PENDAHULUAN
Dalam referat ini, kami akan membahas lebih dalam mengenai Stroke
Nonhemoragik atau Stroke Iskemik.
EPIDEMIOLOGI
Setiap tahunnya, 200 dari tiap 100.000 orang di Eropa menderita
strok, dan menyebabkan kematian 275.000 - 300.000 orang Amerika. Di
pusat-pusat pelayanan neurologi di Indonesia jumlah penderita gangguan
peredaran darah otak (GPDO) selalu menempati urutan pertama dari seluruh
penderita rawat inap. Stroke nonhemoragik lebih sering didapatkan dari
stroke hemoragik.2,3
Insidensi menurut umur, bisa mengenai semua umur, tetapi secara
keseluruhan mulai meningkat pada usia dekade ke-5. Insidensi juga berbeda
menurut jenis gangguan. Gangguan pembuluh darah otak pada anak muda
juga banyak didapati akibat infark karena emboli, yaitu mulai dari usia di
bawah 20 tahun dan meningkat pada dekade ke 4 hingga ke 6 dari usia, lalu
menurun, dan jarang dijumpai pada usia yang lebih tua.3
1
ETIOLOGI
Stroke sebagai diagnosa klinis untuk gambaran manifestasi lesi
vaskular serebral, dapat dibagi dalam:
1. Transient Ischemic Attack (TIA): Gejala neurologi yang timbul akan
hilang dalam waktu kurang dari 24 jam
2. Reversible Ishemic Neurological Deficit (RIND) : Gejala neurologi
yang timbul akan hilang dalam waktu lebih 24 jam, tetapi tidak lebih
1 minggu
3. Stroke in evolution
4. Completed Stroke, dimana gejala sudah menetap, yang bisa dibagi lagi
dalam:
• Completed stroke yang hemoragik
• Completed stroke yang non-hemoragik4
Trombosis (75-80%)
Oklusi vaskular hampir selalu disebabkan oleh trombus, yang terdiri
dari trombosit, fibrin, sel eritrosit, dan leukosit.3
a. Penyakit ekstrakranial
• Arteri karotis interna
• Arteri vertebralis
b. Penyakit intracranial
• Arteri karotis interna
• Arteri serebri media
• Arteri basilaris
2
• Lakuner (oklusi arteri perforans kecil)3
Vaskularisasi Serebrum
Arteri Otak
Otak disuplai oleh dua a. Carotis interna dan dua a. Vertebralis.
Keempat arteri ini beranastomosis pada permukaan inferior otak dan
membentuk circulus Willisi (circulus arteriosus).5
3
Vaskularisasi Serebrum
(Dikutip dari kepustakaan no.6)
Arteri Vertebralis
A.vertebralis, cabang dari bagian pertamaa a.subclavia, berjalan ke
atas melalui foramen processus transversa vertebra C1-6. Pembuluh ini
masuk tengkorak melalui foramen magnum dan berjalan ke atas, depan, dan
medial medula oblongata. Pada bagian bawah pons, arteri ini bergabung
dengan arteri dari sisi lainnya membentuk a.basilaris.5
Arteri Basilaris
A.basilaris, dibentuk dari gabungan kedua a.vertebralis, berjalan naik
di dalam alur pada permukaan anterior pons. Pada pinggir atas pons
bercabang dua menjadi a.cerebri posterior. A.cerebri posterior pada
masing-masing sisi melengkung ke lateral dan belakang di sekeliling
mesencephalon. Cabang-cabang kortikal menyuplai permukaan inferolateral
4
lobus temporalis dan permukaan lateral dan medial lobus occipitalis. Jadi
menyuplai korteks visual.5
Circulus Willisi
Circulus Willisi
(dikutip dari kepustakaan no.6)
Vena Otak
Vena-vena otak keluar dari otak dan bermuara ke dalam sinus venosus
cranialis. Terdapat vena-vena cerebri, cerebelli, dan batang otak. V.magna
cerebri dibentuk dari gabungan kedua v.interna cerebri dan bermuara ke
dalam sinus rectus.5
terbentuk di dalam suatu pembuluh otak atau pembuluh atau organ distal.
