Anda di halaman 1dari 11

BAB II

SIKAP

2.1 Pengantar
Banyak persoalan dalam kehidupan manusia sehari – hari berkaitan dengan masalah sikap.
Misalnya ketaatan seseorang atau masyarakat dalam mentaati protokol kesehatan di era
pandemi. Ada orang yang menerima aturan itu, tapi banyak juga yang mengabaikannya.
Kodisi seperti ini tentu mempengaruhi upaya pemerintah dalam menaggulangi pandemi
covid. Konflik antar suku, agama, ras atau peran gender biasanya berkaitan dengn masalah
sikap. Kedisiplinan taruna dalam mengikuti aturaan pendidikan juga berkait dengan
masalah sikap.

Perilaku manusia sebagian dipercaya dipengaruhi oleh sikap. Di dunia bisnis perilaku
membeli konsumen sedikit banyak dipengaruhi oeh sikapnya terhadap produk atau jasa
yang ditawarkan. Di bidang politik pilihan seseorang pada partai atau calon pemimpin
dalam kontestasi politik juga dipengaruhi oleh sikap seseorang terhadap partai maupun
calon pemimpin yang ditampilkan.

Uraian singkat ini memberikan gambaran betapa pentingnya pengetahuan tentang


sikap ,oleh sebab itu pembahasan tentang sikap diperlukan. Dalam modul ini akan
membahas serba sedikit tentang pengertian sikap, fungsi , proses pembentukan dan
perubahan sikap serta pengukuran sikap.

2.2 Pengertian
Dalam kehidupan taruna sehari-hari sering ditemukan istilah “ sikap sempurna “ . Bila kita
mendengar istilah itu yang terlintas dalam pikiran adalah ; berdiri tegak, pandangan lurus ke
depan, telapak kaki membetuk sudut 45 derajad dan tangan mengepal diletakkan di paha
tepat pada jahitan celana. Pengertian sikap dalam ilmu psikologi bukan yang seperti itu.
Suatu saat ada peraturan bahwa biaya pendidikan yang harus dibayar taruna akan naik
karena pengaruh inflasi. Dalam hal ini akan timbul sikap dari para taruna , ada yang setuju
dan ada yang tidak setuju. Sebagian taruna yang setuju akan membayar biaya pendidikan itu
tepat waktu. Tapi sebagian taruna yang tidak setuju tidak mau membayarnya. Dari kedua
contoh yang sudah diajukan itu, yang lebih sesuai dengan pengertian sikap dari padangan
ilmu psikologi adalah contoh kedua. Sikap bukan merupakan perilaku yang tampak, tetapi
kecenderungan untuk berperilaku.

Banyak definisi sikap yang dikemukakan oleh para pakar, kali ini akan dikemukakan
satu definisi yang banyak disetujui, yaitu yang dikemukakan oleh Harry C Triandis
( Triandis dalam Istiqomah Wibowo dan dkk, 1988) menyatakan bahwa sikap adalah suatu
ide ( pikiran, gagasan ), bermuatan emosi yang menjadi disposisi tingkah laku dalam
menghadapi situasi. Dari definisi itu dapat diketahui bahwa sikap mengandung komponen-
komponen sebagai berikut :

a. Komponen Kognitif; sikap berisi ide, gagasan , anggapan, pengetahuan dan keyakian
seseorang tentang objek sikap. Misalnya , Tomi tahu bahwa Ani cantik, sopan , pandai dan
bertanggung jawab serta perhatia terhadap dirinya.

b. Komponen Afektif ; yaitu meliputi semua perasaan dan emosi seseorang terhadap
objek sikap. Karena Tomi tahu karakteristik dari Ani seperti yang diurai di atas maka Tomi
suka dan senang pada Ani.

c. Komponen Perilaku ; yaitu kesiapan (predisposisi ) seseorang untuk bertindak terhadap


objek sikap. Karena Tomi tahu ani cantik, tanggung jawab dan perhatian pada dirinya dia
suka kepadanya dan ada keinginan untuk mendekatinya.

