Anda di halaman 1dari 84

Accelerat ing t he world's research.

LK SEMINAR KLP 9 - KDP ROSELA


Yayuk Ratnasari

Related papers Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

UJI NYALI 2
Yazid Abrory

BUKU PINTAR SUkep soal uji kompet ensi perawat


mersi t imisela

UNIVERSITAS INDONESIA
lailat ul husnah
LAPORAN SEMINAR KASUS KEPERAWATAN DASAR PROFESI
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.DS
DENGAN DIAGNOSA MEDIS WEIL SYNDROME YANG MENGALAMI
GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN CAIRAN
DI RUANG ROSELLA I
TANGGAL 11 FEBRUARI – 19 FEBRUARI 2019

Disusun oleh :
Kelompok 9
Roudhotul Jannah, S.Kep 131823143002
Yani Arnoldus Toulasik, S.Kep 131823143049
Heni Murti Wahyuni, S.Kep 131823143051
Yayuk Ratnasari Dewi A., S.Kep 131823143052
Marini Stefani Baker, S.Kep 131823143053
Endang Susiana, S.Kep 131823143054

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS (P3N)


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2019
LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR PENGESAHAN
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Leptospirosis adalah infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri leptospira.


Penyakit ini disebut juga Weil disease, Canicola fever, Hemorrhagic jaundice, Mud
fever atau Swineherd Disease dan penyakit ini terjadi di seluruh dunia, baik di negara
berkembang, negara maju, daerah pedesaan, maupun perkotaanOktaviana, dkk. (2013).
Leptospirosis ditularkan melalui kontak dengan air, tanah, dan lumpur yang tercemar
bakteri leptosipra; kontak dengan organ, darah dan urine hewan yang terinfeksi; serta
mengonsumsi makanan yang terkontaminasi (Widiyono, 2008).
Menurut Profil Data Kesehatan Indonesia tahun (2011) leptospirosis di
Indonesia 3 tahun terakhir (2009 – 2011) cenderung mengalami peningkatan, baik dari
jumlah kasus maupun kematian. Angka kesakitan Leptospirosis secara pasti belum
diketahui. Penyakit ini tidak mudah terdiagnosa, jarang dilaporkan dan gejalanya mirip
penyakit demam lainnya. Menurut Besung (2011) leptospirosis di Indonesia tersebar di
Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Lampung, Sumatera
Selatan, Bengkulu, Riau, Sumatera Barat, Sumatera Utara, NTB, Sulawesi Selatan,
Sulawesi Utara, Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat.
Sebagian besar kejadian leptospirosis terjadi di lokasi dengan kepemilikan
hewan peliharaan, di lokasi dengan keberadaan tikus di sekitar rumah, dan terjadi di
lokasi dengan tiga jenis vegetasi atau lebih. Kejadian leptospirosis belum terbukti terjadi
di lokasi yang terdapat keberadaan parit/selokan (Febrian F, Solikhah, 2011). Faktor
risiko lingkungan fisik terkait sebaran leptospirosis antara lain pemukiman, area luasan
banjir, ketinggian tempat, curah hujan, tekstur tanah, indeks kerapatan vegetasi serta
temperatur, dan kelembapan (Sunaryo, 2009). Faktor perilaku yang terbukti
berhubungan dengan kejadian leptospirosis antara lain riwayat kontak dengan tikus,
hewan peliharaan seperti anjing, kerbau, sapi, perawatan luka, penggunaan alat
pelindung diri, kebiasaan mandi atau mencuci di sungai (Anies, dkk. 2009) Selain itu
riwayat kontak dengan genangan air juga terbukti sebagai faktor risiko kejadian
leptospirosis karena bakteri leptospira dapat bertahan hidup di air sampai sekitar satu
bulan terutama dalam air tawar. Seseorang terinfeksi leptospirosis setelah berenang,
piknik di luar rumah, kerja bakti membersihkan genangan air atau berkebun (Widiyono,
2008).
Mengingat leptospirosis merupakan salah satu penyakit menular yang dapat
menimbulkan risiko KLB (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010) maka
diperlukan kegiatan untuk mengidentifikasi agen penyebab terjadinya penyakit
leptospirosis supaya wabah atau KLB dapat dicegah sedini mungkin (Widjajanti, dkk.
2015)

1.2. Rumusan Masalah


Rumusan masalah yang kami rumuskan dari proposal seminar kasus ini adalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan
pemenuhan kebutuhan cairan?
2. Bagaimana penerapan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan
pemenuhan kebutuhan cairan?

1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk menjelaskan konsep teori dan penerapan asuhan keperawatan pada pasien
dengan gangguan pemenuhan kebutuhan cairan secara komprehensif.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu memahami tentang konsep umum teori asuhan keperawatan
pada pasien dengan gangguan pemenuhan kebutuhan cairan.
2. Mahasiswa mampu menganalisa tentang konsep teori dan asuhan keperawatan
pada pasien dengan gangguan pemenuhan kebutuhan cairan.
BAB 2
TINJAUAN TEORI

LAPORAN PENDAHULUAN
KONSEP PEMENUHAN KEBUTUHAN CAIRAN

1.1. Konsep Keseimbangan Cairan dan Elektrolit Tubuh


Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalam tubuh merupakan suatu bagian dari
fisiologi homeostasis. Keseimbangan cairan dan elektrolit melibatkan komposisi
dan perpindahan berbagai cairan tubuh. Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri
dari pelarut dan zat tertentu (zat terlarut) sedangkan elektrolit adalah zat kimia
yang menghasilkan partikel- partikel bermuatan listrik yang disebut ion jika
berada dalam larutan (Tamsuri, 2009).
a. Distribusi Cairan Tubuh
Cairan berada dalam dua kompartemen utama, yaitu di dalam sel (cairan
intra sel/CIS) yang pada orang dewasa sekitar 40% dari berat badan atau
70% dari jumlah keseluruhan cairan tubuh, dan cairan di luar sel (cairan
ekstra sel/CES) sekitar 20% dari berat badan atau 30% dari seluruh cairan
tubuh (Kusnanto, 2016).
1. Cairan Ekstra Sel (CES):
 Cairan Interstitial : cairan diantara sel, sekitar 15% berat tubuh
 Cairan Intra Vaskuler: terdiri dari plasma (cairan limfe) dan darah,
menyusun 5% berat tubuh.
2. Cairan Intra Sel (CIS) : cairan dalam membran sel, membentuk 40%
berat tubuh.
b. Komposisi Cairan Tubuh

Zat Plasma Intertisial Intraselular


(mOsm/l) (mOsm/l) (mOsm/l)
Na+ 142 139 14
K+ 4,2 4,0 140
Ca2+ 1,3 1,2 0
Mg2+ 0,8 0,7 20
Cl- 108 108 4
HCO3- 24 28,3 1,0
HPO4-, H2PO4 2 2 11
SO42- 0,5 0,5 1
Fosfokreatin - - 45
Kamosin - - 14
Asam amino 2 2 8
Kreatin 0,2 0,2 9
Laktat 1,2 1,2 1,5
Adenosin trifosfat - - 5
Heksosa monofosfat - - 3,7
Glukosa 5,6 5,6 -
Protein 1,2 1,2 4
Ureum 4 4 4
Lain-lain 4,8 3,9 10
Total mOsm/l 301,8 300,8 301,2
Aktivitas osmolar 282 281 281
terkoreksi
Tekanan osmotik total 5443 5423 5423

c. Pergerakan Cairan Tubuh


Mekanisme pergerakan cairan tubuh melalui enam proses, yaitu:
1. Difusi
Perpindahan partikel melewati memberan permeabel dari daerah
berkonsentrasi tinggu ke daerah berkonsentrasi rendah.
2. Osmosis
Perpindahan pelarut melalui membran semipermeabel dari larutan
dengan zat pelarut (solut) konsentrasi rendah ke larutan dengan solut
konsentrasi tinggi. Tekanan osmotik terbentuk ketika dua larutan berbeda
yang dibatasi suatu membran permeabel yang selektif.
3. Transpor Aktif
Merupakan proses pemindahan molekul atau ion yang memiliki gradien
elektrokimia dari area berkonsentrasi rendah menuju konsentrasi yang
lebih tinggi. Pada proses ini memerlukan molekul ATP untuk melintasi
membran sel.
4. Tekanan Hidrostatik
Gaya dari tekanan zat cair untuk melawan tahanan dinding pembuluh
darah. Tekanan hidrostatik berada diantara arteri dan vena (kapiler)
sehingga larutan berpindah dari kapiler ke intertisial.
5. Filtrasi
Merupakan perpindahan cairan melewati membran permeabel dari
tempat yang tekanan hidrostatiknya tinggi ke tempat yang tekanan
hidrostatiknya lebih rendah. Fitrasi dipengaruhi oleh adanya tekanan
hidrostatik arteri dan kapiler yang lebih tinggi dari ruang intertisial.
6. Tekanan Osmotik Koloid
Merupakan perpindahan cairan antara intravaskuler dan intertisial
melewati lapisan semipermeabel. Hal ini karena protein dalam
intravaskuler 16x lebih besar dari cairan intertisial,cairan masuk ke
kapiler atau kompartemen pembuluh darah bila pompa jantung efektif.
d. Pengaturan Cairan Tubuh
1. Asupan Cairan
Asupan (intake) cairan untuk kondisi normal pada orang dewasa adalah
 2500 cc per hari. Asupan cairan dapat langsung berupa cairan atau
ditambah dari makanan lain. Pengaturan mekanisme keseimbangan
cairan ini menggunakan mekanisme haus. Pusat pengaturan rasa haus
dalam rangka mengatur keseimbangan cairan adalah hipotalamus.
Apabila terjadi ketidakseimbangan volume cairan tubuh di mana asupan
cairan kurang atau adanya perdarahan, maka curah jantung menurung,
menyebabakan terjadinya penurunan tekanan darah.
2. Pengeluaran Cairan
Pengeluaran (output) cairan sebagai bagian dalam mengimbangi asupan
cairan pada orang dewasa, dalam kondisi normal adalah ±2300 cc.
Jumlah air yang paling banyak keluar berasal dari ekskresi ginjal (berupa
urine), sebanyak ±1500 cc per hari pada orang dewasa. Hal ini juga
dihubungkan dengan banyaknya asupan air melalui mulut. Asupan air
melalui mulut dan pengeluaran air melalui ginjal mudah diukur, dan
sering dilakukakan melalui kulit (berupa keringat) dan saluran
pencernaan (berupa feses). Rata- rata haluaran cairan setiap hari pada
orang dewasa dengan BB 70 Kg
Organ / Sistem Jumlah (ml)
Ginjal (urine) 40-80 ml/jam
Kulit (IWL) 6 ml/kgBB/24 jam
Keringat (SWL) 1000 ml/24 jam
Paru-paru (pernapasan) 400 ml/24 jam
Saluran pencernaan (feses) 100 ml/24 jam
Jumlah 2880-3660 ml/jam
3. Hormon
Hormon utama yang memengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit
adalah ADH dan aldosteron. ADH menurunkan produksi urine dengan
cara meningkatkan reabsorbsi air oleh tubulus ginjal dan air akan
dikembalikan ke dalam volume darah sirkulasi. Aldosteron mengatur
keseimbangan natrium dan kalium, menyebabkan tubulus ginjal
mengekskresi kalium dan mengabsorbsi natrium, akibatnya air akan
direabsorbsi dan dikembalikan ke volume darah. Glukokortikotiroid
memngaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit.

e. Pengaturan Elektrolit
1. Kation
Kation utama yaitu natrium (Na+), kalium (K+), kalsium (Ca2+), dan
masgnesium (Mg2+), terdapat di dalam cairan ekstrasel dan intrasel.
Kerja ion ini memengaruhi transmisi neurokimia dan neuromuskular,
yang memengaruhi fungsi otot, irama dan kontraktilitas jantung,
perasaan dan perilaku,fungsi saluran pencernaan, dan proses lain.
2. Anion
Anion utama adalah klorida yang dapat ditemukan di dalam cairan
ekstrasel dan intrasel. Bikarbonat adalah bufer dasar kimia yang utama di
dalam tubuh, ditemukan dalam cairan ekstrasel dan intrasel. Fosfat
merupakan anion bufer dalam cairan intrasel dan ekstrasel. Konsentrasi
fosfat diatur oleh ginjal, hormonparatiroid dan vitamin D teraktivasi.
1.2. WOC Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit
1.3. PATOFISIOLOGI
1. ETIOLOGI
Etiologi ketidak seimbangan cairan dan elektrolit (Brunner and Suddarth,
2000):
a) Ketidakseimbangan Volume Cairan:
 Kekurangan volume cairan (Hipovolemik)
Kekurangan volume cairan tetapi kadar elektrolit serum tidak
berubah, terjadi melalui gastrointestinal (muntah, diare),
perdarahan, pemberian obat diuretik, banyak keringat, demam,
dan penurunan asupan per oral.
 Kelebihan volume cairan (Hipervolemik)
Kelebihan cairan tanpa disertai perubahan elektrolit serum, terjadi
pada gagal jantung kongestif, gagal ginjal, dan sirosis.
b) Ketidakseimbangan Elektrolit
 Hiponatremia
 Hipernatremia
 Hipokalemia
 Hiperkalemia
 Hipokalsemia
 Hiperkalsemia
2. TANDA DAN GEJALA
a. Kelelahan
b. Kramototdankejang
c. Mual
d. Pusing
e. Pingsan
f. Lekasmarah
g. Muntah
h. Mulutkering
i. Denyutjantunglambat
j. Kejang
k. Palpitasi
l. Tekanan darah naik turun
m. Kurangnyakoordinasi
n. Sembelit
o. Kekakuansendi
p. Rasa haus
q. Suhu naik
r. Anoreksia
s. Berat badan menurun.
3. MASALAH KEPERAWATAN
a. Hipovolemik
Adalah suatu kondisi akibat kekurangan volume cairan ekstra seluler
(CES) dan dapat terjadi karena kehilangan melalui kulit, ginjal,
gastrointestinal, pendarahan sehingga menimbulkan syok hipovolemik.
Mekanisme nya adalah peningkatan rangsangan saraf simpatis
(peningkatan frekuensi jantung, kontraksi jantung dan tekanan vaskuler),
rasa haus, pelepasan hormone ADH dan adosteron. Gejala: pusing,
lemah, letih, anoreksia, mual muntah, rasa haus, gangguan mental,
konstipasi dan oliguri, penurunan TD, HR meningkat, suhu meningkat,
turgor kulit menurun, lidah terasa kering dan kasar, mukosa mulut
kering. Tanda-tanda penurunan berat badan dengan akut, mata cekung,
pengosongan vena jugularis. Pada bayi dan anak adanya penurunan
jumlah air mata.
b. Hipervolemik
Adalah penambahan/kelebihan volume CES dapat terjadi pada saat:
 Stimulasi kronis ginjal untuk menahan natrium dan air.
 Fungsi ginjal abnormal, dengan penurunan ekskresi natrium dan
air.
 Kelebihan pemberian cairan.
 Perpindahan cairan interstisial ke plasma.
 Gejala: sesak napas, peningkatan dan penurunan TD, nadi kuat,
asites, adema, adanya ronchi, kulit lembab, distensi vena leher,
dan irama gallop.
1.4.ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Data Subyektif
 Identitas
 Riwayat Kesehatan:
 Keluhan utama
 Riwayat penyakit sekarang
 Riwayat penyakit yang lalu
 Riwayat penyakit keluarga
 Riwayat Keperawatan:
1) Pola intake :
 Jumlah cairan yang dikonsumsi
 Tipe cairan yang dikonsumsi
2) Pola eliminasi:
 Mual, muntah, diare
 Kebiasaan berkemih
 Perubahan jumlah, frekuensi
 Karakteristik urine
3) Evaluasi status kehilangan cairan
4) Proses penyakit yang dapat mengganggu keseimbangan cairan
b. Data Obyektif
Pemeriksaan fisik:
1) Kesadaran
2) Kepala
3) Wajah : tampak pucat, lemas
4) Mata : cekung atau cowong
5) Mulut dan bibir : mukosa kering, lidah pucat
6) Hidung
7) Leher ; pembesaran kelenjar limfa, vena jugularis
8) Integumen : turgor kulit, edema, kelemahan otot
9) Berat badan.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Hipovolemia (D. 0023) berhubungan dengan:
 Kehilangan cairan aktif
 Kegagalan mekanisme regulasi
 Peningkatan permeabilitas kapiler
 Kekurangan intake cairan
 Evaporasi
b. Hipervolemia (D.0022) berhubungan dengan:
 Gangguan mekanisme regulasi
 Kelebihan asupan cairan
 Kelebihan asupan natrium
 Gangguan aliran balik vena
 Efek agen farmakologis (mis. Kortikosteroid,
chlorpropamide,tolbutamide, vincristine,
tryptilinescarbamazepine).
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Manajemen Hipovolemia (I.03116)
 Observasi :
1) Periksa tanda dan gejala hipovolemia (frekuensi nadi
meningkat, nadi teraba lemah, Tekanan Darah menurun,
turgor kulit menurun, membran mukosa kering, volume
urine menurun, hematokrit meningkat, haus, lemah)
2) Monitor intake dan output cairan.
 Terapeutik :
1) Hitung kebutuhan cairan
2) Berikan posisi modified trendelenburg
3) Berikan asupan cairan oral
 Edukasi
1) Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
2) Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
 Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (NaCl,RL)
2) Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (Glukosa 2,5%,
NaCl 0,4%).
3) Kolaborasi pemberian cairan koloid (albumin,
plasmanate)
4) Kolaborasi pemberian produk darah
b. Manejemen Hipervolemia (I.03114)
 Observasi:
1) Periksa tanda dan gejala hipervolemia (ortopnea, dispnea,
edema, JVP/CVP meningkat, suara napas tambahan)
2) Identifikasi penyebab hipervolemia
3) Monitor status hemodinamik
4) Monitor intake dan output cairan
5) Monitor tanda hemokonsentrasi (kadar
natrium,BUN,hematokrit, BJ urine)
6) Monitor peningkatan tekanan onkotik plasma (kadar
protein dan albumin meningkat)
7) Monitor kecepatan infus secara ketat
8) Monitor efek samping diuretik (hipotensi
ortostatik,hipovolemia, hipokalemia, hiponatremia).
 Terapeutik:
1) Timbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama
2) Batasi asupan cairan dan garam
3) Tinggikan kepala tempat tidur 30-40 
 Edukasi:
1) Anjurkan melapor jika haluaran urine < 0,5 ml/kg/jam
dalam 6 jam
2) Anjurkan melapor jika BB bertambah > 1kg dalam sehari
3) Ajarkan cara mengukur dan mencatat asupan dan haluaran
cairan
4) Ajarkan cara membatasi cairan.
 Kolaborasi:
1) Kolaborasi pemberian diuretik
2) Kolaborasi penggantian kehilangan kalium akibat diuretik
3) Kolaborasi pemberian continous renal replacement
therapy (CRRT) jika perlu.
BAB 3
RESUME KASUS

A. DATA DASAR
1. IDENTITAS
a. Identitas Pasien
Nama : Tn. DS
Umur : 37 tahun
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : Kawin
Pendidikan : Sekolah Menengah Atas (SMA)
Pekerjaan : Swasta
Suku Bangsa : Indonesia
Alamat : Dusun Samput RT 10 RW 02 Gresik
Tanggal Masuk : 10 Februari 2019
Tanggal Pengkajian : 11 Februari 2019
No. Register : 12.73 1x xx xx
Diagnosa Medis : Weil Disease + Sepsis MODS (Multi Organ Disfungtion
Syndrome) + Hypovolemia + Hypoalbumin + Poliuria (AKI)

b. Identitas Penanggung Jawab


Nama : Ny. FR
Umur : 27 tahun
Hub. Dengan Pasien : Istri
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Dusun Sumput RT 10 RW 02 Gresik
2. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Keluhan Utama (Saat MRS dan saat ini)


Saat MRS : Tn. DS datang ke IGD RSUD Dr. Soetomo setelah
dirujuk dari RSU Wiyung dengan syok sepsis dan MODS. Klien mengeluh mual dan
kedua lutut terasa sakit dan sangat sakit ketika ditekuk.. Keadaan umum lemah serta
mata dan seluruh tubuh tampak kuning (ikterus). Riwayat penyakit sebelumnya, klien
dikeluhkan demam sejak 1 minggu yang lalu sebelum MRS (02-02-2019) berturut-turut.
Demam naik turun dengan kisaran suhu selalu diatas 38⁰C, dan klien hanya diberikan
kompres dan minum decolgen (paracetamol) yang dibeli di warung. Demam diikuti
mual dan penurunan nafsu makan. Tn. DS juga mengatakan jarang kencing sejak 2 hari
sebelum MRS dan kencingnya sangat sedikit sekali, warnanya seperti teh. Istri klien
mengatakan ada riwayat banjir dirumah dan klien juga memiliki kebiasaan memelihara
dan selalu kontak dengan ayam dan burung dirumah. Lingkungan sekiar rumah juga
terdapat saluran air yang tersumbat dan tidak jarang banyak tikus yang berkeliaran di
sekitar rumah.
Saat ini : Tn. DS mengatakan badannya lemas dan merasa haus.
Riwayat Penyakit Sekarang : Tn. DS mengeluh badannya lemas, lelah dan merasa
haus. Tn. DS juga mengatakan mual, merasa tidak nyaman karena gerah hingga sulit
tidur. Tn. DS juga mengeluhkan nyeri pada kedua lutut dan pahanya. Nyeri berlangsung
hilang timbul seperti pegal-pegal, skala nyeri yang dirasakan 3, dan nyeri datang ketika
ditekuk. Istri Tn. DS mengatakan bahwa sejak kemarin (10-2-2019), selama dari pagi
hingga malam hanya kencing 2 kali saja menggunakan pispot urinal, sangat sedikit dan
berwarna seperti teh.

