Anda di halaman 1dari 28

MENGETAHUI JENIS-JENIS DOSA BESAR

A. Syirik
Syirik merupakan kezaliman terberat dan dosa terbesar terhadap Allah Subhanahu wa
Ta'ala. Berbuat syirik juga berarti berbuat kurang ajar terhadap Allah 'Azza wa Jalla. Bagaimana
tidak, makhluk yang lemah, senantiasa butuh kepada rizki Allah, tidak kuasa atas hidup dan
matinya sendiri disamakan dengan Allah Subhanahu wa Ta'ala sang pencipta semua makhluk,
pemberi rizki, menghidupkan dan mematikan mereka, dan Maha kuasa atas segala sesuatu.
Seorang musyrik menyamakan sesuatu yang tidak memiliki kekuasaan atas apapun jua
dengan Dzat yang semua urusan berada ditangan-Nya.Menyamakan orang fakir dari segala sisi
dengan Zat yang Mahakaya dari berbagai sisi. Menyamakan yang tidak memberikan rizki
sedikitpun dengan Zat yang telah menciptakan apa yang menjadi rizki bagi manusia dan
menganugerahkan semua itu kepadanya. Maka adakah kezaliman yang lebih dahsyat dari ini?
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman tentang nasihat Luqman kepada putranya agar tidak
berbuat syirik,
ِ ‫ِ ِ ِإ‬ ِ ِ ِ ‫اِل‬ َ َ‫َوِإ ْذ ق‬
ٌ ‫ال لُْق َما ُن بْنه َو ُه َو يَعظُهُ يَا بُيَنَّ اَل تُ ْش ِر ْك باللَّه َّن الش ِّْر َك لَظُْل ٌم َعظ‬
‫يم‬

"Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran
kepadanya: Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kelaliman yang besar." (QS. Luqman: 13)
Allah Ta'ala berfirman,
ِ َّ
‫اَأْلم ُن َو ُه ْم ُم ْهتَ ُدو َن‬ َ ‫ين آَ َمنُوا َومَلْ َي ْلبِ ُسوا ِإميَا َن ُه ْم بِظُْل ٍم ُأولَِئ‬
ْ ‫ك هَلُ ُم‬ َ ‫الذ‬

"Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur adukkan iman mereka dengan
kedzaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu
adalah orang-orang yang mendapat petunjuk." (QS. Al-An'am: 82)
Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam telah menjelaskan maksud zulm (kezaliman) pada ayat
di atas adalah syirik. Turunnya ayat ini membuat gundah para sahabat beliau Shallallahu 'Alaihi
Wasallam.Mereka berkata, "Siapakah di antara kami yang tidak menzalimi dirinya?"Nabi
menjawab, "Maksudnya tidak seperti yang kalian kira.Tidakkah kalian mendengar perkataan
Luqman kepada putranya, 'Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar
kedzaliman yang besar'." (HR. Bukhari)
Begitu kurang ajarnya tindakan syirik, maka sangat wajar jika Allah ancam keras pelaku
kemusyrikan dengan terhapus semua amal shalihnya, tidak diberi ampunan, haram masuk surga,
dan pasti kekal di neraka.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,

ِ ِ ‫ك وِإىَل الَّ ِذين ِمن َقبلِ َ ِئ‬ ‫ِ ِإ‬


َ ‫ك َولَتَ ُكونَ َّن م َن اخْلَاس ِر‬
‫ين‬ َ ‫ك لَ ْن َأ ْشَر ْك‬
َ ُ‫ت لَيَ ْحبَطَ َّن َع َمل‬ ْ ْ َ َ َ ‫َولََق ْد ُأوح َي لَْي‬

"Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu:
"Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu
termasuk orang-orang yang merugi." (QS. Al-Zumar: 65)
Tentang dalil tidak adanya ampunan untuk orang musyrik di akhirat ditunjukkan firman
Allah Ta'ala,

ِ ‫ِإ‬ ِ ِ ِ ِ ِ‫ِإ َّن اللَّه اَل ي ْغ ِفر َأ ْن ي ْشر َك بِِه وي ْغ ِفر ما دو َن ذَل‬
ً ‫ك ل َم ْن يَ َشاءُ َو َم ْن يُ ْش ِر ْك باللَّه َف َقد ا ْفَتَرى مْثًا َعظ‬
‫يما‬ َ ُ َ ُ ََ َ ُ ُ َ َ

"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala
dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.Barang siapa yang
mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar." (QS. Al-Nisa':
48)

B. Zina
Zina adalah dosa besar dan termasuk akbarul kabâir (dosa-dosa besar yang terbesar) Allâh
Azza wa Jalla berfirman:

‫س الَّيِت َح َّر َم اللَّهُ ِإاَّل بِ احْلَ ِّق َواَل َي ْزنُ و َن َو َم ْن َي ْف َع ْل‬ ‫ف‬
ْ ‫الن‬
َّ ‫ن‬
َ ‫و‬ ‫ل‬
ُ ‫ت‬
ُ ‫ق‬
ْ ‫ي‬ ‫اَل‬ ‫و‬ ‫ر‬ ‫آخ‬
َ ‫ا‬ ً‫هَل‬‫والَّ ِذين اَل ي ْدعُو َن م ع اللَّ ِه ِإ‬
َ َ َ َ ََ َ َ َ
‫ك َي ْل َق َأثَ ًاما‬ ِ
َ ‫َذل‬
Dan orang-orang yang tidak beribarah kepada tuhan yang lain beserta Allâh dan tidak
membunuh jiwa yang diharamkan Allâh (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar,
dan tidak berzina, barangsiapa melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat
(pembalasan) dosa(nya). [al-Furqân/25:68]

Dalam ayat ini, Allâh Azza wa Jalla menggabungkan zina dengan syirik dan pembunuhan.
Dan Allâh Azza wa Jalla menjadikan balasan semua itu adalah siksa berlipat ganda lagi
menghinakan, selama pelakunya tidak bertaubat dan beramal shalih.
Semakna kandungan ayat ini, diriwayatkan dalam hadits yang shahih :

‫ب ِعْن َد اللَّ ِه‬


ِ ْ‫الذن‬ ُّ ‫ص لَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم‬
َّ ‫َأي‬ ِ ُ ‫ال س َألْت َأو س ِئل رس‬ ِ ِ ِ
َ ‫ول اللَّه‬ ُ َ َ ُ ْ ُ َ َ َ‫َع ْن َعْب د اللَّه َرض َي اللَّهُ َعْن هُ ق‬
ِ
‫ت‬ َ ‫ال مُثَّ َأ ْن َت ْقتُ َل َولَ َد َك َخ ْش يَةَ َأ ْن يَطْ َع َم َم َع‬
ُ ‫ك ُق ْل‬ َ َ‫َأي ق‬
ٌّ َّ‫ت مُث‬ َ ‫ال َأ ْن جَتْ َع َل للَّ ِه نِدًّا َو ُه َو َخلَ َق‬
ُ ‫ك ُق ْل‬ َ َ‫َأ ْكَب ُر ق‬

‫ص لَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم‬ ِ ِ ِ ِ ِ َ‫ت ه ِذ ِه اآْل يةُ ت‬ ِ ِ ‫حِب‬


َ ‫صدي ًقا ل َق ْول َر ُس ول اللَّه‬
ْ َ َ ْ َ‫َأي قَ َال َأ ْن ُتَزايِن َ َليلَة َجا ِر َك قَ َال َو َنَزل‬
ٌّ َّ‫مُث‬

{‫س الَّيِت َحَّر َم اللَّهُ ِإاَّل بِاحْلَ ِّق َواَل َي ْزنُو َن‬ ِ ِ َّ
َ ‫الن ْف‬ َ ‫ين اَل يَ ْدعُو َن َم َع اللَّه ِإهَلًا‬
َّ ‫آخَر َواَل َي ْقُتلُو َن‬ َ ‫{والذ‬ َ

Dari Abdullâh (bin Mas’ûd) Radhiyallahu anhu, dia berkata: Aku bertanya, atau Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya, ‘Dosa apakah yang paling besar di sisi Allâh?’ Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Engkau menjadikan tandingan bagi Allâh, sedangkan
Dia telah menciptakanmu (tanpa sekutu).” Aku bertanya, “Lalu apa?” Beliau Shallallahu ‘alaihi
wa sallam menjawab, “Engkau membunuh anakmu karena engkau takut dia makan bersamamu.”
Aku bertanya, “Lalu apa?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Engkau berzina
dengan istri tetanggamu.” Dan turunlah ayat ini membenarkan perkataan Rasûlullâh Shallallahu
‘alaihi wa sallam :

‫س الَّيِت َحَّر َم اللَّهُ ِإاَّل بِاحْلَ ِّق َواَل َي ْزنُو َن‬ ‫ف‬
ْ ‫الن‬
َّ ‫ن‬
َ ‫و‬‫ل‬
ُ ‫ت‬
ُ ‫ق‬
ْ ‫ي‬ ‫اَل‬ ‫و‬ ‫ر‬ ‫آخ‬
َ ‫ا‬
ً ‫هَل‬‫والَّ ِذين اَل ي ْدعُو َن مع اللَّ ِه ِإ‬
َ َ َ َ ََ َ َ َ
Dan orang-orang yang tidak menyembah Tuhan yang lain beserta Allâh dan tidak membunuh
jiwa yang diharamkan Allâh (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak
berzina. (al-Furqân/25: 68) [HR. Bukhâri, no. 4483]

Allâh Azza wa Jalla juga berfirman:


ِ َ‫الزنَا ِإنَّه َكا َن ف‬
‫اح َشةً َو َساءَ َسبِياًل‬ ُ ِّ ‫َواَل َت ْقَربُوا‬

Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji
dan suatu jalan yang buruk. [al-Isrâ’/17: 32]
Dalam ayat ini Allâh Azza wa Jalla memberitakan kejinya perbuatan zina. Keji adalah
keburukan yang sudah mencapai puncaknya, sehingga kejinya itu sesuatu yang telah pasti
menurut akal. Kemudian Allâh Azza wa Jalla juga memberitakan akibat zina di kalangan
masyarakat manusia, yaitu zina adalah jalan yang buruk. Karena zina adalah jalan kebinasaan
dan kemiskinan di dunia serta jalan siksaan dan kehinaan di akhirat.

