Anda di halaman 1dari 41

 

MODUL KEPANITERAAN KLINIK


PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER FK-UNAND

BAGIAN RADIOLOGI

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS ANDALAS FAKULTAS KEDOKTERAN
BAGIAN RADIOLOGI
RS.Dr.M.DJAMIL PADANG
Jl. Perintis Kemerdekaan 24127 Padang Sumatera Barat

 
 

TIM PENYUSUN DAN EDITOR

dr.  Sylvia  Rachman,  SpRad  (K)  


dr.  Hj.  Rozetti,  SpRad  
dr.  Lila  Indrati,  SpRad  
Dr.  dr.  Aisyah  Elliyanti,  SpKN,  M.Kes    
dr.  Tuti  Handayani,  SpRad  

1  
 
 

DAFTAR NAMA STAF PENGAJAR BAGIAN RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

Radiologi
dr. Sylvia Rachman, Sp.Rad
dr. Hj. Rozetti, Sp.Rad
dr. Yanuel Aziz, Sp.Rad (RS Achmad Muchtar, Bukittinggi)
dr. Lila Indrati, Sp.Rad
dr. Tuti Handayani, SpRad
dr. Dina Arfiani Rusjdi, SpRad

Kedokteran nuklir
Dr.dr. Aisyah Elliyanti, Sp.KN, M.Kes
dr. Yulia Kurniawati, SpKN

Radioterapi
dr. Novita Ariani, SpOnk.Rad
dr. Fathiya Juwita Hanum

2  
 
 

PENDIDIKAN KEPANITERAAN KLINIK RADIOLOGI

1. Lama Kegiatan : 4 ½ (empat setengah) minggu


2. Beban SKS : 2,25 SKS
3. Tempat kegiatan : Bagian Radiologi RSUP Dr.M.Djamil Padang

4. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengenal, membaca, memahami dan menginterpretasikan foto hasil
pemeriksaan radiologi sesuai tingkat kompetensi.

5. Tujuan Khusus
1. Mengetahui jenis pemeriksaan radiologi sederhana sampai canggih dan intervensional
berikut indikasinya.
2. Dapat membuat permintaan pemeriksaan radiologi konventional sampai canggih dan
intervensional sesuai dengan klinis pasien.
3. Dapat menjelaskan teknik dasar membaca foto konvensional.
4. Dapat menjelaskan aspek penilaian membaca foto konvensional.
5. Dapat membuat suatu kesimpulan atau diagnostik radiologi dari suatu pemeriksaan
radiografi konvensional.
6. Dapat membuat suatu diagnosis pembanding/ diferensial diagnostik.
7. Dapat mengetahui pemeriksaan radiologi lanjutan lainnya yang dibutuhkan, yang
berkaitan dengan diagnosis yang dibuat atau disimpulkan.
8. Mengetahui dan mengerti pemeriksaan USG.
9. Memahami deskripsi (ekspertise) yang dibuat oleh dokter Spesialis Radiologi.
10. Mengetahui dan mengerti Kedokteran Nuklir.
11. Mengetahui dan mengerti Radioterapi.

6. Topik pembelajaran berdasarkan kasus


1. Dasar Radiografi
a) Mengetahui proses pembuatan radiografi
b) Mengetahui modalitas yang dipakai untuk pemeriksaan radiologi
- Foto Polos
- Foto dengan Kontras
- USG
- Mammografi
- CT-Scan
- MRI
- Angiografi
- Kedokteran Nuklir
c) Mengetahui persiapan dan positioning pada pemeriksaan radiologi.

3  
 
 

2. Toraks
a) Batuk
- Tuberkulosis (TB) paru
- Bronchopneumonia
- Tumor Paru
- Tumor mediastinum
- Bronchiectasis
b) Sesak nafas
- Pneumotoraks
- Corpus alienum
- Efusi pleura
- Hipertensi Heart Disease
- ASD, VSD, Tetralogy of Fallot
3. Tulang
a) Trauma
- Fraktur tulang kepala
- Fraktur tulang ekstremitas
- Fraktur tulang vertebra
b) Tumor
- Osteosarcoma
- Osteochondroma
- Giant Cell Tumor
c) Infeksi
- Osteomielitis
- Spondilitis
4. Urogenital
- Batu Saluran Kemih
- Trauma Ginjal
- Tumor Ginjal dan Kandung Kemih
5. Gastrointestinal
- Gastritis
- Akut abdomen
- Colitis
- Tumor colon
- Kelainan congenital, contoh: Hirschprung
6. CT scan
- Trauma kepala
- Stroke infark/ perdarahan
7. Radioterapi
a) Dasar-dasar radioterapi
b) Radioterapi pada keganasan
- Ca. Mammae
- Ca. Nasopharink
- Ca. Cerviks

4  
 
 

8. Kedokteran Nuklir
a) Dasar-dasar kedokteran nuklir
b) Kedokteran nuklir pada
- Skintigrafi tiroid
- Skintigrafi tulang

7. STANDAR KOMPETENSI DOKTER INDONESIA 2012 DI BIDANG


RADIOLOGI

No   Tingkat  
Jenis  kompetensi  
kemampuan  
1   Interpretasi  rontgen  toraks   4A  
2   Permintaan  dan  interpretasi  pemeriksaan  X-­‐ray:  foto  
4A  
polos  
3   Interpretasi  X-­‐Ray  tengkorak   4A  
4   Interpretasi  X-­‐Ray  tulang  belakang   4A  
5   Permintaan  pemeriksaan  BNO  IVP       4A  
6   Interpretasi  BNO-­‐IVP     3  
5   Interpretasi  radiologi  sinus   3  
6   Permintaan  dan  interpretasi  pemeriksaan  X-­‐ray  dengan  
3  
kontras  
7   Ultrasound  skrining  abdomen   3  
8   CT-­‐Scan  otak  dan  interpretasinya   2  
10   USG  Doppler   2  
11   MRI   1  
12   Micturating  cystography   1  
13   Angiografi   1  
14   Artrografi   1  
15   Duplex-­‐scan  pembuluh  darah   1  
16   Pemeriksaan  skintigrafi   1  
17   PET,  SPECT   1  
18   USG  sinus   1  
19   USG  kepala   1  

5  
 
 

NOMOR MODUL : 01 /Rad-UA/16

TOPIK : Pemeriksaan radiologi toraks

Tujuan Pembelajaran :
1. Mahasiswa mampumembuat permintaan radiografi toraks.
2. Mahasiswa mampu menilai syarat layak baca radiografi toraks.
3. Mahasiswa mampu menjelaskan radioanatomi radiografi toraks normal.
4. Mahasiswa mampu melakukan pengukuran jantung (Cardio-Thoracic Ratio)
5. Mahasiswa mampu menginterpretasi TB paru pada radiografi toraks
6. Mahasiswa mampu menginterpretasi pneumonia paru pada radiografi toraks
7. Mahasiswa mampu menginterpretasi efusi pleura pada radiografi toraks
8. Mahasiswa mampu menginterpretasi pneumotoraks pada radiografi toraks
9. Mahasiswa mampu menginterpretasi hidropneumotoraks pada radiografi toraks
10. Mahasiswa mampu menginterpretasi tumor paru pada radiografi toraks
11. Mahasiswa mampu menginterpretasi tumor mrdiastinum pada radiografi toraks

Materi
Radiografi toraks di baca dengan menempatkan sisi kanan foto (marker R) di sisi kiri
pemeriksa atau sisi kiri foto (marker L) di sisi kanan pemeriksa. Pada radiografi toraks,
jantung terlihat sebagai bayangan opak (putih) di tengah dari bayangan lusen (hitam) paru-
paru.

