingkat
paling rendah (C1): pengetahuan atau mengingat, sampai tingkat
paling tinggi (C6): evaluasi (Sani, 2016: 103). Taksonomi Bloom yang
setelah digunakan cukup lama untuk membuat rancangan
instrusksional dalam dunia pendidikan, Anderson dan Krathwohl
(2000) menelaah kembali Taksonomi Bloom dan melakukan revisi
sebagai berikut (Sani, 2016:103-104).

38
Tabel. Revisi Taksonomi Bloom

Taksonomi Bloom Anderson dan


Tingkatan
(1956) Krathwohl (2000)
C1 Pengetahuan Mengingat
C2 Pemahaman Memahami
C3 Aplikasi Menerapkan
C4 Analisis Menganalisis
C5 Sintesis Mengevaluasi
C6 Evaluasi Berkreasi
Catatan : pada Taksonomi Bloom yang direvisi digunakan kata kerja

Revisi taksonomi yang dilakukan oleh Krathwol dan Anderson


mendeskripsikan perbedaan antara proses kognitif dengan dimensi
pengetahuan (pengetahuan faktual, pengetahuan konseptual,
pengetahuan prosedural dan pengetahuan metagoknitif)
(Sani, 2016:104). Revisi taksonomi tersebut memberikan gambaran
bahwa yang termasuk dalam kemampuan berpikir tingkat rendah
yaitu mengingat, memahami dan mengaplikasikan. Sedangkan yang
termasuk dalam kemampuan berpikir tingkat tinggi adalah
menganalisis, mengevaluasi dan berkreasi. Hal tersebut sesuai
dengan dimensi proses kognitif yang semakin meningkat dari
mengingat sampai berkreasi.

b) Dimensi Pengetahuan
Dimensi pengetahuan terdapat empat macam antara lain: dimensi
faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif.
1) Pengetahuan faktual adalah pengetahuan yang mempunyai ciri-
ciri tampak lebih nyata dan operasional, serta bersifat penjelasan
singkat atau bersifat kebendaan yang diobservasi dengan mudah.
Meliputi definisi pengetahuan, pengetahuan umum dan bagian-
bagiannya, atau bentuk dari bagian-bagan sesuatu benda baik
dalam bentuk proses atau hasil pekerjaan atau alam.
2) Pengetahuan konseptual adalah pengetahuan yang lebih rumit
dalam bentuk pengetahuan yang tersusun secara sistematis.
Meliputi pengetahuan pengklasifikasian, prisip-prinsip,
generalisasi, teori-teori hukum, model-model dan struktur isi
materinya.
3) Pengetahuan prosedural adalah pengetahuan bagaimana
melakukan sesuatu. Meliputi pengetahuan keterampilan algoritma,
teknik-teknik metode-metode, dan penentuan kriteria
pengetahuan atau pembenaran ketika melakukan dalam ranah dan
mata pelajaran tertentu.

39
4) Pengetahuan metakognitif adalah pengetahuan mengenai
pengertian umum dan pengetahuan tentang tugas-tugas
termasuk pengetahuan kontekstual dan kondisional, pengetahuan
itu sendiri, tentunya, beberapa aspek pengetahuan metagoknitif
adalah tidak sama dengan pengetahuan yang digambarkan oleh
para ahli. (Kusnawa, 2012: 114)
c) Dimensi Proses Kognitif
Dimensi proses kognitif Bloom sebagaimana yang telah direvisi oleh
Anderson dan Krathwol adalah sebagai berikut:
1) Mengingat kembali (Recall)
Mengingat kembali artinya mendapatkan kembali atau
pengembalian pengetahuan relevan yang tersimpan dari memori
jangka panjang (Kusnawa, 2012: 115). Pertanyaan mengingat
kembali adalah pertanyaan mengingat kembali tentang informasi,
fakta konsep, generalisasi yang didiskusikan, definisi, metode, dan
sebagainya (Sani, 2016: 110). Contoh kata kerja operasional yang
digunakan pada level mengetahui yaitu: menyebutkan,
menjelaskan, menggambarkan dan menunjukkan .
2) Memahami (Comprehension)
Memahami artinya mendeskripsikan susunan dalam artian pesan
pembelajaran, mencakup oral, tulisan dan komunikasi grafik
(Kusnawa, 2012: 115). Pertanyaan ini menyangkut kemampuan
peserta didik menyerap informasi, menginterpretasi arti, dan
melakukan eksplorasi atau memberikan saran (Sani, 2016: 111).
Kata kerja operasional yang digunakan pada level memahami
yaitu: memperkirakan, menjelaskan, mencirikan dan
membandingkan.
3) Menerapkan (mengaplikasikan)
Menerapkan yaitu menggunakan prosedur dalam situasi yang
dihadapi (Kusnawa, 2012: 115). Pertanyaan ini meminta peserta
didik menggunakan abstraksi dan generalisasi secara bebas dari
suatu keadaan dimana generalisasi telah digambarkan
sebelumnya. Pertanyaan aplikasi sebenarnya erat dengan
pertanyaan pemahaman (Sani, 2016: 111). Contoh kata kerja
operasional yang digunakan pada level menerapkan yaitu:
menugaskan, mengurutkan, menentukan dan menerapkan.
4) Menganalisis
Menganalisis yaitu memecahkan materi menjadi bagian-bagian
pokok dan menggambarkan bagaimana bagian-bagian tersebut,
dihubungkan satu sama lain maupun menjadi sebuah struktur
keseluruhan atau tujuan (Kusnawa, 2012: 115). Pertanyaan analisis
meminta peserta didik menyelesaikan permasalahan melalui

40
pemeriksaan sistematik tentang fakta atau informasi (Sani, 2016:
111). Contoh kata kerja operasional yang digunakan pada level
menganalisis yaitu: menganalisis, memecahkan, menegaskan,
menelaah dan mengaitkan.
5) Mengevaluasi atau menilai
Mengevaluasi yaitu melakukan evaluasi atau penilaian yang
didasarkan pada kriteria dan atau standar (Kusnawa, 2012: 115).
Pertanyaan ini meminta peserta didik membuat penilaian tentang
suatu berdasarkan sebuah acuan atau standar (Sani, 2016: 111).
Contoh kata kerja pada level mengevaluasi yaitu: membandingkan,
menyimpulkan, menilai dan mengkritik.
6) Menciptakan (berkreasi)
Menempatkan bagian-bagian secara bersama-sama ke dalam
suatu ide, semuanya saling berhubungan untuk membuat hasil
yang baik (Kusnawa, 2012: 115). Pertayaan ini meminta peserta
didik untuk menemukan penyelesaian masalah melalui pemikiran
kreatif (Sani, 2016 : 110-112). Contoh kata kerja operasional yang
digunakan pada level menciptakan yaitu: mengatur,
mengumpulkan, mengkategorikan, memadukan dan menyusun.

3. Indikator Kemampuan Berpikir Tingkat Tingi


Krathwohl dalam Lewy, dkk (2009:16), menyatakan bahwa indikator
untuk mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi menliputi:
Menganalisis Menganalisis informasi yang masuk dan membagi-bagi
atau menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk
mengenali polah atau hubungannya Mampu mengenali serta
membedaka faktor penyebab dan akibat dari sebuah skenario yang
rumit Mengidentifikasi/merumuskan pertanyaan
a. Mengevaluasi
1) Memberikan penilaian terhadap solusi, gagasan dan metodologi
dengan menggunakan kriteria yang cocok atau standar yang ada
untuk memastikan nilai efektivitas atau manfaatnya.
2) Membuat hipotesis, mengkritik dan melakukan pengujian.
3) Menerima atau menolak suatu pernyataan berdasarkan kriteria
yang telah ditetapkan.
b. Mengkreasi
1) Membuat generalisasi suatu ide atau cara pandang terhadap
sesuatu.
2) Merancang suatu cara untuk menyelesaikan masalah.
3) Mengorganisasikan usur-unsur atau bagian-bagian menjadi
struktur baru yang belum pernah ada sebelumnya.

