Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

SIKAP DAN PRASANGKA

Disusun oleh:
Ratu Noor Temayuningrum (18081820)
Anggit Widhy Pratma (18081066)
Jan Octoleven Liandro R ( )
M. Fahmi Widya D (18081851)
Muh. Gifaldi Mualim (18081073)
Raja Husnul Arif ( )
Frengki ( )

Fakultas Psikologi
Universitas Mercu Buana Yogyakarta
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmatNya, penulis
telah dapat menyelesaikan makalah ini sebagaimana mestinya. Shalawat dan salam semoga
dilimpahkan Allah kepada nabi Muhammad SAW.
Makalah yang berjudul “Sikap Dan Prasangka” ini diharapkan agar pembaca
mengetahui prasangka dan diskriminasi itu sendiri.
Maksud dan tujuan dari penulisan makalah ini tidaklah lain untuk memenuhi salah satu
dari sekian kewajiban mata kuliah Psikologi Dasar II serta merupakan bentuk langsung tanggung
jawab penulis pada tugas yang diberikan.
Makalah ini tidak luput dari kesempurnaan, untuk itu diharapkan saran dari para
pembaca, sekian dari penulis, penulis ucapkan terima kasih.

Yogyakarta, 19 Maret 2019


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia adalah makhluk yang unik karena memilki perbedaan dengan individu lainnya.
Sikap (attitude) merupakan konsep paling penting dalam psikologi sosial yang membahas unsur
sikap baik sebagai individu mau pun kelompok. Banyak kajian dilakukan untuk merumuskan
pengertian sikap, proses terbentuknya sikap, mau pun perubahan. Banyak pula penelitian telah
dilakukan terhadap sikap kaitannya dengan efek dan perannya dalam pembentukan karakter dan
sistem hubungan antar kelompok.

Banyak sosiolog dan psikolog memberi batasan bahwa sikap merupakan kecenderungan
individu untuk merespon dengan cara yang khusus terhadap stimulus yang ada dalam
lingkungan sosial. Sikap merupakan suatu kecenderungan untuk mendekat atau menghindar,
posotitif atau negative terhadap berbagai keadaan sosial, apakah itu institusi, pribadi, situasi,
ide, konsep dan sebagainya (Howard dan Kendler, 1974;Gerungan, 2000).

Dalam interaksi antara individu dalam suatu kelompok atau masyarakat tertentu kadang-
kadang dapat ditemukan orang-orang yang menunjukkan prasangka terhadap individu atau
sekelompok orang tertentu.
Prasangka adalah sikap nagatif terhadap sesuatu. Objek prasangka dapat berupa individu
maupun suatu kelompok atau ras. Prasangka terhadap kelompok disebut stereotip. Keduanya
dapat mengakibatkan timbulnya diskriminasi.
Prasangka dan diskriminasi merupakan dua istilah yang sangat berkaitan. “Seseorang
yang mempunyai prasangka rasial biasanya bertindak diskriminatif terhadap ras yang
diprasangkainya. Meskipun demikian, bisa saja seseorang bertindak diskriminatif tanpa didasari
oleh suatu prasangka ataupun sebaliknya, seseorang yang berprasangka dapat saja bertindak tidak
diskriminatif.
Prasangka adalah sikap, sedangkan diskriminasi merupakan tindakan. Prasangka
mengandung unsur emosi (suka-tidak suka) dan pengambilan keputusan yang tergesa-gesa, tanpa
diawali dengan pertimbangan yang cermat. Biasanya ada unsur ketidak adilan dalam prasangka,
oleh karena keputusan yang diambil didasarkan atas penilaian yang lebih subjektif atau emosional
dari pada pertimbangan berdasarkan fakta objektif. Tentu saja adanya prasangka ini dapat
mengganggu interaksi seseorang dengan orang yang diprasangkainya dan dapat mengganggu
interaksi dalam kelompok dimana mereka menjadi anggota.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari prasangka ?
2. Apa saja komponen prasangka ?
3. Apa saja teori-teori prasangka ?
4. Apa saja bentuk-bentuk dari prasangka ?
5. Apa saja sumber prasangka ?
6. Bagaimana strategi yang tepat untuk mengurangi prasangka ?
7. Bagaimana cara yang tepat untuk mengatasi dampak prasangka ?
8. Bagaimana pembentukan sikap itu terjadi ?
9. Apa hubungan sikap dan perilaku ?
10. Bagaimana cara mengubah sikap dengan komunikasi persuasi?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari prasangka
2. Untuk mengetahui apa saja komponen dari prasangka
3. Untuk mengetahui teori-teori prasangka
4. Untuk mengetahui bentuk-bentuk dari prasangka
5. Untuk mengetahui sumber prasangka
6. Untuk mengetahui strategi yang tepat dalam mengurangi prasangka
7. Untuk mengetahui cara yang tepat dalam mengatasi dampak prasangka
8. Untuk mengetahui pengertian dari diskriminasi
9. Untuk mengetahui bentuk-bentuk diskriminasi
10. Mengetahui bagaimana pembentukan sikap itu terjadi
11. Mengetahui hubungan antara sikap dan tingkah laku
12. Mengtahui cara mengubah sikap melalui komunikasi persuasi

BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian
1. Prasangka adalah sebuah sikap yang umumnya bersifat negative terhadap anggota kelompok
tertentu, objek prasangka dapat berupa individu maupun suatu kelompok disebut stereotip.
Keduanya dapat mengakibatkan timbulnya diskriminasi.
2. Diskriminasi artinya perbedaan prilaku terhadap sesame warga negara berdasarkan RAS.
2. a.Komponen Prasangka
1. Afeksi
2. Kaognisi
3. Prilaku komponen afeksi

b. Teori prasangka

1. Teori kategorisasi social


2. Teori konflik realistis
3. Teori perbandingan social
4. Teori identitas social
5. Teori deprivasi relative
6. Teori frustasi-agresi
7. Teori belajar social

3. a.Sumber prasangka

1. Konflik langsung antar kelompok


2. Kategorisasi social
3. Stereotip
4. Mekanisme kongitif

b. Bentuk-bentuk prasangka

1. Antikolisis ( gosip)
2. Avoidance
3. Diskriminasi
4. Serangan fisik
5. Pembantain

c. Strategi untuk mengurangi prasangka

1. Meningkatkan saling ketergantungan diantara kelompok masyarakat (mutual indenpendeen


deancy)
2. Menciptakan tujuan yang harus di perjuangkan Bersama
3. Mengakui adanya persamaan status dintara kelompok masyarakat
4. Melakukan kontak dengan kelompok lain dalam suasana yang akrab dan bersifat personal
5. Kontak tersebut dilakukan dengan banyak anggota dari kelompok luar
6. Membuat norma-norma yang mendukung terciptanya kesamaan status diantara kelompok
masyarakat
d. Mengatasi dampak prasangka
1. Perbaikan kondisi social ekonomi dengn program pemerataan pembangunan oleh pemerintah
2. Perluasan kesempatan belajar bagi seluruh warga Indonesia, tidak hanya dinikmati oleh
kalangan atas saja
3. Sikap terbuka dan sikap lapang dada serta selalu menjalin komunikasi dua arah agar tidak
terjadi kecurigaan antara satu orang dengan lainnya.

A. PEMBENTUKAN SIKAP

Berbicara ditelepon genggam sambil mengemudikan mobil? Hampir pasti, anda memiliki sikap
terhadap hal tersebut. Namun dari mana, tepatnya, semuapan dangan ini berasal? Apakah anda
terlahir dengan semua hal tersebut? Atau apakah anda memperoleh sikap tersebut sebagai hasil
dari berbagai pengalaman hidup? Kebanyakan orang dan hampir semua psikolog social yakin bahwa
sikap dipelajari, dan sebagian besar diskusi kita tentang isu ini akanberfokus pada proses bagaimana
sikap diperoleh.