Syarat layak baca radiografi toraks, yaitu:


1. Identitas
Foto yang akan dibaca harus mencantumkan identitas yang lengkap sehingga jelas
apakah foto yang dibaca memang milik pasien tersebut.
2. Marker
Foto yang akan di baca harus mencantumkan marker R (Right/ kanan) atau L (Left/
kiri).
3. Os scapula tidak superposisi dengan toraks
Hal ini dapat tercapai dengan posisi PA, tangan di punggung daerah pinggang dengan
sendi bahu internal rotasi.
4. Densitas cukup
Densitas foto dikatakan cukup/ berkualitas jika corpus vertebra di belakang jantung
terlihat samar.
5. Inspirasi cukup
Pada inspirasi yang tidak adekuat atau pada saat ekspirasi, jantung akan terlihat lebar
dan mendatar, corakan bronkovaskular akan terlihat ramai/ memadat karena terdorong
oleh diafragma. Inpirasi dinyatakan cukup jika iga 6 anterior atau iga 10 posterior
terlihat komplit. Iga sisi anterior terlihat berbentuk huruf V dan iga posterior terlihat
menyerupai huruf A.
6. Simetris
Radiografi toraks dikatakan simetris jika terdapat jarak yang sama antara prosesus
spinosus dan sisi medial os clavikula kanan - kiri. Posisi asimetris dapat mengakibatkan

6  
 
 

gambaran jantung mengalami rotasi dan densitas paru sisi kanan kiri berbeda sehingga
penilaian menjadi kurang valid.

Hal yang mempengaruhi hasil pemeriksaan radiografi:


1. Posisi pemeriksaan
Jantung berada di sisi anterior rongga dada. Pada radiografi toraks dengan posisi
berdiri, dimana sinar berjalan dari belakang ke depan (PA), maka letak jantung dekat
sekali dengan film. Jika jarak dari fokus sinar ke film cukup jauh, maka bayangan
jantung yang terjadi pada film tidak banyak mengalami pembesaran/ magnifikasi. Pada
umumnya jarak fokus-film untuk radiografi jantung 1,8 – 2m.
Bayangan jantung yang terlihat pada radiografi toraks proyeksi PA mengalami
magnifikasi ± 5% dari keadaan sebenarnya. Lain halnya bila radiografi dibuat dalam
proyeksi antero-posterior (AP), maka jantung letaknya akan menjadi jauh dari film
sehingga bayangan jantung akan mengalami magnifikasi bila dibandingkan dengan
proyeksi PA.
Hal yang sama akan terjadi pada radiografi yang dibuat dengan posisi telentang (supine)
dengan sinar berjalan dari depan ke belakang (AP). Di sini bayangan jantung juga akan
terlihat lebih besar dibanding dengan proyeksi PA dan posisi berdiri. Posisi AP
dilakukan pada pasien yang tidak sanggup berdiri (posisi PA).
2. Betuk tubuh
Pada orang yang kurus dan jangkung (astenikus) jantung berbentuk panjang dan ke
bawah. Ukuran vertikal jauh lebih besar daripada ukuran melintang. Diafragma
letaknya mendatar sehingga jantung seolah tergantung (cor pendulum). Sebaliknya pada
orang yang gemuk dan pendek (piknikus); letak jantung lebih mendatar dengan ukuran
melintang yang lebih besar disertai diafragma yang letaknya lebih tinggi.
Bentuk dinding toraks seperti pectus excavatum/ pigeon chest, pectus carinatum,
kelainan pada kelengkungan vertebra seperti skoliosis, kifosis atau hiperlordosis dapat
mempengaruhi bentuk dan letak jantung.
3. Kelainan paru
Kelainan luas pada paru dapat mempengaruhi bentuk dan letak jantung. Fibrosis atau
atelektasis dapat menarik jantung, sedangkan efusi pleura dan pneumotorak dapat
mendorong jantung.

Radioanatomi toraks proyeksi PA/ AP


- Trakea dan bronkus kanan kiri terlihat sebagai lesi lusen (hitam) yang superposisi
dengan vertebra
- Hilus terdiri dari arteri, vena, bronkus dan limfe
- Batas jantung di kanan bawah dibentuk oleh atrium kanan. Atrium kanan bersambung
dengan mediastinum superior yang dibentuk oleh v. cava superior.
- Batas jantung disisi kiri atas dibentuk oleh arkus aorta yang menonjol di sebelah kiri
kolumna vertebralis. Di bawah arkus aorta ini batas jantung melengkung ke dalam
(konkaf) yang disebut pinggang jantung.
- Pada pinggang jantung ini, terdapat penonjolan dari arteria pulmonalis.
- Di bawah penonjolan a. Pulmonalis terdapat aurikel atrium kiri (left atrial appendage).
- Batas kiri bawah jantung dibentuk oleh ventrikel kiri yang merupakan lengkungan
konveks ke bawah sampai ke sinus kardiofrenikus kiri. Puncak lengkungan dari ventrikel
kiri itu disebut sebagai apex jantung.

7  
 
 

- Aorta desendens tampak samar-samar sebagai garis lurus yang letaknya para-vertebral
kiri dari arkus sampai diafragma.
- Corakan bronkovaskular terlihat sebagai struktur tubuler bercabang-cabang mulai dari
hilus/ sentral ke perifer. Corakan bronkovaskular normal terlihat di 2/3 medial hemitorak.
Corakan bronkovaskular dikatakan meningkat jika percabangannya terlihat sampai ke 1/3
lateral.
- Apeks paru terletak di atas bayangan os clavikula.
- Lapangan atas paru berada di atas iga 2 anterior, lapangan tengah berada antara iga 2-4
anterior dan lapangan bawah berada di bawah iga 4 anterior.
- Sudut yang dibentuk oleh diafragma dengan iga disebut degan sinus kostofrenikus.
Sinus kostofrenikus normal berbentuk lancip.
- Sudut yang dibentuk oleh diafragma dengan bayangan jantung disebut sinus
kardiofrenikus.

Gambar 1. Diafragma pada foto toraks PA. Cara menilai tinggi kubah diafragma.
- Diafragma terlihat sebagai kubah di bawah jantung dan paru. Perbedaan tinggi kedua
diafragma yang normal adalah 1-1,5 cm. Tinggi kubah diafragma tidak boleh kurang dari
1,5 cm. Jika kurang dari 1,5 cm maka diafragma dikatakan mendatar.
- Tulang dan jaringan lunak dinding dada.
Radioanatomi toraks proyeksi lateral
- Di belakang sternum, batas depan jantung dibentuk oleh ventrikel kanan yang merupakan
lengkungan dari sudut diafragma depan ke arah kranial. Kebelakang, lengkungan ini
menjadi lengkungan aorta.
- Bagian belakang batas jantung dibentuk oleh atrium kiri. Atrium kiri ini menempati
sepertiga tengah dari seluruh batas jantung sisi belakang. Dibawah atrium kiri terdapat
ventrikel kiri yang merupakan batas belakang bawah jantung.
- Batas belakang jantung mulai dari atrium kiri sampai ventrikel kiri berada di depan
kolumna vertebralis. Ruangan di belakang ventrikel kiri disebut ruang belakang jantung
(retrocardiac space) yang radiolusen karena adanya paru-paru.
- Aorta desendens letaknya berhimpit dengan kolumna vertebralis.
Paru kanan terdiri dari 3 lobus yaitu :
- Lobus superior kanan (right upper lobe/ RUL)
- Lobus media kanan (right middle lobe/ RML)
- Lobus inferior kanan (right lower lobe/ RLL)
Paru kiri terdiri dari 2 lobus
- Lobus superior kiri (Left upper lobe/ LUL) dan lingula
- Lobus inferior kiri (Left lower lobe/ LLL)

8  
 
 

Gambar 11. Radioanatomi lobus paru kanan radiografi toraks PA dan lateral

Gambar 12. Radioanatomi lobus paru kiri radiografi toraks PA dan lateral

Mediastinum terdiri dari :


- Mediastinum superior (dari aperture toracis sampai arcus aorta)
- Mediastnum anterior (daerah antara sternum dengan pericardiumsisi anterior)
- Mediastinum media (jantung)
- Mediastinum posterior (pericardium sisi posterior sampai vertebra)

9  
 
 

Gambar 13. Radiografi toraks lateral. Mediastinum.