B. DATA FOKUS

1) Data Subjektif

a. Pola makan-minum
 Sebelum sakit :
Istri klien mengatakan Tn. DS memiliki berat badan rata-rata 53-55 kg dengan
tinggi badan 158 cm. Tn DS memiliki kebiasaan makan yang tidak teratur,
frekuensi makan rata-rata 2x sehari dan sangat jarang makan sayuran dan buah.
Tidak ada masalah selama sebelum sakit, baik mual atau muntah atau . Tn. DS
juga memiliki kebiasaan jarang minum air putih, dalam sehari rata-rata hanya 3-
4 gelas dalam sehari. Istri klien mengatakan Tn. DS lebih suka minum kopi atau
minuman bersoda.
 Saat sakit :
Tn. DS saat ini mengeluh mual dan pahit saat menelan. Istri klien mengatakan
Tn. DS sering tidak berminat makan. Tn. DS mau makan 3x kali sehari sesuai
jadwal makan terapi diet TKTP dan ekstra putih telur, namun hanya klien mau
makan 3-5 sendok makan dari porsi yang diberikan. Istri klien juga
mengeluhkan Tn. DS sangat jarang minum, sejak kemarin pagi (06.00) hingga
hari ini (pukul 13.00), klien hanya minum menghabiskan 1 botol air mineral
sedang (±600ml). BB klien saat ini adalah ±50 kg. Saat pengkajian (pukul
13.00), Tn. DS sudah selesai makan dan hanya menghabiskan nasi ±¼ bagian
dan putih telur serta menghabiskan minum ±½ botol air mineral sedang.

b. Pola Eliminasi
 Sebelum sakit :
Tn. DS mengatakan tidak memiliki masalah buang air. Klien mampu buang air
kecil secara spontan dengan frekuensi 5-8x dalam sehari. Warnanya kekuningan
hingga jernih dan bau khas. Tidak ada keluhan nyeri saat buang air kecil atau
besar. Riwayat penyakit terkait buang air kecil (batu ginjal, kencing berdarah,
dll) disangkal. Tn. DS mengatakan biasa melakukan buang air besar 1 kali
sehari, dan tidak ada masalah yang dikeluhkan baik BAB berdarah atau diare.
 Saat sakit :
Klien terpasang chateter urine sejak tadi pagi (11-02-2019, pukul 08.00). Tn. DS
mengeluh tidak nyaman karena selang yang digunakan membatasi geraknya.
Istri klien mengatakan kencing Tn. DS sangat sedikit sejak sehari sebelum MRS
(09-02-2019). Hingga kemarin (10-2-2019), selama dari pagi hingga malam
hanya kencing 2 kali saja menggunakan pispot urinal, sangat sedikit dan
berwarna seperti teh. Saat pengkajian (pukul 13.00), didapatkan Tn. DS
menggunakan chateter urine folley chateter 18 Fr dan dengan irigasi NaCl 0,9%,
penggunaan hari ke-1. Volume urine terdapat ±100 ml (pukul 08.00-13.00).
Produksi urine ±17-20ml/jam (normal 50ml/jam). Warna urine kuning
kecoklatan (seperti teh). Hasil pemeriksaan labolatorium terakhir (urine lengkap
tgl 10-2-2019): Berat jenis urine 1,013; protein urine +1; nitrit -; dan bilirubin
urine +3. Istri klien mengatakan Tn. DS tetap BAB 1x sehari. Keadaan normal,
padat, warna coklat gelap dan tidak ada keluhan BAB berdarah sebelum atau
sesudah sakit. Tidak ada keluhan diare atau nyeri perut yang berlebihan baik
sebelum atau sesudah sakit.
c. Pola Rasa Nyaman
 Sebelum sakit :
Tn. DS mengatakan tidak memiliki masalah kenyamanan selama sebelum sakit.
 Saat sakit :
Saat pengkajian Tn. DS mengeluh lemas, tidak nyaman karena kepanasan atau
gerah sehingga sulit tidur. Tn. DS juga mengeluh mual dan lelah karena pegal-
pegal seluruh tubuh. Istri klien mengatakan bahwa kadang-kadang Tn. DS
mengeluh dan kesal karena tidak bisa tidur akibat nyeri pada kedua lutut dan
paha yang dirasakan. Nyeri dirasakan seperti pegal-pegal, nyeri datang hilang
dan timbul dan skala nyeri 3. Saat pengkajian terlihat Tn. DS sering gelisah
sambil terus memegang masker oksigennya.

2) Data Subjektif

a. Keadaan umum :
Tingkat kesadaran : komposmetis
GCS : Mata : 4; verbal: 5; Psikomotor: 6

b. Tanda-tanda Vital :
Nadi = 93x/menit, nadi teraba lemah dan cepat
Suhu = 37,8 ⁰C
TD = 100/80 mmHg
RR = 25x/ menit terpasang NRM 6-8 lpm
SaO2 = 98%

c. Keadaan fisik
1) Kepala dan leher :
Kepala : Bentuk kepala bulat; rambut berwarna hitam, keadaan
berminyak, dan kotor berketombe; tidak ada luka atau nyeri tekan pada area
wajah dan kepala.
Mata : simetris kanan dan kiri, pupil isokor, konjungtiva anemis, sclera
ikterik, mata cekung dan lingkaran bawah mata menghitam, keadaan berair.
Hidung : Bentuk simetris, tidak ada polip, bersih, dan terpasang masker
oksigen (NRM 6-8 lpm).
Mulut : Mukosa bibir kering, gigi bersih.
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar thyroid/ distensi vena jugularis.
2) Dada :
 Paru :
Inspeksi : pengembangan dada simetris, ada penggunaan otot bantu
pernapasan.
Palpasi : vocal premitus kanan dan kiri sama.
Perkusi : tidak terkaji.
Auskultasi : vesikuler, irama napas tidak teratur (ekspirasi panjang).
 Jantung
Tidak tampak ictus cordis, terdengar suara jantung I dan II normal.
3) Payudara dan ketiak :
Payudara dan ketiak tidak terkaji.
4) Abdomen :
Tidak ada tanda pembesaran abdomen, bising usus 16x menit, tidak ada nyeri
tekan atau luka pada seluruh area abdomen.
5) Genetalia :
Keadaan kebersihan tidak terkaji. Klien terpasang folley chateter urine 18 Fr
sejak tadi pagi (11-2-2019, pukul 08.00).
6) Integumen :
Turgor kulit kering dan lambat pada area jari (>2 detik). Keadaan seluruh tubuh
menguning (ikterik), tidak ada luka pada bagian tubuh.
7) Ekstremitas :
 Atas : bentuk simertris, tidak edema, teraba hangat, tidak ada kelainan
masalah dalam fungsi, terpasang IV chateter pada tangan kanan infus NaCl 0,9%
21 tetes permenit.
 Bawah : bentuk simetris, terdapat edema pada kedua kaki. tidak ada
perlukaan pada ekstremitas bawah.
8) Neurologis :
 Status mental dan emosi :
Selama pengkajian TN. DS tidak menunjukkan tanda penurunan kesadaran. Tn.
DS dalam keadaaan sadar penuh (compos mentis) serta tidak ada gangguan
emosi terkait.
 Pengkajian saraf kranial :
Tidak ada keluhan mengenai persyarafan atau peningatakan tekanan intra
kranial.
 Pemeriksaan refleks :
Tidak terkaji, pasien dalam keadaan bedrest.

d. Pemeriksaan Penunjang
1. Data laboratorium yang berhubungan
Pemeriksaan kimia klinik dan darah (10-02-2019)
RINCIAN HASIL NILAI RUJUKAN
KIMIA KLINIK
Kreatinin serum 5,29 mg/dL 0,50-1,20
BUN 87 mg/dL 10-20
SGOT 101 U/L <41
SGPT 45 U/L L = 0-50
P = 0-35
Albumin 2,51 g/dL 3,40-5,00
Total Bilirubin 19,91 mg/dL 0,2-1,00
Bilirubin Direk 14,24 mg/dL <0,20
HEMATOLOGI
WBC 26,71 x103/μL 3,37-10,0
RBC 4,00 x106/μL 3,60-5,46
HGB 11,2 g/dL L = 13,3-16,6
P = 11,0-14,7
HCT 35,0 % L = 41,3-52,1
P = 35,2-46,7
PLT 86 x103/μL 150-450

Pemeriksaan urine lengkap (10-02-2019)


RINCIAN HASIL NILAI RUJUKAN
URINE
Berat jenis 1,013 1,003-1,030
pH 5,0 4,5-8,0
Lekosit +/- Negatif
Nitrit Negatif Negatif
Protein 1+ Negatif
Glukosa Negatif Negatif
Keton Negatif Negatif
Urobilinogen 1,0 mg/dL <1,0
Bilirubin 3+ Negatif
Warna Dark Yellow
Kejernihan Cloudy
Eritrosit (darah) 2+ Negatif
Albumin : CREAT (A;C) 150 mg/g <30 mg/g
Protein : CREAT (P:C) ≥1500 <50 mg/g

2. Pemeriksaan radiologi
USG Abdomen :
Chronic parenchimal liver disease
Cholecytistis, kesan sub acute
Chronic parenchymal kidney disease bilateral.

3. Hasil konsultasi
tidak ada
C. ANALISA DATA

NO Data Interpretasi Masalah


1 DS : Bakteri leptospira Kekurangan
Tn. DS mengatakan bahwa badannya lemas, lelah dan masuk ke tubuh volume cairan
merasa haus. Istri klien mengatakan kencing Tn. DS ↓ (00027)
sangat sedikit sejak sehari sebelum MRS (09-02- Menuju organ dan Domain 2:
2019). Hingga kemarin (10-2-2019), selama dari pagi mengeluarkan nutrisi
hingga malam hanya kencing 2 kali saja toksin Kelas 5 : Hidrasi
menggunakan pispot urinal, sangat sedikit dan ↓
berwarna seperti the. Aglutinin gagal
DO : membunuh kuman
- Pemeriksaan Fisik : Mata cekung, sclera ikterik, ↓
mukosa bibir kering, turgor kulit kering dan Vaskulitis
lambat pada area jari-jari dan terdapat edema ↓
pada kedua ekstremitas bawah. Permeabilitas
- Tanda vital : nadi = 93x/menit, nadi teraba kapiler terganggu
lemah dan cepat, tekanan darah = (meningkat)
100/80x/menit; RR=25x/menit; suhu=37,8⁰C; ↓
status compos mentis. Kebocoran cairan
- Klien terpasang chateter urine sejak tadi pagi plasma
(11-02-2019, pukul 08.00). Saat pengkajian ↓
(pukul 13.00), didapatkan Tn. DS menggunakan Sirkulasi mikro
chateter urine folley chateter 18 Fr dan dengan vaskular terganggu
irigasi NaCl 0,9%, penggunaan hari ke-1. ↓
Volume urine terdapat ±100 ml (pukul 08.00- Tekanan osmotic
13.00). Produksi urine ±17-20ml/jam (normal menurun
50ml/jam). Warna urine kuning kecoklatan ↓
(seperti teh). Edema
- Hasil pemeriksaan labolatorium terakhir : Berat ↓
jenis urine 1,013; protein urine +1; nitrit -; dan Ginjal tidak mampu
bilirubin urine +3. berkompensasi
- Saat pengkajian, Tn. DS menghabiskan minum ↓
±½ botol air mineral sedang (±300ml) sejak poliuria (+ intake
pukul 06.00-13.00. tidak adekuat) ↓

Kekurangan
volume cairan

2 DS : Bakteri leptospira Gangguan rasa


Tn. DS mengeluh lemas, tidak nyaman karena masuk ke tubuh nyaman (00214)
kepanasan atau gerah. Tn. DS juga mengeluh lelah ↓ Domain 12 :
karena pegal-pegal seluruh tubuh. Istri klien Menuju organ dan Kenyamanan
mengatakan bahwa kadang-kadang Tn. DS mengeluh mengeluarkan Kelas 1 :
dan kesal karena tidak bisa tidur akibat nyeri pada toksin Kenyamanan
kedua lutut dan paha yang dirasakan. Nyeri dirasakan ↓ Fisik
sering sejak sebelum masuk rumah sakit, seperti Invasi otot skeletal
pegal-pegal, nyeri datang hilang dan timbul, terutama ↓
saat ditekukkan dan skala nyeri 3. Terbentuk antigen
DO : leptospira di otot
- Saat pengkajian Tn. DS sering gelisah dan ↓
meringis. P = Nyeri dimulai sering sejak Perubahan local
sebelum masuk rumah sakit; Q=nyeri datang necrotis,
hilang timbul, terasa pegal-pegal terutama pada vaskulolisasi
saat kaki ditekuk; R=dibagian kedua lutut dan ↓
paha; S=skala nyeri 3; T=terutama saat malam Nyeri otot
hari sehingga tidak bisa beristirahat. ↓
- Pemeriksaan Fisik : terdapat edema pada kedua Kelemahan fisik
ekstremitas bawah. ↓
- Tanda vital : nadi = 93x/menit, nadi teraba Gangguan rasa
lemah dan cepat, tekanan darah = nyaman
100/80x/menit; RR=25x/menit; suhu=37,8⁰C;
status compos mentis.
D. DIAGNOSA

DIAGNOSA KEPERAWATAN/MASALAH KOLABORATIF BERDASARKAN PRIORITAS (NANDA)

TANGGAL / JAM TANGGAL


NO DIAGNOSA KEPERAWATAN Ttd
DITEMUKAN TERATASI
1 11-2-2019, Kekurangan Volume Cairan (00027) berhubungan dengan kegagalan mekanisme regulasi (AKI) 19-2-1019
pukul 08,00 ditandai dengan mengeluh lemah dan haus, frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah, turgor kulit
lambat pada bagian jari-jari, membran mukosa kering, volume urine menurun sejak (09-02-2019),
intake kurang dari 1500cc/hari, kelemahan.
2 11-2-2019, Gangguan rasa nyaman (00214) berhubungan dengan gejala penyakit ditandai dengan mengeluh 19-2-1019
pukul 08,00 tidak nyaman, nyeri, gelisah, mengeluh sulit tidur, mengeluh mual, mengeluh lelah, serta iritabilitas,
dan pola iliminasi berubah (penggunaan chateter urine).
DIAGNOSA KEPERAWATAN/MASALAH KOLABORATIF BERDASARKAN PRIORITAS (SDKI)

TANGGAL / JAM TANGGAL


NO DIAGNOSA KEPERAWATAN Ttd
DITEMUKAN TERATASI
1 11-2-2019, Hipovolemia (D.00023) berhubungan dengan kekurangan intake cairan ditandai dengan mengeluh 19-2-1019
pukul 08,00 lemah dan haus, frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah, turgor kulit lambat pada bagian jari-
jari, membran mukosa kering, volume urine menurun sejak (09-02-2019), intake kurang dari
1500cc/hari, kelemahan.
2 11-2-2019, Gangguan rasa nyaman (D.0074) berhubungan dengan gejala penyakit ditandai dengan mengeluh 19-2-1019
pukul 08,00 tidak nyaman, nyeri, gelisah, mengeluh sulit tidur, mengeluh mual, mengeluh lelah, serta iritabilitas,
dan pola iliminasi berubah (penggunaan chateter urine).
E. INTERVENSI

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


Rencana Perawatan Ttd
Hari/ No
Tgl Dx Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

11-2-2019 1 NOC : NIC :


Keseimbangan cairan (0601) Manjemen Hipovolemi (4180)
Hidrasi (0602) 1. Monitor adanya tanda-tanda dehidrasi (misal. turgor
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam kulit buruk, capillary refill time terlambat, nadi
diharapan keseimbangan cairan terpenuhi dengan kriteria lemah/thread pulse, sangat haus, membran mukosa
hasil : kering dan penurunan urin output).
1. Klien menunjukkan status hidrasi yang baik 2. Monitor balance antara asupan (oral, enteral atau
(misal turgor kulit elastis dan membran mukosa parenteral) dan keluaran (muntah, urin output).
lembab) (060201 dan 060202). 3. Edukasi keluarga untuk asupan cairan oral (misal.
2. Klien menunjukkan tanda-tanda vital yang berikan cairan dengan makanan atau berikan cairan
normal (Tekanan darah = 100-130/70-80 mmHg; sesuai kemampuan klien).
Nadi = 60-80 x/menit; SaO2 = 97-100%; 4. Berikan cairan via intra vena isotonic yang diresepkan
RR=18-20x/menit). (misal. cairan normal saline atau lactated ringer) untuk
3. Klien menunjukkan keseimbangan cairan melaui rehidrasi ekstraseluler sesuai dengan intruksi
peningkatan intake cairan yang adekuat (oral pemberian cairan perkebutuhan klien.
atau parenteral) dan urine output sesuai dengan
intake. Manajemen Cairan (4120)
1. Monitor status hidrasi (misal. membrane mukosa
lembab, denyut nadi adekuat, dan tekanan darah
ortostatik).
2. Monitor tanda vital klien.
3. Edukasi kepada keluarga untuk motivasi klien untuk
meningkatkan asupan oral (misal. menerikan sedotan,
minum disela-sela waktu makan, memberikan sesekali
jus buah).
11-2-2019 2 NOC : NIC:
Status Kenyamanan : Fisik (2010) Manajemen Nyeri (1400)
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam 1. Identifikasi nyeri secara komprehensif berupa lokasi,
diharapkan gangguan rasa nyaman teratasi dengan kriteria karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan intensitas
hasil : nyeri.
1) Klien menunjukkan nyeri otot berkurang dari 2. Anjurkan terapi non-farmakologi berupa thenik
skala 3 menjadi 0 (20101). relaksasi napas dalam, relaksasi sambil di pijat-pijat
2) Klien mampu melakukan kontrol terhadap ringan atau pemberian bantal dibawah bagian yang
gejala, misalnya : keluhan mual yang dirasakan tubuh yang dirasa nyeri untuk mengurangi nyeri.
dari skala cukup mengganggu (3) menjadi tidak
terganggu (5) (201001). Pengaturan Posisi (0840)
3) Klien mampu melakukan posisi yang nyaman 1. Monitor status oksigenasi sebelum dan sesudah
dengan dibantu atau mandiri (201004). melakukan pengaturan posisi.
4) Klien memakai baju yang nyaman (201005). 2. Atur posisi klien untuk meminimalkan sesak napas
5) Klien menyatakan nyaman setelah dilakukan (misal. semi fowler) dan jadwalkan perubahan posisi
perawatan pribadi dan kebersihan yang dibantu (misal 3 jam posisi fowler dan 3 jam berikutnya posisi
(201006). semi fowler dst untuk miring kiri dan kanan).
6) Klien menunjukkan tanda-tanda vital yang 3. Berikan bantal dengan nyaman dan posisikan dibawah
normal (Tekanan darah = 100-130/70-80 mmHg; leher dengan benar.
Nadi = 60-80 x/menit; SaO2 = 97-100%; 4. Motivasi pasien untuk melakukan perubahan posisi
RR=18-20x/menit). (misal. untuk menghindari pegal-pegal Bapak, sambil
7) Klien menunjukkan tanda sesak napas yang saya periksa tekanan darahnya coba Bapak gerakkan
berkurang ditunjukkan dengan penggunaan alat tangannya).
bantu napas dari NRM ke nasal kanul hingga 5. Diskusikan kepada keluarga untuk melakukan
tidak menggunakan alat bantu (201014). perubahan posisi teratur secara mandiri, serta
pemberian informasi pengaturan posisi yang baik
untuk mengurangi sesak.

