UJI NYALI 2
Yazid Abrory
UNIVERSITAS INDONESIA
lailat ul husnah
LAPORAN SEMINAR KASUS KEPERAWATAN DASAR PROFESI
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.DS
DENGAN DIAGNOSA MEDIS WEIL SYNDROME YANG MENGALAMI
GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN CAIRAN
DI RUANG ROSELLA I
TANGGAL 11 FEBRUARI – 19 FEBRUARI 2019
Disusun oleh :
Kelompok 9
Roudhotul Jannah, S.Kep 131823143002
Yani Arnoldus Toulasik, S.Kep 131823143049
Heni Murti Wahyuni, S.Kep 131823143051
Yayuk Ratnasari Dewi A., S.Kep 131823143052
Marini Stefani Baker, S.Kep 131823143053
Endang Susiana, S.Kep 131823143054
1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk menjelaskan konsep teori dan penerapan asuhan keperawatan pada pasien
dengan gangguan pemenuhan kebutuhan cairan secara komprehensif.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu memahami tentang konsep umum teori asuhan keperawatan
pada pasien dengan gangguan pemenuhan kebutuhan cairan.
2. Mahasiswa mampu menganalisa tentang konsep teori dan asuhan keperawatan
pada pasien dengan gangguan pemenuhan kebutuhan cairan.
BAB 2
TINJAUAN TEORI
LAPORAN PENDAHULUAN
KONSEP PEMENUHAN KEBUTUHAN CAIRAN
e. Pengaturan Elektrolit
1. Kation
Kation utama yaitu natrium (Na+), kalium (K+), kalsium (Ca2+), dan
masgnesium (Mg2+), terdapat di dalam cairan ekstrasel dan intrasel.
Kerja ion ini memengaruhi transmisi neurokimia dan neuromuskular,
yang memengaruhi fungsi otot, irama dan kontraktilitas jantung,
perasaan dan perilaku,fungsi saluran pencernaan, dan proses lain.
2. Anion
Anion utama adalah klorida yang dapat ditemukan di dalam cairan
ekstrasel dan intrasel. Bikarbonat adalah bufer dasar kimia yang utama di
dalam tubuh, ditemukan dalam cairan ekstrasel dan intrasel. Fosfat
merupakan anion bufer dalam cairan intrasel dan ekstrasel. Konsentrasi
fosfat diatur oleh ginjal, hormonparatiroid dan vitamin D teraktivasi.
1.2. WOC Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit
1.3. PATOFISIOLOGI
1. ETIOLOGI
Etiologi ketidak seimbangan cairan dan elektrolit (Brunner and Suddarth,
2000):
a) Ketidakseimbangan Volume Cairan:
Kekurangan volume cairan (Hipovolemik)
Kekurangan volume cairan tetapi kadar elektrolit serum tidak
berubah, terjadi melalui gastrointestinal (muntah, diare),
perdarahan, pemberian obat diuretik, banyak keringat, demam,
dan penurunan asupan per oral.
Kelebihan volume cairan (Hipervolemik)
Kelebihan cairan tanpa disertai perubahan elektrolit serum, terjadi
pada gagal jantung kongestif, gagal ginjal, dan sirosis.
b) Ketidakseimbangan Elektrolit
Hiponatremia
Hipernatremia
Hipokalemia
Hiperkalemia
Hipokalsemia
Hiperkalsemia
2. TANDA DAN GEJALA
a. Kelelahan
b. Kramototdankejang
c. Mual
d. Pusing
e. Pingsan
f. Lekasmarah
g. Muntah
h. Mulutkering
i. Denyutjantunglambat
j. Kejang
k. Palpitasi
l. Tekanan darah naik turun
m. Kurangnyakoordinasi
n. Sembelit
o. Kekakuansendi
p. Rasa haus
q. Suhu naik
r. Anoreksia
s. Berat badan menurun.
3. MASALAH KEPERAWATAN
a. Hipovolemik
Adalah suatu kondisi akibat kekurangan volume cairan ekstra seluler
(CES) dan dapat terjadi karena kehilangan melalui kulit, ginjal,
gastrointestinal, pendarahan sehingga menimbulkan syok hipovolemik.
Mekanisme nya adalah peningkatan rangsangan saraf simpatis
(peningkatan frekuensi jantung, kontraksi jantung dan tekanan vaskuler),
rasa haus, pelepasan hormone ADH dan adosteron. Gejala: pusing,
lemah, letih, anoreksia, mual muntah, rasa haus, gangguan mental,
konstipasi dan oliguri, penurunan TD, HR meningkat, suhu meningkat,
turgor kulit menurun, lidah terasa kering dan kasar, mukosa mulut
kering. Tanda-tanda penurunan berat badan dengan akut, mata cekung,
pengosongan vena jugularis. Pada bayi dan anak adanya penurunan
jumlah air mata.
b. Hipervolemik
Adalah penambahan/kelebihan volume CES dapat terjadi pada saat:
Stimulasi kronis ginjal untuk menahan natrium dan air.
Fungsi ginjal abnormal, dengan penurunan ekskresi natrium dan
air.
Kelebihan pemberian cairan.
Perpindahan cairan interstisial ke plasma.
Gejala: sesak napas, peningkatan dan penurunan TD, nadi kuat,
asites, adema, adanya ronchi, kulit lembab, distensi vena leher,
dan irama gallop.
1.4.ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Data Subyektif
Identitas
Riwayat Kesehatan:
Keluhan utama
Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit yang lalu
Riwayat penyakit keluarga
Riwayat Keperawatan:
1) Pola intake :
Jumlah cairan yang dikonsumsi
Tipe cairan yang dikonsumsi
2) Pola eliminasi:
Mual, muntah, diare
Kebiasaan berkemih
Perubahan jumlah, frekuensi
Karakteristik urine
3) Evaluasi status kehilangan cairan
4) Proses penyakit yang dapat mengganggu keseimbangan cairan
b. Data Obyektif
Pemeriksaan fisik:
1) Kesadaran
2) Kepala
3) Wajah : tampak pucat, lemas
4) Mata : cekung atau cowong
5) Mulut dan bibir : mukosa kering, lidah pucat
6) Hidung
7) Leher ; pembesaran kelenjar limfa, vena jugularis
8) Integumen : turgor kulit, edema, kelemahan otot
9) Berat badan.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Hipovolemia (D. 0023) berhubungan dengan:
Kehilangan cairan aktif
Kegagalan mekanisme regulasi
Peningkatan permeabilitas kapiler
Kekurangan intake cairan
Evaporasi
b. Hipervolemia (D.0022) berhubungan dengan:
Gangguan mekanisme regulasi
Kelebihan asupan cairan
Kelebihan asupan natrium
Gangguan aliran balik vena
Efek agen farmakologis (mis. Kortikosteroid,
chlorpropamide,tolbutamide, vincristine,
tryptilinescarbamazepine).
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Manajemen Hipovolemia (I.03116)
Observasi :
1) Periksa tanda dan gejala hipovolemia (frekuensi nadi
meningkat, nadi teraba lemah, Tekanan Darah menurun,
turgor kulit menurun, membran mukosa kering, volume
urine menurun, hematokrit meningkat, haus, lemah)
2) Monitor intake dan output cairan.
Terapeutik :
1) Hitung kebutuhan cairan
2) Berikan posisi modified trendelenburg
3) Berikan asupan cairan oral
Edukasi
1) Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
2) Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (NaCl,RL)
2) Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (Glukosa 2,5%,
NaCl 0,4%).
3) Kolaborasi pemberian cairan koloid (albumin,
plasmanate)
4) Kolaborasi pemberian produk darah
b. Manejemen Hipervolemia (I.03114)
Observasi:
1) Periksa tanda dan gejala hipervolemia (ortopnea, dispnea,
edema, JVP/CVP meningkat, suara napas tambahan)
2) Identifikasi penyebab hipervolemia
3) Monitor status hemodinamik
4) Monitor intake dan output cairan
5) Monitor tanda hemokonsentrasi (kadar
natrium,BUN,hematokrit, BJ urine)
6) Monitor peningkatan tekanan onkotik plasma (kadar
protein dan albumin meningkat)
7) Monitor kecepatan infus secara ketat
8) Monitor efek samping diuretik (hipotensi
ortostatik,hipovolemia, hipokalemia, hiponatremia).
Terapeutik:
1) Timbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama
2) Batasi asupan cairan dan garam
3) Tinggikan kepala tempat tidur 30-40
Edukasi:
1) Anjurkan melapor jika haluaran urine < 0,5 ml/kg/jam
dalam 6 jam
2) Anjurkan melapor jika BB bertambah > 1kg dalam sehari
3) Ajarkan cara mengukur dan mencatat asupan dan haluaran
cairan
4) Ajarkan cara membatasi cairan.
Kolaborasi:
1) Kolaborasi pemberian diuretik
2) Kolaborasi penggantian kehilangan kalium akibat diuretik
3) Kolaborasi pemberian continous renal replacement
therapy (CRRT) jika perlu.
BAB 3
RESUME KASUS
A. DATA DASAR
1. IDENTITAS
a. Identitas Pasien
Nama : Tn. DS
Umur : 37 tahun
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : Kawin
Pendidikan : Sekolah Menengah Atas (SMA)
Pekerjaan : Swasta
Suku Bangsa : Indonesia
Alamat : Dusun Samput RT 10 RW 02 Gresik
Tanggal Masuk : 10 Februari 2019
Tanggal Pengkajian : 11 Februari 2019
No. Register : 12.73 1x xx xx
Diagnosa Medis : Weil Disease + Sepsis MODS (Multi Organ Disfungtion
Syndrome) + Hypovolemia + Hypoalbumin + Poliuria (AKI)
B. DATA FOKUS
1) Data Subjektif
a. Pola makan-minum
Sebelum sakit :
Istri klien mengatakan Tn. DS memiliki berat badan rata-rata 53-55 kg dengan
tinggi badan 158 cm. Tn DS memiliki kebiasaan makan yang tidak teratur,
frekuensi makan rata-rata 2x sehari dan sangat jarang makan sayuran dan buah.
Tidak ada masalah selama sebelum sakit, baik mual atau muntah atau . Tn. DS
juga memiliki kebiasaan jarang minum air putih, dalam sehari rata-rata hanya 3-
4 gelas dalam sehari. Istri klien mengatakan Tn. DS lebih suka minum kopi atau
minuman bersoda.
Saat sakit :
Tn. DS saat ini mengeluh mual dan pahit saat menelan. Istri klien mengatakan
Tn. DS sering tidak berminat makan. Tn. DS mau makan 3x kali sehari sesuai
jadwal makan terapi diet TKTP dan ekstra putih telur, namun hanya klien mau
makan 3-5 sendok makan dari porsi yang diberikan. Istri klien juga
mengeluhkan Tn. DS sangat jarang minum, sejak kemarin pagi (06.00) hingga
hari ini (pukul 13.00), klien hanya minum menghabiskan 1 botol air mineral
sedang (±600ml). BB klien saat ini adalah ±50 kg. Saat pengkajian (pukul
13.00), Tn. DS sudah selesai makan dan hanya menghabiskan nasi ±¼ bagian
dan putih telur serta menghabiskan minum ±½ botol air mineral sedang.
b. Pola Eliminasi
Sebelum sakit :
Tn. DS mengatakan tidak memiliki masalah buang air. Klien mampu buang air
kecil secara spontan dengan frekuensi 5-8x dalam sehari. Warnanya kekuningan
hingga jernih dan bau khas. Tidak ada keluhan nyeri saat buang air kecil atau
besar. Riwayat penyakit terkait buang air kecil (batu ginjal, kencing berdarah,
dll) disangkal. Tn. DS mengatakan biasa melakukan buang air besar 1 kali
sehari, dan tidak ada masalah yang dikeluhkan baik BAB berdarah atau diare.