Cara pengukuran Cardio Thoracic Ratio (CTR)
- Ditarik garis M yang berjalan di tengah-tengah kolumna vertebralis torakalis.
- Garis A adalah jarak antara M dengan batas jantung sisi kanan yang terjatuh.
- Garis B adalah jarak antara M dengan batas kiri jantung yang terjatuh.
- Garis transversal C adalah jarak terlebar dari rongga toraks yang ditarik dari dinding
toraks sisi kanan ke dinding toraks sisi kiri. Garis ini melalui sinus kardiofrenikus kanan.
Bila sinus-sinus kardiofrenikus ini tidak sama tingginya, maka garis C ditarik melalui
pertengahan antara kedua sinus itu. Ada pula yang menarik garis C ini dari sinus
kostofrenikus kanan ke sinus kostofrenikus kiri. Perbedaan kedua cara ini tidak begitu
besar, sehingga dapat dipakai semuanya.

Rumus :

𝐴+𝐵
CTR =    ×  100%
𝐶

Gambar 14. Cara pengukuran CTR

Pada radiografi toraks PA dewasa dengan bentuk tubuh yang normal, CTR kurang dari 50%.
Pada umumnya jantung mempunyai batas radio-anatomis sebagai berikut :
- Batas kanan jantung letaknya para-sternal, Bila kita memakai garis A, maka garis A ini
panjangnya tidak lebih dari 1/3 garis dari M ke dinding toraks kanan.
- Batas jantung sisi kiri terletak di garis pertengahan klavikula (mid-clavicular line).
- Batas dari arkus aorta, yaitu batas teratas dari jantung, letaknya 1-2 cm di bawah tepi
manubrium sterni.

10  
 
 

TB paru
- Terdapat tiga tipe infeksi TB yaitu TB primer, TB Post primer/ reaktifasi, milier.
- Gambaran TB primer :
o Bisa aktif atau inaktif.
o Inaktif : fibrosis dan kalsifikasi
o Aktif : konsolidasi, limphadenopati dan efusi pleura.
- Gambaran TB post primer:
o Bisa aktif atau inaktif.
o Infiltrat, cavitas berdinding tebal biasanya berada di lobus superior.
o Efusi pleura.
o Tuberkuloma
- Gambaran TB milier:
o Infiltrat/ nodul kecil halus yang tersebar di kedua paru.

Pneumonia
- Pneumonia lobaris/ segmental, bronkopneumonia.
- Pneumonia lobaris/ segmental memperlihatkan gambaran konsolidasi sesuai lokasi lobus/
segmen paru.
- Bronkopneumonia memperlihatkan gambaran infiltrat/ konsolidasi di paru.

Efusi pleura
- Akumulasi cairan di rongga pleura.
- Bisa transudate atau exudattergantung kandungan protein.
- Transudat (protein<3 g/dl), biasanya bilateral karena peningkatan tekanan hidrostatik
seperti gagal jantung, gagal ginjal atau penurunan tekanan onkotik koloid (sindrom
nefrosis atau sirosis).
- Exudat (protein>3 g/dl), akibat peningkatan permiabilitas atau abnormalitas kapiler
(infeksi/empiema, keganasan, dll)
- Efusi pada kondisi khusus biasanya pada terjadi pada satu sisi.
- Gambaran radiologi :
o Efusi kurang 300 mL tidak terlihat pada rontgen toraks PA
o Sinus kostofrenikus tumpul
o Perselubungan radioopak di basal hemitorak meniscus-shaped yang
mengobliterasi diafragma dan sinus kostofrenikus.
o Jika efusi massif, bisa mengakibatkan efek pendorongan terhadap organ sekitar.

Pneumotorak
- Udara di rongga pleura.
- Sering terjadi akibat trauma dada (15-40%)
- Bisa terjadi secara spontan, atau berkaitan dengan penyakit di pleura/ paru
- Terdiri atau 3 kategori :
o Simple : tidak ada hubungan dengan udara luar/ mediastinum, tidak ada midline
shift.
o Communicating – berhubungan dengan defek dinding dada.

11  
 
 

o Tension – akumulasi udara terjadi secara progresif, menyebabkan pendorongan


mediastinum dan kompresi paru kontraslateral dan vascular mayor.
- Gambaran radiologi:
o Simple – area hiperlusen avascular di hemitorak sehingga tepi pleura visceral
dapat terlihat. Dapat disertai atelektasis paru di sisi yang sama. Jika jumlah
pneumotorak sedikit maka bisa tak terlihat pada foto torak PA biasa (inspirasi),
sehingga pada kasus demikian maka foto toraks PA pada kondisi ekspirasi bisa
membantu.
o Tension – THIS IS A CLINICAL AND NOT A RADIOLOGICAL DIAGNOSIS!
Area hiperlusen avascular di hemitorak yang menyebabkan pendorongan
mediastinum.

Hidropneumotorak
- Akumulasi cairan dan udara di rongga torak
- Gambaran radiologis
o Perselubungan disertai gambaran hiperlusen avascular yang membentuk suatu
gambaran air fluid leveldi hemitorak.
o Bisa disertai pendorongan.

Tumor paru
- Subtipe utama small cell dan non-small cell (squamous, large cell and adenocarcinoma)
(NSCLC).
- Gambaran radiologi :
o Lokasi bisa di perifer atau sentral (40%). Jika berdekatan dengan mediastinum,
maka akan membentuk sudut lancip dengan mediastinum.
o Tepi licin atau ireguler (speculated), dapat bercavitasi.
o Satelit nodul.
o KGB bisa di hilar, paratrakea atau mediastinal.
o Destruksi langsung iga atau vertebra.
o Bisa disertai atelektasis, efusi pleura dan kalsifikasi.

Tumor mediastinum
- Jenis tumor mediastinum berdasarkan lokasi

12  
 
 

- Gambaran radiologis pada foto polos :


o Pelebaran struktur mediastinum.
o Membentuk sudut tumpul dengan mediastinum.
o Bisa disertai kalsifikasi
o Tepi terhadap paru biasanya licin karena dibatasi oleh pleura
o Dapat disertai pendorongan terhadap trakea.
o Silhoutte sign.

Kardiomegali
- Pembesaran jantung (CTR> 50% pada foto toraks PA)
- Pembesaran atrium kanan :
o Membesar ke kanan pada Proyeksi PA
o Membesar ke belakang bawah pada RAO
o Aurikel kanan menonjol antara aorta asendens dan ventrikel kanan.
- Pembesaran ventrikel kanan :
o Lateral : Membesar ke depan,
o PA : jantung membesar ke kiri, apeks terangkat, memutar ke kiri, hiluspulmonalis
terangkat/ pinggang jantung mendatar/ menonjol
- Pembesaran ventrikel kiri:
o Lateral : jantung mengisi ruang retrokardial sisi bawah
o PA : Jantung membesar ke kiri, apeks tertanam
- Pembesaran atrium kiri :
o Penonjolan aurikel kiri
o Double contourdi sisi kanan
o Bronchus utama kiri terdorong ke atas
o Pada foto lateral atrium kiri menonjol pada bagian ½ tengah belakang

Referensi:
1. Rasad S. Radiologi Diagnostik. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2005.
2. Herring W. Learning radiology, recognizing the basics. 2nd Ed. Philadelphia:
Elsivier.2016.
3. Uthappa M, Planner A, Misra R. A-Z of chest radiology. New York: Cambridge
University Press. 2007.

Tugas :
Buatlah laporan/ status kasus pada foto Toraks :
1. TB paru
2. Pneumonia / bronkopneumonia
3. Efusi pleura
4. Pneumotorak
5. Hidropneumotorak
6. Tumor paru
7. Tumor mediastinum
8. Kardiomegali

13  
 
 

NOMOR MODUL : 02 /Rad-UA/16

TOPIK : Pemeriksaan radiologi muskuloskeletal

SUBTOPIK : Gambaran radiologi fraktur

Tujuan pembelajaran:
1. Mahasiswa mengenali gambaran fraktur pada foto polos sekaligus menilai tipe dan
pergeseran/angulasi/rotasi fraktur.
2. Mahasiswa mampu menilai proses penyembuhan fraktur secara radiologis.
3. Mahasiswa mampu mengenali komplikasi lanjutan fraktur pada foto polos.
4. Mahasiswa mampu mengenali adanya dislokasi sendi.