Oleh karena bahaya yag sangat besar dari perzinaan, semua agama Nabi-Nabi sepakat
mengharamkannya, dan hukumannya di dunia dan akhirat sangat dahsyat.

Kejinya perbuatan zina juga bisa diketahui dari had (hukuman) yang Allâh Azza wa Jalla
tetapkan untuk kejahatan ini. Allâh Azza wa Jalla berfirman:

‫اح ٍد ِمْن ُه َما ِماَئةَ َج ْل َد ٍة َواَل تَْأ ُخ ْذ ُك ْم هِبِ َما َرْأفَةٌ يِف ِدي ِن اللَّ ِه ِإ ْن ُكْنتُ ْم‬
ِ ‫الزايِن فَاجلِ ُدوا ُك َّل و‬
َ ْ َّ ‫الزانِيَةُ َو‬
َّ
ِِ ِ ‫ِئ‬ ِ ِ ِ ِ
َ ‫ُتْؤ منُو َن بِاللَّه َوالَْي ْوم اآْل خ ِر َولْيَ ْش َه ْد َع َذ َاب ُه َما طَا َفةٌ م َن الْ ُمْؤ من‬
‫ني‬

Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari
keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu
untuk (menjalankan) agama Allâh, jika kamu beriman kepada Allâh dan hari akhirat, dan
hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang
beriman. [an-Nûr/24: 2]

Ini adalah had pezina yang belum menikah. Adapun had pezina yang sudah menikah dan
pernah menggauli istrinya, maka dengan dirajam (dilempari) batu sampai mati.

ِ ِ ُ ‫ال قَ َال رس‬ ِ ‫الص ِام‬


ُ‫ص لَّى اللَّهُ َعلَْي ه َو َس لَّ َم ُخ ُذوا َعيِّن ُخ ُذوا َعيِّن قَ ْد َج َع َل اللَّه‬
َ ‫ول اللَّه‬ َُ َ َ‫ت ق‬ َّ ‫َع ْن عُبَ َاد َة بْ ِن‬

َّ ‫ب َج ْل ُد ِماَئٍة َو‬
‫الر ْج ُم‬ َّ ِ‫ب ب‬
ِ ِّ‫الثي‬ َّ ‫هَلُ َّن َسبِياًل الْبِك ُْر بِالْبِ ْك ِر َج ْل ُد ِماَئٍة َو َن ْف ُي َسنَ ٍة َو‬
ُ ِّ‫الثي‬
Dari ‘Ubâdah bin ash-Shâmit, dia berkata, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,”Ambillah dariku, ambillah dariku, sesungguhnya Allâh telah menjadikan bagi
jalan (aturan) bagi mereka: Bikr (orang yang belum menikah) -jika berzina- dengan orang
yang belum menikah, didera 100 kali dan diasingkan satu tahun. Tsayib (orang yang sudah
menikah) -jika berzina- dengan orang yang sudah menikah, didera 100 kali dan rajam. [HR.
Muslim, no. 1690; dan lainnya]
Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ‘ sesungguhnya Allâh telah menjadikan bagi
jalan (aturan) bagi mereka’, adalah isyarat terhadap firman Allâh Azza wa Jalla surat an-Nisa’
ayat ke-15.

Dan para ulama telah ijma’ tentang kewajiban dera 100 kali bagi pezina yang belum
menikah, dan rajam bagi pezina yang sudah menikah.

Namun para ulama berbeda pendapat tentang dera bagi pezina yang sudah menikah.
Sekelompok Ulama berpendapat, wajib digabung antara dera dan rajam. Namun jumhur Ulama’
berpendapat, yang wajib hanya rajam, berdasarkan perbuatan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
yang melakukan rajam terhadap Mâ’iz dan wanita suku Ghâmidi dengan tanpa melakukan dera.

Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memperingatkan para sahabatnya


bahwa zina akan menyebabkan berbagai bencana dan penyakit. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda :

‫ت يِف‬
ْ ‫ض‬
ِ ‫ِ هِب‬ ُّ َ‫اح َش ةُ يِف َق ْوٍم ق‬
ْ ‫ط َحىَّت يُ ْعلنُ وا َا ِإاَّل فَ َش ا في ِه ُم الطَّاعُو ُن َو‬
َ ‫اَأْلو َج اعُ الَّيِت مَلْ تَ ُك ْن َم‬
ِ ‫مَل تَظْه ِر الْ َف‬
َ ْ
ِ َّ ِ ِ
‫ض ْوا‬ َ ‫َأساَل فه ِم الذ‬
َ ‫ين َم‬ ْ

Tidaklah perbuatan keji (zina) dilakukan pada suatu masyarakat dengan terang-terangan,
kecuali akan tersebar wabah penyakit tho’un (penyakit mematikan) dan penyakit-penyakit
lainnya yang tidak ada pada orang-orang dahulu yang telah lewat. [HR. Ibnu Mâjah, no:
4019; al-Bazzar; al-Baihaqi; dari Ibnu Umar. Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam ash-
Shahîhah, no: 106; Shahîh at-Targhîb wat Tarhîb, no: 764; penerbit: Maktabah al-Ma’arif]
Kalau kita perhatikan hadits ini dan kenyataan manusia di zaman ini, kita akan mengetahui
bahwa hadits ini merupakan salah satu mu’jizat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Alangkah
banyaknya penyakit yang timbul dengan sebab tersebarnya perzinaan di masyarakat. Seperti
sipilis, gonorhe, aids, dan sebagainya. Wahai Allâh ampunilah kami.

C. Mabuk
1) Ayat pertama An-Nahl [16:67]

 ‫ (النّحل‬.‫ك َ ٰال ٰيةً لَِّق ْوٍم َي ْع ِـقلُ ْـو َن‬ ِ


َ ‫ ِإ َّن ىِف ٰذل‬,‫اح َسنًا‬ ِ ِ ِ ‫اَألعن‬
َ ً‫ٰب َتتَّخ ُذ ْو َن مْنهُ َس َكًر َاو ِر ْزق‬
ِ ‫ات الن‬
ْ ‫َّخْي ِل َو‬ ِ ‫و ِمن مَثَر‬
َ ْ َ
)67: 6

Dan dari buah kurma dan anggur, kamu buat minuman yang memabukkan dan rezeki yang
baik.Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi
orang yang memikirkan. (QS. An-Nahl Ayat 67)

Kurma dan anggur adalah komoditas ekonomi jazirah arab, sejak dahulu kala. Komoditi
tersebut selain diperdagangkan secara natural (alami) juga diolah menjadi minuman yang
memabukkan.Seperti halnya buah aren bisa diolah menjadi tuak yang memabukkan.

Disini Allah menyatakan secara tersirat bahwa dari kedua buah tersebut dapat diolah
menjadi rezeki yang baik (perdagangan alami) dan hal yang tidak baik (minuman yang
memabukkan).

2) Ayat kedua Al-Baqarah [2:219]

Umar bin Khattab beserta para sahabat yang lain bertanya kepada Rasulullah SAW perihal
minuman yang memabukkan dan menghilangkan akal. Sahabat-sahabat tersebut memang sudah
biasa minum khamar. Dua orang sahabat Rasulullah SAW yang semasa masih jahiliyah tidak
pernah minum khamar adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Utsman bin Affan.

Sehubungan dengan pertanyaan ttg khamar tersebut maka turunlah ayat yang berbunyi :
ِ ‫ك ٰع ِن اخْل م ِروالْمي ِس ِرقلى قُل فِي ِهمآِإمْث َكبِيرومن ِٰفع لِلن‬
‫َّاسصلى َوِإمْثُُه َمآ َأ ْكَبُر ِم ْن نَّ ْفعِ ِه َما‬ ُ َ َ ٌْ ٌ َ ْ ْ ْ َ َ ْ َ َ َ َ‫يـَ ْسَئ لُ ْو ن‬
ِ ‫ك يبيـِن اهلل ُ لَ ُكما ْٰأل ٰي‬
‫ت لَ َعلَّ ُك ْم َتَت َف َّك ُر ْو َن‬ ِٰ ِ
ُ ُ ّ َُ َ ‫ك َما َذايُْنف ُق ْو َن قلى قُ ِل الْ َع ْف َو قلى َكذ ل‬
َ َ‫قلىويَ ْسَئ لُ ْون‬
َ
)219  :2,‫ال(البقرة‬

Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya itu terdapat
dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari
manfaatnya”. Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: “Yang
lebih dari keperluan.” Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu
berpikir, (QS. Al-Baqarah ayat 219)

Dalam masyarakat kita saat ini, bahkan bagi orang barat sekali pun kalau ditanya secara
jujur tentang manfaat dari miras dan judi, kita akan mendapatkan jawaban bahwa bagaimana pun
pada keduanya menimbulkan problem-problem sosial yang bersifat negatif bahkan destruktif.
Karena itu berbagai aturan dan undang-undang pemerintah di manapun, ada pengaturan ttg
kedua hal itu, meskipun dasar yang digunakan bukan dari Al-Quran.

Maka pertanyaan beberapa sahabat tsb juga menunjukkan munculnya kesadaran sosial bhw
didalam perkara miras dan judi ternyata menghasilkan hal-hal yang tidak baik dalam masyarakat.

3) Ayat ketiga, An-Nisa [4:43]

Setelah ayat kedua tentang khamar dan judi turun, pada suatu saat Abdurrahman bin Auf
mengundang teman-temannya untuk minum khamar sampai mabuk. Ketika waktu shalat tiba,
salah seorang yang menjadi imam membaca surat al-Kafirun secara keliru disebabkan pengaruh
khamar. Maka turunlah ayat ketiga yaitu An-Nisa [4:43]

َّ ‫ٰيَأَيُّ َهاالَّ ِذيْ َن َآمُن ْواالََت ْقَربُ ْو‬


)43 :4 ‫ (النسأ‬.… ‫االصلـٰو َة َواَْنتُ ْم ُس ٰك ٰرى َحىّٰت َت ْعلَ ُم ْو َاماَت ُق ْولُْو َن‬

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk,
sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, …..(QS. An-Nisa Ayat 43)
Ayat ini belum mengharamkan minuman keras dan judi secara mutlak, maka sebagian
umat islam pada waktu itu masih meminumnya.Selain berkaitan dengan mabuk, ayat ini berlaku
umum bahwa orang yang mengerjakan shalat harus memahami/mengerti makna bacaan
shalatnya karena ada kaimat “sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan”).Kalimat ini
menjadi penyebab keumuman ayat itu, karena kita pahami bahwa bagi orang Arab dalam
keadaan tidak mabuk tentu mereka mengerti apa yang diucapkan dalam shalat. Berbeda halnya
bagi orang non-Arab dimana bahasa Arab bukan bahasa sehari-hari.