5
Pada trombus vaskular distal, bekuan dapat terlepas, atau mungkin terbentuk
di dalam suatu organ seperti jantung, dan kemudian dibawa melalui sistem
aretri ke otak sebagai suatu embolus.7
Sumbatan aliran di arteri karotis interna sering merupakan penyebab
stroke pada orang usia lanjut, yang sering mengalami pembentukan plak
aterosklerotik di pembuluh darah sehingga terjadi penyempitan atau
stenosis. Pangkal arteri karotis interna (tempat arteri karotis komunis
bercabang menjadi arteri karotis interna dan eksterna) merupakan tempat
tersering terbentuknya aterosklerosis. 8
Penyebab lain stroke iskemik adalah vasospasme, yang sering
merupaka respon vaskuler reaktif terhadap perdarahan ke dalam ruang
antara lapisan araknoid dan piamater meninges. 9
Stroke Trombotik
Trombosis pembuluh darah besar dengan aliran lambat adalah salah
satu subtipe stroke iskemik. Sebagian besar dari stroke jenis ini terjadi saat
tidur, saat pasien relatif mengalami dehidrasi dan dinamika sirkulasi
menurun. Stroke ini sering berkaitan dengan lesi aterosklerotik yang
menyebabkan stenosis di arteri karotis interna, atau, yang lebih jarang, di
pangkal arteri serebri media atau di taut arteri vertebralis dan basilaris.
Tidak seperti trombosis arteri koronaria yang oklusi pembuluh darahnya
cenderung terjadi mendadak dan total, trombosis pembuluh darah otak
cenderung memiliki awitan bertahap, bahkan berkembang dalam beberapa
hari. Pola ini menyebabkan timbulnya istilah “stroke-in-evolution”.7
Akibat dari penyumbatan pembuluh darah karotis bervariasi dan
sebagian besar tergantung pada fungsi sirkulus Willisi. Bila sistem
anastomosis arterial pada dasar otak ini dapat berfungsi normal, maka
sumbatan arteri karotis tidak akan memberikan gejala, seperti yang terjadi
pada kebanyakan penderita. Sirkulasi pada bagian posterior tidak memiliki
derajat perlindungan anastomosis yang sama, dan penyumbatan
aterosklerotik dari arteri basilaris selalu mengakibatkan kejadian yang lebih
berat, dan biasanya fatal. Penyumbatan arteri vertebralis, boeh jadi tidak
memberikan gejala.7
Mekanisme lain pelannya aliran pada arteri yang mengalami trombosis
parsial adalah defisit perfusi yang dapat terjadi pada reduksi mendadak
curah jantung atau tekanan darah sistemik. Agar dapat melewati lesi stenotik
intraarteri, aliran darah mungkin bergantung pada tekanan intravaskular
yang tinggi. Penurunan mendadak tekanan tersebut dapat menyebabkan
penurunan generalisata CBF, iskemia otak, dan stroke. Dengan demikian,
6
mendadak tekanan darah dapat memicu stroke atau iskemia arteri koronaria
atau keduanya.7
Stroke Embolik
7
Mekanisme Kerusakan Sel-Sel Saraf pada Stroke Iskemik7
Sebagian besar stroke berakhir dengan kematian sel-sel di daerah pusat
lesi (infark) tempat aliran darah mengalami penurunan drastis sehingga sel-
sel tersebut biasanya tidak dapat pulih. Ambang perfusi ini biasanya terjadi
apabila CBF hanya 20% dari normal atau kurang. CBF normal adalah
sekitar 50ml/100g jaringan otak / menit. Mekanisme cedera sel akibat stroke
adalah sebagai berikut:
1. Tanpa obat-obat neuroprotektif, sel-sel saraf yang mengalami iskemia
80% atau lebih (CBF 10ml/100g jaringan otak / menit) akan mengalami
kerusakan ireversibel dalam beberapa menit. Daerah ini disebut pusat
iskemik. Pusat iskemik dikelilingi oleh daerah lain jaringan yang
disebut penumbra iskemik dengan CBF antara 20% dan 50% normal
(10 sampai 25ml/100g jaringan otak / menit). Sel-sel neuron di daerah
ini berada dalam bahaya tetapi belum rusak secara ireversibel. Terdapat
bukti bahwa waktu untuk timbulnya penumbra pada stroke dapat
bervariasi dari 12 sampai 24 jam.
8
2. Secara cepat dalam pusat infark, dan setelah beberapa saat di daerah
penumbra, cedera dan kematian sel otak berkembang sebagi berikut:
• Tanpa pasokan darah yang memadai, sel-sel otak kehilangan
kemampuan untuk menghasilkan energi, terutama adenosin trifosfat
(ATP)
• Apabila terjadi kekurangan energi ini, pompa natrium-kalium sel
berhenti berfungsi, sehingga neuron membengkak
• Salah satu cara sel otak berespon terhadap kekurangan energi ini adalah
dengan meningkatkan konsentrasi kalsium intrasel. Yang memperparah
masalah adalah proses eksitotoksisitas, yaitu sel-sel otak melepaskan
neurotransmitter eksitatorik glutamat yang berlebihan. Glutamat yang
dibebaskan ini merangsang aktivitas kimiawi dan listrik di sel otak lain
dengan melekat ke suatu molekul di neuron lain, reseptor N-metil-D-
aspartat (NMDA). Pengikatan reseptor ini memicu pengaktifan enzim
nitrat oksida sintase (NOS), yang menyebabkan terbentuknya gas nitrat
oksida (NO). Pembentukan NO dapat terjadi secara cepat dalam jumlah
besar sehingga terjadi pengurian dan kerusakan struktur-struktur yang
vital. Proses ini terjadi melalui perlemahan asam deoksiribnukleosida
(DNA) neuron.
