Anda di halaman 1dari 22

IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NO.

5
TAHUN 2015 TENTANG PENANGGULANGAN
KEMISKINAN DI KOTA PALU PROVINSI
SULAWESI TENGAH

Oleh

Yeremia Fernando Parengkuan

NPP : 30.1268

PROGRAM STUDI KEBIJAKAN PUBLIK

FAKULTAS POLITIK PEMERINTAHAN

INSTITUT PEMERINTAHAN DALAM NEGERI

2021/2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kemiskinan merupakan permasalahan yang hampir dialami oleh setiap khalayak


masyarakat dibelahan bumi ini. Kemiskinan terjadi karena seseorang atau sekelompok orang
yang tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya, secara umum kemiskinan dapat di
definisikan sebagai kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang yang tidak mampu
dalam memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan
yang bermartabat, pendapat lain kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan orang atau
sekelompok orang dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan non
makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Di Indonesia sendiri kemiskinan masih
merupakan salah satu permasalahan yang termasuk krusial saat ini, sebab mengingat jumlah
masyarakat miskin yang masih tergolong cukup tinggi.

Kemiskinan secara faktual tidak akan bisa diberantas habis sebagaimana halnya
korupsi. Setidaknya bisa dikurangi jumlah orang miskin. Anehnya, jumlah orang miskin
bukan berkurang di negeri ini justru terus meningkat, sekalipun pemerintah membantah tidak
benar jumlah orang miskin bertambah. Hampir semua data yang disajikan pemerintah
menunjukkan ini. Pengakuan pemerintah bahwa telah terjadi pengurangan orang miskin
bahkan dianggap sebagai sebuah “kebohongan”. Pemerintah dianggap telah melakukan
“kebohongan” dengan memanipulasi angka-angka jumlah orang miskin lewat sihir
“pertumbuhan” yang secara empiris sebenarnya tidak bersentuhan dengan pengurangan orang
miskin. Dimana dikatakan bahwa kemiskinan secara nasional telah mengalami penurunan,
padahal realitasnya tidak demikian, kemiskinan justru makin bertambah yang ditandai dengan
semakin rendahnya kemampuan daya beli masyarakat.

Sampai saat ini masih belum diketahui apa penyebab kemiskinan belum bisa
dituntaskan secara keseluruhan di tiap daerah yang ada di Indonesia padahal dalam point
pada UUD 1945 tercantum jelas bahwa salah satu cita-cita Negara ialah “memajukan
kesejahteraan umum”, yang mana maksud daripada kalimat tersebut Negara ingin
mewujudkan dimana tidak ada masyarakat miskin di Negara ini. Terhitung kurang lebih 76
tahun sejak Negara kita ini merdeka tapi hingga saat ini kemiskinan masih belum dapat
teratasi, padahal seharusnya masalah ini harusnya mendapat perhatian lebih, mengingat tanda
suatu Negara itu berhasil adalah dengan melihat tingkat kesejahteraan masyarakatnya.

Berdasarkan data yang diambil dari BPS, ternyata jumlah masyarakat miskin berada
di daerah Perkotaan maupun Pedesaan artinya kegagalan Pemerintah Pusat dalam menaikan
jumlah orang miskin ke orang tidak miskin diakibatkan karena Pemerintah di daerah tiap-tiap
provinsi gagal dalam menanggulanggi hal tersebut yang artinya UU No. 32 tahun 2004
tentang Otonomi Daerah gagal karena peraturan tentang Otonomi Daerah ini telah
memberikan kewenangan yang seluas-luasnya bagi daerah untuk mengurus daerahnya sendiri
sesuai dengan potensi dan kemampuan yang dimiliki. Kewenangan dimaksudkan dalam hal
juga bagaimana untuk memerangi dan mengurangi jumlah orang miskin. Kewenangan
otonomi yang diberikan semestinya semakin meningkatkan kapasitas pemerintah daerah
(Pemda) untuk melakukan penanggulangan kemiskinan melalui berbagai program
pembangunan daerah dan kebijakan-kebijakan yang berorientasi kepada kepentingan rakyat
di daerah.

Kenyataannya, anggaran yang bersumber dari APBN dan APBD lebih banyak
digunakan untuk hal-hal yang tidak terkait dengan kepentingan masyarakat miskin. Belanja
APBD porsinya masih lebih banyak tersedot untuk kebutuhan belanja birokrasi dari pada
untuk kepentingan rakyat. Setelah sekian lama Otonomi Daerah ini dilaksanakan jumlah
masyarakat miskin hingga saat ini masih belum dapat dituntaskan padahal tujuan daripada
Otonomi ini agar Pemda dapat mengatur daerah nya masing-masing secara mandiri dengan
harapan dapat memajukan kesejahteraan masyarakat karena dianggap orang-orang yang ada
di daerah tersebut lebih tau apa yang dapat dilakukan di daerah nya tersebut guna
memajukann tingkat ekonomi daerah tersebut, dan juga agar dapat mempermudah
Pemerintah Pusat dalam melaksanakan tugas nya dengan diberikan pelimpahan kepada
Pemerintah daerah.

