Anda di halaman 1dari 36

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mobil
Kendaraan merupakan sarana transportasi yang sangat penting
penggunaannya pada saat ini. Perkembangan kendaraan saat ini begitu pesat
dengan digunakannya beberapa alternatif energi untuk menghasilkan daya pada
kendaraan tersebut. Kendaraaan dengan menggunakan energi listrik mengalami
perkembangan yang cukup besar di mana semakin beralihnya kendaraaan dengan
sumber energi yang menggunakan Ignition Combustion Engine Vehicle (ICEVs)
menjadi kendaraan dengan menggunakan energi listrik atau electric vehicle (EVs),
dapat dilihat pada Gambar 2.1 .

Gambar 2.1 Penjualan dan pangsa pasar mobil listrik global, 2013-2018
(Victor T.P.S. 2020)
Mobil diperlukan rancang bangun beberapa komponen pada kendaraan
tersebut adalah sebagai berikut :
1. Rangka
2. Suspensi
3. Drive train
4. Sistem kontrol, dan sebagainya.
Salah satu komponen yang sangat penting adalah sistem kontrol (sistem
kemudi dan sistem pengereman) yang dibutuhkan untuk mengatur arah kendaraan
dengan cara membelokkan roda depan dan mengatur kecepatan pada kendaraan.
(Keith, 2009).

2.2 Front Wheel Alignment (FWA)


Untuk dapat memahami sistem kemudi yang baik terlebih dahulu haruslah
memahami front wheel alignment (FWA). Roda-roda kendaraan dipasang dengan
besar sudut tertentu sesuai dengan persyaratan tertentu untuk menjaga agar
pengemudian ringan, nyaman dan stabil serta keausan ban normal. Sudut-sudut
pemasangan roda tersebut dinamakan wheel alignment. Kebanyakan kendaraan
yang ada di Indonesia wheel alignment utamanya adalah untuk roda depan
(FWA), walaupun wheel alignment untuk roda belakang (RWA) juga sudah ada.
Adapun faktor-faktor front wheel alignment (FWA) adalah sebagai berikut:
1. Camber
Sudut camber adalah sudut yang dibentuk dari kemiringan roda terhadap
garis vertikal roda. Camber dinyatakan negatif apabila bagian atas roda
miring ke dalam, dan sebaliknya dinyatakan positif bila bagian atas roda
miring keluar. Ilustrasi camber positif atau negatif, dapat dilihat pada
gambar 2.2
Gaya belok maksimum akan dicapai pada sedikit nilai dari camber
negatif. Hal ini dikarenakan camber thrust yang disebabkan oleh tegak
lurusnya kontak tread ban terhadap permukaan jalan saat mobil mengalami
roll di tikungan. Bila camber roda pada kondisi negatif, gaya akan beraksi
mengarah ke pusat lengkungan dan menambah gaya belok. Bila camber
roda pada kondisi positif, gaya akan bereaksi menjauhi pusat lengkungan
dan mengurangi gaya belok. (Smith, 1978).
Gambar 2.2 Ilustrasi Camber Positif, Camber 0º, dan Camber Negatif
(Knowles, 2011)
Setiap ban harus tegak lurus terhadap permukaan lintasan selama
kendaraan melintasi tikungan untuk dapat memanfaatkan secara konstan
kemampuan optimal ban. Hal tersebut secara teoritis dapat dicapai dengan
menentukan panjang dan posisi lengan suspensi sehingga camber pada roda
luar tidak berubah menjadi camber positif. Setelan camber pada praktiknya
biasanya antara negatif 2 sampai 4 derajat dengan menyediakan sebuah shim
di antara upright bracket dan upper linkage outer joint. (Yukio Shimada,
2007)
2. Kingpin inclination
Kingpin dapat ditentukan dengan menarik garis dari titik ball joint atas
dengan titik ball joint bawah. Sudut yang dibentuk kingpin axis terhadap
garis vertikal roda bila dilihat dari pandangan depan garis ini disebut
kingpin inclination. Jarak horizontal dari titik kingpin axis yang menyentuh
permukaan tanah terhadap garis vertikal tengah roda disebut scrub radius.
Jarak horizontal kingpin axis terhadap titik tengah roda disebut kingpin
offset. Bila scrub radius berada di dalam sisi roda maka dinyatakan positif
scrub radius dan sebaliknya bila berada di luar sisi roda dinyatakan negatif.
Penjelasan tersebut dapat dilihat pada ilustrasi Gambar 2.3 (a). (Miliken,
1995).
Gambar 2.3 (a) Ilustrasi Kingpin dan (b) Ilustrasi Caster
(W.D. Setiawan, 2017)
Biasanya target scrub radius antara 0 sampai 10 mm untuk memperkecil
yawing moment yang dihasilkan karena perbedaan hambatan antara roda
kanan dan roda kiri terhadap permukaan lintasan, sebagai contoh adalah
perbedaan gaya pengereman. Sedangkan untuk memperkecil kingpin offset,
kemiringan kingpin biasanya dibuat tegak, akan tetapi dikarenakan
kebutuhan layout, biasanya hanya bisa ditetapkan sekitar 10 derajat. (Yukio
Shimada, 2007).
3. Caster
Sudut caster merupakan sudut yang dibentuk oleh sumbu kingpin
terhadap garis vertikal pusat roda bila dilihat dari pandangan samping.
Jarak horizontal antara sumbu kingpin dengan titik pusat roda disebut
caster offset. Sedangkan jarak horizontal titik perpotongan sumbu kingpin
dengan lintasan terhadap titik pusat kontak ban dengan permukaan lintasan
disebut caster trail. Caster dinyatakan positif bila kemiringan sumbu
kingpin miring ke arah belakang dari garis vertikal pusat ban dan
sebaliknya dinyatakan negatif bila kemiringan ke arah depan. (Miliken,
1995). Ilustrasi caster dapat dilihat pada Gambar 2.3 (b).
Sudut caster ditentukan dengan mempertimbangkan beberapa faktor
seperti kestabilan saat melaju lurus dan gaya pengemudian. Sebagai dasar
penetapan secara langsung adalah sebagai berikut: caster offset 0 mm, sudut
caster sekitar 4 derajat, caster trail kira-kira 20 mm. (Yukio Shimada,
2007).
4. Toe
Sudut toe adalah sudut yang dibentuk oleh kemiringan roda terhadap
garis sumbu kendaraan dilihat dari atas kendaraan. Bila kemiringan roda ke
arah dalam maka dinyatakan toe in dan sebaliknya bila kemiringan roda ke
arah luar dinyatakan toe out.(Reimpell, 2001).