Saat sakit :
Klien terpasang chateter urine sejak tadi pagi (11-02-2019, pukul 08.00). Tn. DS
mengeluh tidak nyaman karena selang yang digunakan membatasi geraknya.
Istri klien mengatakan kencing Tn. DS sangat sedikit sejak sehari sebelum MRS
(09-02-2019). Hingga kemarin (10-2-2019), selama dari pagi hingga malam
hanya kencing 2 kali saja menggunakan pispot urinal, sangat sedikit dan
berwarna seperti teh. Saat pengkajian (pukul 13.00), didapatkan Tn. DS
menggunakan chateter urine folley chateter 18 Fr dan dengan irigasi NaCl 0,9%,
penggunaan hari ke-1. Volume urine terdapat ±100 ml (pukul 08.00-13.00).
Produksi urine ±17-20ml/jam (normal 50ml/jam). Warna urine kuning
kecoklatan (seperti teh). Hasil pemeriksaan labolatorium terakhir (urine lengkap
tgl 10-2-2019): Berat jenis urine 1,013; protein urine +1; nitrit -; dan bilirubin
urine +3. Istri klien mengatakan Tn. DS tetap BAB 1x sehari. Keadaan normal,
padat, warna coklat gelap dan tidak ada keluhan BAB berdarah sebelum atau
sesudah sakit. Tidak ada keluhan diare atau nyeri perut yang berlebihan baik
sebelum atau sesudah sakit.
c. Pola Rasa Nyaman
Sebelum sakit :
Tn. DS mengatakan tidak memiliki masalah kenyamanan selama sebelum sakit.
Saat sakit :
Saat pengkajian Tn. DS mengeluh lemas, tidak nyaman karena kepanasan atau
gerah sehingga sulit tidur. Tn. DS juga mengeluh mual dan lelah karena pegal-
pegal seluruh tubuh. Istri klien mengatakan bahwa kadang-kadang Tn. DS
mengeluh dan kesal karena tidak bisa tidur akibat nyeri pada kedua lutut dan
paha yang dirasakan. Nyeri dirasakan seperti pegal-pegal, nyeri datang hilang
dan timbul dan skala nyeri 3. Saat pengkajian terlihat Tn. DS sering gelisah
sambil terus memegang masker oksigennya.
2) Data Subjektif
a. Keadaan umum :
Tingkat kesadaran : komposmetis
GCS : Mata : 4; verbal: 5; Psikomotor: 6
b. Tanda-tanda Vital :
Nadi = 93x/menit, nadi teraba lemah dan cepat
Suhu = 37,8 ⁰C
TD = 100/80 mmHg
RR = 25x/ menit terpasang NRM 6-8 lpm
SaO2 = 98%
c. Keadaan fisik
1) Kepala dan leher :
Kepala : Bentuk kepala bulat; rambut berwarna hitam, keadaan
berminyak, dan kotor berketombe; tidak ada luka atau nyeri tekan pada area
wajah dan kepala.
Mata : simetris kanan dan kiri, pupil isokor, konjungtiva anemis, sclera
ikterik, mata cekung dan lingkaran bawah mata menghitam, keadaan berair.
Hidung : Bentuk simetris, tidak ada polip, bersih, dan terpasang masker
oksigen (NRM 6-8 lpm).
Mulut : Mukosa bibir kering, gigi bersih.
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar thyroid/ distensi vena jugularis.
2) Dada :
Paru :
Inspeksi : pengembangan dada simetris, ada penggunaan otot bantu
pernapasan.
Palpasi : vocal premitus kanan dan kiri sama.
Perkusi : tidak terkaji.
Auskultasi : vesikuler, irama napas tidak teratur (ekspirasi panjang).
Jantung
Tidak tampak ictus cordis, terdengar suara jantung I dan II normal.
3) Payudara dan ketiak :
Payudara dan ketiak tidak terkaji.
4) Abdomen :
Tidak ada tanda pembesaran abdomen, bising usus 16x menit, tidak ada nyeri
tekan atau luka pada seluruh area abdomen.
5) Genetalia :
Keadaan kebersihan tidak terkaji. Klien terpasang folley chateter urine 18 Fr
sejak tadi pagi (11-2-2019, pukul 08.00).
6) Integumen :
Turgor kulit kering dan lambat pada area jari (>2 detik). Keadaan seluruh tubuh
menguning (ikterik), tidak ada luka pada bagian tubuh.
7) Ekstremitas :
Atas : bentuk simertris, tidak edema, teraba hangat, tidak ada kelainan
masalah dalam fungsi, terpasang IV chateter pada tangan kanan infus NaCl 0,9%
21 tetes permenit.
Bawah : bentuk simetris, terdapat edema pada kedua kaki. tidak ada
perlukaan pada ekstremitas bawah.
8) Neurologis :
Status mental dan emosi :
Selama pengkajian TN. DS tidak menunjukkan tanda penurunan kesadaran. Tn.
DS dalam keadaaan sadar penuh (compos mentis) serta tidak ada gangguan
emosi terkait.
Pengkajian saraf kranial :
Tidak ada keluhan mengenai persyarafan atau peningatakan tekanan intra
kranial.
Pemeriksaan refleks :
Tidak terkaji, pasien dalam keadaan bedrest.
d. Pemeriksaan Penunjang
1. Data laboratorium yang berhubungan
Pemeriksaan kimia klinik dan darah (10-02-2019)
RINCIAN HASIL NILAI RUJUKAN
KIMIA KLINIK
Kreatinin serum 5,29 mg/dL 0,50-1,20
BUN 87 mg/dL 10-20
SGOT 101 U/L <41
SGPT 45 U/L L = 0-50
P = 0-35
Albumin 2,51 g/dL 3,40-5,00
Total Bilirubin 19,91 mg/dL 0,2-1,00
Bilirubin Direk 14,24 mg/dL <0,20
HEMATOLOGI
WBC 26,71 x103/μL 3,37-10,0
RBC 4,00 x106/μL 3,60-5,46
HGB 11,2 g/dL L = 13,3-16,6
P = 11,0-14,7
HCT 35,0 % L = 41,3-52,1
P = 35,2-46,7
PLT 86 x103/μL 150-450
2. Pemeriksaan radiologi
USG Abdomen :
Chronic parenchimal liver disease
Cholecytistis, kesan sub acute
Chronic parenchymal kidney disease bilateral.
3. Hasil konsultasi
tidak ada
C. ANALISA DATA
TTD
Hari/ Tgl/Jam No Dx Tindakan Keperawatan
12-2-2019, 08.40 2 Menganjurkan pasien untuk mengganti seprai.
Memberikan edukasi tentang pengaturan posisi selama mengganti seprai.
- Klien menolak untuk mengganti seprai karena merasa lemas dan nyeri dan tidak mau miring.
09.00 1 Memberikan terapi obat injeksi via chateter IV : Ranitin 1x50mg dan Cefrtiaxone 1x1 gram
09.05 1 Monitor status hidrasi
- Membran mukosa kering, nadi teraba lemah dan cepat.
- Istri klien mengatakan sejak pukul semalam kencing suaminya lebih banyak dari biasanya. Sejak kemarin klien
hanya minum habis 1 botol sedang air mineral (±600 cc).
09.10 2 Melakukan pengaturan poisisi kepada pasien yang awalnya fowler menjadi semifowler.
- Pasien mengataan nyaman setelah dilakukan perubahan posisi.
09.15 2 Monitor status oksigenasi setelah dilakukan perubahan posisi
Sao2 = 97%; RR= 21x/menit; klien terpasang NRM 6-8 lpm.
13.30 1,2 Memberikan pengaturan posisi secara fowler dengan posisi bantal mengangga leher dengan tepat sebelum diperiksa
tanda vital.
- Klien mengatakan posisinya nyaman.
13.35 1,2 Monitor tanda vital
- TD = 100/80 mmHg; Nadi = 89x/menit; RR = 22x/ menit; SaO2 = 96%; Suhu= 37,3⁰C.
- Istri klien mengatakan bahwa sejak pagi tadi kencing suaminya mendadak banyak sekali, warnanya kuning
kecoklatan seperti teh.
- Haluaran urin= 2000cc (sejak pukul 06.00-14.00); IWL=31,25ml/jam; Minum air = 2 botol sedang air mineral
(±1200 cc) Infus= 500 ml. Balance cairan per 6 jam = -487,5 cc
- Klien terpasang NRM 6-8 lpm, klien mengatakan tidak ada pusing, terasa panas dan gerah karena suasana RS
yang gaduh dan ruangan yang panas. Klien mengeluh nyeri pada kedua paha, skala nyeri 3, nyeri datang hilang
timbul, biasanya ketika paha dan kaki ditekukkan.
13.40 2 Melakukan pengaturan posisi untuk mengurangi nyeri dengan posisi fowler dan memberikan bantal guling dibawah
kedua paha.
- Klien mengatakan nyaman dengan posisi yag diberikan.
13.45 2 Memberikan edukasi kepada keluarga untuk melakukan teknik memijat-mijat ringan dibagian tubuh yang dirasakan
nyeri untuk mengurangi nyeri yang dirasakan klien.
- keluarga menyatakan paham dengan edukasi yang diberikan.
TTD
Hari/ Tgl/Jam No Dx Tindakan Keperawatan
13-2-2019, 07.00 1 Memberikan terapi cairan via intravena : infus NaCl 0,9% 4x500 ml habis dalam waktu 2 jam.
08.30 1 Monitor status hidrasi : membrane mukosa bibir kering, nadi cepat dan teraba lemah.
08.40 1 Menganjurkan klien untuk meningkatkan asupan cairan secara oral : mendekatkan posisi air mineral dan diberikan
sedotan agar klien mudah mengakses air minum.
09.00 1 Memberikan terapi obat injeksi via chateter IV : Ranitin 1x50mg dan Cefrtiaxone 1x1 gram
Memberikan terapi cairan via intravena : infus NaCl 0,9% 500 ml secara maintenance 28 tpm
10.00 2 Memberikan pengaturan posisi secara semifowler tepat sebelum diperiksa tanda vital.
- Klien mengatakan posisinya nyaman.
10.10 1,2 Monitor tanda vital
- TD = 120/80 mmHg; Nadi = 94x/menit; RR = 20x/ menit; SaO2 = 99%; Suhu= 36,7⁰C.
13.00 1 Memberikan terapi cairan via intravena : Kalbamin 500 ml dalam 24 jam.
14.00 1,2 Monitor tanda vital
- TD = 112/58 mmHg; Nadi = 94x/menit; RR = 18x/ menit; SaO2 = 99%; Suhu= 36,7⁰C.
- Haluaran urin= 1000cc (urine bag) dan ±4500cc (ditampung 3 botol mineral besar); Minum air = 1800 cc (3
botol air mineral sedang); Infus= 2500cc. Balance cairan per 6 jam= -1387,5cc
- Klien terpasang NRM 6-8 lpm, klien mengeluh nyeri pada kedua paha, skala nyeri 3, nyeri datang hilang
timbul, biasanya ketika paha dan kaki ditekukkan.
TTD
Hari/ Tgl/Jam No Dx Tindakan Keperawatan
14-2-2019, 09.00 1 Memberikan terapi cairan intravena : infuse NaCl 0,9% 28 tpm
Memberikan terapi obat injeksi via chateter IV : Ranitin 1x50mg dan Cefrtiaxone 1x1 gram
09.05 1 Monitor status hidrasi
- Membran mukosa kering, nadi teraba lemah dan cepat.
- Istri klien mengatakan sejak pukul semalam kencing suaminya lebih banyak dari biasanya. Sejak kemarin klien
hanya minum habis 1 botol sedang air mineral (±600 cc).
09.10 2 Melakukan pengaturan poisisi kepada pasien yang awalnya fowler menjadi semifowler.
- Pasien mengatakan nyaman setelah dilakukan perubahan posisi.
09.15 2 Monitor status oksigenasi setelah dilakukan perubahan posisi
Sao2 = 98%; RR= 19x/menit; klien terpasang NRM 6-8 lpm.
