Anda di halaman 1dari 38

1

BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Konsep Dasar Stroke Non Hemoragik


1.1.1 Definisi Stroke Non Hemoragik

Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang


diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah
kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun (Suzanne, 2002:59).
Stroke non hemoragik (SNH) merupakan proses terjadinya iskemia akibat
emboli dan trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru
bangun tidur atau pagi hari dan tidak terjadi perdarahan (Mutta&in, 2008: 1)0).
Stroke Non Hemoregik adalah sindroma klinis yang a*alnya timbul
mendadak, progresi cepat berupa defisit neurologis fokal atau global yang
berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbul kematian yang disebabkan
oleh gangguan peredaran darah otak non straumatik (Mansjoer, 2000:17).

Gambar 1.2 Stroke Non Hemoragik

1.1.2 Etiologi
1
2

Etiologi dari stroke non hemoragik dikemukakan oleh Suzanne, 2002 yaitu:
1.1.2.1 Trombosis Serebral (bekuan cairan di dalam pembuluh darah otak).
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan ot
thrombosis.

1.1.2.2 Embolisme cerebral (bekuan darah atau material lain)


Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umum
cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik.

1.1.2.3 Iskemia (penurunan aliran darah ke area otak)


Iskemia serebral (insufisiensi suplai darah ke otak) terutama karena
konstriksi ateroma pada arteri yang menyuplai darah ke otak.

1.1.3 Faktor Resiko


Faktor resiko dari pasien dengan stroke non hemoragik yaitu:
1.1.3.1 Hipertensi
1.1.3.2 Penyakit kardiovaskuler: arteria koronaria, gagal jantung kongestif,
fibrilasi atrium, penyakit jantung kongestif).
1.1.3.3 Kolesterol tinggi.
1.1.3.# Obesitas/kegemukan.
1.1.3.5 Peningkatan hematokrit (resiko infark serebral)
1.1.3.6 Diabetes Melitus (berkaitan dengan aterogenesis terakselerasi).
1.1.3.7 Kontrasepasi oral (khususnya dengan disertai hipertensi, merkok, dan
kadar estrogen tinggi).
1.1.3.8 Penyalahgunaan obat (kokain)
1.1.3.( Konsumsi alkohol

1.1.# Patofisiologi
Trombosis serebral dan Embolisme serebral menyebabkan pembuluh
arteriola mengalami perubahan patologik pada dinding pembuluh darah tersebut
berupa hipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe

Bouchard. Arteriol-arteriol dari cabang-cabang lentikulostriata, cabang tembus


3

arteriotalamus dan cabang-cabang paramedian arteria vertebro-basilar mengalami


perubahan-perubahan degeneratif yang sama . Kenaikan darah yang abrupt” atau
kenaikan dalam jumlah yang secara mencolok dapat menginduksi pecahnya
pembuluh darah terutama pada pagi hari dan sore hari. <ika pembuluh darah
tersebut pecah, maka perdarahan dapat berlanjut sampai dengan 6 jam dan jika
volumenya besar akan merusak struktur anatomi otak dan menimbulkan gejala
klinik.
<ika perdarahan yang timbul kecil ukurannya, maka massa darah hanya
dapat merasuk dan menyela di antara selaput akson massa putih tanpa
merusaknya. Pada keadaan ini absorbsi darah akan diikuti oleh pulihnya fungsi-
fungsi neurologi. Sedangkan pada perdarahan yang luas terjadi destruksi massa
otak, peninggian tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan
herniasi otak pada falk serebri atau le*at foramen magnum. Kematian dapat
disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan batang otak
sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel
otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus
dan pons. Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif
banyak akan mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan menebabkan
menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak.
Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat
menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena
darah dan sekitarnya tertekan lagi. <umlah darah yang keluar menentukan
prognosis.

1.1.5 WOC (Web Of Caution)


4

Bagan 1.1 Woc Stroke Non Hemoragik


1.1.6 )anifestasi Klinis

1.1.6.1 Defisit Lapang Penglihatan


5

Homonimus hemianopsia (kehilangan setengah lapang penglihatan), sisi


visual yang terkena berkaitan dengan sisi tubuh yang paralisis yaitu kesulitan
menilai jarak, tidak menyadari orang atau objek ditempat kehilangan penglihatan,
mengabaikan salah satu sisi tubuh. Kehilangan penglihatan perifer, Kesulitan
melihat pada malam hari, tidak menyadari objek atau batas objek.
1.1.6.2 Defisit Motorik
Stroke adalah penyakit neuron atas dan mengakibatkan kehilangan kontrol
volunter. Gangguan kontrol volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukan
kerusakan pada neuron atas pada sisi yang belawanan dari otak.
1.1.6.3 Hemiplegi (paralisis pada salah satu sisi tubuh).
1.1.6. # Hemiparesis kelemahan wajah, lengan dan kaki pada sisi yang sama.
1.1.6.5 Ataksia berjalan tidak mantap atau tegak, tidak mampu menyatukan kaki,
perlu dasar berdiri yang luas.
1.1.6.6 Disartria (kesulitan berbicara) kesulitan dalam membentuk kata,
ditunjukan dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh
paralisis otot yang bertanggung jawab menghasilkan bicara.
1.1.6.7 Disfagia kesulitan dalam menelan.

1.1.7 Komplikasi
1.1.7.1 Komplikasi dini (0-48 jam pertama).
1.1.7.2 Edema serebri: defisit neurologis cenderung memberat, dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial, herniasi, dan akhirnya
menimbulkan kematian.
1.1.7.3 Infark miokard: penyebab kematian mendadak pada stroke stadium awal.
1.1.7. # Komplikasi Jangka pendek (1-14 hari pertama).
1.1.7.5 Pneumonia: akibat immobilisasi lama.
1.1.7.6 Emboli paru: cenderung terjadi 7 -14 hari pasca stroke, seringkali pada
saat penderita mulai mobilisasi.
1.1.7.7 Stroke rekuren: dapat terjadi pada setiap saat.
1.1.7.8 Komplikasi Jangka panjang, stroke rekuren, infark miokard, gangguan
vaskular lain: penyakit vaskular perifer.

1.1.8 Pemeriksaan Pen*n+ang


1.1.8.1 Pemeriksaan diagnostik
1) CT scan (Computer Tomografi Scan) : Pembidaian ini memperlihatkan secara
spesifik letak edema, posisi hematoma adanya jaringan otak yang infark atau
6

iskemia, dan posisinya secara pasti. Hasil pemerikasaan biasanya didapatkan


hiperdens fokal, kadang-kadang pemadatan terlihat di ventrikel, atau
menyebar ke permukaan otak.
2) MRI (Magnatik Resonan Imaging)
3) Angiografi serebral: Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik
seperti perdarahan atau obstruksi arteri.
4) Pemeriksaan foto thorax dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah
terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda
hipertensi kronis pada penderita stroke.
5) Sinar X Tengkorak: menggambarkan perubahan kelenjar lempeng.
6) Elektro Encephalografi (EEG): mengidentifikasi masalah didasarkan pada
gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
1.1.8.2 Pemeriksaan laboratorium
1) Fungsi lumbal: Menunjukan adanya tekanan normal dan cairan tidak
mengandung darah atau jernih.
2) Pemeriksaan darah rutin.
3) Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. (Gula
darah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-angsur
turun kembali).