Materi
Fraktur adalah diskotinuitas seluruh atau sebagian korteks tulang.
Klasifikasi:

Tipe fraktur :
1. Komplit : kedua sisi korteks tulang
2. Inkomplit : satu sisi korteks (Greenstick, Buckle, Torus)

Tipe fraktur berdasarkan fragmen tulang


1. Simpel
2. Kominutif
3. Segmental
4. Butterfly

Tipe fraktur berdasarkan lokasi tulang, misal os femur:


1. Supracondylar
2. Intraarticular
- Colum Femur :Subcapital, transcervical, base (cervicotrochanter), intertrochanter,
subtrochanter.
-
Tipe lain : Fraktur impaksi, fraktur depresi, fraktur kompresi, fraktur avulsi, Fraktur Salter
Harris, fraktur patologis, fraktur insuffisiensi, fraktur Burst , fraktur stabil/ tidak stabil
(vertebra, pelvis).

14  
 
 

Fraktur popular, ex :
- Colles: fraktur distal radius dengan pergeseran ke dorsal dan angulasi ke volar
- Smith: fraktur distal radius dengan pergerseran ke volar
- Galeazzi: fraktur distal radius dengan dislokasi radio ulnar
- Monteggia: fraktur proximal ulna dengan dislokasi caput radius

Yang terpenting adalah penilaian:


- Tipe fraktur
- Intra artikular atau tidak
- Hubungan antara fragmen fraktur
- Kondisi sekitar terutama neurovaskular
- Kelainan lainnya

Hubungan antar fragmen fraktur:


- Pergeseran
- Angulasi bagian distal terhadap bagian
- proksimal
- Distraksi
- Rotasi internal / eksternal

Dislokasi : tulang bergeser total dan keluar


dari posisi normalnya pada sendi.
Subluksasi : tulang bergeser sebagian dari
posisi normalnya pada sendi.
Spondilolistesis : pergeseran ke anterior/
posterior vertebra terhadap vertebra lainnya.

Proses penyemuhan fraktur :


1. Fase hematom
-­‐ Terjadi dari sejak fraktur sampai 2-3 minggu.
-­‐ Gambaran radiologis : Soft tissue swelling.
2. Fase proliferasi seluler subperiosteal dan endosteal
-­‐ Terjadi pada minggu ke 2-3 sampai minggu ke 4-8
-­‐ Pembentukan soft kalus (tidak mengandung kalsium sehingga terlihat radiolusen
pada foto polos)
3. Fase pembentukan hard kalus (union secara kllinis)
-­‐ Kalus terlihat sebagai lesi opak pada foto polos sebagai penanda proses
penyembuhan fraktur pertama yang terlihat secara radiologis.
4. Fase konsolidasi (union secara radiologis)
-­‐ Fase 3&4 dimulai sejak minggu 4-8 dan berakhir pada minggu ke 8-12.
5. Fase remodeling
-­‐ Dimulai sejak minggu ke 8-12 sampai beberapa tahun terjadinya fraktur.

15  
 
 

Kelainan pada proses penyembuhan fraktur:


1. Malunion
-­‐ Fraktur sembuh pada waktunya, namun terdapat deformitas yang berbentuk
angulasi, varus/ valgus, rotasi, pendek dll.
-­‐ Pada foto polos terdapat penyambungan fraktur tetapi pada posisi yang tidak sesuai
dengan keadaan yang normal.
2. Delayed union
-­‐ Fraktur yang tidak sembuh setelah selang waktu 3 -5 bulan (3 bulan untuk anggota
gerak atas dan 5 bulan untuk anggota gerak bawah)
-­‐ Foto polos : Tidak ada/ kurang gambaran tulang baru/ kalus pada ujung daerah
fraktur
3. Non-union (pseudoarthrosis)
-­‐ Fraktur tidak menyembuh setelah 6–8 bulan, tidak didapatkan konsolidasi sehingga
terjadi pseudoarthrosis (sendi palsu).
-­‐ Hipertrofik
Ujung – ujung tulang bersifat sklerotik dan lebih besar dari normal yang disebut
gambaran elephant’s foot. Garis fraktur tampak dengan jelas.
-­‐ Atrofik (Oligotrofik)
Tidak ada kalus pada ujung fraktur. Ujung tulang lebih kecil dan bulat serta
osteoporotik dan avaskular.
-­‐ Normotrofik non union
4. Refraktur

Pembacaan radiografi musculoskeletal:


è ABCS
-­‐ Alignment / kesegarisan, subluksasi, dislokasi, spondilolistesis
-­‐ Bone : Bentuk, densitas, fraktur, destruksi, osteofit, dll
-­‐ Cartilage : sela sendi, permukaan sendi,celah diskus intervertebralis
-­‐ Soft tissue / jaringan lunak: edema, kalsifikasi, dll

Referensi:
4. Rasad S. Radiologi Diagnostik. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2005.
5. Herring W. Learning radiology, recognizing the basics. 2nd Ed. Philadelphia:
Elsivier.2016.
6. Greenspan A. Orthopedic Imaging: A Practical Approach. 4th Ed. USA: Lippincott
Williams & Wilkins. 2004.

Tugas :
Buatlah laporan/ status kasus fraktur pada foto Rontgen konvensional tulang tengkorak,
vertebra, ekstremitas, SPN

16  
 
 

NOMOR MODUL : 03 /Rad-UA/16

TOPIK : Pemeriksaan radiologi muskuloskeletal

SUBTOPIK : Gambaran radiologi arthritis

Tujuan pembelajaran:
1. Mahasiswa mampu membedakan gambaran radiologi OA, RA, arthristis Gout dan
artritis septik.

Materi :

17  
 
 

18  
 
 

19  
 
 

Referensi:
1. Rasad S. Radiologi Diagnostik. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2005.
2. Herring W. Learning radiology, recognizing the basics. 2nd Ed. Philadelphia:
Elsivier.2016.
3. Greenspan A. Orthopedic Imaging: A Practical Approach. 4th Ed. USA: Lippincott
Williams & Wilkins. 2004.

Tugas : Buatlah laporan/ status kasus OA, RA dan Gout pada foto Rontgen konvensional

20  
 
 

NOMOR MODUL : 04 /Rad-UA/16

TOPIK : CT scan

SUBTOPIK : CT scan kepala pada trauma kepala

Tujuan pembelajaran:
1. Mahasiswa mampu membuat permintaan pemeriksaan CT scan kepala pada kasus
trauma.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan tujuan pemeriksaan CT scan pada trauma kepala.
3. Mahasiswa mampu menjelaskan indikasi pemeriksaan CT scan pada trauma kepala.
4. Mahasiswa mengetahui radioanatomi CT scan kepala.
5. Mahasiswa mampu membedakan gambaran perdarahan epidural, subdural,
subarachnoid dan perdarahan intraparenkimal/ kontusio.
6. Mahasiswa mampu mengenali gambaran herniasi otak dan fraktur pada CT scan
kepala.

Materi
Tujuan utama dari pemeriksaan CT scan kepala non kontras pada kasus trauma kepala adalah
untuk menentukan adanya cedera intrakranial yang membahayakan keselamatan jiwa pasien
bila tidak segera dilakukan tindakan secepatnya. Pemeriksaan CT Scan kepala dilakukan
pada kasus trauma kepala terutama pada cedera kepala berat (Severe, glasgow coma score 8).
Pada trauma kepala ringan, CT scan dilakukan jika:
1. Menurut New Orlean, pasien dengan GCS 15 dilakukan CT scan jika :
- Sakit kepala.
- Muntah.
- Umur lebih 60 tahun.
- Adanya intoksikasi alkohol.
- Amnesia anterograde.
- Kejang.
- Adanya cedera di area clavicula ke superior.