Oleh sebab itu maka mengerti bahasa arab, minimal dalam bacaan sholat, menjadi
kewajiban bagi orang non-arab. Demikian ini agar tidak terkena makna daripada QS An-Nisa’
[4:43] tersebut di atas karena objek sasaran ayat tersebut adalah bagaimana mengerti apa yang
diucapkan dalam sholat, bukan pada mabuknya. Sedangkan mabuk adalah salah satu penyebab
dari tidak memahami apa yang diucapkan dalam shalat.

4) Ayat keempat, Al-Maidah [5:90-92]

‫اجتَنِبُوهُ لَ َعلَّ ُك ْم‬ ِ ‫َألزلٰـم ِرج‬ ِ ‫يٰۤاَيُّه ا الَّ ِذين اٰمُن وآ ِإنّـما اخْل م ر والْمي‬
ْ َ‫َّـي ٰط ِن ف‬
ْ ‫س ّم ْن َع َم ِل الش‬
ٌ ْ ُ ْ ْ‫ا‬‫و‬َ ‫اب‬
ُ ‫ص‬
َ ‫ن‬
ْ ‫َأل‬ْ‫ا‬‫و‬َ ‫ر‬ ‫س‬
ُ َْ َ ُ َْ َ َ ْ َ َ ْ َ
ِ ِ ِ
َ ‫ ِإمَّنَا يُِريْ ُدالشَّْيطٰـ ُن َأ ْن يُ ْوق َع َبْينَ ُك ُم الْ َع ٰد َو َة َوالَْب ْغ‬ )90( ‫ُت ْفل ُح ْو َن‬
ُ َ‫ض آءَ ىِف اخْلَ ْم ِر َوالْ َمْيس ِر َوي‬
‫ص َّد ُك ْم َع ْن‬

‫ فَ ِإ ْن َت َولَّْيتُ ْم‬،‫اح َذ ُر ْوا‬ ِ ‫َأطيعوااهلل و‬


ِ ِ َّ ‫اهلل وع ِن‬
ِ ِ
ْ ‫واالر ُس ْو َل َو‬
َّ ُ‫َأطْيع‬ َ َ ُ ْ ‫) َو‬91( ‫الص ٰلوة َف َه ْل َأْنتُ ْم ُّمْنَت ُه ْو َن‬ َ َ ‫ذ ْك ِر‬
)92( ُ ‫لى َر ُس ْولِنَا الْبَلـٰ ُغ الْ ُمبِنْي‬
ٰ ‫اعلَ ُم ْوآ اَمَّنَا َع‬
ْ َ‫ف‬

Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk)
berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan.Maka
jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.Sesungguhnya setan itu
bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran
(meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan
sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).Dan taatlah kamu kepada
Allah dan taatlah kamu kepada Rasul (Nya) dan berhati-hatilah.Jika kamu berpaling, maka
ketahuilah bahwa sesungguhnya kewajiban Rasul Kami, hanyalah menyampaikan (amanat
Allah) dengan terang.

Dengan turunnya ayat ini maka hukum meminum khamar dan judi telah secara tegas dan
jelas dinyatakan sebagai perbuatan yang haram.Sebagai salah satu dari dosa besar (Al-Baqarah
[2:219]).

Allah menyuruh menjauhi  4 perbuatan keji yang termasuk perbuatan syetan yaitu :
 Minum khamar
 Berjudi
 Berkorban untuk berhala/thagut/sesuatu yang bukan karena Allah
 Mengundi nasib, dengan panah atau yang lainnya termasuk mengundi nasib kepada
tukang ramal.
Sedang khamar dan berjudi, Allah SWT nyatakan sebagai perbuatan setan yang akan :
 Menimbulkan permusuhan
 Menimbulkan kebencian satu sama lain
 Menghalangi dari mengingat Allah
 Menghalangi dari sembahyang
Maka Allah SWT menegaskan َ‫فَهَلْ َأ ْنتُ ْم ّمـ ُ ْنتَهُوْ ن‬  berhenti, stop, jangan diulangi lagi. Taatlah
kepada Allah dan Rasul serta berhati-hatilah kalian.Kalau masih nekad, merasa berat
meninggalkannya maka kewajiban Rasulullah SAW hanyalah menyampaikan amanat Allah
SWT.
Selanjutnya Rasulullah bersabda :

‫ َوِإ ْن َع َاد‬،‫اب اهللُ َعلَْي ِه‬ ِ ِ


َ َ‫اب ت‬َ َ‫ َوِإ ْن ت‬ ‫ات َكافًرا‬ َ ‫ فَِإ ْن َم‬،ً‫ض اهللُ َعْنهُ َْأربَعنْي َ لَْيلَة‬
َ ‫ات َم‬ َ ‫َم ْن َش ِر‬
َ ‫ب اخْلَ ْمَر مَلْ َي ْر‬
‫ص ِديْ ُد‬
َ : ‫ال‬
ِ ‫ ي ا رس و َل‬: ‫ اخْل ب ِال َقلَت‬ ‫اهلل َأ ْن يَّس ِقيـه ِمن ِطينَ ِة‬
َ َ‫اهلل َو َم ا ِطْينَ ةُ اخْلَبَ ِال؟ ق‬ ُْ َ َ ْ ََ ْ ْ َُ ْ
ِ ‫َك ا َن ح ّقـا علَى‬
َ ََ
(‫َْأه ِل النَّا ِر (رواه أمحد‬
Artinya : “Siapa saja yang minur khamar, maka Allah tidak akan ridho kepadanya selama
empat puluh malam. Bila ia mati saat itu, maka matinya dalam keadaan kafir. Dan bila ia
bertobat, maka Allah akan menerima tobatnya.Kemudian jika ia mengulang kembali (meminum
khamar), maka Allah memberinya minuman dari “thinatil khabail” ,(Asma bertanya, “Ya
Rasulullah, apakah thinatil khabali itu?. (Rasulullah) menjawab, “Darah bercampur nanah ahli
neraka. (HR Ahmad)

D. Membunuh

Membunuh manusia dengan tanpa alasan yang dibenarkan syari’at merupakan dosa besar.
Allâh Subhanahu wa Ta’ala telah melarang dengan firman-Nya:

‫س الَّيِت َحَّر َم اللَّهُ ِإاَّل بِاحْلَ ِّق‬


َ ‫الن ْف‬
َّ ‫َواَل َت ْقُتلُوا‬

Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allâh (membunuhnya), melainkan
dengan suatu (alasan) yang benar. [al-Isrâ`/17:33].
Bukan sekedar dosa besar, bahkan membunuh jiwa manusia dengan tanpa haq (tanpa
alasan yang dibenarkan syari’at) termasuk dosa-dosa besar yang bisa membinasakan,
sebagaimana disebutkan dalam hadits shahîh :

ِ ‫الس بع الْموبَِق‬ ِ ‫ال‬ ِ ِ


‫ات قَ الُوا يَ ا‬ ُ َ ْ َّ ‫اجتَنبُ وا‬ ْ َ َ‫ص لَّى اللَّهُ َعلَْي ه َو َس لَّ َم ق‬ َ ِّ ‫َع ْن َأيِب ُهَر ْي َر َة َرض َي اللَّهُ َعْن هُ َع ْن النَّيِب‬
ِّ ‫س الَّيِت َح َّر َم اللَّهُ ِإاَّل بِ احْلَ ِّق َوَأ ْك ُل‬
‫الربَا َوَأ ْك ُل‬ ِ ‫الن ْف‬ ِّ ‫الش ْر ُك بِاللَّ ِه َو‬
َّ ‫الس ْحُر َو َقْت ُل‬ ِّ ‫ال‬ َ َ‫ول اللَّ ِه َو َم ا ُه َّن ق‬
َ ‫َر ُس‬
‫ات الْغَافِاَل ِت‬ ِ َ‫ات الْمْؤ ِمن‬
ُ
ِ َ‫ف الْمحصن‬
َ ْ ُ ُ ‫الز ْحف َوقَ ْذ‬
ِ َّ ‫م ِال الْيتِي ِم والتَّويِّل يوم‬
َ َْ َ َ َ َ
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , beliau bersabda:
“Jauhilah tujuh (dosa) yang membinasakan!” Mereka (para sahabat) bertanya, “Wahai
Rasûlullâh, apakah itu?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Syirik kepada Allâh,
sihir, membunuh jiwa yang Allâh haramkan kecuali dengan haq, memakan riba, memakan harta
anak yatim, berpaling dari perang yang berkecamuk, menuduh zina terhadap wanita-wanita
merdeka yang menjaga kehormatan, yang beriman, dan yang bersih dari zina”. [HR al-Bukhâri,
no. 2615, 6465; Muslim, no. 89].

Islam menjaga darah dan kehormatan seorang muslim. Segala bentuk yang melukai
kehormatan seorang muslim diharamkan. Seperti hasad, dendam, namimah atau adu domba,
merendahkan, menghina, dan lain-lain. Termasuk di antara yang diharamkan adalah membunuh
seorang tanpa hak. Sebab, seorang muslim memiliki kedudukan mulia di sisi Allah Ta’ala.
Berkaitan dengan hal ini Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan hadits dari jalur Abu
Bakroh bahwa Rasulallah bersabda:

‫اض ُك ْم َعلَْي ُك ْم َح َر ٌام َك ُح ْر َم ِة َي ْو ِم ُك ْم َه َذا ىِف َش ْه ِر ُك ْم َه َذا ىِف َبلَ ِد ُك ْم َه َذا‬ ِ


ْ ‫فَِإ َّن د َم اءَ ُك ْم َو َْأم َوالَ ُك ْم َو‬
َ ‫َأعَر‬
‫ِئ‬ ِ
‫ب‬َ ‫َف ْليَُبلِّ ِغ الشَّاه ُد الْغَا‬
“Sesungguhnya darah kalian, harta kalian, dan kehormatan kalian telah diharamkan atas kalian
untuk dilanggar. Hal itu sebagaimana haramnya hari ini, pada bulan ini, dan negeri kalian ini.”
Di antara bentuk penodaan hak seorang muslim adalah membunuhnya tanpa hak.
Membunuh merupakan perbuatan dosa besar yang diharamkan dalam Islam. Allah Ta’ala
berfirman dalam al-Qur’an surat an-Nisa ayat 93:

ِ ِ ِ ِ ِ ‫ومن ي ْقتل م ِمنا متع ِّم ًدا فَجزا ه جهن‬


َ ‫ب اللَّهُ َعلَْيه َولَ َعنَهُ َو‬
ً ‫َأع َّد لَهُ َع َذابًا َعظ‬
‫يما‬ َ ‫َّم َخال ًدا ف َيها َو َغض‬
ُ َ َ ُ ‫َ َ ُؤ‬ َ َُ ً ‫َ َ ْ َ ُ ْ ُْؤ‬

“Barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja Maka balasannya ialah
Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta
menyediakan azab yang besar baginya.”