Manajemen Lingkungan : Kenyamanan (6482):


1. Identifikasi sumber ketidaknyamanan yang bisa
dimodifikasi (misal. baju yang belum diganti, posisi
urine catheter atau seprai yang kusut).
2. Ganti seprai klien secara teratur tiap 2 hari sekali.
3. Ganti baju pasien setiap sehabis diseka/dimandikan.
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
TTD
Hari/ Tgl/Jam No Dx Tindakan Keperawatan
11-2-2019, 09.00 1 Memberikan terapi cairan via intravena : infus NaCl 0,9% 500 ml 28 tpm
Memberikan terapi obat injeksi via chateter IV : Ranitin 1x50mg dan Cefrtiaxone 1x1 gram
09.10 1 Monitor status hidrasi : membrane mukosa bibir kering, nadi cepat dan teraba lemah.
09.15 1 Menganjurkan pasien untuk meningkatan asupan cairan dan nutrisi secara oral.
Memberikan edukasi tentang jenis cairan yang diperbolehkan seperti air putih, jus atau buah segar yang banyak
mengandung air.
- Klien dan keluarga mengerti dengan edukasi yang diberikan.
10.00 2 Memberikan pengaturan posisi secara fowler dengan posisi bantal mengangga leher dengan tepat sebelum diperiksa
tanda vital.
- Klien mengatakan posisinya nyaman.
10.10 1,2 Monitor tanda vital
- TD = 130/80 mmHg; Nadi = 98x/menit; RR = 21x/ menit; SaO2 = 98%; Suhu= 37,5⁰C.
- Haluaran urin= 100ml (pukul 08.00-13.00). IWL= 31,25cc/jam. Intake minum= 300ml. intake infuse=500ml.
Balance cairan per 6 jam = - 512,5 cc.
- Klien terpasang NRM 6-8 lpm, klien mengeluh nyeri pada kedua paha, skala nyeri 3, nyeri datang hilang
timbul, biasanya ketika paha dan kaki ditekukkan.

TTD
Hari/ Tgl/Jam No Dx Tindakan Keperawatan
12-2-2019, 08.40 2 Menganjurkan pasien untuk mengganti seprai.
Memberikan edukasi tentang pengaturan posisi selama mengganti seprai.
- Klien menolak untuk mengganti seprai karena merasa lemas dan nyeri dan tidak mau miring.
09.00 1 Memberikan terapi obat injeksi via chateter IV : Ranitin 1x50mg dan Cefrtiaxone 1x1 gram
09.05 1 Monitor status hidrasi
- Membran mukosa kering, nadi teraba lemah dan cepat.
- Istri klien mengatakan sejak pukul semalam kencing suaminya lebih banyak dari biasanya. Sejak kemarin klien
hanya minum habis 1 botol sedang air mineral (±600 cc).
09.10 2 Melakukan pengaturan poisisi kepada pasien yang awalnya fowler menjadi semifowler.
- Pasien mengataan nyaman setelah dilakukan perubahan posisi.
09.15 2 Monitor status oksigenasi setelah dilakukan perubahan posisi
Sao2 = 97%; RR= 21x/menit; klien terpasang NRM 6-8 lpm.
13.30 1,2 Memberikan pengaturan posisi secara fowler dengan posisi bantal mengangga leher dengan tepat sebelum diperiksa
tanda vital.
- Klien mengatakan posisinya nyaman.
13.35 1,2 Monitor tanda vital
- TD = 100/80 mmHg; Nadi = 89x/menit; RR = 22x/ menit; SaO2 = 96%; Suhu= 37,3⁰C.
- Istri klien mengatakan bahwa sejak pagi tadi kencing suaminya mendadak banyak sekali, warnanya kuning
kecoklatan seperti teh.
- Haluaran urin= 2000cc (sejak pukul 06.00-14.00); IWL=31,25ml/jam; Minum air = 2 botol sedang air mineral
(±1200 cc) Infus= 500 ml. Balance cairan per 6 jam = -487,5 cc
- Klien terpasang NRM 6-8 lpm, klien mengatakan tidak ada pusing, terasa panas dan gerah karena suasana RS
yang gaduh dan ruangan yang panas. Klien mengeluh nyeri pada kedua paha, skala nyeri 3, nyeri datang hilang
timbul, biasanya ketika paha dan kaki ditekukkan.
13.40 2 Melakukan pengaturan posisi untuk mengurangi nyeri dengan posisi fowler dan memberikan bantal guling dibawah
kedua paha.
- Klien mengatakan nyaman dengan posisi yag diberikan.
13.45 2 Memberikan edukasi kepada keluarga untuk melakukan teknik memijat-mijat ringan dibagian tubuh yang dirasakan
nyeri untuk mengurangi nyeri yang dirasakan klien.
- keluarga menyatakan paham dengan edukasi yang diberikan.

TTD
Hari/ Tgl/Jam No Dx Tindakan Keperawatan
13-2-2019, 07.00 1 Memberikan terapi cairan via intravena : infus NaCl 0,9% 4x500 ml habis dalam waktu 2 jam.
08.30 1 Monitor status hidrasi : membrane mukosa bibir kering, nadi cepat dan teraba lemah.
08.40 1 Menganjurkan klien untuk meningkatkan asupan cairan secara oral : mendekatkan posisi air mineral dan diberikan
sedotan agar klien mudah mengakses air minum.
09.00 1 Memberikan terapi obat injeksi via chateter IV : Ranitin 1x50mg dan Cefrtiaxone 1x1 gram
Memberikan terapi cairan via intravena : infus NaCl 0,9% 500 ml secara maintenance 28 tpm
10.00 2 Memberikan pengaturan posisi secara semifowler tepat sebelum diperiksa tanda vital.
- Klien mengatakan posisinya nyaman.
10.10 1,2 Monitor tanda vital
- TD = 120/80 mmHg; Nadi = 94x/menit; RR = 20x/ menit; SaO2 = 99%; Suhu= 36,7⁰C.
13.00 1 Memberikan terapi cairan via intravena : Kalbamin 500 ml dalam 24 jam.
14.00 1,2 Monitor tanda vital
- TD = 112/58 mmHg; Nadi = 94x/menit; RR = 18x/ menit; SaO2 = 99%; Suhu= 36,7⁰C.
- Haluaran urin= 1000cc (urine bag) dan ±4500cc (ditampung 3 botol mineral besar); Minum air = 1800 cc (3
botol air mineral sedang); Infus= 2500cc. Balance cairan per 6 jam= -1387,5cc
- Klien terpasang NRM 6-8 lpm, klien mengeluh nyeri pada kedua paha, skala nyeri 3, nyeri datang hilang
timbul, biasanya ketika paha dan kaki ditekukkan.

TTD
Hari/ Tgl/Jam No Dx Tindakan Keperawatan
14-2-2019, 09.00 1 Memberikan terapi cairan intravena : infuse NaCl 0,9% 28 tpm
Memberikan terapi obat injeksi via chateter IV : Ranitin 1x50mg dan Cefrtiaxone 1x1 gram
09.05 1 Monitor status hidrasi
- Membran mukosa kering, nadi teraba lemah dan cepat.
- Istri klien mengatakan sejak pukul semalam kencing suaminya lebih banyak dari biasanya. Sejak kemarin klien
hanya minum habis 1 botol sedang air mineral (±600 cc).
09.10 2 Melakukan pengaturan poisisi kepada pasien yang awalnya fowler menjadi semifowler.
- Pasien mengatakan nyaman setelah dilakukan perubahan posisi.
09.15 2 Monitor status oksigenasi setelah dilakukan perubahan posisi
Sao2 = 98%; RR= 19x/menit; klien terpasang NRM 6-8 lpm.
10.00 2 Memberikan pengaturan posisi secara fowler dengan posisi bantal mengangga leher dengan tepat sebelum diperiksa
tanda vital.
- Klien mengatakan posisinya nyaman.
10.10 1,2 Monitor tanda vital
- TD = 140/80 mmHg; Nadi = 84x/menit; RR = 20x/ menit; SaO2 = 98%; Suhu= 37,3⁰C.
- Klien mengatakan pusing, lelah berkurang tapi masih nyeri pada kedua paha, skala nyeri 2, nyeri datang hilang
timbul, biasanya ketika paha dan kaki ditekukkan.
10.15 2 Memberikan edukasi terapi relaksasi dan pijatan ringan unruk meringankan nyeri yang dirasakan klien, sambil
melakukan pengaturan posisi posisi fowler dan memberikan bantal guling dibawah kedua paha dan memperbaiki selang
kateter.
- Klien mengatakan nyaman dengan posisi yang diberikan.
13.30 2 Monitor status hidrasi pasien : Mukosa bibir kering, nadi teraba lemah
13.50 2 Menganjurkan klien untuk minum jus atau makan roti yang lembut utnuk meningkatkan asupan intake.
14.00 1,2 Monitor tanda vital
- TD = 130/80 mmHg; Nadi = 95x/menit; RR = 22x/ menit; SaO2 = 99%; Suhu= 37,7⁰C.
- Haluaran urin= 1000cc (urine bag) dan ±3000cc (ditampung 2 botol mineral besar). Evaluasi minum air = 1200
cc (2 botol air mineral sedang). Infus = 1000cc. Balance cairan per 6 jam= -1987,5 cc
- Klien terpasang NRM 6-8 lpm, klien mengatakan nyeri pada kedua paha berkurang, skala nyeri 2, nyeri datang
hilang timbul, biasanya ketika paha dan kaki ditekukkan.

TTD
Hari/ Tgl/Jam No Dx Tindakan Keperawatan
15-2-2019, 08.40 2 Menganjurkan pasien untuk mengganti seprai.
Memberikan edukasi tentang pengaturan posisi selama mengganti seprai dengan logroll dan posisi fowler.
- Klien mau diganti seprai dan nyaman setelah diganti seprainya.
08.55 2 Monitor status oksigenasi setelah dilakukan perubahan posisi berulang karena mengganti seprai.
- SaO2 = 98%, pasien menggunakan nasal kanul 3 lpm.
09.00 1 Memberikan terapi obat injeksi via chateter IV : Ranitin 1x50mg dan Cefrtiaxone 1x1 gram
09.05 1 Monitor status hidrasi
- Membran mukosa kering, nadi teraba lemah.
10.00 1,2 Monitor tanda vital
- TD = 120/80 mmHg; Nadi = 88x/menit; RR = 26x/ menit; SaO2 = 96%; Suhu= 37,0⁰C.
- Klien terpasang nasal kanul 3 lpm, klien mengatakan tidak merasa panas atau ‘engap’ karena sudah tidak
menggunakan masker lagi.
10.05 2 Membantu memberikan pengaturan posisi semi fowler dengan posisi bantal mengangga punggung dengan tepat.
- Klien mengatakan posisinya nyaman setelah diberikan posisi kepala yang lebih tinggi.
10.10 1 Monitor status hidrasi
- Membran mukosa kering, nadi teraba kuat.
10.15 1 Menganjurkan klien untuk meningkatkan asupan minum air.
- Istri klien mengatakan sejak pagi minum habis 1 botol sedang air mineral (±600 cc).
13.35 1,2 Monitor tanda vital
- TD = 110/80 mmHg; Nadi = 85x/menit; RR = 22x/ menit; SaO2 = 96%; Suhu= 36,7⁰C.
- Haluaran urin= 500cc (urine bag) dan ±1500cc (ditampung 1 botol mineral besar). Evaluasi minum air = 1200
cc (2 botol air mineral sedang). Infus= 500cc. Balance cairan per 6 jam= -487,5cc
- Klien terpasang nasal kanul 3 lpm. Klien mengatakan nyeri pada kedua paha berkurang, skala nyeri 1, nyeri
datang hilang timbul, biasanya ketika paha dan kaki ditekukkan.

TTD
Hari/ Tgl/Jam No Dx Tindakan Keperawatan
16-2-2019, 14.05 1 Monitor status hidrasi
- Membran mukosa lembab, nadi teraba lemah.
- istri pasien mengatakan suaminya ada peningkatan untuk minum air, sejak pagi klien sudah minum ±2 botol air
mineral sedang (±1200cc).
14.40 1 Memberikan terapi cairan intravena : infuse NaCl 0,9% 28 tpm
Memberikan terapi obat peroral : Paracetamol 500mg x1; N-ascetilsystein 200mg x1; UDCA 1x1 tab; Curcuma 1x1 tab
17.00 2 Menganjurkan pasien untuk dimandikan dan diganti bajunya agar lebih nyaman dan tidak panas
- Klien mau diganti bajunya dan nyaman setelah diseka oleh istri pasien.
18.00 1,2 Monitor tanda vital
- TD = 100/60 mmHg; Nadi = 88x/menit; RR = 22x/ menit; SaO2 = 98%; Suhu= 37,5⁰C.
- Haluaran urin= 2000cc (urine bag) (sejak 06.00-18.00).
- Evaluasi minum air = 1500cc (1 botol air mineral besar).
- Klien terpasang nasal kanul 3 lpm, klien mengatakan nyeri yang dirasakan jauh lebih berkurang, dan nyaman
setelah diganti baju dan dimandikan; tidak merasa kepanasan.
18.10 2 Melakukan pengaturan posisi untuk mengurangi nyeri dengan posisi fowler dan memberikan bantal dibawah leher
dengan tepat untuk menghindari sesak.
- Klien mengatakan nyaman dengan posisi yang diberikan.

TTD
Hari/ Tgl/Jam No Dx Tindakan Keperawatan
17-2-2019, 09.00 1 Memberikan terapi obat injeksi via chateter IV : Ranitin 1x50mg dan Cefrtiaxone 1x1 gram
Memberikan terpai cairan intravena : infus NaCl 0,9% 500 ml 28 tpm
09.05 1 Monitor status hidrasi
- Membran mukosa lembab, nadi adekuat
10.00 1,2 Monitor tanda vital
- TD = 100/70 mmHg; Nadi = 87x/menit; RR = 20x/ menit; SaO2 = 97%; Suhu= 36,7⁰C.
- Klien mengatakan lelah dan pegal-pegal seluruh tubuh.
10.05 2 Menganjurkan klien untuk perubahan posisi miring kiri atau kanan setiap 1 atau 2 jam sekali.
- klien mau miring kiri dan beristirahat.
13.35 1,2 Monitor tanda vital
- TD = 120/80 mmHg; Nadi = 79x/menit; RR = 21x/ menit; SaO2 = 98%; Suhu= 36,7⁰C.
- Haluaran urin= 500cc (urine bag) dan ±1500cc (ditampung 1 botol mineral besar). Evaluasi minum air = 1200
cc (2 botol air mineral sedang). Infus=500cc. Balance cairan per 6 jam= 487,5 cc
- Klien terpasang nasal kanul 3 lpm. Klien mengatakan nyeri pada kedua paha tidak ada lagi, tidak ada mual.
Klien merasa nyaman setelah miring kiri dan kanan.
13.50 2 Mengajurkan klien untuk melakukan mobilisasi selama diganti seprai.
- Klien mengatakan nyaman setelah diganti seprainya, posisi pasien fowler.
14.00 2 Monitor status oksigenasi setelah dilakukan perubahan posisi berulang karena mengganti seprai.
SaO2 = 98%, pasien menggunakan nasal kanul 3 lpm.