10.00 2 Memberikan pengaturan posisi secara fowler dengan posisi bantal mengangga leher dengan tepat sebelum diperiksa
tanda vital.
- Klien mengatakan posisinya nyaman.
10.10 1,2 Monitor tanda vital
- TD = 140/80 mmHg; Nadi = 84x/menit; RR = 20x/ menit; SaO2 = 98%; Suhu= 37,3⁰C.
- Klien mengatakan pusing, lelah berkurang tapi masih nyeri pada kedua paha, skala nyeri 2, nyeri datang hilang
timbul, biasanya ketika paha dan kaki ditekukkan.
10.15 2 Memberikan edukasi terapi relaksasi dan pijatan ringan unruk meringankan nyeri yang dirasakan klien, sambil
melakukan pengaturan posisi posisi fowler dan memberikan bantal guling dibawah kedua paha dan memperbaiki selang
kateter.
- Klien mengatakan nyaman dengan posisi yang diberikan.
13.30 2 Monitor status hidrasi pasien : Mukosa bibir kering, nadi teraba lemah
13.50 2 Menganjurkan klien untuk minum jus atau makan roti yang lembut utnuk meningkatkan asupan intake.
14.00 1,2 Monitor tanda vital
- TD = 130/80 mmHg; Nadi = 95x/menit; RR = 22x/ menit; SaO2 = 99%; Suhu= 37,7⁰C.
- Haluaran urin= 1000cc (urine bag) dan ±3000cc (ditampung 2 botol mineral besar). Evaluasi minum air = 1200
cc (2 botol air mineral sedang). Infus = 1000cc. Balance cairan per 6 jam= -1987,5 cc
- Klien terpasang NRM 6-8 lpm, klien mengatakan nyeri pada kedua paha berkurang, skala nyeri 2, nyeri datang
hilang timbul, biasanya ketika paha dan kaki ditekukkan.
TTD
Hari/ Tgl/Jam No Dx Tindakan Keperawatan
15-2-2019, 08.40 2 Menganjurkan pasien untuk mengganti seprai.
Memberikan edukasi tentang pengaturan posisi selama mengganti seprai dengan logroll dan posisi fowler.
- Klien mau diganti seprai dan nyaman setelah diganti seprainya.
08.55 2 Monitor status oksigenasi setelah dilakukan perubahan posisi berulang karena mengganti seprai.
- SaO2 = 98%, pasien menggunakan nasal kanul 3 lpm.
09.00 1 Memberikan terapi obat injeksi via chateter IV : Ranitin 1x50mg dan Cefrtiaxone 1x1 gram
09.05 1 Monitor status hidrasi
- Membran mukosa kering, nadi teraba lemah.
10.00 1,2 Monitor tanda vital
- TD = 120/80 mmHg; Nadi = 88x/menit; RR = 26x/ menit; SaO2 = 96%; Suhu= 37,0⁰C.
- Klien terpasang nasal kanul 3 lpm, klien mengatakan tidak merasa panas atau ‘engap’ karena sudah tidak
menggunakan masker lagi.
10.05 2 Membantu memberikan pengaturan posisi semi fowler dengan posisi bantal mengangga punggung dengan tepat.
- Klien mengatakan posisinya nyaman setelah diberikan posisi kepala yang lebih tinggi.
10.10 1 Monitor status hidrasi
- Membran mukosa kering, nadi teraba kuat.
10.15 1 Menganjurkan klien untuk meningkatkan asupan minum air.
- Istri klien mengatakan sejak pagi minum habis 1 botol sedang air mineral (±600 cc).
13.35 1,2 Monitor tanda vital
- TD = 110/80 mmHg; Nadi = 85x/menit; RR = 22x/ menit; SaO2 = 96%; Suhu= 36,7⁰C.
- Haluaran urin= 500cc (urine bag) dan ±1500cc (ditampung 1 botol mineral besar). Evaluasi minum air = 1200
cc (2 botol air mineral sedang). Infus= 500cc. Balance cairan per 6 jam= -487,5cc
- Klien terpasang nasal kanul 3 lpm. Klien mengatakan nyeri pada kedua paha berkurang, skala nyeri 1, nyeri
datang hilang timbul, biasanya ketika paha dan kaki ditekukkan.
TTD
Hari/ Tgl/Jam No Dx Tindakan Keperawatan
16-2-2019, 14.05 1 Monitor status hidrasi
- Membran mukosa lembab, nadi teraba lemah.
- istri pasien mengatakan suaminya ada peningkatan untuk minum air, sejak pagi klien sudah minum ±2 botol air
mineral sedang (±1200cc).
14.40 1 Memberikan terapi cairan intravena : infuse NaCl 0,9% 28 tpm
Memberikan terapi obat peroral : Paracetamol 500mg x1; N-ascetilsystein 200mg x1; UDCA 1x1 tab; Curcuma 1x1 tab
17.00 2 Menganjurkan pasien untuk dimandikan dan diganti bajunya agar lebih nyaman dan tidak panas
- Klien mau diganti bajunya dan nyaman setelah diseka oleh istri pasien.
18.00 1,2 Monitor tanda vital
- TD = 100/60 mmHg; Nadi = 88x/menit; RR = 22x/ menit; SaO2 = 98%; Suhu= 37,5⁰C.
- Haluaran urin= 2000cc (urine bag) (sejak 06.00-18.00).
- Evaluasi minum air = 1500cc (1 botol air mineral besar).
- Klien terpasang nasal kanul 3 lpm, klien mengatakan nyeri yang dirasakan jauh lebih berkurang, dan nyaman
setelah diganti baju dan dimandikan; tidak merasa kepanasan.
18.10 2 Melakukan pengaturan posisi untuk mengurangi nyeri dengan posisi fowler dan memberikan bantal dibawah leher
dengan tepat untuk menghindari sesak.
- Klien mengatakan nyaman dengan posisi yang diberikan.
TTD
Hari/ Tgl/Jam No Dx Tindakan Keperawatan
17-2-2019, 09.00 1 Memberikan terapi obat injeksi via chateter IV : Ranitin 1x50mg dan Cefrtiaxone 1x1 gram
Memberikan terpai cairan intravena : infus NaCl 0,9% 500 ml 28 tpm
09.05 1 Monitor status hidrasi
- Membran mukosa lembab, nadi adekuat
10.00 1,2 Monitor tanda vital
- TD = 100/70 mmHg; Nadi = 87x/menit; RR = 20x/ menit; SaO2 = 97%; Suhu= 36,7⁰C.
- Klien mengatakan lelah dan pegal-pegal seluruh tubuh.
10.05 2 Menganjurkan klien untuk perubahan posisi miring kiri atau kanan setiap 1 atau 2 jam sekali.
- klien mau miring kiri dan beristirahat.
13.35 1,2 Monitor tanda vital
- TD = 120/80 mmHg; Nadi = 79x/menit; RR = 21x/ menit; SaO2 = 98%; Suhu= 36,7⁰C.
- Haluaran urin= 500cc (urine bag) dan ±1500cc (ditampung 1 botol mineral besar). Evaluasi minum air = 1200
cc (2 botol air mineral sedang). Infus=500cc. Balance cairan per 6 jam= 487,5 cc
- Klien terpasang nasal kanul 3 lpm. Klien mengatakan nyeri pada kedua paha tidak ada lagi, tidak ada mual.
Klien merasa nyaman setelah miring kiri dan kanan.
13.50 2 Mengajurkan klien untuk melakukan mobilisasi selama diganti seprai.
- Klien mengatakan nyaman setelah diganti seprainya, posisi pasien fowler.
14.00 2 Monitor status oksigenasi setelah dilakukan perubahan posisi berulang karena mengganti seprai.
SaO2 = 98%, pasien menggunakan nasal kanul 3 lpm.
TTD
Hari/ Tgl/Jam No Dx Tindakan Keperawatan
18-2-2019, 21.00 1 Memberikan terapi obat injeksi via chateter IV : Ranitin 1x50mg dan Cefrtiaxone 1x1 gram
Memberikan terpai cairan intravena : infus NaCl 0,9% 500 ml 28 tpm
22.00 1,2 Monitor tanda vital
- TD = 120/70 mmHg; Nadi = 88x/menit; RR = 20x/ menit; SaO2 = 98%; Suhu= 36,5⁰C.
- Klien bernapas adekuat, tidak ada keluhan sesak napas, mual ataupun nyeri.
- Haluaran urin= 1500cc (urine bag) dan ±1500cc (ditampung 1 botol mineral besar).
- Evaluasi intake = 4500 cc (2 botol air mineral besar + infus 1500 cc/24 jam).
22.10 2 Memberikan terapi obat peroral : Paracetamol 500mg x1; N-ascetilsystein 200mg x1; UDCA 1x1 tab; Curcuma 1x1 tab
19.2.2019, 05.30 2 Memberikan pengaturan posisi secara fowler dengan posisi bantal mengangga leher dengan tepat sebelum diperiksa
tanda vital.
05.35 1,2 Monitor tanda vital
- TD = 100/80 mmHg; Nadi = 80x/menit; RR = 20x/ menit; SaO2 = 98%; Suhu= 36,7⁰C.
- Haluaran urin dalam 24 jam = 5000cc.
- Evaluasi intake dalam 24 jam = 5100cc (minum 4500 cc (4 botol air mineral besar) dan infuse NaCL 1500 cc
/24 jam)
- Balance cairan per 24 jam= + 100ml. Mukosa bibir lembab, nadi teraba adekuat.
- Klien mengatakan badannya lemas dan pegal.tidak ada keluhan nyeri atau kepanasan. Klien bisa tidur.
EVALUASI KEPERAWATAN
Hari/Tgl No
No Evaluasi TTD
jam Dx
11/2/2019 2 S : pasien mengatakan nyeri apda ulu hati dan kedua paha, skala nyeri 2, hilang timbul, dating ketika
1 14.00 ditekuk, pasien juga mengatakan nyaman ketika dilakukan perubahan posisi pada bantal di leher
O : kesadaran composmentis , mukosa bibir kering, terpasang masker oksigen NRM 6-8 lpm, TTV TD:
130/80mmHg, RR: 21x/menit, S: 37.5ºC, N: 93x/menit, SpO2: 98%
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
1) Pengaturan posisi (0840): 1, 2, 3, 4, 5
2) Manajemen kenyamanan (0482): 1, 2, 3, 4
3) Manajemen nyeri (1400): 1
2 12/2/2019 2 S : pasien mengatakan tidak nyaman karena panas (lingkungan ac mati) / perasaan panas dan gerah.
14.00 Pasien mengatakan nyaman jika posisinya diubah dengan kepala ditinggikan, pasien masih mengeluh
nyeri di paha skala 2, hilang timbul, tidak ada mual/ nyeri ulu hati berkurang.