Terkait hal ini peneliti secara mendalam ingin melihat bagaimana implementasi
pemerintah dalam bekerja untuk menanggulanggi kemiskinan yang ada di daerah peneliti
sendiri yaitu di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah. Sebelumnya kita melihat terlebih
dahulu jumlah atau angka kemiskinan yang disajikan oleh BPS di Provinsi Sulawesi Tengah
yang mana Jumlah penduduk miskin di Sulawesi Tengah (Sulteng), pada bulan September
2020, mencapai 403,74 ribu orang atau 13,06 persen, bertambah sebesar 5 ribu orang
dibandingkan dengan kondisi Maret 2020 yang sebesar 398,73 ribu orang atau 12,92 persen.
Berdasarkan laporan BPS Sulteng, menyebutkan bahwa persentase penduduk miskin di
daerah perkotaan pada Maret 2020 sebesar 8,76 persen, naik menjadi 9,21 persen pada
September 2020. Sementara persentase penduduk miskin di daerah perdesaan pada Maret
2020 sebesar 14,69 persen naik menjadi 14,76 persen pada September 2020.

Data jumlah penduduk miskin kabupaten/kota di Sulteng pada Maret 2020, Parigi
Moutong menempati urutan teratas. Total penduduk miskin di daerah ini sebanyak 78.760
jiwa. Kabupaten Donggala menempati urutan ke dua dengan total penduduk miskin sebanyak
53.170 jiwa, disusul Kabupaten Poso sebanyak 40.200 jiwa, serta Kabupaten Tolitoli
sebanyak 30.510 jiwa. Selanjutnya, Kabupaten Sigi sebanyak 30.000 jiwa, Kabupaten
Banggai 28.160 jiwa, Kota Palu 26.890 jiwa, serta Tojo Una-una 25.430 jiwa. Kemudian,
Kabupaten Buol sebanyak 22.930 jiwa, Morowali Utara 18.380 jiwa, Banggai Kepulauan
16.700 jiwa, Morowali 16.500 jiwa, dan Banggai Laut 11.090 jiwa. Adapun jumlah penduduk
miskin di daerah perkotaan selama periode Maret 2020-September 2020, mengalami
kenaikan sebanyak 6,7 ribu orang. Yakni, dari 80.730 orang pada Maret 2020 menjadi 87.430
orang pada September 2020.

Adapun jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan selama periode Maret 2020-
September 2020, mengalami kenaikan sebanyak 6,7 ribu orang. Yakni, dari 80.730 orang
pada Maret 2020 menjadi 87.430 orang pada September 2020. Sementara di daerah perdesaan
turun sebanyak 1.700 orang, yakni dari 318 ribu orang pada Maret 2020 menjadi 316.310
orang pada September 2020. Data BPS Sulteng menyebutkan, peranan komoditi makanan
terhadap Garis Kemiskinan lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan,
seperti perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan.

Sumbangan Garis Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan pada September


2020 tercatat sebesar 76,56 persen. Kondisi meningkat dibanding Maret 2020 yaitu sebesar
76,54 persen. Sebagaimana diketahui, jenis komoditi makanan yang berpengaruh besar
terhadap nilai Garis Kemiskinan di perkotaan maupun di pedesaan, adalah beras, rokok
kretek filter, kue basah, tongkol/tuna/cakalang, dan telur ayam ras. Sedangkan, untuk
komoditi bukan makanan yang besar pengaruhnya adalah biaya perumahan, bensin, listrik,
angkutan, pendidikan, dan perlengkapan mandi. (https://kumparan.com/paluposo/penduduk-
miskin-terbanyak-di-sulteng-ini-daftarnya-1vE7YMSpn4X/full).
Berdasarkan data yang disajikan diatas dapat dilihat bahwa jumlah penduduk
berdasarkan survey terbaru yang dilakukan oleh BPS bahwa jumlah penduduk miskin
semakin meningkat di bagian Perkotaan, oleh karena itu peneliti ingin melihat mengapa hal
tersebut masih terjadi padahal di Kota Palu sendiri telah diterbitkan Peraturan Daerah
(PERDA) yang mengatur tentang penanggulangan kemiskinan oleh PERDA No. 5 tahun
2015 tentang penanggulangan kemiskinan Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah. Sehingga
peneliti tertarik untuk melihat bagaimana implementasi pemerintah Kota Palu dalam
melaksanakan peraturan yang di buat tersebut dalam menanggulangi masalah kemiskinan ini,
apakah sudah dapat berjalan sesuai dengan target yang diharapakan oleh pemerintah atau
malah sebaliknya.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana cara Pemerintah Kota Palu dalam menyelesaikan kemiskinan yang ada di
Kota Palu dalam mencapai target PERDA No. 5 tahun 2015 tentang penanggulangan
kemiskinan ?
1.2.2 Bagaimana dampak penanggulangan kemiskinan terhadap masyarakat miskin sejak
diterbitkannya PERDA No. 5 tahun 2015 tentang penanggulangan kemiskinan ?
1.2.3 Bagaimana kinerja Pemerintah Kota Palu dalam 6 tahun terakhir sejak diterbitkannya
PERDA No. 5 tahun 2015 tentang penanggulangan kemiskinan dalam mengurangi
tingkat masyarakat miskin di Kota Palu ?
1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Untuk mengetahui apakah PERDA No. 5 tahun 2015 telah dilaksanakan oleh
pemerintah sesuai dengan yang diharapkan dalam menanggulangi kemiskinan yang
ada di Kota Palu.
1.3.2 Membantu pemerintah dalam mengidentifikasi masalah mengapa kemiskinan masih
belum dapat dituntaskan di Kota Palu, guna mensejahterahkan masyarakat Kota Palu.
1.3.3 Untuk mencari tahu kekurangan serta mencari solusi bagaimana mentuntaskan
kemiskinan yang terjadi di Kota Palu jika pemerintah masih belum dapat
mengimplementasikan PERDA No.5 tahun 2015 tersebut dengan maksimal.
1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat dari penelitian ini diharapkan agar pemerintah dapat menanggulangi secara
cepat permasalahan kemiskinan yang masih terjadi di Kota Palu yang masih menjadi
masalah hingga saat ini, juga dapat menjadi evaluasi bagi pemerintah terhadap
kebijakan yang telah di buat apakah isi dari pada kebijakan tersebut sudah sesuai
dengan tujuan yang diharapkan atau belum, untuk mencapai kesejahteraan
masyarakat.
1.4.2 Guna membantu masyarakat dalam masalah kemiskinan dengan mencari penyebab
dari kemiskinan yang masih berkelanjutan hingga saat ini dimana sudah banyak upaya
yang dilakukan oleh pemerintah tapi masih saja belum mampu untuk
mensejahterahkan masyarakat sehingga peneliti membantu dalam mencari masalah
agar masyarakat miskin pun dapat segera di tanggulangi oleh pemerintah.