1.1.9 Penatalaksanaan Medis


Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan
melakukan tindakan sebagai berikut:
1.1.9.1 Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendir
yang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu
pernafasan.
1.1.9.2 Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk untuk
usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
1.1.9.3 Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung.
7

1.1.9.4 Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat
mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-
latihan gerak pasif.
1.1.9.5 Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK.
1.1.9.6 Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala

yang berlebihan.
1.1.9.7 Pengobatan Kons
1. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara
percobaan, tetapi maknanya: pada tubuh manusia belum dapat
dibuktikan.
2. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra
arterial.
3. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat
reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi
alteroma.
4. Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/
memberatnya trombosis atau emboli di tempat lain di sistem
kardiovaskuler.
1.1.9.8 Pengobatan Pembedahan
1) Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral :
(1) Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu
dengan membuka arteri karotis di leher.
(2) Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan
manfaatnya paling dirasakan oleh pasien TIA.
(3) Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut.
(4) Ligasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma
8

1.2 Konsep Mana+emen Kepera/atan


1.2.1 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan tahap awal pada proses asuhan keperawatan dimana
pengkajian mencakup data-data pasien sehingga dapat mengidentifikasi,
menganalisa masalah kebutuhan kesehatan dan keperawatan fisik, mental, sosial
dan lingkungan (Doenges, 2007:165).

1.2.1.1 Identitas klien

Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor
register, diagnose medis.

1.2.1.2 Keluhan Utama

Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo,


dan tidak dapat berkomunikasi.

1.2.1.3 Riwayat Penyakit Sekarang

Serangan stroke seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien


sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan
kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau
gangguan fungsi otak yang lain.

1.2.1.4 Riwayat Penyakit Dahulu


9

Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia,


riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti
koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.

1.2.1.5 Riwayat Penyakit Keluarga

Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes


militus.

1.2.1.6 Pengkajian Psikososasial-Spiritual

Pengakjian psikologis klien stroke melituti beberapa dimensi yang


memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status
emosi, kognitif dan perilaku klien.

1.2.1.7 Keadaan Umum


Umumnya mengalami penurunan kesadaran, kadang mengalami gangguan
bicara yaitu sulit dimengerti, kadang tidak bisa bicara dan tanda-tanda vital:
Tekanan darah meningkat, dan denyut nai bervariasi.
1.2.1.8 B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak
nafas, penggunanaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan.
Auskultasi bunyi napas tambahan seperi ronkhi pada klien dengan peningkatan

produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurn, yang didapatkan pada klien
stroke dengan penuruunan kesadaran.
1.2.1.9 B2 (Bleeding)
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke.
1.2.1.10 B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada lokasi
lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak
adekuat dan aliran darah kolateran (sekunder atau aksesori). Lesi otak yang rusak
tidak dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian B3 (brain) merupakan pemeriksaan
fokus lebih lengkap di bandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
1.2.1.11 B4 (Bladder)
1

Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinesia urne sementara


karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan
ketidakmampuan untuk mengedalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol
motorik dan postural.
1.2.1.12 B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual
muntah pada fase akut.
1.2.1.13 B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit umum dan mengakibatkan kontrol volunter terhadap
gerakan motorik. Oleh karena itu neuron motorik atas menyilang, gangguan
kontrol motorik voleunter atas pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan
kerusakkan pada neurn atas pada sisi yang berlawanan.

1.2.2 Diagnosa Kepera/atan

Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang

menjelaskan respon manusia (status kesehatan atau bresiko

perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana perawat

secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan

intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan&

menurunkan& membatasi& mencegah dan merubah. Diagnosa

keperawatan yang muncul pada klien dengan stroke non hemoragik yaitu:

1.2.2.1 Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan gangguan


srirkulasi darah ke otak menurun.

1.2.2.2 Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot.

1.2.2.3 Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi


darah otak.

1.2.2.4 Gangguan eliminasi alvi(konstipasi) berhubungan dengan imobilisasi,


intake cairan yang tidak adekuat.
1

1.2.2.5 Resiko gangguan nutrisi berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah


dan menelan.

1.2.2.6 Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan tirah baring lama.

1.2.2.7 Resiko ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan


penurunan refleks batuk dan menelan.

1.2.2.8 Gangguan eliminasi uri (inkontinensia uri) yang berhubungan dengan


penurunan sensasi, disfungsi kognitif, ketidakmampuan untuk
berkomunikasi.

1.2.2.9 Kurangnya pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan


keterbatasan informasi.

1.2.3 Inter0ensi Kepera/atan


(ntervensi keperawatan diartikan sebagai suatu dokumentasi
tulisan tangan dalam menyelesaikan masalah& tujuan& dan
intervensi (Nursalam& 2001*51).
1.2.3.1 Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan gangguan
srirkulasi darah ke otak menurun.

Tujuan:

Setelah dilakukan tindakkan keperawatan selama 3x24 jam perfusi jaringan dapat

tercapai secara optimal.

Kriteria Hasil:

➢ Klien tidak gelisah


➢ Tidak ada keluahan nyeri kepala
➢ Tidak ada keluahan mual
➢ GCS 4, 5,6
➢ Pupil isokor
➢ Tanda-tanda vital dalam atas normal (Nadi: 60-100x/menit, S: 36-37,60C,

pernapasan: 16-20x/menit)

Intervensi:
1

1) Monitor tanda-tanda vital.


R: Pada keadaan normal autoregulasi mempertahankan keadaan tekanan
darah sistemik berubah secara fluktuasi. Kegagalan autoreguler akan
menyebabakan kerusakan vaskuler serebral yang dapat di manifestasikan
dengan peningkatan sistolik dan diikuti oleh penurunan tekanan diastolik.
Sedangkan peningkatan suhu dapat menggambarkan perjalanan infeksi.
2) Monitor input dan output.
R: Hipertermi dapat menyebabkan IWL dan meningkatkan resiko dehidrasi
terutama pada pasien yang tidak sadar, nause yang menurunkan intake/oral.
3) Bantu pasien untuk membatasi muntah, batuk. Serta anjurkan untuk
mengeluarkan napas apabila bergerak atau berbalik ditemapat tidur.
R: Aktivitas ini dapat menigkatkan tekanan intrakranial dan anraabdomen.
Mengeluarkan napas sewaktu bergerak atau mengubah posisi dapat
melindungi diri dari efek valsava.
4) Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung.
R: Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan TIK.
5) Kolaborasi pemberian terapi sesuai intruksi dokter
R: Terapi yang diberikan dengan tujuan: menurunkan permeabilitas kapiler,
menurunkan edema dan menurunkan metabolik sel/konsumsi dan kejang.

1.2.3.2 Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot.