TTD
Hari/ Tgl/Jam No Dx Tindakan Keperawatan
18-2-2019, 21.00 1 Memberikan terapi obat injeksi via chateter IV : Ranitin 1x50mg dan Cefrtiaxone 1x1 gram
Memberikan terpai cairan intravena : infus NaCl 0,9% 500 ml 28 tpm
22.00 1,2 Monitor tanda vital
- TD = 120/70 mmHg; Nadi = 88x/menit; RR = 20x/ menit; SaO2 = 98%; Suhu= 36,5⁰C.
- Klien bernapas adekuat, tidak ada keluhan sesak napas, mual ataupun nyeri.
- Haluaran urin= 1500cc (urine bag) dan ±1500cc (ditampung 1 botol mineral besar).
- Evaluasi intake = 4500 cc (2 botol air mineral besar + infus 1500 cc/24 jam).
22.10 2 Memberikan terapi obat peroral : Paracetamol 500mg x1; N-ascetilsystein 200mg x1; UDCA 1x1 tab; Curcuma 1x1 tab
19.2.2019, 05.30 2 Memberikan pengaturan posisi secara fowler dengan posisi bantal mengangga leher dengan tepat sebelum diperiksa
tanda vital.
05.35 1,2 Monitor tanda vital
- TD = 100/80 mmHg; Nadi = 80x/menit; RR = 20x/ menit; SaO2 = 98%; Suhu= 36,7⁰C.
- Haluaran urin dalam 24 jam = 5000cc.
- Evaluasi intake dalam 24 jam = 5100cc (minum 4500 cc (4 botol air mineral besar) dan infuse NaCL 1500 cc
/24 jam)
- Balance cairan per 24 jam= + 100ml. Mukosa bibir lembab, nadi teraba adekuat.
- Klien mengatakan badannya lemas dan pegal.tidak ada keluhan nyeri atau kepanasan. Klien bisa tidur.
EVALUASI KEPERAWATAN

Hari/Tgl No
No Evaluasi TTD
jam Dx
11/2/2019 2 S : pasien mengatakan nyeri apda ulu hati dan kedua paha, skala nyeri 2, hilang timbul, dating ketika
1 14.00 ditekuk, pasien juga mengatakan nyaman ketika dilakukan perubahan posisi pada bantal di leher
O : kesadaran composmentis , mukosa bibir kering, terpasang masker oksigen NRM 6-8 lpm, TTV TD:
130/80mmHg, RR: 21x/menit, S: 37.5ºC, N: 93x/menit, SpO2: 98%
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
1) Pengaturan posisi (0840): 1, 2, 3, 4, 5
2) Manajemen kenyamanan (0482): 1, 2, 3, 4
3) Manajemen nyeri (1400): 1
2 12/2/2019 2 S : pasien mengatakan tidak nyaman karena panas (lingkungan ac mati) / perasaan panas dan gerah.
14.00 Pasien mengatakan nyaman jika posisinya diubah dengan kepala ditinggikan, pasien masih mengeluh
nyeri di paha skala 2, hilang timbul, tidak ada mual/ nyeri ulu hati berkurang.
O : kesadaran composmentis, mukosa bibir kering, sclera ikterik, terpasang oksigen NRM 6-8lpm ,
posisi fowler, TTV TD: 100/80mmHg, N:89x/menit, RR: 22x/menit, S: 37.3ºC, SpO2: 96%. Haluaran
urin 2000cc, intake ±1200cc + 500cc, evaluasi balance cairan @10 jam: -612.5
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
1) Pengaturan posisi (0840): 1, 2, 3, 4
2) Manajemen lingkungan/kenyamanan (0482): 1, 2, 3
3) Manajemen cairan: 1, 2, 3
4) Manajemen nyeri (1400): 1
3 13/2/2019 2 S : pasien mengeluh lemas, masih terasa nyeri di kedua paha, skala nyeri 2, nyeri hilang timbul, tidak
15.00 bisa tidur, lelah dan kepanasan, pasien mengatakan sedikit lebih enak setelah posisi kepala agak
ditinggikan
O : sclera ikterik, gelisah sesekali memegang masker oksigen, posisi semi fowler, ruangan gaduh,
mukosa bibir kering, TTV TD: 112/58 mmHg, RR: 18x/menit, SpO2: 99%, N: 94x/menit, S: 35.7ºC.
haluaran urine ±1000cc (urine bag) + 4500cc ditampung dan dikeluarkan dari urine bag, intake ±
3x600cc, evaluasi balance -1950cc
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
1) Pengaturan posisi (0840): 1, 2, 3, 4
2) Manajemen lingkungan/kenyamanan (0482): 1, 2, 3
3) Manajemen cairan (4120) : 1, 2
4) Manajemen nyeri (1400): 1

4 14/2/2019 2 S : pasien mengatakan nyeri sudah berkurang setelah diberikan posisi yang diberikan, sudah tidak mual
14.30 lagi, pasien masih mengeluh kepanasan dan ribut, pasien mengatakan nyaman dengan posisi kepala
ditinggikan
O : kedasaran komposmentis, mukosa bibir kering, nadi teraba lemah, posisi semi fowler, pasien
terpasang NRM 6 lpm, tidak gelisah, TTV TD: 130/80mmHg, RR: 27x/menit, N: 95x/menit, S: 37.5ºC.
haluaran urine ±3000cc, intake ±2200cc, evaluasi balance cairan@10jam: -1112.5cc
A : masalah teratasi sebagian
P : pertahankan dan tingkankan kondisi
1) Nyeri berkurang hingga tidak ada (skala 1-0)
2) Rasa mual berkurang hingga tidak ada
3) Penggunaan alat bantu nafas nasal kanul hingga bernafas tanpa alat bantu secara adekuat

Lanjutkan intervensi:
1) Pengaturan posisi (0840): 1, 2
2) Manajemen lingkungan/kenyamanan (0482): 2, 3
3) Manajemen cairan: 1, 2
5 15/2/2019 2 S : pasien mengatakan nyaman setelah seprei diganti baru, oksigen diganti menggunakan nasal kanul,
15.00 tidak panas atau ‘engap’, pasien mengatakan nyaman setelah dilakukan perubahan posisi kepala lebih
tinggi. Istri pasien mengatakan ada peningkatan konsumsi minum pasien dari pagi hingga jam 13.00WIB
±2 botol sedang setara dengan 1200cc, tidak ada keluhan mual atau nyeri kaki
O : kesadaran komposmentis, pasien terpasang nasal kanul 3lpm,tidak ada keluhan sesak, mukosa bibir
kering, nadi teraba adekuat, posisi semifowler, sprei telah diganti, tidak ada keluhan panas. TTV TD:
110/80mmHg, S: 36.7ºC, SpO2: 95%, N:80x/menit, RR: 22x/menit. Haluaran urine 2000cc, intake
1700cc, evaluasi balance cairan selama 10 jam -612.5cc
A : masalah teratasi sebagian
P : pertahankan dan tingkatkan kondisi:
1) Nyeri berkurang hingga tidak ada (1-0)
2) Rasa mual tidak ada
3) Penggunaan alat bantu nafas berupa nasal kanul
4) posisi semifowler mengurangi sesak nafas
5) perasaan nyaman setelah manajemen lingkungan
` Lanjutkan intervensi:
1) pengaturan posisi (0840): 1, 2
2) manajemen lingkungan/kenyamanan (0482): 3
3) manajemen cairan: 1, 2
6 16/2/2019 2 S : pasien mengatakan nyaman setelah pakaian diganti dan dimandikan, tidak panas dan tidak ada nyeri
21.00 O : pasien terpasang kanul 3lpm, tidak ada keluhan sesak, mukosa bibir lembab, nadi teraba adekuat,
posisi pasien fowler dengan bantal dibawah leher, istri pasien mengatakan ada peningkatan minum dan
nafsu makan pasien, minum ±1500cc. TTV TD: 100/60mmHg, RR: 22x/menit, SpO2: 98%, N:
89x/menit, S: 36.7ºC. haluaran urine 2000cc, intake 2500cc, selama pukul 06.00-18.00 WIB, evaluasi
balance cairan 12 jam -125cc
A : masalah teratasi sebagian
P : pertahankan kondisi
1) penggunaan nasal kanul hingga bernapas adwkuat
2) penggunaan posisi semi fowler untuk mencegah sesak nafas
3) pengaturan posisi secara berkala untuk meningkatkan kenyamanan pasien

lanutkan intervensi:
1) pengaturan posisi (0840): 1 dan 2
2) manajemen lingkungan/kenyamanan: 2 dan 3
3) manajemen cairan: 1
7 17/2/2019 2 S : pasien mengatakan tidak ada sesak, tidak ada mual atau nyeri yang dirasakan. Pasien mengatakan
15.00 nyaman dan bisa tidur dengan posisi miring kiri dan sudah diganti seprainya
O : kesadaran komposmentis, terpasang kanul 3 lpm, tidak ada sesak, posisi pasien fowler setelah
sempat mobilisasi logroll dan miring kiri. TTV TD: 120/80mmHg, N:79x/menit, RR: 21x/menit, S:
36.5ºC, SpO2: 96%
A : masalah teratasi sebagian
P : pertahankan dan tingkatkan kondisi:
1) bernafas adekuat tanpa bantuan
2) perubahan posisi secara berkala
3) penggantian baju pasien untuk meningkatkan kenyamanan

lanjutkan intervensi:
1) pengaturan posisi (0840): 2
2) manajemen lingkungan/kenyamanan: 3
3) manajemen cairan: 1
8 19/2/2019 2 S : pasien mengatakan bisa tidur dengan puas dan tidak gaduh, dan tidak ada keluhan panas atau nyeri
07.00 yang dirasakan. Pasien mengatakan badannya lemas dan pegal-pegal
O: kesadaran komposmentis, pasien bernafas adekuat tanpa bantuan nasal kanul, pasien mampu
mengubah posisi secara mandiri. TTV TD: 100/70mmH, N: 80x/menit, RR: 20x.menit, S: 36.3ºC, SpO2:
96%. Haluaran urine/24 jam: 4500cc, intake 24 jam: 5100cc, IWL: 750cc/24jam, evaluasi balance
cairan: +150cc
A: masalah teratasi
P : Pertahankan kondisi pasien:
1) perubahan posisis secara berkala
2) penggantian baju/pakaian pasien untuk meingkatkan kenyamanan
Lanjutkan intervensi: manajemen lingkungan/kenyamanan: 3
BAB 4
PEMBAHASAN

Pengkajian dimulai dari identitas klien yang bernama Tn. DS laki-laki berusia 37
tahun beralamatkan: Dusun Samput RT 10 RW 02 Gresik. Klien berada di ruang
Rosella 1 RSUD Dr. Soetomo dengan diagnosa Weil Disease + Sepsis MODS (Multi
Organ Disfungtion Syndrome) + Hypovolemia + Hypoalbumin + Poliuri (AKI).
Pada awal MRS, klien datang dengan mengeluh nyeri otot pada bagian lututnya,
demam tinggi, mual, serta mata dan seluruh tubuhnya menguning. Hal ini sesuai dengan
teori dimana manifestasi klinis yang dikeluhkan pasien sesuai dengan yang terdapat
pada fase leptospiremia. Gejala ditandai dengan nyeri kepala daerah frontal, nyeri otot
betis, paha, pinggang terutama saat ditekan. Gejala ini diikuti hiperestesi kulit, demam
tinggi, menggigil, mual, diare, bahkan penurunan kesadaran. Pada sakit berat dapat
ditemui bradikardia dan ikterus (50%). Pada sebagian penderita dapat ditemui fotofobia,
rash, urtikaria kulit, splenomegali, hepatomegali, dan limfadenopati. Gejala ini terjadi
saat hari ke 4-7 (Soedarma et al, 2008; Chaparro & Montoya, 2001; Speelman, 2008).
Tn. DS juga mengatakan jarang kencing sejak 2 hari sebelum MRS (08-2-2019) dan
kencingnya sangat sedikit sekali, warnanya seperti teh. Berdasarkan hal tersebut, jika
identifikasi melalui pathogenesis penyakit leptospirosis, hal tersebut sesuai dengan
teori. Keluhan jarang kencing atau volume kencing yang sedikit tersebut termasuk
mengarah kepada prognosis yang kurang baik. Pasien dapat mengalami nekrosis
tubuler, yang dapat menyebabkan komplikasi acute kidney injury (AKI), disebut juga
sindrom pseudohepatorenal. Faktor-faktor yang dapat mengarahkan prognosis kurang
baik ialah adanya oliguri/anuri yang berlangsung lama, blood ureum nitrogen
(BUN) selalu meningkat > 60 mg%/24 jam, rasio ureum urin : darah tidak meningkat
(Speelman, 2008).
Berdasarkan data yang diperoleh pada klien didapatkan keluhan utamanya
adalah lemas. Pada saat dilakukan pengkajian, ditemukan mata cekung, turgor kulit
kering dan lambat >2 detik. Intervensi yang adalah memonitor status hidrasi,
menganjurkan klien untuk meningkatkan asupan cairan secara oral (mendekatkan posisi
air mineral dan diberikan sedotan agar klien mudah mengakses air minum) dan
memberikan terapi cairan via intravena (Infus Nacl 0,9% 4x500 ml habis dalam waktu 2
jam).
Berdasarkan data rekam medik, klien menderita Weil Disease + Sepsis MODS
(Multi Organ Disfungtion Syndrome) + Hypovolemia + Hypoalbumin + poliuria (AKI).
Hasil pemeriksaan Nadi 93x/menit (nadi terasa lemah dan cepat), pernafasan 25x/menit,
sesak nafas, tekanan darah 100/80 mmHg dan mata cekung. Masalah keperawatan yang
ditemukan adalah kekurangan volume cairan. Intervensi dan implementasi yang
diantaranya adalah mengobservasi tanda tanda vital klien secara teratur, memberikan
posisi semi fowler, memberikan oksigen NRM 6-8 lpm dan memberikan terapi cairan
intravena (Infus Nacl 0,9% 4x500 ml habis dalam waktu 2 jam). Kekurangan volume
cairan tubuh dapat ditandai dengan penurunan tekanan darah, penurunan tekanan nadi,
penurunan turgor kulit, penurunan pengisian vena, membran mukosa kering, haus, kulit
kering, kelemahan, peningkatan konsentrasi urin (Black & Hawks, 2014). Untuk
meningkatkan dan mempertahankan kebutuhan cairan tubuh dibutuhkan terapi cairan,
pemberian cairan untuk menangani asupan cairan, dan mengganti kehilangan darah.
Prinsip yang harus terpenuhi untuk melakukan terapi cairan yaitu memenuhi kebutuhan
normal per hari, pantau kekurangan atau kehilangan cairan (Sjamsunidajat dkk, 2010).
Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan pasien merasakan ketidaknyamanan
karena kepanasan, sesak nafas, terpasang kateter, mual, dan nyeri pada kedua lutut dan
paha. Intervensi dan implementasi yang dilakukan adalah ajarkan teknik relaksasi nafas
dalam, memberikan bantal dengan nyaman memposisikan leher dengan benar, menganti
sprei, dan memberikan informasi untuk mengurangi ketidaknyamanan. Kondisi
lingkungan fisik ruang rawat inap juga mempengaruhi psikologis pasien. Ruang rawat inap
yang bising, suhu udara terlalu panas, pencahayaan kurang, kebersihan dan kerapihan tidak
terjaga akan meningkatkan stres pada pasien. Ruang rawat inap seharusnya membangkitkan
optimisme sehingga dapat membantu proses penyembuhan pasien (Robby, 2006).
Perawat adalah tenaga kesehatan yang memiliki peran dalammenjalankan tugasnya
sesuai dengan hak dan kewenangan yang ada (Asmadi, 2010). Peranperawat salah satunya
adalah sebagai pemberi asuhan keperawatan atau careprovider. Peran perawat sebagai care
provider harus dilaksanakan secarakomprehensif atau menyeluruh, tidak hanya berfokus
pada tindakan kuratif/pengobatan tetapi juga pada tindakan preventif seperti pelakasanaan
pemberian rasa nyaman.Kenyamanan dapat meningkatkan kepuasan dalam proses
interaksi layanan keperawatan (Purdi, 2011).Perspektif kenyamanan pasien berbeda
(Newson, 2008). Kenyamanan pasien sebagai pemenuhan kebutuhan dasar bersifat
individual dan holistik tergantung yang mengalaminya (Violesia, 2014).
Kenyamanan berperan dalam
peningkatan kualitas pelayanan keperawatan, peningkatan sumber daya dan hubungan
profesional (Gardner et al, 2009)
BAB 5
PENUTUP

5.1 Simpulan
Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh patogen
spirochaeta, genus Leptospira. Spirochaeta ini pertama kali diisolasi di Jepang oleh
Inada setelah sebelumnya digambarkan oleh Adolf Weil tahun 1886. Weil menemukan
bahwa penyakit ini menyerang manusia dengan gejala demam, ikterus, pembesaran hati
dan limpa, serta kerusakan ginjal. (Widoyono, 2008).
Leptospira yang termasuk dalam ordo Spirochaeta, dapat menyebabkan penyakit
infeksius yang disebut leptospirosis. Leptospira merupakan organisme fleksibel, tipis,
berlilit padat, dengan panjang 5-15µm, disertai spiral halus yang lebarnya 0,1-0,2 µm.
Salah satu ujung bakteri ini seringkali bengkok dan membentuk kait (Muliawan, 2008)

5.2 Saran
Setelah kita mengetahui penyebab dan cara merawat pasien dengan penyakit
leptospirosis dengangangguan cairan, kita akan bisa melakukan asuhan keperawatan
sebagaimana mestinya dan bisa memberikan informasi kepada masyarakat untuk selalu
memperhatikan lingkungan agar terhindar dari infeksi dan meningkatkan pola hidup
sehat.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth (2000) Keperawatan Medikal Bedah. 8th edn. Jakarta: EGC.
Kusnanto (2016) Modul Pembelajaran Pemenuhan Kebutuhan Cairan dan Elektrolit.
Surabaya: Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga.
Tamsuri, A. (2009) Seri Asuhan Keperawatan ‘Klien Gangguan Keseimbangan Cairan
& Elektrolit’. Jakarta: EGC.
Besung, I. N.K. 2011. Leptospirosis Pada Hewan.2. Proceedings of 8th National
Conggres of Indonesia Association of Clinical Microbiology (PAMKI),
November1st – November 3th 2012., Bali, Indonesia
Widiyono. (2008). Penyakit tropis. Epidemiologi, penularan, pencegahan dan
pemberantasannya. Jakarta: Erlangga
Oktaviana, dkk. (2013). Pemetaan dan Analisis Faktor Risiko Leptospirosis.
Purwokerto. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 8, No. 4
Febrian F, Solikhah. (2011). Analisis spasial kejadian leptospirosis di Kabupaten
Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2011. Kesmas Jurnal
Kesehatan Masyarakat Nasional.; 7 (1): 7-14.
Sunaryo. (2009). Sistem informasi geografis untuk pemetaan dan penentuan zona
kerawanan leptospirosis di Kota Semarang. [diakses tanggal 2 November
2013]. Diunduh dalam: http://eprints.undip.ac.id/19202/- 1/1OR04-Sunaryo-
GIS-Leptospirosis.pdf.
Anies, Hadisaputro S, Sakundarno AM, Suhartono. (2009). Lingkungan dan perilaku
pada kejadian Leptospirosis. Media Medika Indonesia.;43 (6): 306-311
Widjajanti, dkk. (2015). Kewaspadaan Dini Kasus Leptospirosis Di Provinsi Sulawesi
Tengah. Jawa Tengah. DOI : 10.22435/vk.v9i2.5878.59-68
Muliawan, Sylvia Y. (2008). Bakteri Spiral Patogen (Treponema, Leptospira, dan
Borrelia). Jakarta: Penerbit Erlangga
Cook, Gordon C dan Alimuddin I.Zumla. (2009). Tropical Diseases. China: Elsevier.
Jawetz, Melnick, dan Adelberg. (2007). Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
Gassem M.Hussein. (2002). Kumpulan Makalah Simposium Leptospirosis: Gambaran
Klinik Dan Diagnosis Leptospirosis Pada Manusia. Semarang: Badan
Penerbit Universitas Diponegoro
Garna, H Herry. (2012). Buku Ajar Divisi Infeksi Dan Penyakit Tropis.Bandung:
Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, RSUP Dr.Hasan Sadikin
Bandung
Black, M. J., & Hawks J. H. 2014. Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis
untuk Hasil yang Diharapkan, Edisi 8-I Buku 1. Singapore: Salemba Medika.
Asmadi. Konsep dasar keperawatan. Jakarta: Salemba Medika; 2008
Robby, Wahyu. (2006). Menu Paradigma Therapeutic
http://www.rekaruang.blogspot.com

Terpstra WJ, Adler B, Ananyina B, AndreFontaine G, Ansdell V, Ashford DA, et al.