Salah satu sumber penting yang jelas – jelas membentuk sikap kita adalah :Kita mengadopsi
sikap tersebut dari orang lain melalui proses pembelajaran social ( social learning ). Adapun
beberapa proses dalam pembelajaran tersebut.

 CLASSICAL CONDITIONING ( Pembelajaran Melalui Asosiasi ) :

Merupakan prinsip dasar psikologi bahwa ketika sebuah stimulus muncul berulang – ulang
diikuti oleh stimulus yang lain, stimulus yang pertama akan segera dianggap sebagai tanda-
tanda bagi munculnya stimulus yang mengikutinya.Dalam hal ini perubahan perilaku terjadi
karena adanya asosiasi antara kedua stimulus tersebut.Penelitian menunjukkan bahwa classical
conditioning dapat terjadi sebelum kesadaran muncul, bahkan ketika orang tidak menyadari
stimuli sebagai dasar dari conditioning. Contohnya, semasa bulan Ramadhan, Arini berusaha
qatam Al-Qur’an. Setiap hari ketika selesai sholat, ia akan selalu membaca Al-Qur’an. Orang tua
Arini kemudian membelikannya Al-Qur’an walaupun bulan Ramadhan telah berlalu.

 INSTRUMENTAL CONDITIONING (Belajar Untuk Mempertahankan Pandangan yang Benar) :


Apakah anda pernah mendengar seorang anak berusia 3 tahun menyatakan dengan
keyakinan kuat bahwa ia adalah seorang pendukung partai republik atau demokrat? Atau mobil
merek Ford lebih baik daripada Chevrolet? Anak usia ini hanya memiliki sedikit pemahaman
tentang arti dari pernyataan diatas. Bagi mereka semua sama saja. Mengapa? Jawabannya jelas:
mereka dipuji atau diberi hadiah dalam berbagai cara oleh orang tua mereka untuk menyatakan
pandangan-pandangan tersebut. Tingkah laku yang diikuti hasil positif (seperti pemberian
hadiah) akan membentuk penguatan, hasil positif akan diperkuat dan cenderung diulangi.
Sebaliknya dengan tingkah lahu yang hasilnya negatif. Berdasarkan alasan inilah sebagian anak-
anak mengekspresikan pandangan politik, religius, dan sosial yang sangat serupa dengan
keluarganya hingga masa remaja mereka. Oleh karena kuatnya efek reinforcement terhadap
tingkah laku, akan sangat mengejutkan bila anak tidak menunjukan perilaku yang dibentuk oleh
keluarga.
 PEMBELAJARAN MELALUI OBSERVASI (Belajar dari Contoh) :
Proses ketiga yang tidak diwariskan dari orang tua pada anak mereka adalah Pembelajaran
melalui Observasi (Observational Learning), proses ini terjadi ketika individu mempelajari
tingkah laku atau pemikiran baru hanya dengan mengobservasi tingkah laku orang lain
(Bandura, 1997). Mengamati atau mengobservasi adalah bentuk belajar dasar kita. Sejak kita
anak-anak, kita belajar dengan mengamati. Obeservational learning juga penting buat orang tua
atau orang yang lebih dewasa dalam memberikan contoh kepada anak. Karena anak belajar dari
perilaku kita, maka dengan memahami observational learning, maka kita bisa membantu belajar
anak. Selain itu, kita juga bisa lebih berhati-hati dengan perilaku kita, karena anak mengamati
dan mencontohnya.