Dari definisi di atas diketahui bahwa sikap mengadung komponen suka atau tidak suka,
pro atau kontra, setuju atau tidak setuju sehingga menunjukkan arah dari sikap.
Tetapi derajad suka atau tidak suka, pro atau kontra dari masing-masing orang berbeda-
beda. Sikap seseorang bisa sangat positif tetapi juga bisa sangat negatif. Pengetahuannya
juga demikian ada yang sangat paham ada yang paham ada yang kurang paham .
Karakteristik komponen sikap yang berbeda-beda pada masing-masing orang menyebabkan
bervariasinya sikap meskipun objeknya sama. Bagaimana sikap akan mempengaruhi
perilaku juga dipengaruhi oleh konsistensi antar komponen sikap.

Contoh Tomi di atas jika Tomi tahu bahwa Ani cantik, pinter dan sopan dan perhatian pada
dirinya, maka Tomi suka pada Ani dan ia ingin mendekatinya lebih dari gadis lain yang
ditemuinya. Contoh ini menunjukkan konsistensinya antara komponen sikap. Lain
halnya jika Tomi tahu karakter Ani, ia suka terhadapnya dan ingin mendekatinya tapi adik
Tomi banyak sehingga ia harus membantu orang tuanya membiayai pendidikan adik-
adiknya setelah lulus nanti. Hal ini menunjukkan kurang konsistensinya komponen sikap,
terutama pada kesiapan untuk berperilaku. Dalam contoh ini Tomi barang kali akan
menunda keinginannya untu mendekati Ani. Dengan derajad yang berbeda, meskipun
objeknya sama menimbulkan kecenderungan perilaku yang berbeda.

Objek sikap bisa bermacam-macam, seseorang bisa menerima perubahan aturan, tidak
suka kopi, menyukai pelajaran matematika, menyayangi orang tuanya, dan sebagainya.
Dalam suatu saat manusia bisa memiliki berbagai macam sikap. Keragaman sikap manusia
dibatasi oleh dunia psikologis orang yang bersangkutan. Misalnya taruna yang tidak pernah
menonton podcastnya Deddy Corbuzier tidak akan mempunyai sikap terhadapnya. Ia tidak
punya rasa suka atau tdak, pro atau kontra karena memang tidak mengenalnya.

2.3. Fungsi

Dalam kehidupan sehari-hari manusia menjumpai berbagai stimulus yang harus ditanggapi.
Misalnya taruna diminta masuk kampus untuk pembelajaran tatap muka. Pada saat penularan
virus masih tinggi taruna harus belajar dari rumah dengan menggunakan media zoom, pada
saan jam kuliah itu ibu taruna minta diantar ke pasar. Meskipun pembelajaran dengan zoom,
taruna tetap diminta menggunakan seragam lengkap. Taruna senang mendengarkan musik
rock sambil tiduran sementara kuliah dengan zoom sudah dimulai. Berbagai situasi yang
dihadapi taruna dan kemudian ia harus menentukan sikap perilaku apa yang cenderung akan
dilakukannya. Dalam situasi seperti itu maka taruna tersebut harus menentukan sikap. Lalu
apa sebetulnya fungsi sikap untuk kehidupan manusia. Triandis ( dalam Istiqomah Wibowo
dkk) mengemukakan beberapa fungsi sikap sebagai berikut :

a. Membantu orang untuk memahami dunia disekitarnya, dengan mengorganisir dan


menyederhanakan masukan yang sangat komleks dari lingkungan.
b. Melindungi harga diri seseorang, dengan menghindar dari kenyataan yang tidak
menyenangkan yang ia temui

c. Membantu orang dalam menyesuaikan diri dengan situasi kompleka yang dihadapi

d. Memungkinkan orang untuk mengekspresikan nilai-nilai atau pandangan hidupnya


yang mendasar.

Oleh karena fungsi sikap yang demikian penting itu maka bila seseorang sudah punya sikap
akan susah untuk dirubah dan cenderung dipertahankan. Mengubah sikap berarti
mengadakan penyesuaiana baru terhadap objek yang dihadapi dan memilih respon baru
yang tepat serta memberi arti baru kepada objek yang dihadapi seseorang.