Tujuan: Selama dilakukan tindakkan keperawatan selam 3x24 jam diharapkan


klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya

Kriteria hasil:

➢ Tidak terjadi kontraktur sendi


➢ Bertambahnya kekuatan otot.
➢ Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas.
➢ Tidak terjadi kontraktur sendi.
➢ Bertambahnya kekuatan otot.
➢ Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas

Intervensi:

1) Ubah posisi klien tiap 2 jam.


2) Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstrimitas yang
tidak sakit.
3) Lakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang sakit.
1

Rasional:

1) Menurunkan resiko terjadinnya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang


jelek pada daerah yang tertekan.
2) Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki

3) fOutnogt svi ojalunntutenrgadkaann pkeerhnialapnagsaann. tonus dan


kekuatannya bila tidak dilatih untuk digerakkan.

1.2.3.3 Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan penurunan


sirkulasi darah otak.

Tujuan: Setelah tindakkan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan proses


komunikasi klien dapat berfungsi secara optimal.

Kriteria Hasil:

➢ Terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan klien dapat dipenuhi.


➢ Klien mampu merespon setiap berkomunikasi secara verbal maupun isarat

Intervensi:

1) Berikan metode alternatif komunikasi, misal dengan bahasa isarat.


2) Antisipasi setiap kebutuhan klien saat berkomunikasi.
3) Bicaralah dengan klien secara pelan dan gunakan pertanyaan yang
jawabannya “ya” atau “tidak”.
4) Anjurkan kepada keluarga untuk tetap berkomunikasi dengan klien.
5) Hargai kemampuan klien dalam berkomunikasi.
6) Kolaborasi dengan fisioterapis untuk latihan bicara

Rasional:

1) Memenuhi kebutuhan komunikasi sesuai dengan kemampuan klien.


2) Mencegah rasa putus asa dan ketergantungan pada orang lain.
3) Mengurangi kecemasan dan kebingungan pada saat komunikasi
4) Mengurangi isolasi sosial dan meningkatkan komunikasi yang efektif.
5) Memberi semangat pada klien agar lebih sering melakukan komunikasi.
6) Melatih klien belajar bicara secara mandiri dengan baik dan benar.
1

1.2.3.4 Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan kelemahan otot mengunyah dan menelan

Tujuan: Tidak terjadi gangguan nutrisi

Kriteria Hasil:

1) Berat badan dapat dipertahankan/ditingkatkan.


2) Hb dan albumin dalam batas normal

Intervensi:

1) Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan dan reflek batuk.


2) Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada waktu, selama dan sesudah makan .
3) Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara manual dengan
menekan ringan diatas bibir/dibawah dagu jika dibutuhkan .
4) Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak terganggu.
5) Berikan makan dengan berlahan pada lingkungan yang tenang.
6) Mulailah untuk memberikan makan peroral setengah cair, makan lunak ketika
klien dapat menelan air.
7) Anjurkan klien menggunakan sedotan meminum cairan.
8) Anjurkan klien untuk berpartisipasidalam program latihan/kegiatan.
9) Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan ciran melalui iv atau
makanan melalui selang

Rasional:

1) Untuk menetapkan jenis makanan yang akan diberikan pada klien.


2) Untuk klien lebih mudah untuk menelan karena gaya gravitasi.
3) Membantu dalam melatih kembali sensori dan meningkatkan kontrol
muskuler.
4) Memberikan stimulasi sensori (termasuk rasa kecap) yang dapat mencetuskan
usaha untuk menelan dan meningkatkan masukan.
5) Klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa adanya
distraksi/gangguan dari luar.
6) Makan lunak/cairan kental mudah untuk mengendalikannya didalam mulut,
menurunkan terjadinya aspirasi.
7) Menguatkan otot fasial dan dan otot menelan dan menurunkan resiko
terjadinya tersedak.
8) Dapat meningkatkan pelepasan endorfin dalam otak yang meningkatkan
nafsu makan.
1

9) Mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti dan juga makanan


jika klien tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu melalui mulut.

1.2.3.5 Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubngan dengan imobilisasi,

intake cairan yang tidak adekuat


Tujuan: Klien tidak mengalami konstipasi

Kriteria Hasil:

➢ Klien dapat defekasi secara spontan dan lancar tanpa menggunakan obat.
➢ Konsistensi feses lunak.
➢ Tidak teraba masa pada kolon (scibala).
➢ Bising usus normal (7-12 kali per menit).

Intervensi:

1) Berikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang penyebab konstipasi.


2) Auskultasi bising usus.
3) Anjurkan pada klien untuk makan makanan yang mengandung serat.
4) Berikan intake cairan yang cukup (2 liter perhari) jika tidak ada
kontraindikasi.
5) Lakukan mobilisasi sesuai dengan keadaan klien.
6) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian pelunak feses (laxatif,
suppositoria, edema)

Rasional:

1) Klien dan keluarga akan mengerti tentang penyebab obstipasi.


2) Bising usus menandakan sifat aktivitas peristaltik.
3) Diit seimbang tinggi kandungan serat merangsang peristaltik dan eliminasi
reguler.
4) Masukan cairan adekuat membantu mempertahankan konsistensi feses yang
sesuai pada usus dan membantu eliminasi reguler.
5) Aktivitas fisik reguler membantu eliminasi dengan memperbaiki tonus oto
abdomen dan merangsang nafsu makan dan peristaltik.
6) Pelunak feses meningkatkan efisiensi pembasahan air usus, yang melunakkan
massa feses dan membantu eliminasi.

1.2.3.6 Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama
1

Tujuan: Klien mampu mempertahankan keutuhan kulit

Kriteria Hasil:

➢ Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka.


➢ Klien mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka.

➢ Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka.

Intervensi:

1) Anjurkan untuk melakukan latihan ROM (range of motion) dan mobilisasi


jika mungkin.
2) Rubah posisi tiap 2 jam.
3) Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di bawah daerah-daerah yang
menonjol.
4) Lakukan masase pada daerah yang menonjol yang baru mengalami tekanan
pada waktu berubah posisi.

5) Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap
kehangatan dan pelunakan jaringan tiap merubah posisi.
6) Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin hindari trauma, panas terhadap
kulit

Rasional:

1) Meningkatkan aliran darah kesemua daerah.


2) Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah.
3) Menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang menonjol.
4) Menghindari kerusakan-kerusakan kapiler-kapiler.
5) Hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan.
6) Mempertahankan keutuhan kulit.

1.2.3.7 Resiko terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan


dengan menurunnya refleks batuk dan menelan, imobilisasi

Tujuan: Jalan nafas tetap efektif.

Kriteria Hasil :

➢ Klien tidak sesak nafas.


➢ Tidak terdapat ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan.
➢ Tidak retraksi otot bantu pernafasan.
➢ Pernafasan teratur, RR 16-20 x per menit
1

Intervensi:

1) Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang sebab dan akibat
ketidakefektifan jalan nafas.
2) Rubah posisi tiap 2 jam sekali.
3) Berikan intake yang adekuat (2000 cc per hari).
4) Observasi pola dan frekuensi nafas.
5) Auskultasi suara nafas.
6) Lakukan fisioterapi nafas sesuai dengan keadaan umum klien.