41
c. Penguatan Profil Pelajar Pancasila
1) Tentang Profil Pelajar Pancasila
Istilah Profil Pelajar Pancasila dalam pendidikan didasarkan pada Visi
Kemendikbud 2020-2024. Visi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
adalah mendukung Visi dan Misi Presiden untuk mewujudkan Indonesia
Maju yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian melalui terciptanya
Pelajar Pancasila yang bernalar kritis, kreatif, mandiri, beriman, bertakwa
kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia, bergotong royong, dan
berkebinekaan global.
Keenam ciri tersebut dijabarkan sebagai berikut:
(a) Beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia.
Pelajar Indonesia yang beriman, bertakwa kepada Tuhan YME,
danberakhlak mulia adalah pelajar yang berakhlak dalam
hubungannyadengan Tuhan Yang Maha Esa. Ia memahami ajaran
agama dan kepercayaannya serta menerapkan pemahaman
tersebut dalamkehidupannya sehari-hari. Ada lima elemen kunci
beriman, bertakwakepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia: (a)
akhlak beragama; (b) akhlakpribadi; (c) akhlak kepada manusia; (d)
akhlak kepada alam; dan (e) akhlak bernegara.
(b) Berkebinekaan global
Pelajar Indonesia mempertahankan budaya luhur, lokalitas
danidentitasnya, dan tetap berpikiran terbuka dalam berinteraksi
denganbudaya lain, sehingga menumbuhkan rasa saling
menghargai dankemungkinan terbentuknya budaya baru yang
positif dan tidakbertentangan dengan budaya luhur bangsa. Elemen
kunci dariberkebinekaan global meliputi mengenal dan menghargai
budaya,kemampuan komunikasi interkultural dalam berinteraksi
dengan sesama,dan refleksi dan tanggung jawab terhadap
pengalaman kebinekaan.
(c) Bergotong royong
Pelajar Indonesia memiliki kemampuan bergotong-royong, yaitu
kemampuan untuk melakukan kegiatan secara bersama-sama
dengan suka rela agar kegiatan yang dikerjakan dapat berjalan
lancar, mudah dan ringan. Elemen-elemen dari bergotong royong
adalah kolaborasi,kepedulian, dan berbagi.
(d) Mandiri
Pelajar Indonesia merupakan pelajar mandiri, yaitu pelajar yang
bertanggung jawab atas proses dan hasil belajarnya. Elemen kunci
dari mandiri terdiri dari kesadaran akan diri dan situasi yang
dihadapi serta regulasi diri.
(e) Bernalar kritis
Pelajar yang bernalar kritis mampu secara objektif memproses

42
informasibaik kualitatif maupun kuantitatif, membangun keterkaitan
antara berbagai informasi, menganalisis informasi, mengevaluasi
dan menyimpulkannya. Elemen-elemen dari bernalar kritis adalah
memperoleh dan memproses informasi dan gagasan, menganalisis
dan mengevaluasi penalaran, merefleksi pemikiran dan proses
berpikir, dan mengambil keputusan.
(f) Kreatif
Pelajar yang kreatif mampu memodifikasi dan menghasilkan
sesuatu yangorisinal, bermakna, bermanfaat, dan berdampak.
Elemen kunci dari kreatif terdiri dari menghasilkan gagasan yang
orisinal serta menghasilkankarya dan tindakan yang orisinal.

2) Strategi Penguatan Profil Pelajar Pancasila dalam Pembelajaran


Implementasi penguatan profil pelajar pancasila dalam pembelajaran
dilakukan melalui pendekatan intrakurikuler, ekstrakurikuler dan budaya
sekolah.

d. Penguatan Literasi dalam Pembelajaran PAI


1) Konsep Literasi dan GLS
Literasi lebih dari sekadar membaca dan menulis, namun mencakup
keterampilan berpikir menggunakan sumber-sumber pengetahuan
dalam bentuk cetak, visual, digital, dan auditori. Di abad 21 ini,
kemampuan ini disebut sebagai literasi informasi. Ferguson
menjabarkan komponen literasi informasi sebagai berikut:
Literasi Dasar (Basic Literacy), yaitu kemampuan untuk mendengarkan,
berbicara, membaca, menulis, dan menghitung. Dalam literasi dasar,
kemampuan untuk mendengarkan, berbicara, membaca, menulis, dan
menghitung (counting) berkaitan dengan kemampuan analisis untuk
memperhitungkan (calculating), mempersepsikan informasi (perceiving),
mengomunikasikan, serta menggambarkan informasi (drawing)
berdasar pemahaman dan pengambilan kesimpulan pribadi.
Literasi Perpustakaan (Library literacy), yaitu kemampuan lanjutan untuk
bisa mengoptimalkan Literasi Perpustakaan yang ada. Maksudnya,
pemahaman tentang keberadaan perpustakaan sebagai salah satu akses
mendapatkan informasi. Pada dasarnya literasi perpustakaan, antara
lain, memberikan pemahaman cara membedakan bacaan aksi dan
nonaksi, memanfaatkan kolesi referensi dan periodikal, memahami
Dewey Decimal System sebagai klasifikasi pengetahuan yang
memudahkan dalam menggunakan perpustakaan, memahami
penggunaan katalog dan pengindeksan, hingga memiliki pengetahuan
dalam memahami informasi ketika sedang menyelesaikan sebuah
tulisan, penelitian, pekerjaan, atau mengatasi masalah.

43
Literasi Media (Media Literacy), yaitu kemampuan untuk mengetahui
berbagai bentuk media yang berbeda, seperti media cetak, media
elektronik (media radio, media televisi), media digital (media internet),
dan memahami tujuan penggunaannya. Secara gamblang saat ini bisa
dilihat di masyarakat kita bahwa media lebih sebagai hiburan semata.
Kita belum terlalu jauh memanfaatkan media sebagai alat untuk
pemenuhan informasi tentang pengetahuan dan memberikan persepsi
positif dalam menambah pengetahuan.
Literaci tekhnologi (Technology Literacy), yaitu kemampuan memahami
kelengkapan yang mengikuti teknologi seperti peranti keras (hardware),
peranti lunak (software), serta etika dan etiket dalam memanfaatkan
teknologi. Berikutnya, dapat memahami teknologi untuk mencetak,
mempresentasikan, dan mengakses internet. Dalam praktiknya, juga
pemahaman menggunakan komputer (Computer Literacy) yang di
dalamnya mencakup menghidupkan dan mematikan komputer,
menyimpan dan mengelola data, serta menjalankan program perangkat
lunak. Sejalan dengan membanjirnya informasi karena perkembangan
teknologi saat ini, diperlukan pemahaman yang baik dalam mengelola
informasi yang dibutuhkan masyarakat.
Literasi Visual (Visual Literacy), adalah pemahaman tingkat lanjut antara
literasi media dan literasi teknologi, yang mengembangkan kemampuan
dan kebutuhan belajar dengan memanfaatkan materi visual dan audio-
visual secara kritis dan bermartabat. Tafsir terhadap materi visual yang
setiap hari membanjiri kita, baik dalam bentuk tercetak, di televisi
maupun internet, haruslah terkelola dengan baik. Bagaimanapun di
dalamnya banyak manipulasi dan hiburan yang benar-benar perlu
disaring berdasarkan etika dan kepatutan. Literasi yang komprehensif
dan saling terkait ini memampukan seseorang untuk berkontribusi
kepada masyarakatnya sesuai dengan kompetensi dan perannya
sebagai warga negara global (global citizen). Dalam konteks Indonesia,
kelima keterampilan tersebut perlu diawali dengan literasi usia dini yang
mencakup fonetik, alfabet, kosa kata, sadar dan memaknai
materi cetak (print awareness), dan kemampuan menggambarkan dan
menceritakan kembali (narrative skills). Pemahaman literasi dini sangat
penting dipahami oleh masyarakat karena menjamurnya lembaga
bimbingan belajar baca-tulis-hitung bagi batita dan balita dengan cara
yang kurang sesuai dengan tahapan tumbuh kembang anak. Oleh
karena itu, perlu diberi perhatian terhadap keberlangsungan pendidikan
literasi usia dini berlanjut ke literasi dasar.Dalam pendidikan formal,
peran aktif para pemangku kepentingan, yaitu kepala sekolah, guru,
tenaga pendidik, dan pustakawan sangat berpengaruh untuk
memfasilitasi pengem- bangan komponen literasi peserta didik. Selain

44
itu, diperlukan juga pendekatan cara belajar-mengajar yang
keberpihakannya jelas tertuju kepada komponen-komponen literasi ini.
Kesempatan peserta didik terpajan dengan kelima komponen literasi
akan menentukan kesiapan peserta didik berinteraksi dengan literasi
visual. Sebagai langkah awal, dapat disimpulkan bahwa diperlukan
perubahan paradigma semua pemangku kepentingan untuk terciptanya
lingkungan literasi ini.
2) Tujuan Gerakan Literasi Sekolah
Tujuan umum GLS adalah menumbuh kembangkan budi pekerti peserta
didik melalui pembudayaan ekosistem literasi sekolah yang diwujudkan
dalam gerakan literasi sekolah agar menjadi pembelajar sepanjang
hayat.
Sementara itu tujuan khusus GLS adalah:
(a) Menumbuhkembangkan budi pekerti.
(b) Membangun ekosistem literasi sekolah.
(c) Menjadikan sekolah sebagai organisasi pembelajaran (learning
organization);
(d) Mempraktikkan kegiatan pengelolaan pengetahuan (knowledge
management).
(e) Menjaga keberlanjutan budaya literasi

3) Prinsip-Prinsip Pelaksanaan Gerakan Literasi Sekolah


Menurut Beers (2009), praktik-praktik yang baik dalam gerakan literasi
sekolah menekankan prinsip-prinsip sebagai berikut:
(a) Perkembangan literasi berjalan sesuai tahap perkembangan yang
bisa diprediksi.
(b) Program literasi yang baik bersifat berimbang
Sekolah yang menerapkan program literasi berimbang menyadari
bahwa tiap peserta didik memiliki kebutuhan yang berbeda satu
sama lain. Dengan demikian, diperlukan berbagai strategi membaca
dan jenis teks yang bervariasi pula.
(c) Program literasi berlangsung di semua area kurikulum
Pembiasaan dan pembelajaran literasi di sekolah adalah tanggung
jawab semua guru di semua mata pelajaran. Pembelajaran di mata
pelajaran apapun membutuhkan bahasa, terutama membaca dan
menulis. Dengan demikian, pengembangan profesional guru dalam
hal literasi perlu diberikan kepada guru semua mata pelajaran.Tidak
ada istilah terlalu banyak untuk membaca dan menulis yang
bermakna Kegiatan membaca dan menulis di kelas perlu dilakukan
kapan pun kondisi kelas memungkinkan. Untuk itu, perlu ditekankan
bentuk kegiatan yang bermakna dan kontekstual. Misalnya, menulis
surat untuk wali kota atau membaca untuk ibu adalah contoh-contoh