Di dalam ayat ini, Allah mengabarkan tentang pembunuhan terhadap seorang muslim
seharusnya tidak layak dilakukan oleh seorang mukmin lainnya. Pembunuhan tanpa hak terhadap
seorang muslim merupakan dosa besar. Tidak ada bosa besar yang ancamannya lebih besar dari
dosa membunuh karena dahsyatnya ancaman bagi pelaku pembunuhan.

Diharamkannya pembunuhan seorang muslim tanpa hak disebabkan darah mereka sudah
terlindungi. Perlindungan terhadap darahnya karena mereka bersyahadat, shalat, dan zakat. Hal
ini sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dalam kitab shahihnya dari
jalur sahabat Ibnu Umar bahwa Rosululloh bersabda:

ِ ِ ُ ‫َأن حُم َّم ًدا رس‬ ‫ِإ ِإ‬ ِ ِ


‫الص الَةَ َويُْؤ تُ وا‬
َّ ‫يم وا‬ُ ‫ول اهلل َويُق‬ ُ َ َ َّ ‫ َو‬، ُ‫َّاس َحىَّت يَ ْش َه ُدوا َأ ْن الَ لَ هَ الَّ اللَّه‬
َ ‫ت َأ ْن ُأقَات َل الن‬ُ ‫ُأم ْر‬
ِ ‫ك عصموا ِميِّن ِدماءهم وَأمواهَل م ِإالَّ حِب ِّق اِإل سالَِم و ِحسابهم علَى‬
.‫اهلل‬ ِ ‫َّ ِإ‬
َ ْ ُُ َ َ ْ َ ُْ َ ْ َ ْ ُ َ َ ُ َ َ َ ‫الز َكا َة فَ َذا َف َعلُوا َذل‬
“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tidak ada Tuhan
yang berhak diibadahi selain Allah dan bahwa Muhammad adalah Rosululloh, menegakkan
shalat, dan menunaikan zakat. Jika mereka melakukan hal itu maka darah dan harta mereka akan
dilindungi kecuali dengan hak Islam dan perhitungan mereka ada pada Allah Ta’ala.”

Keharaman membunuh juga ditetapkan pada syariat Islam sebelum umat Rasulallah .
Sebab pembunuhan merupakan dosa merampas hak hidup. Hak hidup ini merupakan kehormatan
yang telah digariskan Allah Ta’ala. Sehingga tidak boleh ada seorang pun yang merampasnya
tanpa hak. Bahkan, Allah Ta’ala telah menetapkan betapa besarnya dosa membunuh tanpa hak
sebagaimana firman-Nya dalam al-Qur’an surat al-Maidah ayat 32:

ِ ‫ض فَ َكَأمَّنَ ا َقتَ ل الن‬ ٍ ٍ ‫َم ْن َقتَ ل َن ْف ًس ا بِغَرْيِ َن ْف‬


‫َّاس‬ ْ ‫اه ا فَ َكَأمَّنَ ا‬
َ ‫َأحيَ ا الن‬ َ َ‫َأحي‬
ْ ‫َّاس مَج ًيع ا َو َم ْن‬
َ َ ْ ‫س َْأو فَ َس اد يِف‬
ِ ‫اَأْلر‬
َ
‫مَجِ ًيعا‬
“Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu membunuh orang lain,
atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, Maka seakan-akan Dia telah membunuh
manusia seluruhnya. Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seolah-
olah Dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.” Hukum membunuh dalam ayat
tersebut bukanlah mengenai Bani Israil saja. Tetapi juga mengenai manusia seluruhnya. Allah
memandang bahwa membunuh seseorang itu adalah sebagai membunuh manusia seluruhnya,
karena orang seorang itu adalah anggota masyarakat dan karena membunuh seseorang berarti
juga membunuh keturunannya.

Ketika seseorang melukai yang lainnya maka orang tersebut berhak mendapatkan hukuman
sebagaimana yang telah ia lakukan. Jika ia membunuh maka hukuman baginya adalah dibunuh.
Dalam fikih Islam, hukum ini disebut dengan istilah “Qishos”. Alloh Ta’ala berfirman dalam al-
Qur’an surat al-Baqarah ayat 178:

‫اص يِف الْ َقْتلَى‬ ِ ِ ِ َّ


ُ ‫ص‬َ ‫ب َعلَْي ُك ُم الْق‬ َ ‫يَاَأيُّ َها الذ‬
َ ‫ين َآمنُوا ُكت‬
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian qishos berkenaan dengan orang-orang
yang dibunuh.” Hikmah ditegakkannya Qishos adalah agar tidak terjadi pertumpahan darah lebih
banyak lagi karena keluarga yang terbunuh dendam terhadap pembunuh atau keluarganya. Hal
ini ditegaskan dalam firman Allah Ta’ala surat al-Baqarah ayat 179:

ِ ‫اص حياةٌ ياُأويِل اَأْللْب‬ ِ


‫اب لَ َعلَّ ُك ْم َتَّت ُقون‬َ َ ََ ِ ‫ص‬ َ ‫َولَ ُك ْم يِف الْق‬
“Dalam penegakkan hukuman qishos itu terdapat adanya jaminan kelangsungan hidup bagi
kalian wahai orang-orang yang berakal agar bertakwa.” Membunuh tanpa hak adalah dosa besar
atau yang disebut dengan al-Kaba’ir. Tetapi, memang tidak sampai mengeluarkan pelakunya dari
Islam. Adapun menegakan hukum bunuh dengan hak sesuai tuntunan Islam, maka hal ini
termasuk membunuh dengan hak atau dibenarkan. Seperti seorang pezina yang sudah menikah,
pembunuh yang sengaja, dan keluar dari jama’ah. Hal ini sebagaimana yang diriwayatkan oleh
Imam Bukhari dan Muslim dari jalur Ibnu Mas’ud bahwa Rasulallah bersabda:

‫س‬ ‫ف‬
ْ ‫الن‬
َّ ‫و‬َ
ِ ‫الز‬
‫ان‬ َّ ‫ب‬ ‫ي‬
ِّ‫الث‬
َّ ٍ َ‫ول اللَّ ِه ِإالَّ بِِإح َدى ثَال‬
‫ث‬ ْ ُ ‫س‬
ُ ‫ر‬
َ ‫َأ‬
‫ىِّن‬ ‫و‬َ ‫ه‬
ُ َّ‫الَ حَيِ ُّل َد ُم ْام ِرٍئ ُم ْسلِ ٍم يَ ْش َه ُد َأ ْن الَ ِإلَهَ ِإالَّ الل‬
ُ ُ
‫اع ِة‬ ِ ِِ ِ ِ َّ ِ‫ب‬
َ ‫س َوالتَّا ِر ُك لدينه الْ ُم َفا ِر ُق ل ْل َج َم‬ ِ ‫الن ْف‬
“Tidak halal darah seorang muslim yang bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak diiabadahi
selain Allah dan bahwa saya adalah utusan Allah kecuali dengan tiga sebab; Orang yang telah
menikah yang berzina, membunuh orang lain dengan sengaja, dan meninggalkan agamnya
berpisah dari jamaahnya.”

E. Murtad
Definisi Murtad

Istilah murtad dalam bahasa Arab diambil dari kata ( ‫ )ارْ تَ َّد‬yang bermakna kembali berbalik
ke belakang. Sedangkan menurut syariat, orang murtad adalah seorang Muslim yang menjadi
kafir setelah keislamannya, tanpa ada paksaan, dalam usia tamyiiz (sudah mampu memilah dan
memilih perkara, antara yang baik dari yang buruk-pen.) serta berakal sehat.

Seorang yang menyatakan kekufuran karena terpaksa, tidak dikategorikan sebagai orang
murtad, sebagaimana yang terjadi pada diri Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ’Ammâr
bin Yâsir Radhiyallahu anhu yang dipaksa dan disiksa agar mau mengingkari kenabian
Rasûlullâh dan mencela Islam. Akhirnya terpaksa menuruti mereka, padahal hatinya tetap yakin
akan kebenaran ajaran Rasûlullâh. Setelah dibebaskan, dengan menangis dia mendatangi
Rasulullah seraya menceritakan peristiwa tersebut, dan ternyata Rasûlullâh memaafkannya.
Kemudian turunlah firman Allâh Azza wa Jalla :
ِٰ ِ ‫ِئ‬ ِِ ِ ِ ِ
َ ‫َم ْن َك َفَر بِاللَّه م ْن َب ْعد ِإميَانه ِإاَّل َم ْن ُأ ْك ِر َه َو َق ْلبُهُ ُمطْ َم ٌّن بِاِإْل ميَان َولَك ْن َم ْن َشَر َح بِالْ ُك ْف ِر‬
‫ص ْد ًرا َف َعلَْي ِه ْم‬
ِ ِ ِ ‫َغض‬
‫يم‬
ٌ ‫اب َعظ‬ ٌ ‫ب م َن اللَّه َوهَلُ ْم َع َذ‬ ٌَ
Barang siapa yang kafir kepada Allâh sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allâh),
kecuali orang yang dipaksa kafir, padahal hatinya tetap tenang dalam keimanan (dia tidak
berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allâh
menimpanya dan baginya adzab yang besar [an-Nahl/16:106]

Orang yang murtad boleh dibunuh dan halal darahnya.Jika telah dijatuhi hukuman mati,
maka tidak dimandikan dan disholatkan serta tidak dikuburkan di kuburan orang-orang Islam,
tidak mewarisi dan tidak diwarisi.  Tetapi hartanya diambil dan disimpan di Baitul Mal kaum
muslimin.