Human leptospirosis: guidance for diagnosis, surveillance and control.
Geneva; World Health Organization/ International Leptospirosis Society,
2003; p. 1-9; 21-3.
Soedarma SP, Garna H, Hadinegoro SR, Satara IH. Leptospirosis. In: Soedarma SP,
Garna H, Hadinegoro SR, Satara IH, editors. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri
Tropis (2nd ed). Jakarta: Badan penerbit IDAI, 2008; p. 364-9.
Setadi B, Setiawan A, Effendi D. Leptospirosis. Sari pediatri. 2013;15: 163-7.
Priyanto A, Hadisaputro S, Santoso L, Gasem H, Adi S. Faktor-faktor risiko yang
berpengaruh terhadap kejadian leptospirosis (Studi kasus di Kabupaten
Demak). Jurnal Epidemiologi Universitas Diponegoro. 2008: 2-5.
Jawetz E, Melnick JL, Adelberg EA. Medical Microbiology (25th ed). New York: Mc
Graw Hill, 2010; p. 483-7.
Garcia LS, Isenberg HD. Clinical Microbiology Procedures (3rd ed). Washington DC:
ASM Press, 2010.
Chaparro S, Montoya JG. Borrelia & leptospirosis species. In: Wilson WR, Sande MA,
penyunting. Current Diagnosis & Treatment in Infectious Diseases (1st ed).
New York: Lange Medical Books/McGraw-Hill, 2001; p. 680-9.
Speelman P. Leptospirosis. Harrison’s Principles of Internal Medicine (17th ed). New
York: Mc Graw Hill, 2008; p. 988-91.
Steele JH. Leptospirosis. In: Pickering LK, penyunting. Report of The Committee on
Infectious Disease (25th ed). Elk Grove Village: American Academy of
Pediatrics, 2009; p. 370-2.
Speck WT, Toltziis P. Leptospirosis. In: Behrman RE, Kliecman RM, Nelson WE,
editors. Nelson Textbook of Pediatrics (16th ed). Philadelphia: WB Saunders,
2000; 908-9.
LAMPIRAN 1
LAPORAN PENDAHULUAN KASUS LEPTOSPIROSIS

2.1 Definisi
Leptospirosis adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh infeksi Leptospira
interrogans semua serotipe. Leptospirosis juga dikenal dengan nama flood fever atau
demam banjir karena sering menyebabkan terjadinya wabah pada saat banjir. Menurut
International Leptospirosis Society (ILS), Indonesia merupakan negara dengan insiden
leptospirosis yang tinggi, serta menempati peringkat ketiga di dunia untuk tingkat
mortalitas (Terpstr et al, 2003). Penyakit ini ditemukan pertama kali oleh Weil pada
tahun 1886, tetapi pada tahun 1915 Inada menemukan penyebabnya yaitu spirochaeta
dari genus leptospira (Terpstr et al, 2003; Soedarma et al, 2008). Di antara genus
leptospira, hanya spesies interogans yang patogen untuk binatang dan manusia.
Sekurang-kurangnya terdapat 180 serotipe dan 18 serogrup.
Satu jenis serotipe dapat menimbulkan gambaran klinis yang berbeda,
sebaliknya, suatu gambaran klinis, misalnya meningitis aseptik, dapat disebabkan oleh
berbagai serotipe (Soedarma el al, 2008). Leptospirosis memiliki manifestasi klinis yang
luas dan bervariasi. Pada leptospirosis ringan dapat terjadi gejala seperti influenza
dengan nueri kepala dan mialgia. Leptospirosis berat ditandai oleh ikterus, gangguan
ginjal, dan perdarahan, dikenal sebagai sindrom Weil.
Di Indonesia, gambaran klinis leptospirosis dilaporkan pertama kali oleh Van
der Scheer di Jakarta pada tahun 1892, sedang isolasinya dilakukan oleh Vervoot pada
tahun 1922. Penyakit ini disebut juga sebagai Weil disease, Canicola fever,
Hemorrhagic jaundice, Mud fever, atau Swineherd disease.

2.2 Epiemiologi
Penularan leptospirosis disebabkan oleh bakteri Leptospira yang tersebar
diseluruh dunia dan ditransmisikan baik secara langsung ataupun tidak langsung dari
binatang ke manusia (zoonosis). Transmisi dari manusia ke manusia dapat terjadi,
namun sangat jarang (Terpstr et al, 2003). Transmisi leptospira ke manusia terjadi
karena kontak dengan urin, darah, atau organ dari binatang terinfeksi; serta kontak
dengan lingkungan (tanah, air) yang terkontaminasi leptospira (Soedarma et al, 2008;
Setadi et al, 2013).
Leptospira dapat hidup beberapa waktu dalam air dan alam terbuka. Iklim yang
sesuai untuk perkembangan leptospira ialah udara hangat (25oC), tanah basah/ lembab,
dan pH tanah 6,2-8. Leptospira dapat bertahan hidup di tanah yang sesuai sampai 43
hari dan di dalam air dapat hidup berminggu-minggu lamanya. Hal ini dapat dijumpai
sepanjang tahun di negara tropis sehingga kejadian leptospirosis lebih banyak 1000 kali
dibandingkan negara subtropis, dengan risiko penyakit yang lebih berat. Insiden
leptospirosis di negara tropis saat musim hujan sebanyak 5-20/100.000 penduduk per
tahun. Selama wabah dan dalam kelompok risiko tinggi paparan, insiden penyakit dapat
mencapai lebih dari 100 per 100.000 penduduk (Terpstr et al, 2003; Soedarma et al,
2008; Priyanto et al, 2008).
Di Indonesia, leptospirosis tersebar di Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah,
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Lampung, Sumatera Utara, Sumatera Barat,
Sumatera Selatan, Riau, Bali, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan,
Kalimantan Timur, dan Kalimantan Barat (Setadi et al, 2013; Priyanto et al, 2008).
Jumlah pasien laki-laki dengan leptospirosis lebih tinggi dibandingkan perempuan. Hal
ini mungkin mencerminkan paparan dalam kegiatan yang didominasi laki-laki. Untuk
alasan yang sama, laki-laki remaja dan setengah baya memiliki prevalensi lebih tinggi
dibandingkan anak laki-laki dan orang usia lanjut (Jawetz et al, 2010). Angka kematian
akibat leptospirosis di Indonesia termasuk tinggi, mencapai 2,5%-16,4% dan hal ini
tergantung sistem organ yang terinfeksi. Pada usia lebih dari 50 tahun kematian
mencapai 56% (Setadi et al, 2013; Priyanto et al, 2008).

2.3 Etiologi
Leptospira yang termasuk dalam ordo Spirochaeta, dapat menyebabkan penyakit
infeksius yang disebut leptospirosis. Leptospira merupakan organisme fleksibel, tipis,
berlilit padat, dengan panjang 5-15µm, disertai spiral halus yang lebarnya 0,1-0,2 µm.
Salah satu ujung bakteri ini seringkali bengkok dan membentuk kait (Muliawan, 2008)
Leptospira memiliki ciri umum yang membedakannya dengan bakteri lainnya.
Sel bakteri ini dibungkus oleh membran luar yang terdiri dari 3-5 lapis. Di bawah
membran luar, terdapat lapisan peptidoglikan yang fleksibel dan helikal, serta membran
sitoplasma. Ciri khas Spirochaeta ini adalah lokasi flagelnya, yang terletak diantara
membran luar dan lapisan peptidoglikan. Flagela ini disebut flagela periplasmik.
Leptospira memiliki dua flagel periplasmik, masing-masing berpangkal pada setiap
ujung sel. Kuman ini bergerak aktif, paling baik dilihat dengan menggunakan
mikroskop lapangan gelap(Jawetz et al., 2007)

2.4 Faktor Risiko


Orang yang berisiko ialah orang yang sering menyentuh binatang atau air,
lumpur, tanah, dan tanaman yang telah dicemari air kencing binatang yang
terkontaminasi leptospirosis. Beberapa pekerjaan yang berisiko seperti petani sawah,
pekerja pejagalan, peternak, pekerja tambang, industri perikanan, serta petani tebu dan
pisang. Dokter hewan maupun staf laboratorium yang kontak dengan kultur
leptospirosis juga memiliki risiko terpapar leptospirosis. Beberapa kegemaran yang
bersentuhan dengan air atau tanah yang tercemar juga bisa menularkan leptospirosis,
seperti berkemah, berkebun, berkelana di hutan, berakit di air berjeram, dan olahraga air
lainnya (Priyanto et al, 2008). Meskipun leptospirosis sering dianggap sebagai penyakit
pedesaan, orang yang tinggal di kota juga dapat terkena, tergantung pada kondisi hidup
dan tingkat kebersihan baik di rumah maupun lingkungan terdekatnya. Wabah
leptospirosis telah dilaporkan mengikuti terjadinya bencana alam seperti banjir dan
badai (Terpstra et al, 2003; Setadi et al, 2013).

Gambar 2.1 Faktor risiko penyebaran leptospira.


Sumber: Garcia LS dan Isenberg HD, 2010.
2.5 Patofisiologi
Leptospira dapat masuk melalui luka di kulit atau menembus jaringan mukosa
seperti konjungtiva, nasofaring, dan vagina kemudian masuk ke dalam darah,
berkembang biak, dan menyebar ke jaringan tubuh. Leptospira juga dapat menembus
jaringan seperti ruang depan mata dan ruang subarakhnoid tanpa menimbulkan reaksi
peradangan yang berarti (Soedarma et al, 2008; Jawetz et al, 2010). Tubuh manusia
akan memberikan respon imunologik, baik secara selular maupun humoral. Leptospira
berkembang biak terutama di ginjal (tubulus konvoluta), serta akan bertahan dan
diekskresi melalui urin. Leptospira dapat berada di urin sekitar 8 hari setelah infeksi
hingga bertahun-tahun.
Setelah fase leptospiremia (4-7 hari), leptospira hanya dijumpai pada jaringan
ginjal dan mata. Pada fase ini, leptospira melepaskan toksin yang menyebabkan
gangguan pada beberapa organ (Jawtz et al, 2010). Beberapa penemuan menegaskan
bahwa leptospira yang lisis dapat mengeluarkan enzim, toksin, atau metabolit lain yang
dapat menimbulkan gejala-gejala klinis. Hemolisis dapat terjadi karena hemolisin yang
bersirkulasi diserap oleh eritrosit sehingga eritrosit tersebut lisis, walaupun di dalam
darah sudah terdapat antibodi. Diatesis perdarahan umumnya terbatas pada kulit dan
mukosa, tetapi pada keadaan tertentu terjadi perdarahan saluran cerna atau organ vital
yang dapat menyebabkan kematian (Soedarma et al, 2008). Setiap organ penting dapat
terkena dan antigen leptospira dapat dideteksi pada jaringan yang terkena.
Gejala fase awal ditimbulkan karena kerusakan jaringan akibat leptospira,
sedangkan gejala fase kedua timbul akibat respons imun pejamu. Beberapa organ yang
mengalami gangguan akibat toksin leptospira ialah ginjal, mata, hati, otot rangka,
pembuluh darah dan jantung. Bila leptospira masuk ke dalam cairan serebrospinal
(CSS) kemudian ke selaput otak, dapat menyebabkan meningitis yang merupakan
komplikasi neurologik tersering dari leptospirosis (Jawetz et al, 2010; Gracia &
Isenberg, 2010; Chaparro & Montoya, 2001). Leptospira termasuk kuman nefrofilik
yang dapat menyerang seluruh bagian ginjal secara invasi langsung. Nefritis interstisial
dengan infiltrasi sel mononuklear dapat terjadi tanpa adanya gangguan fungsi ginjal.
Selanjutnya pasien dapat mengalami nekrosis tubuler, yang dapat menyebabkan
komplikasi acute kidney injury (AKI), disebut juga sindrom pseudohepatorenal. Pada
tahap tersebut, pasien dianjurkan menjalani dialysis (Chaparro & Montoya, 2001;
Speelman, 2008). AKI merupakan penyebab kematian yang penting pada leptospirosis.
Pada kasus yang meninggal minggu pertama perjalanan penyakit, terlihat
pembengkakan atau nekrosis sel epitel tubulus ginjal. Pada kasus yang meninggal
minggu ke-2 terlihat banyak fokus nekrosis pada epitel tubulus ginjal, sedangkan yang
meninggal setelah minggu ketiga ditemukan sel radang yang menginfiltrasi seluruh
ginjal (Soedarma et al, 2008). Faktor-faktor yang dapat mengarahkan prognosis kurang
baik ialah adanya oliguri/anuri yang berlangsung lama, blood ureum nitrogen
(BUN) selalu meningkat > 60 mg%/24 jam, rasio ureum urin : darah tidak meningkat.
Hemodialisis tidak lebih menguntungkan untuk terapi pengganti pada AKI akibat
leptospirosis dibandingkan dialisis peritoneal bila telah ada indikasi. Pada leptospirosis
dengan AKI disamping dapat mengoreksi kelainan biokimiawi akibat AKI, dialisis
peritoneal juga dapat mengeluarkan bahan-bahan toksik akibat penurunan fungsi hati.
Pemeriksaan mikroskop elektron pada AKI dengan oliguri memperlihatkan adanya
gambaran obstruksi dan nekrosis tubulus, endapan komplemen pada membran basalis
glomerulus dan infiltrasi sel radang pada jaringan interstisialis (Speelman, 2008).
Leptospira juga ditemukan di antara sel-sel parenkim hati. Leptospirosis dapat
menyebabkan infiltrasi sel limfosit dan proliferasi sel Kupffer disertai kolestasis, yang
mengakibatkan gejala ikterus. Keterlibatan organ hati pada leptospirosis berat dapat
dilihat dari kadar bilirubin yang tinggi dan membutuhkan berminggu-minggu untuk
dapat kembali pada kadar normal. Dapat terjadi peningkatan sedang kadar transaminase
dan peningkatan ringan kadar alkali fosfatase. Kerusakan parenkim hati disebabkan
antara lain karena penurunan hepatic flow dan toksin yang dilepaskan oleh leptospira.
Leptospirosis berat dapat menyebabkan pankreatitis akut, ditandai dengan peningkatan
kadar amilase dan lipase serta keluhan nyeri perut (Speelman, 2008). Gejala patologik
yang selalu ditemukan ialah vaskulitis kapiler berupa edema endotel, nekrosis, disertai
invasi limfosit akibat endotoksin yang dikeluarkan oleh leptospira pada semua organ
yang terkena. Vaskulitis menimbulkan petekie, perdarahan intraparenkim, dan
perdarahan pada lapisan mukosa dan serosa yang dapat berujung pada terjadinya
hipovolemia dan renjatan. Dapat ditemukan trombositopenia dan masa protrombin
kadang-kadang memanjang yang tidak dapat diperbaiki dengan pemberian vitamin K.
Pada jantung dapat ditemukan petekie endokardium, edema interstisial miokard, dan
arteritis koroner (Spellman, 2008; Steele, 2009).
Terjadinya ikterik pada leptospirosis disebabkan oleh beberapa hal, antara lain
karena kerusakan sel hati, gangguan fungsi ginjal yang akan menurunkan ekskresi
bilirubin sehingga meningkatkan kadar bilirubin darah, terjadinya perdarahan pada
jaringan dan hemolisis intravaskuler yang meningkatkan kadar bilirubin, serta
proliferasi sel Kupffer sehingga terjadi kolestatik intra-hepatik (Spellman, 2008; Steele,
2009). Gejala pada paru bervariasi, mulai dari batuk, dispneu, dan hemoptisis sampai
dengan acute respiratory distress syndrome (ARDS) dan severe pulmonary
haemorrhage syndrome (SPHS). Kelainannya dapat berupa kongesti septum paru,
perdarahan multifokal, dan infiltrasi sel mononuklear. Perdarahan dapat terjadi pada
pleura, alveoli, dan trakeobronkial. Efusi pleura mungkin juga dapat terjadi. Gambaran
infiltrat biasanya dapat terlihat pada daerah intra-alveolar dan perdarahan interstisial.
Baik infiltrat alveolar maupun dispneu merupakan indikator yang buruk pada
leptospirosis berat (Chaparro & Montoya, 2001; Speelman, 2008). Pada otot rangka
dapat terjadi nekrosis lokal dan vakuolisasi. Leptospira juga dapat masuk ke ruang
anterior mata dan menyebabkan uveitis.

2.6 WOC (dilampirkan)

2.7 Tanda dan Gejala


Karakteristik perjalanan penyakit leptospirosis ialah bifasik.2 Masa inkubasi
leptospirosis berkisar 2-26 hari, dengan rata-rata 10 hari. Leptospirosis mempunyai dua
fase penyakit yang khas yaitu (Soedarma et al, 2008; Chaparro & Montoya, 2001;
Speelman, 2008):
1. Fase leptospiremia: leptospira dapat dijumpai dalam darah. Gejala ditandai
dengan nyeri kepala daerah frontal, nyeri otot betis, paha, pinggang terutama
saat ditekan. Gejala ini diikuti hiperestesi kulit, demam tinggi, menggigil, mual,
diare, bahkan penurunan kesadaran. Pada sakit berat dapat ditemui bradikardia
dan ikterus (50%). Pada sebagian penderita dapat ditemui fotofobia, rash,
urtikaria kulit, splenomegali, hepatomegali, dan limfadenopati. Gejala ini terjadi
saat hari ke 4-7. Jika pasien ditangani secara baik, suhu tubuh akan kembali
normal dan organ-organ yang terlibat akan membaik. Manifestasi klinik akan
berkurang bersamaan dengan berhentinya proliferasi organisme di dalam darah.
Fungsi organ-organ ini akan pulih 3-6 minggu setelah perawatan. Pada keadaan
sakit lebih berat, demam turun setelah hari ke7 diikuti fase bebas demam 1-3
hari, lalu demam kembali. Keadaan ini disebut sebagai fase kedua atau fase
imun.
2. Fase imun: berlangsung 4-30 hari, ditandai dengan peningkatan titer antibodi,
demam hingga 40°C disertai mengigil dan kelemahan umum. Pada leher, perut,
dan otot kaki dijumpai rasa nyeri. Perdarahan paling jelas saat fase ikterik
dimana dapat ditemukan purpura, petekie, epistaksis, dan perdarahan gusi.
Conjuntival injection dan conjungtival suffusion dengan ikterus merupakan
tanda patognomonik untuk leptospirosis. Meningitis, gangguan hati dan
gangguan ginjal akan mencapai puncaknya pada fase ini. Pada fase ini juga
terjadi leptospiuria yang dapat berlangsung 1 minggu sampai 1 bulan.

Secara garis besar, manifestasi klinis leptospirosis dapat dibagi menjadi


leptospirosis anikterik pada sekitar 85%-90% kasus dan leptospirosis ikterik
(sindroma Weil) pada kurang lebih 10% kasus (Soedarma et al, 2008; Speelman,
2008).

2.8 Kriteria dan Gejala Klinis


Terdapat tiga kriteria yang ditetapkan dalam mendefinisikan kasus
Leptospirosis, yaitu:
1. Kasus suspek : Demam akut dengan atau tanpa sakit kepala, disertai
nyeri otot, lemah (malaise), conjungtival suffusion, dan riwayat terpapar dengan
lingkungan yang terkontaminasi atau aktifitas yang merupakan faktor risiko
leptospirosis dalam kurun waktu 2 minggu.
2. Kasus probable : Dinyatakan probable disaat kasus suspek memiliki dua
gejala klinis di antara berikut: nyeri betis, ikterus, manifestasi pendarahan,
sesak nafas, oliguria atau anuria, aritmia jantung, batuk dengan atau tanpa
hemoptisis, dan ruam kulit. Selain itu, memiliki gambaran laboratorium:
trombositopenia <100.000 sel/mm3, leukositosis dengan neutrofil >80%,
kenaikan jumlah bilirubin total >2 g% atau peningkatan SGPT, amilase,
lipase, dan creatine phosphokinase (CPK), penggunaan rapid diagnostic test
(RDT) untuk mendeteksi IgM anti-leptospira.
3. Kasus konfirmasi : Dinyatakan sebagai kasus konfirmasi saat kasus
probable disertai salah satu dari: isolasi bakteri Leptospira dari spesimen klinik,
hasil polymerase chain reaction (PCR) positif, dan serokonversi macroscopic
agglutination test (MAT) dari negatif menjadi positif.