 PERBANDINGAN SOSIAL DAN PEMBENTUKAN SIKAP (Sebuah Dasar Untuk Pembelajaran Melalui
Observasi).
Anda mungkin bertanya, mengapa bertanya, mengapa anak dan bahkan orang dewasa
mengadopsi sikap yang diekspresikan atau di tunjukkan oleh orang lain? Jawaban terhadap
mekanisme ini adalah perbandingan sosial (social comparison) kecenderungan kita untuk
membandingkan diri kita sendiri dengan orang lain untuk menentukan apakah pandangan kita
terhadap kenyataan benar atau salah (Festinger, 1954). Sejauh pandangan kita disetujui oleh
orang lain, kita akan menganggap bahwa ide atau sikap kita tepat. Sementara jika orang lain
memiliki ide, sikap, atau pendapat yang sama dengan kita, maka kita menganggap bahwa
pandangan itu pasti benar. Karena proses ini, kita sering kali mengubah sikap kita dengan sikap
yang hampir mendekati sikap orang lain.dan dalam beberapa kesempatan, perbandingan sosial
dapat berkontribusi pada pembentukan sikap baru.

Alasan Dasar mengapa kita Membantuk Sikap


Disatu sisi, sikap dapat dipandang sebagai reaksi yang hampir otomatis terhadap dunia di sekitar
kita, seperti yang sudah kita bahas sebelumnya, penelitian yang melibatkan teknik canggih untuk
mengobservasi aktivitas dalam otak manusia menunjukan bahwa tampaknya kita segera mengklasifikasi
stimuli yang kita hadapi ke dalam kategori positif atau negative (Ito dkk., 1998). Tetapi terlepas dari hal
ini, sikap memiliki beberapa fungsi yang berguna.

Pertama, sikap tampaknya beroperasi sebagai skema(schemas) – kerangka kerja mental yang
membantu kita untuk menginterpretasi dan memproses berbagai jenis informasi. Selain itu, sikap
mempengaruhi persepsi dan pemikiran kita terhadap isu, orang, objek, atau kelopok dengan kuat. Sikap
berfungsi sebagai istilah untuk usaha yang kita lakukan dalam memahami dunia social walaupun seperti
halnya dengan kerangka dan jalan pintas kognitif lain, hal ini terkadang dapat menyesatkan kita.

Selain sebagai fungsi pengatahuan (kegunaan sikap dalam meng organisasi dan
menginterpretasi informasi social), sikap juga memainkan beberapa peran lain juga (Shavitt,1989,1990).
Pertama,sikaplah yang memungkinkan kita untuk mengekspresikan nilai nila utama kita atau keyakinan
kita- fungsi ekspersi diri atau identitas diri. Contohnya jika kita memiliki pandangan politik yang liberal
merupakan suatu hal yang penting bagi identitas diri kita, maka penting bagi kita untuk bersikap pro
terhadap lingkungan, karena hal ini memungkinkan kita mengekspresikan keyakinan utama.

Kedua,sikap sering kali memiliki fungsi self-esteem( self esteem function) membantu kita untuk
mempertahankan atau meningkatkan perasaan harga diri contohnya, banyak orang semakin percaya diri
ketika sikap yang mereka miliki adalah sikap yang benar, sikap yang dimiliki oleh orang
cerdas,berbudaya,dan sensitive. Mengekspresikan pandangan ini kadang membantu orang orang
tertentu merasa lebih baik daripada orang lain.

Berbicara tentang ego, terkadang sikap juga berfungsi untuk mempertahankan ego (defensive
function) (Katz, 1960), membantu orang untuk melindungi diri dari informasi yang tidak diinginkan
tentang dirinya. Contohnya banyak orang yang dengan keras menyatakan bahwa mereka menentang
prasangka dan diskriminasi. Dengan menyatakan sikap ini, mereka melindungi dari kenyataan bahwa
mereka sebenarnya memiliki prasangka terhadap orang lain. Akhirnya, sikap juga berfungsi sebagai
motivasi untuk menimbulkan keagungan atau motivasi impresi (impression motivation function).