Dalilnya adalah Abdullah bin Mas’ud ra, bahwasanya Rasulullah saw bersabda :

ُ ‫اَل حَيِ ُّل َد ُم َر ُج ٍل ُم ْس لِ ٍم يَ ْش َه ُد َأ ْن اَل ِإلَهَ ِإاَّل اللَّهُ َوَأيِّن َر ُس‬


‫ول اللَّ ِه ِإاَّل ثَاَل ثَةُ نَ َف ٍر التَّا ِر ُك اِإْل ْس اَل َم الْ ُم َف ا ِر ُق‬
‫س‬ َّ ِ‫س ب‬
ِ ‫الن ْف‬ َّ ‫الزايِن َو‬ َّ ‫اع ِة َو‬ ِ
ُ ‫الن ْف‬ َّ ‫ب‬ُ ِّ‫الثي‬ َ ‫ل ْل َج َم‬
“ Tidak halal darah seorang muslim yang telah bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak
disembah kecuali Allah dan aku adalah utusan Allah, kecuali dari tiga orang berikut ini;
seseorang yang murtad dari Islam dan meninggalkan jama'ah, orang yang telah menikah tapi
berzina dan seseorang yang membunuh orang lain." ( HR Muslim )

Kemurtadan adalah bencana bagi pelaku baik di dunia terlebih di akhirat, sehingga setiap
Muslim harus ekstra hati-hati darinya, agar tidak terjerumus ke dalamnya. Melalui pembahasan
ini pula seyogyanya seorang Muslim bersikap tegas (bersikap proporsional) terhadap orang-
orang yang rela menanggalkan akidah Islamnya. Karena sebagian umat menyikapi keluarganya
yang murtad dengan dingin-dingin saja seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Semoga kita dijauhkan
dari bencana seperti ini dan diwafatkan dalam keadaan memegangi akidah Islamiyyah, sehingga
kelak dikumpulkan dengan penduduk Jannah. Amin

F. Fitnah
“Fitnah”, yaitu menyiarkan sesuatu berita tanpa dasar kebenaran, dengan tujuan untuk
mencemarkan nama baik seseorang, dan bagi pemfitnah tersebut pula mudah untuknya mencapai
segala cita-citanya. Perbuatan yang tercela seperti ini dilarang oleh Allah S.W.T. dan orang yang
membuat fitnah itu akan ditimpa azab yang amat pedih.

Allah S.W.T. berfirman yang maksudnya: “Sesungguhnya orang-orang yang


mendatangkan fitnah kepada orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan, kemudian mereka
tidak bertaubat, maka bagi mereka azab jahannam dan bagi mereka azab (neraka) yang sangat
pedih”. (Q.S. al-Buruj: 10)

Allah S.W.T. berfirman yang maksudnya: “Wahai orang yang beriman! Jauhilah dari
kebanyakan sangkaan, karena sesungguhnya sebahgian daripada sangkaan itu adalah dosa, dan
janganlah kamu mengintip atau mencari-cari kesalahan dan keaiban orang, dan janganlah
kamu mengumpat setengah yang lain. Adakah seseorang kamu suka memakan daging
saudaranya yang sudah mati? Sudah tentu kamu jijik kepadanya. (Oleh itu patuhilah larangan
tersebut) dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha penerima taubat dan
Maha penyayang.” (Q.S. al-Hujurat: 12)

Untuk menghadapi mereka yang memerangi umat Islam, Allah S.W.T. berfirman:
“Perangilah mereka sehingga tidak ada lagi fitnah dan agama itu hanya untuk Allah. Jika
mereka berhenti (memusuhi kamu), maka tidak ada lagi permusuhan, kecuali terhadap orang-
orang yang zalim. (Q.S. al-Baqarah: 193)

Fitnah itu lebih besar dosanya daripada dosa membunuh (manusia yang tak bersalah),
Allah S.W.T. berfirman yang maksudnya: “Berbuat fitnah lebih besar dosanya daripada
membunuh. (Q.S. al-Baqarah: 217)

Sebab dan akibat dari fitnah akan mengakibatkan korban yang sungguh dahsyat, bukan saja
nama orang yang difitnah itu mendapat aib, tetapi boleh mengakibatkan lenyapnya satu-satu
bangsa, ataupun jatuhnya sesebuah negara, akibat korban fitnah.

Allah S.W.T. berfirman yang maksudnya: “Wahai orang yang beriman! Jika datang
kepada kamu seorang fasik membawa berita, maka selidikilah (untuk menentukan
kebenarannya) supaya kamu tidak menimpakan sesuatu kaum dengan perkara yang tidak
diingini dengan sebab kejahilan kamu (mengenainya) sehingga menyebabkan kamu menyesali
apa yang kamu telah lakukan.” (Q.S. al-Hujurat: 6)

Sepatutnya umat Islam perlu melihat contoh yang telah ditunjukkan oleh Nabi S.A.W. dan
para Sahabat Baginda dalam menghadapi musuh Islam dan sesama sendiri.Allah S.W.T.
berfirman yang maksudnya: “Muhammad Rasulallah dan orang yang bersama dengannya,
bersifat keras dan tegas terhadap orang kafir yang (memusuhi Islam), dan bersifat kasih sayang
dan belas kasihan sesama sendiri (ummat Islam).” (Q.S. al-Fath: 29).

Allah S.W.T. mengingatkan ummat Islam dalam firmannya yang bermaksud: “Wahai
orang-orang beriman! Janganlah kaum lelaki menghinakan kaum lelaki yang lain, karena boleh
jadi yang dihinakan itu lebih baik daripada orang yang menghina. Dan janganlah kaum wanita
menghina wanita yang lain, boleh jadi yang dihina itu lebih baik daripada yang menghina.
Janganlah setengah kamu menyatakan keaiban setengah yang lain. Dan janganlah kamu panggil
memanggil dengan gelaran yang buruk (yang tidak baik). Seburuk-buruk nama ialah fasik
setelah beriman. Sesiapa tidak bertaubat, maka mereka itulah orang yang zalim.” (Q.S. al-
Hujurat: 11)

Allah S.W.T. mengingatkan kita, sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah
bersaudara sebagaimana firmanNya yang bermaksud: “Sesungguhnya orang yang beriman itu
adalah bersaudara, maka damaikan antara dua saudara kamu (yang bertelingkah) itu,
bertaqwalah kamu kepada Allah, supaya kamu beroleh rahmat.”(Q.S. al-Hujurat: 10)

G. Ghibah

Ghibah (menggunjing) termasuk dosa besar, namun sedikit yang mau menyadari hal ini.
Ghibah tergolong dosa dan perbuatan haram, bahkan termasuk dosa besar.Kata seorang ulama
tafsir, Masruq, “Ghibah adalah jika engkau membicarakan sesuatu yang jelek pada seseorang. Itu
disebut mengghibah atau menggunjingnya. Jika yang dibicarakan adalah sesuatu yang tidak
benar ada padanya, maka itu berarti menfitnah (menuduh tanpa bukti).” Demikian pula dikatakan
oleh Al Hasan Al Bashri. (Jami’ul Bayan ‘an Ta’wili Ayil Qur’an, 26: 167).

Dosa ghibah sudah disebutkan dalam firman Allah Ta’ala berikut ini,
‫ِإ‬ ِ ِ ِ ‫يا َأيُّها الَّ ِذين آَمنُوا‬
‫ضا‬
ً ‫ض ُك ْم َب ْع‬ ْ َ‫ض الظَّ ِّن مْثٌ َواَل جَتَ َّس ُسوا َواَل َي ْغت‬
ُ ‫ب َب ْع‬ َ ‫اجتَنبُوا َكث ًريا م َن الظَّ ِّن ِإ َّن َب ْع‬ْ َ َ َ َ
ِ ِِ ُّ ِ‫َأحُي‬
‫يم‬
ٌ ‫اب َرح‬ ٌ ‫َأح ُد ُك ْم َأ ْن يَْأ ُك َل حَلْ َم َأخيه َمْيتًا فَ َك ِر ْهتُ ُموهُ َو َّات ُقوا اللَّهَ ِإ َّن اللَّهَ َت َّو‬
َ ‫ب‬
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka, karena sebagian dari prasangka
itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang. Jangan pula menggunjing satu sama lain.
Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka
tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Hujurat: 12)

Asy Syaukani rahimahullah dalam kitab tafsirnya mengatakan, “Allah Ta’ala memisalkan
ghibah (menggunjing orang lain) dengan memakan bangkai seseorang. Karena bangkai sama
sekali tidak mengetahui siapa yang memakan dagingnya. Ini sama halnya dengan orang yang
hidup juga tidak mengetahui siapa yang menggunjing dirinya. Demikianlah keterangan dari Az
Zujaj.” (Fathul Qadir, 5: 87)

Asy Syaukani rahimahullah kembali menjelaskan, “Dalam ayat di atas terkandung isyarat
bahwa kehormatan manusia itu sebagaimana dagingnya. Jika daging manusia saja diharamkan
untuk dimakan, begitu pula dengan kehormatannya dilarang untuk dilanggar. Ayat ini
menjelaskan agar setiap muslim menjauhi perbuatan ghibah. Ayat ini menjelaskan bahwa ghibah
adalah perbuatan yang teramat jelek. Begitu tercelanya pula orang yang melakukan ghibah.

Ibnu Jarir Ath Thobari berkata, “Allah mengharamkan mengghibahi seseorang ketika
hidup sebagaimana Allah mengharamkan memakan daging saudaramu ketika ia telah mati.”
(Jami’ul Bayan ‘an Ta’wili Ayil Qur’an, 26: 168).

Qatadah rahimahullah berkata, “Sebagaimana engkau tidak suka jika mendapati saudarimu
dalam keadaan mayit penuh ulat. Engkau tidak suka untuk memakan bangkai semacam itu. Maka
sudah sepantasnya engkau tidak mengghibahinya ketika ia masih dalam keadaan hidup.” (Lihat
Jami’ul Bayan ‘an Ta’wili Ayil Qur’an, 26: 169).