45
kegiatan yang bermakna dan memberikan kesan kuat kepada peserta
didik.
(d) Diskusi dan strategi bahasa lisan sangat penting.
Kelas berbasis literasi yang kuat akan melakukan berbagai kegiatan
lisan berupa diskusi tentang buku selama pembelajaran di kelas.
Kegiatan diskusi ini juga harus membuka kemungkinan untuk
perbedaan pendapat agar kemampuan berpikir kritis dapat diasah.
Peserta didik perlu belajar untuk menyampaikan perasaan dan
pendapatnya, saling mendengarkan, dan menghormati perbedaan
pandangan satu sama lain.
(e) Keberagaman perlu dirayakan di kelas dan sekolah.
Penting bagi pendidik untuk tidak hanya menerima perbedaan,
namun juga merayakannya melalui agenda literasi di sekolah. Buku-
buku yang disediakan untuk bahan bacaan peserta didik perlu
merefleksikan kekayaan budaya Indonesia agar peserta didik dapat
terpajan pada pengalaman multikultural sebanyak mungkin.

4) Strategi Membangun Budaya Literasi Sekolah


Sekolah memiliki peran yang amat penting dalam menanamkan budaya
literat pada anak didik. Untuk itu, setiap sekolah harus memberikan
dukungan penuh terhadap pengembangan literasi. Di sekolah dengan
budaya literasi yang tinggi, peserta didik akan cenderung lebih berhasil
dan guru lebih bersemangat mengajar. Perlu dipahami bahwa program
membaca seperti membaca dalam hati dan membaca nyaring hanyalah
bagian dari kerangka besar untuk membangun budaya literasi sekolah.
Agar sekolah mampu menjadi garis depan dalam pengembangan
budaya literat, Beers, dkk. (2009) dalam buku A Principal’s Guide to
Literacy Instruction menyampaikan beberapa strategi untuk
menciptakan budaya literasi yang positif di sekolah.
(a) Mengkondisikan lingkungan fisik ramah literasi.
Lingkungan fsik adalah hal pertama yang dilihat dan dirasakan warga
sekolah. Oleh karena itu, lingkungan fisik perlu terlihat ramah dan
kondusif untuk pembelajaran. Sekolah yang mendukung
pengembangan budaya literasi sebaiknya memajang karya peserta
didik di seluruh area sekolah, termasuk koridor, kantor kepala
sekolah dan guru. Selain itu, karya-karya peserta didik diganti secara
rutin untuk memberikan kesempatan kepada semua peserta didik.
Selain itu, peserta didik dapat mengakses buku dan bahan bacaan
lain di Sudut Baca yang terletak di kelas, kantor, dan area lain di
sekolah. Ruang pimpinan dengan pajangan karya peserta didik akan
memberikan kesan positif tentang komitmen sekolah terhadap
pengembangan budaya literasi.

46
(b) Mengupayakan lingkungan sosial dan afektif sebagai model
komunikasi dan interaksi literat.
Lingkungan sosial dan afektif dibangun melalui model komunikasi
dan interaksi seluruh komponen sekolah. Hal itu dapat
dikembangkan dengan pengakuan atas capaian peserta didik
sepanjang tahun. Pemberian penghargaan dapat dilakukan saat
upacara bendera setiap minggu untuk menghargai kemajuan peserta
didik di semua aspek. Prestasi yang dihargai bukan hanya akademik,
tetapi juga sikap dan upaya peserta didik. Dengan demikian, setiap
peserta didik mempunyai kesempatan untuk memperoleh
penghargaan sekolah. Selain itu, literasi diharapkan dapat mewarnai
semua perayaan penting di sepanjang tahun pelajaran. Ini bisa
direalisasikan dalam bentuk festival buku, lomba poster,
mendongeng, karnaval tokoh buku cerita, dan sebagainya. Pimpinan
sekolah selayaknya berperan aktif dalam menggerakkan literasi,
antara lain dengan membangun budaya kolaboratif antar guru dan
tenaga kependidikan. Dengan demikian, setiap orang dapat terlibat
sesuai kepakaran masing- masing. Peran orang tua sebagai relawan
gerakan literasi akan semakin memperkuat komitmen sekolah dalam
pengembangan budaya literasi.

(c) Mengupayakan sekolah sebagai lingkunan akademik yang literat.


Lingkungan fisik, sosial, dan afektif berkaitan erat dengan lingkungan
akademik. Ini dapat dilihat dari perencanaan dan pelaksanaan
gerakan literasi di sekolah. Sekolah sebaiknya memberikan alokasi
waktu yang cukup banyak untuk pembelajaran literasi. Salah satunya
dengan menjalankan kegiatan membaca dalam hati dan guru
membacakan buku dengan nyaring selama 15 menit sebelum
pelajaran berlangsung. Untuk menunjang kemampuan guru dan staf,
mereka perlu diberikan kesempatan untuk mengikuti program
bimtek tenaga kependidikan untuk peningkatan pemahaman tentang
program literasi, pelaksanaan, dan keterlaksanaannya.

e. Moderasi Beragama
(1) Konsep Moderasi Beragama (Wasathiyah)
Kajian terhadap konsep moderasi beragama (wasathiyyah) telah
menarik perhatian banyak ilmuwan di berbagai bidang seperti sosio-
politik, bahasa, pembangunan Islam, sosial-keagamaan, dan
pendidikan Islam. Terminologi ini merupakan terminologi dari sekian
terminologi yang sering digunakan untuk menyebut label-label umat
Islam seperti islam modernis, progresif, dan reformis. Seperti diakui El-
Fadl, terminologi moderat ini dianggap paling tepat di antara

47
terminologi yang lain. Meski orang-orang moderat juga sering
digambarkan sebagai kelompok modernis, progresif, dan reformis, tidak
satupun dari istilah-istilah tersebut yang menggantikan istilah
moderat. Hal ini didasarkan pada legitimasi al-Qur’an dan hadist Nabi
bahwa umat islam diperintahkan untuk menjadi orang moderat.
Disinilah istilah moderat menemukan akarnya di dalam tradisi Islam,
apalagi terminologi wasathiyyah ini merupakan identitas dan watak
dasar Islam.
Konsep wasathiyyah dalam beberapa literatur keislaman ditafsirkan
secara beragam oleh para ahli. Menurut al-Salabi kata wasathiyyah
memiliki banyak arti. Pertama, dari akar kata wasth, berupa dharaf,
yang berarti baina (antara). Kedua, dari akar kata wasatha, yang
mengandung banyak arti, diantaranya: (1) berupa isim (kata benda)
yang mengandung pengertian antara dua ujung; (2) berupa sifat yang
bermakna (khiyar) terpilih, terutama, terbaik; (3) wasath yang
bermakna al-‘adl atau adil; (4) wasath juga bisa bermakna sesuatu
yang berada di antara yang baik (jayyid) dan yang buruk (radi’). Sama
dengan pemaknaan al-Sallabi, Kamali menganalisis wasathiyyah
sinonim dengan kata tawassuṭ, I’tidâl, tawâzun, iqtiṣâd. Istilah moderasi
ini terkait erat dengan keadilan, dan ini berarti memilih posisi tengah
di antara ekstremitas. Kebalikan dari wasathiyyah adalah tatarruf, yang
menunjukkan makna “kecenderungan ke arah pinggiran”
“ekstremisme,” “radikalisme,” dan “berlebihan”. Sedangkan Qardhawi
mengidentifikasi wasathiyah ke dalam beberapa makna yang lebih
luas, seperti adil, istiqamah, terpilih dan terbaik, keamanan, kekuatan,
dan persatuan.
Terlepas dari berbagai pemaknaan di atas, Hilmy mengidentifikasi
beberapa karakteristik penggunaan konsep moderasi dalam konteks
Islam Indonesia, diantaranya; 1) ideologi tanpa kekerasan dalam
menyebarkan Islam; 2) mengadopsi cara hidup modern dengan semua
turunannya, termasuk sains dan teknologi, demokrasi, hak asasi
manusia dan sejenisnya; 3) penggunaan cara berfikir rasional; 4)
pendekatan kontekstual dalam memahami Islam, dan; 5) penggunaan
ijtihad (kerja intelektual untuk membuat opini hukum jika tidak ada
justifikasi eksplisit dari Al Qur'an dan Hadist). Lima karakteristik bisa
diperluas menjadi beberapa karakteristik yang lain seperti toleransi,
harmoni dan kerjasama antar kelompok agama.
Beberapa pemaknaan wasathiyyah di atas menunjukkan bahwa
terminologi ini sangat dinamis dan kontekstual. Terminologi ini juga
tidak hanya berdiri pada satu aspek, tetapi juga melibatkan
keseimbangan antara pikiran dan wahyu, materi dan spirit, hak dan

48
kewajiban, individualisme dan kolektivisme, teks (Alquran dan Sunnah)
dan interpretasi pribadi (ijtihad), ideal dan realita, yang permanen dan
sementara, yang kesemuanya terjalin secara terpadu. Itulah kenapa
Hanapi menyebut wasathiyah merupakan pendekatan yang
komprehensif dan terpadu. Konsep ini sebenarnya meminta umat Islam
untuk mempraktikkan Islam secara seimbang dan komprehensif dalam
semua aspek kehidupan masyarakat dengan memusatkan perhatian
pada peningkatan kualitas kehidupan manusia yang terkait dengan
pengembangan pengetahuan, pembangunan manusia, sistem
ekonomi dan keuangan, sistem politik, sistem pendidikan, kebangsaan,
pertahanan, persatuan, persamaan antar ras, dan lainnya. Tidak heran
jika ummah wasath (muslim moderat) menjadi model yang akan
dipersaksikan di hadapan umat-umat yang lain.