• NO dalam jumlah berlebihan dapat menyebabkan kerusakan dan
kematian neuron. Obat yang dapat menghambat NOS atau produksi NO
mungkin akan bermanfaat untuk mengurangi kerusakan otak akibat
stroke.
• Sel-sel otak akhirnya mati akibat kerja berbagai protease (enzim yang
mencerna protein sel) yang diaktifkan oleh kalsium, lipase (enzim yang
mencerna membran sel), dan radikal bebas yang terbentuk akibat jejas
iskemik.7
MANIFESTASI KLINIS
9
serebri didapatkan pada usia lebih muda, terjadi mendadak dan pada waktu
beraktifitas. Kesadaran dapat menurun bila emboli cukup besar. 9,10
10
B. Gangguan pada sistem vertebrobasilaris
Bila lesi di kortikal, akan terjadi gejala klinik seperti afasia, gangguan
sensorik kortikal, muka dan lengan lebih lumpuh, deviasi mata, hemiparese
yang disertai kejang. Bila lesi di subkortikal, akan timbul tanda seperti;
muka, lengan dan tungkai sama berat lumpuhnya, distonic posture,
gangguan sensoris nyeri dan raba pada muka lengan dan tungkai (tampak
pada lesi di talamus). Bila disertai hemiplegi, ini berarti terdapat lesi pada
kapsula interna.9
Bila lesi di batang otak, gambaran klinis berupa hemiplegi alternans,
tanda-tanda serebelar, nistagmus, dan gangguan pendengaran. Selain itu
juga dapat terjadi gangguan sensoris, disartri, gangguan menelan, dan
deviasi lidah.9
Usia
Kelainan Jantung
11
I nfark miokardial
Hipertensi
Strok berulang sering terjadi pada pasien yang kurang kontrol tekanan
darah. Makin tinggi tensi darah makin tinggi kemungkinan terjadinya strok,
baik strok nonhemoragik maupun strok hemoragik. Hipertensi merupakan
faktor risiko strok yang paling penting, meningkatkan risiko strok 2 ‐4 kali
lipat, tidak tergantung pada faktor risiko lainnya. Peningkatan tekanan
sistolik maupun diastolik berkaitan dengan risiko yang lebih tinggi. Untuk
setiap kenaikan tekanan diastolik sebesar 7,5 mmHg maka risiko strok
meningkat 2 kali lipat. Apabila hipertensi dapat dikendalikan dengan baik
maka risiko strok turun sebanyak 28‐38%.7
Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus meningkatkan risiko strok sebanyak 1 ‐3 kali lipat
dibandingkan dengan orang yang tidak mengalami diabetes mellitus.
Diabetes mellitus meningkatkan risiko strok melalui beberapa mekanisme
yang saling berkaitan, yang bermuara pada terbentuknya plaque
aterosklerotik. Plaque pada diabetes mellitus banyak dijumpai di cabang ‐
cabang arteri serebral yang kecil. Plaque tersebut akan menyempitkan
diameter pembuluh darah kecil yang kemudian dapat menimbulkan strok.
