Kemiskinan merupakan permasalahan yang sangat kompleks, karena tidak hanya berkaitan
dengan rendahnya pendapatan masyarakat maupun ketidak mampuan untuk memenuhi kebutuhan
hidup sehari-hari, tetapi juga berkaitan ketidakberdayaan dari aspek ekonomi, sosial, budaya dan
politik. Begitu juga halnya yang berkaitan dengan dampak yang ditimbulkan tidak hanya ketidak
mempuan memenuhi kebutuhan hidup semata, namun lebih jauh lagi kemiskinan juga dapat
mengakibatkan munculnya gejala sosial yang baru pula, seperti pencurian, perampokan, begal,
pembunuhan, penculikan, sengketa hak tanah, perebutan harta warisan, dan lain sebagainya.
Dalam rangka menghindari berbagai permasalahan tersebut, tidak dipungkiri bahwa Provinsi
NTB sudah sangat bekerja keras untuk berupaya menurunkan angka kemiskinan, namun upaya dan
kerja keras tersebut tidak sepenuhnya seperti harapan yang di cita-citakan. Jika di rata-ratakan setiap
tahunnya Provinsi NTB menggelontorkan anggaran 1,2 – 1,5 Trilyun yang langsung mengarah kepada
program-program yang bersentuhan langsung dengan kemiskinan seperti Program JKN, Rumah
Layak Huni, Pembangunan Sarana Air Bersih, Bantuan ekonomi produktif dan berbagai program
lainnya. Angka anggaran tersebut belum menghitung program dan kegiatan yang tidak terkait
langsung dengan penanggulangan kemiskinan tetapi turut berkontribusi pada penurunan angka
kemiskinan, seperti pembangunan jalan tentu tidak terkait langsung dengan kemiskinan tetapi dengan
keberadaan jalan yang baik maka akses masyarakat terutama masyarakat miskin ke sarana kesehatan,
sarana pendidikan atau ke sarana ekonomi seperti pasar tentu akan lebih baik dan murah sehingga
dapat membantu masyarakat miskin untuk bisa mengembangkan usahanya lebih baik.
Lalu apa yang harus kita lakukan agar kita tidak perlu menunggu sampai tahun 2026 untuk mengejar
angka kemiskinan turun dibawah 1 digit?. Jawabannya ada pada setiap pelaku pembangunan yang ada
di NTB ini, terutama pada setiap penentu kebijakan. Karena ada banyak sekali kelemahan dari
berbagai program dan kegiatan yang sudah kita laksanakan yang berpeluang menjadi penghambat
dalam mencapai target penurunan angka kemiskinan menjadi 1 digit tersebut diantaranya adalah:
8. Lemahnya daya juang dan karakter penduduk miskin untuk keluar dari kemiskinan
Dari beberapa interaksi dan komunikasi dalam berbagai kesempatan dengan bebarapa
penduduk yang kehidupannya masuk pada kategori dibawah garis kemiskinan, ada beberapa
karakter dan kebiasaan yang kami anggap sebagai penghambat untuk keluar dari garis
kemiskinan adalah sebagai berikut:
Umumnya masyarakat miskin memiliki karakter yang bersifat pemalu dan susah
bicara jika berkumpul dalam satu kelompok dengan masyarakat yg lebih maju,
apalagi kalau dalam forum tersebut ada pejabat atau tokoh yang disegani maka sangat
susah untuk disuruh bicara menyuarakan aspirasi, harapan dan kebutuhannya dalam
rangka meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraannya.
Karakter lain yang juga menjadi penghambat dalam upaya mengelurkan penduduk
miskin dari kemiskinannya adalah karakter yang pasrah dan merasa cepat puas
dengan kondisi yang ada sehingga tidak ada semangat dan gerakan untuk keluar dari
kondisi yang ada.
Penduduk miskin dalam kesehariannya juga miskin dengan ide dan gagasan sehingga
sangat minim dengan peluang dan terobosan dalam rangka memulai sebuah usaha
yang memungkinkannya keluar dari kungkungan kemiskinan.
Dalam hubungan sosial kemasyarakatan penduduk miskin dihadapkan pada
permasalahan kurangnya wawasan dan pergaulan dengan dunia luar sehingga lemah
terhadap akses informasi yang sesungguhnya memberikan banyak peluang untuk
meningkatkan kesejahteraannya.