O : kesadaran composmentis, mukosa bibir kering, sclera ikterik, terpasang oksigen NRM 6-8lpm ,
posisi fowler, TTV TD: 100/80mmHg, N:89x/menit, RR: 22x/menit, S: 37.3ºC, SpO2: 96%. Haluaran
urin 2000cc, intake ±1200cc + 500cc, evaluasi balance cairan @10 jam: -612.5
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
1) Pengaturan posisi (0840): 1, 2, 3, 4
2) Manajemen lingkungan/kenyamanan (0482): 1, 2, 3
3) Manajemen cairan: 1, 2, 3
4) Manajemen nyeri (1400): 1
3 13/2/2019 2 S : pasien mengeluh lemas, masih terasa nyeri di kedua paha, skala nyeri 2, nyeri hilang timbul, tidak
15.00 bisa tidur, lelah dan kepanasan, pasien mengatakan sedikit lebih enak setelah posisi kepala agak
ditinggikan
O : sclera ikterik, gelisah sesekali memegang masker oksigen, posisi semi fowler, ruangan gaduh,
mukosa bibir kering, TTV TD: 112/58 mmHg, RR: 18x/menit, SpO2: 99%, N: 94x/menit, S: 35.7ºC.
haluaran urine ±1000cc (urine bag) + 4500cc ditampung dan dikeluarkan dari urine bag, intake ±
3x600cc, evaluasi balance -1950cc
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
1) Pengaturan posisi (0840): 1, 2, 3, 4
2) Manajemen lingkungan/kenyamanan (0482): 1, 2, 3
3) Manajemen cairan (4120) : 1, 2
4) Manajemen nyeri (1400): 1
4 14/2/2019 2 S : pasien mengatakan nyeri sudah berkurang setelah diberikan posisi yang diberikan, sudah tidak mual
14.30 lagi, pasien masih mengeluh kepanasan dan ribut, pasien mengatakan nyaman dengan posisi kepala
ditinggikan
O : kedasaran komposmentis, mukosa bibir kering, nadi teraba lemah, posisi semi fowler, pasien
terpasang NRM 6 lpm, tidak gelisah, TTV TD: 130/80mmHg, RR: 27x/menit, N: 95x/menit, S: 37.5ºC.
haluaran urine ±3000cc, intake ±2200cc, evaluasi balance cairan@10jam: -1112.5cc
A : masalah teratasi sebagian
P : pertahankan dan tingkankan kondisi
1) Nyeri berkurang hingga tidak ada (skala 1-0)
2) Rasa mual berkurang hingga tidak ada
3) Penggunaan alat bantu nafas nasal kanul hingga bernafas tanpa alat bantu secara adekuat
Lanjutkan intervensi:
1) Pengaturan posisi (0840): 1, 2
2) Manajemen lingkungan/kenyamanan (0482): 2, 3
3) Manajemen cairan: 1, 2
5 15/2/2019 2 S : pasien mengatakan nyaman setelah seprei diganti baru, oksigen diganti menggunakan nasal kanul,
15.00 tidak panas atau ‘engap’, pasien mengatakan nyaman setelah dilakukan perubahan posisi kepala lebih
tinggi. Istri pasien mengatakan ada peningkatan konsumsi minum pasien dari pagi hingga jam 13.00WIB
±2 botol sedang setara dengan 1200cc, tidak ada keluhan mual atau nyeri kaki
O : kesadaran komposmentis, pasien terpasang nasal kanul 3lpm,tidak ada keluhan sesak, mukosa bibir
kering, nadi teraba adekuat, posisi semifowler, sprei telah diganti, tidak ada keluhan panas. TTV TD:
110/80mmHg, S: 36.7ºC, SpO2: 95%, N:80x/menit, RR: 22x/menit. Haluaran urine 2000cc, intake
1700cc, evaluasi balance cairan selama 10 jam -612.5cc
A : masalah teratasi sebagian
P : pertahankan dan tingkatkan kondisi:
1) Nyeri berkurang hingga tidak ada (1-0)
2) Rasa mual tidak ada
3) Penggunaan alat bantu nafas berupa nasal kanul
4) posisi semifowler mengurangi sesak nafas
5) perasaan nyaman setelah manajemen lingkungan
` Lanjutkan intervensi:
1) pengaturan posisi (0840): 1, 2
2) manajemen lingkungan/kenyamanan (0482): 3
3) manajemen cairan: 1, 2
6 16/2/2019 2 S : pasien mengatakan nyaman setelah pakaian diganti dan dimandikan, tidak panas dan tidak ada nyeri
21.00 O : pasien terpasang kanul 3lpm, tidak ada keluhan sesak, mukosa bibir lembab, nadi teraba adekuat,
posisi pasien fowler dengan bantal dibawah leher, istri pasien mengatakan ada peningkatan minum dan
nafsu makan pasien, minum ±1500cc. TTV TD: 100/60mmHg, RR: 22x/menit, SpO2: 98%, N:
89x/menit, S: 36.7ºC. haluaran urine 2000cc, intake 2500cc, selama pukul 06.00-18.00 WIB, evaluasi
balance cairan 12 jam -125cc
A : masalah teratasi sebagian
P : pertahankan kondisi
1) penggunaan nasal kanul hingga bernapas adwkuat
2) penggunaan posisi semi fowler untuk mencegah sesak nafas
3) pengaturan posisi secara berkala untuk meningkatkan kenyamanan pasien
lanutkan intervensi:
1) pengaturan posisi (0840): 1 dan 2
2) manajemen lingkungan/kenyamanan: 2 dan 3
3) manajemen cairan: 1
7 17/2/2019 2 S : pasien mengatakan tidak ada sesak, tidak ada mual atau nyeri yang dirasakan. Pasien mengatakan
15.00 nyaman dan bisa tidur dengan posisi miring kiri dan sudah diganti seprainya
O : kesadaran komposmentis, terpasang kanul 3 lpm, tidak ada sesak, posisi pasien fowler setelah
sempat mobilisasi logroll dan miring kiri. TTV TD: 120/80mmHg, N:79x/menit, RR: 21x/menit, S:
36.5ºC, SpO2: 96%
A : masalah teratasi sebagian
P : pertahankan dan tingkatkan kondisi:
1) bernafas adekuat tanpa bantuan
2) perubahan posisi secara berkala
3) penggantian baju pasien untuk meningkatkan kenyamanan
lanjutkan intervensi:
1) pengaturan posisi (0840): 2
2) manajemen lingkungan/kenyamanan: 3
3) manajemen cairan: 1
8 19/2/2019 2 S : pasien mengatakan bisa tidur dengan puas dan tidak gaduh, dan tidak ada keluhan panas atau nyeri
07.00 yang dirasakan. Pasien mengatakan badannya lemas dan pegal-pegal
O: kesadaran komposmentis, pasien bernafas adekuat tanpa bantuan nasal kanul, pasien mampu
mengubah posisi secara mandiri. TTV TD: 100/70mmH, N: 80x/menit, RR: 20x.menit, S: 36.3ºC, SpO2:
96%. Haluaran urine/24 jam: 4500cc, intake 24 jam: 5100cc, IWL: 750cc/24jam, evaluasi balance
cairan: +150cc
A: masalah teratasi
P : Pertahankan kondisi pasien:
1) perubahan posisis secara berkala
2) penggantian baju/pakaian pasien untuk meingkatkan kenyamanan
Lanjutkan intervensi: manajemen lingkungan/kenyamanan: 3
BAB 4
PEMBAHASAN
Pengkajian dimulai dari identitas klien yang bernama Tn. DS laki-laki berusia 37
tahun beralamatkan: Dusun Samput RT 10 RW 02 Gresik. Klien berada di ruang
Rosella 1 RSUD Dr. Soetomo dengan diagnosa Weil Disease + Sepsis MODS (Multi
Organ Disfungtion Syndrome) + Hypovolemia + Hypoalbumin + Poliuri (AKI).
Pada awal MRS, klien datang dengan mengeluh nyeri otot pada bagian lututnya,
demam tinggi, mual, serta mata dan seluruh tubuhnya menguning. Hal ini sesuai dengan
teori dimana manifestasi klinis yang dikeluhkan pasien sesuai dengan yang terdapat
pada fase leptospiremia. Gejala ditandai dengan nyeri kepala daerah frontal, nyeri otot
betis, paha, pinggang terutama saat ditekan. Gejala ini diikuti hiperestesi kulit, demam
tinggi, menggigil, mual, diare, bahkan penurunan kesadaran. Pada sakit berat dapat
ditemui bradikardia dan ikterus (50%). Pada sebagian penderita dapat ditemui fotofobia,
rash, urtikaria kulit, splenomegali, hepatomegali, dan limfadenopati. Gejala ini terjadi
saat hari ke 4-7 (Soedarma et al, 2008; Chaparro & Montoya, 2001; Speelman, 2008).
Tn. DS juga mengatakan jarang kencing sejak 2 hari sebelum MRS (08-2-2019) dan
kencingnya sangat sedikit sekali, warnanya seperti teh. Berdasarkan hal tersebut, jika
identifikasi melalui pathogenesis penyakit leptospirosis, hal tersebut sesuai dengan
teori. Keluhan jarang kencing atau volume kencing yang sedikit tersebut termasuk
mengarah kepada prognosis yang kurang baik. Pasien dapat mengalami nekrosis
tubuler, yang dapat menyebabkan komplikasi acute kidney injury (AKI), disebut juga
sindrom pseudohepatorenal. Faktor-faktor yang dapat mengarahkan prognosis kurang
baik ialah adanya oliguri/anuri yang berlangsung lama, blood ureum nitrogen
(BUN) selalu meningkat > 60 mg%/24 jam, rasio ureum urin : darah tidak meningkat
(Speelman, 2008).
Berdasarkan data yang diperoleh pada klien didapatkan keluhan utamanya
adalah lemas. Pada saat dilakukan pengkajian, ditemukan mata cekung, turgor kulit
kering dan lambat >2 detik. Intervensi yang adalah memonitor status hidrasi,
menganjurkan klien untuk meningkatkan asupan cairan secara oral (mendekatkan posisi
air mineral dan diberikan sedotan agar klien mudah mengakses air minum) dan
memberikan terapi cairan via intravena (Infus Nacl 0,9% 4x500 ml habis dalam waktu 2
jam).
Berdasarkan data rekam medik, klien menderita Weil Disease + Sepsis MODS
(Multi Organ Disfungtion Syndrome) + Hypovolemia + Hypoalbumin + poliuria (AKI).
Hasil pemeriksaan Nadi 93x/menit (nadi terasa lemah dan cepat), pernafasan 25x/menit,
sesak nafas, tekanan darah 100/80 mmHg dan mata cekung. Masalah keperawatan yang
ditemukan adalah kekurangan volume cairan. Intervensi dan implementasi yang
diantaranya adalah mengobservasi tanda tanda vital klien secara teratur, memberikan
posisi semi fowler, memberikan oksigen NRM 6-8 lpm dan memberikan terapi cairan
intravena (Infus Nacl 0,9% 4x500 ml habis dalam waktu 2 jam). Kekurangan volume
cairan tubuh dapat ditandai dengan penurunan tekanan darah, penurunan tekanan nadi,
penurunan turgor kulit, penurunan pengisian vena, membran mukosa kering, haus, kulit
kering, kelemahan, peningkatan konsentrasi urin (Black & Hawks, 2014). Untuk
meningkatkan dan mempertahankan kebutuhan cairan tubuh dibutuhkan terapi cairan,
pemberian cairan untuk menangani asupan cairan, dan mengganti kehilangan darah.
Prinsip yang harus terpenuhi untuk melakukan terapi cairan yaitu memenuhi kebutuhan
normal per hari, pantau kekurangan atau kehilangan cairan (Sjamsunidajat dkk, 2010).
Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan pasien merasakan ketidaknyamanan
karena kepanasan, sesak nafas, terpasang kateter, mual, dan nyeri pada kedua lutut dan
paha. Intervensi dan implementasi yang dilakukan adalah ajarkan teknik relaksasi nafas
dalam, memberikan bantal dengan nyaman memposisikan leher dengan benar, menganti
sprei, dan memberikan informasi untuk mengurangi ketidaknyamanan. Kondisi
lingkungan fisik ruang rawat inap juga mempengaruhi psikologis pasien. Ruang rawat inap
yang bising, suhu udara terlalu panas, pencahayaan kurang, kebersihan dan kerapihan tidak
terjaga akan meningkatkan stres pada pasien. Ruang rawat inap seharusnya membangkitkan
optimisme sehingga dapat membantu proses penyembuhan pasien (Robby, 2006).