2.9 Penatalaksanaan
Medikamentosa

Pengobatan dengan antibiotik yang efektif harus dimulai segera setelah diduga

diagnosis leptospirosis, sebaiknya sebelum hari ke-5 setelah onset penyakit. Umumnya

dokter mengobati dengan antibiotik tanpa menunggu timbulnya penyakit. Uji serologik

tidak menjadi positif sampai sekitar seminggu setelah onset penyakit, dan kultur tidak

dapat menjadi positif selama beberapa minggu (Speck & Toltziis, 2000). Kesulitan

melihat hasil pengobatan ialah bahwa umumnya leptospira merupakan penyakit self

limiting dengan prognosis yang cukup baik (Soedarma et al, 2008). Kasus leptospirosis

berat harus diberikan penisilin dosis tinggi IV (benzylpenicillin IV 30 mg/kg, maksimal

1,2 g, per 6 jam selama 5-7 hari). Kasus yang lebih ringan dapat diobati dengan

antibiotik oral seperti amoksisilin, ampisilin, doksisiklin (2 mg/kg, maksimal 100 mg,

setiap 12 jam selama 5-7 hari), atau eritromisin. Sefalosporin generasi ketiga, seperti

ceftriaxone dan cefotaxime, dan kuinolon juga efektif. Reaksi Jarisch Herxheimer dapat

terjadi setelah pengobatan penisilin. Kularatne et al.15 di Sri Langka melaporkan bahwa
pemberian metilprednisolon 500 mg IV selama 3 hari pada pasien leptospirosis berat

dengan angka kematian 16 orang dari total 149 orang (10,7%) dibandingkan tanpa

pemberian metil prednisolon dengan angka kematian 17/78 (21,8%) dengan P < 0,025.

LAMPIRAN 2

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.DS


DENGAN DIAGNOSA MEDIS WEIL SYNDROME
DIAGNOSA KEPERAWATAN KEKURANGAN ELIMINASI CAIRAN
DI RUANG ROSELLA I
TANGGAL 11 FEBRUARI – 19 FEBRUARI 2019

PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Identitas
a. Identitas Pasien
Nama : Tn. DS
Umur : 37 tahun
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : Kawin
Pendidikan : Sekolah Menengah Atas (SMA)
Pekerjaan : Swasta
Suku Bangsa : Indonesia
Alamat : Dusun Samput RT 10 RW 02 Gresik
Tanggal Masuk : 10 Februari 2019
Tanggal Pengkajian : 11 Februari 2019
No. Register : 12.73 1x xx xx
Diagnosa Medis : Weil Disease + Sepsis MODS (Multi Organ Disfungtion
Syndrome) + Hypovolemia + Hypoalbumin

b. Identitas Penanggung Jawab


Nama : Ny. FR
Umur : 27 tahun
Hub. Dengan Pasien : Istri
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Dusun Sumput RT 10 RW 02 Gresik

2. Status Kesehatan
e. Status Kesehatan Saat Ini
1) Keluhan Utama (Saat MRS dan saat ini)
Saat MRS :Tn. DS datang ke IGD RSUD Dr. Soetomo setelah dirujuk dari
RSU Wiyung dengan syok sepsis dan MODS. Klien mengeluh mual dan kedua lutut
terasa nyeri. Keadaan umum lemah serta mata dan seluruh tubuh tampak kuning
(ikterus). Riwayat penyakit sebelumnya, klien dikeluhkan demam sejak 1 minggu yang
lalu sebelum MRS (02-02-2019) berturut-turut. Demam naik turun dengan kisaran suhu
selalu diatas 38⁰C, dan klien hanya diberikan kompres dan minum decolgen
(paracetamol) yang dibeli di warung. Demam diikuti mual dan penurunan nafsu makan.
Tn. DS juga mengatakan jarang BAK sejak 1 hari sebelum MRS. Istri klien mengatakan
ada riwayat banjir dirumah dan klien juga memiliki kebiasaan memelihara dan selalu
kontak dengan ayam dan burung dirumah. Lingkungan sekiar rumah juga terdapat
saluran air yang tersumbat dan tidak jarang banyak tikus yang berkeliaran di sekitar
rumah.
Saat ini : Tn. DS mengeluh badannya lemas, lelah dan merasa haus. Tn.
DS juga mengatakan mual, merasa tidak nyaman karena gerah hingga sulit tidur.

2) Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya


Istri klien mengatakan sudah menaruh kipas angin di dekat klien untuk
mengurangi panas yang dirasakan pasien. Selain itu, jika Tn. DS mengeluh lelah dan
nyeri pada kedua kakinya, istri klien juga sering memijat-mijat kedua kaki yang
dirasakan pegal.

f. Status Kesehatan Masa Lalu


1) Penyakit yang pernah dialami : Istri Tn. DS mengatakan klien tidak
menderita penyakit apapun sebelumnya. Riwayat Diabetes Melitus, Hipertensi
ataupun riwayat penyakit kuning sebelumnya disangkal.
Pernah dirawat : Tn. DS pernah dirawat di RSU Wiyung
dengan syok sepsis dan MODS sebelum akhirnya dirujuk ke RSUD Dr.
Soetomo.
Alergi : Tn. DS tidak memiliki alergi terhadap
makanan atau obat-obatan dalam bentuk apapun.
2) Kebiasaan (merokok/kopi/alkohol dll) : Istri klien mengatakan Tn.DS
memiliki kebiasaan mengkonsumsi kopi, dimana dalam sehari klien mampu
meminum 4-5 cangkir kopi hitam. Tn. DS juga memiliki kebiasaan begadang,
dengan mampu hanya tidur 2-3 jam saja. Tn.DS juga memiliki riwayat merokok
aktif.
3) Riwayat Penyakit Keluarga : Istri Tn. DS mengatakan tidak ada
riwayat penyakit keturunan ataupun penyakit infeksi yang dimiliki oleh keluarga
terdekat.
4) Diagnosa Medis dan terapi
Diagnosa : Weil Disease + Sepsis MODS + Hypoalbumin + Hypovolemia
Terapi :
1. Oksigen masker (Non-rebreathing Mask) 6-8 lpm
2. Diet TKTP lunak 2100 kkal/hari ekstra putih telur
3. Infus cairan NaCl 0,9% 1500 cc/24 jam
4. Infus cairan Kalbumin 500 cc/24 jam
5. Injeksi Ranitidin 2x50mg intravena
6. Injeksi Cefriaxone 1x1gram intravena
7. Sistenol (paracetamol) 3x1 tablet, bila nyeri
8. N-asetilsystein 200 mg tiap 8 jam
9. UDCA (Ursodeoxycholic Acid) 1 tablet tiap 8 jam
10. Curcuma 1 tablet tiap 8 jam

3. Pola Kebutuhan Dasar ( Data Bio-psiko-sosio-kultural-spiritual)


a. Pola Bernapas
 Sebelum sakit :
Tn. DS tidak memiliki keluhan masalah pada pernapasan walaupun memiliki
kebiasaan merokok aktif. Tn. DS tidak ada sesak napas ataupun batuk. Riwayat
penyakit pernapasan (sesak napas, pneumonia, atau TB paru) disangkal.
 Saat sakit :
Tn. DS terpasang oksigen dengan Non-rebreathing Mask (NRM) 6-8 lpm.
Respiration Rate 25x/menit dan disertai penggunaan otot bantu pernapasan
sesekali. Tn.DS mengeluh pada awalnya sesak namun setelah diberikan masker
sudah lebih baik, walaupun masih terasa tidak nyaman karena “engap” sesekali.
Tidak ada keluhan batuk ataudahat yang menyumbat.
b. Pola makan-minum
 Sebelum sakit :
Istri klien mengatakan Tn. DS memiliki berat badan rata-rata 53-55 kg dengan
tinggi badan 158 cm. Tn DS memiliki kebiasaan makan yang tidak teratur,
frekuensi makan rata-rata 2x sehari dan sangat jarang makan sayuran dan buah.
Tidak ada masalah selama sebelum sakit, baik mual atau muntah atau .Tn.DS
juga memiliki kebiasaan jarang minum air putih, dalam sehari rata-rata hanya 3-
4 gelas dalam sehari. Istri klien mengatakan Tn.DS lebih suka minum kopi atau
minuman bersoda.
 Saat sakit :
Tn. DS saat ini mengeluh mual dan pahit saat menelan. Istri klien mengatakan
Tn. DS sering tidak berminat makan. Tn. DS mau makan 3x kali sehari sesuai
jadwal makan terapi diet TKTP dan ekstra putih telur, namun hanya klien mau
makan 3-5 sendok makan dari porsi yang diberikan. Istri klien juga
mengeluhkan Tn. DS sangat jarang minum, sejak kemarin klien hanya
menghabiskan 1 botol air mineral sedang (±600ml). BB klien saat ini adalah ±50
kg. Saat pengkajian, Tn. DS sudah selesai makan dan hanya menghabiskan nasi
±¼ bagian dan putih telur serta menghabiskan minum ±½ botol air mineral
sedang.
g. Pola Eliminasi
 Sebelum sakit :
Tn. DS mengatakan tidak memiliki masalah buang air. Klien mampu buang air
kecil secara spontan dengan frekuensi 5-8x dalam sehari. Warnanya kekuningan
hingga jernih dan bau khas. Tidak ada keluhan nyeri saat buang air kecil atau
besar. Riwayat penyakit terkait buang air kecil (batu ginjal, kencing berdarah,
dll) disangkal. Tn. DS mengatakan biasa melakukan buang air besar 1 kali
sehari, dan tidak ada masalah yang dikeluhkan baik BAB berdarah atau diare.
 Saat sakit :
Klien terpasang chateter urine sejak tadi pagi (11-02-2019, pukul 08.00). Tn. DS
mengeluh tidak nyaman karena selang yang digunakan membatasi geraknya.
Istri klien mengatakan kencing Tn. DS sangat sedikit sejak sehari sebelum MRS
(09-02-2019). Hingga kemarin (10-2-2019), selama dari pagi hingga malam
hanya kencing 2 kali saja menggunakan pispot urinal, sangat sedikit dan
berwarna seperti the. Saat pengkajian (pukul 13.00), didapatkan Tn. DS
menggunakan chateter urine folley chateter 18 Fr dan dengan irigasi NaCl 0,9%,
penggunaan hari ke-1. Volume urine terdapat ±100 ml (pukul 08.00-13.00).
Produksi urine ±17-20ml/jam (normal 50ml/jam). Warna urine kuning
kecoklatan (seperti teh). Hasil pemeriksaan labolatorium terakhir (urine lengkap
tgl 10-2-2019): Berat jenis urine 1,013; protein urine +1; nitrit -; dan bilirubin
urine +3. Istri klien mengatakan Tn. DS tetap BAB 1x sehari. Keadaan normal,
padat, warna coklat gelap dan tidak ada keluhan BAB berdarah sebelum atau
sesudah sakit. Tidak ada keluhan diare atau nyeri perut yang berlebihan baik
sebelum atau sesudah sakit.
h. Pola Aktifitas dan Latihan
 Sebelum sakit :
Tn. DS mampu beraktifitas dengan normal (tidak ada keluhan/masalah) sehari-
hari. Tn. DS mampu melakukan aktifitas toileting, makan minum, berpakaian,
berjalan dan mobilisasi secara mandiri.
 Saat sakit :
Saat pengkajian Tn. DS mengeluh badannya lemas dan lelah karena hanya
berbaring saja sejak kemarin. Tn. DS juga mengeluh pegal-pegal pada seluruh
badan, nyeri pada kedua lutut dan pahanya. Nyeri dirasakan seperti pegal-pegal,
nyeri datang hilang dan timbul dan skala nyeri 3. Semua aktifitas Tn. DS seperti
toileting, makan minum, berpakaian dan mobilisasi dibantu oleh istri.
i. Pola Istirahat dan Tidur
 Sebelum sakit :
Tn. DS memiliki kebiasaan begadang. Istri klien mengatakan bahwa kebiasaan
ini cukup ekstrim dimana klien mampu tidur 2-3 jam saja dalam sehari. Tn. DS
juga memiliki pekerjaan yang tidak menentu sehingga jika sedang bekerja,
waktu bekerja bisa sejak pagi sampai sore, namun klien tetap bisa begadang. Tn.
DS mengatakan bahwa ia hanya bisa tidur jika menjelang waktu subuh saja.
 Saat sakit :
Saat pengkajian Tn. DS mengeluh mengantuk, tidak nyaman dan sulit tidur
selama di rumah sakit, karena suasana ruangan yang panas dan gaduh. Tn DS
juga mengakan pusing karena tidak pernah minum kopi lagi sejak sakit. Klien
tidak biasa beristirahat dengan puas sejak pagi hingga siang hari karena
kunjungan dokter atau petugas kesehatan untuk memberikan obat atau makanan.
Istri klien mengatakan pada malam hari Tn. DS juga sering terbangun karena
nyeri yang dirasakan pada kedua lutut dan pahanya. Nyeri dirasakan seperti
pegal-pegal, nyeri datang hilang dan timbul dan skala nyeri 3. Istri klien hanya
bisa memijat-mijat bagian yang dirasakan sakit untuk memberikan rasa nyaman
dan bisa kembali tidur.
j. Pola Berpakaian
 Sebelum sakit :
Tn. DS mampu melakukan aktifitas mandi dan berpakaian secara mandiri.
Pakaian selalu diganti setiap hari jika sudah tidak nyaman, kotor atau
berkeringat.
 Saat sakit :
Istri klien mengatakan sejak MRS (10-02-2019) Tn. DS hanya diseka dengan
waslap saja sore hari dan tidak mau diganti bajunya karena klien mengeluh
lemas dan malas untuk berpindah.
k. Pola Rasa Nyaman
 Sebelum sakit :
Tn. DS mengatakan tidak memiliki masalah kenyamanan selama sebelum sakit.
 Saat sakit :
Saat pengkajian Tn. DS mengeluh lemas, tidak nyaman karena kepanasan atau
gerah sehingga sulit tidur. Tn. DS juga mengeluh mual dan lelah karena pegal-
pegal seluruh tubuh. Istri klien mengatakan bahwa kadang-kadang Tn. DS
mengeluh dan kesal karena tidak bisa tidur akibat nyeri pada kedua lutut dan
paha yang dirasakan. Nyeri dirasakan seperti pegal-pegal, nyeri datang hilang
dan timbul dan skala nyeri 2. Saat pengkajian terlihat Tn. DS sering gelisah
sambil terus memegang masker oksigennya.
l. Pola Aman
 Sebelum sakit :
Tn. DS tidak memiliki keluhan pada rasa aman dan merasa aman bersama
keluarga tinggal dirumah.
 Saat sakit :
Saat pengkajian Tn. DS mengatakan sering khawatir jika ditinggal oleh istrinya.
Selain itu, klien juga merasa khawatir karena suasana RS yang ramai dan gaduh.
Istri klien mengatakan bahwa ia sering meninggalkan klien untuk mengambil
obat atau mengurus administrasi.
m. Pola Kebersihan Diri
 Sebelum sakit :
Tn. DS mengatakan selalu menjaga kebersihan diri dengan mandi 2x sehari,
gosok gigi dan keramas secara teratur. Semua kegiatan dilakukan secara mandiri
dan tanpa bantuan orang lain.
 Saat sakit :
Istri Tn. DS mengatakan bahwa Tn. DS belum mandi atau keramas, sejak
kemarin klien hanya diseka dengan waslap saja sore hari dan tidak mau diganti
bajunya. Saat pengkajian rambut Tn. DS terlihat berminyak, kulit kotor, dan
kulit berwarna kekuningan dan sesekali tercium bau badan.

n. Pola Komunikasi
 Sebelum sakit :
Tn. DS biasa berkomunikasi dengan orang terdekat (istri dan keluarga) dan tidak
memiliki hambatan. Tn. DS juga biasa berkomukasi dan bersosialisasi dengan
tetangga sekitar rumah dengan baik.
 Saat sakit :
Istri klien mengatakan suaminya bisa berbicara dengan baik, namun perlu sering
dikonfirmasi dan agak mendekat karena Tn. DS menggunakan masker oksigen.
Saat pengkajian, Tn. DS mampu berkomunikasi dengan baik dengan perawat
dibantu dengan istrinya.
o. Pola Beribadah
 Sebelum sakit :
Tn. DS mengatakan beragama Islam dan selalu melalukan ibadah shalat di
rumah dan masjid yang berada disekitar rumah.
 Saat sakit :
Pola beribadah tidak dikaji secara mendalam. Istri Tn. DS mengatakan bahwa
selama sakit suaminya sesekali mengucap doa pendek sebelum mencoba untuk
beritirahat.

p. Pola Produktifitas
 Sebelum sakit :
Tn. DS berperan sebagai kepala keluarga. Pekerjaan klien adalah karyawan
swasta.
 Saat sakit :
Tn. DS tidak bisa menjalankan tugasnya sebagai kepala keluarga ataupun
menjalankan pekerjaannya.
q. Pola Rekreasi
 Sebelum sakit :
Istri klien mengatakan Tn. DS biasa menghibur diri dengan menghabiskan waktu
dengan binatang peliharaannya berupa burung dan ayam dan biasa
menghabiskan waktu seharian untuk mengurus bianatang peliharaannya jika
sudah libur.
 Saat sakit :
Saat pengkajian, Tn. DS lebih sering menghabiskan waktu untuk berusaha
beristirahat atau mengobrol dengan istrinya.
r. Pola Kebutuhan Belajar
 Sebelum sakit :
Tn. DS biasa mengdapatkan informasi melalui televisi atau bersosialisasi dengan
ornag-orang sekitar lingkungan tempat tinggal atau kerjanya.
 Saat sakit :
Tn. DS mengatakan informasi terkait terapi perawatan atau pengobatan yang
diterima melalui petugas yang datang atau dari istri. Saat pengkajian istri Tn. DS
selalu mendampingi untuk menjelaskan kembali kepada Tn. DS terkait
pemeriksaan atau terapi yang diberikan, misalnya informasi tekanan darah dan
suhu tubuh pasien saat ini.