Gambar 2.4 Efek Toe-in dan Toe-out pada Stabilitas Kendaraan


(Smith, 1978)
Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.4, umumnya designer akan
memilih menggunakan toe in untuk alasan bahwa ketika mobil mengalami
gaya yang merepotkan seperti bump steer atau hembusan angin yang
kencang, toe in akan menawarkan kestabilan saat roda depan secara alami
cenderung ingin berbelok ke lokasi pusat bodi mobil. Toe out di sisi lain
akan memproduksi ketidakstabilan pada kondisi ketika slip angle pada roda
yang terbebani bertambah atau pada roda sisi luar. Umumnya toe in akan
menyediakan lebih baik kestabilan pada kondisi lurus dan sebaliknya, toe
out akan memperbaiki kemampuan belok mobil saat melaju di tikungan.
(Smith, 1978).
5. Geometri kemudi
Ketika roda depan kanan dan kiri dibelokkan dengan sudut belok yang
sama pada lateral akselerasi yang rendah seperti mobil penumpang, maka
radius belok kedua roda akan sama tetapi titik pusat radiusnya tidak berada
pada titik yang sama. Sehingga mengakibatkan ban akan mengalami slip
saat berbelok. Oleh karena itu, geometri ackerman berfungsi untuk
memungkinkan roda depan sisi dalam memiliki radius belok yang lebih
kecil daripada roda depan sisi luar. Geometri ackerman menghasilkan pusat
lingkaran yang sama sehingga ban tidak mengalami slip dan dapat berbelok
dengan lembut pada kecepatan rendah. Model geometri kemudi dapat dilihat
pada Gambar 2.5. (Miliken, 1995).

Gambar 2.5 Model Geometri Kemudi True Ackerman


(Allan, S., 2006)
Kejadiannya menjadi berbeda bila mobil balap menggunakan geometri
ackerman pada lateral akselerasi yang tinggi, maka ban depan sisi dalam
akan menghasilkan slip angle yang lebih besar daripada ban depan sisi luar.
Kondisi tersebut menyebabkan temperatur ban depan sisi dalam akan sangat
cepat naik karena slip angle yang besar dengan gaya roda yang kecil,
hasilnya akan memperlambat laju mobil dikarenakan gaya drag yang
terjadi. Selain itu dikarenakan roda belakang juga menghasilkan slip angle
saat berbelok, maka slip angle pada masing-masing ban seharusnya sama.
Alasan itulah mengapa pada mobil balap tidak mengandalkan geometri
ackerman yang terlalu besar. Beberapa designer bahkan mengandalkan
geometri anti-ackerman dalam upaya untuk menyamakan slip angle pada
setiap ban. (Smith, 1978).

2.3 Ergonomic driver


Ergonomi pengemudi berfokus pada aspek kesehatan mengemudi,
memanfaatkan biologi, psikologi, teknik, dan desain untuk menciptakan
lingkungan kendaraan di mana orang memiliki kemungkinan cedera yang lebih
rendah.
Ergonomi merupakan masalah kritis dalam hal mengemudi mobil
convertible. Mobil balap FSAE-H adalah satu kursi, yang dianggap pengemudi
mendapatkan akses mudah ke saklar serta mengidentifikasi takometer dan
informasi diagnosis dari panel dasbor. Untuk memastikan aktivitas ini di
lingkungan berkendara yang sebenarnya, desain ergonomis secara langsung
diperlukan pada langkah pertama desain.
Meskipun ada banyak bibliografi tentang postur tubuh terbaik yang dapat di
adopsi orang untuk melakukan pekerjaan yang berbeda (Jose, M., L., dkk, 2011),
jumlah referensi menjadi lebih sedikit, karena aktivitas yang lebih spesifik dan
tidak biasa ditangani. Ini adalah kasus dengan ergonomis dari kokpit satu tempat
duduk kompetisi. Kompetisi dengan mobil pribadi yang disesuaikan (kejuaraan
reli dunia, kejuaraan jalan mobil pribadi dengan merek berbeda, dll.)
Mendapatkan keuntungan dari posisi mengemudi yang mirip dengan kendaraan
bermotor, tetapi kokpit desain formula kursi tunggal harus dimulai dari posisi
yang berbeda, biasanya lebih bersandar.
Mengemudikan kendaraan kompetisi adalah tugas yang lebih aktif dan
menuntut dari pada kendaraan biasa pengemudi membutuhkan konsentrasi yang
lebih besar, melakukan gerakan yang lebih mendadak, dan mengalami akselerasi
atau perlambatan yang cukup besar baik longitudinal maupun transversal. Selain
itu, getaran yang ditahan karena kecepatan dan kekerasan suspensi berarti bahwa
ambang batas dari apa yang dapat diterima pada jenis kendaraan lain telah
terlampaui.
Persyaratan ergonomis dapat dikelompokkan menjadi fisik, seperti dimensi
dan posisi kursi, dan persepsi, seperti visibilitas panel kontrol (Ouidir, M., 2008).
Terutama di kursi tunggal tipe formula, ruang interior jauh lebih kecil,
bagian atasnya terbuka ke luar dan postur pengemudi di kondisikan oleh
kebutuhan untuk mengurangi pusat gravitasi kendaraan, yang berarti pengemudi
berada pada posisi sangat berbaring dengan kaki terentang ke depan. Sebagian
besar batasan desain kokpit ditetapkan oleh peraturan internasional, seperti yang
diberlakukan oleh Federasi Otomotif Internasional (FIA). Peraturan dan
rekomendasi ini terutama ditujukan untuk memastikan keselamatan pengemudi
jika terjadi kecelakaan. Selain kekakuan sasis atau adanya elemen seperti busur
pengaman atau firewall yang memisahkan zona mesin, regulasi juga menetapkan
karakteristik seperti ketinggian palang samping untuk melindungi lengan dan
bahu pengemudi.
Selain memenuhi persyaratan semacam ini, beberapa fitur persepsi harus
diperhitungkan mengendarai satu tempat duduk menuntut perhatian penuh
pengemudi setiap saat dan penglihatan sekelilingnya terhalang oleh penggunaan
helm, informasi yang diterima melalui tampilan juga terhalang (Verwey, 2000).
Inilah mengapa desain antarmuka kontrol dan komunikasi menjadi masalah utama
sehingga tidak mengganggu perhatian pengemudi dengan ditempatkan pada posisi
yang jauh dari garis penglihatan atau karena menawarkan informasi yang tidak
penting untuk mengemudi.
Satu masalah yang harus diingat adalah betapa terbatasnya pergerakan
pengemudi yang mungkin dengan jok yang dibentuk dilengkapi dengan tali
pengaman 5 atau 6 titik yang benar-benar menjepit pengemudi, dan dengan kokpit
yang sempit, gerakan kaki dikurangi menjadi mengoperasikan pedal, sedangkan
lengan dibatasi untuk menggerakkan steering wheel dan beberapa hal lainnya,
pada Gambar 2.6 menunjukkan kondisi kokpit.
Oleh karena itu, kondisi kenyamanan sangat berbeda. Tiga komponen yang
biasanya dapat dimodifikasi untuk menyesuaikan dengan ukuran pengemudi yang
berbeda adalah jok, roda kemudi, dan pedal.