Rasional:

1) Klien dan keluarga mau berpartisipasi dalam mencegah terjadinya


ketidakefektifan bersihan jalan nafas.
2) Perubahan posisi dapat melepaskan sekret dari saluran pernafasan.
3) Air yang cukup dapat mengencerkan sekret.
4) Untuk mengetahui ada tidaknya ketidakefektifan jalan nafas.
5) Untuk mengetahui adanya kelainan suara nafas.

6) Agar dapat melepaskan sekret dan mengembangkan paru-paru.


1.2.3.8 Gangguan eliminasi uri (incontinensia uri) yang berhubungan dengan
penurunan sensasi, disfungsi kognitif, ketidakmampuan untuk
berkomunikasi

Tujuan: Klien mampu mengontrol eliminasi urinya

Kriteria Hasil:

➢ Klien akan melaporkan penurunan atau hilangnya inkontinensi.


➢ Tidak ada distensi bladder

Intervensi:

1) Identifikasi pola berkemih dan kembangkan jadwal berkemih sering.


2) Ajarkan untuk membatasi masukan cairan selama malam hari.
3) Ajarkan teknik untuk mencetuskan refleks berkemih (rangsangan kutaneus
dengan penepukan suprapubik, manuver regangan anal).
4) Bila masih terjadi inkontinensia, kurangi waktu antara berkemih pada jadwal
yang telah direncanakan.
5) Berikan penjelasan tentang pentingnya hidrasi optimal (sedikitnya 2000 cc
per hari bila tidak ada kontraindikasi)
1

Rasional:

1) Berkemih yang sering dapat mengurangi dorongan dari distensi kandung


kemih yang berlebih.
2) Pembatasan cairan pada malam hari dapat membantu mencegah enuresis.
3) Untuk melatih dan membantu pengosongan kandung kemih.
4) Kapasitas kandung kemih mungkin tidak cukup untuk menampung volume
urine sehingga memerlukan untuk lebih sering berkemih.
5) Hidrasi optimal diperlukan untuk mencegah infeksi saluran perkemihan dan
batu ginjal.

2.2.3.9 Kurangnya pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan


keterbatasan informasi.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakkan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan


pasien atau keluarga dapat mengerti dengan masalah kesehatanya.
Kriteria Hasil: Pasien tidak mengeluh Penyakitnya karna perbuatan orang lain.
Intervensi:

➢ Kaji pengetahuan pasien tentang proses penyakit.


➢ Jelaskan tentang patofisiologi penyakit dan tanda gejala penyakit.
➢ Berikan informasi pada keluarga tentang keadaan pasien, komplikasi

penyakit.
➢ Berikan dukungan pada pasien

Rasional:

1. Untuk mengetahui sampai sejauh mana pengetahuan pasien tentang penyakit


yang di alaminya.
2. Untuk menjelasakan pada pasien tentang penyakit yang di alaminya sekarang
dan penyebabnya sehingga bisa terjadi penyakit.
3. Supaya keluarga dapat menjelaskan pada pasien tentang penyakit yang di
alaminya sekarang.
4. Dilakukan untuk memberikan gambara positif pada pasien tentang penyakit
yang di alaminya.

1.2.4 Implementasi Kepera/atan


1

Tahap awal tindakan keperawatan menuntut perawat mempersiapkan segala


sesuatu yang diperlukan dalam tindakan. Persiapan tersebut meliputi kegiatan-
kegiatan: Review tindakan keperawatan yang diidentifikasi pada tahap
perencanaan,menganalisa pengetahuan dan keterampilan keperawatan yang
diperlukan, mengetahui komplikasi dari tindakan keperawatan yang mungkin
timbul,menentukan dan mempersiapkan peralatan yang diperlukan,
mempersiapkan lingkungan yang konduktif sesuai dengan yang akan
dilaksanankan mengidentifikasi aspekhukum dan etik terhadap resiko dari
potensial tindakan.

1.2.5 Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang menandakan

seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah

berhasil dicapai. Tujuannya adalah untuk melihat kemampuan klien dalam

mencapai tujuan, sehingga perawat dapat mengambil keputusan dalam mengakhiri

rencana tindakan keperawatan (klien telah mencapai tujuan yang ditetapkan),

memodifikasi rencana tindakan keperawatan (klien mengalami kesulitan untuk

mencapai tujuan pertama), meneruskan rencana tindakan keperawatan (klien

memerlukan waktu yang lebih lama untuk mencapai tujuan). Proses evaluasi

terdiri dari 2 tahap yaitu tahap mengukur pencapaian tujuan klien yang terdiri dari

komponen kognitif, afektif, psikomotor, perubahan fungsi tubuh dan gejala.

Sedangkan tahap kedua adalah tahap penentuan keputusan pada tahap evaluasi.

Dalam tahap yang kedua ini terdapat 2 komponen untuk mengevaluasi kualitas

tindakan keperawatan yaitu proses (formatif) dan hasil (sumatif).

1.2.5.1 Proses (formatif)


Fokus evaluasi tipe evaluasi ini adalah aktivitas dari proses keperawatan dan

hasil kualitas pelayanan tindakan keperawatan. Evaluasi proses baru dilaksanakan

segera setelah perencanaan keperawatan dilaksanakan untuk membantu


2

keefektifitasan terhadap tindakan dan harus dilakukan terus menerus sampai

tujuan yang telah dilakukan tercapai.


1.2.5.2 Hasil (Sumatif)
Fokus evaluasi hasil adalah perubahan perilaku atas status kesehatan pada

akhir tindakan keperawatan.


1) Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan gangguan srirkulasi
darah ke otak menurun.
(1) Klien tidak gelisah
(2) Tidak ada keluahan nyeri kepala
(3) Tidak ada keluahan mual
(4) GCS 4, 5,6
(5) Pupil isokor
(6) Tanda-tanda vital dalam atas normal (Nadi: 60-100x/menit, S: 36-37,60C,
pernapasan: 16-20x/menit)
2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot.
(1) Tidak terjadi kontraktur sendi
(2) Bertambahnya kekuatan otot.
(3) Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas.
(4) Tidak terjadi kontraktur sendi.
(5) Bertambahnya kekuatan otot.
(6) Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas
3) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah
otak.
(1) Terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan klien dapat dipenuhi.
(2) Klien mampu merespon setiap berkomunikasi secara verbal maupun
isarat
4) Gangguan eliminasi alvi(konstipasi) berhubungan dengan imobilisasi, intake
cairan yang tidak adekuat.
(1) Berat badan dapat dipertahankan/ditingkatkan.
(2) Hb dan albumin dalam batas normal

5) Resiko gangguan nutrisi berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah


dan menelan.
(1) Klien dapat defekasi secara spontan dan lancar tanpa menggunakan obat.
(2) Konsistensi feses lunak.
(3) Tidak teraba masa pada kolon (scibala).
(4) Bising usus normal (7-12 kali per menit).
6) Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan tirah baring lama.
(1) Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka.
(2) Klien mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka.
(3) Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka.
7) Resiko ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan
penurunan refleks batuk dan menelan.
2

(1) 4lien tidak sesak nafas.