1.4.3 Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber kedepannya bagi
pemerintah atau pihak manapun dalam menentukan suatu kebijakan ataupun dapat
menambah wawasan bagi para stakeholder dalam mengevaluasi kebijakan yang
mereka telah buat dimana dan apa kekurangannya sehingga kedepannya dapat
kebijakan akan dapat berjalan dengan baik.
1.4.4 Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi peneliti berikutnya dalam
membuat karya tulis nantinya guna menyelesaikan studi ataupun untung kepentingan
lainnya yang bersangkutan dengan akademik.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Nama Penulis, Metode Penelitian Hasil Penelitian IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NO.15 TAHUN 2015
Tahun dan Judul TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN
Persamaan Perbedaan
Penelitian Terdahulu Rencana Penelitian
I II III IV V VI
Alex Kurniawan metode area Hasil penelitian ini Implementasi yang Lokus penelitian Lokus penelitian
(2011) proporsional menunjukkan bahwa dilakukan bertujuan diKabupaten Kendal diKota Palu
Implementasi random sampling Implementasi P2KP untuk
Proyek dilihat dari penilaian menanggulangi
Penanggulangan masyarakat mengenai kemiskinan di suatu
Kemiskinan Di P2KP, berdasarkan hasil daerah.
Perkotaan penelitian, rata-rata
(P2KP) Di sebesar 74,34 %
Kecamatan masyarakat menilai
Brangsong implementasi P2KP
Kabupaten berhasil dengan adanya
Kendal manfaat langsung
(seperti menghemat
pengeluaran untuk
transportasi,
menghindari kecelakaan,
bermanfaat untuk
kepentingan umum, dan
memudahkan.
SYAHRINI. Menggunakan Hasil penelitian ini Metode penelitian Fokus meng- Fokus
(2018) metode deskriptif menunjukkan bahwa yang dilakukan implementasi suatu penelitian
Implementasi pendekatan Pemerintah daerah telah menggunakan program pengentasan meng-
Program kualtitatif. berupaya dalam deskriptif dengan kemiskinan implementas
Pengentasan mensosialisasikan pendekatan kualitatif i suatu
Kemiskinan Program Kartu Keluarga peraturan
(Studi Kasus Sejahtera di Kecamatan daerah yang
Pembagian Kartu Donri-donri, karena mengatur
Keluarga sosialisasi sangat tentang
Sejahtera di penting sebagai langkah penanggulan
Kecamatan awal dalam memberikan gan
Donri-donri pemahaman dan kemiskinan
Kabupaten mengimplementasikan
Soppeng). program kartu keluarga
sejahtera kepada
masyarakat.

Agus Surya Hatta Metode penelitian Hasil analisis data dan Implementasi yang Lokus penelitian Lokus penelitian
(2016) menggunakan pembahasan yang dilakukan untuk dilaksanakan diKota dilaksanakan diKota
Implementasi metode Deskriptif dilakukan dapat menanggulangi Tanjung Pinang. Palu.
Kebijakan Kualitatif diikuti diketahui bahwa kemiskinan yang
Penanggulangan dengan jenis kebijakan belum ada.
Kemiskinan penelitian yang konsisten, hal ini
Perkotaan didukung dengan seharusnya diperhatikan
(P2KP) Di survei. oleh pembuat kebijakan
Kelurahan maupun impelementor
Tanjung Unggat kebijakan dimana
Kecamatan Bukit pentingnya konsistensi
Bersari Kota kebijakan sehingga tidak
Tanjung Pinang. adanya informasi yang
berubah-ubah sehingga
sehingga tujuan awal
dari pelaksanaan
kebijakan tersebut dapat
berjalan dengan baik dan
sesuai dengan formulasi
dari pembuatan
kebijakan tersebut.
2.1 Tinjauan Teoritis

2.2.1 Definisi Implementasi

Secara sederhana implementasi bisa diartikan pelaksanaan atau penerapan. Browne


dan Wildavsky (Usman, 2004:7) mengemukakan bahwa “implementasi adalah perluasan
aktivitas yang saling menyesuaikan”. Menurut Syaukani dkk (2004 : 295) implementasi
merupakan suatu rangkaian aktivitas dalam rangka menghantarkan kebijakan kepada
masyarakat sehingga kebijakan tersebut dapat membawa hasil sebagaimana diharapkan.
Rangkaian kegiatan tersebut mencakup, Pertama persiapan seperangkat peraturan lanjutan
yang merupakan interpretasi dari kebijakan tersebut. Kedua, menyiapkan sumber daya guna

menggerakkan kegiatan implementasi termasuk didalamnya sarana dan prasarana, sumber


daya keuangan dan tentu saja penetapan siapa yang bertanggung jawab melaksanakan
kebijaksanaan tersebut.Ketiga, bagaimana mengahantarkan kebijaksanaan secara kongkrit ke
masyarakat.