2. Menurut The Canadian CT Head, CT scan dilakukan pada GCS 13-15 jika :
-­‐ GCS ( Glasgow Coma Score ) < 15 setelah 2 jam kejadian.
-­‐ Adanya dugaan open / depressed fracture.
-­‐ Muntah – muntah ( > 2 kali ).
-­‐ Umur > 65 tahun.
-­‐ Tanda-tanda fraktur di basis cranii.
-­‐ Amnesia anterograde > 30 menit
-­‐ Mekanisme trauma berbahaya (pejalan kaki yang ditabrak sepeda motor, terlempar
dari sepeda motor dan jatuh dari ketinggian > 3 kaki/ lantai 5)

21  
 
 

3. NICE

22  
 
 

4. NICE untuk anak

Perdarahan pada CT scan akan memperlihatkangambaran hiperdens. Terdapat beberapa tipe


perdarahan intrakranial:
1. Perdarahan epidural
-­‐ Perdarahan antara duramater dan tabula interna
-­‐ Duramater menempel ke tulang calvaria, sehingga epidural tidak bisa melewati
sutura, namun bisa melewati tentorium.
-­‐ Penyebab utama adalah pecahnya a/v. meningen media, bisa juga akibat robeknya
sinus venosus dural.
-­‐ 95% berkaitan dengan fraktur cranium.
-­‐ Gambaran CT scan : lesi hiperdens, ekstra-axial, bikonveks.

23  
 
 

2. Perdarahan subdural
-­‐ Perdarahan antara duramater dan arachnoid.
-­‐ Perdarahan bisa melewati sutura, memasuki fissure interhemisfer, namun tidak bisa
melewati midline/tentorium.
-­‐ Terjadi terutama akibat robeknya bridging vein dari parenkim serebri ke sinus
venosus.
-­‐ Gambaran CT scan:
o Akut: lesi hiperdens, extra aksial, berbentuk bulan sabit.
o Subakut : isodens (bercampur dengan LCS), bisa membentuk fluid-fluid
level setelah 1 minggu
o Kronik : hipodens (> 3 minggu)

3. Perdarahan subarachnoid
-­‐ Penyebab utama : rupture aneurisma. Bisa juga diakibatkan trauma, AVM,
perluasan perdarahan intraparenkimal.
-­‐ Gambaran CT scan : lesi hiperdens yang mengisi sulci dan sisterna.

4. Perdarahan intraparenkimal
-­‐ Perdarahan bisa terjadi di daerah trauma (coup) maupun di contrecoup.
-­‐ Kontusio serebri : perdarahan disertai edema yang dbiasanya ditemukan di lobus
frontal inferior dan di lobus temporal atau di dekat permukaan otak.
-­‐ Gambaran CT scan kontusio serebri:
o Lesi hiperdens, biasanya multiple di parenkim serebri disertai perifokal
edema.
o Efek massa >> (kompresi ventrikel, pendorongan ventrikel III dan septum
pelucidum) dengan risiko herniasi serebri (subtentorial dan subfalcine).
o Bisa disertai perdarahan intra ventrikel.

Tipe herniasi serebri:


i. Uncal/ herniasi ke infratentorial
ii. Sentral
iii. Subfalcine
iv. Transcalvarial
v. Herniasi ke supratentorial
vi. Herniasi tonsil ke foramen magnum

Referensi:
1. Herring W. Learning radiology, recognizing the basics. 2nd Ed. Philadelphia: Elsivier.
2016.
2. Krishnam MS.Head. In : CT emergencies. Krishnam MS, Curtis J, eds. Cambridge:
Cambridge university press. 2010.

Tugas : Buatlah status kasus trauma kepala dengan SAH, SDH, EDH dan fraktur cranium
pada CT scan kepala

24  
 
 

NOMOR MODUL : 05 /Rad-UA/16

TOPIK : CT scan

SUBTOPIK : CT scan kepala pada stroke

Tujuan pembelajaran:
1. Mahasiswa mampu membedakan gambaran CT scan stroke iskemik dengan stroke
perdarahan.
2. Mahasiswa mampu melakukan pengukuran volume perdarahan.

Materi
Dua tipe edema serebral:
1. Edema vasogenik (malignansi, infeksi) karena gangguan pada blood brain barrier.
Gambaran radiologis : lesi hipodens berbentuk finger like di white matter.
2. Edema sitotoksik (infark) karena kematian sel. Gambaran radiologis : lesi hipodens di
white matter dan grey mater.

Stroke infark
-­‐ Stroke infark biasanya baru terlihat pada CT scan setelah 6 jam
-­‐ Jam ke 12-24 : hipodens ringan di teritori vascular
-­‐ > 24 jam : lesi hipodens dengan batas relatif lebih tegas, bisa dengan efek massa yang
mencapai puncaknya pada hari ke 3-5 dan menghilang pada minggu ke 2-4.
-­‐ 72 jam : terkadang dengan penyangatan ringan pasca kontras.
-­‐ > 4 minggu : lesi hipodens, tidak ada efek massa, tidak menyangat.

Stroke perdarahan
-­‐ Perdarahan yang terjadi pada pasien dengan hematokrit normal akan memperlihatkan
gambaran hiperdens (HU 55-90).
-­‐ Sampai hari ke 3 hematom tersebut semakin hiperdens (dehidrasi).
-­‐ Setelah hari ke 3, densitas menjadi semakin berkurang dan akhirnya tak terlihat/ isodens
setelah beberapa minggu. Penurunan densitas dimulai dari sisi luar perdarahan ke dalam.
-­‐ Setelah 2 bulan lesi tersebut akan terlihat sebagai lesi hipodens.
-­‐ Perdarahan bisa meluas ke intraventrikel (hypertensive intracerebral bleeds)
-­‐ Perdarahan dikelilingi edema perifokal yang memperberat space occupying effect.
-­‐ Pengukuran volume perdarahan (cm3) dilakukan dengan rumus :
Panjang (cm) x lebar (cm) x tinggi (cm) x 0,52

Referensi:
1. Herring W. Learning radiology, recognizing the basics. 2nd Ed. Philadelphia: Elsivier.
2016.
2. Krishnam MS.Head. In : CT emergencies. Krishnam MS, Curtis J, eds. Cambridge:
Cambridge university press. 2010.

Tugas : Buatlah status kasus stroke infark dan hemoragis pada CT scan kepala

25  
 
 

NOMOR MODUL : 06 /Rad-UA/16

TOPIK : Urogenital

SUBTOPIK : Batu saluran kemih

Tujuan pembelajaran:
1. Mahasiswa mampu membuat permintaan pemeriksaan radiologi untuk batu saluran
kemih.
2. Mahasiswa mampu mengenali batu saluran kemih pada pemeriksaan radiologi.

Materi
Batu saluran kemih merupakan kondisi dimana terbentuknya batu di saluran keluarnya urine,
dapat berada di ginjal, ureter, kandung kemih maupun uretra.
Batu saluran kemih dapat mengandung unsur kalsium oksalat atau kalsium fosfat, asam urat,
magnesium-amonium-fosfat (map), xantin, sistein, silikat dan senyawa lainnya.

Pencitraan untuk batu saluran kemih


1. BNO
BNO bertujuan melihat kemungkinan adanya batu radioopak di saluran kemih.
Batu-batu kalsium oksalat dan kalsium fosfat bersifat radioopak dan paling sering dijumpai.
Batu oksalat biasanya lebih padat daripada tulang. Batu sistein umumnya kurang padat dari
tulang rusuk yang berdekatan atau prosesus transversus dan memiliki karakteristik ground
glass appearance.Batu asam urat murni bersifat radiolusen.
2. IVP
Pemeriksaan ini bertujuan untuk:
- Menilai fungsi ekskresi ginjal.
- Menilai morfologi dari struktur sistem pelvikokalises.
- Menilai kemampuan miksi.
Pemeriksaan IVP dilakukan untuk menetapkan apakah lesi yang terlihat pada radiograf polos
terletak pada saluran kemih. Jika demikian, apakah lesi tersebut yang menyebabkan
obstruksi. IVP dapat mendeteksi adanya batu yang bersifat radiolusen atau semi radioopak
yang tidak dapat diamati pada foto polos abdomen / BNO.
Alasan lain untuk meleakukan pemeriksaan IVP adalah untuk melihat apakah ada kelainan
pada saluran kemih yang mungkin mempengaruhi pembentukan batu, seperti obstruksi atau
deformitas lokal dengan stasis.
Kontra indikasi pemeriksaan IVP adalah:
Absolut : Hipersensitif terhadap kontras, gangguan fungsi ginjal.
Relatif : keadaan umum buruk, diabetes melitus, dekompensasi kordis.
Untuk memperoleh gambaran optimal dilakukan persiapan sebagai berikut :
-­‐ Minum laksan kira-kira 6 jam sebelum pemeriksaan.
-­‐ Jenis laksan disesuaikan kebutuhan dan kondisi pasien.
-­‐ Mengurangi minum dan tidak merokok pada hari pemeriksaan.