(2) /idak terdapat ronchi, *heezing ataupun suara nafas tambahan.
()) /idak retraksi otot bantu pernafasan.
(4) Pernafasan teratur, AA 16120 B per menit
8) Gangguan eliminasi uri (inkontinensia uri) yang berhubungan dengan
penurunan sensasi, disfungsi kognitif, ketidakmampuan untuk berkomunikasi.
(1) 4lien akan melaporkan penurunan atau hilangnya inkontinensi.
(2) /idak ada distensi bladder
9) 4urangnya pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan keterbatasan
informasi.
(1) 4aji pengetahuan pasien tentang proses penyakit.
(2) <elaskan tentang patofisiologi penyakit dan tanda gejala penyakit.
()) 8erikan informasi pada keluarga tentang keadaan pasien, komplikasi
penyakit.
(4) 8erikan dukungan pada pasien
2

BAB II

TINJAUAN KASUS

2.1 PENGKAJIAN
2.1.1 Identitas Klien
Pengkajian Panda Ny. S dilakukan di ruang Nusa Indah, pada tanggal 21

September jam 15: 00 WIB, Ny. S berumur 79 Tahun, berjenis kelamin


perempuan, suku Bangsa Banjar/Indonesia, agama Islam, pekerjaan sebagai ibu
rumah tangga, pendidikan SMA, status perkawinan sudah menikah, alamat tinggal
Sampit tanggal masuk rumah sakit 21 September 2015 dengan diagnosa medis
Stroke Non Hemoragik (SNH).

2.1.2 Ri/ayat Kese3atan4Pera/atan


2.1.2.1 Keluhan Utama
Suami pasien mengatakan “istri saya sakit kepala''.
2.1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Anak pasien mengatakan tanggal 21 September 2015 ibu saya pada sore hari
keringat dingin, batuk dan badan terasa lemah tetapi pada pagi hari kembali sehat.
Tetapi karena ibu saya semakin memburuk keadaannya saya membawa ibu ke
Rumah sakit Sampit tetapi Rumah sakit Sampit merujuk ibu saya ke RSUD Dr.
Doris Sylvanus Palangka Raya. Lalu masuk IGD dan diberikan injeksi citicolin
2x2 mg/IV, Piracetam 2x1 gr/IV, injeksi Lapibal 2x1 ampul/IV, Neurobion 2x1
ampul/IV, injeksi Pantoprazole 1x1 ampul/IV, injeksi Ketorolac 3x30 g/IV, dan
obat oral Disolf 2x1 mg/oral, Vaclo 1x1 mg/oral. Dan di rawat di Ruang Nusa
Indah kamar H4 untuk melakukan perawatan selanjutnya.

2.1.2.3 Riwayat Penyakit Sebelumnya


2

Keluarga mengatakan sebelumnya pernah masuk rumah sakit tetapi 3 tahun


yang lalu pernah mengalami operasi selama 1x untuk operasi appendiksitis
2.1.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga mengatakan bahwa ada yang mengalami penyakit yang sama

dengan yang diderita pasien sekarang. +ecara spesifik hubungan anggota

keluarga Ny. + dapat dilihat pada Genogram 3 (tiga) generasi di


bawah ini.

Genogram Keluarga: 24

Bagan 2.1 Genogram Keluarga 3 Generasi Ny. S

Keterangan*
* Laki/laki

* Perempuan

* Pasien (Ny. +)

* * Tinggal serumah

2.1.3 Pemeriksaan Fisik


2.1.3.1 Keadaan Umum
Keadaan umum pasien tampak sakit berat, lemah, berbaring
terlentang/supinasi atau bebas tingkat kesadaran pasien
somnolen& penampilan pasien tampak rapi dan bersih , terpasang
infus Nacl 20 tetes/menit di lengan sebelah kanan.
1.1.3.2 Status Mental
Tingkat kesadaran compos menthis, ekspresi wajah tenang, bentuk badan

gemuk, suasana hati sedih, berbicara tidak lancar, fungsi kognitif orientasi waktu

pasien dapat membedakan antara pagi, siang, malam, orientasi orang pasien dapat
2

mengenali keluarga maupun petugas kesehatan, orientasi tempat pasien


mengetahui bahwa sedang berada di rumah sakit. Insight baik, mekanisme
pertahanan diri adaptif.

2.1.3.3 Tanda-tanda Vital


Pada saat pengkajian tanda—tanda vital, tekanan darah 160/100 mmHg, Nadi
86 x/menit, pernapasan 20x/menit dan suhu 37,6 0C.
2.1.3.4 Pernapasan (Breathing)
Bentuk dada simetris, kebiasaan merokok tidak ada, nyeri dada, tidak
sesak saat inspirasi, type pernafasan dada dan perut, irama pernafasan teratur,
suara nafas tambahan tidak ada dan pernapasan 20x/menit.
2.l.3.5 Cardiovasculer (Blee$ing)
Tidak ditemukan adanya nyeri
2.1.3.6 Persyarafan (Brain)

Nilai GCS E: 3 (dengan perintah), V: 5 (orentasi dengan baik), M 6


(bergerak sesuai perintah) dan total Nilai GCS: 14 (somnolen), kesadaran Ny. S
somnolen, pupil Ny. S isokor tidak ada kelainan, reflex cahaya kanan dan kiri
positif.
Uji Syaraf Kranial :

Nervus Kranial I, pasien dapat mencium bau-bauan seperti : minyak kayu putih.
Nervus Kranial II, Pasien dapat melihat dengan jelas orang yang disekitarnya.
Nervus Kranial III, Pupil pasien dapat berkontraksi saat melihat cahaya.
Nervus Kranial IV, Pasien dapat menggerakkan bola matanya ke atas dan ke
bawah.
Nervus Kranial V, Pasien dapat mengunyah makanan: seperti nasi, kue, buah.
Nervus Kranial VI, Pasien dapat melihat ke samping.
Nervus Kranial VII, Pasien dapat tersenyum.
Nervus Kranial VIII, Pasien dapat mendengar perkataan Dokter, Perawat dan
keluarganya.
Nervus Kranial IX, Pasien dapat membedakan rasa pahit, manis.
Nervus Kranial X, Pasien tidak dapat berbicara dengan jelas.
Nervus Kranial XI, Pasien dapat mengangkat bahunya.
2

Nervus Kranial XII, Pasien dapat mengatur posisi lidahnya ke atas dan ke bawah.
Masalah Keperawatan: Gangguan Komunikasi Verbal: afasia