Perawat adalah tenaga kesehatan yang memiliki peran dalammenjalankan tugasnya
sesuai dengan hak dan kewenangan yang ada (Asmadi, 2010). Peranperawat salah satunya
adalah sebagai pemberi asuhan keperawatan atau careprovider. Peran perawat sebagai care
provider harus dilaksanakan secarakomprehensif atau menyeluruh, tidak hanya berfokus
pada tindakan kuratif/pengobatan tetapi juga pada tindakan preventif seperti pelakasanaan
pemberian rasa nyaman.Kenyamanan dapat meningkatkan kepuasan dalam proses
interaksi layanan keperawatan (Purdi, 2011).Perspektif kenyamanan pasien berbeda
(Newson, 2008). Kenyamanan pasien sebagai pemenuhan kebutuhan dasar bersifat
individual dan holistik tergantung yang mengalaminya (Violesia, 2014).
Kenyamanan berperan dalam
peningkatan kualitas pelayanan keperawatan, peningkatan sumber daya dan hubungan
profesional (Gardner et al, 2009)
BAB 5
PENUTUP
5.1 Simpulan
Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh patogen
spirochaeta, genus Leptospira. Spirochaeta ini pertama kali diisolasi di Jepang oleh
Inada setelah sebelumnya digambarkan oleh Adolf Weil tahun 1886. Weil menemukan
bahwa penyakit ini menyerang manusia dengan gejala demam, ikterus, pembesaran hati
dan limpa, serta kerusakan ginjal. (Widoyono, 2008).
Leptospira yang termasuk dalam ordo Spirochaeta, dapat menyebabkan penyakit
infeksius yang disebut leptospirosis. Leptospira merupakan organisme fleksibel, tipis,
berlilit padat, dengan panjang 5-15µm, disertai spiral halus yang lebarnya 0,1-0,2 µm.
Salah satu ujung bakteri ini seringkali bengkok dan membentuk kait (Muliawan, 2008)
5.2 Saran
Setelah kita mengetahui penyebab dan cara merawat pasien dengan penyakit
leptospirosis dengangangguan cairan, kita akan bisa melakukan asuhan keperawatan
sebagaimana mestinya dan bisa memberikan informasi kepada masyarakat untuk selalu
memperhatikan lingkungan agar terhindar dari infeksi dan meningkatkan pola hidup
sehat.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth (2000) Keperawatan Medikal Bedah. 8th edn. Jakarta: EGC.
Kusnanto (2016) Modul Pembelajaran Pemenuhan Kebutuhan Cairan dan Elektrolit.
Surabaya: Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga.
Tamsuri, A. (2009) Seri Asuhan Keperawatan ‘Klien Gangguan Keseimbangan Cairan
& Elektrolit’. Jakarta: EGC.
Besung, I. N.K. 2011. Leptospirosis Pada Hewan.2. Proceedings of 8th National
Conggres of Indonesia Association of Clinical Microbiology (PAMKI),
November1st – November 3th 2012., Bali, Indonesia
Widiyono. (2008). Penyakit tropis. Epidemiologi, penularan, pencegahan dan
pemberantasannya. Jakarta: Erlangga
Oktaviana, dkk. (2013). Pemetaan dan Analisis Faktor Risiko Leptospirosis.
Purwokerto. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 8, No. 4
Febrian F, Solikhah. (2011). Analisis spasial kejadian leptospirosis di Kabupaten
Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2011. Kesmas Jurnal
Kesehatan Masyarakat Nasional.; 7 (1): 7-14.
Sunaryo. (2009). Sistem informasi geografis untuk pemetaan dan penentuan zona
kerawanan leptospirosis di Kota Semarang. [diakses tanggal 2 November
2013]. Diunduh dalam: http://eprints.undip.ac.id/19202/- 1/1OR04-Sunaryo-
GIS-Leptospirosis.pdf.
Anies, Hadisaputro S, Sakundarno AM, Suhartono. (2009). Lingkungan dan perilaku
pada kejadian Leptospirosis. Media Medika Indonesia.;43 (6): 306-311
Widjajanti, dkk. (2015). Kewaspadaan Dini Kasus Leptospirosis Di Provinsi Sulawesi
Tengah. Jawa Tengah. DOI : 10.22435/vk.v9i2.5878.59-68
Muliawan, Sylvia Y. (2008). Bakteri Spiral Patogen (Treponema, Leptospira, dan
Borrelia). Jakarta: Penerbit Erlangga
Cook, Gordon C dan Alimuddin I.Zumla. (2009). Tropical Diseases. China: Elsevier.
Jawetz, Melnick, dan Adelberg. (2007). Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
Gassem M.Hussein. (2002). Kumpulan Makalah Simposium Leptospirosis: Gambaran
Klinik Dan Diagnosis Leptospirosis Pada Manusia. Semarang: Badan
Penerbit Universitas Diponegoro
Garna, H Herry. (2012). Buku Ajar Divisi Infeksi Dan Penyakit Tropis.Bandung:
Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, RSUP Dr.Hasan Sadikin
Bandung
Black, M. J., & Hawks J. H. 2014. Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis
untuk Hasil yang Diharapkan, Edisi 8-I Buku 1. Singapore: Salemba Medika.
Asmadi. Konsep dasar keperawatan. Jakarta: Salemba Medika; 2008
Robby, Wahyu. (2006). Menu Paradigma Therapeutic
http://www.rekaruang.blogspot.com
2.1 Definisi
Leptospirosis adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh infeksi Leptospira
interrogans semua serotipe. Leptospirosis juga dikenal dengan nama flood fever atau
demam banjir karena sering menyebabkan terjadinya wabah pada saat banjir. Menurut
International Leptospirosis Society (ILS), Indonesia merupakan negara dengan insiden
leptospirosis yang tinggi, serta menempati peringkat ketiga di dunia untuk tingkat
mortalitas (Terpstr et al, 2003). Penyakit ini ditemukan pertama kali oleh Weil pada
tahun 1886, tetapi pada tahun 1915 Inada menemukan penyebabnya yaitu spirochaeta
dari genus leptospira (Terpstr et al, 2003; Soedarma et al, 2008). Di antara genus
leptospira, hanya spesies interogans yang patogen untuk binatang dan manusia.
Sekurang-kurangnya terdapat 180 serotipe dan 18 serogrup.
Satu jenis serotipe dapat menimbulkan gambaran klinis yang berbeda,
sebaliknya, suatu gambaran klinis, misalnya meningitis aseptik, dapat disebabkan oleh
berbagai serotipe (Soedarma el al, 2008). Leptospirosis memiliki manifestasi klinis yang
luas dan bervariasi. Pada leptospirosis ringan dapat terjadi gejala seperti influenza
dengan nueri kepala dan mialgia. Leptospirosis berat ditandai oleh ikterus, gangguan
ginjal, dan perdarahan, dikenal sebagai sindrom Weil.
Di Indonesia, gambaran klinis leptospirosis dilaporkan pertama kali oleh Van
der Scheer di Jakarta pada tahun 1892, sedang isolasinya dilakukan oleh Vervoot pada
tahun 1922. Penyakit ini disebut juga sebagai Weil disease, Canicola fever,
Hemorrhagic jaundice, Mud fever, atau Swineherd disease.
2.2 Epiemiologi
Penularan leptospirosis disebabkan oleh bakteri Leptospira yang tersebar
diseluruh dunia dan ditransmisikan baik secara langsung ataupun tidak langsung dari
binatang ke manusia (zoonosis). Transmisi dari manusia ke manusia dapat terjadi,
namun sangat jarang (Terpstr et al, 2003). Transmisi leptospira ke manusia terjadi
karena kontak dengan urin, darah, atau organ dari binatang terinfeksi; serta kontak
dengan lingkungan (tanah, air) yang terkontaminasi leptospira (Soedarma et al, 2008;
Setadi et al, 2013).
Leptospira dapat hidup beberapa waktu dalam air dan alam terbuka. Iklim yang
sesuai untuk perkembangan leptospira ialah udara hangat (25oC), tanah basah/ lembab,
dan pH tanah 6,2-8. Leptospira dapat bertahan hidup di tanah yang sesuai sampai 43
hari dan di dalam air dapat hidup berminggu-minggu lamanya. Hal ini dapat dijumpai
sepanjang tahun di negara tropis sehingga kejadian leptospirosis lebih banyak 1000 kali
dibandingkan negara subtropis, dengan risiko penyakit yang lebih berat. Insiden
leptospirosis di negara tropis saat musim hujan sebanyak 5-20/100.000 penduduk per
tahun. Selama wabah dan dalam kelompok risiko tinggi paparan, insiden penyakit dapat
mencapai lebih dari 100 per 100.000 penduduk (Terpstr et al, 2003; Soedarma et al,
2008; Priyanto et al, 2008).
Di Indonesia, leptospirosis tersebar di Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah,
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Lampung, Sumatera Utara, Sumatera Barat,
Sumatera Selatan, Riau, Bali, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan,
Kalimantan Timur, dan Kalimantan Barat (Setadi et al, 2013; Priyanto et al, 2008).
Jumlah pasien laki-laki dengan leptospirosis lebih tinggi dibandingkan perempuan. Hal
ini mungkin mencerminkan paparan dalam kegiatan yang didominasi laki-laki. Untuk
alasan yang sama, laki-laki remaja dan setengah baya memiliki prevalensi lebih tinggi
dibandingkan anak laki-laki dan orang usia lanjut (Jawetz et al, 2010). Angka kematian
akibat leptospirosis di Indonesia termasuk tinggi, mencapai 2,5%-16,4% dan hal ini
tergantung sistem organ yang terinfeksi. Pada usia lebih dari 50 tahun kematian
mencapai 56% (Setadi et al, 2013; Priyanto et al, 2008).
2.3 Etiologi
Leptospira yang termasuk dalam ordo Spirochaeta, dapat menyebabkan penyakit
infeksius yang disebut leptospirosis. Leptospira merupakan organisme fleksibel, tipis,
berlilit padat, dengan panjang 5-15µm, disertai spiral halus yang lebarnya 0,1-0,2 µm.
Salah satu ujung bakteri ini seringkali bengkok dan membentuk kait (Muliawan, 2008)
Leptospira memiliki ciri umum yang membedakannya dengan bakteri lainnya.
Sel bakteri ini dibungkus oleh membran luar yang terdiri dari 3-5 lapis. Di bawah
membran luar, terdapat lapisan peptidoglikan yang fleksibel dan helikal, serta membran
sitoplasma. Ciri khas Spirochaeta ini adalah lokasi flagelnya, yang terletak diantara
membran luar dan lapisan peptidoglikan. Flagela ini disebut flagela periplasmik.
Leptospira memiliki dua flagel periplasmik, masing-masing berpangkal pada setiap
ujung sel. Kuman ini bergerak aktif, paling baik dilihat dengan menggunakan
mikroskop lapangan gelap(Jawetz et al., 2007)
2.9 Penatalaksanaan
Medikamentosa
Pengobatan dengan antibiotik yang efektif harus dimulai segera setelah diduga
diagnosis leptospirosis, sebaiknya sebelum hari ke-5 setelah onset penyakit. Umumnya
dokter mengobati dengan antibiotik tanpa menunggu timbulnya penyakit. Uji serologik
tidak menjadi positif sampai sekitar seminggu setelah onset penyakit, dan kultur tidak
dapat menjadi positif selama beberapa minggu (Speck & Toltziis, 2000). Kesulitan
melihat hasil pengobatan ialah bahwa umumnya leptospira merupakan penyakit self
limiting dengan prognosis yang cukup baik (Soedarma et al, 2008). Kasus leptospirosis
1,2 g, per 6 jam selama 5-7 hari). Kasus yang lebih ringan dapat diobati dengan
antibiotik oral seperti amoksisilin, ampisilin, doksisiklin (2 mg/kg, maksimal 100 mg,
setiap 12 jam selama 5-7 hari), atau eritromisin. Sefalosporin generasi ketiga, seperti
ceftriaxone dan cefotaxime, dan kuinolon juga efektif. Reaksi Jarisch Herxheimer dapat
terjadi setelah pengobatan penisilin. Kularatne et al.15 di Sri Langka melaporkan bahwa
pemberian metilprednisolon 500 mg IV selama 3 hari pada pasien leptospirosis berat
dengan angka kematian 16 orang dari total 149 orang (10,7%) dibandingkan tanpa
pemberian metil prednisolon dengan angka kematian 17/78 (21,8%) dengan P < 0,025.