Jadi, sikap berfungsi sebagai motivasi untuk menimbulkan kesan pada orang lain. Namun,
terkadang kita menggunakan sikap untuk memberikan impresi yang baik pada orang lain. Partisipan
yang memiliki motivasi untuk memberikan kesan yang tinggi menghasilkan argumen baru yang lebih
banyak untuk mendukung sikap dibanding partisipan lain yang memiliki motivasi untuk memberikan
kesan baik atau rendah

Bagaimana Sikap Mempengaruhi Tingkah Laku? Intensi, Keinginan, dan Tindakan

Memahami kapan suatu sikap mempengaruhi tingkah laku adalah topik yang penting. Psikologi
sosial tidak saja tertarik pada kapan pemikiran sosial dan tingkah laku terjadi, tetapi juga pada
pertanyaan mengapa dan bagaimana. Penelitian terhadap bagaimana sikap mempegaruhi perilaku
mencapai kesimpulan bahwa pada kenyataannya ada beberapa mekanisme dasar dimana sikap
mempengaruhi perilaku.

SIKAP, DASAR PEMIKIRAN DAN TINGKAH LAKU.

Langkah pertama dari mekanisme ini terjadi saat kita berpikir dengan teliti dan hati-hati terhadap
sikap kita dan bagaimana implikasi sikap terhadap tingkah laku kita. Proses ini dijelaskan oleh teori
tindakan yang beralasan (theory of reasoned action) (dan versi selanjutnnya dari kerangka berpikir ini
lebih dikenal sebagai teori tingkah laku terencana (theory of planned behavior)), yang pertama kali
dinyatakan oleh Ajzen dan Fishbein (1980, Ajzen, 1991). Teori ini menyatakan bahwa keputusan untuk
menampilkan tingkah laku tertentu adalah hasil dari proses rasional yang di mana pilihan tingkah laku
dipertimbangkan, konsekuensi dan hasil dari setiap tingkah laku dievaluasi, dan sebuah keputusan sudah
dibuat, apakah akan bertingkah laku tertentu atau tidak. Kemudian keputusan ini direfleksikan dalam
tujuan tingkah laku, yang sangat berpengaruh terhadap tingkah laku yang tampil. Berdassarkan teori ini,
intensi pada gilirannya dintentukan oleh dua faktor, yaitu sikap terhadap tingkah laku (attitudes toward
a behavior)-evaluasi positif atau negative dari tingkah laku yang ditampilkan (apakah seorang berpikir
tindakan itu akan menimbulkan konsekuensi postifik atau negative)-dan norma subjektif-persepsi orang
apakah orang lain akan menyetujui atau menolak tingkah laku tersebut. Teori tingkah laku terencana
(yang merupakan perluasan atau pengayaan dari theory of reasoned action), menambahkan faktor
ketiga, yaitu kontrol tingkah laku yang dipersepsikan (perceived behavioral control). Penilaian terhadap
kemampuan sikap untuk menampilkan tingkah laku.

Kedua teori ini (tindakan yang beralasan dan tingkah laku terencana) telah diaplikasikan untuk
memprediksikan tingkah laku dalam berbagai keadaan, dan terbukti berhasil. Sebagai contoh, kedua
teori ini telah digunakan untuk memprediksikan intensi seseorang untuk menggunakan berbagai macam
obat , seperti mariyuana, alcohol, dan tembakau (misalnya, Morojele & Stephenson,1994; Conner &
McMillan, 1999).