26  
 
 

Jika IVP belum dapat menjelaskan keadaan sitem saluran kemih akibat adanya penurunan
fungsi ginjal, sebagai penggantinya adalah pemeriksaan pielografi retrograde.

3. Ultrasonografi (USG) dan Computerized Tomography (CT)


Batulusen lebih sulit dideteksi pada IVP jika ukurannya kecil, karena mungkin tersembunyi
oleh kontras.Jika dicurigai batu asam urat, maka pemeriksaan USG harus dilakukan.
Bila ditemukan lesi lusen dengan filling defect pada pemeriksaan IVP, batu harus dibedakan
dari tumor urothelial. Jika lesi lebih besar dari 2-3 mm, USG dapat membedakan keduanya
dari gambaran area echogenic padat dengan acoustic shadowpada batu.
CT scan bahkan lebih akurat, dan sangat berguna untuk batu ureter yang bisa sangat sulit
dideteksi dengan USG. Pada CT Scan, batu ureter dapat terlihat jelas dengan dilatasi sistem
pelvicocalices dan ureter di proksimal batu, serta efek sekunder dari obstruksi.
CT juga dapat berguna dalam menunjukkan posisi yang tepat dari batu lusen dalam calises
sebelum terapi.

USG BNO IVP CT urologi non kontras

Referensi:
Sutton D.A. 2003. Textbook of Radiology and Imaging, 7th ed. N.Y: Churchill Livingstone
Grainger R.G., Alisson D.J. 1997. Diagnostic Radiology, 7th ed. N.Y: Churchill Livingstone

Tugas : Buatlah status kasus batu saluran kemih pada pemeriksaan BNO-IVP

27  
 
 

NOMOR MODUL : 07 /Rad-UA/16

TOPIK : Pemeriksaan kedokteran nuklir

SUBTOPIK : Sidik kelenjar tiroid

Tujuan Pembelajaran :

1. Mahasiswa mampu menjelaskan tujuan pemeriksaan sidik tiroid


2. Mahasiswa mampu menjelaskan kasus gangguan kelenjar tiroid apa saja yang dapat
di deteksi dengan pemeriksaan sidik tiroid.
3. Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan sidik tiroid mengunakan Technetium
99m (Tc-99m) atau Iodium -131 (I-131) terkait dengan penyakit tiroid
4. Mahasiwa mampu menjelaskan persiapan pemeriksaan sidik tiroid.
5. Mahasiswa mampu menjelaskan hasil pemeriksaan sidik tiroid .
6. Metode Pembelajaran :

Contoh kasus

Seorang wanita bernama Narti berusia 27 tahun dikirim oleh dokter dari bagian Penyakit
Bedah untuk ke Kedokteran Nuklir. Dari riwayat penyakit sekarang diketahui bahwa benjolan
di leher pasien tersebut timbul sejak 10 tahun yang lalu, namun akhir akhir ini benjolan
tersebut terlihat makin membesar dan terasa menekan tengorokan. Pasien membawa hasil
pemeriksaan TSH, FT4, dan FT3 dalam batas normal. Dari hasil pemeriksaan tampak
tangkapan radioaktivitas tidak merata pada kelenjar tiroid . Terdapat bagian yang tidak
menangkap pada 2/3 laterah bawah bawah lobus kiri .

Pertanyaannya :

1. Menurut saudara, pemeriksaan apakah yang diminta dokter dari bagian bedah
tersebut?

28  
 
 

2. Apakah persiapan yang dilakukan untuk melakukan pemeriksaan tersebut ?


3. Apa diagnosis pasien tersebut ?
4. Apakah penyebab nodul dingin ?

Kasus kedua

Seorang anak berusia 4 bulan dikirim oleh dokter di bagian anak untuk pemeriksaan sidik
kelenjar gondok. Dari pemeriksaan laboratorium diketahui hasil TSH tinggi . Hasil
pemeriksaan tampak seperti gambar dibawah ini.

Pertanyaan :

Apa diagnosis hasil pemeriksaan diatas ?

Sumber bacaan :

Pemeriksaan kelenjar gondok adalah salah satu pemeriksaan kedokteran nuklir dengan
mengunakan radioaktif . Bahan radioaktif yang dapat digunakan untuk pemeriksaan sidik
kelenjar gondok adalah Technetium 99m (Tc-99m) ataupun Iodium-131 (I-131) dengan
mengunakan kamera gamma ataupun dengan FGD-18 atau radioaktif lainnya jika
mengunakan kamera Positron Emission Tomography (PET).

Prinsip dasar pemeriksaan sidik kelenjar gondok adalah dengan menggunakan iodium
radioaktif dimana iodium masuk ke folikel tiroid melalui membaran basalis dan masuk ke
koloid melintasi membrane apical mengikuti proses organifikasi. Berbeda dengan Tc-99m
yang ditangkap dan masuk ke folikel tiroid namun tidak melintasi membrane basalis dan
tidak mengikuti proses organifikasi seperti tampak pada gambar 1. Kolimator kamera gamma
mengumpulkan emisi radioaktivitas baik dari Tc-99m atau I-131 yang ditangkap oleh
kelenjar tiroid diteruskan ke komputer dan sinyal yang ditangkap diubah menjadi pencitraan.

Dalam keadaan normal semua folikel tiroid akan menangkap radioaktivitas dalam jumlah
yang sama (gambar 2). Pada keadaan patologis seperti adanya kista, adenoma dan karsinoma,

29  
 
 

sel tiroid tidak memiliki kemampuan menangkap radioaktivitas yang sama dengan sel tiroid
normal lainnya, sehingga sinyal yang terkumpul didaerah tersebut lebih sedikit dibandingkan
bagian sel normal tiroid lainnya dan memberikan pencitraan yang disebut dengan lesi dingin.
Pada jaringan dengan fungsi kelenjar tiroid meningkat (hiperfungsi), tangkapan radioaktif
meningkat (lesi panas) secara menyeluruh atau sebagian. Tangkapan radioaktif yang
meningkat secara menyeluruh dan merata disertai dengan meningkatnya ukuran kelenjar
tiroid disebut dengan struma difusa. Adapun nodul pada kelenjar tiroid yang menangkap
radioaktivitas sama/lebih tinggi/lebih rendah dengan jaringan sekitarnya disertai dengan
ukuran kelenjar tiroid yang meningkat disebut dengan struma nodusa (nodul hangat/nodul
panas/ nodul dingin).

Gambar 1 : Proses tangkapan Tc-99m dan I-131 oleh kelenjar tiroid

Gambar 2 : Hasil skintigrafi tiroid pada kelenjar tiroid normal.