(2) Moderasi Beragama Sebagai Arus Utama Pendidikan Islam


Sebagai pendekatan komprehensif dan terpadu, moderasi beragama
juga harus menjadi identitas, visi, corak,dan karateristik utama
pendidikan Islam, bukan sekedar nilai partikular. Disini diperlukan
langkah yang lebih konstruktif dengan menempatkan moderasi
beragama sebagai arus utama pendidikan Islam.
Beberapa program pengarusutamaan ini memancing diskusi lebih
lanjut sejauhmana Islam moderat menjadi identitas pendidikan Islam.
Namun, melihat wacana dan program yang dilakukan, setidaknya bisa
dianalisis dari tiga hal. Pertama, adanya kekhawatiran menguatnya
gerakan ekstrimisme, intoleran, dan radikalisme-terorisme dalam
pendidikan Islam. Dalam rangka menghadang gerakan ini, moderasi
beragama dianggap perlu menjadi arus utama mengingat coraknya
yang inklusif dan toleran. Kedua, pengarusutamaan ini bisa dibaca
sebagai tindak lanjut dan penguatan Islam Nusantara, dimana karakter
utamanya adalah moderat. Terlebih pendidkan Islam Nusantara
memiliki akar historis sebagai bagian dari institusi sosial-keagamaan
yang bercorak moderat. Ketiga, adanya kebutuhan untuk melakukan
reformasi pendidikan Islam di tengah kompleksitas masalah global,
yang diantaranya adalah tidak adanya keseimbangan antara
intelektualitas dengan moralitas, modernitas dengan spiritualitas, dan
ketidakseimbangan lainnya dalam semua aspek kehidupan.

(3) Konstruksi Wasathiyyah dalam Kurikulum


(a) Prinsip Moderasi Kurikulum
Dalam melakukan konstruksi moderasi kurikulum, yang
pertamakali diperlukan adalah rumusan prinsip-prinsip yang akan
menjadi acuannya. Prinsip ini menyediakan petunjuk bagi

49
pelaksanaan setiap aktivitas, dan oleh karenanya prinsip memiliki
peran penting dalam mengembangkan berbagai kerja intelektual,
termasuk di dalam membuat kurikulum. Merujuk pada prinsip-
prinsip yang digali dari moderasi Islam, kurikulum pen–didikan
Islam bisa dikembangan dengan mengacu pada beberapa prinsip
sebagai berikut:
Prinsip Universal
Salah satu prinsip mendasar moderasi beragama adalah prinsip
universal. Prinsip universal kurikulum berangkat dari argumen
bahwa Tuhan mengutus utusan untuk semua bangsa dan umat,
dan oleh karena itu ajarannya mencerminkan universalitas. Oleh
karena itu, muatan kurikulum harus mencakup semua aspek dan
berlaku menyeluruh, tanpa dibatasi oleh sekat kedaerahan dan
wilayah. Prinsip universalitas kurikulum juga menghendaki adanya
totalitas dalam pengembangan potensi peserta didik, yang
tercakup dalam tujuan dan kandungan-kandungan kurikulum.
Pendidikan Islam di banyak tempat masih diperlakukan sebagai
doktrin semata sehingga ia hanya berorientasi ke dalam. Muatan,
kajian, dan produk pendidikan Islam hanya untuk umat Islam
(internal) dan tidak membuka peluang yang lebih longgar bagi
khalayak umum (ekternal) dengan berbagai latar keagamaan yang
lain, sehingga pembaca yang notabene beragama non-muslim
kurang bisa menangkap pesan yang dihasilkan dari produk
pendidikan Islam.

Prinsip Keseimbangan
Prinsip moderasi beragama juga memuat prinsip keseimbangan
(tawâzun). Keseimbangan ini bisa dilihat dari aspek keseimbangan
antara prilaku, sikap, nilai pengetahuan, dan keterampilan.
Prinsip keseimbangan juga merupakan sikap dan orientasi hidup
yang diajarkan Islam, sehingga peserta didik tidak terjebak pada
ekstrimisme dalam hidupnya, tidak semata-mata mengejar
kehidupan ukhrawi dengan mengabaikan kehidupan duniawi. Oleh
karena itu, kurikulum pendidikan Islam harus didesain dengan
menggunakan prinsip ini. Disini kurikulum moderat dikonstruksi
melalui keseimbangan antara rasionalitas, moralitas, dan
spiritualitas.

Prinsip Integrasi
Prinsip integrasi ini juga merupakan prinsip moderasi kurikulum
yang sangat penting. Dalam pengembangan kurikulum, integrasi ini

50
banyak dibicarakan oleh para ilmuwan muslim seperti Fazlur
Rahman, Seyyed Hossein Nasr, Ismail Raji` al-Faruqi, dan Syekh
Muhammad Naquib al-Attas. Di Indonesia upaya integrasi ilmu
juga dikembangkan oleh ilmuwan muslim seperti Kuntowijoyo
dengan konsep “Pengilmuan Islam,” dengan menjadikan al-Qur’an
sebagai paradigma keilmuan, yang dalam hal ini bisa dilakukan
dengan dua cara, yaitu: (1) integralisasi yaitu pengintegrasian
kekayaan keilmuan manusia dengan wahyu; (2) objektifikasi yaitu
menjadikan pengilmuan Islam sebagai rahmat untuk semua orang.
Imam Suprayogo menawarkan integrasi ini dengan
mengilustrasikan sebatang pohon yang utuh, dimana kajian
keagamaan harus ditopang dengan landasan keilmuan yang lain
agar studi-studi keislaman bisa berdiri kokoh. Integrasi ini dalam
pandangan Amin Abdullah perlu dipadukan dengan interkoneksi.
Pendekatan integratif-interkonektif adalah pendekatan yang
berusaha saling menghargai; keilmuan umum dan agama sadar
akan keterbatasan masing-masing dalam memecahkan persoalan
manusia, hal ini akan melahirkan sebuah kerja sama setidaknya
saling memahami pendekatan (approach) dan metode berpikir
(process and procedure) antara kedua kelimuan tersebut. Prinsip
integarasi yang ditawarkan para pemikir di atas setidaknya bisa
menjadi modal berharga dalam menancapkan moderasi kurikulum
pendidikan Islam.

Prinsip Keberagaman
Prinsip moderasi beragama sebenarnya juga mengandung prinsip
“Bhineka Tunggal Ika,” suatu prinsip kesetaraan dan keadilan di
tengah perbedaan untuk mencapai persatuan. Prinsip ini
dimaksudkan sebagai pemeliharan terhadap perbedaan-
perbedaan peserta didik, baik berupa perbedaan bakat, minat,
kemampuan, kebutuhan, agama, ras, etnik, dan perbedaan lainnya.
Pemeliharaan terhadap perbedaan ini menambah kesesuaian
antara kurikulum dengan kebutuhan- kebutuhan peserta didik
dalam konteks Negara Indonesia yang multikultur.

(b) Pendekatan Moderasi Kurikulum


Pendidikan Islam dengan karakter keislaman moderat bisa menjadi
kontribusi bagi perumusan pendidikan Islam. Meminjam empat
pendekatan integrasi konten kurikulum dalam pendidikan
multikultural yang dikenalkan oleh Banks, konstruksi wasatiyyah
dalam kurikulum pendidikan Islam bisa dianalisis dengan
pendekatan kontributif (the contributions approach), pendekatan

51
aditif/penambahan (the additive approach), pendekatan
transformasi (transformation approach), dan pendekatan aksi sosial
(the social action approach).

Pendekatan Kontributif
Karakteristik penting dari pendekatan kontribusi adalah bahwa
struktur dasar, sasaran, dan karakteristik utama kurikulum tidak
berubah, melainkan hanya menyisipkan konten-konten tertentu
dalam mata pelajaran, yang turut berkontribusi dalam melahirkan
sikap moderat, seperti tokoh-tokoh Islam nusantara, yang
dianggap secara nyata memiliki pemikiran dan sikap moderat.
Pendekatan kontribusi ini dapat memberi pengalaman belajar
peserta didik akan ketokohan seseorang. Ketokohan ini disamping
menjaga warisan sejarah, juga menghidupkan figur kepahlawanan
seorang tokoh sebagai sumber teladan.
Dengan pendekatan ini, moderasi beragama bukan merupakan
arus utama kurikulum pendidikan Islam, melainkan sebagai nilai
kontributif yang disisipkan melalui kurikulum. Meski demikian,
pendekatan ini merupakan langkah yang paling minimal di dalam
ide pengarusutamaan moderasi beragama. Namun, dalam
beberapa aspek, ia sedikit banyak turut memberikan kontribusi
bagi warna kurikulum pendidikan Islam.