2.4 Pembentukan dan Perubahan

Pembentukan Sikap

Setelah diketahui apa pengertian sikap, komponen-komponen dan fungsinya maka


pertanyaan berikutnya adalah bagaimana sikap terbentuk dan bagaimana merubahnya.
Pengetahuan tersebut diperlukan untuk bisa meramal bagaimana perilaku seseorang atau
sekelompok orang, untuk mengubah maupun mempertahankan sikap yang diperlukan.Sikap
manusia terbentuk dan berkembang bersamaan dengan perkembangan dirinya. Dalam
kehidupan manusia berinteraksi atau berhubungan dengan manusia lainnya. Dalam interaksi
itu terjadi saling pengaruh mempengaruhi sehingga perilaku seseorang bisa berubah karena
pengaruh dari perilaku manusia lainnya, termasuk didalamnya bisa terbentuk atau terjadi
perubahan sikap. Syaifudin Aswar ( dalam Istikomah Wibowo, 1988 ) mengemukakan
bahwa pembentukan sikap dipengaruhi oleh hal-hal sebagai berikut :

a. Pengalaman pribadi : pengalaman dengan objek sikap memberikan kepada individu


untuk mengenal, mengetahui, menghayati dan memiliki tanggapan akan tersebut.
Pengetahuan dan tanggapan ini yang kemudian akan menjadi salah satu unsur dalam
komponen sikap yang bisa jadi kemudian akan membentuk sikap positif atau negatif.

b. Kebudayaan masyarakat dimana seseorang hidup dan dibesarkan mempunyai


pengaruh besar dalam pembentukan sikap yang dimiliki orang tersebut. Nilai -nilai dan
norma-norma yang dianut oleh kebudayaan tertentu memberikan arah bagi anggotanya
dalam bersikap terhadap berbagai masalah yang dihadapi. Masyarakat Indonesia yang
berbudaya Pancasila akan memiliki sikap positif terhadap persatuan, kerukunan umat
beragama dan perdamaian serta bersikap negatif terhadap penjajahan.

c. Orang lain yang dianggap penting : Orang yang dianggap penting oleh seseorang
seperti orang tua, orang yang status sosialnya lebih tingggi, teman sebaya, teman dekat,
guru, teman kerja, suami, isteri dan sebagainya akan banyak mempengaruhi pembentukan
sikap seseorang terhadap suatu objek. Misalnya mereka diharapkan persetujuannya pada
saat seseorang menentukan sebuah sikap.

d. Media Masa : Informasi yang disampaikan melalui media massa terselib pesan-pesan
sugestif yang bisa membentuk opini seseorang. Informasi mengenai suatu hal yang
diperoleh memberikan landasan kognitif, sedang pesan-pesan sugestif yang menyertai
apabila cukup kuat memberi dasar afektif bagi terbentuknya sikap tentang hal tersebut.

e. Institusi atau lembaga pendidikan dan Lembaga Agama : Lembaga pendidikan dan
agama mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap. Keduanya meletakkan dasar-dasar
pengertian konsep moral dalam diri individu. Konsep moral menentukan sistem
kepercayaan seseorang serta anggapan-anggapan seseorang tentang segala sesuatu hal ini
merupakan komponen kognitif yang sangat penting dalam sikap seseorang.

f. Emosi : kadang-kadang suatu sikap merupakan pernyataan yang didasari emosi yang
berfungsi sebagai penyaluran frustrasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan diri.
Salah satu sikap yang didasari emosi adalah prasangka.

Perubahan Sikap

Seperti diketahui bahwa sikap bukanlah pembawaan lahir tapi terbentuk dalam perjalanan
hidup seseorang. Meskipun sikap cenderung menetap tetapi bagaimanapun sikap bisa
dirubah meskipun membutuhkan waktu. Taruna yang menolak protokol kesehatan , tidak
mau pakai masker, tidak menjaga jarak dan enggan mencuci tangan sikap seperti ini
meskipun tidak mudah tetapi bisa dirubah. Sikap taruna tersebut bisa saja berubah setelah
pengetahuannya tentang virus covid bertambah lengkap, atau adanya pengalaman langsung
karena dirinya terinfeksi karena tidak disiplin menerapkan protokol kesehatan atau ibunya
tertular virus dan harus dirawat di rumah sakit. Zaenal Biran ( dalam Istiqomah Wibowo
dkk, 1988) merangkum pendapat beberapa pakar dan mengemukakan proses yang
mendarasi terjadinya perubahan sikap sebagai berikut :

Sikap dapat dirubah melalui banyak cara dan seperti diketahui bahwa sikap terdiri dari
komponen kognitif, afektif dan perilaku. Perubahan sikap terjadi pada dasarnya melalui
perubahan komponen -komponen itu.