Melihat banyaknya kendala dan permasalahan yang masih menjadi penghambat dalam rangka
mewujudkan “angka kemiskinan 1 digit” dibutuhkan upaya yang ekstra keras dengan terobosan-
terobosan program yang inovatif dan mampu memberikan daya ungkit terhadap penurunan angka
kemiskinan. Beberapa upaya yang dilakukan oleh NTB adalah sebagai berikut:
1. Menggunakan 1 basis data yaitu Basis Data Terpadu (BDT) untuk semua program
penanggulangan kemiskinan di Provinsi NTB. Penggunaan satu basis data ini diterapkan bagi
program kegiatan yang dilaksanakan di Provinsi NTB oleh Kementerian/ Lembaga, OPD
Provinsi NTB, Kabupaten/Kota, Desa/Kelurahan, BUMN/BUMD, NGO, Swasta dan
masyarakat. Implementasi dari upaya ini diwujudkan melalui Program NTB Satu Data dan
NTB Satu Peta. Disamping itu untuk memudahkan setiap pengguna data BDT ini, Tim
Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) NTB mengembangkan BDT ini
dalam berbagai bentuk data yang praktis digunakan diantaranya: BDT yang sudah dipilah
berdasarkan karakteristik kemiskinannya seperti: karakteristik ber mata pencaharian sebagai
petani, nelayan, pemulung, peternak, industry pengolahan dll. Disamping itu ada juga BDT
yang sudah dikembangkan menjadi aplikasi SDGs dan Kemiskinan, serta peta kemiskinan
untuk 500 desa paling miskin yang sudah ditetapkan dengan Keputusan Gubernur NTB.
Dalam rangka mengakomodir kebutuhan anggota DPRD pada wilayah Dapil masing-masing,
TKPKD juga mengembangkan BDT yang sudah dipilah berdasarkan Dapil yang disebut
sebagai “BDT berbasis Dapil”.
2. Dalam rangka mengatasi permasalahan belum terintegrasinya program dan kegiatan
penanggulangan kemiskinan di NTB, Pemerintah Provinsi menetapkan 500 Desa yang paling
banyak penduduk miskinnya di NTB untuk menjadi lokus dari setiap program/kegiatan
penanggulangan kemiskinan di NTB. Dari 500 desa tersebut, 100 desa menjadi
tanggungjawab Provinsi dan 400 desa menjadi tanggungjawab Kabupaten/Kota dan Desa.
Integrasi Program/Kegiatan juga di upayakan dengan menetapkan 13 Program prioritas
penanggulangan kemiskinan di NTB yang terdiri dari Program Kawasan Rumah Pangan
Lestari (KRPL), Program Jamban Keluarga, Program Rumah Layak Huni (RLH), Badan
Usaha Milik Desa (Bumdes), Kelompok Usaha Bersama (KUBE), Air Bersih, Pengembangan
Desa Wisata, Sambungan Listrik Murah, Bank Sampah, Desa Berdaya Mandiri Pangan,
Budidaya Udang Vaname, Revitalisasi Posyandu, dan Pertanian Konserfasi.
Integrasi program dalam 13 program prioritas ini diwujudkan melalui beberapa model
integrasi diantaranya dengan :
Satu program dikerjakan secara bersama-sama, contohnya KRPL yang dilaksanakan oleh
Dinas Ketahanan Pangan bekerja sama dengan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan
melalui penyediaan Unggas dan dengan Dinas Kelautan dan Perikanan untuk penyediaan
bibit ikan. Demikian juga pembangunan Rumah Layak Huni yang dilaksanakan oleh
Dinas Permukiman bisa bekerjasama dengan Dinas Kesehatan untuk penyediaan jamban
dan dengan Dinas PUPR untuk penyediaan air bersih, rabat gang dan drainasenya.
Model integrasi lainnya adalah dengan pembagian lokus kegiatan, misalnya KRPL yang
bersumber dari dana APBD berbagi wilayah dengan yang bersumber dari APBN. Begitu
juga halnya dengan Rumah Layak Huni berbagi wilayah antara yang dibiayai dari APBD
dengan yang dibiayai dari dana CSR BUMN/BUMD/Swasta/BAZNASDA dan lain-lain.