Uji Koordinasi:
Ekstrimitas atas jari ke jari positif, jari ke hidung positif, ekstrimitas bawah
tumit ke jempol kaki positif. Uji kestabilan tubuh uji kestabilan tubuh Ny. S
negatif. Refleks kanan dan kiri positip tidak ada yang mengalami kekakuan, uji
sensasi Ny. S tidak di kaji tidak ada keluhan dan tidak ada masalah dalam
pergerakan atau mental Ny. S.
2.1.3.7 Eliminasi Uri (Bla$$er)
Ny. S memakai kateter mulai dari jam 07:00-09:00 WIB dengan produksi
urine 300 ml/4 jam dengan 3-4 buang air kecil (BAK) warna urine kuning, bau
urine amoniak. Eliminasi Ny. S tidak ada masalah atau lancar keluhan dan
masalah keperawatan yang di alami Ny. S tidak ada keluahan ataupun masalah
keperawatan.
2.1.3.8 Eliminasi Alvi (Bowel)
Mulut dan Faring
Bibir pucat, lembab, gigi lengkap, lidah tidak ada lesi, mukosa baik, tonsil
baik, gusi tidak temukannya peradangan ataupun pembengkakkan. BAB 1 x/hr,
warna coklat, konsistensi lembek, bising usus tidak di kaji. Tidak ada keluhan
dan masalah keperawatan eliminasi Ny. S
2.1.3.9 Tulang - Otot - Integumen (Bone)
Pergerakan Ny. S secara bebas dan tidak terbatas, ekstremitas atas 5/3 dan
ekstremitas bawah 5/3 normal pergerakanya dan tidak ada peradangan maupun
deformitas pada tulang, maupun patah tulang.
Masalah Keperawatan: Gangguan mobilitas fisik
2.1.3.10 Kulit-Kulit Rambut
Riwayat alergi pasien tidak pernah mengalami alergi obat, alergi makanan,
alergi kosmetik. Suhu kulit Ny. S hangat , warna kulit normal tidak ada kelainan,
turgor kulit halus tidak kasar maupun kemerahan tidak ada peradangan, jaringan
2

parut tidak ada, tekstur rambut lurus, distribusi rambut merata, bentuk kuku
simetris tidak ada kelainan tidak ada masalah keperawatan.

2.1.3.11 Sistem Penginderaan


1) Mata/Penglihatan
Fungsi penglihatan Ny. S baik, gerakan bola mata normal, skera
normal/putih, konjungtiva merah muda, kornea bening, tidak ada keluhan dan
nyeri yang di rasakan klien, pasien juga tidak menggunakan alat bantu atau
kacamata.
2) Hidung/Penciuman
Fungsi penciuman pasien baik, hidung simetris tidak ada peradangan
maupun kelainanan yang di alami pasien.
2.1.3.12 Leher Dan Kelenjar Limfe
Massa tidak ada, jaringan parut tidak ada, kelenjar limfe tidak teraba,
kelenjar tyroid tidak teraba, mobilitas leher bergerak bebas tidak terbatas.
2.1.3.13 Sistem Reproduksi
Reproduksi tidak ada mengalami kemerahan, gatal-gatal, perdarahan, tidak
ada kelainan pada clitoris,l abis, uretra, kebersihan cukup, payudara simetris,
puting menonjol dan ASI tidak keluar.
Masalah Keperawatan: tidak ada

2.1. # Pola F*ngsi Kese3atan


2.1.4.1 Persepsi Terhadap Kesehatan dan Penyakit
Pasien mengatakan ingin cepat sembuh dan ingin cepat berkumpul dengan
keluarganya ekarang karena perbuatan orang lain, dan ia ingin cepat sembuh.
2.1.4.2 Nutrisida Metabolisme
Tinggi badan 155 cm, berat badan sebelum sakit 60 kg, berat badan saat
sakit 60 kg. Diet rendah garam, rendah lemak, nasi lembek, TKTP (tinggi kalori,
tinggi protein) , tidak kesukaran menelan atau normal, IMT: 26,7 (Gizi Lebih)
2

Pola )akan Se3ari53ari Ses*da3 Sakit Se6el*m Sakit

Frekuensi/hari 3x sehari 3x sehari

Porsi ½ piring makan 1 piring makan

Nafsu makan Baik Baik

Jenis Makanan Nasi, lauk, sayur, buah Nasi, lauk, sayur

Jenis Minuman Air putih Air putih, teh

Jumlah minuman/cc/24 jam 1000 cc/24 jam 2000 cc/24 jam

Kebiasaan makan Pagi, siang, malam Pagi, siang,


malam
Keluhan/masalah Tidak ada Tidak ada

Tabel 2.1 Pola Makan Sehari-hari Ny. S di Ruang Nusa Indah

2.1.4.3 Pola istirahat dan tidur


Pasien mengatakan sebelum sakit tidur pada malam hari 6-8 jam sedangkan
pada siang hari 1-2 jam. Saat sakit pasien tidur 6-9 jam dan siang hari 1-2 jam
Masalah keperawatan: tidak ada masalah
2.1.4.4 Kognitif
Pasien mengatakan “ keluarga mengatakan bahwa mereka tidak mengerti
tentang penyakit stroke tanpa perdarahan''.
Masalah: Kurang pengetahuan
2.1.4.5 Konsep diri (Gambaran diri, identitas diri, harga diri, peran )
Gambaran diri: pasien menyukai tubuhnya secara utuh, ideal diri: pasien
ingin cepat sembuh dari penyakit yang di deritanya, identitas diri: pasien seorang
istri dan ibu dari 2 orang anaknya, harga diri: pasien sangat di perhatikan oleh
keluarga, suami dan merasa di hargai, Peran: pasien adalah sebagai istri sekaligus
ibu untuk anaknya.

Masalah Keperawatan: tidak ada


2

2.1.4.6 Aktivitas Sehari-hari


Sebelum sakit pasien dapat beraktivitas seperti biasanya tetapi setelah sakit
pasien tidak mampu bekerja sendiri. Saat sakit pasien hanya bisa berbaring
ditempat tidur. Saat pengakjian pasien tampak lemah, pasien sulit beraktivitas,
pasien tampak berusaha menggerakkan tangan kiri dan kaki kirinya, saat
berbaring dibantu oleh suami dan keluarganya, skala aktivitas 2, saat mau makan
dan minum selalu dibantu suami dan keluarganya, ttv TD: 160/100 mmHg, N:
86x/menit, RR: 20x/menit dan S: 37,60C.
Masalah Keperawatn: Gangguan mobilitas fisik
2.1.4.7 Koping —Toleransi terhadap Stress
Keluarga pasien mengatakan bila ada masalah pasien bercerita kepada
suami dan keluarganya.
Masalah Keperawatan: Tidak ada
2.1..8 Nilai-Pola Keyakinan
Keluarga mengatakan tidak ada tindakan medis yang bertentangan dengan
keyakinan yang dianut.
Masalah Keperawatan: tidak ada