4. Pengkajian Fisik
a. Keadaan umum :
Tingkat kesadaran : komposmetis
GCS : verbal: 5Psikomotor:6 Mata : 4
b. Tanda-tanda Vital :
Nadi = 93x/menit, nadi teraba lemah dan cepat
Suhu = 37,8 ⁰C
TD = 100/80x/ menit
RR = 25x/ menit terpasang NRM 6-8 lpm
SaO2 = 98%

c. Keadaan fisik
1) Kepala dan leher :
Kepala : Bentuk kepala bulat; rambut berwarna hitam, keadaan
berminyak, dan kotor berketombe; tidak ada luka atau nyeri tekan pada area
wajah dan kepala.
Mata : simetris kanan dan kiri, pupil isokor, konjungtiva anemis, sclera
ikterik, mata cekung dan lingkaran bawah mata menghitam, keadaan berair.
Hidung : Bentuk simetris, tidak ada polip, bersih, dan terpasang masker
oksigen (NRM 6-8 lpm).
Mulut : Mukosa bibir kering, gigi bersih.
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar thyroid/ distensi vena jugularis.
2) Dada :
 Paru :
Inspeksi : pengembangan dada simetris, ada penggunaan otot bantu
pernapasan.
Palpasi : vocal premitus kanan dan kiri sama.
Perkusi : tidak terkaji.
Auskultasi : vesikuler, irama napas tidak teratur (ekspirasi panjang).
 Jantung
Tidak tampak ictus cordis, terdengar suara jantung I dan II normal.
3) Payudara dan ketiak :
Payudara dan ketiak tidak terkaji.
4) Abdomen :
Tidak ada tanda pembesaran abdomen, bising usus 16x menit, tidak ada nyeri
tekan atau luka pada seluruh area abdomen.
5) Genetalia :
Keadaan kebersihan tidak terkaji. Klien terpasang folley chateter urine 18 Fr
sejak tadi pagi (11-2-2019).
6) Integumen :
Turgor kulit kering dan lambat pada area jari (>2 detik). Keadaan seluruh tubuh
menguning (ikterik), tidak ada luka pada bagian tubuh.
7) Ekstremitas :
 Atas : bentuk simertris, tidak edema, teraba hangat, tidak ada kelainan
masalah dalam fungsi, terpasang IV chateter pada tangan kanan infus NaCl 0,9%
21 tetes permenit.
 Bawah : bentuk simetris, terdapat edema pada kedua kaki. tidak ada
perlukaan pada ekstremitas bawah.
8) Neurologis :
 Status mental dan emosi :
Selama pengkajian TN. DS tidak menunjukkan tanda penurunan kesadaran. Tn.
DS dalam keadaaan sadar penuh (compos mentis) serta tidak ada gangguan
emosi terkait.
 Pengkajian saraf kranial :
Tidak ada keluhan mengenai persyarafan atau peningatakan tekanan intra
kranial.
 Pemeriksaan refleks :
Tidak terkaji, pasien dalam keadaan bedrest.
d. Pemeriksaan Penunjang
1. Data laboratorium yang berhubungan
Pemeriksaan kimia klinik dan darah (10-02-2019)
RINCIAN HASIL NILAI RUJUKAN
KIMIA KLINIK
Kreatinin serum 5,29 mg/dL 0,50-1,20
BUN 87 mg/dL 10-20
SGOT 101 U/L <41
SGPT 45 U/L L = 0-50
P = 0-35
Albumin 2,51 g/dL 3,40-5,00
Total Bilirubin 19,91 mg/dL 0,2-1,00
Bilirubin Direk 14,24 mg/dL <0,20
HEMATOLOGI
WBC 26,71 x103/μL 3,37-10,0
RBC 4,00 x106/μL 3,60-5,46
HGB 11,2 g/dL L = 13,3-16,6
P = 11,0-14,7
HCT 35,0 % L = 41,3-52,1
P = 35,2-46,7
PLT 86 x103/μL 150-450

Pemeriksaan urine lengkap (10-02-2019)


RINCIAN HASIL NILAI RUJUKAN
URINE
Berat jenis 1,013 1,003-1,030
pH 5,0 4,5-8,0
Lekosit +/- Negatif
Nitrit Negatif Negatif
Protein 1+ Negatif
Glukosa Negatif Negatif
Keton Negatif Negatif
Urobilinogen 1,0 mg/dL <1,0
Bilirubin 3+ Negatif
Warna Dark Yellow
Kejernihan Cloudy
Eritrosit (darah) 2+ Negatif
Albumin : CREAT (A;C) 150 mg/g <30 mg/g
Protein : CREAT (P:C) ≥1500 <50 mg/g

2. Pemeriksaan radiologi
USG Abdomen :
Chronic parenchimal liver disease
Cholecytistis, kesan sub acute
Chronic parenchymal kidney disease bilateral.
3. Hasil konsultasi
tidak ada
5. ANALISA DATA
NO Data Interpretasi Masalah
1 DS : Bakteri leptospira Kekurangan
Tn. DS mengatakan bahwa badannyalemas, lelah dan masuk ke tubuh volume cairan
merasa haus. Istri klien mengatakan kencing Tn. DS ↓ (00027)
sedikit sejak sehari sebelum MRS (09-02-2019). Menuju organ dan Domain 2:
DO : mengeluarkan nutrisi
- Pemeriksaan Fisik :Mata cekung, sclera ikterik, toksin Kelas 5 : Hidrasi
mukosa bibir kering, turgor kulit kering dan ↓
lambat pada area jari-jari dan terdapat edema Aglutinin gagal
pada kedua ekstremitas bawah. membunuh kuman
- Tanda vital : nadi = 93x/menit, nadi teraba ↓
lemah dan cepat, tekanan darah = Vaskulitis
100/80x/menit; RR=25x/menit; suhu=37,8⁰C; ↓
status compos mentis. Permeabilitas
- Tn. DS menggunakan chateter urine dengan kapiler terganggu
folley chateter 18 Fr dan dengan irigasi NaCl (meningkat)
0,9%, penggunaan hari ke-1. Volume urinebag ↓
terdapat ±100 ml (pukul 10.00). Warna urine Kebocoran cairan
kuning kecoklatan (seperti teh). plasma
- Hasil pemeriksaan labolatorium terakhir : Berat ↓
jenis urine 1,013; protein urine +1; nitrit -; dan Sirkulasi mikro
bilirubin urine +3. vaskular terganggu
- Saat pengkajian, Tn. DS menghabiskan minum ↓
±½ botol air mineral sedang (±300ml). Tekanan osmotic
- terapi cairan infus : infuse NaCl 0,9% menurun
1500cc/24 jam dan Kalbumin 500cc/24 jam ↓
Edema

Ginjal tidak mampu
berkompensasi

poliuria (+ intake
tidak adekuat) ↓

Kekurangan
volume cairan
2 DS : Bakteri leptospira Gangguan rasa
Tn. DS mengeluh lemas, tidak nyaman karena masuk ke tubuh nyaman (00214)
kepanasan atau gerah sehingga sulit tidur. Tn. DS ↓ Domain 12 :
juga mengeluh mual dan lelah karena pegal-pegal Menuju organ dan Kenyamanan
seluruh tubuh. Istri klien mengatakan bahwa kadang- mengeluarkan Kelas 1 :
kadang Tn. DS mengeluh dan kesal karena tidak bisa toksin Kenyamanan
tidur akibat nyeri pada kedua lutut dan paha yang ↓ Fisik
dirasakan. Nyeri dirasakan seperti pegal-pegal, nyeri Invasi otot skeletal
datang hilang dan timbul dan skala nyeri 3. ↓
DO : Terbentuk antigen
- Saat pengkajian Tn. DS sering gelisah sambil leptospira di otot
terus memegang masker oksigennya. ↓
- Klien terpasang chateter urine sejak tadi pagi Perubahan local
(11-02-2019). Tn. DS mengeluh tidak nyaman necrotis,
karena selang yang digunakan membatasi vaskulolisasi
geraknya. ↓
- Pemeriksaan Fisik : terdapat edema pada kedua Nyeri otot
ekstremitas bawah. ↓
- Tanda vital : nadi = 93x/menit, nadi teraba Kelemahan fisik
lemah dan cepat, tekanan darah = ↓
100/80x/menit; RR=25x/menit; suhu=37,8⁰C; Gangguan rasa
status compos mentis. nyaman
DIAGNOSA KEPERAWATAN/MASALAH KOLABORATIF BERDASARKAN PRIORITAS (NANDA)

TANGGAL / JAM TANGGAL


NO DIAGNOSA KEPERAWATAN Ttd
DITEMUKAN TERATASI
1 11-2-2019, Kekurangan Volume Cairan (00027) berhubungan dengan kegagalan mekanisme regulasi (AKI) 19-2-1019
pukul 08,00 ditandai dengan mengeluh lemah dan haus, frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah, turgor kulit
lambat pada bagian jari-jari, membran mukosa kering, volume urine menurun sejak (09-02-2019),
intake kurang dari 1500cc/hari, kelemahan.
2 11-2-2019, Gangguan rasa nyaman (00214) berhubungan dengan gejala penyakit ditandai dengan mengeluh 19-2-1019
pukul 08,00 tidak nyaman, nyeri, gelisah, mengeluh sulit tidur, mengeluh mual, mengeluh lelah, serta iritabilitas,
dan pola iliminasi berubah (penggunaan chateter urine).

DIAGNOSA KEPERAWATAN/MASALAH KOLABORATIF BERDASARKAN PRIORITAS (SDKI)

TANGGAL / JAM TANGGAL


NO DIAGNOSA KEPERAWATAN Ttd
DITEMUKAN TERATASI
1 11-2-2019, Hipovolemia (D.00023) berhubungan dengan kekurangan intake cairan ditandai dengan mengeluh 19-2-1019
pukul 08,00 lemah dan haus, frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah, turgor kulit lambat pada bagian jari-
jari, membran mukosa kering, volume urine menurun sejak (09-02-2019), intake kurang dari
1500cc/hari, kelemahan.
2 11-2-2019, Gangguan rasa nyaman (D.0074) berhubungan dengan gejala penyakit ditandai dengan mengeluh 19-2-1019
pukul 08,00 tidak nyaman, nyeri, gelisah, mengeluh sulit tidur, mengeluh mual, mengeluh lelah, serta iritabilitas,
dan pola iliminasi berubah (penggunaan chateter urine).
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Rencana Perawatan Ttd
Hari/ No
Tgl Dx Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

11-2-2019 1 NOC : NIC :


Keseimbangan cairan (0601) Manjemen Hipovolemi (4180)
Hidrasi (0602) 1. Monitor adanya tanda-tanda dehidrasi (misal. turgor
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam kulit buruk, capillary refill time terlambat, nadi
diharapan keseimbangan cairan terpenuhi dengan kriteria lemah/thread pulse, sangat haus, membran mukosa
hasil : kering dan penurunan urin output).
1. Klien menunjukkan status hidrasi yang baik 2. Monitor asupan (oral, enteral atau parenteral) dan
(misal turgor kulit elastis dan membran mukosa keluaran (muntah, urin output).
lembab) (060201 dan 060202). 3. Berikan asupan cairan oral (misal. berikan cairan
2. Klien menunjukkan tanda-tanda vital yang dengan makanan atau berikan cairan sesuai
normal (Tekanan darah = 100-130/70-80 mmHg; kemampuan klien).
Nadi = 60-80 x/menit; SaO2 = 97-100%; 4. Berikan cairan via intra vena isotonic yang diresepkan
RR=18-20x/menit). (misal. cairan normal saline atau lactated ringer) untuk
3. Klien menunjukkan keseimbangan cairan melaui rehidrasi ekstraseluler sesuai dengan intruksi
peningkatan intake cairan yang adekuat (oral pemberian cairan perkebutuhan klien.
atau parenteral) dan urine output sesuai dengan
intake. Manajemen Cairan (4120)
1. Monitor status hidrasi (misal. membrane mukosa
lembab, denyut nadi adekuat, dan tekanan darah
ortostatik).
2. Monitor tanda vital klien.
3. Motivasi klien untuk meningkatkan asupan oral (misal.
menerikan sedotan, minum disela-sela waktu makan,
memberikan sesekali jus buah).
11-2-2019 2 NOC : NIC:
Status Kenyamanan : Fisik (2010) Manajemen Nyeri (1400)
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam 1. Identifikasi nyeri secara komprehensif berupa lokasi,
diharapkan gangguan rasa nyaman teratasi dengan kriteria karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan intensitas
hasil : nyeri.
1. Klien menunjukkan nyeri otot berkurang dari 2. Anjurkan terapi non-farmakologi berupa thenik
skala 3 menjadi 0 (20101). relaksasi napas dalam, relaksasi sambil di pijat-pijat
2. Klien mampu melakukan kontrol terhadap ringan atau pemberian bantal dibawah bagian yang
gejala, misalnya : keluhan mual yang dirasakan tubuh yang dirasa nyeri untuk mengurangi nyeri.
dari skala cukup mengganggu (3) menjadi tidak
terganggu (5) (201001). Pengaturan Posisi (0840)
3. Klien mampu melakukan posisi yang nyaman 1. Monitor status oksigenasi sebelum dan sesudah
dengan dibantu atau mandiri (201004). melakukan pengaturan posisi.
4. Klien memakai baju yang nyaman (201005). 2. Atur posisi klien untuk meminimalkan sesak napas
5. Klien menyatakan nyaman setelah dilakukan (misal. semi fowler) dan jadwalkan perubahan posisi
perawatan pribadi dan kebersihan yang dibantu (misal 3 jam posisi fowler dan 3 jam berikutnya posisi
(201006). semi fowler dst untuk miring kiri dan kanan).
6. Klien menunjukkan tanda-tanda vital yang 3. Berikan bantal dengan nyaman dan posisikan dibawah
normal (Tekanan darah = 100-130/70-80 mmHg; leher dengan benar.
Nadi = 60-80 x/menit; SaO2 = 97-100%; 4. Motivasi pasien untuk melakukan perubahan posisi
RR=18-20x/menit). (misal. untuk menghindari pegal-pegal Bapak, sambil
7. Klien menunjukkan tanda sesak napas yang saya periksa tekanan darahnya coba Bapakgerakkan
berkurang ditunjukkan dengan penggunaan alat tangannya).
bantu napas dari NRM ke nasal kanul hingga 5. Diskusikan kepada keluarga untuk melakukan
tidak menggunakan alat bantu (201014). perubahan posisi teratur secara mandiri, serta
pemberian informasi pengaturan posisi yang baik
untuk mengurangi sesak.

Manajemen Lingkungan : Kenyamanan (6482):


1. Identifikasi sumber ketidaknyamanan yang bisa
dimodifikasi (misal. baju yang belum diganti, posisi
urine catheter atau seprai yang kusut).
2. Ganti seprai klien secara teratur tiap 2 hari sekali.
3. Ganti baju pasien setiap sehabis diseka/dimandikan.
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
TTD
Hari/ Tgl/Jam No Dx Tindakan Keperawatan
11-2-2019, 09.00 1 Memberikan terapi cairan via intravena : infus NaCl 0,9% 500 ml 28 tpm
Memberikan terapi obat injeksi via chateter IV : Ranitin 1x50mg dan Cefrtiaxone 1x1 gram
09.10 1 Monitor status hidrasi : membrane mukosa bibir kering, nadi cepat dan teraba lemah.
09.15 1 Menganjurkan pasien untuk meningkatan asupan cairan dan nutrisi secara oral.
Memberikan edukasi tentang jenis cairan yang diperbolehkan seperti air putih, jus atau buah segar yang banyak
mengandung air.
- Klien dan keluarga mengerti dengan edukasi yang diberikan.
10.00 2 Memberikan pengaturan posisi secara fowler dengan posisi bantal mengangga leher dengan tepat sebelum diperiksa
tanda vital.
- Klien mengatakan posisinya nyaman.
10.10 1,2 Monitor tanda vital
- TD = 130/80 mmHg; Nadi = 98x/menit; RR = 21x/ menit; SaO2 = 98%; Suhu= 37,5⁰C. Haluaran urin= 100ml.
Klien terpasang NRM 6-8 lpm, klien mengeluh nyeri pada kedua paha, skala nyeri 3, nyeri datang hilang
timbul, biasanya ketika paha dan kaki ditekukkan.

TTD
Hari/ Tgl/Jam No Dx Tindakan Keperawatan
12-2-2019, 08.40 2 Menganjurkan pasien untuk mengganti seprai.
Memberikan edukasi tentang pengaturan posisi selama mengganti seprai.
- Klien menolak untuk mengganti seprai karena merasa lemas dan nyeri dan tidak mau miring.
09.00 1 Memberikan terapi obat injeksi via chateter IV : Ranitin 1x50mg dan Cefrtiaxone 1x1 gram
09.05 1 Monitor status hidrasi
- Membran mukosa kering, nadi teraba lemah dan cepat.
- Istri klien mengatakan sejak pukul semalam kencing suaminya lebih banyak dari biasanya. Sejak kemarin klien
hanya minum habis 1 botol sedang air mineral (±600 cc).
09.10 2 Melakukan pengaturan poisisi kepada pasien yang awalnya fowler menjadi semifowler.
- Pasien mengataan nyaman setelah dilakukan perubahan posisi.
09.15 2 Monitor status oksigenasi setelah dilakukan perubahan posisi
Sao2 = 97%; RR= 21x/menit; klien terpasang NRM 6-8 lpm.
13.30 1,2 Memberikan pengaturan posisi secara fowler dengan posisi bantal mengangga leher dengan tepat sebelum diperiksa
tanda vital.
- Klien mengatakan posisinya nyaman.
13.35 1,2 Monitor tanda vital
- TD = 100/80 mmHg; Nadi = 89x/menit; RR = 22x/ menit; SaO2 = 96%; Suhu= 37,3⁰C.
- Istri klien mengatakan bahwa sejak pagi tadi kencing suaminya mendadak banyak sekali, warnanya kuning
kecoklatan seperti teh. Haluaran urin= 2000cc (sejak pukul 06.00); Minum air = 2 botol sedang air mineral
(±1200 cc).
- Klien terpasang NRM 6-8 lpm, klien mengatakan tidak ada pusing, terasa panas dan gerah karena suasana RS
yang gaduh dan ruangan yang panas. Klien mengeluh nyeri pada kedua paha, skala nyeri 3, nyeri datang hilang
timbul, biasanya ketika paha dan kaki ditekukkan.
13.40 2 Melakukan pengaturan posisi untuk mengurangi nyeri dengan posisi fowler dan memberikan bantal guling dibawah
kedua paha.
- Klien mengatakan nyaman dengan posisi yag diberikan.
13.45 2 Memberikan edukasi kepada keluarga untuk melakukan teknik memijat-mijat ringan dibagian tubuh yang dirasakan
nyeri untuk mengurangi nyeri yang dirasakan klien.
- keluarga menyatakan paham dengan edukasi yang diberikan.

TTD
Hari/ Tgl/Jam No Dx Tindakan Keperawatan
13-2-2019, 07.00 1 Memberikan terapi cairan via intravena : infus NaCl 0,9% 4x500 ml habis dalam waktu 2 jam.
08.30 1 Monitor status hidrasi : membrane mukosa bibir kering, nadi cepat dan teraba lemah.
08.40 1 Menganjurkan klien untuk meningkatkan asupan cairan secara oral : mendekatkan posisi air mineral dan diberikan
sedotan agar klien mudah mengakses air minum.
09.00 1 Memberikan terapi obat injeksi via chateter IV : Ranitin 1x50mg dan Cefrtiaxone 1x1 gram
Memberikan terapi cairan via intravena : infus NaCl 0,9% 500 ml secara maintenance 28 tpm
10.00 2 Memberikan pengaturan posisi secara semifowler tepat sebelum diperiksa tanda vital.
- Klien mengatakan posisinya nyaman.
10.10 1,2 Monitor tanda vital
- TD = 120/80 mmHg; Nadi = 94x/menit; RR = 20x/ menit; SaO2 = 99%; Suhu= 36,7⁰C.
13.00 1 Memberikan terapi cairan via intravena : Kalbamin 500 ml dalam 24 jam.
14.00 1,2 Monitor tanda vital
- TD = 112/58 mmHg; Nadi = 94x/menit; RR = 18x/ menit; SaO2 = 99%; Suhu= 36,7⁰C. Haluaran urin= 1000cc
(urine bag) dan ±4500cc (ditampung 3 botol mineral besar). evaluasi minum air = 1800 cc (3 botol air mineral
sedang).
- Klien terpasang NRM 6-8 lpm, klien mengeluh nyeri pada kedua paha, skala nyeri 3, nyeri datang hilang
timbul, biasanya ketika paha dan kaki ditekukkan.