Perubahan sikap bisa terjadi misalnya karena seseorang menerima informasi baru yang
merubah komponen kognitif tentang objek sikap. Karena ada kecenderungan konsistensi
antara komponen sikap maka perubahan itu juga membuat komponen afektif dan
kecenderungan perilakunya juga berubah. Misalnya setelah mengikuti penyuluhan tentang
virus covid seorang taruna yang tadinya tidak setuju dengan protokol kesehatan menjadi
tahu bagaimana cara virus covid menyebar( komponen kognitif). Pengetahuannya itu
membuat dirinya menerima dan senang dengan protokol kesehatan ( komponen afektif),
dan kemudian membawa perubahan dalam kecenderungan perilakunya dengan memakai
masker di kelas, di lapangan dan kegiatan lain yang dilakukan bersama, mencuci tangan
dan menjaga jarak ( komponen perilaku ).

Perubahan sikap juga bisa terjadi karena ada pengalaman langsung tentang objek sikap dari
seseorang yang ternyata berbeda dengan sikapnya selama ini. Misalnya seorang yang tidak
suka (bersikap negatif) terhadap musik dangdut karena menanggap kampungan dan musik
kelas bawah suatau hari menyaksikan pertunjukan musik dangdut yang dikemas secara
baik, dengan alat-alat musik yang modern, diwarnai oleh genre musik lain seperti pop dan
rock dengan teknik vokal penyanyinya yang bagus akhirnya menghasilkan musik yang
ditangkapnya indah. Pengalaman yang menyenangkan ( positif) dengan musik dangdut
tersebut menimbulkan disonansi pada pikirannya (komponen kognitif) musik dangdut itu
indah atau kampungan ? Disonansi kognitif itu menimbulkan rasa tidak enak dan membuat
orang tersebut harus menata ulang isi pikirannya tentang musik dangdut tersebut sehingga
terjadinya perubahan sikap , yang tadinya tidak suka menjadi suka dan menerima musik
dangdut.

Sikap bisa berubah karena adanya kekuatan yang memaksa orang tersebut untuk
berperilaku yang bertentangan dengan sikapnya. Hal ini biasanya dilakukan dengan
pemberlakuan aturan atau hukum. Misalnya seorang taruna yang di rumah biasa bangun
siang, kamarnya dibersihkan orang tuanya atau asisten rumah tangga, malas berolah raga
serta makan kapan saja jika dia mau, setelah masuk asrama dipaksa untuk mengikuti “
Perintah Harian Sifat Tetap ( PHST)”. Dalam hal ini peraturan lama kelamaan merubah
sikap taruna tersebut, ketidakkonsistenan antara komponen perilaku dan komponen
afektif akhirnya merubah keseluruhan sikapnya sehingga taruna menjadi rajin bangun
pagi, mau membersihkan kamarnya sendiri, rajin berolah raga , makan dan aktifitas
lainnya.

Sikap juga bisa berubah karena mengikuti implikasi dari suatu peristiwa.
Misalnya sikap taruna yang kurang menghormati yuniornya ( sikap negatif) dengan
anggapan “ senior tidak pernah salah “( komponen kognitif), suatu saat setelah lulus
ternyata yuniornya menjadi atasannya. Akhirnya sikap kurang hormat terhadap
yuniornya menjadi berubah menjadi positif hormat dan menerima.

Perubahan sikap bisa terjadi karena adanya pengalaman yang traumatik. Misalnya
seseorang yang tadinya bersikap positif terhadap profesi pelaut, dia senang menjalani
profesinya sebagai pelaut. Suatu hari orang tersebut mengalami kecelakaan yang hebat
saat berlayar, sejak saat itu sikapnya berubah menjadi kurang suka dan menolak sebagai
pelaut dan tidak mau berlayar lagi.

Jika pelaut yang trauma tadi kemudian mendapatkan pertolongan psikolog dengan
mengikuti program psikoterapi maka bisa jadi pengaruh pengalaman traumatiknya
berangsur menghilang dan akhirnya yang bersangkutan mau berlayar lagi dengan
demikian maka psikoterapi juga bisa merubah sikap.

