Anda di halaman 1dari 14

TUGAS PSIKOLOGI

“GANGGUAN PRILAKU PADA REMAJA”

DOSEN PEMBIMBING :
Ns. Rosa Fitri Amalia, M. Kep

DISUSUN OLEH :
Annisa Salsabilla
Anggun Fatika
Farhan Julifio Zulkarnain
Fiona Rifaldi
Marini Yunandari
Merliana Siti Fatimah
Ramda Hidayat
Salsabila Fasya
Weni Anggraini

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


AKADEMI KEPERAWATAN NABILA PADANG PANJANG
T.A 2022/2023
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala
kebesaran dan nikmat yang diberikan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini.

Makalah ini berjudul “GANGGUAN PRILAKU PADA REMAJA”


Penyusunan makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Psikologi Pembahasan makalh ini berisi tentang gangguan tingkah laku faktor beserta
dampaknya.
Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini jauh dari sempurna baik
materi maupun teknik penyusunannya. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak demi kesempurnaan
makalah ini.
Semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca guna menambah
wawasan tentang Psikologi

Padang Panjang, 30 Oktober 2022


Penyusun

Kelompok II

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah2
C. Tujuan 2

BAB II PEMBAHASAN 3
A. Tingkah Laku Normal 3
B. Gangguan Tingkah Laku 4
C. Klasifikasi Gangguan Tingkah Laku 6
D. Pendekatan Treatmen Tingkah Laku 9

BAB III PENUTUP 10


A. Kesimpulan 10

DAFTAR PUSTAKA 11

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap orang dalam sebuah masyarakat diharapkan untuk menyesuaikan diri
dengan standar perilaku tertentu. Norma-norma perubahan perilaku pada saat anak-
anak tumbuh dan berkembang melalui berbagai tahap kehidupan mereka. Perilaku-
perilaku tertentu, seperti mengkomunikasikan rasa lapar melalui tangisan, mungkin
cocok untuk usia tertentu misalnya bayi tetapi tidak untuk semua (misalnya, masa
remaja).

Sebuah masyarakat memberikan norma-norma tingkah laku untuk berbagai


tahap perkembangan dan untuk lingkunganlingkungan yang spesifik. Misalnya,
anak-anak diharapkan secara umum tenang, tertib, kooperatif, dan penuh perhatian
saat belajar di sekolah. Anak-anak diharapkan untuk mencintai, membantu dan taat
kepada orangtua mereka di rumah.

Anak-anak yang perilakunya tidak konsisten dengan harapan masyarakat


cenderung dianggap mengalami masalah. Beberapa masalah perilaku ditunjukkan
secara jelas dalam perilaku- perilaku yang mencolok, sementara yang lain pada
dasarnya perilaku emosional atau psikologis.

Salah satu contoh gangguan emosi dan perilaku yang menonjol dan terjadi baru-
baru ini dilingkungan masyarakat adalah terdapatnya beberapa kelompok-kelompok
remaja usia sekolah yang tak bertanggung jawab seperti geng motor dan geng nero
yang melakukan beberapa tindakan kriminal seperti perusakan, kekerasan dan
pelecehan.

Dengan demikian, istilah gangguan perilaku dan gangguan emosi, muncul untuk
digunakan bergantian untuk kalangan cacat ataupun seringkali digabungkan dalam
satu istilah yaitu gangguan emosi dan perilaku (EBD; emotional behavioral
disorders).

1
B. Rumusan Masalah
1. Tingkah Laku Normal
2. Gangguan Tingkah Laku
3. Klasifikasi Gangguan Tingkah Laku
4. Pendekatan Treatmen Tingkah Laku

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui tingkah laku normal manusia
2. Untuk mengetahui Gangguan Tingkah Laku
3. Untuk mengetahui Klasifikasi Gangguan Tingkah Laku
4. Untuk mengetahui cara pendekatan treatmen tingkah laku

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. TINGKAH LAKU NORMAL


1. Pengertian Perilaku manusia
Perilaku manusia dapat diartikan sebagai ciri-ciri karakteristik yang
secara prinsipil dapat dibedakan dengan manusia lainnya. Sedangkan perilaku
itu sendiri dapat diartikan sebagai suatu bentuk respon dengan stimulus yang
timbul dan manusia merupakan gabungan dari jiwa dan raga yang memiliki
sifat-sifat tertentu dan unik.

2. Menurut Harber dan Runyon


menyebutkan sejumlah ciri individu yang bisa dikelompokan sebagai normal
adalah sebagai berikut :
a. Sikap terhadap diri sendiri.
b. Persepsi terhadap realita
c. Integrasi
d. Kompetensi
e. Otonomi
f. Pertumbuhan dan aktualisasi diri
g. Relasi interpersonal Tujuan Hidup.

3. Menurut Sigmund Freud


kepribadian terdiri dari tiga elemen. Ketiga unsur kepribadian itu dikenal
sebagai id, ego dan superego yang bekerja sama untuk menciptakan perilaku
manusia yang kompleks.

a. Id
1) Id adalah satu-satunya komponen kepribadian yang hadir sejak lahir.
Aspek kepribadian sepenuhnya sadar dan termasuk dari perilaku naluriah
dan primitif. Menurut Freud, id adalah sumber segala energi psikis,
sehingga komponen utama kepribadian.

3
2) Id didorong oleh prinsip kesenangan, yang berusaha untuk kepuasan
segera dari semua keinginan, keinginan, dan kebutuhan. Jika kebutuhan
ini tidak puas langsung, hasilnya adalah kecemasan atau ketegangan.

b. Ego
1) Ego adalah komponen kepribadian yang bertanggung jawab untuk
menangani dengan realitas. Menurut Freud, ego berkembang dari id dan
memastikan bahwa dorongan dari id dapat dinyatakan dalam cara yang
dapat diterima di dunia nyata.
2) Ego bekerja berdasarkan prinsip realitas, yang berusaha untuk
memuaskan keinginan id dengan cara-cara yang realistis dan sosial yang
sesuai.

c. Superego
1) superego adalah aspek kepribadian yang menampung semua standar
internalisasi moral dan cita-cita yang kita peroleh dari kedua orang tua
dan masyarakat. Superego memberikan pedoman untuk membuat
penilaian.
2) bekerja untuk menekan semua yang tidak dapat diterima mendesak dari
id dan perjuangan untuk membuat tindakan ego atas standar idealis lebih
karena pada prinsip-prinsip realistis

B. GANGGUAN TINGKAH LAKU


1. Definisi
Tingkah laku seseorang dapat dikatakan menyimpang atau mengalami
gangguan jika :
a. menyimpang dari perilaku yang oleh orang dewasa dianggap normal
menurut usia dan jenis kelaminnya.
b. penyimpangan terjadi dengan frekuensi dan intensitas yang tinggi
c. penyimpangan berlangsung dalam waktu yang relatif lama

4
2. ETIOLOGI
a. Teori Behavioral
b. Teori Psikodinamik
c. Teori Sosiologi
d. Teori Ekologi
Semua teori perilaku ini mengacu pada satu kesimpulan yang akhirnya
mengutarakan bahwa perilaku itu dibentuk dan dipengaruhi oleh factor
lingkungan dan factor dirinya sendiri. Teori behavioral, ekologis dan
sosiologis membenarkan bahwa suatu perilaku itu sangat terbentuk bila
dipengaruhi oleh faktor dari luar dirinya sendiri (lingkungan) sedangkan
teori psikodinamik membenarkan bahwa suatu perilaku itu sangat terbentuk
bila dipengaruhi oleh factor dari dalam dirinya sendiri.

3. PENYEBAB LAIN
a. Faktor Biologis
b. Faktor Masyarakat
c. Faktor Perkembangan Gangguan Emosi Dan Tingkah Laku
d. Faktor Sekolah
e. Faktor Lingkungan Keluarga
f. Dampak Gangguan Prilaku Terhadap Perkembangan
g. Dampak Terhadap Perkembangan Kognitif
h. Dampak Terhadap Perkembangan Emosi
i. Dampak Terhadap Perkembangan Motorik
j. Dampak Terhadap Perkembangan Sosial
k. Dampak Terhadap Perkembangan Kepribadian

4. PEDOMAN DIAGNOSA GANGGUAN TINGKAH LAKU

a. tingkah laku berciri khas dengan adanya suatu pola tingkah laku
dissosial, agresif atau menentang, yang berulang dan menetap.
b. Penilaian tentang adanya gangguan tingkah laku perlu memperhitungkan
tingkat perkembangan anak. Temper tantrums, merupakan gejala normal

5
pada perkembangan anak berusia 3 tahun, dan adanya gejala ini bukan
merupakan dasar bagi diagnosa ini. Begitu pula, pelanggaran terhadap
hak orang lain (seperti pada tindakan pidana dengan kekerasan) tidak
termasuk kemampuan anak berusia 7 tahun dan dengan demikian bukan
merupakan kriteria diagnostik, bagi anak kelompok usia tersebut.