TTD
Hari/ Tgl/Jam No Dx Tindakan Keperawatan
14-2-2019, 09.00 1 Memberikan terapi cairan intravena : infuse NaCl 0,9% 28 tpm
Memberikan terapi obat injeksi via chateter IV : Ranitin 1x50mg dan Cefrtiaxone 1x1 gram
09.05 1 Monitor status hidrasi
- Membran mukosa kering, nadi teraba lemah dan cepat.
- Istri klien mengatakan sejak pukul semalam kencing suaminya lebih banyak dari biasanya. Sejak kemarin klien
hanya minum habis 1 botol sedang air mineral (±600 cc).
09.10 2 Melakukan pengaturan poisisi kepada pasien yang awalnya fowler menjadi semifowler.
- Pasien mengatakan nyaman setelah dilakukan perubahan posisi.
09.15 2 Monitor status oksigenasi setelah dilakukan perubahan posisi
Sao2 = 98%; RR= 19x/menit; klien terpasang NRM 6-8 lpm.
10.00 2 Memberikan pengaturan posisi secara fowler dengan posisi bantal mengangga leher dengan tepat sebelum diperiksa
tanda vital.
- Klien mengatakan posisinya nyaman.
10.10 1,2 Monitor tanda vital
- TD = 140/80 mmHg; Nadi = 84x/menit; RR = 20x/ menit; SaO2 = 98%; Suhu= 37,3⁰C.
- Klien mengatakan pusing, lelah berkurang tapi masihnyeri pada kedua paha, skala nyeri 2, nyeri datang hilang
timbul, biasanya ketika paha dan kaki ditekukkan.
10.15 2 Memberikan edukasi terapi relaksasi dan pijatan ringan unruk meringankan nyeri yang dirasakan klien, sambil
melakukan pengaturan posisi posisi fowler dan memberikan bantal guling dibawah kedua paha dan memperbaiki selang
kateter.
- Klien mengatakan nyaman dengan posisi yang diberikan.
13.30 2 Monitor status hidrasi pasien : Mukosa bibir kering, nadi teraba lemah
13.50 2 Menganjurkan klien untuk minum jus atau makan roti yang lembut utnuk meningkatkan asupan intake.
14.00 1,2 Monitor tanda vital
- TD = 130/80 mmHg; Nadi = 95x/menit; RR = 22x/ menit; SaO2 = 99%; Suhu= 37,7⁰C. Haluaran urin= 1000cc
(urine bag) dan ±3000cc (ditampung 2 botol mineral besar). Evaluasi minum air = 1200 cc (2 botol air mineral
sedang).
- Klien terpasang NRM 6-8 lpm, klien mengatakan nyeri pada kedua paha berkurang, skala nyeri 2, nyeri datang
hilang timbul, biasanya ketika paha dan kaki ditekukkan.
TTD
Hari/ Tgl/Jam No Dx Tindakan Keperawatan
15-2-2019, 08.40 2 Menganjurkan pasien untuk mengganti seprai.
Memberikan edukasi tentang pengaturan posisi selama mengganti seprai dengan logroll dan posisi fowler.
- Klien mau diganti seprai dan nyaman setelah diganti seprainya.
08.55 2 Monitor status oksigenasi setelah dilakukan perubahan posisi berulang karena mengganti seprai.
- SaO2 = 98%, pasien menggunakan nasal kanul 3 lpm.
09.00 1 Memberikan terapi obat injeksi via chateter IV : Ranitin 1x50mg dan Cefrtiaxone 1x1 gram
09.05 1 Monitor status hidrasi
- Membran mukosa kering, nadi teraba lemah.
10.00 1,2 Monitor tanda vital
- TD = 120/80 mmHg; Nadi = 88x/menit; RR = 26x/ menit; SaO2 = 96%; Suhu= 37,0⁰C.
- Klien terpasang nasal kanul 3 lpm, klien mengatakan tidak merasa panas atau ‘engap’ karena sudah tidak
menggunakan masker lagi.
10.05 2 Membantu memberikan pengaturan posisi semi fowler dengan posisi bantal mengangga punggung dengan tepat.
- Klien mengatakan posisinya nyaman setelah diberikan posisi kepala yang lebih tinggi.
10.10 1 Monitor status hidrasi
- Membran mukosa kering, nadi teraba kuat.
10.15 1 Menganjurkan klien untuk meningkatkan asupan minum air.
- Istri klien mengatakan sejak pagi minum habis 1 botol sedang air mineral (±600 cc).
13.35 1,2 Monitor tanda vital
- TD = 110/80 mmHg; Nadi = 85x/menit; RR = 22x/ menit; SaO2 = 96%; Suhu= 36,7⁰C.
- Haluaran urin= 500cc (urine bag) dan ±1500cc (ditampung 1 botol mineral besar).
- Evaluasi minum air = 1200 cc (2 botol air mineral sedang).
- Klien terpasang nasal kanul 3 lpm. Klien mengatakan nyeri pada kedua paha berkurang, skala nyeri 1, nyeri
datang hilang timbul, biasanya ketika paha dan kaki ditekukkan.

TTD
Hari/ Tgl/Jam No Dx Tindakan Keperawatan
16-2-2019, 14.05 1 Monitor status hidrasi
- Membran mukosa lembab, nadi teraba lemah.
- istri pasien mengatakan suaminya ada peningkatan untuk minum air, sejak pagi klien sudah minum ±2 botol air
mineral sedang (±1200cc).
14.40 1 Memberikan terapi cairan intravena : infuse NaCl 0,9% 28 tpm
Memberikan terapi obat peroral : Paracetamol 500mg x1; N-ascetilsystein 200mg x1; UDCA 1x1 tab; Curcuma 1x1 tab
17.00 2 Menganjurkan pasien untuk dimandikan dan diganti bajunya agar lebih nyaman dan tidak panas
- Klien mau diganti bajunya dan nyaman setelah diseka oleh istri pasien.
18.00 1,2 Monitor tanda vital
- TD = 100/60 mmHg; Nadi = 88x/menit; RR = 22x/ menit; SaO2 = 98%; Suhu= 37,5⁰C.
- Haluaran urin= 2000cc (urine bag) (sejak 06.00-18.00).
- Evaluasi minum air = 1500cc (1 botol air mineral besar).
- Klien terpasang nasal kanul 3 lpm, klien mengatakan nyeri yang dirasakan jauh lebih berkurang, dan nyaman
setelah diganti baju dan dimandikan; tidak merasa kepanasan.
18.10 2 Melakukan pengaturan posisi untuk mengurangi nyeri dengan posisi fowler dan memberikan bantal dibawah leher
dengan tepat untuk menghindari sesak.
- Klien mengatakan nyaman dengan posisi yang diberikan.

TTD
Hari/ Tgl/Jam No Dx Tindakan Keperawatan
17-2-2019, 09.00 1 Memberikan terapi obat injeksi via chateter IV : Ranitin 1x50mg dan Cefrtiaxone 1x1 gram
Memberikan terpai cairan intravena : infus NaCl 0,9% 500 ml 28 tpm
09.05 1 Monitor status hidrasi
- Membran mukosa lembab, nadi adekuat
10.00 1,2 Monitor tanda vital
- TD = 100/70 mmHg; Nadi = 87x/menit; RR = 20x/ menit; SaO2 = 97%; Suhu= 36,7⁰C.
- Klien mengatakan lelah dan pegal-pegal seluruh tubuh.
10.05 2 Menganjurkan klien untuk perubahan posisi miring kiri atau kanan setiap 1 atau 2 jam sekali.
- klien mau miring kiri dan beristirahat.
13.35 1,2 Monitor tanda vital
- TD = 120/80 mmHg; Nadi = 79x/menit; RR = 21x/ menit; SaO2 = 98%; Suhu= 36,7⁰C.
- Haluaran urin= 500cc (urine bag) dan ±1500cc (ditampung 1 botol mineral besar).
- Evaluasi minum air = 1200 cc (2 botol air mineral sedang).
- Klien terpasang nasal kanul 3 lpm. Klien mengatakan nyeri pada kedua paha tidak ada lagi, tidak ada mual.
Klien merasa nyaman setelah miring kiri dan kanan.
13.50 2 Mengajurkan klien untuk melakukan mobilisasi selama diganti seprai.
- Klien mengatakan nyaman setelah diganti seprainya, posisi pasien fowler.
14.00 2 Monitor status oksigenasi setelah dilakukan perubahan posisi berulang karena mengganti seprai.
SaO2 = 98%, pasien menggunakan nasal kanul 3 lpm.

TTD
Hari/ Tgl/Jam No Dx Tindakan Keperawatan
18-2-2019, 21.00 1 Memberikan terapi obat injeksi via chateter IV : Ranitin 1x50mg dan Cefrtiaxone 1x1 gram
Memberikan terpai cairan intravena : infus NaCl 0,9% 500 ml 28 tpm
22.00 1,2 Monitor tanda vital
- TD = 120/70 mmHg; Nadi = 88x/menit; RR = 20x/ menit; SaO2 = 98%; Suhu= 36,5⁰C.
- Klien bernapas adekuat, tidak ada keluhan sesak napas, mual ataupun nyeri.
- Haluaran urin= 1500cc (urine bag) dan ±1500cc (ditampung 1 botol mineral besar).
- Evaluasi intake = 4500 cc (2 botol air mineral besar + infus 1500 cc/24 jam).
22.10 2 Memberikan terapi obat peroral : Paracetamol 500mg x1; N-ascetilsystein 200mg x1; UDCA 1x1 tab; Curcuma 1x1 tab
19.2.2019, 05.30 2 Memberikan pengaturan posisi secara fowler dengan posisi bantal mengangga leher dengan tepat sebelum diperiksa
tanda vital.
05.35 1,2 Monitor tanda vital
- TD = 100/80 mmHg; Nadi = 80x/menit; RR = 20x/ menit; SaO2 = 98%; Suhu= 36,7⁰C.
- Haluaran urin dalam 24 jam = 5000cc.
- Evaluasi intake dalam 24 jam = 5100cc (minum 4500 cc (4 botol air mineral besar) dan infuse NaCL 1500 cc
/24 jam)
- Balance cairan + 100ml. Mukosa bibir lembab, nadi teraba adekuat.
- Klien mengatakan badannya lemas dan pegal.tidak ada keluhan nyeri atau kepanasan. Klien bisa tidur.
Evaluasi Keperawatan
Hari/Tgl
No No Dx Evaluasi TTd
jam
11/2/2019 2 S: pasien mengatakan nyeri apda ulu hati dan kedua paha, skala nyeri 2, hilang timbul,
1 14.00 dating ketika ditekuk, pasien juga mengatakan nyaman ketika dilakukan perubahan posisi
pada bantal di leher

O: kesadaran composmentis , mukosa bibir kering, terpasang masker oksigen NRM 6-8
lpm, TTV TD: 130/80mmHg, RR: 21x/menit, S: 37.5ºC, N: 93x/menit, SpO2: 98%

A: masalah belum teratasi

P: lanjutkan intervensi
4) Pengaturan posisi (0840): 1, 2, 3, 4, 5
5) Manajemen kenyamanan (0482): 1, 2, 3, 4
6) Manajemen nyeri (1400): 1
2 12/2/2019 2 S: pasien mengatakan tidak nyaman karena panas (lingkungan ac mati) / perasaan panas
14.00 dan gerah. Pasien mengatakan nyaman jika posisinya diubah dengan kepala ditinggikan,
pasien masih mengeluh nyeri di paha skala 2, hilang timbul, tidak ada mual/ nyeri ulu hati
berkurang.

O: kesadaran composmentis, mukosa bibir kering, sclera ikterik, terpasang oksigen NRM
6-8lpm , posisi fowler, TTV TD: 100/80mmHg, N:89x/menit, RR: 22x/menit, S: 37.3ºC,
SpO2: 96%. Haluaran urin 2000cc, intake ±1200cc + 500cc, evaluasi balance cairan @10
jam: -612.5

A: masalah belum teratasi

P: lanjutkan intervensi
5) Pengaturan posisi (0840): 1, 2, 3, 4
6) Manajemen lingkungan/kenyamanan (0482): 1, 2, 3
7) Manajemen cairan: 1, 2, 3
8) Manajemen nyeri (1400): 1
3 13/2/2019 2 S: pasien mengeluh lemas, masih terasa nyeri di kedua paha, skala nyeri 2, nyeri hilang
15.00 timbul, tidak bisa tidur, lelah dan kepanasan, pasien mengatakan sedikit lebih enak setelah
posisi kepala agak ditinggikan

O: sclera ikterik, gelisah sesekali memegang masker oksigen, posisi semi fowler, ruangan
gaduh, mukosa bibir kering, TTV TD: 112/58 mmHg, RR: 18x/menit, SpO2: 99%, N:
94x/menit, S: 35.7ºC. haluaran urine ±1000cc (urine bag) + 4500cc ditampung dan
dikeluarkan dari urine bag, intake ± 3x600cc, evaluasi balance -1950cc

A: masalah belum teratasi

P: lanjutkan intervensi
5) Pengaturan posisi (0840): 1, 2, 3, 4
6) Manajemen lingkungan/kenyamanan (0482): 1, 2, 3
7) Manajemen cairan (4120) : 1, 2
8) Manajemen nyeri (1400): 1
4 14/2/2019 2 S: pasien mengatakan nyeri sudah berkurang setelah diberikan posisi yang diberikan,
14.30 sudah tidak mual lagi, pasien masih mengeluh kepanasan dan ribut, pasien mengatakan
nyaman dengan posisi kepala ditinggikan

O: kedasaran komposmentis, mukosa bibir kering, nadi teraba lemah, posisi semi fowler,
pasien terpasang NRM 6 lpm, tidak gelisah, TTV TD: 130/80mmHg, RR: 27x/menit, N:
95x/menit, S: 37.5ºC. haluaran urine ±3000cc, intake ±2200cc, evaluasi balance
cairan@10jam: -1112.5cc

A: masalah teratasi sebagian

P: pertahankan dan tingkankan kondisi


4) Nyeri berkurang hingga tidak ada (skala 1-0)
5) Rasa mual berkurang hingga tidak ada
6) Penggunaan alat bantu nafas nasal kanul hingga bernafas tanpa alat bantu secara
adekuat

Lanjutkan intervensi:
4) Pengaturan posisi (0840): 1, 2
5) Manajemen lingkungan/kenyamanan (0482): 2, 3
6) Manajemen cairan: 1, 2

5 15/2/2019 2 S: pasien mengatakan nyaman setelah seprei diganti baru, oksigen diganti menggunakan
15.00 nasal kanul, tidak panas atau ‘engap’, pasien mengatakan nyaman setelah dilakukan
perubahan posisi kepala lebih tinggi. Istri pasien mengatakan ada peningkatan konsumsi
minum pasien dari pagi hingga jam 13.00WIB ±2 botol sedang setara dengan 1200cc,
tidak ada keluhan mual atau nyeri kaki

O: kesadaran komposmentis, pasien terpasang nasal kanul 3lpm,tidak ada keluhan sesak,
mukosa bibir kering, nadi teraba adekuat, posisi semifowler, sprei telah diganti, tidak ada
keluhan panas. TTV TD: 110/80mmHg, S: 36.7ºC, SpO2: 95%, N:80x/menit, RR:
22x/menit. Haluaran urine 2000cc, intake 1700cc, evaluasi balance cairan selama 10 jam -
612.5cc

A: masalah teratasi sebagian

P: pertahankan dan tingkatkan kondisi:


6) Nyeri berkurang hingga tidak ada (1-0)
7) Rasa mual tidak ada
8) Penggunaan alat bantu nafas berupa nasal kanul
9) posisi semifowler mengurangi sesak nafas
10) perasaan nyaman setelah manajemen lingkungan

` Lanjutkan intervensi:
4) pengaturan posisi (0840): 1, 2
5) manajemen lingkungan/kenyamanan (0482): 3
6) manajemen cairan: 1, 2
6 16/2/2019 2 S: pasien mengatakan nyaman setelah pakaian diganti dan dimandikan, tidak panas dan
21.00 tidak ada nyeri

O: pasien terpasang kanul 3lpm, tidak ada keluhan sesak, mukosa bibir lembab, nadi
teraba adekuat, posisi pasien fowler dengan bantal dibawah leher, istri pasien mengatakan
ada peningkatan minum dan nafsu makan pasien, minum ±1500cc. TTV TD:
100/60mmHg, RR: 22x/menit, SpO2: 98%, N: 89x/menit, S: 36.7ºC. haluaran urine
2000cc, intake 2500cc, selama pukul 06.00-18.00 WIB, evaluasi balance cairan 12 jam -
125cc

A: masalah teratasi sebagian

P: pertahankan kondisi
4) penggunaan nasal kanul hingga bernapas adwkuat
5) penggunaan posisi semi fowler untuk mencegah sesak nafas
6) pengaturan posisi secara berkala untuk meningkatkan kenyamanan pasien

lanutkan intervensi:
4) pengaturan posisi (0840): 1 dan 2
5) manajemen lingkungan/kenyamanan: 2 dan 3
6) manajemen cairan: 1
7 17/2/2019 2 S: pasien mengatakan tidak ada sesak, tidak ada mual atau nyeri yang dirasakan. Pasien
15.00 mengatakan nyaman dan bisa tidur dengan posisi miring kiri dan sudah diganti seprainya

O: kesadaran komposmentis, terpasang kanul 3 lpm, tidak ada sesak, posisi pasien fowler
setelah sempat mobilisasi logroll dan miring kiri. TTV TD: 120/80mmHg, N:79x/menit,
RR: 21x/menit, S: 36.5ºC, SpO2: 96%

A: masalah teratasi sebagian

P: pertahankan dan tingkatkan kondisi:


4) bernafas adekuat tanpa bantuan
5) perubahan posisi secara berkala
6) penggantian baju pasien untuk meningkatkan kenyamanan

lanjutkan intervensi:
4) pengaturan posisi (0840): 2
5) manajemen lingkungan/kenyamanan: 3
6) manajemen cairan: 1
8 19/2/2019 2 S: pasien mengatakan bisa tidur dengan puas dan tidak gaduh, dan tidak ada keluhan
07.00 panas atau nyeri yang dirasakan. Pasien mengatakan badannya lemas dan pegal-pegal

O: kesadaran komposmentis, pasien bernafas adekuat tanpa bantuan nasal kanul, pasien
mampu mengubah posisi secara mandiri. TTV TD: 100/70mmH, N: 80x/menit, RR:
20x.menit, S: 36.3ºC, SpO2: 96%. Haluaran urine/24 jam: 4500cc, intake 24 jam: 5100cc,
IWL: 750cc/24jam, evaluasi balance cairan: +150cc

A: masalah teratasi

P:pertahankan kondisi pasien:


3) perubahan posisis secara berkala
4) penggantian baju/pakaian pasien untuk meingkatkan kenyamanan

lanjutkan intervensi:
manajemen lingkungan/kenyamanan: 3
LAMPIRAN WOC

leptospira interogents

masuk ke binatang : tikus, kucing, babi

berkembang biak di tubulus ginjal dan mengalir bersama urine

air dan lingkungan terkontaminasi urine hewan dengan bakteri leptospira

manusia kontak dengan lingkungan yang terkontaminasi, misal banjir/ hewan peliharaan

bakteri leptospira masuk ke tubuh

menuju pembuluh darah


LEPTOSPIROSIS demam Hiipertermi
dan cairan serebrospinal

menuju organ dan pelepasan toksin

Ginjal Hepar invasi otot skeletal pembuluh kapiler

nefritis interstisial inflitrasi sel limfosit terbentuk antigen aglutinin gagal membunuh bakteri

leptospira di otot
nekrosis tubuler hepatomegali vaskulitis
perubahan local necrotis
permeabilitas kapiler ↑ mendesak lambung, Nyeri permeabilitas kapiler ↑
vaskulolisasi
kebocoran cairan plasma mual, muntah timbul perdarahan
Nyeri Akut
sirkulasi mirovaskular terganggu nafsu makan menurun nafsu ptekie, hiperesensi kulit
kelemahan fisik
tekanan osmotic ↓ Mual gangguan integritas kulit
Gangguan Rasa
edema Nyaman

ginjal tidak mampu mengkompensasi

poliuria, BUN ↑ (+intake↓)

kekurangan volume cairan

Anda mungkin juga menyukai