Perubahan sikap bisa juga dilakukan dengan sengaja melalui proses komunikasi. Dengan
komunikasi perubahan sikap bisa dilakukan ke arah yang dikehendaki. Komunikasi yang
dilakukan untuk merubah sikap menurut Triandis ( dalam Istiqomah wibowa dkk, 1988)
analisis dilakukan dengan mempertimbangkan faktor siapa ,berkata apa , bagaimana,
kepada siapa dan apa akibatnya. Siapa berkaitan dengan sumber atau pengirim
pesan, berkata apa berkaitan dengan pesan apa yang disampaikan, bagaimana berkaitan
dengan saluran atau media yang digunakan, kepada siapa berhubungan dengan penerima
atau target kepada siapa pesan disampaikan dan akibat berhubungan dengan
perhatian,penerimaan, pemahaman , pengendapan atau perilaku. Perubahan sikap dilihat
sebagai suatu sistem antar hubungan yang melibatkan sejumlah karakteristik sumber,
saluran, pesan , penerima dan akibat yang bisa muncul. Bagaimana saling hubungan itu
dapat dilihat dari model komunikasi yang dikemukakan oleh Hovland dan kawan-kawan
( dalam Saifuddin Azwar, 1988) sebagai berikut :
variabel yang proses efek kombinasi
mempengaruhi perantara yang tampak.
internal

FAKTOR Perhatian PERUBAHAN


SUMBER SIKAP

Keahlian

Dapat dipercaya Perubahan pendapat

Disukai

Status

Ras

agama

FAKTOR PESAN

Pemahaman
Urtutan argumentasi Perubahan afeksi
satu sisi atau dua
sisi

Tipe daya tarik

Kesimpulan implisit
atau eksplisit

FAKTOR
PENERIMA

Kemudahan dibujuk

Sikap semula Penerimaan Perubahan tindakan

Inteligensi

Harga diri
Kepribadian

2.5. Pengukuran Sikap


Untuk dapat mengetahui sikap sehingga bisa digunakan untuk memahami dan meramalkan
perilaku diperlukan alat ukur yang valid ( mengukur apa yang mau diukur ) dan reliabel
( handal dan dapat dipercaya). Perlu diingat bahwa sikap merupakan hal yang tidak tampak
sehingga pengukurannya dilakukan secara tidak langsung , yaitu melalui penyimpulan yang
dibuat berdasarkan respon-respon terbuka dari seseorang terhadap objek sikap. Dalam hal
ini melalui tindakan atau pernyataan-pernyataan yang diungkapkannya.

Definisi operasional perlu disepakati sebelum pengukuran dilakukan. Jika mengacu pada
definisi yang dikemukakan Thurstone maka sikap didefinisikan sebagai “ …..the degree of
positive or negarive affect associated wih some psychological objects” . dari definisi tersebut
terlihat bahwa sikap merupakan dua kutub “sangat positif” sampai “sangat negatif”. Maka
pengukuran sikap harus bisa meletakkan sikap seseorang dalam rentang dua kutub tersebut .
Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengukur sikap tersebut.

Pertama bertanya ( wawancara ) langsung kepada seseorang tentang sikapnya terhadap suatu
objek. Bila orang tersebut dapat dan bersedia diwawancarai maka akan segera bisa diketahui
posisi orang tersebut dalam rentang dua kutub tersebut. Misalnya bagaimana sikap taruna
tentang wacana kenaikan biaya pendidikan ? Bisa ditanyakan langsung pada taruna sehingga
bisa diketahui yang bersangkutan setuju atau tidak setuju. Cara ini mengandung kelemahan
misalnya taruna yang diwawancarai takut dianggab menentang kebijakan lembaga jika
menjawab dengan jujur. Maka jawaban yang diberikan bisa jadi tidak menggabarkan sikap
yang sebenarnya.

Cara lain adalah dengan mengobservasi perilaku yang ditampilkan oleh seseorang dalam
menghadapi objek sikap. Cara ini juga megandung kelemahan karena kadang perilaku yang
ditampilkan tidak tentu menggambarkan sikap yang sesungguhnya. Seorang taruna yang
tidak suka atau bersikap negatif terhadap dosennya, bisa jadi menunjukkan perilaku yang
sopan, hormat dan mau membantu dosen yang tidak disukainya itu.