SIKAP DAN REAKSI TINGKAH LAKU YANG SPONTAN

Dua teori yang dijelaskan diatas akurat dalam situasi dimana kita memiliki waktu dan kesempatan
untuk merefleksikan dengan hati-hati berbagai tingkah laku. Akan tetapi bagaimana dengan situasi
dimana kita harus bertindak dengan cepat. Contohnya, jika orang lain memotong antrean didepan anda.
Dalam kasus ini, sikap tampaknya mempengaruhi tingkah laku dalam cara yang lebh langsung dan
otomatis. berdasarkan Teori Fazio mengenai model proses sikap terhadap tingkah laku (attitude to-
behavior procces model) (Fazio,1989;Fazo & Roskos-Ewoldsen, 1994) prosesnya terjadi seperti ini.
Beberapa kejadian mengaktifkan suatu sikap; setelah sikap diaktifkan akan mempengaruhi persepsi
terhadap objek sikap. Pada saat yang bersamaan, pengetahuan kita tentang apa yang pantas dalam
sebuah situasi (pengetahuan kita tentang berbagai norma social—peraturan yang mengatur tingkah laku
dalam konteks tertentu) juga diaktifkan. Secara bersama-sama sikap dan informasi yang telah dimiliki
tentang apa yang pantas atau diharapkan membentuk definisi kita aan kejadian tersebut. Pada akhirnya
persepsi ini mempengaruhi tingkah laku. Singkatnya, tampaknya sikap mempengaruhi tingkah laku kita,
setidaknya melalui dua mekanisme dan mekanisme-mekanisme ini berlaku di bawah satu kondisi yang
berbeda. Ketika kita memiliki waktu untuk melakukan pemikiran hati-hati dan teliti, kita dapat
mempertimbangkan berbagai alternative dan memutuskan, cukup cepat untuk bertindak. Sedangkan
dalam kondisi sibuk kita seringkali tidak memiliki waktu untuk melakukan pertimbangan terhadap
berbagai alternative yang ada.
BAB III
PENUTUP
1. KESIMPULAN
Banyak sosiolog dan psikolog memberi batasan bahwa sikap merupakan kecenderungan
individu untuk merespon dengan cara yang khusus terhadap stimulus yang ada dalam
lingkungan sosial. Sikap merupakan suatu kecenderungan untuk mendekat atau menghindar,
posotitif atau negative terhadap berbagai keadaan sosial. Namun dari mana, tepatnya,
semuapan dangan ini berasal? Apakah anda terlahir dengan semua hal tersebut? Atau apakah
anda memperoleh sikap tersebut sebagai hasil dari berbagai pengalaman hidup? Kebanyakan
orang dan hampir semua psikolog social yakin bahwa sikap dipelajari, dan sebagian besar
diskusi kita tentang isu ini akanberfokus pada proses bagaimana sikap diperoleh.

Prasangka dapat didefinisikan sebagai jenis sikap yang ditujukan kepada anggota suatu
kelompok tertentu berdasar pada ciri-ciri keanggotaan pada kelompok itu. Empat faktor utama
penyebab timbulnya prasangka adalah konflik antar kelompok secara langsung, kategori sosial,
pengalaman belajar dimasa awal, dan beberapa aspek dalam kognisi sosial. Dalam usaha untuk
mengurangi eksistensi gejala prasangka ini diperlukan strategi-strategi yang bersifat efektif, yaitu
pengubahan praktik-praktik pengasuhan anak menuju ke ara yang lebih demokratis, peningkatan
kontak sosial, dan kategorisasi. Selain itu, ada satu hal yang ingin disampaikan dalam penulisan
makalah ini, yaitu dengan penuh kesadaran dalam penulisan makalah ini tentunya banyak sekali
kekurangannya. Terutama dalam pembahasan materi dan penyusunan bahasa yang kurang
sempurna, jadi mohon dimaklumi karna masi dalam tahap belajar. Kami dari kelompok 2 mohon
maaf sebesar-besarnya atas kurang sempurnanya penulisan makalah ini.
2. DAFTAR PUSTAKA

Safitrielisa.blogspot.com
http://prasangkadandiskriminasi.blogspot.com
http://psibadi-oktavia.blogspot.com
Sumber referensi Psikologi sosial jilid 1 / Robert A. Baron dan Donn Byrne ; alih bahasa
Ratna Djuwit
TUGAS REVIEW JURNAL SIKAP DAN PRASANGKA
HUBUNGAN ANTARA PRASANGKA
JUDUL MASYARAKAT TERHADAP MUSLIMAH
BERCADAR DENGAN JARAK SOSIAL
SUMBER http://ejournal.unp.ac.id
TAHUN 2018
PENULIS Resti Amanda
Hubungan antara prasangka masyarakat
terhadap muslimah bercadar dengan jarak
sosial: Penelitian ini bertujuan untuk melihat
hubungan antara prasangka masyarakat
terhadap muslimah bercadar dengan jarak
sosial. Subjek dalam penelitian ini berjumlah
80 orang yang dipilih berdasarkan teknik
Random Sampling. Teknik analisis data
ABSTRAK menggunakan uji normalitas dan linearitas
serta uji korelasi product moment dari Karl
Pearson menggunakan SPSS 16.0 for
windows. Hasil uji korelasi kedua variabel
menunjukkan bahwa terdapat hubungan
positif antara prasangka dan jarak sosial.
Dengan demikian hipotesis kerja yang
dikemukakan menyatakan bahwa terdapat
hubungan antara prasangka dan jarak sosial
dan hipotesis diterima