Ghibah termasuk dosa karena di akhir ayat disebutkan Allah Maha Menerima Taubat.
Artinya, apa yang disebutkan dalam ayat termasuk dalam dosa karena berarti dituntut bertaubat.
Imam Nawawi juga menyebutkan bahwa ghibah termasuk perbuatan yang diharamkan, lihat
Syarh Shahih Muslim, 16: 129.
Dalam Kunuz Riyadhis Sholihin (18: 164) disebutkan, “Para ulama sepakat akan haramnya
ghibah dan ghibah termasuk dosa besar.”

Wallahu a’lam. Moga Allah menjauhkan dari setiap dosa besar termasuk pula perbuatan
ghibah. Semoga Allah memberi taufik untuk menjaga lisan ini supaya senantiasa berkata yang
baik.

H. Tharikus shalat

Imam Adz Dzahabi mengurutkan dalam dosa besar keempat dalam kitabnya Al Kabair,
yaitu meninggalkan shalat. Artinya satu shalat saja yang ditinggalkan bukan dosa yang sepele.

Allah Ta’ala berfirman,

ِ ‫ف َأضاعوا الصَّاَل ةَ واتَّبعوا الشَّهو‬ ِ ‫فَخلَف ِمن بع ِد‬


َ َ‫ف َي ْل َق ْو َن َغيًّا ِإاَّل َم ْن ت‬
‫اب‬ َ ‫ات فَ َس ْو‬ َ َ ُ َ َ ُ َ ٌ ‫ل‬
ْ ‫خ‬
َ ‫م‬
ْ ‫ه‬ َْ ْ َ َ
“Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan
memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan kecuali orang
yang bertaubat.” (QS. Maryam: 59-60).

Dalam ayat lainnya disebutkan,

)5( ‫اهو َن‬ ِ‫) الَّ ِذين هم عن هِت‬4( ‫َفويل لِْلمصلِّني‬


ُ ‫صاَل ْم َس‬
َ َْ ُْ َ َ َ ُ ٌَْ

“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari
shalatnya.” (QS. Al Maa’un: 4-5).

Juga dalam ayat lain,

ِ ُ َ‫) قَالُوا مَل ن‬42( ‫ما سلَ َك ُكم يِف س َقر‬


َ ِّ‫صل‬
)43( ‫ني‬ َ ‫ك م َن الْ ُم‬ ْ ََ ْ َ َ

“Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?” Mereka menjawab: “Kami dahulu
tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat” (QS. Al Mudatstsir: 42-43).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

َّ ‫الْ َع ْه ُد الَّ ِذى َبْيَننَا َو َبْيَن ُه ُم‬


‫الصالَةُ فَ َم ْن َتَر َك َها َف َق ْد َك َفَر‬

“Perjanjian antara kami dan mereka (orang kafir) adalah shalat. Barangsiapa meninggalkannya
maka dia telah kafir.”[1]

Umar berkata, “Tidak ada bagian bagi seorang pun dalam Islam jika ia meninggalkan shalat.”
Ayyub As Sikhtiyani berkata seperti itu pula.

Diriwayatkan pula dari Al Jariri, dari ‘Abdullah bin Syaqiq, dari Abu Hurairah, ia berkata,

‫الصالَِة‬ ٍ
ْ ‫ الَ َيَر ْو َن َشْيًئا ِم َن‬-‫صلى اهلل عليه وسلم‬- ‫اب حُمَ َّمد‬
َّ ‫اَألع َم ِال َت ْر ُكهُ ُك ْفٌر َغْيَر‬ ُ ‫َأص َح‬
ْ ‫َكا َن‬
“Dulu para shahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah pernah menganggap
suatu amal yang apabila ditinggalkan menyebabkan kafir kecuali shalat.” [2] Dikeluarkan oleh Al
Hakim dalam mustadroknya dan juga dikeluarkan oleh Tirmidzi namun tidak disebutkan dari
Abu Hurairah.

Ibnu Hazm berkata, “Tidak ada dosa setelah kejelekan yang lebih parah dari meninggalkan
shalat hingga keluar waktunya dan juga dosa karena membunuh seorang mukmin bukan lewat
jalan yang benar.”

Di akhir bahasan, Imam Adz Dzahabi menjelaskan, “Mengakhirkan shalat dari waktu yang
telah ditetapkan termasuk dosa besar. Apalagi meninggalkan shalat -walaupun satu saja-, maka
statusnya seperti dosa besar yang lain yaitu berzina dan mencuri. Meninggalkan setiap shalat
termasuk dosa besar atau luput dari satu shalat saja termasuk dosa besar. Jika dilakukan berulang
kali, maka termasuk pelaku dosa besar (ahlul kabair) kecuali jika ia bertaubat. Bila berlangsung
terus menerus, maka yang meninggalkan shalat menjadi orang yang merugi, sengsara dan orang
yang mujrim.”

1 HR. Ahmad 5: 346, Tirmidzi no. 2621, An Nasa’i no. 464, Ibnu Majah no. 1079. Al Hafizh Abu Thahir mengatakan
bahwa sanad hadits ini shahih.
2 HR. Tirmidzi no. 2622 dan Hakim 1: 7. Perkataan ini diriwayatkan oleh At Tirmidzi dari Abdullah bin Syaqiq Al
‘Aqliy seorang tabi’in dan Hakim mengatakan bahwa hadits ini bersambung dengan menyebut Abu Hurairah di
dalamnya. Dan sanad (periwayat) hadits ini adalah shahih. Lihat Ats Tsamar Al Mustathob fi Fiqhis Sunnah wal
Kitab, hal. 52.
Semoga Allah memberikan kita taufik untuk terus memperhatikan shalat.

I. Durhaka pd Orang tua

Sesungguhnya jasa kedua orang tua terhadap anaknya sangat besar. Fakta ini tidak bisa
diingkari oleh siapapun juga. Seorang ibu telah mengandung anaknya dalam keadaan lemah dan
susah. Dia menyabung nyawa untuk melahirkan anaknya. Kemudian memelihara dan menyusui
dengan penuh kelelahan dan perjuangan selama dua tahun.

Allâh Azza wa Jalla memberitakan sebagian jasa tersebut dalam firman-Nya :

ِ ِ ِ
‫صالُهُ ثَاَل ثُو َن َش ْهًرا‬ َ ‫صْينَا اِإْل نْ َسا َن بَِوال َديْه ِإ ْح َسانًا ۖ مَحَلَْتهُ ُُّأمهُ ُك ْر ًها َو َو‬
َ ‫ض َعْتهُ ُك ْر ًها ۖ َومَح ْلُهُ َوف‬ َّ ‫َو َو‬
Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya
mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula).
Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan. [al-Ahqâf/46:15].

Demikian juga sang bapak menantang panas dan hujan guna mencukupi kebutuhan
keluarganya. Sehingga tidak heran jika keduanya memiliki hak yang harus dipenuhi oleh sang
anak, bahkan hak orang tua itu mengiringi hak Allâh Azza wa Jalla. Dia berfirman:

‫َو ْاعبُ ُدوا اللَّهَ َواَل تُ ْش ِر ُكوا بِِه َشْيًئا ۖ َوبِالْ َوالِ َديْ ِن ِإ ْح َسانًا‬

Beribadahlah kepada Allâh dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan
berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak. [an-Nisâ`/4:36].

Berbakti Kepada Orang Tua Merupakan Kewajiban Yang Utama

Hak kedua orang tua itu melebihi manusia manapun. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah
menjelaskan hal ini dalam hadits sebagai berikut:
‫ول اللَّ ِه‬ َ ‫صلَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم َف َق‬
َ ‫ال يَا َر ُس‬ ِ ِ
َ ‫ال َجاءَ َر ُج ٌل ِإىَل َر ُسول اللَّه‬ َ َ‫َع ْن َأيِب ُهَر ْيَر َة َر ِض َي اللَّهُ َعْنهُ ق‬
َ َ‫ص َحابَيِت ق‬ ‫من َأح ُّق الن ِ حِب‬
‫ال‬
َ َ‫ال مُثَّ َم ْن ق‬
َ َ‫ك ق‬َ ‫ال مُثَّ ُُّأم‬
َ َ‫ال مُثَّ َم ْن ق‬َ َ‫ك ق‬َ ‫ال مُثَّ َم ْن قَ َال مُثَّ ُُّأم‬
َ َ‫ك ق‬
َ ‫ال ُُّأم‬ َ ‫َّاس ُ ْس ِن‬ َ َْ
‫وك‬
َ ُ‫مُثَّ َأب‬
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata: Seorang lelaki datang kepada Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam , lalu bertanya: “Wahai Rasûlullâh, siapakah orang yang paling
berhak mendapatkan perbuatan kebaikanku ?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
“Ibumu,” lelaki itu bertanya lagi, “Kemudian siapa ?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
menjawab, “Ibumu,” Lelaki itu bertanya lagi, “Kemudian siapa ?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam menjawab, “Ibumu,” Lelaki itu bertanya lagi, “Kemudian siapa ?” Beliau menjawab,
“Bapakmu”. [HR al-Bukhâri, no. 5971; Muslim, no. 2548]

Bahkan kewajiban berbakti kepada orang tua itu melebihi kewajiban jihad fî sabîlillâh.