Cara lain yang paling banyak digunakan dan perancangannya sehingga diharapkan dapat
memperoleh cambaran sikap yang lebih cermat adalah dengan menggunakan sekala sikap.
Skala sikap merupakan seperangkat pertanyaan- pertanyaan atau pernyataan-pernyataan
yang berhubungan dengan objek sikap. Respon seseorang terhadap seperangkap pertanyaan
atau pernyataan tersebut yang kemudian dijadikan dasar untuk menyimpulkan sikap orang
tersebut terhadap objek sikap. Ada beberapa macam sekala sikap yang semuanya
mempunyai tujuan yang sama, yaitu menentukan individu pada suatu posisi tertentu diantara
dua kutub yaitu sangat positif dan sangat negatif. Posisi itu yang kemudian menunjukkan
sikap seseorang terhadap suatu objek sikap. Skala sikap tersebut antara lain adalah sebagai
berikut :
Self rating scale : adalah skala yang berisi tentang pertanyaan-pertanyaan evaluatif
terhadap objek tertentu. Setiap pertanyaan sudah disediakan jawaban sehingga responden
tinggal memilih jawaban yang paling sesuai dengan dirinya.
Contoh : Sikap taruna terhadap kenaikan biaya pendidikan
Pertanyaan : Apakah anda setuju jika biaya pendidikan dinaikkan.

Jawaban : 1 2 3 4 5 6 7
Sangat setuju Sangat tidak setuju

Untuk mendapatkan gambaran bagaimana sikap taruna terhadap kenaikan biaya pendidikan
biasanya dibuat beberapa pertanyaan. Sikap taruna dilihat dengan menjumlahkan jawaban
taruna sebagai respon terhadap pertanyaan-pertanyyan tersebut.
Skala Likert : Dengan skala ini responden dihadapkan pada pernyataan-pernyataan
dengan pilihan jawaban yang sudah tersedia. Tipe jawaban yang tersedia berisi tingkatan
persetujuan terhadap pernyataan yang ada. Dengan skala Likert bukan pertanyaan yang harus
dijawab tetapi pernyataan.
Contoh : Bagaimana sikap taruna tinggal di asrama
Pernyataan : Sebagai taruna saya senang tinggal di asrama
Pilihan jawaban :

1. Sangat tidak setuju

2. Tidak Setuju

3. Setuju

4. Sangat setuju

Untuk mengetahui bagaimana sikap responden maka semua jawaban dijumlah sehingga
diketahui total jawaban responden yangmenyatakan sikapnya terhadap objek tertentu.
Semantic- differential : dengan model ini responden diminta untuk menilai suatu objek
pada suatu skala yang memiliki sifat yang berlawanan. Bentuk skala ini lebih sederhana
daripada jenis yang lain. Disini tidak harus disediakan pertanyaan atau pernyataan panjang,
tetapi cukup menuliskan objek atau topik di bagian atas dan kemudian diikuti dengan
pasangan kata yang sudah ditentukan dan harus dipilih.

Contoh : Bagaimana sikap taruna terhadap aturan memakai baju seragam dinas pada saat
kuliah daring.
Pernyataan : Memakai baju seragam dinas pada saat kuliah daring

Pilihan Jawaban :

kurang rapi 12345 67 rapi


kurang sopan 1234 567 sopan
kurang disiplin 1234567 disiplin
merepotkan 1234567 memudahkan
mahal 1234567 murah

Di sini responden tinggal menentukan posisi jawaban pada pilihan yang sudah tersedia dan
skor sikap responden diperoleh dengan menjumlahkan nilai yang diperoleh dari keseluruhan
jawaban.

Sikap dan Perilaku

Apakah sikap seseorang selalu konsisten dengan perilakunya ? ternyata dalam dalam
prakteknya sikap tidak selalu konsisten dengan perilaku yang tampak. Seorang taruna yang
bersikap negatif ( tidak suka ) terhadap mata kuliah tertentu tertentu bisa jadi malah rajin
memepelajarinya agar tidak membuat dirinya tidak jadi diwisuda karena tidak lulus dalam
mata kuliah tersebut. Seorang dokter yang tahu bahaya rokok karena bisa menyebabkan
penyakit kanker, ternyata dalam keseharian dia seorang perokok.