3. Untuk mengatasi adanya kesalahan diagnose dalam penetapan program yang tepat dan sesuai
dengan permasalahan daerah maka sebelum penetapan program intervensi terlebih dahulu
dilakukan analisis Basis Data Terpadu untuk melihat karakteristik kemiskinan pada suatu
wilayah. Disamping itu juga harus dilakukan Analisis Belanja Publik untuk melihat berbagai
hal yang menjadi pertimbangan dalam menetapkan alternative intervensi program yang tepat
untuk penanggulangan kemiskinan pada suatu wilayah. Beberapa alat analisis yang digunakan
adalah:
Analisis Perkembangan Antar Waktu
Analisis efektifitas Program
Analisis Relefansi Program
Analisis Keterkaitan Program
Analisis Prioritas Intervensi Wilayah dan beberapa alat analisis lainnya.
4. Berkaitan dengan kebijakan nasional di NTB seperti kenaikan BBM, TDL dan kebijakan
lainnya yang berpengaruh terhadap meningkatnya jumlah penduduk miskin di NTB, untuk
mengatasi permasalahan ini tidak banyak hal yang dapat kita lakukan karena penetapan
kebijakan di tingkat pusat tentunya sudah ada pertimbangan oleh para pakar yang
berkompeten, namun Pemerintah Provinsi tentu tidak tinggal diam tetapi tetap mengambil
langkah-langkah diantaranya dengan memberikan masukan kepada Pemerintah Pusat untuk
dapat menunda dulu kebijakannya atau langkah-langkah lain berupa tindakan mempersiapkan
masyarakat dengan sosialisasi dan langkah-langkah antisipasi tingkat lokal seperti “Operasi
Pasar Murah” agar dampak yang ditimbulkan tidah terlalu dirasakan oleh masyarakat miskin.
5. Yang berkaitan dengan masih adanya kesalahan pemahaman tentang kemiskinan yang di
anggap hanya merupakan aspek ekonomi semata perlu dilakukan advokasi yang lebih intens
terutama di kalangan internal birokrasi sehingga tidak terjadi kesalahan dalam penetapan
kebijakan penanggulangan kemiskinan. Disamping itu upaya untuk menggiring dalam rangka
memperbaiki pola pikir yang kurang tepat tersebut juga dilakukan dengan melibatkan
akademisi dari perguruan tinggi yang ada di NTB untuk turut berkontribusi memberikan
sumbangan pikiran sebagai tim pakar dalam penanggulangan kemiskinan, sehingga dalam
berbagai kesempatan para pakar ini memberikan pencerahan kepada stakeholder yang terlibat
dalam upaya pengentasan kemiskinan di NTB.
6. Tingginya nuansa politik dalam penetapan kebijakan anggaran perlu dibenahi dengan
meningkatkan ketersediaan data sasaran yang up to date dan akuntabel sehingga dapat
menjadi pertimbangan yang lebih jelas dalam pengambilan keputusan. Disamping itu
penggunaan sistim aplikasi e-planning dalam penyusunan perencanaan dan penganggaran
diharapkan dapat lebih mengarahkan program/kegiatan ke sasaran yang tepat dan
meminimalisir intervensi politik yang terlalu dominan. Dan untuk membekali DPRD dengan
data yang lengkap TKPKD telah menyiapkan data BDT berbasis Dapil sebagai dasar
pertimbangan utama untuk menetapkan sasaran program/kegiatan.
7. Semakin terbatasnya daya dukung dan daya tampung lahan bagi penduduk miskin yang
berprofesi sebagai petani dapat di atasi dengan mengembangkan pertanian yang lebih modern
dengan bantuan input teknologi yang lebih modern kepada petani. Input teknologi yang lebih
modern tersebut bisa berupa bantuan peralatan mekanisasi yang dapat mempermudah dalam
bertani dan bisa meningkatkan produktifitas pada lahan yang terbatas. Bantuan teknologi juga
dapat dalam bentuk bantuan Drip Irrigation (irigasi tetes) yang bisa meningkatkan pertanaman
dalam suatu lahan sehingga yang semula hanya panen sekali dapat menjadi 3 atau 4 kali
panen. Yang berkaitan dengan terjadinya degradasi lahan sebagai akibat dari penggunaan
sumber daya alam yang berlebihan dengan mengabaikan kelestarian lingkungan dapat di atasi
dengan menerapkan sistim pertanian konservasi dalam budidaya pertanian pada lahan-lahan
yang sudah kritis. Dalam rangka meningkatkan hasil dari lahan yang terbatas juga di atasi
dengan meningkatkan nilai tambah dari produk hasil pertanian yang ada dengan melakukan
pengolahan hasil pertanian tersebut terlebih dahulu sebelum di pasarkan. Disamping itu
keterbatasan kepemilikan lahan juga harus disikapi dengan pemilihan jenis komoditi yang
memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi seperti komoditi hortikultura atau jenis komoditi
lainnya, sehingga dengan luasan lahan yang sempit mendapatkan hasil produksi yang lebih
tinggi nilai ekonomisnya.