2.1.5 Sosial-Spritual
2.1.5.1 Kemampuan berkomunikasi
Pasien tidak dapat berkomunikasi dengan baik karena suara yang jelas.
Masalah Keperawatan: Gangguan Komunikasi Verbal
2.1.5.2 Bahasa sehari-hari
Bahasa yang digunakan pasien sehari-hari, yaitu bahasa jawa, banjar dan
indonesia.
2.1.5.3 Hubungan dengan keluarga
Baik, ditandai dengan perhatian yang diberikan oleh keluarga saat Ny. S di
rawat di ruang nusa indah terlihat keluarga selalu menjenguk.
2.1.5.4 Hubungan dengan teman/petugas kesehatan/orang lain
Pasien dapat berinteraksi dengan baik pada orang lain baik itu dengan
lingkungannya sekitar, perawat maupun dokter.
2.1.5.5 Orang berarti/terdekat
Orang yang paling dekat dengan Ny. S adalah suami, anak, dan keluarga
2

2.1.5.6 Kebiasaan menggunakan waktu luang


Pasien mengunakan waktu yang luang dengan berkumpul bersama
keluarga dan beristirahat di rumah.
1.1.6 Data Penun+ang 7Radiologis8 La6oratorium8 Penun+ang lainnya)
Pemeriksaan Laboratorium Senin, 21 September 2015

Jenis pemeriksaan Hasil Nilai normal

WBC 15.76x10^3/uL 4.00-10.00^/uL

RBC 3.50 — 5.50


4.53x10 5 uL

HGB 12.79 g/dL 11.0 — 16.0

PLT 150 — 400


309x10 3 uL

Glukosa (S) 381 < 200 mg/dL

Creatinin 1,16 0,17 x 1,5 mg/ dL

Glukosa Puasa (glu) 380 mg/dL 76 — 126 mg/dL

Glukosa 2 Jam PP 413 mg/dL 76 — 140 mg/ dL

Cholesterol (chol) 157 mg/ dL 157 mg/ dL

Trilyceride (tg) 140 mg/ dL < 200 mg/ dL

HDL 35 mg/ dL L: 35 — 55 mg/ dL

P: 45 — 65 mg/ dL

LDL 94 mg/ dL 450 mg/ dL

Ureum 22 mg/ dL 10 — 50 mg/ dL

Tabel 2.2 Data Penunjang Ny. S

Selasa, 22 September 2015 Pemeriksaan MSCT SCAN

Dilakukan MSCT Scan kepala potongan aksila di daerah basis sampai


vertex. Scanning tanpa memakai kontras media.

1) Tampak lesi hipodens, batas tidak tegas di substansi alba periventrikuler


lateral kanan parenkim lobus perietalis kanan.
2) Tampak lesi hipodens multiple, berbatas tegas pada ganglia basalis kanan.
3) Pada parenkim cerebellum dan pons tidak menunjukkan densitas patologis.
3

4) Jaringan lunak ekstra calvaria, dan calvaria masih memberikan bentuk dan
densitas yang normal.
5) Sulci dan gyri corticalis, fissura syvii bilateral dan fissura interhemisfer
tampak normal.
6) Bentuk dan posisi ventrikel lateralis bilateral simetris. Ukuran ventrikel

lateralis kanan dan kiri, ventrikel 3 dan 4 tampak normal.


7) Tidak ada tampak pergeseran struktur garis tengah.
8) Ruang subarakhonid tampak normal.
9) Daerah sela tursika dan jukstasella serta daerah ‘'cerebellum pontin angle''
masih dalam batas normal.
10) Klasifikasi glandula penealis, pleksus choroideus bilateral.
11) Mstoroid ai cell bilateral yang terscanning tampak normal.
12) Sinus enthoidalis, spenoidalis, maksilaris, dan frontalis bilateral yang
terscanning dalam batas normal.
13) Balbus okoli dan nomg retrobuler bilateral dalam batas normal.

Kererangan:

1) Infark baru pada substania alba periventrikuler lateral kanan parenkim lobus
perietalis kanan.
2) Multiple infark lama pada ganglia basalis kanan.

1.1.7 Penatalaksanaan )edis


Terapi Hari Senin, 21 September 2015

Nama Obat Fungsi


Infus:

Infus NaCl 0,9% 20 tetes/menit 1) Keunggulanterpentingdarilarutan


3

Ringer Laktat adalah komposisi


elektrolit dan konsentrasinya yang
sangat serupa dengan yang dikandung
cairan ekstraseluler. Natrium

merupakan kation utama dari plasma


darah dan menentukan tekanan
osmotik. Klorida merupakan anion
utama di plasma darah. Kalium
merupakan kation terpenting di
intraseluler dan berfungsi untuk
konduksi saraf dan otot. Elektrolit-
elektrolit ini dibutuhkan untuk
menggantikan kehilangan cairan pada

dehidrasi dan syok hipovolemik


termasuk syok perdarahan.
2) Diurisis injeksi: 1-3 jam, penurunan
2) Infus Monitol 6x125 gr
tekanan intrakranial: 15-30 menit,
distribusi: pada saluran ekstraseluler
(kecuali pada konsentrasi ekstrem),
tidak berpenetrasi pada sawar darah
otak (umumnya penetrasi lemah).

2. Obat Injeksi: 1) Cefotaxime adalah kelompok obat


1) Inj. Cefotaxime 1 gr 2x1/IV
yang disebut cephalosporin
antibiotics. Cefotaxime bekerja engan
cara memperlemah dan memecah
dinding sel, membunuh bakter.
Cefotaxime digunakan untuk
mengobati berbagai jenis infeksi
bakteri, termasuk keadaan parah atau
yang mengancam nyawa.
Indikasi:
Untuk mengobati infeksi bakteri atau

mencegah infeksi bakteri sebelum


3

atau selama atau setelah pembedahan


tertentu.
2) Larutan injeksi dapat diberikan
bersamaan dengan infus glukosa 5%,
2) Inj. Piracetam 1 gram
10%, 20%, Nacl isotonik (0,9%).
3x1/hari/IV Larutan injeksi piracetam stabil dalam
infus di atas kum infus diatas kurang
dari 24 jam. Injeksi piracetam ini
adalah pengobatan infark serebral.
3) Untuk gangguan neuropati perifer
(gangguan saraf) dan tinitus vertigo.
3) Inj. Lapibal 2x1 ampul/IV 4) Fase akut untuk ketidaksadaran
karena trauma serebral, trauma kepala
4) Inj. Citicolin 250 mg 3x1/IV
paska operasi atau kecelakaan. Fase

kronik untuk kelainan neral dan


psikiatrik (seperti hemiplegia,
diskenesia, motorplasi, apasia
amnesia, disorientasi dan sakit
kepala) yang mengiring apopleksi,
cedera kepala, dan operasi serebral.
5) Menghasilkan efek analgesik dan
regenerasi saraf untuk terapi
5) Inj. Neurobion 2x1 Ampul/IV
gangguan sistem saraf perifer pada
polineuritis, sindrom bahu lengan dan
lain-lain.
6) Kalnex termasuk golongan obat
tranexamic aci$. Tranexamic aci$
6) Inj. Kalnex 250 mg 3x1/IV digunakan untuk membantu
menghentikan perdarahan.
Tranexamic aci$ merupakan agen
antifibrinolytic. Golongan obat ini
bekerja dengan menghalangi bekuan
darah, sehingga mencegah

perdarahan.
3

7) Merupakan suatu obat analgesik non-


narkotik. Obat ini merupakan anti
7) Inj. Ketorolac 3x30 g inflamasi nansteroid yang
3x1/IV
menunjukkan antipiretik yang lemah

dan anti inflamasi. Ketorolac


tromethamine menghambat sintesis
prostaglandin dan dapat dianggap
sebagai analgesik yang bekerja perifer
karena tidak mempunyai efek
terhadap reseptor opiat.
8) Insulin untuk menetralkan gula darah
di dalam tubuh.
9) Digunakan untuk pengobatan