Faturochman ( 2009 ) mengutip beberapa pendapat ahli yang menjelaskan hubungan sikap
dan perilaku sebagai berikut : antara sikap dan perilaku terdapat satu faktor psikologis harus
yaitu niat ( intention) ( Ajzen , 1988 dan Fishbein dan Ajzen, 19750 . tanpa ada niat suatu
perilaku tidak akan muncul meskipun sikapnya sangat kuat. Tetapi bukan berarti jika ada
sikap dan ada niat yang kuat maka perilaku pasti akan muncul. Secara teori dapat diprediksi
bahwa antara sikap dan perilaku akan konsisten jika antara sikap dan niat serta antara niat dan
perilaku tidak ada hambtan atau pengaruh. Seorang taruna yang bersikap positif dengan rajin
belajar akan betul-betul belajar hanya jika ada niat yang kuat. Jika taruna tersebut sudah
punya sikap positif ( senang belajar ) dan sudah punya niat untuk belajar tiba-tiba diajak
temannya untuk ngobrol ( hambatan atau pengaruh ) maka perilaku belajar pada taruna
tersebut tidak terjadi.

Faktor -faktor yang mempengaruhi hubungan antara sikap dengan niat bisa berasal dari dlam
diri individu atau dari luar individu. Worchel dan Cooper ( 1983) mengemukakan bahwa
antara sikap dan perilaku akan konsisten jika dipenuhi hal-hal berikut ini :

1. Spesifikasi sikap dan perilaku. Pengukuran sikap harus spesifik pada objek tertentu ,
jika diperluas maka biasanya menjadi tidak konsisten dengan perilakunya. Contoh:
pengukuran sikap taruna terhadap kenaikan uang makan jika hasilnya taruna setuju
( bersikap positif) bukan berarti taruna setuju dengan kenaikan seluruh biaya
pendidikan. Di sini jelas bahwa sikap taruna setuju hanya spesifik terhadap
kenaikan uang makan, bukan yang lain.

2. Relevansi sikap terhadap perilaku; ketiadaan atau rendahnya relevansi antara sikap
dengan perilaku sering menyebabkan antara sikap dan perilaku menjadi tidak
konsisten.

3. Tekanan normatif. Sikap positif seorang taruna terhadap mengerjakan soal ujian
secara mandiri sering kali tidak konsisten dengan perilakunya karena jika
mengerjakan soal ujian sendiri takut dianggap kurang kompak dan kurang punya
jiwa korsa oleh taruna lain.

4. Pengalaman : orang yang berpengalaman terhadap objek tertentu akan lebih


memahami segala persoalan tentang objek tersebut. Dengan pemahaman itu ia akan
mengambil sikap yang paling sesuai dengan keadaannya dan bentuk perilaku yang
akan dimunculkan sehubungan dengan sikapnya itu sudah ikut dipertimbangkan.

PRASANGKA

Dalam kehidupan sehari-hari sering kita jumpai bahwa ada kecenderungan seseorang tidak
mau memilih atau menolak orang dari golongan tertentu dalam berkegiatan. Misalnya pada
saat memilih pegawai, bos tidak mau menerima pegawai wanita. Karena pegawai wanita
sering banyak ngerumpi dan meninggalkan pekerjaan dalam jam kerja untuk kepentingan
pribadi. Sering juga kita melihat manusia dari suku tertentu dihindari dalam pergaulan.
Orang- orang dari suku tertentu dipandang memiliki karakter yang kurang baik. Hal ini
berkait dengan masalah prasangka. Timbulnya prasangka berkait adanya stereotif tertentu
pada golongan itu. Prasangka sudah terjadi sekian lama ada dalam kehidupan manusia dan
biasanya diikuti dengan tindakan deskriminatif dan sering mengakibatkan terjadinya konflik
antar golongan. Sebagai contoh adanya prasangka dari golongan kulit putih terhadap
golongan kulit hitam ( negro) yang kemudian mengakibatkan adanya tidakan deskriminatif,
seperti kalau mau pilih pemimpin jangan dari golongan kulit hitam dan tindakan
deskriminatif lainnya.