Syukur dalam Surmayadi (2005 : 79) juga berpendapat bahwa ada tiga unsur
penting dalam proses implementasi yaitu: (1) adanya program atau kebijakan yang
dilaksanakan (2) target group yaitu kelompok masyarakat yang menjadi sasaran dan
ditetapkan akan menerima manfaat dari program dalam hal ini penulis mengacu pada
Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2015, perubahan atau peningkatannya (3) unsur pelaksana
(Implementor) baik organisasi atau perorangan untuk bertanggung jawab dalam memperoleh
pelaksanaan dan pengawasan dari proses implementasi tersebut. Yang kemudian dapat
disimpulkan bahwa implementasi merupakan suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah
rencana yang sudah disusun secara terperinci serta matang. Implementasi biasanya dilakukan
setelah perencanaan sudah dianggap sempurna.

2.2.2 Definisi Kemiskinan

Kemiskinan adalah suatu kondisi ketidakmampuan secara ekonomi untuk


memenuhi standar hidup rata-rata masyarakat di suatu daerah. Kondisi ketidakmampuan ini
ditandai dengan rendahnya kemampuan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan pokok baik
berupa pangan, sandang, maupun papan. Kemampuan pendapatan yang rendah ini juga akan
berdampak berkurangnya.

kemampuan untuk memenuhi standar hidup rata-rata seperti standar kesehatan


masyarakat dan standar pendidikan. Kondisi masyarakat yang disebut miskin dapat diketahui
berdasarkan kemampuan pendapatan dalam memenuhi standar hidup (Nugroho, 1995). Pada
prinsipnya, standar hidup di suatu masyarakat tidak sekedar tercukupinya kebutuhan akan
pangan, akan tetapi juga tercukupinya kebutuhan akan kesehatan maupun pendidikan.
Tempat tinggal ataupun pemukiman yang layak merupakan salah satu dari standar hidup atau
standar kesejahteraan masyarakat di suatu daerah. Berdasarkan kondisi ini, suatu masyarakat
disebut miskin apabila memiliki pendapatan jauh lebih rendah dari rata-rata pendapatan
sehingga tidak banyak memiliki kesempatan untuk mensejahterakan dirinya (Suryawati,
2004).

Persoalan kemiskinan masyarakat di negara-negara ini tidak hanya sekedar bentuk


ketidakmampuan pendapatan, akan tetapi telah meluas pada bentuk ketidakberdayaan secara
sosial maupun politik (Suryawati, 2004). Kemiskinan juga dianggap sebagai bentuk
permasalahan pembangunan yang diakibatkan adanya dampak negatif dari pertumbuhan
ekonomi yang tidak seimbang sehingga memperlebar kesenjangan pendapatan antar
masyarakat maupun kesenjangan pendapatan antar daerah (inter region income gap)
(Harahap, 2006). Studi pembangunan saat ini tidak hanya memfokuskan kajiannya pada
faktor-faktor yang menyebabkan kemiskinan, akan tetapi juga mulai mengindintifikasikan
segala aspek yang dapat menjadikan miskin.

2.2.3 Definisi Penanggulangan

Penanggulangan adalah semua tidakan terpadu yang bertujuan untuk mengatasi dan
menghadapi akibat-akibat yang timbul atas terjadinya sesuatu hal. Penanggulangan muncul
karena adanya suatu permasalahan yang kemudian harus diatasi agar dapat terselesaikan, oleh
karena itu penanggulangan adalah suatu cara yang digunakan dalam menyelesaikan suatu
permasalahan yang terjadi akibat berbagai aspek. menurut Saad & Ghani (2008)
penanggulangan merupakan suatu proses yang sudah direncanakan, kemudian dilaksanakan
supaya memperoleh penyelesaian tertentu dari sebuah masalah tersebut. Pendapat lainnya
Polya (1973) menyatakan bahwa penanggulangan sebagai daya upaya untuk mencari solusi
dari suatu kesulitan.

Evans (1994) menyatakan, penanggulangan sebagai aktivitas yang dihubungkan


dengan penyeleksian sebuah cara yang cocok untuk tindakan dan mengubah suasana
sekarang menjadi suasana yang dibutuhkan. Menurut Robert L. Solso (Mawaddah, 2015),
“pemecahan masalah adalah suatu pemikiran yang terarah secara langsung untuk menentukan
solusi atau jalan keluar untuk suatu masalah yang spesifik”.

2.3 Landasan Legalistik

2.3.1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2011

Dalam rangka mewujudkan cita-cita bangsa yang terdapat dalam alinea ke-4 yaitu
memajukan kesejahteraan umum maka pemerintah melakukan upaya untuk mencapai hal
tersebut dengan mengeluarkan Undang-Undang yang membahas tentang fakir miskin untuk
menghilangkan kemiskinan di Indonesia, maka terbitlah Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Penanganan Fakir Miskin yang dikeluarkan oleh bapak
Presiden ke-7 kita bapak Ir.JokoWidodo yang menjabat pada saat itu.