LAMPIRAN 2
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Identitas
a. Identitas Pasien
Nama : Tn. DS
Umur : 37 tahun
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : Kawin
Pendidikan : Sekolah Menengah Atas (SMA)
Pekerjaan : Swasta
Suku Bangsa : Indonesia
Alamat : Dusun Samput RT 10 RW 02 Gresik
Tanggal Masuk : 10 Februari 2019
Tanggal Pengkajian : 11 Februari 2019
No. Register : 12.73 1x xx xx
Diagnosa Medis : Weil Disease + Sepsis MODS (Multi Organ Disfungtion
Syndrome) + Hypovolemia + Hypoalbumin
2. Status Kesehatan
e. Status Kesehatan Saat Ini
1) Keluhan Utama (Saat MRS dan saat ini)
Saat MRS :Tn. DS datang ke IGD RSUD Dr. Soetomo setelah dirujuk dari
RSU Wiyung dengan syok sepsis dan MODS. Klien mengeluh mual dan kedua lutut
terasa nyeri. Keadaan umum lemah serta mata dan seluruh tubuh tampak kuning
(ikterus). Riwayat penyakit sebelumnya, klien dikeluhkan demam sejak 1 minggu yang
lalu sebelum MRS (02-02-2019) berturut-turut. Demam naik turun dengan kisaran suhu
selalu diatas 38⁰C, dan klien hanya diberikan kompres dan minum decolgen
(paracetamol) yang dibeli di warung. Demam diikuti mual dan penurunan nafsu makan.
Tn. DS juga mengatakan jarang BAK sejak 1 hari sebelum MRS. Istri klien mengatakan
ada riwayat banjir dirumah dan klien juga memiliki kebiasaan memelihara dan selalu
kontak dengan ayam dan burung dirumah. Lingkungan sekiar rumah juga terdapat
saluran air yang tersumbat dan tidak jarang banyak tikus yang berkeliaran di sekitar
rumah.
Saat ini : Tn. DS mengeluh badannya lemas, lelah dan merasa haus. Tn.
DS juga mengatakan mual, merasa tidak nyaman karena gerah hingga sulit tidur.
n. Pola Komunikasi
Sebelum sakit :
Tn. DS biasa berkomunikasi dengan orang terdekat (istri dan keluarga) dan tidak
memiliki hambatan. Tn. DS juga biasa berkomukasi dan bersosialisasi dengan
tetangga sekitar rumah dengan baik.
Saat sakit :
Istri klien mengatakan suaminya bisa berbicara dengan baik, namun perlu sering
dikonfirmasi dan agak mendekat karena Tn. DS menggunakan masker oksigen.
Saat pengkajian, Tn. DS mampu berkomunikasi dengan baik dengan perawat
dibantu dengan istrinya.
o. Pola Beribadah
Sebelum sakit :
Tn. DS mengatakan beragama Islam dan selalu melalukan ibadah shalat di
rumah dan masjid yang berada disekitar rumah.
Saat sakit :
Pola beribadah tidak dikaji secara mendalam. Istri Tn. DS mengatakan bahwa
selama sakit suaminya sesekali mengucap doa pendek sebelum mencoba untuk
beritirahat.
p. Pola Produktifitas
Sebelum sakit :
Tn. DS berperan sebagai kepala keluarga. Pekerjaan klien adalah karyawan
swasta.
Saat sakit :
Tn. DS tidak bisa menjalankan tugasnya sebagai kepala keluarga ataupun
menjalankan pekerjaannya.
q. Pola Rekreasi
Sebelum sakit :
Istri klien mengatakan Tn. DS biasa menghibur diri dengan menghabiskan waktu
dengan binatang peliharaannya berupa burung dan ayam dan biasa
menghabiskan waktu seharian untuk mengurus bianatang peliharaannya jika
sudah libur.
Saat sakit :
Saat pengkajian, Tn. DS lebih sering menghabiskan waktu untuk berusaha
beristirahat atau mengobrol dengan istrinya.
r. Pola Kebutuhan Belajar
Sebelum sakit :
Tn. DS biasa mengdapatkan informasi melalui televisi atau bersosialisasi dengan
ornag-orang sekitar lingkungan tempat tinggal atau kerjanya.
Saat sakit :
Tn. DS mengatakan informasi terkait terapi perawatan atau pengobatan yang
diterima melalui petugas yang datang atau dari istri. Saat pengkajian istri Tn. DS
selalu mendampingi untuk menjelaskan kembali kepada Tn. DS terkait
pemeriksaan atau terapi yang diberikan, misalnya informasi tekanan darah dan
suhu tubuh pasien saat ini.
4. Pengkajian Fisik
a. Keadaan umum :
Tingkat kesadaran : komposmetis
GCS : verbal: 5Psikomotor:6 Mata : 4
b. Tanda-tanda Vital :
Nadi = 93x/menit, nadi teraba lemah dan cepat
Suhu = 37,8 ⁰C
TD = 100/80x/ menit
RR = 25x/ menit terpasang NRM 6-8 lpm
SaO2 = 98%
c. Keadaan fisik
1) Kepala dan leher :
Kepala : Bentuk kepala bulat; rambut berwarna hitam, keadaan
berminyak, dan kotor berketombe; tidak ada luka atau nyeri tekan pada area
wajah dan kepala.
Mata : simetris kanan dan kiri, pupil isokor, konjungtiva anemis, sclera
ikterik, mata cekung dan lingkaran bawah mata menghitam, keadaan berair.
Hidung : Bentuk simetris, tidak ada polip, bersih, dan terpasang masker
oksigen (NRM 6-8 lpm).
Mulut : Mukosa bibir kering, gigi bersih.
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar thyroid/ distensi vena jugularis.
2) Dada :
Paru :
Inspeksi : pengembangan dada simetris, ada penggunaan otot bantu
pernapasan.
Palpasi : vocal premitus kanan dan kiri sama.
Perkusi : tidak terkaji.
Auskultasi : vesikuler, irama napas tidak teratur (ekspirasi panjang).
Jantung
Tidak tampak ictus cordis, terdengar suara jantung I dan II normal.
3) Payudara dan ketiak :
Payudara dan ketiak tidak terkaji.
4) Abdomen :
Tidak ada tanda pembesaran abdomen, bising usus 16x menit, tidak ada nyeri
tekan atau luka pada seluruh area abdomen.
5) Genetalia :
Keadaan kebersihan tidak terkaji. Klien terpasang folley chateter urine 18 Fr
sejak tadi pagi (11-2-2019).
6) Integumen :
Turgor kulit kering dan lambat pada area jari (>2 detik). Keadaan seluruh tubuh
menguning (ikterik), tidak ada luka pada bagian tubuh.
7) Ekstremitas :
Atas : bentuk simertris, tidak edema, teraba hangat, tidak ada kelainan
masalah dalam fungsi, terpasang IV chateter pada tangan kanan infus NaCl 0,9%
21 tetes permenit.
Bawah : bentuk simetris, terdapat edema pada kedua kaki. tidak ada
perlukaan pada ekstremitas bawah.
8) Neurologis :
Status mental dan emosi :
Selama pengkajian TN. DS tidak menunjukkan tanda penurunan kesadaran. Tn.
DS dalam keadaaan sadar penuh (compos mentis) serta tidak ada gangguan
emosi terkait.
Pengkajian saraf kranial :
Tidak ada keluhan mengenai persyarafan atau peningatakan tekanan intra
kranial.
Pemeriksaan refleks :
Tidak terkaji, pasien dalam keadaan bedrest.
d. Pemeriksaan Penunjang
1. Data laboratorium yang berhubungan
Pemeriksaan kimia klinik dan darah (10-02-2019)
RINCIAN HASIL NILAI RUJUKAN
KIMIA KLINIK
Kreatinin serum 5,29 mg/dL 0,50-1,20
BUN 87 mg/dL 10-20
SGOT 101 U/L <41
SGPT 45 U/L L = 0-50
P = 0-35
Albumin 2,51 g/dL 3,40-5,00
Total Bilirubin 19,91 mg/dL 0,2-1,00
Bilirubin Direk 14,24 mg/dL <0,20
HEMATOLOGI
WBC 26,71 x103/μL 3,37-10,0
RBC 4,00 x106/μL 3,60-5,46
HGB 11,2 g/dL L = 13,3-16,6
P = 11,0-14,7
HCT 35,0 % L = 41,3-52,1
P = 35,2-46,7
PLT 86 x103/μL 150-450
2. Pemeriksaan radiologi
USG Abdomen :
Chronic parenchimal liver disease
Cholecytistis, kesan sub acute
Chronic parenchymal kidney disease bilateral.
3. Hasil konsultasi
tidak ada
5. ANALISA DATA
NO Data Interpretasi Masalah
1 DS : Bakteri leptospira Kekurangan
Tn. DS mengatakan bahwa badannyalemas, lelah dan masuk ke tubuh volume cairan
merasa haus. Istri klien mengatakan kencing Tn. DS ↓ (00027)
sedikit sejak sehari sebelum MRS (09-02-2019). Menuju organ dan Domain 2:
DO : mengeluarkan nutrisi
- Pemeriksaan Fisik :Mata cekung, sclera ikterik, toksin Kelas 5 : Hidrasi
mukosa bibir kering, turgor kulit kering dan ↓
lambat pada area jari-jari dan terdapat edema Aglutinin gagal
pada kedua ekstremitas bawah. membunuh kuman
- Tanda vital : nadi = 93x/menit, nadi teraba ↓
lemah dan cepat, tekanan darah = Vaskulitis
100/80x/menit; RR=25x/menit; suhu=37,8⁰C; ↓
status compos mentis. Permeabilitas
- Tn. DS menggunakan chateter urine dengan kapiler terganggu
folley chateter 18 Fr dan dengan irigasi NaCl (meningkat)
0,9%, penggunaan hari ke-1. Volume urinebag ↓
terdapat ±100 ml (pukul 10.00). Warna urine Kebocoran cairan
kuning kecoklatan (seperti teh). plasma
- Hasil pemeriksaan labolatorium terakhir : Berat ↓
jenis urine 1,013; protein urine +1; nitrit -; dan Sirkulasi mikro
bilirubin urine +3. vaskular terganggu
- Saat pengkajian, Tn. DS menghabiskan minum ↓
±½ botol air mineral sedang (±300ml). Tekanan osmotic
- terapi cairan infus : infuse NaCl 0,9% menurun
1500cc/24 jam dan Kalbumin 500cc/24 jam ↓
Edema
↓
Ginjal tidak mampu
berkompensasi
↓
poliuria (+ intake
tidak adekuat) ↓
↓
Kekurangan
volume cairan
2 DS : Bakteri leptospira Gangguan rasa
Tn. DS mengeluh lemas, tidak nyaman karena masuk ke tubuh nyaman (00214)
kepanasan atau gerah sehingga sulit tidur. Tn. DS ↓ Domain 12 :
juga mengeluh mual dan lelah karena pegal-pegal Menuju organ dan Kenyamanan
seluruh tubuh. Istri klien mengatakan bahwa kadang- mengeluarkan Kelas 1 :
kadang Tn. DS mengeluh dan kesal karena tidak bisa toksin Kenyamanan
tidur akibat nyeri pada kedua lutut dan paha yang ↓ Fisik
dirasakan. Nyeri dirasakan seperti pegal-pegal, nyeri Invasi otot skeletal
datang hilang dan timbul dan skala nyeri 3. ↓
DO : Terbentuk antigen
- Saat pengkajian Tn. DS sering gelisah sambil leptospira di otot
terus memegang masker oksigennya. ↓
- Klien terpasang chateter urine sejak tadi pagi Perubahan local
(11-02-2019). Tn. DS mengeluh tidak nyaman necrotis,
karena selang yang digunakan membatasi vaskulolisasi
geraknya. ↓
- Pemeriksaan Fisik : terdapat edema pada kedua Nyeri otot
ekstremitas bawah. ↓
- Tanda vital : nadi = 93x/menit, nadi teraba Kelemahan fisik
lemah dan cepat, tekanan darah = ↓
100/80x/menit; RR=25x/menit; suhu=37,8⁰C; Gangguan rasa
status compos mentis. nyaman
DIAGNOSA KEPERAWATAN/MASALAH KOLABORATIF BERDASARKAN PRIORITAS (NANDA)
TTD
Hari/ Tgl/Jam No Dx Tindakan Keperawatan
12-2-2019, 08.40 2 Menganjurkan pasien untuk mengganti seprai.