Gambar 2.6 Kokpit


(Mireille, P., 2014)
Untuk semua alasan ini, sangat penting untuk menganalisis posisi
mengemudi pengemudi dan merancang kokpit dengan menerapkan kriteria
ergonomi yang ketat. Jika ini tidak dilakukan, pengemudi dapat mengalami
ketidaknyamanan, kelelahan akselerasi atau cedera akibat postur tubuh yang
buruk, getaran tinggi dan ambang inersia, atau hanya karena benturan pada
beberapa bagian sasis atau panel dalam.
Oleh karena itu, parameter penting yang harus dipelajari untuk desain kokpit
ergonomis adalah sebagai berikut:
1. Jarak pandang terkait jalan dan panel instrumen.
2. Gaya dan getaran yang bekerja pada pengemudi.
3. Postur dan bentuk kursi pengemudi.
4. Kontrol dalam jangkauan (roda kemudi, roda gigi, dan pedal).
5. Ruang dan volume interior yang diperlukan untuk menghindari gangguan
dan benturan.
6. Aksesibilitas kokpit, terutama untuk evakuasi.
Pada tahun 1982, insinyur dari Ford, Daimler Chrysler dan General Motors,
semua anggota Society of Automotive Engineers (SAE) Amerika Serikat,
menyadari betapa sedikitnya insinyur yang baru lulus dilatih untuk bekerja di
perusahaan otomotif, merancang sebuah kompetisi untuk universitas di seluruh
dunia yang melibatkan konsep, desain, dan konstruksi kendaraan jenis formula
kursi tunggal dan bersaing dengannya. Kompetisi ini dinamakan Formula SAE,
pada Gambar 2.7 menunjukkan Regulasi kokpit Formula SAE (Formula SAE
Rules, 2009).

Gambar 2.7 Regulasi kokpit Formula SAE


(Formula SAE Rules, 2009)
Berdasarkan informasi tubuh pengemudi seperti lengan, panjang kaki dan
sebagainya, desain kendaraan seperti panel dasbor, bentuk jok dan posisi roda
kemudi harus diperhatikan. Peraturan penting sebagai faktor keamanan
pengemudi adalah sebagai berikut:
1. Kepala dan tangan pengemudi tidak boleh menyentuh tanah dalam
kecelakaan terguling.
2. Kaki pengemudi tidak boleh luput dari kecelakaan di luar head bulk
depan.
3. Semua pembalap dalam kompetisi harus lulus tes melarikan diri darurat:
dalam waktu 5 detik melarikan diri dari kendaraan. Selain itu, desain
interior mendukung sikap pengemudi dalam balapan slalom dan
ketahanan. Jika tidak puas, pengemudi akan terus menerus kesulitan.
Setelah menyelesaikan tes, setiap pengemudi diberi kuesioner di mana
mereka diminta untuk menjawab serangkaian pertanyaan (Formula SAE Rules,
2009). Yang mengacu pada kenyamanan postur tubuh pengemudi dan kelelahan
pada tubuh sekritis mungkin.

2.4 Sistem Kemudi


Sistem kemudi adalah salah satu sistem pada chassis mobil yang berfungsi
untuk merubah arah kendaraan  dan laju kendaraan dengan cara menggerakkan
atau membelokkan  roda-roda depan mobil dan menjaga agar posisi mobil tetap
stabil.
Jenis sistem kemudi pada mobil tipe formula student yang banyak
digunakan adalah model rack and pinion karena konstruksinya sederhana dan
ringan.                                                                                     
1. Sistem kemudi tipe rack and pinion

Gambar 2.8 Ilustrasi Sistem Kemudi Tipe Rack And Pinion


(Daris, I.F., 2015)
Kemudi jenis rack and pinion jauh lebih efisien bagi pengemudi untuk
mengendalikan roda-roda depan. Pinion yang dihubungkan dengan poros
utama kemudi melalui poros intermediate, berkaitan dengan rack, sistem
kemudi rack dan pinion mengubah gerak rotasi roda kemudi menjadi gerak
ke kanan atau ke kiri pada steering rack. Konstruksinya sederhana dan
ringan, kemudi menjadi kokoh, dan respons roda kemudi sangat
cepat. Adapun komponen komponen yang ada di kemudi sistem rack and
pinion adalah sebagai berikut :
A. Steering wheel 
Dalam bahasa indonesia steering wheel disebut roda kemudi yang
pertama kali diperkenalkan oleh Alfred Vacheron yang digunakan pada
mobil Panhard 4hp dalam kejuaraan Paris Rouen sejak saat itu banyak
pabrikan yang menggunakan steering wheel dalam perangkat standar
dalam setiap produknya, Gambar 2.9 menunjukkan jenis-jenis steering
wheel (Randa, H., & Syaidina, A., K, 2020)

Gambar 2.9 Steering Wheel


(Daryanto, 2005)

Menurut (Randa, H., & Syaidina, A., K, 2020) ada beberapa macam
roda kemudi ditinjau dari konstruksinya yaitu:
a) Steering wheel besar
Bentuk ini mempunyai keuntungan yaitu mendapatkan moment
yang besar sehingga pada waktu membelokan kendaraan akan terasa
ringan dan lebih stabil.
b) Steering wheel kecil
Mempunyai keuntungan tidak memakan tempat dan peka terhadap
setiap yang diberikan pada saat jalan lurus akan tetapi dibutuhkan
tenaga besar untuk membelokan kendaraan karena mempunyai
momen kecil.
c) Steering wheel elips
Model ini dapat mengatasi kedua-duanya karena merupakan
gabungan roda kemudi besar dan kecil.
B. Steering column
Steering column merupakan bagian dari sistem kemudi yang berfungsi
untuk menghubungkan dan menyalurkan torsi putaran dari roda kemudi
ke mekanisme kemudi. steering column secara umum terdiri dari steering
shaft dan housing. Steering shaft dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu
main shaft dan intermediate shaft. Main shaft merupakan steering shaft
bagian atas yang tersambung dengan roda kemudi pada bagian atas dan
dengan universal joint pada bagian bawah untuk menyambungkan
dengan intermediate shaft. Intermediate shaft merupakan steering shaft
bagian bawah yang menyambungkan main shaft dengan steering gear.
Beberapa konstruksi steering column dapat dilihat pada gambar 2.10.