8. Untuk mengatasi lemahnya daya juang dan karakter penduduk miskin bukan merupakan
pekerjaan yang ringan, karena hal tersebut sudah mendarah daging dan membudaya dalam
hidup dan kehidupannya. Sehingga upaya untuk mengatasi permasalahan ini harus dibagi
dalam dua skenario yaitu skenario jangka pendek dan jangka panjang seuai kondisi dan
permasalahan yang ada.
Untuk mengatasi karakter masyarakat miskin yang bersifat pemalu dan susah bicara jika
berkumpul dalam satu kelompok dengan masyarakat yg lebih maju apalagi kalau dalam
forum tersebut ada pejabat atau tokoh yang disegani, maka upaya jangka pendek yang
bisa dilakukan adalah dengan mengelompokkan dalam satu kelompok yang homogen
atau setara sehingga setiap individu yang ada dalam forum tersebut tidak segan untuk
bicara mengeluarkan unek-uneknya, disamping itu kelompok-kelompok masyarakat
seperti ini harus lebih sering di ajak bicara dan dilibatkan dalam berbagai forum sehingga
lambat laun menjadi terbiasa untuk berbicara dalam forum. Sedangkan upaya jangka
panjang membutuhkan satu generasi lagi dengan meningkatkan kapasitas SDM
masyarakat miskin sejak dini melalui dunia pendidikan karena apabila berbagai upaya
jangka pendek tersebut diatas tidak bisa mengatasi permasalahan tersebut karena kondisi
karakter individu yang sudah susah dirubah, maka alternatif generasi penerusnyalah yang
harus dibina dan difasilitasi sehingga tidak terjadi proses pewarisan kemiskinan pada
generasi berikutnya akibat karakter yang tidak mendukung untuk membentuk masyarakat
sejahtera.
Kondisi masyarakat miskin yang mudah pasrah dan merasa cepat puas dengan kondisi
yang ada harus ditangani dengan komprehensif, yang dimulai dengan upaya
pemberdayaan masyarakat miskin dengan menggerakkan semangat yang pantang
menyerah baik melalui komunikasi verbal maupun study komparasi, dan pilot project
yang memberikan contoh kongkrit bahwa masih ada masyarakat yang kondisinya jauh
lebih parah diluar sana tapi mampu bangkit dan keluar dari lembah kemiskinan karena
memiliki semangat dan keinginan yang kuat untuk maju dan berubah. Setelah langkah
pemberdayaan harus dilanjutkan dengan memberikan input fisik berupa bantuan sarana
usaha atau input fisik lainnya sesuai potensi yang dimiliki, sehingga setelah yang
bersangkutan menerima pembekalan melalui pemberdayaan dapat mereka lanjutkan
dengan memulai aktifitas usaha/kegiatan yang dapat memberikan sumber penghasilan
untuk hidup lebih layak. Tidak cukup dengan itu, upaya untuk menjamin adanya
keberlanjutan terhadap berbagai bantuan yang sudah diberikan harus tetap di pantau, di
monitoring dan di evaluasi sehingga dapat dipastikan bahwa penduduk miskin tersebut
meningkat status kesejahteraannya.
Kondisi yang paling banyak terjadi pada masyarakat miskin adalah miskin ide dan
gagasan. Dan untuk membuat masyarakat miskin kaya akan ide dan gagasan maka
kapasitas SDMnya harus terus di asah, baik melalui pelatihan maupun memberikan
informasi tentang contoh ide dan gagasan di tempat lain yang memiliki potensi untuk
mereka juga lakukan. Contoh ide dan gagasan tersebut harus diberikan dalam berbagai
pilihan dan alternatif sehingga dapat disesuaikan dengan keahlian,potensi dan daya
dukung lingkungan serta peluang pasar yang menguntungkan bagi mereka.
Permasalahan kurangnya wawasan dan pergaulan dengan dunia luar memang menjadi
salah satu penghambat untuk maju, dan untuk mengatasi hal tersebut penduduk miskin
harus diberikan peningkatan kapasitas SDM dan sosialisasi tentang bagaimana membuka
wawasan berpikir agar lebih luas dan memfasilitasi masyarakat miskin untuk dapat
berkomunikasi dengan dunia luar, baik dengan menghadirkan orang-orang potensial dari
luar yang dapat membantu perluasan jaringan pergaulan, maupun dengan membantu
akses masyarakat miskin terhadap informasi dari luar melalui dunia maya, sehingga dari
interaksi tersebut diharapkan ada peluang yang bisa dikerjasamakan dalam rangka
perbaikan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat miskin.