Memberikan edukasi tentang pengaturan posisi selama mengganti seprai.
- Klien menolak untuk mengganti seprai karena merasa lemas dan nyeri dan tidak mau miring.
09.00 1 Memberikan terapi obat injeksi via chateter IV : Ranitin 1x50mg dan Cefrtiaxone 1x1 gram
09.05 1 Monitor status hidrasi
- Membran mukosa kering, nadi teraba lemah dan cepat.
- Istri klien mengatakan sejak pukul semalam kencing suaminya lebih banyak dari biasanya. Sejak kemarin klien
hanya minum habis 1 botol sedang air mineral (±600 cc).
09.10 2 Melakukan pengaturan poisisi kepada pasien yang awalnya fowler menjadi semifowler.
- Pasien mengataan nyaman setelah dilakukan perubahan posisi.
09.15 2 Monitor status oksigenasi setelah dilakukan perubahan posisi
Sao2 = 97%; RR= 21x/menit; klien terpasang NRM 6-8 lpm.
13.30 1,2 Memberikan pengaturan posisi secara fowler dengan posisi bantal mengangga leher dengan tepat sebelum diperiksa
tanda vital.
- Klien mengatakan posisinya nyaman.
13.35 1,2 Monitor tanda vital
- TD = 100/80 mmHg; Nadi = 89x/menit; RR = 22x/ menit; SaO2 = 96%; Suhu= 37,3⁰C.
- Istri klien mengatakan bahwa sejak pagi tadi kencing suaminya mendadak banyak sekali, warnanya kuning
kecoklatan seperti teh. Haluaran urin= 2000cc (sejak pukul 06.00); Minum air = 2 botol sedang air mineral
(±1200 cc).
- Klien terpasang NRM 6-8 lpm, klien mengatakan tidak ada pusing, terasa panas dan gerah karena suasana RS
yang gaduh dan ruangan yang panas. Klien mengeluh nyeri pada kedua paha, skala nyeri 3, nyeri datang hilang
timbul, biasanya ketika paha dan kaki ditekukkan.
13.40 2 Melakukan pengaturan posisi untuk mengurangi nyeri dengan posisi fowler dan memberikan bantal guling dibawah
kedua paha.
- Klien mengatakan nyaman dengan posisi yag diberikan.
13.45 2 Memberikan edukasi kepada keluarga untuk melakukan teknik memijat-mijat ringan dibagian tubuh yang dirasakan
nyeri untuk mengurangi nyeri yang dirasakan klien.
- keluarga menyatakan paham dengan edukasi yang diberikan.
TTD
Hari/ Tgl/Jam No Dx Tindakan Keperawatan
13-2-2019, 07.00 1 Memberikan terapi cairan via intravena : infus NaCl 0,9% 4x500 ml habis dalam waktu 2 jam.
08.30 1 Monitor status hidrasi : membrane mukosa bibir kering, nadi cepat dan teraba lemah.
08.40 1 Menganjurkan klien untuk meningkatkan asupan cairan secara oral : mendekatkan posisi air mineral dan diberikan
sedotan agar klien mudah mengakses air minum.
09.00 1 Memberikan terapi obat injeksi via chateter IV : Ranitin 1x50mg dan Cefrtiaxone 1x1 gram
Memberikan terapi cairan via intravena : infus NaCl 0,9% 500 ml secara maintenance 28 tpm
10.00 2 Memberikan pengaturan posisi secara semifowler tepat sebelum diperiksa tanda vital.
- Klien mengatakan posisinya nyaman.
10.10 1,2 Monitor tanda vital
- TD = 120/80 mmHg; Nadi = 94x/menit; RR = 20x/ menit; SaO2 = 99%; Suhu= 36,7⁰C.
13.00 1 Memberikan terapi cairan via intravena : Kalbamin 500 ml dalam 24 jam.
14.00 1,2 Monitor tanda vital
- TD = 112/58 mmHg; Nadi = 94x/menit; RR = 18x/ menit; SaO2 = 99%; Suhu= 36,7⁰C. Haluaran urin= 1000cc
(urine bag) dan ±4500cc (ditampung 3 botol mineral besar). evaluasi minum air = 1800 cc (3 botol air mineral
sedang).
- Klien terpasang NRM 6-8 lpm, klien mengeluh nyeri pada kedua paha, skala nyeri 3, nyeri datang hilang
timbul, biasanya ketika paha dan kaki ditekukkan.
TTD
Hari/ Tgl/Jam No Dx Tindakan Keperawatan
14-2-2019, 09.00 1 Memberikan terapi cairan intravena : infuse NaCl 0,9% 28 tpm
Memberikan terapi obat injeksi via chateter IV : Ranitin 1x50mg dan Cefrtiaxone 1x1 gram
09.05 1 Monitor status hidrasi
- Membran mukosa kering, nadi teraba lemah dan cepat.
- Istri klien mengatakan sejak pukul semalam kencing suaminya lebih banyak dari biasanya. Sejak kemarin klien
hanya minum habis 1 botol sedang air mineral (±600 cc).
09.10 2 Melakukan pengaturan poisisi kepada pasien yang awalnya fowler menjadi semifowler.
- Pasien mengatakan nyaman setelah dilakukan perubahan posisi.
09.15 2 Monitor status oksigenasi setelah dilakukan perubahan posisi
Sao2 = 98%; RR= 19x/menit; klien terpasang NRM 6-8 lpm.
10.00 2 Memberikan pengaturan posisi secara fowler dengan posisi bantal mengangga leher dengan tepat sebelum diperiksa
tanda vital.
- Klien mengatakan posisinya nyaman.
10.10 1,2 Monitor tanda vital
- TD = 140/80 mmHg; Nadi = 84x/menit; RR = 20x/ menit; SaO2 = 98%; Suhu= 37,3⁰C.
- Klien mengatakan pusing, lelah berkurang tapi masihnyeri pada kedua paha, skala nyeri 2, nyeri datang hilang
timbul, biasanya ketika paha dan kaki ditekukkan.
10.15 2 Memberikan edukasi terapi relaksasi dan pijatan ringan unruk meringankan nyeri yang dirasakan klien, sambil
melakukan pengaturan posisi posisi fowler dan memberikan bantal guling dibawah kedua paha dan memperbaiki selang
kateter.
- Klien mengatakan nyaman dengan posisi yang diberikan.
13.30 2 Monitor status hidrasi pasien : Mukosa bibir kering, nadi teraba lemah
13.50 2 Menganjurkan klien untuk minum jus atau makan roti yang lembut utnuk meningkatkan asupan intake.
14.00 1,2 Monitor tanda vital
- TD = 130/80 mmHg; Nadi = 95x/menit; RR = 22x/ menit; SaO2 = 99%; Suhu= 37,7⁰C. Haluaran urin= 1000cc
(urine bag) dan ±3000cc (ditampung 2 botol mineral besar). Evaluasi minum air = 1200 cc (2 botol air mineral
sedang).
- Klien terpasang NRM 6-8 lpm, klien mengatakan nyeri pada kedua paha berkurang, skala nyeri 2, nyeri datang
hilang timbul, biasanya ketika paha dan kaki ditekukkan.
TTD
Hari/ Tgl/Jam No Dx Tindakan Keperawatan
15-2-2019, 08.40 2 Menganjurkan pasien untuk mengganti seprai.
Memberikan edukasi tentang pengaturan posisi selama mengganti seprai dengan logroll dan posisi fowler.
- Klien mau diganti seprai dan nyaman setelah diganti seprainya.
08.55 2 Monitor status oksigenasi setelah dilakukan perubahan posisi berulang karena mengganti seprai.
- SaO2 = 98%, pasien menggunakan nasal kanul 3 lpm.
09.00 1 Memberikan terapi obat injeksi via chateter IV : Ranitin 1x50mg dan Cefrtiaxone 1x1 gram
09.05 1 Monitor status hidrasi
- Membran mukosa kering, nadi teraba lemah.
10.00 1,2 Monitor tanda vital
- TD = 120/80 mmHg; Nadi = 88x/menit; RR = 26x/ menit; SaO2 = 96%; Suhu= 37,0⁰C.
- Klien terpasang nasal kanul 3 lpm, klien mengatakan tidak merasa panas atau ‘engap’ karena sudah tidak
menggunakan masker lagi.
10.05 2 Membantu memberikan pengaturan posisi semi fowler dengan posisi bantal mengangga punggung dengan tepat.
- Klien mengatakan posisinya nyaman setelah diberikan posisi kepala yang lebih tinggi.
10.10 1 Monitor status hidrasi
- Membran mukosa kering, nadi teraba kuat.
10.15 1 Menganjurkan klien untuk meningkatkan asupan minum air.
- Istri klien mengatakan sejak pagi minum habis 1 botol sedang air mineral (±600 cc).
13.35 1,2 Monitor tanda vital
- TD = 110/80 mmHg; Nadi = 85x/menit; RR = 22x/ menit; SaO2 = 96%; Suhu= 36,7⁰C.
- Haluaran urin= 500cc (urine bag) dan ±1500cc (ditampung 1 botol mineral besar).
- Evaluasi minum air = 1200 cc (2 botol air mineral sedang).
- Klien terpasang nasal kanul 3 lpm. Klien mengatakan nyeri pada kedua paha berkurang, skala nyeri 1, nyeri
datang hilang timbul, biasanya ketika paha dan kaki ditekukkan.
TTD
Hari/ Tgl/Jam No Dx Tindakan Keperawatan
16-2-2019, 14.05 1 Monitor status hidrasi
- Membran mukosa lembab, nadi teraba lemah.
- istri pasien mengatakan suaminya ada peningkatan untuk minum air, sejak pagi klien sudah minum ±2 botol air
mineral sedang (±1200cc).
14.40 1 Memberikan terapi cairan intravena : infuse NaCl 0,9% 28 tpm
Memberikan terapi obat peroral : Paracetamol 500mg x1; N-ascetilsystein 200mg x1; UDCA 1x1 tab; Curcuma 1x1 tab
17.00 2 Menganjurkan pasien untuk dimandikan dan diganti bajunya agar lebih nyaman dan tidak panas
- Klien mau diganti bajunya dan nyaman setelah diseka oleh istri pasien.
18.00 1,2 Monitor tanda vital
- TD = 100/60 mmHg; Nadi = 88x/menit; RR = 22x/ menit; SaO2 = 98%; Suhu= 37,5⁰C.
- Haluaran urin= 2000cc (urine bag) (sejak 06.00-18.00).
- Evaluasi minum air = 1500cc (1 botol air mineral besar).
- Klien terpasang nasal kanul 3 lpm, klien mengatakan nyeri yang dirasakan jauh lebih berkurang, dan nyaman
setelah diganti baju dan dimandikan; tidak merasa kepanasan.
18.10 2 Melakukan pengaturan posisi untuk mengurangi nyeri dengan posisi fowler dan memberikan bantal dibawah leher
dengan tepat untuk menghindari sesak.
- Klien mengatakan nyaman dengan posisi yang diberikan.