Pendekatan Aditif/Penambahan
Pendekatan penting lainnya dalam melakukan konstruksi
wasathiyyah ke dalam kurikulum adalah penambahan konten,
konsep, tema, dan perspektif ke dalam kurikulum tanpa mengubah
struktur dasar, tujuan, dan karakteristik kurikulum. Pendekatan
penambahan bisa dilakukan dengan menambahkan sumber
belajar seperti buku, atau bimtek khusus kedalam kurikulum tanpa
mengubahnya secara substansial. Pendekatan ini bisa menjadi
tahap pertama dalam upaya reformasi kurikulum yang dirancang
untuk merestrukturisasi kurikulum secara keseluruhan dan menjadi
kerangka acuan awal.
Dalam melakukan konstruksi moderasi beragama dalam
kurikulum, konten, materi, tema, dan perspektif moderasi
beragama bisa ditambahkan ke daam kurikulum. Penambahan ini
tidak lain merupakan pelengkap dan bukan bagian integral dari
kurikulum. Hampir sama dengan pendekatan kontributif, yang
membedakan adalah pendekatan penambahan tidak cukup

52
menyisipkan konten, melainkan perlu adanya penambahan
beberapa konsep, tema, bahan ajar dan serangkaian bimtek
tambahan terkait isu-isu dalam moderasi beragama.

Pendekatan Tranformatif
Pendekatan tranformatif sangat berbeda dengan pendekatan
kontributif dan aditif. Dalam dua pendekatan tersebut, konten
ditambahkan ke kurikulum inti tanpa mengubah asumsi dasar,
sifat, dan strukturnya. Sedangkan, dalam pendekatan transformatif,
tujuan mendasar, struktur, dan perspektif kurikulum berubah.
Pendekatan transformasi ini memungkinkan peserta didik untuk
melihat konsep, isu, tema, dan masalah dari berbagai sudut
pandang. Perspektif arus utama adalah salah satu dari beberapa
perspektif dari mana masalah, konsep, dan isu dilihat.
Transformasi kurikulum berbasis moderasi beragama memerlukan
perubahan paradigma, perspektif, dan struktur dasar kurikulum.
Tentu saja transformasi ini tidak mudah karena harus meninjau
ulang dan merubah beberapa struktur dasar kurikulum yang
selama ini dijalankan. Namun, jika dilihat dari paradigma
perubahan kurikulum pendidikan nasional yang pernah terjadi di
Indonesia, perubahan paradigma juga sangat mungkin dilakukan
dalam konteks kurikulum pendidikan Islam.
Dengan menggunakan perspektif moderasi beragama,
transformasi kurikulum ini akan melahirkan kurikulum yang
menarik bahwa kurikulum pendidikan Islam, baik di pesantren,
madrasah maupun PTKI, merupakan cermin utama dari identitas
islam sebagai agama yang moderat. Gagasan ini juga sejalan
dengan misi pendidikan Islam yang memiliki visi transformatif dan
pemberdayaan terhadap peserta didik dalam kerangka cita-cita
etik profetik pemanusiaan, pembebasan, dan penyadaran
keilahian, sehingga tercermin karakter moderat yang cukuo kuat.
Ini mengingat moderasi beragama merupakan pendekatan
komprehensif, yang memungkinkan dipersaksikannya (syuhadâ’a)
mutu pendidikan Islam di hadapan umat manusia.

Pendekatan Aksi Sosial


Pendekatan aksi sosial mencakup semua elemen pendekatan
transformasi namun menambahkan komponen yang
mengharuskan peserta didik membuat keputusan dan mengambil
tindakan yang terkait dengan konsep dan masalah yang dihadapi.
Tujuan utama pembelajaran dengan pendekatan ini adalah

53
untuk mendidik para peserta didik untuk melakukan kritik sosial,
perubahan dan keterampilan membuat keputusan. Dalam
pendekatan ini, moderasi beragama tidak hanya terjadi dalam
internal unit pendidikan, melainkan begerak sebagai agent of
social critic dan agent of social change di tengah-tengah
masyarakat. Orientasi kurikulum dikembangkan dengan
menekankan pada “social oriented”. Pendekatan moderasi
kurikulum ini melatih peserta didik untuk terlibat dalam aksi-aksi
sosial dalam rangka membumikan moderasi beragama pada
semua aspek kehidupan masyarakat.
Empat pendekatan integrasi konsep wasathiyyah di atas bisa
menjadi pertimbangan dalam melakukan konstruksi kurikulum
berbasis moderasi beragama. Program-program pendidikan Islam
yang mencoba mendidik peserta didik untuk dapat melakukan
kritik sosial dan perubahan sosial terhadap masalah-masalah yang
di luar mainstream Islam moderat, perlu dikembangkan. Barangkali
tarnsformasi kurikulum dengan menggunakan paradigma integrasi
ilmu bisa dilihat sebagai salah satu karakteristik Islam moderat,
yakni keseimbangan antara material dan spiritual dan antara dunia
dan akhirat. Ini bisa ditemukan dalam pendidikan madrasah dan
pesantren.

4. Rangkuman
Pendidikan Abad 21 merupakan pendidikan yang mengintegrasikan antara
kecakapan pengetahuan, keterampilan, dan sikap, serta penguasaan terhadap
TIK. Kecakapan tersebut dapat dikembangkan melalui berbagai model
pembelajaran berbasis aktivitas yang sesuai dengan karakteristik kompetensi
dan materi pembelajaran.
Adapun yang termasuk kecakapan abad 21 adalah:
1. Kecakapan Berpikir Kritis dan Pemecahan masalah (Critical Thinking and
Problem Solving Skill)
2. Kecakapan Berkomunikasi (Communication Skills)
3. Kreatif dan Inovasi (Creativity and Innovation)
4. Kolaborasi (Collaboration)
Kemampuan berpikir tingkat tinggi/ Higher Order Thinking Skills (HOTS)
adalah kemampuan berpikir yang bukan hanya sekedar mengingat,
menyatakan kembali, dan juga merujuk tanpa melakukan pengolahan, akan
tetapi kemampuan berpikir untuk menelaah informasi secara kritis, kreatif,
berkreasi dan mampu memecahkan masalah.
Penguatan profil pelajar pancasila merupakan internalisasi nilai-nilai pancasila

54
yang dirangkum menjadi profil pelajar Indonesia. Bernalar kritis, kreatif,
mandiri, beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia,
bergotong royong, dan berkebinekaan global merupakan enam nilai sikap
yang harus diinternalisasikan dalam proses intrakurikuler dan ekstrakurikuler,
sehingga tercapai pelajar pelajar Indonesia yang memiliki profil nilai-nilai
Pancasila.
Berdasarkan cara dan fungsinya, literasi dibagi menjadi:
1. Literasi Dasar (Basic Literacy)
2. Literasi Perpustakaan (Library literacy)
3. Literasi Media (Media Literacy),
4. Literasi tekhnologi (Technology Literacy),
5. Literasi Visual (Visual Literacy),
Beberapa karakteristik penggunaan konsep moderasi dalam konteks Islam
Indonesia, diantaranya; 1) ideologi tanpa kekerasan dalam menyebarkan
Islam; 2) mengadopsi cara hidup modern dengan semua turunannya,
termasuk sains dan teknologi, demokrasi, hak asasi manusia dan sejenisnya; 3)
penggunaan cara berfikir rasional; 4) pendekatan kontekstual dalam
memahami Islam, dan; 5) penggunaan ijtihad (kerja intelektual untuk
membuat opini hukum jika tidak ada justifikasi eksplisit dari Al Qur'an dan
Hadist). Lima karakteristik bisa diperluas menjadi beberapa karakteristik yang
lain seperti toleransi, harmoni dan kerjasama antar kelompok agama.

5. Tugas
Untuk meningkatkan pemahaman terhadap materi keempat tentang model
pembelajaran abad 21, maka peserta menjawab pertanyaan berikut:
a. Lembar kerja ringkasan materi dari kegiatan expert group
b. Lembar kerja sintaks pembelajaran abad 21

6. Umpan Balik dan Tindak Lanjut


Setelah menyelesaikan latihan dan tugas dalam modul, peserta diminta untuk
menyusun rencana pembelajaran dengan mengintegrasikan konsep model
pembelajaran abad 21 yang telah diuraikan di atas.

55
E. Materi 5: Pembuatan Lembar Kerja (LK)

1. Capaian Pembelajaran
a. Tujuan
Tujuan mengikuti materi ini peserta bimtek dapat memahami konsep
defenisi lembar kerja pembelajaran, fungsi lembar kerja, komponen dan
format dalam penyusunan lembar kerja, serta urgensi lembar kerja dalam
prose pembelajaran.

b. Indikator Keberhasilan
Setelah mengikuti bimtek ini, peserta dapat:
1) Menjelaskan konsep lembar kerja;
2) Menjelaskan mekanisme dan rancangan prosedur pembuatan lembar
kerja;
3) Menjelaskan komponen dan format dalam penyusunan lembar kerja;
4) Mengidentifikasi IPK yang perlu dibuatkan lembar kerja.