‫ك َعلَى‬ َ ‫صلَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم َف َق‬


َ ُ‫ال ُأبَايِع‬ ِ
َ ‫ال َأْقبَ َل َر ُج ٌل ِإىَل نَيِب ِّ اللَّه‬
َ َ‫اص ق‬ ِ ‫َع ْن َعْب ِد اللَّ ِه بْ ِن َع ْم ِرو بْ ِن الْ َع‬
‫ال َفتَْبتَغِي‬
َ َ‫ال َن َع ْم بَ ْل كِاَل مُهَا ق‬ ِ ِ ِ ِ ِ
َ َ‫َأح ٌد َح ٌّي ق‬ َ ‫ك‬ َ ْ‫ال َف َه ْل ِم ْن َوال َدي‬َ َ‫اَأْلجَر ِم َن اللَّ ِه ق‬
ْ ‫اهْل ْجَر ِة َواجْل َهاد َْأبتَغي‬
ِ َ‫ك ف‬ ِ ِ َ َ‫اَأْلجَر ِم َن اللَّ ِه ق‬
‫ص ْحبََت ُه َما‬
ُ ‫َأحس ْن‬ ْ َ ْ‫ال نَ َع ْم قَ َال فَ ْارج ْع ِإىَل َوال َدي‬ ْ
Dari Abdullâh bin ‘Amr bin al-‘Ash Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Seorang laki-laki datang
kepada Nabi Allâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu berkata, ‘Aku berbai’at kepadamu untuk
hijrah dan jihad, aku mencari pahala dari Allâh.” Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya,
‘Apakah salah satu dari kedua orang tuamu masih hidup ?’ Dia menjawab, “Bahkan keduanya
masih hidup.” Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya lagi, “Apakah kamu mencari pahala
dari Allâh ?” Dia menjawab, “Ya”. Nabi bersabda, “Kalau begitu pulanglah kepada kedua orang
tuamu, lalu temanilah keduanya dengan sebaik-baiknya”. [HR Muslim, no. 2549]

Termasuk Dosa Besar : Durhaka Kepada Orang Tua

Selain memerintahkan birrul wâlidain (berbakti kepada kedua orang tua), agama Islam juga
melarang ‘uqûqul wâlidain (durhaka kepada kedua orang tua), bahkan memasukkannya ke dalam
dosa-dosa besar yang mengiringi syirik. Banyak hadits-hadits yang berkaitan dengan hal ini,
antara lain:
‫ول‬ َ ‫صلَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم َف َق‬
َ ‫ال يَا َر ُس‬ َ ِّ ‫َأعَرايِب ٌّ ِإىَل النَّيِب‬
ْ َ‫ال َجاء‬ َ َ‫َع ْن َعْب ِد اللَّ ِه بْ ِن َع ْم ٍرو َر ِض َي اللَّهُ َعْن ُه َما ق‬
ِ َ َ‫ال مُثَّ ماذَا ق‬ ِ ُ ‫ال مُثَّ ع ُق‬ َ َ‫اللَّ ِه َما الْ َكبَاِئُر قَ َال اِإْل ْشَر ُاك بِاللَّ ِه ق‬
‫وس‬
ُ ‫ني الْغَ ُم‬
ُ ‫ال الْيَم‬ َ َ َ‫وق الْ َوال َديْ ِن ق‬ ُ َ َ‫ال مُثَّ َماذَا ق‬
ِ ِ ِ َ ‫ال الَّ ِذي َي ْقتَ ِط ُع َم‬ ِ
‫ب‬ٌ ‫ال ْام ِرٍئ ُم ْسل ٍم ُه َو ف َيها َكاذ‬ َ َ‫وس ق‬ُ ‫ني الْغَ ُم‬ ُ ‫ت َو َما الْيَم‬ ُ ‫ُق ْل‬
Dari Abdullâh bin ‘Amr, ia berkata: Seorang Arab Badui datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam lalu berkata, “Wahai Rasûlullâh, apakah dosa-dosa besar itu ?” Beliau menjawab,
“Isyrak (menyekutukan sesuatu) dengan Allâh”, ia bertanya lagi, “Kemudian apa?” Beliau
menjawab, “Kemudian durhaka kepada dua orang tua,” ia bertanya lagi, “Kemudian apa ?”
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Sumpah yang menjerumuskan”. Aku bertanya,
“Apa sumpah yang menjerumuskan itu?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
“Sumpah dusta yang menjadikan dia mengambil harta seorang muslim”. [HR al-Bukhâri, no.
6255]

Walaupun kedudukan orang tua begitu tinggi, tetapi banyak orang melupakan tuntunan
agama yang suci ini. Mereka tidak peduli lagi dengan hak mereka dan tidak menunaikannya
sebagaimana mestinya.

Di Antara Bentuk-Bentuk ‘Uqûqul Wâlidain

‘Uqûqul wâlidain adalah lawan dari birrul wâlidain (berbakti kepada kedua orang tua).
Durhaka kepada kedua orang tua, artinya ialah tidak menaatinya, memutuskan hubungan dengan
keduanya, dan tidak berbuat baik kepada keduanya. (Lihat Lisânul ‘Arab, karya Ibnul-
Manzhur).

Fenomena durhaka kepada orang tua itu sangat banyak, antara lain sebagai berikut:

1) Mengucapkan perkataan yang menunjukkan tidak suka, seperti “ah” atau semacamnya, dan
demikian juga membentak dan bersuara keras kepada orang tua.
Allâh Azza wa Jalla berfirman :

‫َأح ُدمُهَا َْأو كِاَل مُهَا فَاَل‬ ِ ِ ‫ِإ‬ ‫ِ ِإ‬ ‫ِإ ِإ‬
َ ‫ك َأاَّل َت ْعبُ ُدوا اَّل يَّاهُ َوبِالْ َوال َديْ ِن ْح َس انًا ۚ َّما َيْبلُغَ َّن عْن َد َك الْكَب َر‬ َ ُّ‫ض ٰى َرب‬
َ َ‫َوق‬
‫ُأف َواَل َتْن َه ْرمُهَا َوقُ ْل هَلَُما َق ْواًل َك ِرميًا‬
ٍّ ‫َت ُق ْل هَلَُما‬
Dan Rabbmu telah memerintahkan supaya kamu jangan beribadah kepada selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang
di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka
sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah
kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.
[al-Isrâ`/17:23]

Jika ada kata yang lebih ringan dari “ah” yang menyakitkan orang tua, tentu sudah
dilarang juga. Ketika mengucapkan “ah” kepada orang tua sudah dilarang, apalagi
mengucapkan kata-kata yang lebih kasar dari itu atau memperlakukan mereka dengan buruk,
maka itu lebih terlarang.

2) Mengucapkan perkataan atau melakukan perbuatan yang menyebabkan orang tua bersedih
hati, apalagi sampai menangis.
3) Bermuka masam dan cemberut kepada orang tua.
Sebagian orang didapati sebagai orang yang pandai bergaul, suka tersenyum, dan berwajah
ceria bersama kawan-kawannya. Namun ketika masuk ke dalam rumahnya, bertemu dengan
orang tuanya, dia berbalik menjadi orang yang kaku dan keras, berwajah masam dan
berbicara kasar. Alangkah celakanya orang yang seperti ini. Padahal seharusnya orang yang
dekat itu lebih berhak terhadap kebaikannya.
4) Mencela orang tua, baik secara langsung maupun tidak langsung.

‫ ِم َن الْ َكبَ اِئِر َش ْت ُم‬: ‫ال‬


َ َ‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم ق‬ ِ َ ‫َأن رس‬
َ ‫ول اللَّه‬ ُ َ َّ ‫اص‬ ِ ‫َع ْن َعْب ِد اللَّ ِه بْ ِن َع ْم ِرو بْ ِن الْ َع‬
‫ب‬ُّ ‫الر ُج ِل َفيَ ُس‬َّ ‫ب َأبَا‬ َ َ‫الر ُج ُل َوالِ َديْ ِه ؟ ق‬
ُّ ‫ نَ َع ْم يَ ُس‬: ‫ال‬ َ ‫ قَالُوا يَا َر ُس‬.‫الر ُج ِل َوالِ َديْ ِه‬
َّ ‫ول اللَّ ِه َه ْل يَ ْش تِ ُم‬ َّ
ُ‫ب َُّأمه‬
ُّ ‫ب َُّأمهُ َفيَ ُس‬
ُّ ‫َأبَاهُ َويَ ُس‬
Dari Abdullâh bin ‘Amr bin al-‘Ash, bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Termasuk dosa besar, (yaitu) seseorang mencela dua orang tuanya,” mereka
bertanya, “Wahai Rasûlullâh, adakah orang yang mencela dua orang tuanya ?” Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ya, seseorang mencela bapak orang lain, lalu
orang lain itu mencela bapaknya. Seseorang mencela ibu orang lain, lalu orang lain itu
mencela ibunya.” [HR al-Bukhâri, no. 5 628; Muslim, no. 90. Lafazh hadits ini milik Imam
Muslim]

5) Memandang sinis kepada orang tua. Yaitu memandangnya dengan sikap merendahkan,
menghinakan, atau kebencian.
6) Malu menyebut mereka sebagai orang tuanya.
Sebagian anak diberi kemudahan oleh Allâh Azza wa Jalla dalam masalah duniawi,
sehingga ia menjadi orang terpandang di hadapan masyarakat. Namun sebagian mereka
kemudian merasa malu mengakui keadaan orang tuanya yang terbelakang di dalam tingkat
sosial atau ekonominya.
7) Memerintah orang tua.
Seperti memerintah ibu untuk menyapu rumah, mencuci baju, menyiapkan makanan.
Tindakan ini tidak layak, apalagi jika ibu dalam keadaan lemah, sakit, atau sudah tua.
Namun jika sang ibu melakukan dengan sukarela dan senang hati, dalam keadaan sehat dan
kuat, maka tidak mengapa.
8) Memberatkan orang tua dengan banyak permintaan.
Sebagian orang banyak menuntut orang tuanya dengan berbagai permintaan, padahal orang
tuanya dalam keadaan tidak mampu. Ada anak yang meminta dibelikan baju-baju model
baru, handphone baru, sepeda motor, atau lainnya. Bahkan ada seseorang sudah menikah,
kemudian meminta orang tuanya untuk dibelikan mobil, atau dibuatkan rumah, atau
meminta uang yang banyak, dan semacamnya.
9) Lebih mementingkan isteri daripada orang tua.
Sebagian orang lebih mentaati isterinya daripada mentaati kedua orang tuanya. Sebagian
orang berlebihan dalam menampakkan kecintaan kepada isterinya di hadapan orang tua,
tetapi pada waktu yang sama ia bersikap kasar kepada orang tuanya.
10) Meninggalkan orang tua ketika masa tua atau saat membutuhkan anaknya.
Sebagian anak ketika menginjak dewasa memiliki pekerjaan yang mengharuskannya untuk
meninggalkan orang tuanya, lalu ia sibuk dengan urusannya sendiri. Sehingga sama sekali
tidak melakukan kebaikan untuk orang tuanya, baik dengan doa, bantuan uang, tenaga,
maupun lainnya.
Inilah diantara bentuk-bentuk kedurhakaan yang harus ditinggalkan. Demikian juga
bentuk-bentuk lainnya yang merupakan kedurhakaan, maka harus dijauhi. Semoga Allâh selalu
membimbing kita dalam kebaikan.