Adapun yang dibahas dalam Undang-Undang tersebut ialah Penanganan fakir miskin
diselenggarakan oleh Menteri secara terencana, terarah, terukur, dan terpadu. Penanganan
fakir miskin yang diselenggarakan oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam
rangka pemenuhan kebutuhan akan pengembangan potensi diri, sandang, pangan, perumahan,
dan pelayanan sosial. Dalam melaksanakan penanganan fakir miskin ada beberapa asas yang
digunakan yaitu antara lain: Kemanusiaan, Keadilan, Nondiskriminasi, Kesejahteraan,
Kesetiakawanan, dan pemberdayaan. Dengan demikian maka masyarakat berhak atas
semuanya itu untuk diberikan pemerintah kepada masyarakat pelayanan yang tertera sesuai
dengan yang dimaksud.

2.3.2 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 166 Tahun 2014

Peraturan Presiden ini merupakan respon dari UU 13 No. 2011 yaitu tentang program
yang mesti dilakukan dalam penanggulangan fakir miskin. Program penanggulangan
kemiskinan adalah kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dunia
usaha, serta masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui
bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil,
serta program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi. Hal ini dilakukan sebagai
upaya pemerintah dalam mengimplementasikan Undang-Undang yang telah ditetapkan agar
dapat dirasakan oleh masyarakat bagaimana pemerintah bekerja dalam menanggulangi
kemiskinan tersebut.

Penanggulangan merupakan upaya untuk menyelesaikan suatu masalah yang telah


terjadi, sehingga dalam melakukan hal tersebut maka pemerintah menetapkan suatu program
untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan, yaitu program Perlindungan Sosial.
Program perlindungan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : Program
Simpanan Keluarga Sejahtera; Program Indonesia Pintar; Program Indonesia Sehat.

2.4 Kerangka Pemikiran

Dalam penelitian ini terdapat kerangka pemikiran yang dapat membuka jalan
pemikiran terhadap masalah yang dibahas, maka penulis dapat mengajukan kerangka pikiran
sebagai berikut:

UNDANG-UNDANG N0.13 TAHUN


2011 TENTANG PENANGANAN
FAKIR MISKIN

PERATURAN PRESIDEN NO.15


TAHUN 2010 TENTANG
PERCEPATAN PENANGGULANGAN
KEMISKINAN

DAMPAK PERDA NO.5 TAHUN 2015


DALAM MENGATASI KEMISKINAN
MASYARAKAT KOTA PALU

INDIKATOR IMPLEMENTASI INDIKATOR


PENANGGULANGAN
1. DANA BANTUAN
1. KESEJAHTERAAN
2. LAPANGAN PEKERJAAN
2. KESEHATAN
3.PENDIDIKAN
3.SDM BERKUALITAS

KEPUASAN MASYARAKAT

1.Tangible
2.Reliability
3.Responsiviness
4.Assurance
5.Empathy

(Harfika dan Abdullah, 2017, p. 48)


2.5 Hipotesis

`Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu masalah yang dihadapi dan perlu diuji
kebenarannya dengan data yang lebih lengkap dan menunjang. Menurut S.Nasution hipotesis
adalah upaya memperkirakan tentang apa yang diamati dan agar dapat dipahami, dilihat
secara etimologis, hipotesis berasal dari hypo yang memiliki makna “kurang dari” dan tesis
yang bermakna “pendapat”. Jadi hipotesis adalah pendapatan atau kesimpulan sementara
yang perlu dilakukan pengujian dan dilihat kebenarannya, Djarwanto. Penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui sejauh mana implementasi perda no.5 tahun 2015 dalam
menanggulangi kemiskinan di Kota Palu.

Dengan demikian maka kemiskinan di Kota Palu belum dapat terselesaikan secara
maksimal karena implementasi dari pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan belum
dilaksanakan secara maksimal jika ditinjau Dari lingkungan sekitar dengan melihat keadaan
sosial masyarakat yang ada di Sulawesi Tengah dalam hal ini di daerah tempat tinggal saya
yaitu Kota Palu, sehingga jumlah kemiskinan yang ada di Kota Palu memiliki hubungan
dengan tingkat kinerja Pemerintah dalam menyelenggarakan pemerintahan khususnya dalam
menanggulangi kemiskinan akan tetapi hal ini belum mendasar sebab belum ada data valid
tentang kemiskinan yang diberikan oleh pemerintah sehingga masih harus dilakukan
penelitian untuk membenarkan hipotesis tersebut.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian

Desain penelitian adalah metode yang dipakai seorang penulis untuk menganalisa dan
mengumpulkan data yang memudahkannya untuk mencari dan memastikan topik yang akan
diteliti. Metode penelitian merupakan suatu cara ilmiah untuk seorang peneliti
mengumpulkan data maupun informasi yang dilakukan dengan berdasar pada ciri keilmuan
yang rasional, empiris dan sistematis untuk kemudian diolah dan dianalisis. Damaradi
(2013:153) mengemukakan pendapatnya bahwa metode penelitian merupakan kegiatan
seorang peneliti untuk mendapatkan data untuk mencapai suatu tujuan dengan menggunakan
cara ilmiah. Adapun metode penelitian yang digunakan oleh penulis yaitu metode penelitian
deskriptif kualitatif yang mana penulis akan menuliskan fakta yang sesuai dengan yang
terjadi dilapangan tanpa mengurangi atau menambahkannya.