8) Inj. Lavemir 10 mg/ SC diabaetes melitus yang memerlukan

insuli.
9) Inj. Actropid 3x4/SC

Palangka Raya, 21 September 2015

Mahasiswa,

(Santaliani)

2.2 Analisa Data

DATA SUBYEKTIF DAN KE)UNGKINA )ASALAH


DATA OBYEKTIF N PENYEBAB
3

1. DS: Anak Ny. S mengatakan ‘ibu saya Perubahan


Trombus
sakit kepala''. perfusi
DO: jaringan
Emboli Serebral
- Pasien tampak sakit berat serebral
- Kesadaran somnolen dengan Sumbatan aliran
nilai GCS darah dan O2
E: 3 (dengan perintah) serebral
V: 5 (orientasi dengan baik)
M: 6 (bergerak sesuai perintah) Infark jaringan
- Tampak kehilangan memori serebral
- WBC: 15.76x10^3/Ul
- Glukosa 2 jam PP: 413 mg/dL Gangguan
- Tampak gelisah sirkulasi darah ke
- Tampak terjadi perubahan otak menurun
Hasil MSCT Scan:
- Infark baru pada substania alba
periventrikuler lateral kanan

- Mpaurletnipkliemilnofbaurks plearmieatalpias dkaangaann. glia


basalis kanan.
- Tanda-tanda vital:
TD : 160/100 mmHg
N : 86x/menit
RR: 20x/menit
S : 37,60C

2. DS:
Keluarga pasien mengatakan ‘' Arteriosklerosis
tangan kiri dan kaki kiri tidak bisa di
gerakkan” Obstruksi
Gangguan
DO: Trombus serebral mobilitas
3

- Pasien tampak lemah. Suplai O2 ke otak fisik


- Pasien sulit beraktivitas menurun
- Pasien tampak berusaha
menggerakkan tangan kiri dan kaki Disfungsi nervus
kanan. XI
- Saat berbaring di bantu oleh suami
dan keluarganya. Kelemahan
- Skala aktivitas 2 anggota gerak/otot
- Saat mau makan dan minum selalu
dibantu oleh suami dan keluarga.
- Saat mau duduk atau berbaring
dibantu oleh suaminya.
- Posisi duduk semi fowler.
- Skala aktivitas 2.
- Uji kekuatan otot
Ekstremitas atas :
5/3 Ekstremtas
bawah: 5/3
- Tanda-tanda vital
TD: 1600/100 mmHg
RR: 20x/menit
N : 86x/ mnt
S : 37,6°C
3. DS: -
DO:
- Pasien berbicara tidak jelas.
- Pasien tampak berusaha
Arteriosklerosis
mengeluarkan suaranya. Gangguan
- Pasien tampak lemah. Obstruksi komunikasi
- Pasien berbisik-bisik dengan
suaminya untuk menyampaikan Thrombus serebral verbal
keluahannya.
- Tanda-tanda vital Pembuluh darah
oklusi
TD: 140/100 mmHg
RR: 24x/mnt Infark jaringan
N : 86x/ serebral
mnt S :
36°C Defisit neurologi
4. DS:
Keluarga Ny. S ‘'mengatakan tidak Afasia
mengerti tentang penyakit stroke Keterbatasan Kurang
tanpa perdarahan''. Informasi
DO: pengetahuan
- Pendidikan terakhir Ny. S SMA
- Keluarga pasien tampak bingung.
- Keluarga dan pasien tampak
bertanya-tanya
tentang
3

penyakitnya.
- Tanda-tanda vital
TD: 140/100 mmHg
RR: 24x/mnt
N : 86x/
mnt S :
36°C

Tabel 2.4 Analisa Data

2.3 Prioritas )asala3


1) Perubahan jaringan serebral berhubungan dengan gangguan sirkulasi darah ke
otak menurun. Saat pengkajian pasien tampak sakit berat, kesadaran
somnolen dengan nilai GCS E: 3 (dengan perintah), V: 5 (orientasi dengan
baik), M: 6 (bergerak sesuai perintah), Tampak kehilangan memori, WBC:
15.76x10^3/uL, glukosa 2 jam PP: 413 mg/dL, tampak gelisah, tampak
3

terjadi perubahan, hasil MSCT Scan: infark baru pada substania alba
periventrikuler lateral kanan parenkim lobus perietalis kanan, multiple
infark lama pada ganglia basalis kanan, tanda-tanda vital: TD: 160/100
mmHg, N: 86x/menit, RR: 20x/menit dan S: 37,6 0C

2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot


Saat pengkajian pasien tampak lemah, pasien sulit beraktivitas, pasien
tampak berusaha menggerakkan tangan kiri dan kaki kanan, saat berbaring di
bantu oleh suami dan keluarganya, skala aktivitas 2, saat mau makan dan
minum selalu dibantu oleh suami dan keluarga, saat mau duduk atau
berbaring dibantu oleh suaminya, posisi duduk semi fowler, skala aktivitas 2,
uji kekuatan otot, ekstremitas atas: 5/3, ekstremtas bawah: 5/3, tanda-tanda
vital: TD: 1600/100 mmHg, RR: 20x/menit, N: 86x/ menit, S: 37,6°C

3) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah


ke otak. Saat pengkajian pasien berbicara tidak jelas, pasien tampak berusaha
mengeluarkan suaranya, pasien tampak lemah, pasien berbisik-bisik dengan
suaminya untuk menyampaikan keluahannya, tanda-tanda vital: TD: 140/100
mmHg, RR: 24x/mnt, N: 86x/ mnt dan S: 36°C
4) Kurang pengetahuan tentang penyakit stroke non hemoragik dan perawatan
keluarga dirumah berhubungan dengan keterbatasan informasi. Saat
pengkajian keluarga pasien tampak bingung, keluarga dan pasien tampak
bertanya-tanya tentang penyakitnya, tanda-tanda vital: TD: 140/100 mmHg,
RR: 24x/mnt, N: 86x/ mnt dan S: 36°C

DAFTAR PUSTAKA

Corwin Elizabet. S. 2009. Buku Saku Diagnosa Kepeawatan. Edisi 9. Alih Bahasa
Tim Penerbit. PSIK UNPAD. Jakarta: EGC
3

Marilyn. E. Doengoes. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta:


EGC
Mansjoer. Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
Smeltzer. C. Suzanne, Brunner dkk. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai