Anda di halaman 1dari 12

A.

CARA MASUKNYA AJARAN ISLAM KE NUSANTARA


Ada banyak teori yang menerangkan bagaimana sejarah masuknya agama Islam masuk ke
Indonesia, dari semua teori tersebut kebanyakan menggambarkan Islam masuk pada masa
awal-awal Hijriah atau sekitar tahun 700 Masehi. Pada masa kekhilafan Islam di tanah Arab,
kekhilafahan tersebut mengutus utusannya untuk datang ke nusantara dan menyebarkan
agama Islam di nusantara. Hal ini dibuktikan dengan adanya Kampung Arab atau
pemukiman Arab di pesisir barat pantai Sumatera yang banyak dijumpai oleh para pedagang
pada masa itu. Dengan adanya pemukiman Arab inilah yang diyakini menjadi salah satu
teori awal mula masuknya Islam di Indonesia.Namun ada juga beberapa teori lain misalnya
teori dari India, teori Arab, teori Persia dan teori Cina. Masuknya agama Islam di Indonesia
memiliki banyak teori, karena tidak ada yang tahu pasti, kapan agama Islam mulai masuk ke
nusantara. Untuk itu berikut kami berikan beberapa penjelasan teori masuknya agama Islam
ke nusantara.
1. Teori India (Gujarat)
Teori ini dicetuskan oleh GWJ. Drewes dan di kembangkan oleh Snouck Hurgronje dan
kawan-kawan, selain itu teori india atau teori Gujarat ini juga di yakini oleh sejarawan
Indonesia Sucipto Wirjosuprato yang meyakini awal mula sejarah masuknya islam di
Indonesia adalah melalu india (Gujarat).Teori india atau teori Gujarat adalah teori yang
menyebutkan bahwa agama islam masuk ke Indonesia melalui para pedagang dari india
muslim (Gujarat) yang berdagang di nusantara pada abad ke-13. Para saudagar dari Gujarat
yang datang dari Malaka kemudian menjalin relasi dengan orang-orang di wilayah barat di
Indonesia kemudian setelah itu terbentuklah sebuah kerajaan Islam yang bernama kerajaan
Samudra Pasai.Banyak bukti yang menguatkan teori Gujarat ini, salah satunya adalah
makam Malik As-Saleh yang merupakan salah satu pendiri kerajaan Samudra Pasai. Corak
dari batu nisan Malik As-Saleh sangat mirip dengan batu nisan yang ada di Gujarat. Bahkan
makam salah satu walisongo yakni makam Maulana Malik Ibrahim juga memiliki batu nisan
khas Gujarat seperti makam Malik As-Saleh.

2.  Teori Arab (Mekah)


Kemudian selanjutnya ada teori Arab (Mekah) yang merupakan teori Islam yang
menyebutkan bahwa Islam masuk ke Indonesia langsung dari Arab (Mekah) pada masa
kekhalifahan. Teori ini didukung oleh J.C. van Leur hingga Buya Hamka atau Abdul Malik
Karim Amrullah. Pada bukunya yang berjudul sejarah umat islam yang terbit pada tahun
1997, Buya Hamka menjelaskan bukti-bukti masuknya agama Islam di Indonesia. bukti yang
dimaksud Buya Hamka ini adalah berupa sumber dari naskah kuno Cina yang menyebutkan
bahwa sekelompok Bangsa Arab yang bermukim di pesisir barat Pulau Sumatera pada
tahun 625 Masehi. Selain itu, di kawasan tersebut yang pada saat itu merupakan kekuasaan
Kerajaan Sriwijaya juga ditemukan batu nisan yang bertuliskan nama Syekh Rukunuddin
yang wafat pada tahun 672 Masehi.Teori ini juga didukung oleh TW. Arnold yang
menyatakan bahwa pada masa itu Bangsa Arab merupakan bangsa yang dominan dalam
perdagangan di nusantara. Kemudian mereka menikah dengan warga pribumi dan
berdakwah di nusantara.

3.  Teori Persia (iran)


Teori yang menyatakan bahwa asal mula sejarah masuknya agama islam ke Indonesia dari
Negara Persia (yang sekarang bernama Negara Iran) adalah teori yang didukung oleh
Husen Djadjadiningrat dan Umar Amir Husen. Djajadiningrat berpendapat jika teori Persia ini
selaras dengan asal mula masuknya Islam ke Indonesia. hal ini dikarenakan menurut
Djajadiningrat kebudayaan Islam di nusantara memiliki banyak kesamaan dengan
kebudayaan Islam di Persia.Salah satu contoh kebudayaan Islam di nusantara yang mirip
dengan kebudayaan Islam di Persia adalah kaligrafi-kaligrafi yang ada di makam batu nisan
di nusantara. Ada pula beberapa ritual keagamaan seperti tabot di daerah Bengkulu dan
Tabuik di daerah Sumatera

Barat yang hampir sama persis dengan ritual keagamaan di Persia yang diadakan setiap
tanggal 10 bulan Muharam.Akan tetapi seperti yang kita ketahui, aliran Islam di Persia
merupakan aliran Islam Syiah sedangkan aliran Islam yang berkembang di Indonesia adalah
aliran Sunni. Sehingga teori Persia ini di anggap kurang relevan dengan fakta yang ada.

4.  Teori Cina


Teori cina merupakan teori yang menyebutkan bahwa asal mula sejarah masuknya agama
islam ke Indonesia berasal dari Cina, agama Islam sendiri berkembang di Cina pada masa
Dinasti Tang (618-905 Masehi). Islam masuk ke Cina sendiri dibawa oleh panglima Muslim
yang bernama Saad bin Waqash yang berasal dari Madinah pada masa kekhalifahan
Utsman bin Affan. Bahkan salah satu kota di Cina pada masa itu yakni kota Kanton pernah
menjadi pusat dakwah muslim di Cina.Dalam buku Islam in Cina yang ditulis oleh Jean A.
Berlie (2004) menyebutkan bahwa relasi antara orang-orang Islam dari Arab dengan orang-
orang di Cina terjadi pada tahun 713 Masehi. Masuknya Islam ke nusantara juga diyakini
bersamaan dengan banyaknya migrasi orang-orang Cina muslim ke Asia Tenggara terutama
wilayah nusantara yang kebanyakan memasuki wilayah Sumatera bagian selatan pada
tahun 879 Masehi atau abad ke-9 Masehi.

B.PERANAN PARA WALISONGO DALAM PEYEBARAN AGAMA ISLAM DI


NUSANTARA

1. Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah)


Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah) berperan penting dalam penyebaran Islam di Jawa
Barat, khususnya Cirebon. Sunan Gunung Jati adalah pendiri dinasti kesultanan Banten
yang dimulai dengan putranya, Sultan Maulana Hasanudin. Pada tahun 1527, Sunan
Gunung Jati menyerang Sunda Kelapa di bawah pimpinan panglima perang Kesultanan
Demak, Fatahillah.Sunan Gunung Jati merupakan sosok yang cerdas dan tekun dalam
menuntut ilmu. Karena kesungguhannya, ia diizinkan ibunya untuk menuntut ilmu ke
Makkah. Di sana, dia berguru pada  Syekh Tajudin Al-Qurthubi. Tak lama kemudian, ia lanjut
ke Mesir dan berguru pada Syekh Muhammad Athaillah Al-Syadzili, ulama bermadzhab
Syafi’i. Di sana, Sunan Gunung Jati belajar tasawuf tarekat syadziliyah.Setelah diarahkan
oleh Syekh Ataillah, Syarif Hidayatullah memutuskan pulang ke Nusantara untuk berguru
pada Syekh Maulana Ishak di Pasai, Aceh. Kemudian, ia melanjutkan perjalanan ke
Karawang, Kudus, sampai di Pesantren Ampeldenta, Surabaya. Di sana, ia berguru pada
Sunan Ampel. Sunan Gunung Jati lantas diminta untuk berdakwah dan menyebarkan agama
Islam di daerah Cirebon dan menjadi guru agama. Ia menggantikan Syekh Datuk Kahfi di
Gunung Sembung. Setelah masyarakat Cirebon banyak yang memeluk agama Islam, Syarif
Hidayatullah lantas lanjut berdakwah ke daerah Banten.Selama berdakwah di Cirebon,
Syarif Hidayatullah menikahi Nyi Ratu Pakungwati, putri dari Pangeran Cakrabuana atau Haji
Abdullah Iman, penguasa Cirebon saat itu. Di sana, ia mendirikan sebuah pondok pesantren,
lalu mengajarkan agama Islam kepada penduduk sekitar. Para santri di sana memanggilnya
dengan julukan Maulana Jati atau Syekh Jati. Selain itu, ia juga mendapatkan gelar Sunan
Gunung Jati karena berdakwah di daerah pegunungan.

2. Sunan Ampel (Raden Rahmat)


Sunan Ampel memiliki nama asli Raden Rahmat. Ia memulai dakwahnya dari sebuah
pondok pesantren yang didirikan di Ampel Denta, Surabaya. Ia dikenal sebagai pembina
pondok pesantren pertama di Jawa Timur. Sunan Ampel memiliki murid yang mengikuti jejak
dakwahnya, yaitu Sunan Giri, Sunan Bonang, dan Sunan Drajat. Suatu ketika, Sunan Ampel
diberi tanah oleh Prabu Brawijaya di daerah Ampel Denta. Ia lantas mendirikan sebuah
masjid. Di sana, masjid tersebut dijaga oleh Mbah Sholeh. Ia sangat terkenal sebagai orang
yang selalu menjaga kebersihan. Hal itu juga diakui oleh Sunan Ampel. Hingga suatu hari,
Mbah Sholeh meninggal dunia. Ia lantas dimakamkan di samping masjid.

Sepeninggal Mbah Sholeh, Sunan Ampel tak kunjung menemukan  pengganti penjaga
masjid yang serajin Mbah Sholeh. Akibatnya, masjid tak terurus dan kotor. Sunan Ampel
kemudian bergumam, “Seandainya Mbah Sholeh masih hidup, pasti masjidnya jadi bersih.”

Seketika itu pula sosok serupa Mbah Sholeh muncul. Ia lantas menjalankan rutinitas yang
biasa dilakukan Mbah Sholeh, namun tak lama kemudian meninggal lagi dan dimakamkan
persis di samping makam Mbah Sholeh. Peristiwa itu terulang hingga sembilan kali. Konon,
Mbah Sholeh baru benar-benar meninggal setelah Sunan Ampel meninggal dunia.Metode
dakwah dari Kanjeng Sunan Ampel terkenal dengan keunikannya dimana ia melakukan
upaya akulturasi dan asimilasi dari aspek budaya pra-Islam dengan Islam, baik melalui jalan
sosial, budaya, politik, ekonomi, mistik, kultus, ritual, tradi keagamaan, maupun konsep
sufisme yang khas untuk merefleksikan keragaman tradisi muslim secara keseluruhan yang
dibahas pada buku Mazhab Dakwah Wasathiyah Sunan Ampel.
3. Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim)

Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim) dikenal dengan nama Maulana Maghribi (Syekh
Maghribi). Ia diduga berasal dari wilayah Magribi, Afrika Utara. Namun demikian, hingga saat
ini belum diketahui secara pasti sejarah tempat dan tahun kelahirannya.Sunan Gresik
diperkirakan lahir pada pertengahan abad ke 14. Ia merupakan guru para wali lainnya.
Sunan Gresik berasal dari keluarga muslim yang taat. Kendati ia belajar agama Islam sejak
kecil, namun tidak diketahui siapa saja gurunya hingga ia menjadi ulama.Pada abad ke-14,
Sunan Gresik ditugaskan untuk menyebarkan agama Islam ke Asia Tenggara. Ia berlabuh di
Desa Leran, Gresik. Saat itu, Gresik merupakan bandar kerajaan Majapahit. Tentu saja
masyarakat saat itu banyak yang memeluk agama Hindu dan Buddha. Di Gresik, ia menjadi
pedagang dan tabib. Di sela-sela itu, ia berdakwah.Sunan Gresik berdakwah melalui
perdagangan dan pendidikan pesantren. Pada awalnya, ia berdagang di tempat terbuka
dekat pelabuhan agar masyarakat tidak kaget dengan ajaran baru yang dibawanya. Sunan
Gresik berhasil mengundang simpati masyarakat, termasuk Raja Brawijaya. Akhirnya, ia

diangkat sebagai Syahbandar atau kepala pelabuhan.Tidak hanya jadi pedagang andal,
Sunan Gresik juga berjiwa sosial tinggi. Ia bahkan mengajarkan cara bercocok tanam
kepada masyarakat kelas bawah yang selama ini dipandang sebelah mata oleh ajaran
Hindu. Karena strategi dakwah inilah, ajaran agama Islam secara berangsur-angsur diterima
oleh masyarakat setempat.
4. Sunan Bonang (Raden Makhdum)

Sunan Bonang adalah salah satu Wali Songo yang menyebarkan ajaran agama Islam di
Tanah Jawa. Ia memiliki nama asli Syekh Maulana Makdum Ibrahim, putra dari Sunan
Ampel dan Dewi Condrowati (Nyai Ageng Manila). Namun, ada versi lain yang mengatakan
Dewi Condrowati adalah putri Prabu Kertabumi. Dengan demikian, Sunan Bonang adalah
Pangeran Majapahit.

Sebab, ibunya adalah putri Raja Majapahit dan ayahnya menantu Raja Majapahit. Sunan
Bonang menyebarkan ajaran agama Islam dengan cara menyesuaikan diri terhadap corak
kebudayaan masyarakat Jawa. Seperti diketahui, orang Jawa sangat menggemari wayang
dan musik gamelan. Karena itulah, Sunan Bonang menciptakan gending-gending yang
memiliki nilai-nilai keislaman.

5. Kisah Wali Songo Sunan Giri (Raden Paku)

Sunan Giri memiliki nama asli Raden Paku. Ia merupakan putra Maulana Ishak. Suatu
ketika, ia ditugaskan oleh Sunan Ampel untuk menyebarkan ajaran agama Islam di
Blambangan. Semasa hidupnya.Sunan Giri pernah belajar di pesantren Ampel Denta,

melakukan perjalanan haji bersama Sunan Bonang. Sepulangnya dari haji, ia singgah di


Pasai untuk memperdalam ilmu agama. Saat itu, Sunan Giri mendirikan sebuah pesantren di
daerah Giri. Kemudian, ia mengirimkan banyak juru dakwah ke berbagai daerah di
nusantara.

6. Kisah Wali Songo Sunan Drajat (Raden Qasim)

Sunan Drajat (Raden Qasim) merupakan putra Sunan Ampel. Sunan Drajat merupakan
seorang wali yang dikenal berjiwa sosial tinggi. Ia banyak menolong yatim piatu, fakir miskin,
dan orang sakit. Ia memiliki perhatian yang sangat besar terhadap masalah sosial. Sunan
Drajat menyebarkan agama Islam di Lamongan, Jawa Timur.

Sunan Drajat merupakan Wali Songo yang memiliki banyak nama, yaitu Sunan Mahmud,
Sunan Mayang Madu, Sunan Muryapada, Raden Imam, dan Maulana Hasyim. Pada 1484,
ia  diberi gelar oleh Raden Patah dari Demak, yaitu Sunan Mayang Madu. Ketika Sunan
Drajat datang ke Desa Banjaranyar, Paciran, Lamongan, ia mendatangi pesisir Lamongan
yang gersang bernama Desa Jelak. Masyarakat sekitar masih menganut agama Hindu dan
Buddha. Di desa tersebut, Sunan Drajat membangun mushola untuk beribadah dan
mengajarkan agama Islam.Selain itu, Sunan Drajat juga membangun daerah baru di dalam
hutan belantara. Ia mengubahnya menjadi daerah yang berkembang, subur, serta makmur.
Daerah tersebut bernama Drajat, oleh sebab itu ia diberi gelar Sunan Drajat.
7. Kisah Wali Songo Sunan Muria (Raden Umar Said)

Sunan Muria merupakan seorang Wali Songo yang sangat berjasa bagi penyebaran agama
Islam di nusantara, terutama di daerah pedesaan. Ia gemar bergaul dengan masyarakat
kalangan bawah. Hal itu membuat masyarakat mudah menerima ajaran yang
disampaikannya.Membaurnya Sunan Muria dengan masyarakat dikenal dengan istilah
“topongeli”. Artinya, menghanyutkan diri dalam masyarakat. Sunan Muria berdakwah dengan
metode tersebut hingga ke Gunung Muria.Sunan Muria sendiri berasal dari nama Gunung
Muria dimana tempat beliau berdakwah, mendirikan masjid dan pesantren, serta tempat
beliau dimakamkan kelak. Selain itu, ia juga berdakwah lewat kesenian seperti gamelan,
wayang, dan tembang jawa. Ajaran Sunan Muria meliputi penghayatan kebenaran dan
ketaatan pada Allah SWT, wirid, kesederhanaan, kedermawanan, dan ajaran dakwah secara
bijak dalam menghadapi budaya masyarakat yang dianut.

Karena dakwahnya, ada beberapa hasil kesenian peninggalan Sunan Muria yang masih bisa
dipelajari hingga saat ini. Di antaranya tembang Kinanthi dan Sinom. Tembang Kinanthi
terkenal karena menceritakan tentang bimbingan dan kasih sayang orang tua kepada
anaknya.
8. Kisah Wali Songo Sunan Kudus (Jafar Shadiq)

Sunan Kudus (Jafar Sadiq) diberi gelar oleh para wali dengan nama Wali Al-ilmi yang
memiliki arti orang yang berilmu luas. Sunan  Kudus memiliki keahlian khusus dalam bidang
agama. Ia juga dipercaya untuk memegang pemerintahan di daerah Kudus. Sunan Kudus
merupakan salah satu Wali Songo penyebar agama Islam di Jawa, khususnya wilayah Jawa
Tengah.

Hal ini dikarenakan beliau merupakan panglima serta pemimpin peperangan menggantikan
ayahnya. Sunan Kudus merupakan putra dari Raden Usman Haji yang bergelar Sunan
Ngudung di Jipang Panolan, dekat Blora. Selain belajar agama kepada ayahnya, Sunan
Kudus juga belajar kepada beberapa ulama terkenal, seperti Kiai Telingsing, Ki Ageng
Ngerang dan Sunan Ampel.Setelah menimba ilmu agama dari Kyai Telingsing, Sunan Kudus
mewarisi ketekunan dan kedisiplinan dalam mengejar atau meraih cita-cita. Selanjutnya,

Sunan Kudus juga berguru kepada Sunan Ampel di Surabaya selama beberapa tahun
lamanya.Perjuangan Sunan Kudus dalam menyebarkan agama Islam sesungguhnya tidak
jauh berbeda dengan para wali lainnya. Ia senantiasa menempuh jalan kebijaksanaan.
Dengan siasat dan taktik itu, masyarakat dapat diajak memeluk agama Islam.

Saat itu, masyarakat di Kudus masih banyak yang belum beriman. Tentu saja bukan
pekerjaan yang mudah untuk mengajak mereka memeluk agama. Apalagi mereka yang
masih memeluk kepercayaan lama dan memegang teguh adat-istiadat jumlahnya tidak
sedikit. Di dalam masyarakat dengan kondisi seperti itulah Sunan Kudus harus berjuang
menegakkan agama.
9. Kisah Wali Songo Sunan Kalijaga (Raden Sahid)

Dalam berdakwah, Sunan Kalijaga memperkenalkan bentuk wayang yang terbuat dari kulit
kambing atau biasa dikenal sebagai wayang kulit. Sebab, pada masa itu wayang populer
dilukis pada semacan kertas  atau wayang beber. Dalam seni suara, ia menciptakan lagu
Dandanggula.Sebelum menjadi ulama, Sunan Kalijaga konon pengalaman hidup sebagai
perampok atau begal. Bahkan, ia juga pernah merampok Sunan Bonang. Peristiwa tersebut
diyakini terjadi saat Sunan Kalijaga masih berusia muda. Sunan Kalijaga juga dikenal kerap
melakukan tindak kekerasan.Aksi perampokan yang dilakukan Sunan Kalijaga diketahui oleh
ayahnya. Tumenggung Wilantika pun marah, malu dan merasa namanya tercoreng karena
kelakuan buruk sang anak. Ia lantas mengusir Sunan Kalijaga dari rumah mereka. Padahal,
yang sebenarnya terjadi adalah Sunan Kalijaga membongkar Gudang Kadipaten untuk
membagikan bahan makanan kepada orang-orang yang membutuhkan.

Sebab, saat itu masyarakat Tuban hidup sangat memprihatinkan lantaran adanya upeti
ditambah musim kemarau panjang. Kendati sudah diusir dari Tuban, Sunan Kalijaga tidak
berhenti melakukan aksi pembegalan. Ia bahkan merampok orang-orang kaya di Kadipaten
Tuban. Mengetahui hal itu, ayahnya tentu semakin marah. Sunan Kalijaga kembali diusir.
Kali ini ia disuruh angkat kaki dari wilayah Kadipaten Tuban.Keluar dari daerah Tuban,
Sunan Kalijaga masih juga tidak menghentikan aksi perampokan itu. Bahkan, ia sampai tega
meminta harta seorang yang sepuh. Saat itu, Sunan Kalijaga bertemu dengan seseorang di
hutan Jati Wangi. Ternyata, orang tua tersebut diketahui sebagai Sunan Bonang. Raden
Syahid alias Sunan Kalijaga tidak mengenal orang tua tersebut. Karena masih memiliki jiwa
begal, ia berniat untuk membegal Sunan Bonang.

Bahkan, Sunan Kalijaga berhasil melumpuhkan Sunan Bonang. Ia pun meminta Sunan
Bonang menyerahkan barang bawaannya.Tanpa disangka, Sunan Bonang menolak
permintaan itu. Kemudian, Sunan Kalijaga pun menjelaskan alasannya membegal adalah
untuk membantu orang miskin.Dalam cerita versi lainnya, Sunan Kalijaga meminta maaf dan
bertobat lantaran Sunan Bonang menasihatinya dan menunjukkan kesaktiannya, yaitu
mengubah buah pohon aren menjadi emas. Pertemuan tersebut membuat Sunan Kalijaga
bertobat dan langsung memohon agar diperbolehkan menjadi muridnya. Sunan Bonang
tentu saja menerima permintaan tersebut.Namun, Sunan Bonang mengajukan suatu syarat,
yaitu Sunan Kalijaga harus bersemedi di pinggir kali sampai Sunan Bonang kembali. Sunan
Kalijaga pun menyanggupi syarat tersebut. Dikisahkan, Sunan Bonang pun akhirnya kembali
ke tempat yang sama setelah tiga tahun lamanya.

Ia lantas menemukan tubuh Sunan Kalijaga sudah dirambati oleh rerumputan.Melihat


keteguhan hati Sunan Kalijaga, Sunan Bonang pun takjub. Atas peristiwa itu lah kemudian
Raden Syahid diberi nama “Sunan Kalijaga”. Artinya, penjaga kali. Selain itu, Sunan Kalijaga
juga dapat diartikan sebagai orang yang senantiasa menjaga semua aliran atau
kepercayaan yang dianut masyarakat. Sunan Kalijaga menjadi satu-satunya wali yang
paham dan mendalami segala pergerakan, aliran atau agama yang hidup di tengah
masyarakat.

Selain itu, Sunan Kalijaga juga memiliki cara yang unik saat menyebarkan agama Islam di
pulau Jawa. Ia berhasil mengenalkan ajaran agama Islam dengan memadukan budaya Jawa
seperti wayang. Bahkan, Sunan Kalijaga juga mengarang sebuah tembang Jawa yang
sangat terkenal sampai saat ini, yaitu Ilir-Ilir.

C.PENDAPAT PARA TOKOH TENTANG NASUKNYA ISLAM KE NUSANTARA

Menurut:

1.Prof.DR.Buya Hamka

Kawasan Nusantara adalah bagian dari wilayah Asia Tenggara yang sekarangdisebut
dengan Indonesia (Azra 1999: 3). Kajian tentang sejarah masuknya Islamdi Indonesia pada
perkembangannya melahirkan beragam teori yang dikemukakanparasarjana luar maupun
lokal. Ada tiga teori besar yang menyatakan datangnya IslamkeIndonesia. Pertama, teori
yang menyatakan Islam di Nusantara datang dari India sekitaranabad ke 13 lebih tepatnya
dari wilayah Malabar dan Gujarat. Teori ini dikemukakan sarjanadari Belanda, Jan Pijnappel
(1822-1901) pada tahun 1872. Pijnappel mendasarkanpendapatnya ini dari catatan
perjalanan tokoh-tokoh penjelajah dunia seperti Sulaymanal- Tajir (916), Marco Polo (1254-
1324), dan Ibnu Battutah (1304-1369). Menurut Pijnappel, terhubungnya dua wilayah ini–
India dan Nusantara–karena faktor perdagangan yang saat itu begitu pesat. Pendapat lain
yang mendukung teori ini adalah Christiaan SnouckHurgronje (1857-1936), orientalis dari
Belanda yang mengatakan Islammenyebar dari Dakka, India Selatan. Penduduk Dakka yang
kebanyakan pedagang menyebar dan tinggal di pesisir pantai pulau Sumatra dan melakukan
kontak dengan penduduk setempat. Pendapat Snouck Hurgronje kemudian dikembangkan
oleh Morrison pada 1951. Pantai sebagai pelabuhan perdagangan adalah pusat kegiatan
yang mempertemukan masyarakat pribumi dan pendatang, serta tempat melepas para
pedagang berlayar mengarungi lautan. Menurut Morisson pantai Koromandel sebagai
pelabuhan tempat bertolaknya para pedagang muslimadalah wilayah yang tepat bila
dikatakan penyebaran Islam melalui jalur perdagangan(Azra1999: 32). Kedua, teori yang
menyatakan Islam berasal dari Persia (Iran). Jika pada teori pertama dikatakan Islam datang
pada abad ke-13 M, maka pada teori ini Islamsudahtersebar di Indonesia pada abad ke-7 M.
Teori ini dicetuskan oleh Prof HoeseinDjajadiningrat (1886-1960) dan Umar Amir Husein.
Pendapat ini melihat pada statusNusantara yang merupakan bagian dari wilayah dagang
Persia dan wilayah operasi dakwahdi masa lalu. Terdapatnya perkumpulan orang-orang
Persia di Aceh dan pemakaiangelar Syah yang berasal dari Persia diikuti oleh kerajaan-
kerajaan di Indonesia (Baiti 2014: 140). Ketiga, teori yang mengatakan Islam berasal dari
tanah Arab. Ada beberapa pendapat mengenai wilayah Arab yang dimaksud. Salomon
Keyzer (1859) berpendapat Islamdari Mesir berdasarkan pada kesamaan mazhab kedua
wilayah, yaitu mazhab Syafi’i. AdapunNiemann (1861) dan de Hollander (1861)
berpandangan bahwa bukan Mesir wilayahArabyang dimaksud melainkan Hadramaut,
Yaman. Hamka mengatakan Mekkah lah tanah Arab yang dimaksud. Menurutnya Islam
sudah ada di Indonesia sejak abad ke-7 Mmelalui peranbangsa Arab yang langsung berasal
dari tanah Arab (Mekkah) yang juga disebut dengan “teori Mekkah”. Islam menyebar di
Nusantara yang terdiri dari pulau-pulau Melayu seperti Semenanjung Melayu, Sumatra,
Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan pulau-pulau NusaTenggara. Pulau-pulau Maluku termasuk
Irian dan pulau-pulau Luzon dan Min dan aoyang disebut Filipina sekarang ini (Hamka 2002:
668-669). Teori Mekkah ini sebenarnya adalah koreksi terhadap teori Gujarat (India)
danbantahan terhadap teori Persia. Hamka berpendapat Gujarat hanyalah tempat singgah,
danMekkah pusat adalah pusat penyebaran Islam, sedang Mesir sebagai tempat pengambil
ajaran (Almascaty 2013: 60). Di antara para ahli yang mendukung teori ini adalah Thomas.

2.DR.Taufik Abdullah

Taufik Abdullah seorang sarjana kontemporer mengatakan bahwa islam memang datang
pada abad ke 7M - 8M namun masih banyak para pedagang dari asia timur yang belum
mengabut agama islam.

3.Christian Snouck Hurgronje

Christian Snouck Hurgronje berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad XII
Masehi yang dibawa oleh para pedagang. Pendapat ini dikuatkan dengan ditemukannya
batu nisan di Pasai bertanggal 17 Zulhijjah 831 dan di Gresik pada makam Maulana Malik
Ibrahim yang wafat pada 822/1419.

Anda mungkin juga menyukai