Menurut Sugiyono (2016:9) metode deskriptif kualitatif adalah metode penelitian


yang berdasarkan pada filsafat postpositivisme digunakan untuk meneliti pada kondisi objek
yang alamiah (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai
instrumen kunci teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi. Triangulasi sendiri
ialah usaha mengecek kebenaran data atau informasi yang diperoleh peneliti dari berbagai
sudut pandang yang berbeda, dengan demikian maka metode deskriptif kualitatif ini
merupakan suatu metode penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan fakta-fakta yang
terjadi dilapangan dengan melakukan observasi terkait kebijakan yang ada dilapangan
apakah sudah berjalan sesuai dengan yang diharapkan atau belum yang mana objek daripada
observasi ini ialah konsumen atau dalam hal ini masyarakat Kota Palu dan kemudian ditarik
kesimpulan apakah implementasi Perda No 5 tahun 2015 tentang penanggulangan
kemiskinan berjalan sesuai dengan yang diharapkan atau tidak. Peneliti memilih desain
penelitian deskriptif kualitatif karena peneliti ingin mendeskripsikan keadaan yang akan
diamati di lapangan dengan lebih spesifik, transparan, dan mendalam.
3.2 Oprasionalisasi Konsep
Operasionalisasi konsep adalah proses untuk menurunkan konsep-konsep
penelitian menjadi bagian-bagian supaya mudah dipahami dan dapat diukur. Setiap
konsep penelitian perlu dicari definisi operasionalnya yaitu penjabaran konsep ke
dalam bagian- bagian/ dimensi yang lebih rinci sehingga dapat diukur. Dalam sebuah
konsep terdiri dari indikator atau variabel. Menurut Sugiyono (2012:31) definisi
operasional adalah penentuan konstrak atau sifat yang akan dipelajari sehingga
menjadi variabel yang dapat diukur.

Sedangkan menurut Nani Darmayanti (dalam Mushlihin 2013) definisi


operasional adalah rumusan tentang ruang lingkup dan ciri-ciri suatu konsep yang
menjadi pokok pembahasan dan penelitian karya ilmiah. Jadi, dapat disimpulkan
operasional adalah definisi yang didasarkan atas sifat-sifat variabel yang diamati.
Operasional mencakup hal-hal penting dalam penelitian yang memerlukan penjelasan.
Operasional bersifat spesifik, rinci, tegas dan pasti yang menggambarkan karakteristik
variabel-variabel penelitian dan hal-hal yang dianggap penting.

Tabel 3.2.1
Operasionalisasi Konsep

KONSEP DIMENSI KONSEP INDIKATOR


Penanggulangan Kemiskinan -pembangunan sarana dan -sarana dan prasana yang
prasana sesuai standar
-penyediaan Rumah Sakit -pendapatan perkepala
dan posyandu keluarga yang cukup
-meningkatkan kualitas -SDM yang berkualitas
pendidikan -angka kriminalitas yang
-membuka lapangan rendah
pekerjaan dalam segala -tingkat pengangguran yang
sektor rendah
-menjamin kehidupan bagi -masyarakat yang sehat
masyarakat yang tidak -kesejahteraan masyarakat
mampu
-Bantuan sosial bagi
masyarakat miskin
3.3 Teknik Pengumpulan Data

Dalam menentukan teknik pengumpulan data, peneliti wajib untuk memahami jenis
data tersebut. Inmon (2005) berpendapat bahwa data merupakan kumpulan data,rencana atau
ide, ataupun instruksi yang digunakan untuk membangun komunikasi yang kemudian
diproses untuk menjadi informasi yang dapat dimengerti oleh orang lain. Data adalah
informasi yang dikumpul yang sebelumnya didapatkan dengan melakukan analisis terhadap
suatu hal dan dapat dikaji lebih lanjut menjadi informasi.

Teknik pengumpulan data merupakan suatu bagian yang penting dalam melakukan
penelitian, karena mencari data merupakan sebuah hal yang paling pertama dan utama
dilakukannya sebuah kegiatan penelitian untuk memenuhi standar yang sudah ditetapkan oleh
peneliti. Maka dari itu diperlukannya teknik-teknik dalam pengumpulan data agar analisa
peneliti tidak meleset dari tujuan awal penelitian. Teknik-teknik pengumpulan data yang
diperlukan yakni sebagai berikut:

3.3.1 Observasi

Observasi atau pengamatan merupakan suatu tektnik atau cara mengumpulkan data
dengan melakukan pengamatan langsung pada suatu kegiatan yang sedang berlangsung.
Observasi diarahkan pada kegiatan memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang
muncul, dan mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam fenomena tersebut. Dari
pengamatan, akan mendapatkan data tentang suatu masalah, sehingga diperoleh
pamahaman atau sebagai alat re-checking atau pembuktian terhadap informasi/keterangan
yang diperoleh sebelumnya. (Nana Syaodih, 2013: 220)

Observasi ini dilakukan peneliti selama penelitian guna memaksimalkan data terkait
Implementasi Perda No.5 tahun 2015 tentang Penanggulangan Kemiskinan terhadap
masyarakat di Kota Palu.
3.3.2 Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.Percakapan dilaksanakan oleh
dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang
diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atau pertanyaan tersebut (Lexy
Moloeng, 2005:186).

Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara


mendalam.Wawancara mendalam merupakan cara mengumpulkan data atau informasi
dengan cara langsung bertatap muka dengan informan, dengan maksud mendapatkan
gambaran lengkap tentang topik yang diteliti. Wawancara dalam penelitian ini digunakan
untuk mendapatkan data serta informasi terkait Implementasi Perda No.5 tahun 2015
tentang Penanggulangan Kemiskinan di Kota Palu.