LATAR BELAKANG Pemeluk islam di Indonesia khususnya


muslimah pada umumnya menggunakan
pakaian muslimah dan jilbab sebagai
alternatif untuk menutup aurat. (Heru P dkk
2010), menambahkan bahwa pakaian bukan
semata kain pembungkus tubuh tapi juga
menjadi tanda yang membangkitkan makna-
makna sosial. Jilbab diartikan sebagai
khazanah berpakaian wanita muslim di
Indonesia. Rahmat (Wijayani, 2011) juga
mengungkap kan bahwa salah satu fenomena
menarik terkait dengan merebaknya
penggunaan busana islami adalah
penggunaan cadar dikalangan muslimah.
Cadar dalam islam adalah jilbab yang tebal
dan longgar yang menutupi seluruh aurat
termasuk wajah dan telapak tangan. Hampir
seluruh kota yang ada di Indonesia terdapat
wanita bercadar. Dapat kita ketahui bahwa
penggunaan cadar kini telah menyebar
kesegala daerah, namun penolakan serta
persepsi masyarakat terhadap perempuan
yang menggunakan cadar sering dianggap
sebagai sikap fanatisme terhadap agama
bahkan tidak jarang juga mereka dikaitkan
dengan kelompok islam radikal. Cadar kini
juga menghadapi penolakan teknis terutama
yang berkaitan dengan pelayanan publik.
Mereka menganggap bahwa alasan dibalik
penggunaan cadar oleh muslimah adalah
keengganan mereka untuk bersosialisasi
dengan masyarakat (Sadli, 1999). Dari hasil
wawancara dari dua orang subjek terdapat
perbedaan pendapat antara individu yang
memiliki kedekatan khusus dengan muslimah
bercadar dengan individu yang sama sekali
tidak memiliki hubungan dekat dengan
muslimah bercadar, sehingga dalam hal ini
terlihat adanya jarak akibat perbedaan suatu
kelompok dengan kelompok lainnya. Dalam
kehidupan sehari-hari seorang individu dapat
melihat bagaimana hubungannya dengan
orang lain, ada individu yang lekat
hubungannya, namun ada juga individu yang
kurang lekat hubungannya. Hal tersebut
biasanya akan membawa perbedaan dalam
jarak sosial (Walgito, 2011). Konsep jarak
sosial (social distance) mencoba mengukur
dekat jauhnya suasana psikologis antara satu
individu yang diklasifikasikan dalam suatu
kelompok tertentu dengan individu-individu
dari kelompok lain. Menurut Doob (dalam
Liliweri, 2005) Jarak sosial merupakan
perasaan untuk memisahkan seseorang atau
kelompok tertentu berdasarkan tingkat
penerimaan tertentu. Senada dengan hal itu
menurut Chaplin, J.P (2011), jarak sosial
merupakan suatu bentuk tingkatan atau
derajat untuk melihat sejauh mana seorang
individu atau kelompok memperlihatkan
perbedaan mereka dari individu atau
kelompok lainnya, sedangkan menurut
pendapat Henslin (2006), jarak sosial adalah
kadar untuk mengukur kedekatan atau
penerimaan yang kita rasakan terhadap
kelompok lain.
PROBLEMATIKA Banyak masyarakat yang memandang
sebelah mata mengenai cadar tanpa terlebih
dahulu mengenal karakteristik dan makna
cadar itu sendiri. Penelitian yang dilakukan
oleh Jang, H., dkk (2012) menyebutkan
bahwa prasangka dan jarak sosial yang
meliputi keyakinan dan sikap terhadap
penyakit jiwa meningkat pada tahun 2010
dibandingkan pada tahun 2009. Jarak sosial
individu pada penyakit mental tidak hanya
ditentukan oleh faktor individual saja, tetapi
juga dipengaruhi oleh lingkungan, dengan
kata lain jarak sosial memiliki perbedaan
dengan prasangka dalam hal konsep dan
karakteristik. Cadar belum sepenuhnya
diterima oleh masyarakat Indonesia secara
umum, karena pemahaman akan cadar masih
berjarak dengan budaya setempat. Cara
pandang masyarakat mengenai cadar
menghadirkan persepsi yang berbeda-beda
dan sering menimbulkan prasangka yang
tidak baik (Ratri, 2009). Biasanya dengan
adanya prasangka negatif pihak pelaku
cenderung mengambil jarak sosial terhadap
pihak yang menjadi sasaran prasangka
tersebut. Semakin besar dan lama
pengambilan jarak sosial yang dilakukan
semakin mengakumulasikan benihbenih
relasi sosial yang tidak harmonis
(Widiyatmadi, 1999).
SUBJEK Muslimah bercadar