Durhaka kepada orang tua adalah dosa besar. Ini secara tegas dinyatakan oleh
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam:

‫ وشهادةُ الزو ِر‬: ‫ أو قال‬. ‫وقول الزو ِر‬


ُ ، ‫الوالديْ ِن‬
َ ‫وعقوق‬ُ ِ ‫ وقتل‬، ‫اإلشراك باهلل‬
، ‫النفس‬ ُ ُ : ‫أكربُ الكبائ ِر‬
“dosa-dosa besar yang paling besar adalah: syirik kepada Allah, membunuh, durhaka kepada
orang tua, dan perkataan dusta atau sumpah palsu” (HR. Bukhari-Muslim dari sahabat Anas bin
Malik).

Dalam hadits Nafi’ bin Al Harits Ats Tsaqafi, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

‫وعقوق الوالدي ِن‬


ُ ِ ‫اإلشراك‬
، ‫باهلل‬ ُ ِ ‫رسول‬
: ‫ قال‬، ‫اهلل‬ َ ‫ بلَى يا‬: ‫ قالوا‬، ‫ ثالثًا‬. ‫أال أنبُِّئكم بأك ِرب الكبائ ِر‬
“maukah aku kabarkan kepada kalian mengenai dosa-dosa besar yang paling besar? Beliau
bertanya ini 3x. Para sahabat mengatakan: tentu wahai Rasulullah. Nabi bersabda: syirik
kepada Allah dan durhaka kepada orang tua” (HR. Bukhari – Muslim).

Ternyata Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam berkali-kali memperingatkan para sahabat


mengenai besarnya dosa durhaka kepada orang tua. Subhaanallah!.

Dan perhatikan, sebagaimana perintah untuk birrul walidain disebutkan setelah perintah untuk
bertauhid, Allah Ta’ala berfirman (yang artinya) : “Sembahlah Allah dan janganlah kamu
mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua”
(QS.An Nisa: 36). Maka di hadits ini dosa durhaka kepada orang tua juga disebutkan setelah
dosa syirik.Ini menunjukkan betapa besar dan fatalnya dosa durhaka kepada orang tua.

Durhaka kepada ibu, lebih besar lagi dosanya

Sebagaimana kita ketahui dari dalil-dalil bahwa berbuat baik kepada ibu lebih diutamakan
daripada kepada ayah, maka demikian juga durhaka kepada ibu lebih besar dosanya. Selain itu,
ibu adalah seorang wanita, yang ia secara tabi’at adalah manusia yang lemah. Sedangkan
memberikan gangguan kepada orang yang lemah itu hukuman dan dosanya lebih besar dari
orang biasa atau orang yang kuat.

Oleh karena itu Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

َ‫ َوكثرة‬، ‫وقال‬
َ ‫قيل‬ ِ ِ ِ ِ َّ ‫عقوق‬ َّ َ‫إن اللَّه‬َّ
َ : ‫ووأد البنات َوك ره لَكم‬
َ ، ‫ومنع ا َوهات‬
ً ، ‫األمهات‬ َ ‫حر َم عليكم‬
ِ َ‫ وإضاعة‬، ‫ؤال‬
‫املال‬ ِ ‫الس‬ ُّ
“sesungguhnya Allah mengharamkan sikap durhaka kepada para ibu, pelit dan tamak,
mengubur anak perempuan hidup-hidup. Dan Allah juga tidak menyukai qiila wa qaala, banyak
bertanya dan membuang-membuang harta” (HR. Bukhari – Muslim).

J. Saksi Palsu

Syahâdat zûr (persaksian palsu) adalah salah satu dari dosa-dosa besar yang paling besar.
Oleh karena selayaknya kita memahaminya, mewaspadainya lalu menjauhinya. Allâh Azza wa
Jalla telah melarang perkataan dusta, termasuk syahâdat zûr. Allâh Azza wa Jalla berfirman:

‫اجتَنِبُوا‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
ْ َ‫ت لَ ُك ُم اَأْلْن َع ُام ِإاَّل َم ا يُْتلَ ٰى َعلَْي ُك ْم ۖ ف‬ َ ‫َٰذل‬
ْ َّ‫ك َو َم ْن يُ َعظِّ ْم ُحُر َمات اللَّه َف ُه َو َخْيٌر لَهُ عْن َد َربِّه ۗ َوُأحل‬
ُّ ‫اجتَنِبُوا َق ْو َل‬
‫الزو ِر‬ ِ
ْ ‫اَأْلوثَان َو‬
ْ ‫س م َن‬
ِ ‫الرج‬
َ ْ ِّ

Demikianlah (perintah Allâh). Dan barangsiapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi
Allâh, maka itu adalah lebih baik baginya di sisi Rabbnya. Dan telah dihalalkan bagi kamu
semua binatang ternak, terkecuali yang diterangkan kepadamu keharamannya, maka jauhilah
olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta. [Al-Hajj/22: 30]

Dalam ayat ini, Allâh Azza wa Jalla melarang qauluz zûr (perkataan dusta), termasuk
syahâdat zûr (persaksian palsu). Larangan ini digabungkan dengan perintah menjauhi berhala-
berhala yang najis itu, yaitu syirik. Ini menunjukkan betapa persaksian palsu itu sangat
berbahaya sebagaimana bahaya syirik. Bahkan bahaya persaksian palsu itu bisa menimpa orang
lain disamping menimpa pelaku itu sendiri, sedangkan bahaya syirik hanya menimpa pelakunya
saja.
Sebagaimana dalam al-Qur’ân, di dalam hadits juga, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi
wa sallam menggabungkan larangan qauluz zûr (perkataan palsu) dengan syirik, antara lain
dalam hadits:

‫ َأاَل ُأَنبُِّئ ُك ْم بَِأ ْكرَبِ الْ َكبَاِئِر ثَاَل ثًا قَالُوا َبلَى يَا‬n ُّ ‫ال النَّيِب‬ َ ‫َع ْن َعْب ِد الرَّمْح َ ِن بْ ِن َأيِب بَكَْر َة َع ْن َأبِي ِه َق‬
َ َ‫ال ق‬
‫الزو ِر قَ َال فَ َما َز َال‬
ُّ ‫ال َأاَل َو َق ْو ُل‬ َ ‫َّكًئا َف َق‬ِ ‫وق الْوالِ َدي ِن وجلَس و َكا َن مت‬ ِ َّ ِ ‫ِإْل‬ ِ َّ َ ‫رس‬
ُ َ َ َ َ ْ َ ُ ‫ول الله قَ َال ا ْشَر ُاك بالله َوعُ ُق‬ َُ
‫ت‬َ ‫يُ َكِّر ُر َها َحىَّت ُق ْلنَا لَْيتَهُ َس َك‬
Dari Abdurrahman bin Abi Bakrah, dari bapaknya Radhiyallah anhu, dia berkata, Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perhatikanlah (wahai para shahabat), maukah aku
tunjukkan kepada kalian dosa-dosa besar yang paling besar?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam mengatakannya tiga kali. Kemudian para shahabat mengatakan: “Tentu wahai
Rasulullah.” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Syirik kepada Allâh dan durhaka
kepada kedua orang tua.” Dan beliau duduk, sedangkan sebelumnya beliau bersandar, lalu
bersabda, “Perhatikanlah! dan perkataan palsu (perkataan dusta)”, beliau selalu mengulanginya
sampai kami berkata, “Seandainya beliau berhenti”. [HR. Al-Bukhâri dan Muslim]

Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalâni rahimahullah berkata, “Lafazh dalam hadits “dan Beliau
duduk, sedangkan sebelumnya Beliau bersandar”, menunjukkan bahwa Beliau Shallallahu ‘alaihi
wa sallam memberikan perhatian lebih terhadap masalah ini, sampai Beliau Shallallahu ‘alaihi
wa sallam duduk padahal sebelumnya Beliau bersandar. Ini menunjukkan adanya penekanan
terhadap pengharaman sekaligus menunjukkan keburukannya yang sangat berat. Adapun
mengenai penyebab perhatian Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap masalah ini
dikarenakan perkataan dusta atau persaksian dusta lebih mudah terjadi di tengah masyarakat dan
lebih banyak diremehkan. Karena syirik tidak sesuai dengan hati nurani seorang Muslim,
durhaka kepada orang tua ditolak oleh naluri, sedangkan (perkataan) dusta faktor pemicunya
banyak sekali, seperti: permusuhan, hasad (iri), dan lainnya. Sehingga dibutuhkan perhatian
untuk mengganggapnya (sesuatu yang) besar. Namun bukan berarti (dosa) perkataan dusta lebih
besar dibandingkan (dosa) syirik yang disebutkan bersamanya, tetapi karena kerusakan dusta
menjalar kepada selain orang yang bersaksi, berbeda dengan syirik yang biasanya kerusakannya
terbatas (pada pelakunya)”. [Fathul Bâri, 5/263]
Empat Bahaya Persaksian Palsu

Imam adz-Dzahabi rahimahullah berkata, “Pemberi kesaksian palsu telah melakukan beberapa
dosa-dosa besar:

Pertama: Dusta dan membuat fitnah atau kebohongan.

Kedua : Dia telah berbuat zhalim kepada orang yang ia persaksikan sebagai orang yang salah,
sehingga dengan sebab kesaksiannya itu ia telah mengambil atau mengganggu harta, kehormatan
atau nyawanya.
Ketiga : Dia telah berbuat zhalim kepada orang yang ia persaksikan sebagai orang yang benar.
Yaitu dengan kesaksiannya itu, dia telah memberikan harta haram kepadanya, lalu dia
mengambilnya, sehingga dia masuk neraka.

Keempat: Dia telah menghalalkan apa yang diharamkan dan dilindungi oleh Allâh Azza wa
Jalla , baik harta, darah atau kehormatan”. [Diringkas dari al-Kabâir, hlm. 79-80, karya imam
Adz-Dzahabi]

Kita memohon kepada Allâh Ta’ala keselamatan dari semua keburukan. Aamiin.

Anda mungkin juga menyukai