Persiapan pemeriksaan :

1. Jika pasien wanita hal yang perlu ditanya adalah apakah pasien dalam keadaan
hamil/ menyusui (kontra indikasi)
2. Jika pasien mengkonsumsi obat anti tiroid maka dihentikan dulu minimal 3 hari
3. Persiapan lainnya adalah hindari pengunaan betadine baik untuk obat luka maupun
obat kumur. ( jika pasien dalam masa pengunaan betadine sebaai obat lukan dan
obat kumur maka pemeriksaan di lakukan 4 minggu kemudian)
4. Hindari makanan yang banyak mengandung garam beriodium

Referensi :

Robert E.Henkin.Nuclear Medicine 2nd Edition. Mosby.2006.Hal 799-805

30  
 
 

NOMOR MODUL : 08 /Rad-UA/16

TOPIK : Pemeriksaan kedokteran nuklir

SUBTOPIK : Sidik perfusi miokrad

Tujuan Pembelajaran :

1. Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan sidik perfusi jantung mengunakan


Technetium 99m.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan manfaat pemeriksaan sidik perfusi jantung
3. Mahasiwa mampu menjelaskan persiapan untuk pemeriksaan sidik perfusi jantung .
4. Mahasiswa mampu menjelaskan hasil pemeriksaan sidik perfusi jantung.

Metode Pembelajaran :
Contoh kasus 1. Pasien dengan hasil normal hasil sidik perfusi miokard :

Gambar 2.1 : Gambar sidik perfusi miokard normal.

31  
 
 

Pemeriksaan di atas dilakukan dalam keadaan latihan dengan beban (gambar baris atas dan
pada keadaan tanpa beban ( gambar baris bawah)
Tidak terdapat perbedaan perfusi miokrad pada keadaan latihan dengan beban dan tanpa
beban

Contoh kasus 2 :

Seorang laik laki umur 53 tahun dengan keluhan sesak nafas jika naik tangga dan berjalan
cepat, hal ini berjalan sudah sejak 2 tahun yang lalu, dan disertai dengan keluhan nyeri dada
yang hilang timbul. Selama ini diketahui pasien mendiri hipertensi dan berobat teratur ke
rumah sakit. Riwayat merokok sebanyak 1 bungkus sehari sejak 30 tahun yang lalu dan sudah
berhenti sejak 2 tahun yang lalu.

Pasen ini dikirim ke kedokteran nuklir untuk dlakukan pemeriksaan sidik perfusi miokard.
(SPM).

Pemeriksaan SPM dilakukan dua tahap yaitu saat dengan beban dan tanpa beban.
Pemeriksaan dengan beban menggunakan ergocycle, berlangsung selama 3,45 detik dengan
beban 50 watt.
Hasil perfusi miokard tampak sebegaimana dibawah ini

32  
 
 

Gambar 2.1. : Hasil sidik perfusi miokard

Pemeriksaan di atas dilakukan dalam keadaan latihan dengan beban (gambar baris atas dan
pada keadaan tanpa beban ( gambar baris bawah)
Pada pemeriksaan dalam kondisi dengan latihan beban, nampak perfusi yang menurun pada
anterior, inferior dan septum
Pada kondisi rest perfusi pada miokard mengalami perbaikan
Dari gambar di atas dapat disimpulkan terdapatnya iskemia reversible pada dinding anterior,
inferior, dan septum

Sumber bacaan :

Aterosklerosis arteri koroner dan kalsifikasi koroner saat ini popular dideteksi dengan
ultrafast computed tomography. Namun demikian diperlukan alat untuk menilai prognostik
aterosklerosis tersebut berupa luas daerah infark, kondisi miokardium dan beratnya iskemia.
Kondisi tersebut di evaluasi dengan pemeriksaan sidik perfusi jantung dalam keadaan tanpa
beban (rest) dan pada kondisi dengan beban (stress). Pemeriksaan sidik perfusi miokard
menggunakan radiofarmaka Tc-99m yang dilabel dengan sestamibi atau tetrofosmin.
Pemeriksaan pada keadaan stress ( dengan latihan dapat menggunakan mengunakan beban
latihan fisik atau obat-obatan/ farmokologi seperti dipiridamol, adenosine dan dobutamin)

Manfaat sidik perfusi miokrad:

1. Sebagai diagnosis penyakit arteri coroner (lebih sensitif dibandingkan dengan stress
electro cardiography)
2. Identifikasi luasnya daerah infark miokard
3. Identifikasi viabilitas miokard
4. Evaluasi hasil terapi/tindakan
5. Sebagai Prognosis dan stratifikasi risiko penyakit jantung koroner.
a. Identifikasi pasien dengan risiko tinggi untuk dilakukan tindakan intervesi
b. Identifikasi pasien dengan risiko ringan untuk diberikan terapi farmakologi
6. Secara ekonomi cost- effective

Persiapan :

1. Pasien diminta untuk tidak mengkonsumsi minuman kopi, teh dan soft drink sehari
sebelum pemeriksaan
2. Membawa obat – obatan yang dikonsusmsi dan hasil pemeriksaan lainnya
3. Melaporkan jika dalam keadaan hamil/menyusui
4. Mempersiapkan pakaian untuk aktivitas latihan
5. Pemeriksaan akan menghabiskan waktu sekitar 6 jam di rumah sakit

Referensi :

Robert E.Henkin.Nuclear Medicine 2nd Edition. Mosby.2006.Hal 591-691

33  
 
 

NOMOR MODUL : 09 /Rad-UA/16

TOPIK : Pemeriksaan kedokteran nuklir

SUBTOPIK : Sidik Tulang/Bone Scintigraphpy

Tujuan Pembelajaran :

1. Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan sidik tulang mengunakan Tc-99m


2. Mahasiswa mampu menjelaskan manfaat pemeriksaan sidik tulang
3. Mahasiswa mampu menjelaskan hasil pemeriksaan sidik tulang .

Metode Pembelajaran :

Contoh kasus

Gambar 3.1: Hasil sidik tulang dengan hot spot yang mengambarkan metastase pada
beberapa tempat pada tulang .

34  
 
 

Sumber Bacaan :

Pemeriksaan dengan mengunakan radiofarmaka untuk diagnosik dan evaluasi kelainan


pada tulang. Radiofarmaka yang digunakan berupa technetium-99m yang dilabel dengan
MDP (methyl dihosphonate) diberikan secara intavena. Pemeriksaan ini sangat sensitif
terutama mendeteksi metastasis pada tulang dan tidak invasif dan tidak toksik, namun
kurang spesifik. Radioframaka yang disuntikan akan terakumulasi pada tulang.Pencitraan
dilakukan 3-4 pasca penyuntikan radiofarmaka. Akumulasi radiofarmaka pada jaringan
tergantung pada; Aliran darah, permeabilitas kapiler, aktivitas metabolik osteoblas dan
osteoklas dan turn-over mineral pada tulang.
Pola pencitraan dapat berupa:
1. Hasil pencitraan akan memberikan gambaran yang simetris antara bagian kiri dan kanan (
mirror view)
2. Peningkatan akumulasi radiofarmaka pada tulang (hot spot/lesion). Hal ini dapat
ditemukan pada kondisi peningkatan aliran darah ketempat tersebut/aktivitas metabolik
yang meningkat/proses inflmasi
3. Penurunan akumulasi akan memberikan gambaran defek (cold spot/lesion)
4. Peningkatan jumlah lesi yang menangkap radiofarmaka setelah kemoterapi (flare
phenomenon)
5. Peningkatan penangkapan radiofarmaka secara difus pada tulang (super-scan) yang
ditemukan pada metastase luas.

35  
 
 

NOMOR MODUL : 10 /Rad-UA/16

TOPIK : Pemeriksaan kedokteran nuklir

SUBTOPIK : Renogram

Tujuan Pembelajaran :

1. Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan renogram


2. Mahasiswa mampu mengenali hasil pemeriksaan renogram .
3. Mahasiwa mampu membaca hasil pemeriksaan renogram.

Metode Pembelajaran :

Contoh Kasus :

Gambar 4.1. : renogram diuresis normal.

Dari gambar diatas tampak fase inisial, diikuti fase sekresi dan eksresi pada ginjal kiri dan
kanan.
Dapat disimpulkan bahwa fungsi kedua ginjal masih dalam batas normal

36  
 
 

Gambar 4.2: Renogram pasien dengan fungsi ginjal kanan yang sudah minim

Dari gambar 4.2 tampak pada kurva renogram ginjal kiri, fase inisial, diikuti fase sekresi dan
eksresi, sedangkan dari kurva renogram ginjal kanan, setelah fase inisial kurva berjalan
hampir mendatar. Dari gambar diatas dapat disimpulkan bahwa fungsi ginjal kanan dalam
batas normal, sedangkan fungsi ginjal kiri sudah minim.