12
Pada penderita diabetes mellitus, terjadi hiperviskositas darah,
kerusakan kronik aliran darah otak dan autoregulasi, deformabilitas sel
darah merah dan putih yang menurun, disfungsi sel endotel,
hiperkoagulabilitas, terganggunya sintesa prostasiklin yang menyebabkan
meningkatnya agregasi trombosit dan kemungkinan disfungsi otot polos
arterioler kortikal dan endotelium yang penting untuk kolateral. 7
Dislipidemia
Hiperlipidemia menunjukkan adanya kadar kolesterol total lebih dari
240 mg%. Hiperlipidemia bukan merupakan faktor risiko strok secara
langsung. Hal ini berbeda dengan penyakit koroner yang jelas berhubungan
dengan hiperlipidemia. Namun demikian, dari berbagai penelitian terungkap
bahwa dengan menurunkan kadar kolesterol total maka risiko untuk
terjadinya strok juga menurun.7
Sehubungan dengan penyakit serebrovaskular secara spesifik, meningginya
kadar kolesterol total dan low density lipoprotein (LDL) berkaitan erat
dengan terjadinya aterosklerosis karotis; sementara itu peningkatan kadar
high density lipoprotein (HDL) menimbulkan dampak sebaliknya.7
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Dilakukan pemeriksaan darah perifer lengkap, gula darah sewaktu,
fungsi ginjal (ureum, kreatinin, dan asam urat), fungsi hati (GOT/GPT),
protein darah (albumin, globulin), profil lipid (kolesterol total, HDL, LDL,
13
trigliserida), analisa gas darah, dan elektrolit. Pada pungsi lumbal,
ditemukan likuor serebrospinalis jernih, tekanan normal, dan eritrosit
kurang dari 500.8,9,12
Radiologis
Pemeriksaan rontgen dada untuk melihat ada atau tidaknya infeksi
paru maupun kelainan jantung. Sedangkan pada pemeriksaan CT Scan
Kepala: dapat dilihat adanya daerah hipodens yang menunjukkan
infark/iskemik dan edema.10,12
PENEGAKAN DIAGNOSIS
14
dan gejala serta tanda yang sesuai dengan daerah pendarahan pembuluh
darah otak tertentu.9,10,11
Anamnesis:
Pemeriksaan fisis:
Keadaan umum, kesadaran (Glasgow Coma Scale), tanda vital.
Pemeriksaan neurologis dapat dilakukan untuk melihat apakah ada deficit
neurologis, tanda-tanda perdarahan, tanda-tanda peningkatan TIK, ataupun
10,12
tanda-tanda ransang meninges.
Skor Hasanuddin
Kesadaran menurun
Menit – 1 jam = 10
1 jam – 24 jam = 7,5
Sesaat tapi pulih kembali =6
>= 24 jam =1
Tidak ada =0
Waktu serangan
Sedang beraktifitas = 6,5
Tidak beraktifitas =1
Sakit kepala
Sangat hebat = 10
Hebat = 7,5
Ringan =1
15
Tidak ada =0
Muntah proyektil
Menit – 1 jam = 10
1 jam - 24 jam = 7,5
>24 jam =1
Tidak ada =0
Pemeriksaan penunjang:
Penggunaan CT-Scan adalah untuk mendapatkan etiologi dari stroke
yang terjadi. Pada stroke non-hemoragik, ditemukan gambaran lesi hipodens
dalam parenkim otak. Sedangkan dengan pemeriksaan MRI menunjukkan
area hipointens.10
3. Stroke in evolution
DIAGNOSIS BANDING
1. Strok Hemoragik
2. Ensefalopati toksik/metabolik
3. Ensefalitis
4. Lesi struktural intrakranial (hematoma subdural, hematoma epidural,
tumor otak)
5. Kelainan non neurologis / fungsional (contoh: kelainan jiwa)
6. Trauma kepala
7. Ensefalopati hipertensif
8. Migren hemiplegik
9. Abses otak
10. Sklerosis multipel11,12
PENATALAKSANAAN
Strok adalah suatu kejadian yang berkembang, karena terjadinya
jenjang perubahan metabolik yang menimbulkan kerusakan saraf dengan
lama bervariasi setelah terhentinya aliran darah kesuatu bagian otak.
Dengan demikian, untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas perlu
dilakukan intervensi secara cepat. Salah satu tugas terpenting dokter
sewaktu menghadapi devisit neurologik akul, fokal, dan nonkonvulsif
adalah menentukan apakah kausanya perdarahan atau iskemia-infark. Terapi
darurat untuk kedua tipe stroke tersebut berbeda, karena terapi untuk
pembentukan trombus dapat memicu perdarahan pada stroke hemoragik.
Pendekatan pada terapi darurat memiliki tiga tujuan: (1) mencegah cedera
otak akut dengan memuliihkan perfusi kedaerah iskemik noninfark, (2)
membalikkan cedera saraf sedapat mungkin, (3) mencegah cedera
neurologik lebih lanjut dengan melindungi sel dari daerah penumbra
iskemik dari kerusakan lebih lanjut oleh jenjang glutamat. 7
Terapi pada stroke iskemik dibedakan pada fase akut dan pasca akut.
2. Brain
Posisi kepala diangkat 20-30 derajat.
Udem otak dan kejang harus dihindari. Bila terjadi udem otak, dapat
dilihat dari keadaan penderta yang mengantuk, adanya bradikardi,
atau dengan pemeriksaan funduskopi.3
3. Blood
□ Jantung harus berfungsi baik, bila perlu pantau EKG.