Lemahnya etos kerja juga merupakan permasaahan yang cukup pelik untuk ditangani
karena walaupun sudah banyak bantuan dan fasilitasi yang diberikan oleh pemerintah
untuk mendorong penduduk miskin keluar dari garis kemiskinan tetapi yang
bersangkutan memiliki etos kerja yang lemah, maka berbagai upaya tersebut akan sulit
untuk dijamin keberlanjutannya. Lemahnya etos kerja umumnya disebabkan oleh 2 hal
yaitu pertama karena karakter individual masyarakat yang malas, dan yang kedua
disebabkan oleh kondisi masyarakat yang frustasi karena berbagai upaya yang sudah
dilakukan belum memberikan hasil yang memuaskan, atau bisa juga rasa malas situ
muncul sebagai bentuk kekecewaan akibat adanya kondisi yang termarginalkan karena
tidak adanya akses secara social dan politik untuk mendapatkan bantuan dan perhatian
dari pemerintah. Untuk mengatasi hal tersebut maka bagi masyarakat yang karakternya
memang malas maka langkah yang harus di ambil adalah terus menggugah masyarakat
tersebut untuk ikut serta dalam berbagai program penanggulangan kemiskinan tentu
dengan pendekatan-pendekatan yang berbeda. Misalnya kalau selama ini rasa malas itu
muncul mungkin karena pendekatannya individual, maka dapat dirubah dengan
pendekatan kelompok sehingga dalam kelompok tersebut ada motivasi dari rekan lainnya
yang ada dalam kelompok tersebut untuk bersama-sama keluar dari belenggu
kemiskinan.
9. Semakin beratnya tantangan untuk menghindari pola hidup konsumtif.
Untuk mengatasi beratnya tantangan mengatasi pola hidup konsumtif dari penduduk miskin
berbagai upaya harus dilakukan mulai dari pembenahan sistim penyaluran bantuan agar
bantuan digunakan sesuai peruntukannya, dan peningkatan pengendalian, pengawasan dan
monev terhadap berbagai program penanggulangan kemiskinan yang lebih intensif agar
sesuai dengan target kinerja yang sudah ditetapkan. Pola hidup konsumtif dapat di minimalisir
dengan berbagai cara diantaranya dengan memberikan penyadaran dan pembinaan dengan
melibatkan tokoh agama melalui pendekatan keagamaan, disamping itu cara lain yang dapat
dilakukan adalah dengan memberikan kesibukan dengan kegiatan yang lebih produktif
sehingga tidak ada waktu untuk mengerjakan hal-hal yang bersifat konsumtif.
10. Tingkat Pendidikan yang Rendah dan Kurangnya Keterampilan Individu
Berdasarkan data karakteristik penduduk miskin yang dikeluarkan oleh BPS tahun 2019, rata-
rata sebanyak 41,20% penduduk miskin di NTB pendidikannya SD ke bawah. Hal ini
menunjukkan bahwa salah satu penyebab dari kemiskinan di Provinsi NTB ini adalah
rendahnya tingkat pendidikan. Dengan kondisi tingkat pendidikan yang sangat rendah
tersebut tentunya akan berpengaruh langsung pada kurangnya keterampilan sehingga tidak
banyak ide dan gagasan untuk melakukan aktifitas ekonomi yang dapat menghasilkan
pendapatan yang layak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Rendahnya tingkat pendidikan
ini juga menyebabkan sangat minimnya peluang kerja bagi masyarakat miskin, karena pasar
kerja tentu akan lebih mengakomodir tenaga kerja dengan pendidikan yang lebih tinggi
karena lebih identik dengan tingkat keterampilan yang lebih baik.
11. Pengangguran.
Masih adanya masyarakat NTB yang berstatus sebagai pengangguran perlu ditangani secara
lebih serius, karena jika angka pengangguran ini meningkat secara langsung dapat
berpengaruh pada meningkatnya jumlah penduduk miskin. Untuk mengatasi masalah
pengangguran ini dapat dilakukan melalui upaya jangka pendek maupun upaya jangka
panjang. Upaya jangka pendek yang dapat dilakukan adalah melalui penyiapan tenaga kerja
yang ada melalui pelatihan-pelatihan singkat (short course) sehingga siap untuk diserap oleh
pasar kerja. Sedangkan upaya jangka panjang yang dapat dilakukan adalah melalui
penyediaan pendidikan formal baik jenjang pendidikan menengah maupun sarjana yang
sesuai dengan kebutuhan investasi di daerah. Disamping itu upaya jangka panjang yang juga
dapat dilakukan melalui perbaikan iklim investasi sehingga memancing investor untuk
menanamkan modalnya di Provinsi NTB sehingga dapat menciptakan peluang kerja bagi
masyarakat.