2. Pokok-pokok Materi
Pokok-pokok materi pada sesi ini adalah:
a. Pengertian, tujuan dan kegunaan lembar kerja
b. Mekanisme dan langkah perancangan lembar kerja

3. Uraian Materi
a. Pengertian, Tujuan dan Kegunaan Lembar Kerja (LK)
Lembar Kerja (LK) adalah lembaran yang berisi tugas yang harus dikerjakan
oleh peserta didik. LK biasanya berupa petunjuk, langkah untuk
menyelesaikan suatu tugas, suatu tugas yang diperintahkan dalam lembar
kegiatan harus jelas kompetensi dasar yang akan dicapainya (Depdiknas;
2004:18). Trianto (2008:148) mendefinisikan bahwa Lembar Kerja Siswa
adalah panduan siswa yang digunakan untuk melakukan kegiatan
penyelidikan dan pemecahan masalah.
Menurut pengertian di atas maka LK berwujud lembaran berisi tugas-tugas
guru kepada siswa yang disesuaikan dengan kompetensi dasar dan
dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Atau dapat dikatakan juga
bahwa LK adalah panduan kerja siswa untuk mempermudah siswa dalam
pelaksanaan kegiatan pembelajaran.
Tujuan penggunaan Lembar Kerja dalam proses pembelajaran adalah:
(1) Mengaktifkan siswa dalam proses kegiatan pembelajaran.
(2) Membantu siswa mengembangkan konsep.
(3) Melatih siswa untuk menemukan dan mengembangkan ketrampilan

56
proses.
(4) Sebagai pedoman guru dan siswa dalam melaksanakan proses kegiatan
pembelajaran.
(5) Membantu siswa dalam memperoleh informasi tentang konsep yang
dipelajari melalui proses kegiatan pembelajaran secara sistematis.
(6) Membantu siswa dalam memperoleh catatan materi yang dipelajari
melalui kegiatan pembelajaran (Achmadi, 1996:35)
Kegunaan Lembar Kerja Siswa (LK) dalam proses pembelajaran adalah:
(1) Memberikan pengalaman kongkret bagi siswa;
(2) Membantu variasi belajar;
(3) Membangkitkan minat siswa;
(4) Meningkatkan retensi belajar mengajar;
(5) Memanfaatkan waktu secara efektif dan efisien. (Hadi Sukamto,
1992/1993:2.

b. Mekanisme dan Langkah Pembuatan Lembar Kerja


Dalam menyusun lembar kerja, agar LK memiliki ketepatan dan keakuratan
secara fungsi, maka harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
(1) Susunan kalimat harus diutamakan sederhana, mudah dimengerti,
singkat dan jelas;
(2) Istilah baru hendaknya diperkenalkan terlebih dahulu;
(3) Gambar dan ilustrasi hendaknya dapat membantu siswa memahami
materi, Menunjukkan cara dalam menyusun sebuah pengertian.
Membantu siswa berpikir kritis. Menentukan Variabel yang akan
dipecahkan dalam kegiatan pembelajaran.
(4) Tata letak hendaknya membantu siswa memahami materi dengan
menunjukkan urutan kegiatan secara logis dan sistematis, menunjukkan
bagian-bagian yang sudah diikuti dari awal hingga akhir.
(5) Desain harus menarik. (Depdikbud, 1996/1997:25-26).
Dalam hal penyusunan lembar kerja, perlu memperhatikan prosedur
penyusunan sebagai berikut:
(1) Menentukan kompetensi dasar, indikator dan tujuan pembelajaran
untuk dimodifikasi ke bentuk pembelajaran dengan LK.
(2) Menentukan ketrampilan proses terhadap kompetensi dasar dan
tujuan pembelajaran.
(3) Menentukan kegiatan yang harus dilakukan siswa sesuai dengan
kompetensi dasar indikator dan tujuan pembelajaran.
(4) Menentukan alat, bahan dan sumber belajar.
(5) Menemukan perolehan hasil sesuai tujuan pembelajaran.

57
4. Rangkuman
Lembar Kerja Siswa adalah panduan siswa yang digunakan untuk melakukan
kegiatan penyelidikan dan pemecahan masalah. Menurut pengertian di atas
maka LKS berwujud lembaran berisi tugas-tugas guru kepada siswa yang
disesuaikan dengan kompetensi dasar dan dengan tujuan pembelajaran yang
ingin dicapai. Atau dapat dikatakan juga bahwa LKS adalah panduan kerja
siswa untuk mempermudah siswa dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran.
Adapun yan harus di perhatikan dalam pembuatan LKS adalah sebagai
berikut:
a) Tujuan lembar kerja
b) Keguanaan lembar kerja
c) Syarat menyusun lembar kerja
d) Prosedur penyusunan lembar kerja

5. Tugas

Untuk meningkatkan pemahaman terhadap materi kelima tentang


pembuatan lembar kerja pembelajaran, maka peserta menjawab pertanyaan
berikut:
a. Jelaskan hakikat dan kegunaan lembar kerja!
b. Menyebutkan komponen-komponen lembar kerja?
c. Apa yang anda dapatkan setelah memahami pembuatan lembar kerja?

6. Umpan Balik dan Tindak Lanjut


Setelah menyelesaikan latihan dan tugas dalam modul, peserta diminta
untuk menyusun lembar kerja pembelajaran.

58
F. Materi 6: Praktik Model Pembelajaran
1. Capaian Pembelajaran
a. Tujuan
Tujuan mengikuti materi ini peserta bimtek dapat memahami model
pembelajaran dengan mengintegrasikan pembelajaran abad 21, HOTS dan
nilai-nilai Islam rahmatan lil ‘alamin.
b. Indikator Keberhasilan
Setelah mengikuti bimtek ini, peserta dapat:
1) Menjelaskan konsep peer teaching, micro teaching dan real teaching.
2) Menjelaskan cara mempraktikkan peer teaching, micro teaching dan real
teaching.
3) Menjelaskan fungsi dan manfaat peer teaching, micro teaching dan real
teaching.

2. Pokok-pokok Materi
Materi untuk sesi ini adalah:
a. Konsep peer teaching
b. Konsep micro teaching
c. Konsep real teaching
d. Pemaparan LK, instrument penilaian pelaksanaan praktik model
pembelajaran untuk observer.

3. Uraian Materi
a. Peer Teaching
1) Pengertian, Tujuan dan Manfaat Peer Teaching
Pengertian, tujuan dan manfaat metode Peer teaching penulis kutip dari
beberapa jurnal internasional, A Case Study Of Peer Tutoring Program
In Higher Education Bruffee (1995) menjelaskan bahwa peer tutoring
merupakan salah satu metode yang mendorong aktivitas yang berpusat
pada siswa, termasuk pembelajaran mandiri maupun diskusi kelompok
informal untuk memastikan bahwa mereka sesuai, efektif dan efisien.
Jenis peer teaching lainnya adalah cross age tutoring, yaitu menyatukan
peserta didik dari berbagai usia dimana peserta didiklebih tua berperan
sebagai tutor dan yang lebih muda sebagai tute.
Tujuan peer teaching pada jurnal ini adalah:
(a) Mengurangi tingkat putus sekolah;
(b) Menyebarkan ide-ide para tutor;
(c) Mengembangkan keterampilan komunikatif dan kemampuan kerja
tim;
(d) Mendorong belajar mandiri;
(e) Mengembangkan kemampuan belajar;

59
(f) Mengembangkan kemampuan pemecahan masalah tertentu.

Manfaat peer teaching adalah:


(1) Membantu peserta didik menjadi pembelajaran mandiri dan
termotivasi;
(2) Meningkatkan kemampuan belajar.

2) Konsep Peer Teaching dalam pembelajaran


Beberapa konsep peer teaching dapat dipelajari dari beberapa jurnal
berikut:
(a) Math Peer Tutoring For Student With Specific Learning Disabilitas
Penulis menerangkan bahwa peer tutoring sangat tepat digunakan
pada peserta didik yang mengalami kemampuan belajar spesifik
dalam meningkatkan kemampuan dasar matematika mulai dari
sekolah dasar hingga sekolah menengah bahkan ditempat kerja.
Manfaat peer tutoring dalam jurnal ini adalah mengembangkan
kemampuan matematika Peer tutoring terdiri dari:
(1) Classwide peer tutoring (CWPT), semua peserta didikbekerja
secara berpasangan secara bersamaan;
(2) Cross-age tutoring, guru lebih tua dari tute dan berasal dari
sekolah yang sama;
(3) One to one tutoring, peserta didikhanya membutuhkan satu
peserta didiklainnya sebagai tutor;
(4) Small group intruction, setiap kelompok bergantian sebagai
tutor untuk kelompok lainnya;
(5) Home based tutoring, orang tua berfungsi sebagai tutor;

(b) Cooperative Learning And Peer Tutoring To Promote Student’s


Matematich Education
Pembelajaran kooperatif dan peer tutoring saling
berketergantungan dalam keberhasilan individu.
Tujuan peer tutoring pada jurnal ini adalah:
(1) Membuat murid bertanggung jawab dalam proses belajar
mereka sendiri;
(2) Mengembangkan kompetensi siswa;
(3) Memahami kesulitan murid.

Manfaat peer tutoring adalah:


(1) Menghilangkan ketegangan dan kegelisahan peserta didik
dalam hubungannya dengan guru;
(2) Memberi kebebasan yang lebih besar dan spontanitas.