METODE PENELITIAN Pendekatan yang digunakan dalam penelitian


ini adalah pendekatan kuantitatif karena data
yang dikumpulkan berupa data kuantitatif
yang akan diolah dengan teknik statistik
(Yusuf, 2005). Dalam penelitian ini variabel
independen (variabel X) adalah prasangka,
sedangkan yang dijadikan variabel dependen
(variabel Y) adalah jarak sosial.
Populasi dalam penelitian ini adalah
masyarakat laki-laki dan perempuan di Kota
Bukittinggi. Sampel dari penelitian ini yaitu
menggunakan teknik sampel random, yaitu
teknik sampel dilakukan dengan jalan
memberikan kemungkinan yang sama bagi
individu yang menjadi anggota populasi
untuk dipilih menjadi anggota sampel
penelitian, teknik ini menerapkan azas tanpa
pilih-pilih. Instrumen yang digunakan untuk
mengumpulkan data di lapangan dalam
intrumen penelitian ini adalah 1) skala jarak
sosial bogardus untuk mengungkap jarak
sosial masyarakat, dan 2) skala likert untuk
mengungkap prasangka masyarakat.
HASIL PENELITIAN Hasil dari uji normalitas sebaran variabel
prasangka masyarakat terhadap muslimah
bercadar pengendara diperoleh nilai K-SZ =
1.484 dan p = 0.024 (0.024 > 0.05 ),
sedangkan pada variabel jarak sosial
diperoleh nilai K-SZ = 0,877 dan p = 0.425
(0.425 > 0.05). Pada nilai uji linieritas dari
prasangka dan jarak sosial terhadap
muslimah bercadar didapatkan nilai sebesar F
= 85,34 yang memiliki p = 0,001 (p < 0,05),
dengan demikian berarti linieritas dalam
penelitian ini dapat terpenuhi. Kemudian
hasil uji hipotesis penelitian dengan product
moment berdasarkan hasil analisis
didapatkan bahwa koefisien korelasi
prasangka masyarakat terhadap muslimah
bercadar dengan jarak sosial adalah sebesar r
= 0.714 dengan p = 0.000 (p < 0.05), ini
berarti hipotesis diterima.
KELEBIHAN Skor yang dihasilkan memperlihatkan
korelasi yang positif, dengan tingginya
prasangka masyarakat yang dikategorikan
negatif, maka jarak sosial masarakat juga
semakin jauh, hal ini sanada dengan
penelitian sebelumnnya yang dilakukan oleh
Corrigan (2001) yang memperlihatkan
korelasi positif terhadap kedua variabel
tersebut.
KEKURANGAN Kurangnya sikap toleransi dan peningkatkan
kontak antara orang yang berasal dari
kelompok yang berbeda

Anda mungkin juga menyukai