Gambar 2.10 Kontriksi Steering Column


(Daris, I.F., 2015)
C. Steering gear
Steering gear merupakan mekanisme yang berfungsi meneruskan dan
memperbesar momen yang diberikan melalui roda kemudi menuju
steering linkage untuk menggerakkan roda. Guna memperbesar momen
yang disalurkan maka steering gear melakukan reduksi putaran. Rasio
reduksi yang biasa digunakan pada mobil jenis formula adalah 1 : 1.
(Daris, I., .F, 2015), dapat dilihat pada gambar 2.11.
Gambar 2.11 Steering Gear
(Randa, H., & Syaidina, A., K., 2020)
D. Steering linkage
Steering linkage merupakan bagian dari sistem kemudi yang
menghubungkan steering gear dengan ban. Konfigurasi steering linkage
terdiri dari tie rod yang terhubung dengan arm untuk membelokkan roda.
Penghubung pada bagian-bagian steering linkage menggunakan ball joint
yang memungkinkan untuk steering linkage menerima gerakan naik
turun saat kendaraan melewati jalan yang tak stabil, dapat dilihat pada
gambar 2.12.

Gambar 2.12 Komponen Steering Linkage. Ball Joint, Steering Arm, Tie Rod,
Universal Joint, Dan Knuckle
(Daris, I.F., 2015)
Berikut ini penjelasan singkat cara kerja sistem kemudi rack and
pinion:
Pada waktu roda kemudi diputar, pinion pun ikut berputar. Gerakan ini
akan menggerakkan rack dari samping ke samping dan dilanjutkan
melalui tie rod ke lengan nakel pada roda-roda depan sehingga satu roda
depan didorong, sedangkan satu roda tertarik, hal ini menyebabkan roda-
roda berputar pada arah yang sama.
2. Kelebihan dan kekurangan sistem rack and pinion
Adapun keuntungan dan kekurangan pada sistem rack and pinion adalah
sebagai berikut :
A. Kelebihan :
a) Konstruksi ringan dan sederhana.
b) Persinggungan antara gigi pinion dan rack secara langsung
c) Pemindahan momen relatif lebih baik, sehingga lebih ringan.
B. Kekurangan :
a) Bentuk roda gigi kecil, hanya cocok digunakan pada mobil
penumpang ukuran kecil atau sedang.
b) Lebih cepat aus.
c) Bentuk gigi rack lurus, dapat menyebabkan cepatnya keausan.

2.5 Rem
Rem merupakan komponen yang sangat penting dalam sebuah kendaraan
yang berfungsi untuk memperlambat atau menghentikan gerakan roda. Karena
gerak roda menjadi lambat, secara otomatis gerak kendaraan menjadi berhenti.
Energi kinetik yang hilang dari benda yang bergerak ini biasanya diubah menjadi
panas karena gesekan.
Kendaraan tidak dapat berhenti dengan segera apabila mesin dibebaskan
(tidak dihubungkan) dengan pemindahan daya. Kendaraan cenderung tetap
bergerak kelemahan ini harus dikurangi dengan maksud untuk menurunkan
kecepatan gerak hingga berhenti. Mesin merubah energi panas menjadi energi
kinetik (energi gerak) untuk menggerakkan kendaraan. Sebaliknya rem merubah
energi kinetik kembali menjadi energi panas untuk menghentikan kendaraan.
Umumnya rem bekerja disebabkan oleh adanya sistem gabungan penekanan
melawan sistem gerak putar. Efek pengereman (breaking effect) diperoleh dari
adanya gesekan yang ditimbulkan antara dua obyek.
Dengan diketahuinya prinsip kerja dari rem diatas dapat diketahui bahwa
fungsi rem adalah untuk memperlambat dan menghentikan laju kendaraan dan
menjaga kendaraan agar tetap diam pada saat kendaraan tidak melaju.
Jenis rem yang digunakan pada mobil tipe formula merupakan rem cakram
dengan mekanisme hidrolik karena lebih responsif dan lebih kuat untuk
menghentikan laju kendaraan (Randa, H., & Syaidina, A., K., 2020).
1. Jenis rem cakram
Sementara pada sistem rem cakram bekerja menggunakan prinsip
menjepit. Dalam hal ini, piringan rem sebagai media yang digesek akan
dijepit oleh kampas rem yang tertaut dengan knucle.
Hal itu menyebabkan piringan berhenti berputar ketika kampas menjepit
permukaan piringan. Dari luas gesekan, memang tipe rem cakram lebih
kecil tapi karena arah tekanannya berlawanan/menjepit maka daya rem yang
sedikit sudah bisa menghentikan laju kendaraan.
Oleh karena itu rem cakram dikenal sebagai rem yang responsif dan lebih
kuat untuk menghentikan laju kendaraan. Tapi rem ini memiliki kelemahan
ketika menghentikan laju kendaraan yang memiliki momentum besar karena
daya gesekan yang sempit tidak mampu melawan energi putar roda, pada
Gambar 2.13 menunjukkan rem cakram.

Gambar 2.13 Rem Cakram


(Muhammad, A., Y., 2019)
2. Mekanisme rem hidrolik
pada sistem rem hidrolik menggunakan fluida sebagai penyalur tenaga.
Prinsipnya menggunakan hukum pascal di mana ketika tekanan yang
dikenakan pada zat cair akan diteruskan ke segala arah dengan sama besar.
Fluida ini, akan menerima tekanan dari piston yang didorong akibat
gerakan pedal/tuas rem. Karena fluida tertekan oleh piston maka fluida akan
mendorong ke segala arah dengan besar tekanan sesuai tekanan piston.
Disini, dorongan fluida akan diarahkan ke caliper atau silinder roda untuk
diubah kembali menjadi energi gerak.
Sistem rem fluida ini, banyak dipakai karena terbukti lebih efektif dan
responsif karena daya pengereman akan tersalurkan secara keseluruhan
tanpa kerugian tenaga dan tidak ada istilah molor, Gambar 2.14
menunjukkan Rem hidrolik.

Gambar 2.14 Rem Hidrolik


(Jatmiko, 2013)

Adapun komponen-komponen rem cakram mekanisme hidrolik pada


mobil formula student adalah sebagai berikut :
A. Pedal box
Pedal box merupakan bagian penting dari kendaraan karena
pengemudi berinteraksi langsung dengannya dan ini membuat
pertimbangan ergonomi, untuk kotak pedal melalui penggunaan master
silinder yang dipasang dan memungkinkan pengemudi untuk
menyesuaikan bias rem depan dan belakang, rasio pedal rem, dan lokasi
di dalam mobil, pada Gambar 2.15 menunjukkan pedal box.

Gambar 2.15 Pedal Box


(Ninda, K., Z., A. 2016)
B. Master silinder
Master silinder berfungsi meneruskan tekanan dari pedal menjadi
tekanan hidrolik minyak rem untuk menggerakkan piston rem. Gambar
2.16 ini menunjukkan master silinder kendaraan.