Sumber Bacaan :

Pada pemeriksaan renografi, pencitraan dimulai dengan ambilan radiaoktif oleh ginjal dari
pembuluh darah, disekeresikan dan eksresikan keluar ginjal melalui ureter dan terus mengisi
vesika urinaria. Pemeriksaan renografi dilakukan dengan menggunakan radiofarmaka
technetium 99m yang dilabel dengan DTPA atau MAG3.
Pada pemeriksaan ini ini akan terlihat suplai aliran darah ke ginjal, fungsi ginjal dan
eksresi urine dari ginjal. Kelebihan pemeriksaan ini adalah masing masing ginjal dapat
ditentukan persentasi fungsinya. Pemeriksaan ini digunakan juga untuk menilai
1. Fungsi dan perfusi tubulus ginjal;
2. Menilai renovaskuler hipertensi;
3. Menilai stenosis arteri renalis;
4. Menilai fungsi transplantasi ginjal.

Persiapan :

Sebelum pemeriksaan pasien diminta banyak minum. Jika pemeriksaan dilakukan untuk
menilai renal hipertensi maka obat-obatan yang mempengaruhi pemeriksaan distop minimal 3
hari sebelum pemeriksaan. Pemeriksaan tidak dianjurkan pada ibu hamil dan menyusui.
Pemeriksaan membutuhkan waktu berkisar 30 menit. Selama pemeriksaan pasien tidur
terlentang dan diminta tidak bergerak, karena akan mempengaruhi kualitas pencitraan.
Radiofarmaka diberiksan secara intravena dan pencitran dilakukan secara dinamik

37  
 
 

NOMOR MODUL : 11 /Rad-UA/16

TOPIK : Pemeriksaan kedokteran nuklir

SUBTOPIK : Terapi iodium radioaktif

Tujuan Pembelajaran Umum:

1. Mahasiswa mampu menjelaskan pengunaan terapi iodium radioaktif

Tujuan Pembelajaran Khusus :

1. Mahasiswa mampu menjelaskan indikasi terapi iodium radioaktif.


2. Mahasiswa mampu menjelaskan manfaat dan resiko terapi iodium radioaktif .

Metode Pembelajaran :

Contoh Kasus

Seorang wanita umur 43 tahun dirujuk dari bagian bedah untuk mendapatkan terapi
adjuvant Iodium-131. Pasien pasca tirodektomi total 4 minggu yang lalu dengan hasil PA,
follikuler thyroid carcinoma.

Pertanyaannya :

1. Apa indikasi terapi adjuvant I-131?


2. Bagaimana mempersiapkan pasien sebelum terapi diberikan
3. Apa follow up yang dilakukan pasca pasien menerima I-131?

Sumber bacaan :

Terdapat dua bentuk kimia yang berbeda dari iodium yaitu iodida (I-) dan molekul iodium
(I2), dengan nomor atom 53. Iodium terutama banyak terdapat dalam makanan dan mudah
ditempelkan pada komponen organik lainnya, seperti pada zat kontras. Iodium memiliki
beberapa isotop dan digunakan dalam aplikasi kedokteran seperti; I-123,I-124, I-125 dan I-
131.1,3,18 Iodium-125 dan I-131 di produksi di reaktor, sedangkan I-123 dan I-124
merupakan hasil produksi di siklotron. Iodium radioaktif tersebut merupakan pemancar
partikel gamma kecuali I-131 sebagai pemancar partikel beta dan gamma.
Iodium-131 merupakan radioisotop yang paling banyak digunakan untuk terapi, memiliki
waktu paruh delapan hari, memancarkan partikel beta dengan energi 606 keV dan radiasi
gamma dengan energi 364 keV dengan panjang gelombang lebih kurang 1-2.4 mm. Sebagai
pemancar partikel beta dan gamma, I-131 dapat digunakan untuk terapi dan pencitraan,
namun pengunaannya untuk pencitraan tidak dianjurkan karena memberikan kualitas
pencitraan yang buruk akibat energi gamma yang dimilikinya tinggi.
I-131 diberikan secara oral, penyerapannya terjadi di lambung dan usus kecil, kemudian
terkosentrasi di kelenjar tiroid melalui peranan NIS sebagai pembawa. Transpor I-131 ke
dalam sel tirosit menjadi dasar penting bagi penggunaan I-131 untuk diagnostik dan terapi
penyakit tirod.
Kelebihan menggunakan I-131 ini adalah tidak menimbulkan sekuele, karena jaringan normal
sekitarnya hanya menerima sedikit dosis radiasi serta dapat ditoleransi dengan baik oleh
pasien. Dosis radiasi yang diterima oleh suatu jaringan tergantung pada jumlah radioaktif

38  
 
 

yang ditangkap dan terakumulasi pada jaringan tersebut. Pada pemberian I-131 dalam dosis
besar pada kanker tiroid berdiferensiasi hanya 1% dari dosis radiasi yang ditangkap oleh
jaringan tiroid normal. Perbedaan distribusi dosis pada jaringan tumor dapat disebabkan oleh
kemampuan jaringan tumor tersebut mengakumulasi I-131.18 Kemampuan jaringan tumor
menangkap dan mengakumulasi I-131 dipengaruhi oleh transpor iodium ke dalam sel.
Terapi interna iodium radioaktif, merupakan radiasi dengan menggunakan sumber radiasi
terbuka dengan memanfaatkan emisi partikel beta. Indikasi terapi I-131 adalah pada kasus
hipertiroidi dan kanker tiroid well differentiated.Pasien yang mendapatkan I-131dapat
dirawat jalan jika menerima dosis terapi < 30 mCi, pasien yang mendapat terapi dengan dosis
> 30 mCi harus menjalan rawat inap. Pada pasien hipertoidi yang mendapat I-131 perlu
dilakukan pemantauan kadar hormone tiroid, jika perlu dapat diberikan dosis tambahan atau
jika pasien menjadi hipotiroid dapat diberikan hormone tiroid sebagai subsitusi. Pada pasien
kanker tiroid yang mendapat terapi I-131 dilakukan pemantauan kadar tiroglobulin, jika
diperlukan dapat diberikan terapi I-131 ulangan. Selain kadar tiroglobulin perlu dipantau
kadar hormon tiroid pada pemberian subsitusi hormone pasca total tiroidektomi.

Referensi :

1. Ahn BC. Sodium Iodide Symporter for Nuclear Molecular Imaging and Gene Therapy:
From Bedside to Bench and Back.Theranostics.2012;2(4):392-402
2. Sobel. SH, Bramlet.R, Iodine-131 Treatment of Hyperthyroidism.in Thyroid Disease
(Endocrinology,Surgery,Medicine, Nuclear and Radiotherapy.Editor Falk.SA.2nd
Ed,chapter 16.Lippincott-Company.297-315
3. Saha.GB. Physics and Radiobiology of Nuclear Medicine. Springer. 2006. 3rd Ed. 226-
240
4. Hall. EJ.Radiobiology for the Radiologist.J.B.Lippincott Company.4th Ed.1994.30-42
5. Chung JK, Sodium Iodide Symporter: Its Role in Nuclear Medicine. J. Nucl
Med.2002;(43):1188-1200
6. Saha.GB. Fundamentals of Nuclear Pharmacy. Springer. 2006. 6rd Ed.2010. 127-128.
7. Schlumberger. M, Parmentier. C, dr Vathaire.F, Tubiana.M,Iodine-131 and External
Radiation in Treatmentof Local and Metastatic Thyroid Cancer. in Thyroid Disease
(Endocrinology,Surgery,Medicine, Nuclear and Radiotherapy.Editor Falk.SA.2nd
Ed,chapter 16.Lippincott-Company.601-616

39  
 
 

40  
 

Anda mungkin juga menyukai