60
(c) Peer Tutoring and Social Dynamic in Higher Education,
penulis Janet W. Colvin, University of Utah, USA (2007)
Penelitian ini berfokus pada peserta didik dan tutor dalam
berinteraksi di kelas. Peer tutoring melibatkan orang-orang dari
kelompok sosial yang sama untuk mendidik satu sama lain ketika
salah satu rekannya memiliki lebih banyak keahlian atau
pengetahuan. Stategi dari peer tutoring adalah peserta didik
mengajari peserta didik lainnya.
Goodlad (1998) menyarankan untuk melibatkan peserta didikdalam
tanggung jawab mereka sendiri dengan orang lain untuk
meningkatkan interaksi sosial dan mentransformasikan belajar dari
pribadi ke kegiatan sosial.
Tujuannya adalah:
(1) Mengembangkan kemampuan belajar;
(2) Mengevaluasi hasil kerja;
(3) Menyelesaikan masalah-masalah tertentu;
(4) Mendorong belajar mandiri;
(5) Mengurangi angka putus sekolah;
(6) Memberi dukungan kepada siswa.

Manfaatnya adalah:
(1) Memberikan dukungan satu sama lain
(2) Membangun kepercayaan dan hubungan yang baik
(3) Merefleksikan pengalaman mereka sendiri

(d) Peer Tutoring A Strategy To Promote Academic Success, penulis


Michelle Nguyen Duke University, Research Brief, 2013
Durham public school (DPS) mengembangkan peer tutoring
sebagai strategi pembelajaran yang sukses untuk menjangkau
peserta didikberkinerja rendah melalui program CATCH (Caring
About the Concepts That Help) dengan cara melatih mentor untuk
sekolah menengah. Program CATCH dirancang untuk
mencocokkan peserta didikyang berkinerja tinggi dengan peserta
didikyang sedang berjuang untuk sukses akademis dibawah
pengawasan guru. Hal ini merupakan pencegahan tingkat putus
sekolah di negeri ini yng menyebabkan tingginya tingkat
pengangguran di AS.
Peer tutoring merupakan strategi pembelajaran yang melibatkan
peserta didikdan ditemukan di setiap mata pelajaran untuk
meningkatkan prestasi akademik siswa. Peer tutoring mengacu
pada metode pembelajaran berpasangan yang menggunakan

61
peserta didikberkinerja tinggi sebagai guru dan berkinerja rendah
sebagai tute dalam kelas lebar atau ditempat umum di luar sekolah
dibawah pengawasan guru.
Tujuannya adalah:
(1) Mengurangi tingkat putus sekolah;
(2) Meningkatkan rasa tanggung jawab peserta didikterhadap hasil
akademik yang diperoleh;
(3) Meningkatkan prestasi membaca peserta didiksetelah
melakukan peer tutoring kelas membaca;
(4) Memberikan pembelajaran yang berbeda pada peserta
didikpenyandang cacat dan non cacat tanpa mengasingkannya
melalui gaya belajar dan kecepatan berfikir siswa;
(5) Penurunan perilaku menggangu dan peningkatan dalam
interaksi sosial;
(6) Meningkatkan prestasi akademik siswa

Manfaatnya adalah :
(1) Penurunan perilaku menggangu dan peningkatan dalam
interaksi sosial
(2) Meningkatkan prestasi akademik siswa

b. Micro Teaching
1) Pengertian Micro Teaching
Pengajaran mikro (micro-teaching) merupakan salah satu bentuk model
praktek kependidikan atau bimtek mengajar. Dalam konteks yang
sebenarnya, mengajar mengandung banyak tindakan, baik mencakup
teknis penyampaian materi, penggunaan metode, penggunaan media,
membimbing belajar, memberi motivasi, mengelola kelas, memberikan
penilaian dan seterusnya. Dengan kata lain, bahwa perbuatan mengajar
itu sangatlah kompleks. Oleh karena itu, dalam rangka penguasaan
keterampilan dasar mengajar, calon guru atau dosen perlu berlatih
secara parsial, artinya tiap-tiap komponen keterampilan dasar mengajar
itu perlu dikuasai secara terpisah-pisah (isolated).
Berlatih untuk menguasai keterampilan dasar mengajar seperti itulah
yang dinamakan micro-teaching (pengajaran mikro). Pengajaran mikro
(micro-teaching) merupakan suatu situasi pengajaran yang
dilaksanakan dalam waktu dan jumlah siswa yang terbatas, yaitu selama
5-20 menit dengan jumlah siswa sebanyak 3-10 orang. Hal tersebut
diungkap oleh Cooper dan Allen, 1971.
Bentuk pengajaran yang sederhana, dimana calon guru atau dosen
berada dalam suatu lingkungan kelas yang terbatas dan terkontrol.

62
Hanya mengajarkan satu konsep dengan menggunakan satu atau dua
keterampilan dasar mengajar.
Konsep pengajaran mikro (micro-teaching) dilandasi oleh pokok-pokok
pikiran sebagai berikut:
(a) Pengajaran yang nyata (dilaksanakan dalam bentuk yang
sebenarnya) tetapi berkonsep mini.
(b) Latihan terpusat pada keterampilan dasar mengajar,
mempergunakan informasi dan pengetahuan tentang tingkat
belajar siswa sebagai umpan balik terhadap kemampuan calon
guru/dosen.
(c) Pengajaran dilaksanakan bagi para siswa dengan latar belakang
yang berbeda-beda dan berdasarkan pada kemampuan intelektual
kelompok usia tertentu.
(d) Pengontrolan secara ketat terhadap lingkungan latihan yang
diselenggarakan dalam laboratorium micro–teaching. Pengadaan
low-threat-situation untuk memudahkan calon guru/dosen
mempelajari keterampilan mengajar.
(e) Penyediaan low-risk-situation yang memungkinkan siswa
berpartisipasi aktif dalam pengajaran, Penyediaan kesempatan
latihan ulang dan pengaturan distribusi latihan dalam jangka waktu
tertentu.
Terdapat beberapa definisi tentang pengajaran mikro (micro teaching)
yang dapat dikemukakan, diantaranya adalah:
(a) Cooper dan Allen (1971), mendefinisikan “pengajaran mikro
(micro-teaching) adalah suatu situasi pengajaran yang dilaksanakan
dalam waktu dan jumlah siswa yang terbatas, yaitu selama 5-20
menit dengan jumlah siswa sebanyak 3-10 orang”.
(b) Mc. Laughlin dan moulton (1975) mendefinisikan “micro teaching is
a performance training method designed to isolated the component
part of teaching process, so that the trainee can master each
component one by one in a simplified teaching situation”.
(c) Waskito (1977) mendefinisikan “micro teaching adalah suatu
metode belajar mengajar atas dasar performance yang tekniknya
dengan cara mengisolasikan komponen – komponen proses
belajar mengajar sehingga calon guru dapat menguasai setiap
komponen satu per satu dalam situasi yang disedrhanakan atau
dikecilkan”.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa
micro-teaching atau pengajaran mikro adalah, “salah satu model
bimtek praktik mengajar dalam lingkup terbatas (mikro) untuk
mengembangkan keterampilan dasar mengajar (base teaching skill)

63
yang dilaksanakan secara terisolasi dan dalam situasi yang
disederhanakan atau dikecilkan”. Pertimbangan yang mendasari
penggunaan program pengajaran mikro (micro teaching) adalah:
Untuk mengatasi kekurangan waktu yang diperlukan dalam
latihan mengajar secara tradisional. Keterampilan mengajar yang
kompleks dapat diperinci menjadi keterampilan-keterampilan
mengajar yang khusus dan dapat Dilatih secara berurutan.
Pengajaran mikro dimaksudkan untuk memperluas kesempatan latihan
mengajar mengingat banyaknya calon guru/dosen yang
membutuhkannya.

2) Karakteristik Micro Teaching


Pengajaran mikro (micro-teaching) merupakan real teaching, tetapi
dalam skala mikro. Karakteristik yang khas dalam pengajaran mikro
(micro-teaching) adalah komponen – komponen dalam pengajaran yang
di-mikrokan atau di-sederhana-kan. Dalam pengajaran sesungguhnya
(real teaching) lingkup mpembelajaran biasa tidak dibatasi, tetapi di
micro-teaching terbatas pada satu kompetensi dasar atau satu hasil
belajar dan satu materi pokok bahasan tertentu. Demikian pula alokasi
waktunya juga terbatas antara 10-15 menit, jumlah siswa juga dikecilkan
hingga berkisar 10-15 siswa, serta keterampilan dasar yang dilatihkan
juga terbatas (terisolasi).
Dengan demikian, ciri khas micro-teaching adalah real-teaching yang
dimikrokan meliputi jumlah siswa, alokasi waktu, fokus keterampilan,
kompetensi dasar, hasil belajar dan materi pokok pembelajaran yang
terbatas.
Pelaksanaan pengajaran mikro (micro-teaching) pada prinsipnya
merupakan realisasi pola-pola pengajaran yang sesungguhnya (real
teaching) yang didesain dalam bentuk mikro. Setiap calon guru atau
dosen membuat persiapan mengajar yang kemudian dilaksanakan
dalam proses pembelajaran bersama siswa atau teman sejawat (peer
teaching) dengan setting kondisi dan konteks kegiatan belajar mengajar
yang sesungguhnya.
Berikut ini disajikan daftar komponen mengajar yang dimikrokan
dibandingkan dengan pengajaran yang normal (real teaching):

64
Perbandingan Micro Teaching dengan Real Teaching

Pengajaran

No Komponen Real Micro


1 Siswa / audience 30 – 40 orang 10 – 15 orang
2 Kompetensi asar 2 – 4 kd 1 kd
3 Indikator hasil belajar 1-9 ihb 1 – 3 ihb
4 Materi Luas Terbatas
5 Waktu 30-50 menit 10-15 menit

Penyederhanaan komponen pengajaran sebagai karakteristik


pengajaran mikro (micro-teaching) didasarkan pada asumsi-
asumsi sebagai berikut ini :
(a) Seluruh komponen keterampilan dasar mengajar akan dapat
dikuasai secara mudah apabila terlebih dahulu menguasai
komponen keterampilan dasar mengajar tersebut secara terpisah
(terisolasi) satu demi satu,
(b) Penyederhanaan situasi dan kondisi latihan, memungkinkan
perhatian praktikan terarah pada keterampilan yang dilatihkan,
(c) Penyederhanaan situasi dan kondisi dengan bantuan
memudahkan observasi dan bermanfaat untuk umpan balik
(feed back).