Gambar 2.16 Master Silinder


(Randa, H., & Syaidina, A., K., 2020)
Bila pedal rem ditekan, batang piston akan mengatasi tekanan pegas
pembalik (return piston) dan piston digerakkan ke depan. Pada waktu
piston cup berada di ujung torak. Compresating port akan tertutup. Bila
piston maju lebih jauh lagi, tekanan minyak rem di dalam silinder akan
bertambah dan mengatasi tegangan pegas outlet untuk membuka katup.
Bila pedal rem dibebaskan, maka piston akan mundur kebelakang
pada posisinya semula (sedikit di dekat inlet port) karena adanya desakan
pegas pembalik. Dalam waktu yang bersamaan katup outlet tertutup.
Ketika piston kembali, piston cup mengerut sehingga minyak rem yang
ada di sekeliling piston cup dapat mengalir dengan cepat disekeliling
bagian luar cup masuk ke silinder, hingga silinder selalu terisi penuh oleh
minyak rem. Sementara itu tegangan pegas pegas sepatu rem atau Pad
rem pada roda bekerja membalikkan tekanan pada minyak rem yang
berada pada pipa pipa untuk masuk kembali ke master silinder (Randa,
H., & Syaidina, A., K., 2020).
C. Saluran pengereman
Saluran pengereman berfungsi sebagai tempat fluida kerja atau yang
biasa disebut minyak rem mengalir dalam sistem pengereman, Gambar
2.17 menunjukkan saluran pengereman (Randa, H., & Syaidina, A., K,
2020).
Gambar 2.17 Selang Rem
(Randa, H., dan Syaidina, A., K., 2020)
D. Caliper rem
Caliper rem merupakan bagian sistem rem yang tugasnya menjepit
piringan cakram yang menyatu pada roda sehingga putaran roda bisa
berhenti. Sistem kerjanya tergantung dari tekanan hidrolik master
cakram. Tekanan hidrolik ini akan menekan piston dan kampas rem
sehingga akan menjepit cakram. Caliper rem terdiri dari komponen
chasing, piston, serta bantalan rem/kampas rem. Piston biasanya dibuat
dari alumunium atau besi berlapis hard chrome. Ada dua tipe caliper,
terapung atau tetap. Caliper tetap tidak bergerak relatif terhadap cakram.
Tipe ini menggunakan satu atau banyak piston untuk menekan masing-
masing sisi piringan cakram. Caliper terapung (caliper sliding) bergerak
searah dengan cakram. Sebuah piston pada satu sisi cakram mendorong
kampas rem dalam hingga membuat sentuhan dengan permukaan
piringan cakram. Kemudian mendorong bodi caliper dengan bantalan
rem luar sehingga tekanan terjadi pada kedua sisi piringan cakram.
Gambar 2.18 menunjukkan caliper rem (Randa, H., & Syaidina, A., K.,
2020).

Gambar 2.18 Caliper Rem


(Randa, H., dan Syaidina, A., K., 2020)
E. Pad rem
Pad (disc pad) terbuat dari campuran metallic fiber dan serbuk besi,
yang disebut semi-metallic disc pad. Pada Pad diberi celah untuk
menunjukkan tebal batas Pad yang di ijinkan (mempermudah
pemeriksaan). Pada beberapa Pad terdapat anti-squel shim yang
berfungsi untuk mencegah bunyi saat pengereman, dan Pad wear
indicator untuk menginformasikan keausan Pad yang sudah tipis.
Gambar 2.19 menunjukkan pad rem (Randa, H., & Syaidina, A., K.,
2020).

Gambar 2.19 Pad Rem


(Randa, H., dan Syaidina, A., K., 2020)
F. Piringan
kegunaan dari piringan adalah sebagai media penekanan oleh kampas
rem untuk memunculkan efek braking dengan memanfaatkan friksi. Disc
brake yang umumnya terbuat baja ini harus bisa menahan panas yang
dihasilkan dari gaya gesek yang terjadi saat proses pengereman.
Sehingga piringan yang dibuat berlubang berfungsi sebagai pembuangan
panas dan dapat menambah ruang untuk pemuaian akibat panas, sehingga
disc tidak mudah bengkok setelah terus-terusan terbebani proses
pengereman, dapat dilihat pada Gambar 2.20.

Gambar 2.20 Piringan


(Ninda, K., Z., A. 2016)
2.6 Baut
Menurut Timings (2008), sambungan sementara dapat dipasang dan
dilepaskan tanpa merusak bagian yang disambungkan (misalnya baut dan mur).
Baut adalah alat sambung dengan menggunakan batang besi bulat dan berulir,
salah satu dari sisinya mempunyai bentuk kepala baut, dengan standar umum
berbentuk segi enam serta ujungnya yang dipasang mur atau pengunci untuk
mengunci baut tersebut. Dalam penggunaan baut dipakai untuk membuat
sambungan konstruksi yang bersifat sementara, tetap, dan sambungan bergerak
yang dapat dilepas. Elemen ulir baut dapat dilihat pada Gambar 2.21.

Gambar 2.21 Elemen Ulir Baut


(Daniel. P., & Rolan F.D. 2021)

2.7 Proses Pemesinan Dalam Pembuatan Sistem Kemudi Dan Sistem


Pengereman
Adapun proses pemesinan dalam pembuatan sistem kemudi dan sistem
pengereman adalah sebagai berikut :
1. Mesin bubut
Mesin bubut adalah salah satu mesin perkakas yang dirancang untuk
menghasilkan benda kerja atau benda jadi yang berbentuk silindris. Cara
kerja benda kerja berputar searah jarum jam ataupun berlawanan arah jarum
jam. Sedangkan pahat bergerak searah sumbu X dan Z pada mesin bubut,
dapat dilihat pada gambar 2.22 berikut: (Widarto, & M.Arifin,2008)
Gambar 2.22 Mesin Bubut
Prinsip kerja mesin bubut adalah proses pemesinan untuk menghasilkan
bagian-bagian mesin yang berbentuk silindris yang dikerjakan dengan mesin
bubut. Prinsip dasarnya dapat di definisikan sebagai proses pemesinan
permukaan luar benda silindris atau bubut rata dengan benda kerja yang
berputar dengan satu pahat bermata potong tunggal kemudian gerakan pahat
sejajar terhadap sumbu benda kerja dari jarak tertentu sehingga akan
membuang permukaan luar benda kerja (Widarto, & M., Arifin, 2008).
Proses yang dilakukan dalam pembubutan adalah sebagai berikut:
(Widarto., & M.Arifin,2008)
A. Membubut lurus
Pembubutan ini adalah proses membubut yang paling sederhana
dengan cara gerak jalan pahat harus sejajar dengan sumbu poros pada
benda kerja dan pahat dapat digeser maju, mundur dan melintang.
B. Membubut tirus
Pembubutan tirus adalah gerakan pahat membentuk sudut tertentu
terhadap sumbu benda kerja. Cara membuat benda tirus dengan
memiringkan eretan atas pada sudut tertentu, gerakan pahat dilakukan
secara manual atau memutar handle eretan atas.
C. Membubut ulir
Proses pembubutan ini digunakan untuk membubut ulir pada benda
kerja dengan menggunakan pahat ulir. Pada proses pembubutan ulir
gerakan pahat makan adalah kisaran (pitch) ulir tersebut.
D. Membubut muka
Pembubutan muka adalah proses membubut permukaan benda kerja
sehingga permukaan benda kerja menjadi rata dan mengurangi tingkat
kekerasan permukaan.
E. Membuat kartel
Mengkartel adalah pekerjaan membuat gerigi atau alur pada
permukaan benda kerja yang telah dibubut dengan menggunakan alat
yang disebut kartel atau knurling.Fungsinya agar permukaan benda kerja
tidak licin saat dipegang dengan tangan, proses pembubutan dapat dilihat
pada Gambar 2.23.