TTD
Hari/ Tgl/Jam No Dx Tindakan Keperawatan
17-2-2019, 09.00 1 Memberikan terapi obat injeksi via chateter IV : Ranitin 1x50mg dan Cefrtiaxone 1x1 gram
Memberikan terpai cairan intravena : infus NaCl 0,9% 500 ml 28 tpm
09.05 1 Monitor status hidrasi
- Membran mukosa lembab, nadi adekuat
10.00 1,2 Monitor tanda vital
- TD = 100/70 mmHg; Nadi = 87x/menit; RR = 20x/ menit; SaO2 = 97%; Suhu= 36,7⁰C.
- Klien mengatakan lelah dan pegal-pegal seluruh tubuh.
10.05 2 Menganjurkan klien untuk perubahan posisi miring kiri atau kanan setiap 1 atau 2 jam sekali.
- klien mau miring kiri dan beristirahat.
13.35 1,2 Monitor tanda vital
- TD = 120/80 mmHg; Nadi = 79x/menit; RR = 21x/ menit; SaO2 = 98%; Suhu= 36,7⁰C.
- Haluaran urin= 500cc (urine bag) dan ±1500cc (ditampung 1 botol mineral besar).
- Evaluasi minum air = 1200 cc (2 botol air mineral sedang).
- Klien terpasang nasal kanul 3 lpm. Klien mengatakan nyeri pada kedua paha tidak ada lagi, tidak ada mual.
Klien merasa nyaman setelah miring kiri dan kanan.
13.50 2 Mengajurkan klien untuk melakukan mobilisasi selama diganti seprai.
- Klien mengatakan nyaman setelah diganti seprainya, posisi pasien fowler.
14.00 2 Monitor status oksigenasi setelah dilakukan perubahan posisi berulang karena mengganti seprai.
SaO2 = 98%, pasien menggunakan nasal kanul 3 lpm.
TTD
Hari/ Tgl/Jam No Dx Tindakan Keperawatan
18-2-2019, 21.00 1 Memberikan terapi obat injeksi via chateter IV : Ranitin 1x50mg dan Cefrtiaxone 1x1 gram
Memberikan terpai cairan intravena : infus NaCl 0,9% 500 ml 28 tpm
22.00 1,2 Monitor tanda vital
- TD = 120/70 mmHg; Nadi = 88x/menit; RR = 20x/ menit; SaO2 = 98%; Suhu= 36,5⁰C.
- Klien bernapas adekuat, tidak ada keluhan sesak napas, mual ataupun nyeri.
- Haluaran urin= 1500cc (urine bag) dan ±1500cc (ditampung 1 botol mineral besar).
- Evaluasi intake = 4500 cc (2 botol air mineral besar + infus 1500 cc/24 jam).
22.10 2 Memberikan terapi obat peroral : Paracetamol 500mg x1; N-ascetilsystein 200mg x1; UDCA 1x1 tab; Curcuma 1x1 tab
19.2.2019, 05.30 2 Memberikan pengaturan posisi secara fowler dengan posisi bantal mengangga leher dengan tepat sebelum diperiksa
tanda vital.
05.35 1,2 Monitor tanda vital
- TD = 100/80 mmHg; Nadi = 80x/menit; RR = 20x/ menit; SaO2 = 98%; Suhu= 36,7⁰C.
- Haluaran urin dalam 24 jam = 5000cc.
- Evaluasi intake dalam 24 jam = 5100cc (minum 4500 cc (4 botol air mineral besar) dan infuse NaCL 1500 cc
/24 jam)
- Balance cairan + 100ml. Mukosa bibir lembab, nadi teraba adekuat.
- Klien mengatakan badannya lemas dan pegal.tidak ada keluhan nyeri atau kepanasan. Klien bisa tidur.
Evaluasi Keperawatan
Hari/Tgl
No No Dx Evaluasi TTd
jam
11/2/2019 2 S: pasien mengatakan nyeri apda ulu hati dan kedua paha, skala nyeri 2, hilang timbul,
1 14.00 dating ketika ditekuk, pasien juga mengatakan nyaman ketika dilakukan perubahan posisi
pada bantal di leher
O: kesadaran composmentis , mukosa bibir kering, terpasang masker oksigen NRM 6-8
lpm, TTV TD: 130/80mmHg, RR: 21x/menit, S: 37.5ºC, N: 93x/menit, SpO2: 98%
P: lanjutkan intervensi
4) Pengaturan posisi (0840): 1, 2, 3, 4, 5
5) Manajemen kenyamanan (0482): 1, 2, 3, 4
6) Manajemen nyeri (1400): 1
2 12/2/2019 2 S: pasien mengatakan tidak nyaman karena panas (lingkungan ac mati) / perasaan panas
14.00 dan gerah. Pasien mengatakan nyaman jika posisinya diubah dengan kepala ditinggikan,
pasien masih mengeluh nyeri di paha skala 2, hilang timbul, tidak ada mual/ nyeri ulu hati
berkurang.
O: kesadaran composmentis, mukosa bibir kering, sclera ikterik, terpasang oksigen NRM
6-8lpm , posisi fowler, TTV TD: 100/80mmHg, N:89x/menit, RR: 22x/menit, S: 37.3ºC,
SpO2: 96%. Haluaran urin 2000cc, intake ±1200cc + 500cc, evaluasi balance cairan @10
jam: -612.5
P: lanjutkan intervensi
5) Pengaturan posisi (0840): 1, 2, 3, 4
6) Manajemen lingkungan/kenyamanan (0482): 1, 2, 3
7) Manajemen cairan: 1, 2, 3
8) Manajemen nyeri (1400): 1
3 13/2/2019 2 S: pasien mengeluh lemas, masih terasa nyeri di kedua paha, skala nyeri 2, nyeri hilang
15.00 timbul, tidak bisa tidur, lelah dan kepanasan, pasien mengatakan sedikit lebih enak setelah
posisi kepala agak ditinggikan
O: sclera ikterik, gelisah sesekali memegang masker oksigen, posisi semi fowler, ruangan
gaduh, mukosa bibir kering, TTV TD: 112/58 mmHg, RR: 18x/menit, SpO2: 99%, N:
94x/menit, S: 35.7ºC. haluaran urine ±1000cc (urine bag) + 4500cc ditampung dan
dikeluarkan dari urine bag, intake ± 3x600cc, evaluasi balance -1950cc
P: lanjutkan intervensi
5) Pengaturan posisi (0840): 1, 2, 3, 4
6) Manajemen lingkungan/kenyamanan (0482): 1, 2, 3
7) Manajemen cairan (4120) : 1, 2
8) Manajemen nyeri (1400): 1
4 14/2/2019 2 S: pasien mengatakan nyeri sudah berkurang setelah diberikan posisi yang diberikan,
14.30 sudah tidak mual lagi, pasien masih mengeluh kepanasan dan ribut, pasien mengatakan
nyaman dengan posisi kepala ditinggikan
O: kedasaran komposmentis, mukosa bibir kering, nadi teraba lemah, posisi semi fowler,
pasien terpasang NRM 6 lpm, tidak gelisah, TTV TD: 130/80mmHg, RR: 27x/menit, N:
95x/menit, S: 37.5ºC. haluaran urine ±3000cc, intake ±2200cc, evaluasi balance
cairan@10jam: -1112.5cc
Lanjutkan intervensi:
4) Pengaturan posisi (0840): 1, 2
5) Manajemen lingkungan/kenyamanan (0482): 2, 3
6) Manajemen cairan: 1, 2
5 15/2/2019 2 S: pasien mengatakan nyaman setelah seprei diganti baru, oksigen diganti menggunakan
15.00 nasal kanul, tidak panas atau ‘engap’, pasien mengatakan nyaman setelah dilakukan
perubahan posisi kepala lebih tinggi. Istri pasien mengatakan ada peningkatan konsumsi
minum pasien dari pagi hingga jam 13.00WIB ±2 botol sedang setara dengan 1200cc,
tidak ada keluhan mual atau nyeri kaki
O: kesadaran komposmentis, pasien terpasang nasal kanul 3lpm,tidak ada keluhan sesak,
mukosa bibir kering, nadi teraba adekuat, posisi semifowler, sprei telah diganti, tidak ada
keluhan panas. TTV TD: 110/80mmHg, S: 36.7ºC, SpO2: 95%, N:80x/menit, RR:
22x/menit. Haluaran urine 2000cc, intake 1700cc, evaluasi balance cairan selama 10 jam -
612.5cc
` Lanjutkan intervensi:
4) pengaturan posisi (0840): 1, 2
5) manajemen lingkungan/kenyamanan (0482): 3
6) manajemen cairan: 1, 2
6 16/2/2019 2 S: pasien mengatakan nyaman setelah pakaian diganti dan dimandikan, tidak panas dan
21.00 tidak ada nyeri
O: pasien terpasang kanul 3lpm, tidak ada keluhan sesak, mukosa bibir lembab, nadi
teraba adekuat, posisi pasien fowler dengan bantal dibawah leher, istri pasien mengatakan
ada peningkatan minum dan nafsu makan pasien, minum ±1500cc. TTV TD:
100/60mmHg, RR: 22x/menit, SpO2: 98%, N: 89x/menit, S: 36.7ºC. haluaran urine
2000cc, intake 2500cc, selama pukul 06.00-18.00 WIB, evaluasi balance cairan 12 jam -
125cc
P: pertahankan kondisi
4) penggunaan nasal kanul hingga bernapas adwkuat
5) penggunaan posisi semi fowler untuk mencegah sesak nafas
6) pengaturan posisi secara berkala untuk meningkatkan kenyamanan pasien
lanutkan intervensi:
4) pengaturan posisi (0840): 1 dan 2
5) manajemen lingkungan/kenyamanan: 2 dan 3
6) manajemen cairan: 1
7 17/2/2019 2 S: pasien mengatakan tidak ada sesak, tidak ada mual atau nyeri yang dirasakan. Pasien
15.00 mengatakan nyaman dan bisa tidur dengan posisi miring kiri dan sudah diganti seprainya
O: kesadaran komposmentis, terpasang kanul 3 lpm, tidak ada sesak, posisi pasien fowler
setelah sempat mobilisasi logroll dan miring kiri. TTV TD: 120/80mmHg, N:79x/menit,
RR: 21x/menit, S: 36.5ºC, SpO2: 96%
lanjutkan intervensi:
4) pengaturan posisi (0840): 2
5) manajemen lingkungan/kenyamanan: 3
6) manajemen cairan: 1
8 19/2/2019 2 S: pasien mengatakan bisa tidur dengan puas dan tidak gaduh, dan tidak ada keluhan
07.00 panas atau nyeri yang dirasakan. Pasien mengatakan badannya lemas dan pegal-pegal
O: kesadaran komposmentis, pasien bernafas adekuat tanpa bantuan nasal kanul, pasien
mampu mengubah posisi secara mandiri. TTV TD: 100/70mmH, N: 80x/menit, RR:
20x.menit, S: 36.3ºC, SpO2: 96%. Haluaran urine/24 jam: 4500cc, intake 24 jam: 5100cc,
IWL: 750cc/24jam, evaluasi balance cairan: +150cc
A: masalah teratasi
lanjutkan intervensi:
manajemen lingkungan/kenyamanan: 3
LAMPIRAN WOC
leptospira interogents
manusia kontak dengan lingkungan yang terkontaminasi, misal banjir/ hewan peliharaan
nefritis interstisial inflitrasi sel limfosit terbentuk antigen aglutinin gagal membunuh bakteri
leptospira di otot
nekrosis tubuler hepatomegali vaskulitis
perubahan local necrotis
permeabilitas kapiler ↑ mendesak lambung, Nyeri permeabilitas kapiler ↑
vaskulolisasi
kebocoran cairan plasma mual, muntah timbul perdarahan
Nyeri Akut
sirkulasi mirovaskular terganggu nafsu makan menurun nafsu ptekie, hiperesensi kulit
kelemahan fisik
tekanan osmotic ↓ Mual gangguan integritas kulit
Gangguan Rasa
edema Nyaman