3.3.3 Dokumentasi

Teknik pengumpulan data dengan menggunakan dokumentasi merupakan suatu


teknik pengumpulan data dengan menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik
tertulis, gambar, maupun elektronik. Studi dokumen merupakan pelengkap dari
penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif. Hasil penelitian
dari observasi atau wawancara, akan lebih kredibel dan dapat dipercaya kalau didukung
oleh dokumen-dokumen dari narasumber (Nana Syaodih, 2013:221). Dokumen yang akan
dikumpulkan adalah berupa dokumen-dokumen fasilitas pemerintah dalam menunjang
kemiskinan terhadap masyarakat seperti Rumah Sakit, Sekolah, Lapangan pekerjaan, serta
dokumentasi terkait bagaimana kondisi masyarakat miskin yang ada di Kota Palu.

3.4 Instrumen Penelitian

Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini berupa pedoman
observasi, pedoman wawancara dan pedoman dan pedoman dokumentasi.
3.4.1 Kendali Wawancara

Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dua pihak


(interviewer dan interviewe) untuk mengumpulkan suatu informasi.Pada penelitian ini,
teknik wawancara yang digunakan adalahwawancara terstruktur, yaitu wawancara yang
sebelumnya telah disusun daftar pertanyaan. Dengan demikian, peneliti telah menyiapkan
kendali wawancara untuk menyusun instrumen penelitian berupa wawancara. Teknik
wawancara ini digunakan untuk menggali informasi tentang kinerja Pemerintah dalam
melaksanakan Perda No.5 tahun 2015 tersebut.

3.4.2 Lembar Kendali Observasi

Observasi merupakan pengumpulan data melalui pengamatan secara langsung


terhadap obyek yang akan diteliti. Pedoman observasi dibuat dan di isi oleh peneliti. Pada
penelitian ini aspek yang dilihat adalah bagaimana kinerja Pemerintah dalam
melaksanakan Perda No.5 tahun 2015 serta lembar Observasi yang memiliki pertanyaan
tentang jenis-jenis bantuan yang sudah diberikan oleh Pemerintah kepada masyarakat dan
tingkat kepuasaan masyarakat terhadap kinerja Pemerintah.

3.4.3 Dokumen

Menurut Sugiyono (2012: 329), dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah
berlalu yang berupa tulisan, gambar, atau karya- karya monumental seseorang. Hasil
penelitian dari observasi dan wawancara akan lebih kredibel kalau didukung oleh
dokumen-dokumen yang mendukung. Lembar dokumen yang diteliti sebagai instrumen
penelitian mengandung uraian mengenai dokumen kegiatan penyuluhan bantuan kepada
masyarakat dan pembangunan infrastruktur dalam meningkatkan tingkat kesejahteraan
masyarakat seperti Rencana Kerja Pemerintah Daerah terkait penanggulangan kemiskinan.
3.5 Sumber Data dan Informan

Pada penelitian kualitatif, Satori (2009) dalam Kaelan (2012) mengatakan bahwa
sumber data disebut sebagai informan. Hal ini karena dalam penelitian kualitatif, peneliti
memasuki sebuah situasi sosial/budaya/keagamaan tertentu, sehingga didalamnya terkandung
objek material penelitian, baik berupa benda, manusia, maupun nilai.

Dalam penelitian kualitatif peneliti memasuki situasi sosial tertentu dengan


melakukan observasi dan wawancara kepada orang-orang yang dipandang memiliki
hubungan dengan masalah penelitian serta mengetahui tentang situasi sosial dalam objek
penelitian. Penarikan atau penentuan informan dilakukan peneliti dengan menggunakan
teknik purposive sampling yaitu teknik pengambilan sumber data dengan pertimbangan atau
tujuan tertentu dari penelitian itu sendiri. Peneliti akan memilih orang tertentu yang diyakini
mengetahui dan memahai permasalahan yang akan diteliti, serta dapat memberikan data yang
diperlukan. Oleh sebab itu, maka informan dalam penelitian ini adalah Kepala Dinas Sosial
beserta Kabid dan Kasubid nya, serta masyarakat yang secara langsung merasakan dampak
daripada kinerja Pemerintah.

3.6 Teknik Analisis Data


Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sebelum memasuki
lapangan,selama di lapangan dan setelah kembali dari lapangan.Analisis telah dimulai sejak
merumuskan dan menjelaskan masalah,sebelum terjuan ke lapangan , dan berlangsung terus
sampai penulisan hasil penelitian .Dalam penelitian kualitatif ,analisi data lebih difokuskan
selama proses dilapangan bersamaan dengan pengumpulan data (Simangunsong,2017;225).
Bogdan & Biklen mengatakan teknik analisis data adalah upaya yang dilakukan dengan jalan
bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat
dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, memutuskan apa yang dapat
diceritakan kepada orang lain (Moleong, 2007:248).