Gambar 2.23 Prosses Pembubutan


(Widarto, dkk, 2008)
2. Macam-macam pahat yang terdapat pada mesin bubut.
Adapun macam-macam pahat yang terdapat pada mesin bubut adalah
sebagai berikut :
A. Pahat bubut rata kanan
Pahat bubut rata kanan memiliki sudut 80 derajat dan sudut bebas
lainnya sebagaimana pada gambar, pada umumnya digunakan untuk
pembubutan rata memanjang yang pemakanannya dimulai dari kiri ke
arah kanan mendekati posisi cekam. Pahat bubut rata kanan dapat dilihat
pada Gambar 2.24 berikut:
Gambar 2.24 Pahat Bubut Rata Kanan
(Widarto, dkk, 2008)
B. Pahat bubut rata kiri
Pahat bubut rata kiri ini memiliki sudut baji 55 derajat, pada umumnya
digunakan untuk pembubutan rata memanjang yang arah pemakanannya
dimulai dari kiri ke arah kanan mendekati posisi kepala lepas. Pahat
bubut rata kiri dapat dilihat pada Gambar 2.25 berikut:

Gambar 2.25 Pahat Bubut Rata Kiri


(Widarto, dkk, 2008)
C. Pahat bubut muka
Pahat bubut muka memiliki sudut baji 55 derajat, pada umumnya
digunakan untuk pembubutan rata permukaan benda kerja (facing) yang
pemakanannya dapat dimulai dari luar benda kerja ke arah mendekati
titik senter dan juga dapat dimulai dari titik senter ke arah luar benda
kerja tergantung arah putaran mesinnya. Pahat bubut muka dapat dilihat
pada Gambar 2.26 berikut:
Gambar 2.26 Pahat Bubut Muka
(Widarto, dkk, 2008)
D. Pahat bubut ulir
Pahat bubut ulir memiliki sudut puncak tergantung dari jenis ulir yang
akan dibuat, sudut puncak 55 derajat adalah untuk membuat ulir jenis
whitwhort sedangkan untuk pembuatan ulir jenis metrik sudut puncak
pahat ulirnya dibuat 60 derajat. Pahat bubut ulir dapat dilihat pada
Gambar 2.27 berikut:

Gambar 2.27 Pahat Bubut Ulir


(Widarto, dkk, 2008)
E. Pahat bubut alur
Pahat alur digunakan untuk membuat alur pada benda kerja. Macam –
macam pahat alur digunakan sesuai dengan kebutuhan membuat celah
alur atau ukuran klip. Pahat bubut alur dapat dilihat pada Gambar 2.28
berikut:
Gambar 2.28 Pahat Alur
(Widarto, dkk, 2008)
3. Parameter proses pembubutan
Dalam proses pembubutan terdapat elemen dasar proses bubut yang
dapat diketahui atau dihitung dengan menggunakan rumus yang dapat
diturunkan dari gambar kerja. Kondisi pemotongan ditentukan sebagai
berikut:
A. Benda kerja:
do = Diameter mula (mm)
dm = Diameter akhir (mm)
L = Panjang pemesinan (mm)
B. Pahat:
Sudut potong utama (°)
Sudut geram (°)
C. Mesin bubut:
a = Kedalaman potong (mm)
z = Gerak makan (Feeding) (mm/put)
n = Putaran Poros Utama (rpm)
Elemen-elemen dasar proses bubut adalah sebagai berikut (Rochim,
T.1993)
A. Kecepatan potong:
π .d .n
𝑣c = (2.1)
1000
Di mana, d = diameter rata-rata, yaitu:
(d o+ d m)
d= (2.2)
2
B. Kecepatan makan :
𝑣𝑓= f . n (2.3)
f = 0,1
C. Waktu pemotongan :
¿
t c=
vf , (2.4)

D. Kecepatan penghasil geram :


Z= f . a . v (2.5)
E. Kedalaman potong :
(do−dm)
a= (2.6)
2
Tabel 2.1 Kecepatan Potong Berdasarkan Tool
Simbol/ Mesin Bubut
Bahan Pahat Gurdi Freis
Satuan Kasar Halus
v (m/min) 15-30 30-50 15-25 20-40
HSS
f (mm/put) 0,3-0,5 0,15-0,3 0,1-0,6 25-250
Besi Cor
v (m/min) 40-80 80-120 0,1-0,6 -
Karbida
f (mm/put) 0,3-3 0,15-0,3 - -
20-30
v (m/min) 10-30 30-50 10-15
HSS 0,05-
f (mm/put) 0,3-5 0,15-0,3 0,3-6
Baja Cor 0,1
v (m/min) 30-80 80-120 0,1-0,6 -
Karbida
f (mm/put) 0,3-3 0,15-0,3 - -

Mild v (m/min) 25-60 60-100 25-35 20-50


HSS
Steel f (mm/put) 0,3-0,5 0,15-0,3 0,1-0,5 30-300

ST 50 v (m/min) 20-40 40-70 25-35 15-35


HSS
f (mm/put) 0,3-5 0,15-0,3 0,1-0,5 30-300
Karbida v (m/min) 30-80 100-160 - -
-
f (mm/put) 0,3-3 0,15-0,3 -
50-7-
v (m/min) 30-90 120-160 20-60
Alumini HSS 0,15-
f (mm/put) 0,3-5 0,15-0,3 30-300
um 0,6
Karbida v (m/min) 70-220 220-240 - -
Tabel 2.1 Kecepatan Potong Berdasarkan Tool (Lanjutan)

Simbol/ Mesin Bubut


Bahan Pahat Gurdi Freis
Satuan Kasar Kasar
f (mm/put) 0,3-3 0,15-0,3 - -
(Rochim, T. 1993)
4. Mesin drill
Mesin drill adalah alat pemotong yang ujungnya berputar dan memiliki
sisi potong yang berfungsi untuk membuat lubang pada benda kerja. Prinsip
kerja mesin drill adalah gerak potong dan gerak makan dilakukan oleh mata
pahat. Pada saat melakukan gerak potong terjadi gerak rotasi pahat dan saat
melakukan gerak makan terjadi gerak rotasi dan gerak translasi pada pahat,
Gambar 2.29 menunjukkan mesin drill (Widarto, & M.Arifin,2008).