Setelah guru/dosen pemula dianggap menguasai


materi dan sistem penyampaiannya, tiba saatnya untuk berlatih
menguasai keterampilan dasar mengajar, yaitu keterampilan yang
bersifat generik yang harus dikuasai oleh semua calon guru atau
dosen.
Komponen keterampilan dasar mengajar yang dilatihkan dalam
pengajaran mikro (micro-teaching) menurut hasil penelitian
Tumey (1973), terdapat 8 (delapan) keterampilan yang sangat
berperan dalam kegiatan belajar mengajar. Kedelapan keterampilan
tersebut antara lain:
(a) Keterampilan dasar membuka dan menutup pelajaran (set
induction And closure);
(b) Keterampilan dasar menjelaskan (explaining skills);
(c) Keterampilan dasar mengadakan variasi (variation skills);
(d) Keterampilan dasar memberikan penguatan (reinforcement
skills);
(e) Keterampilan dasar bertanya (questioning skills);
(f) Keterampilan dasar mengelola kelas;
(g) Keterampilan dasar mengajar perorangan/kelompok kecil;

65
(h) Keterampilan dasar membimbing diskusi kelompok kecil.

Perlu ditekankan bahwa hanya untuk tujuan latihan, keterampilan


yang kompleks tersebut dapat dipilah-pilah menjadi 8 (delapan)
komponen keterampilan dasar mengajar seperti di atas, supaya
masing-masing dapat dilatihkan secara terpisah (ter-isolasi). Namun
ketika dosen menggunakan/menerapkan keterampilan tersebut di
dalam kelas. Harus mampu menampilkan secara utuh dan
terintegrasi.
Mengajar adalah perbuatan yang kompleks yang merupakan
pengintegrasian secara utuh dari berbagai komponen kemampuan.
Komponen kemampuan tersebut dapat berupa pengetahuan,
keterampilan, sikap dan nilai. Sebagian kemampuan tersebut telah
dibentuk secara bertahap melalui penyampaian teori-teori tentang
prinsip-prinsip belajar dan pembelajaran, strategi mengajar,
rancangan instruksional, media pembelajaran, evaluasi pembelajaran,
dan sebagaianya.
4. Rangkuman

Mensimulasikan proses pembelajaran bisa dilakukan dengan menggunakan


3 cara, yaitu:
a. Peer tutoring merupakan salah satu metode yang mendorong aktivitas
yang berpusat pada siswa, termasuk pembelajaran mandiri maupun diskusi
kelompok informal untuk memastikan bahwa mereka sesuai, efektif dan
efisien.
b. Micro-teaching, karakteristik yang khas dalam pengajaran mikro (micro-
teaching) adalah komponen–komponen dalam pengajaran yang di-
mikrokan atau di-sederhana-kan. Dalam pengajaran sesungguhnya (real
teaching) lingkup mpembelajaran biasa tidak dibatasi, tetapi di micro-
teaching terbatas pada satu kompetensi dasar atau satu hasil belajar dan
satu materi pokok bahasan tertentu. Demikian pula alokasi waktunya juga
terbatas antara 10-15 menit, jumlah siswa juga dikecilkan hingga berkisar
10-15 siswa, serta keterampilan dasar yang dilatihkan juga terbatas
(terisolasi).
c. Real teaching adalah simulkasi pembelajaran yang sesungguhnya, baik dari
segi pserta didiknya, materi yang di sampaikan serta jumlah jam yang
diguanakan. Semua penampilan tidak melalui settingan, akan tetapi tampil
apa adanya.

66
5. Tugas
Untuk meningkatkan pemahaman terhadap materi keenam tentang praktek
pembelajaran, maka peserta menjawab pertanyaan berikut:
a. Perlukah setiap guru menyiapkan perencanaan sebelum tampil
mengajar?
b. Kesulitan apa yang anda hadapi dalam menyusun perencaanaan
pembelajaran?
c. Bagaimanakah cara anda mengembangkan perencanaan pembelajaran?

6. Umpan Balik dan Tindak Lanjut

Setelah menyelesaikan latihan dan tugas dalam modul, peserta diminta Untuk
menyusun rencana pembelajaran yang baik dengan menginternalisasikan
metode pembelajaran yang tepat dan menarik.

67
BAGIAN 4
Daftar Pustaka
Anderson, L.W dan Krathwohl, D.R. 2010. Kerangka Landasan untuk Pembelajaran,
Pengajaran dan Asesmen (Revisi Taksonomi Pendidikan Bloom). Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Atwi Suparman. 2001. Desain Instruksional. Jakarta: PAU-PPAI Dirjen Dikti.
Depdiknas.
B Weil, Joice & Showers. 1992. Models of Teaching. Fourth Edition.United States of
America: A Division of Simon & Schuster,Inc.
Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta:
Depdiknas
Dick, W and L. Carey, J. O. Carey. 2005. The systematic Design of Instruction. New
York: Logman.
Dunkin, M.J. dan Biddle, B.J. 1974. The Srtudy of Teaching. New York: Holt Rinehart
and Wiston
Djamarah, S. B. 2002. Pikologi Belajar.Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Driscoll, M.P (1994). Psychology of Learningfor Instruction. Boston: Allyn and
Bacon.
Faizah, Dewi Utama dkk. 2016. Panduan Gerakan Literasi Sekolah Di Sekolah
Dasar. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Dasar Dan Menengah
Kementrian Pendidikan Dan Kebudayaan
Gagne, Robert M & Briggs, Leslie J. (1979). Principles Of Instructional Design (2nd
Edition). New York : Holt, Rinehart and Winston
Gerlach dan Ely. 1971.Teaching & Media: A Systematic Approach. Second Edition, by
V.S. Gerlach & D.P. Ely, 1980, Boston, MA: Allyn and Bacon. Copyright 1980 by
Pearson Education
Harris, Michael, 2000.Human Resource Management. Second Edition,
USA,Harcourt Bluc & Company
Kemdikbud. 2016. Permendikbud nomor 20 tentangStandar Kompetensi Lulusan
Pendidikan Dasar Dan Pendidikan MenengahJakarta: Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan.
Kemdikbud. 2016. Permendikbud Nomor 22 tahun 2016 tentang Standar Proses.
Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

68
Kemdikbud. 2018. Permendikbud nomor 37 tentang Kompetensi Inti Dan
Kompetensi Dasar Pelajaran Pada Kurikulum 2013 Pada Pendidikan Dasar
Dan Pendidikan Menengah Jakarta: Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan
Majid, Abdul. 2012. Perencanaan Pembelajaran Mengembangkan Standar
Kompetensi Guru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Majid, Abdul. 2013. Strategi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
National Research Council (2000). The assessment of science meets the science of
assessment. Washington, D.C.: National Academy Press.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar
Nasional Pendidikan.
Reimers, Fernando M., Education For The 21st Century, Cambridge, Ma Executive
Summary A Synthesis Of Ideas From The Harvard University Advanced
Leadership Initiative Think Tank, 2014.
Simonson, M., Smaldino, S., & Zvacek, S. (2015). Teaching and Learning at a
Distance: Foundation of Distance Education (6 ed.). The United States of
America: lnfornation Age Publishing.
Suprayekti dan Agustyarini. 2015. Analisis Peserta Didik Dalam Teknologi
Pendidikan. Jakarta: LPP
Syah, Muhibbin. 1995. Psikologi Pendidikan. Dengan Pendekatan Baru. Bandung.
Rosda Karya.
Syah, Muhibbin. 2006. Psikologi Belajar, Jakarta: PT. Raja Grapindo Persada.
Uno B. Hamzah, 2011. Teori Motivasi dan Pengukurannya Analisis di Bidang
Pendidikan, Jakarta: PT. Bumi Aksara
Yamin, Martinis. 2007. Profesionalisasi Guru & Implementasi KTSP. Jakarta: Gaung
Persada Press.
Vygotsky, L.S. (1978). Mind in Society: The Development of Higher Psychological
Processes. Cambridge: MA: Harvard University Press.

69

Anda mungkin juga menyukai