Menurut miles dan Huberman, kegiatan analisis terdiri dari tiga alur kegiatan yang
terjadi secara bersamaan, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan
kesimpulan/verifikasi. Terjadi secara bersamaan berarti reduksi data , penyajian data, dan
penarikan kesimpulan/verivikasi sebagai sesuatu yang saling jalin menjalin merupakan proses
siklus dan interaksi pada saat sebelum, selama, dan sesudah pengumpulan data dalam bentuk
sejajar yang membangun wawasan umum yang disebut “analisis” (Ulber Silalahi, 2009:339).
Tiga alur tersebut diuraikan sebagai berikut :
1. Reduksi data, yaitu bentuk analisa yang memiliki tujuan untuk mempertajam,
mengkategorikan, membuang hal yang tidak perlu, mengarahkan data sehingga
kesimpulan akhir dapat di ambil. Reduksi data berarti merangkum, memilih halhal
yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya.
2. Penyajian data, yaitu aktivitas yang dilakukan ketika informasi disusun sehingga
dapat memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan. Dengan mendisplay
atau menyajikan data akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi selama
penelitian berlangsung.
3. Penarikan kesimpulan, yaitu hasil analisa yang dapat digunakan oleh peneliti untuk
dapat mengambil tindakan. Luas dan lengkapnya catatan lapangan, jenis metodologi
yang digunakan dalam pengesahan dan pengolahan data, serta pengalaman peneliti
akan memberikan warna pada kesimpulan penelitian.

3.7 Jadwal dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kota Palu di kecamatan saya yaitu kecamatan Palu
Timur di sana sudah ada beberapa kepala keluarga yang siap menjadi narasumber tepatnya di
jl.Sutoyo buntu. Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh data atau informasi guna
melengkapi kebutuhan dalam penulisan peneliti serta data dan informasi yang di dapatkan
dapat dipertanggungjawabkan dan juga valid berdasarkan realita yang ada di lapangan.
Penelitian ini dilakukan selama tiga bulan yaitu pada bulan desember sampai februari. Alasan
peneliti memilih daerah Kecamatan Palu Timur yaitu:

1. Masih banyak masyarakat yang dilihat bekerja dengan tidak layak di daerah Palu
Timur seperti jual-jualan tisu di lampu merah dsb.
2. Masih banyak bangunan yang tidak layak atau tidak sesuai standar di daerah Palu
Timur baik tempat tinggal, sekolah, dan sarana prasana seperti jalan raya yang masih
kurang diperhatikan.
DAFTAR PUSTAKA

(3, n.d.; Akib, 2010; Aneta, 2012; Kemkominfo, 2011; Kurniawan, 2011; Martí & Uriz,
María Jesús Ballesteros, Enric Turon, 2004; Miller, 1990; Nafi’ah, 2021; Pendidikan,
n.d.; Purwanto, 2007; Sirajuddin, 2016; The World Bank Office Jakarta, 1966; Wardis
Girsang , PhD, 2011; Zuhdiyaty & Kaluge, 2018)3, ‫ م‬.‫ ف‬.، 2 .‫ ن‬.‫ م‬.‫ ب‬.‫ ع‬،1 .‫ ت‬.‫ ف‬،1 .‫ ش‬.‫غ‬.
(n.d.). No Title‫تعیین تاثیر مصرف بی کربنات سدیم بر عملکرد بی هوازی مردان غیر ورزشکار‬.

Akib, H. (2010). Implementasi Kebijakan : Apa, mengapa Bagimana. Jurnal Adminstrasi


Publik, 1(1), 1–100. https://media.neliti.com/media/publications/97794-ID-
implementasi-kebijakan-apa-mengapa-dan-b.pdf

Aneta, A. (2012). Implementasi Kebijakan Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan


(P2KP) Di Kota Gorontalo. Jurnal Ilmiah Ilmu Administrasi Publik, 1(1), 54.
https://doi.org/10.26858/jiap.v1i1.132

Kemkominfo. (2011). Program Penanggulangan Kemiskinan Kabinet Indonesia Bersatu II.


Kemkominfo, 18.

Kurniawan, D. (2011). Kemiskinan di Indonesia dan Penanggulangannya. Gema Eksos, 5(1),


1–18.

Martí, R., & Uriz, María Jesús Ballesteros, Enric Turon, X. (2004). No 主観的健康感を中心
とした在宅高齢者における 健康関連指標に関する共分散構造分析 Title. Journal
of the Marine Biological Association of the United Kingdom, 84, 573–580.
http://eprints.uanl.mx/5481/1/1020149995.PDF

Miller, D. T. (1990). No Title 終末論的永劫回帰とモダニズムの弁証法. 日本ワーグナー


協会編『年刊ワーグナー 1990』, 50(6), 東京:音楽之友社:pp. 56-79.

Nafi’ah, B. (2021). Analisis Faktor-Faktor Yang Dapat Mempengaruhi Pengentasan


Kemiskinan Di Indonesia (2016- 2019). Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 7(2), 953–960.
https://doi.org/10.29040/jiei.v7i2.2206

Pendidikan, L. (n.d.). I. pendahuluan.

Purwanto, E. A. (2007). Mengkaji Potensi Usaha Kecil dan Menengah (UKM) untuk
pembuatan Kebijakan Anti Kemiskinan. Jurnal Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, 10(3),
295–324.

Sirajuddin, I. A. (2016). Implementasi Kebijakan Pemerintah Daerah Dalam Pelayanan


Publik Dasar Bidang Sosial Di Kota Makassar. Jurnal Ilmiah Ilmu Administrasi Publik,
4(1), 1. https://doi.org/10.26858/jiap.v4i1.1817

The World Bank Office Jakarta. (1966). Era Baru dalam Pengentasan Kemiskinan di
Indonesia. The World Bank, 112(483), 211–212.

Wardis Girsang , PhD. (2011).

Zuhdiyaty, N., & Kaluge, D. (2018). Analisis Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi
Kemiskinan Di Indonesia Selama Lima Tahun Terakhir. Jurnal Ilmiah Bisnis Dan
Ekonomi Asia, 11(2), 27–31. https://doi.org/10.32812/jibeka.v11i2.42

Anda mungkin juga menyukai