Gambar 2.29 Mesin Drill


Mata drill berfungsi untuk melakukan penyayatan benda kerja yang akan
dilakukan proses drill. Mata drill dapat dilihat pada Gambar 2.30 berikut:
Gambar 2.30 Jenis Mata Drill
(Widarto, 2008)
Adapun elemen mesin dalam proses drill adalah sebagai berikut
(Agustriyana, L., 2018)
A. Kecepatan potong :
π . d .n m
Vc¿ ( ¿ (2.7)
1000 menit
B.Gerak makan permata potong :
mm
f z =v f /(z . n) ( ) (2.8)
( gigi )
mm
v f =f z . z . n ( ) (2.9)
menit
Keterangan :
vf : kecepatan makan ( mm/menit )
fz : gerak makan pergigi ( mm/gigi )
z : jumlah gigi
C.Kedalaman potong
d
a= ( mm )
2
(2.10)
Keterangan :
d = diameter gurgi ( mm )
D. Waktu pemotongan
lt
t c= (menit )
vf
(2.11)
Di mana, l t =l v + l w + l n ( mm ¿ (2.12)
Keterangan :
tc : waktu pemotongan ( menit )
lt : panjang pemotongan ( mm )
lw : panjang benda kerja ( mm )
ln : langkah pengakhiran ( mm )
E. Kecepatan penghasil geram
π d vf
2 3
cm
Z= (2.13)
4 1000 menit
d = diameter gurgi ( mm )
Lubang yang dibuat dengan mata bor, apabila nantinya dibuat ulir dengan
proses pengetapan harus diperhitungkan diameternya agar diperoleh ulir
yang sempurna. Rumus diameter lubang atau diameter mata bor untuk ulir
dengan kisar dan diameter tertentu adalah :
1
𝑇𝐷𝑆=𝑂𝐷−
N
(2.14)
Keterangan :
TDS = Tap drill size/ukuran lubang (inchi)
OD = Outside diameter/diameter luar
N = jumlah ulir tiap inchi
Untuk ulir metrik, rumus diameter mata bor adalah : 𝑇𝐷𝑆=𝑂𝐷−𝑃
Keterangan :
p = kisar ulir (mm)
Tabel 2.2 Kecepatan Mesin Drill
Cutting Speeds
Material
mpm (meter/menit) fpm (feet/menit)
Aluminium and alloys 61-91,5 200-300
Armor pelate 12,2-18,25 40-50
Brass 61-91,5 200-300
Bronze 61-91,5 200-300
Bronze, high tensile 21,35-45,75 70-150
Cast iron, soft 30,5-45,75 100-150
Cast iron, medium 21,35-30,5 70-100
Cast iron, hard 21,35-30,5 70-100
Cast iron, chilled 9,15-12,20 30-40
Copper 61-91,5 200-300
Copper graphite alloys (carbon
18,3-21,35 60-70
drills)
Glass (carbon drills) 6,1-9,15 20-30
Iron, malleable 15,25-27,45 50-90
Magnesium and alloys 76,25-122 250-400
Plastic, hot set 30,5-91,5 100-300
Plastic, cold set 30,5-91,5 100-300
Nickel alloys 12,2-18,3 40-60
Stell, low carbon 0,2-0,3ct 24,4-33,55 80-110
Stell, medium carbon 0,4-0,5c 21,35-24,4 70-80
Stell, (high carbon 1,2c) 15,25-18,3 50-60
Stell, alloy 15,25-21,35 50-70
Stell, alloy 300-400 brinnel 6,1-9,15 20-30
Tabel 2.2 Kecepatan Mesin Drill (Lanjutan)

Cutting Speeds
Material
mpm (meter/menit) fpm (feet/menit)
Stell, stainless, free machining 9,15-24,4 30-80
Stell, stainless, hard 4,57-15,25 15-50
Stell, manganese 3,66-4,57 12-15
Stone (carbide drills) 7,63-9,15 25-30
Wood 91,5-122,2 300-400

(Agustriyana, L., 2018)

2.8 Proses pengelasan


Pengelasan merupakan peyambungan bahan yang didasari pada prinsip-
prinsip proses difusi. Sehingga terjadi penyatuan bahan yang dilas, kelebihan
sambungan las adalah dapat menahan kekuatan yang tinggi, mudah
pelaksanaannya dan cukup ekonomis. Kelemahan dalam pengelasan adalah terjadi
perubahan struktur mikro bahan yang dilas sehingga terjadi perubahan sifat fisik
maupun mekanis dari bahan yang dilas. Pengelasan dibedakan pada cara kerja alat
tersebut bekerja dan bentuk pemanasannya (Wiryosumarto, dkk, 2000)
Klasifikasi dalam pengelasan dibagi menjadi tiga :
1. Pengelasan cair adalah cara pengelasan di mana sambungan dipanaskan
sampai mencair dengan sumber panas dari busur listrik atau sumber api
gas yang terbakar.
2. Pengelasan tekan adalah cara pengelasan di mana sambungan dipanaskan
dan kemudian ditekan hingga menjadi satu.
3. Pematrian adalah cara pengelasan di mana sambungan diikat dan
disatukan dengan menggunakan paduan logam yang mempunyai titik cair
rendah. Dalam hal ini logam induk tidak turut mencair.
Jumlah elektroda yang habis digunakan pada suatu pengelasan dapat
dihitung dengan persamaan 2.5, (Bintoro 1997):
( tp . lp ) . Lpengelasan
1. lelektroda =
(2.15)
(¼ . π . De2) . ip

Keterangan : lelektroda =
Jumlah elektroda
Lpengelasan = Panjang pengelasan
Aelektroda = Luas permukaan elektroda (¼ . π . De2)
lp = Lebar
pengelasan
tp = Tinggi pengelasan
ip = Panjang elektroda
De = Diameter elektroda