□ Kadar gula yang tinggi pada fase akut, tidak diturunkan dengan
4. Bowel
Defekasi dan nutrisi harus diperhatikan. Nutrisi per oral hanya boleh
diberikan setelah hasil tes fungsi menelan baik. Bila tidak baik atau
pasien tidak sadar, dianjurkan melalui pipa nasogastrik. 10
5. Bladder
Jika terjadi inkontinensia, kandung kemih dikosongkan dengan
kateter intermiten steril atau kateter tetap yang steril, maksimal 5-7
hari diganti, disertai latihan buli-buli. 10
Penatalaksanaan komplikasi:
18
• Kejang harus segera diatasi dengan diazepam/fenitoin iv sesuai protokol
yang ada, lalu diturunkan perlahan.
• Ulkus stres: diatasi dengan antagonis reseptor H2
• Peneumoni: tindakan fisioterapi dada dan pemberian antibiotik spektrum
luas
• Tekanan intrakranial yang meninggi diturunkan dengan pemberian
Mannitol bolus: 1 g/kg BB dalam 20-30 menit kemudian dilanjutkan
dengan 0,25-0,5 g/kg BB setiap 6 jam selama maksimal 48 jam. Steroid
tidak digunakan secara rutin.10
Penatalaksanaan spesifik:
• Pada fase akut dapat diberikan:
Pentoksifilin infus dalam cairan ringer laktat dosis 8mg/kgbb/hari
Aspirin 80 mg per hari secara oral 48 jam pertama setelah onset
• Dapat dipakai neuroprotektor: piracetam, cithicolin, nimodipin.10
19
Fase Pasca Akut
Pada fase paska akut dapat diberikan:
• Pentoksifilin tablet: 2 x 400 mg
• ASA dosis rendah 80-325 mg/hari
• Neuroprotektor 10
Rehabilitasi
Strok merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45
tahun, maka paling penting pada masa ini ialah upaya membetasi sejauh
mungkin kecacatan penderita, fisik dan mental, dengan fisioterapi, „terapi
wicara‟ dan psikoterapi. Rehabilitasi segera dimulai begitu tekanan darah,
denyut nadi, dan pernafasan penderita stabil.9
Terapi preventif
Tujuannya untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan
baru. Ini dapat dicapai dengan jalan antara lain mengobati dan menghindari
faktor-faktor risiko strok :
1. Pengobatan hipertensi
2. Mengobati diabetes mellitus
3. Menghindari rokok, obesitas, stress, dll
4. Berolahraga teratur.
PENCEGAHAN
A. Pencegahan primer
20
1. Strategi kampanye nasional yang terintegrasi dengan program
pencegahan penyakit vaskular lainnya
2. Memasyarakatkan gaya hidup sehat bebas stroke:
• Menghindari: rokok, stres mental, alkohol, kegemukan, konsumsi
garam berlebihan, obat golongan amfetamin, kokain dan sejenisnya
• Mengurangi: kolesterol dan lemak dalam makanan
• Mengendalikan: hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung,
penyakit vaskular aterosklerotik lainnya.
Menganjurkan: konsumsi gizi seimbang dan olahraga teratur
•
B. Pencegahan sekunder
1. Modifikasi gaya hidup beresiko strok dan faktor resiko lainnya
Hipertensi: diet, obat antihipertensi yang sesuai
Diabetes melitus: diet, OHO/insulin
Dislipidemia: diet rendah lemak dan obat antidilipidemia
Berhenti merokok
Hindari alkohol, kegemukan, dan kurang gerak
Hiperurisemia: diet, antihiperurisemia
2. Melibatkan peran serta keluarga seoptimal mungkin.
3. Obat-obatan yang digunakan:
Asetosal (asam asetil salisilat) digunakan sebagi obat pilihan
pertama, dengan dosis berkisar 80-320 mg/hari
Antikoagulan oral (warfarin/dikumarol) diberikan pada pasien
dengan faktor risiko penyakit jantung.1
PROGNOSIS
Prognosis stroke secara umum adalah ad vitam. Tergantung berat
12
stroke dan komplikasi yang timbul.
Sepertiga penderita dengan infark otak akan mengalami kemunduran
status neurologik setelah dirawat. Sebagian disebakan edema otak dan
iskemi otak. Sekitar 10% pasien dengan stroke iskemik akan membaik
dengan fungsi normal. Prognosis lebih buruk pada pasien dengan kegagalan
jantung kongestif dan penyakit jantung koroner.9
SIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
23
24
LAMPIRAN
REFERENSI
25