Pengertian

Menurut definisi Myers ( dalam Markum ,20140 ) “ Prejudice is a negative prejugment of a


group and its individual members”. Dari definisi tersebut prasangka itu negatif karena
timbul berdasarkan penilaian kelompok atau orang yang berprasangka terhadap kelompok
atau individu lain yang diprasangkai tanpa didasari oleh data atau informasi yang lengkap.
Sebetulnya ada prasangka yang positif, seperti orang jawa ramah, nrimo dan sopan. Dalam
kenyataannya tidak semua orang jawa seperti itu. Prasangka yang positif seperti itu tidak
menjadi perhatian khusus para ahli, sehingga berbicara prasangka biasanya yang berupa sikap
negatif, dan cenderung mengakibatkan perilaku yang diskriminatif. Misal perempuan itu
cerewet dan suka ngerumpi ( prasangka ) maka jangan membicarakan hal rahasia pada
perempuan nanti bisa bocor ( deskriminati). Jadi prasangka adalah kesiapan atau predisposisi
perilaku, sedang diskriminasi adalah perilaku nyata yang didasari oleh prasangka.

Prasangka bisa saja tetap menjadi kesiapan berperilaku dan tidak menjadi perilaku nyata
karena alasan tertentu. Sehingga pemunculannya dalam bentuk yang lain, dan dicarikan
alasan yang masuk akal. Contoh prasangka seorang pemilik rumah kontrakan terhadap suku
tertentu yang dianggap kurang bersih, kurang disiplin membayar dan suka pesta-pesta. Maka
pada saat orang dari suku tersebut mau menyewa rumah kontrakan, maka ditolak dengan
alasan mau dipakai sendiri dan diperlukan renovasi. Contoh lain misalnya ada lowongan
jabatan di kantor maka kelompok orang yang diprasangkai diupayakan tidak menduduki
jabatan tersebut meskipun memenuhi syarat. Alasan bisa dibuat misalnya ada pekerjaan yang
lebih cocok untuk dirinya.

Timbul prasangka didasari oleh adanya “stereotype “ yaitu sifat yang diyakini melekat pada
kelompok atau anggota kelompok. Stereotipe bersifat tidak adil, tidak cermat dan memukul
rata . Misalnya stereotipe orang Jawa “ nrimo”maka dalam pikiran kita ada anggapan bahwa
semua orang Jawa “nrimo”, dan kalau ada orang Jawa yang tidak bisa nrimo maka bukan
orang Jawa namanya. Stereotipe terbentuk diawali oleh proses katagorisasi dan
pembentukan skema pada pikiran manusia. Dalam kehidupan sehari-hari manusia berupaya
mengkatagori atau penggolongan atas obyek yang dilihatnya .Pada saat ketemu orang lain
kita menggolongkan orang yang ditemui menurut jenis kelamin, usia , pendidikan dan
sebagainya. Atas dasar penggolongan yang terjadi secara singkat itu kemudian manusia
membuat keputusan ( jugdment) tentang orang yang ditemuainya. Misalnya laki-laki muda
usia tetapi pemalas, tidak seperti mahasiswa yang biasanya bersemangat. Katagorisasi yang
bisa melahirkan stereotipe bisa atas dasar status, gender, agama dan kelompok . Sebagai
contoh stereotip status militer seperti disiplin, kaku, tunduh pada perintah atasan dan suka
main pukul. Selain itu stereotipe juga terbentuk berdasarkan skema , yang dibentuk untuk
kepentingan efisiensi kognisi. Dengan adanya skema manusia kemudian memiliki pegangan
bagaimana berperilaku dalam menghadapi suatu peristiwa ,individu atau kelompok tertentu
( Markum, 2016). Misalnya skema tentang orang Amerika itu terbuka, terus terang, dan
rasioanal. Orang Jawa tertutup, tidak terus terang , mengutamakan harmoni dan menghindari
konflik. Atas dasar skema itu maka jika seseorang bertemu dengan orang Amerika kemudian
berbeda sikap dengan bila berjumpa dengan orang Jawa. Terhadap orang Amerika orang
akan bicara terus terang dan apa adanya sedang dengan orang Jawa kemudian tidak mau
orang tidakmmau terus terang sekedar untuk menjaga perasaan dan menghindari
percekcokan. Dalam hal ini sudah terjadi perilaku yang diskriminatif.

Anda mungkin juga menyukai