1. Jenis las yang digunakan


Adapun jenis las yang digunakan adalah sebagai berikut:
A. Las busur listrik atau SMAW (Shield Metal Are Welding)
Las busur listrik atau SMAW adalah proses pengelasan yang sumber
panasnya dari listrik dengan bahan tambahnya berasal dari elektroda las.
Las busur listrik atau smaw dapat dilihat pada Gambar 2.31 berikut:
Gambar 2.31 Las Busur Listrik atau SMAW
2. Jenis-jenis elektroda
Penggunaan elektroda las listrik ada berbagai macam jenis ukuran yang
disesuaikan mesin las dan benda kerja yang dikerjakan
A. Elektroda telanjang
Merupakan elektroda yang terbuat dari kawat yang ditarik polos
(disepuh dengan tembaga, nikel dan sebagainya), kebanyakan hanya dilas
pada arus searah. Elektroda ini tidak mencegah terjadinya zat asam dan
zat lainnya ke dalam kubangan lelehannya, karena itu jalur sambungan
pengelasan menjadi lebih rapuh, lebih sukar dibentuk dan memiliki
keuletan yang lebih rendah terhadap tegangan.
B. Elektroda terselubung tipis
Elektroda las dengan lapisan bahan pembalut tipis sangat baik sekali
dan menambah kestabilan busur nyala, tetapi hasil pengelasan
mempunyai sifat-sifat mekanis yang kurang (tidak tinggi) karena
kekurangan pemeliharaannya cairan sewaktu pengelasan berlangsung.
Elektroda berbalut tipis ini digunakan untuk semua jenis mesin las listrik
bolak – balik maupun arus searah.
C. Elektroda terselubung tebal
Elektroda tebal mempunyai lapisan 1-3 mm, berat dari lapisan
pembungkus sekitar 15% - 30% dari berat seluruh elektroda. Elektroda
berbalut tebal dapat mempertinggi kestabilan busur nyala dan
memelihara lapisan logam cair oleh gas-gas pelindung dan busur di
sekeliling terak.
Adapun tujuan dari pembalut kawat las adalah sebagai berikut :
a) Membuat busur nyala api menjadi stabil.
b) Menjaga bubur nyala terak baik selama pengelasan.
c) Pengontrol reaksi yang terjadi selama pengelasan.
d) Melindungi cairan logam selama pengelasan berlangsung.
e) Memelihara proses pembuatan terak sewaktu pendinginan benda
kerja yang dilas.
3. Jenis-jenis sambungan las
Adapun jenis sambungan las dalam proses pengelasan adalah sebagai
berikut:
A. Butt joint
Sambungan butt joint adalah jenis sambungan tumpul, jenis
sambungan ini terdapat berbagai macam jenis kampuh yaitu V groove
(kampuh v), single bevel, J groove, U groove, Sguare Groove.
B. Tee joint (sambungan t)
T joint adalah jenis sambungan yang berbentuk huruf T, sambungan T
dibuat dengan memotong 2 bagian pada sudut 90° dengan satu bagian
yang terletak di tengah bagian lainnya secara tegak lurus yang
membentuk huruf T.
C. Lap joint
Lap joint adalah sambungan yang terdiri dari dua benda kerja/objek
las yang saling bertumpukan. Lap joint bisa di aplikasikan pada salah
satu sisi saja atau pada kedua sisi agar kekuatan las lebih baik.
D. Corner joint ( sambungan sudut)
Corner joint adalah sambungan yang dibentuk dari dua buah benda
kerja/objek dengan cara lasnya membentuk sudut berbentuk huruf L.
E. Edge joint
Edge joint diaplikasikan dengan cara menggabungkan 2 buah
objek/benda alas yang dibentuk secara pararel. Kedua bagian tersebut
juga dapat dibuat sejajar atau memiliki flensing edge.
Tabel 2.3 Besar Arus Dalam Ampere Elektroda
Diameter Tipe Elektroda Besarnya Arus Dalam Ampere
Elektroda
E 6010 E 6014 E 7018 E 2024 E 7027 E 7028
Dalam
mm
2.5 80,125 70,100 100,145

3.5 80,120 110,160 115,165 140,190 125,185 140,190

4 120,160 150,210 160,220 180,260 180,240 180,250

5 160,200 200,275 200,275 230,305 210,300 230,305

5.5 260,340 260,340 275,285 250,350 275,365

6.3 330,415 315,400 335,430 300,420 335,z43


0
390,500 375,470

(Bintaro M. dan Pratama, 1997)


Keterangan:
1. E menyatakan elektroda
2. Dua angka setelah E (misalnya 60 atau 70) menyatakan kekuatan tarik
defosit las dalam ribuan lb/inchi2
3. Angka ketiga setelah E menyatakan posisi pengelasan, angka 1 untuk
segala posisi angka 2 untuk posisi mendatar bawah tangan.
4. Angka keempat setelah E menyatakan jenis selaput jenis arus yang
cocok dipakai untuk pengelasan.

2.9 Alat Ukur


Adapun alat ukur yang digunakan dalam pembuatan Tugas Akhir ini adalah
sebagai berikut :
1. Jangka sorong
Jangka sorong adalah alat ukur yang digunakan untuk mengukur
diameter luar, diameter dalam, kedalaman dan dimensi yang sederhana
dengan ketelitian 0,02 mm. Jangka Sorong dapat dilihat pada Gambar 2.35.
Gambar 2.32 Jangka Sorong
2. Meteran
Meteran merupakan alat ukur yang digunakan untuk mengukur dimensi
benda kerja yang besar dan panjang dan biasanya terbuat dari baja tipis atau
dari plastik. Meteran dapat dilihat pada Gambar 2.36.

Gambar 2.33 Meteran


3. Mistar siku
Mistar siku merupakan alat ukur yang digunakan untuk mengukur sudut
900 sehingga proses pengelasan menjadi sejajar. Mistar siku dapat dilihat
pada Gambar 2.37.

Gambar 2.34 Mistar Siku

2.10 Assembly
Assembly merupakan proses di bagian akhir di mana terjadi perakitan  benda
kerja dari komponen-komponen yang masih terpisah tiap partnya (barang
setengah jadi) menjadi barang jadi, pada Gambar 2.38 menunjukkan contoh
assembly.
Assembly dilakukan setelah benda kerja melalui proses kerja turning, kerja
milling, dan kerja bangku. Proses assembly terdiri dari 2 proses, yaitu:
1. Proses Penyambungan Untuk meyambung komponen-komponen benda
kerja dengan las.
2. Proses Pemasangan Proses pemasangan komponen benda kerja dengan
menggunakan baut, mur, dan lain-lain.

Gambar 2.35 Contoh Assembly


(Randa, H., dan Syaidina, A., K., 2020)
Adapun macam - macam Assembly adalah sebagai berikut :
1. Permanen assembly
Hasil dari assembly jenis ini tidak dapat dilepas lagi. Dapat dilakukan
pembongkaran namun harus merusak benda kerja. Contoh: assembly dengan
las.
2. Semi permanen assembly
Assembly jenis ini hasilnya dapat dilepas, tetapi melakukan  perusakan
terhadap benda kerja. Contoh : Proses assembly atau penyatuan benda kerja
menggunakan paku keling.

Anda mungkin juga menyukai