12. Tingginya beban hidup keluarga miskin akibat banyaknya anggota keluarga yang diakibatkan
oleh adanya prinsip banyak anak banyak rezeki harus diatasi dengan melakukan penyadaran
melalui advokasi dan sosialisasi dengan bekerjasama dengan berbagai pelaku pembangunan
lainnya yang terkait dengan kependudukan diantaranya BKKBN untuk dapat memberikan
pencerahan dengan melakukan pendekatan-pendekatan yang lebih intensif. Disamping itu
upaya lainnya yang juga dapat ditempuh adalah melalui bekerjasama dengan tokoh agama
yang dapat memberikan ceramah dari sisi keagamaan bahwa prinsip banyak anak banyak
rezeki adalah bukan prinsip yang baik jika tidak mampu memberikan nafkah yang cukup
untuk kehidupan yang layak.
13. Khusus untuk masih lemahnya komitmen pimpinan dalam rangka penetapan kebijakan yang
pro poor memang dibutuhkan upaya yang terus menerus untuk melakukan advokasi dengan
melibatkan TNP2K selaku Unit kerja penanggulangan kemiskinan di tingkat Nasional
sehingga setiap pimpinan baik di pusat maupun di daerah memiliki pemahaman, kepedulian
dan keinginan yang kuat untuk melahirkan kebijakan-kebijakan penanggulangan kemiskinan
yang lebih Pro Poor di daerah. Pimpinan yang dimaksudkan disini adalah pada semua level
dan jenjang pemerintahan baik di pusat yang dimulai dari pimpinan Negara, pimpinan
kementerian/lembaga sampai ke pimpinan unit kerja. Demikian juga di daerah yang
dimaksudkan sebagai pimpinan adalah mulai dari pimpinan daerah, pinpinan OPD, sampai
pada pimpinan unit kerja terkecil yang ada di daerah. Setiap pimpinan dari pusat sampai
daerah tentunya berkontribusi untuk penanggulangan kemiskinan sesuai kewenangan dan
tanggungjawab yang melekat pada jabatannya.
Peran pimpinan dalam upaya percepatan penurunan angka kemiskinan ini ibarat dirigen pada
sebuah orchestra yang sangat menentukan apakah sebuah lagu yang akan dimainkan iramanya
mendayu ataukah berirama dinamis, atau apakah orkestranya mulai memainkan alat music
ataukah berhenti, jadi begitu strategisnya peran pimpinan dalam menentukan irama
percepatan penurunan angka kemiskinan sehingga setiap pimpinan harus memiliki konsep,
strategi, dan komitmen yang luar biasa untuk bisa mewujudkan penurunan angka kemiskinan
yang significant.
Disamping upaya-upaya tersebut di atas yang dirancang khusus untuk mengatasi hambatan-hambatan
dalam percepatan penurunan angka kemiskinan menjadi 1 digit dibutuhkan juga komitmen lintas
sector untuk melaksanakan program/kegiatan lainnya dalam rangka mendukung program/kegiatan
penanggulangan kemiskinan seperti:
Demikianlah sekilas tentang kondisi, peluang dan tantangan dalam rangka mengejar angka
kemiskinan 1 digit yang menjadi ikhtiar Provinsi Nusa Tenggara Barat agar bisa minimal sejajar
dengan angka rata-rata kemiskinan di tingkat Nasional yang sudah lebih dulu turun menjadi 1 digit.
“If poverty is a disease that infects the entire community in the form of unemployment and violence,
failing schools and broken homes, then we can’t just treat those symptoms in isolation. We have to heal that
entire community.”
( Barack Obama)
(Jika kemiskinan adalah penyakit yang menginfeksi seluruh komunitas dalam bentuk pengangguran dan
kekerasan, kegagalan sekolah dan rumah yang berantakan, maka kita tidak bisa hanya memperlakukan gejala-
gejala itu secara terpisah. Kita harus menyembuhkan keseluruhan himpunan itu.)
( Barack Obama)