Contoh-contoh perilaku yang menjadi dasar diagnosis mencakup halhal


berikut:

1) Perkelahian atau menggertak pada tingkat berlebihan


2) Kejam terhadap hewan atau sesama manusia
3) Perusakan yang hebat atas barang milik orang lain
4) membakar dan pencurian
5) pendustaan berulang-ulang
6) membolos dari sekolah
7) lari dari rumah sangat sering meluapkan temper tantrum yang hebat
dan tidak biasa
8) prilaku provokatif yang menyimpang
9) sikap menentang yang berat dan menetap.

Masing-masing dari kategori ini, apabila ditemukan, adalah cukup untuk


menjadi alasan bagi diagnosis ini, namun demikian perbuatan dissosial yang
terisolasi bukan merupakan alasan yang kuat. Diagnosis ini tidak dianjurkan
kecuali bila tingkah laku seperti yang diuraikan di atas berlanjut selama 6
bulan atau lebih.

C. Klasifikasi Gangguan Tingkah Laku


1. Gangguan Tingkah Laku yang Berbatas pada Lingkungan Keluarga
Pedoman diagnostic

6
a. Memenuhi criteria secara menyeluruh
b. Tidak ada gangguan tingkah laku yang signifikan di luar lingkungan
keluarga dan juga hubungan social anak di luar lingkungan keluarga
masih berada dalam batas-batas normal
c. Rusaknya hubungan dengan kelompok sebaya terutama dibuktikan oleh
keterkucilan dari dan atau penolakan oleh, atau kurang disenanginya oleh
anak-anak sebayanya, dan karena ia tidak mempunyai sahabat karib atau
hubungan empatik, hubungan timbal balik yang langgeng dengan anak
dalam kelompok usianya. Hubungan dengan orang dewasa pun ditandai
oelh perselisihan, rasa permusuhan dan dendam. Hubungan baik dengan
orang dewasa dapat terjalin (sekali pun biasanya kurang bersifat akrab
dan percaya) dan seadaninya ada menyisihkan kemungkinan hubungan
ini.
d. Tindakan kejahatan lazim (namun tidak mutlak) dilakukan sendirian.
Perilaku yang khas terdiri dari :
e. Tingkah laku menggertak Sangat sering berkelahi
f. Pemerasan atau tindakan kekerasan (pada anak yang lebih besar)
g. Sikap membangkang secara berlebihan
h. Perbuatan kasar Sikap tidak mau bekerjasama
i. Melawan otoritas
j. Mengadat berlebihan dan amarah yang tak terkendali
k. Sengaja membakar dan merusak barang orang lain Perlakuan kejam
terhadap hewan dan terhadap sesama anak.
l. Namun ada pula anak yang terisolasi juga terlibat dalam tindak kejahatan
berkelompok. Maka jenis kejahatan yang dilakukan tidaklah penting
dalam menegakkan diagnosis, yang lebih penting adalah soal kualitas
hubungan personalnya.

7
2. Gangguan Tingkah Laku Berkelompok
Pedoman diagnostic
a. Kategori ini berlaku terhadap gangguan tingkah laku yang ditandai oleh
perilaku dissosial atau agresif berkelanjutan (memenuhi kriteria untuk
F91 dan tidak hanya terbatas pada perilaku menentang, membangkang,
merusak) terjadi pada anak yang pada umumnya cukup terintegritas
didalam kelompok sebayanya.
b. .Kunci perbedaan terpenting ialah terdapat terdapatnya ikatan
persahabatan langgeng dengan anak yang seusia. Sering kali, namun
tidak selalu, kelompok sebaya itu terdiri atas anak-anak yang juga teribat
dalam kegiatan kejahatan atau dissosial (tingkah laku anak yang tidak
dibenarkan masyarakat justru dibenarkan oleh kelompok seabayanya itu
diatur oleh subkultur yang menyambutnya dengan baik).
c. Namun hal ini bukan merupakan syarat mutlak untuk diagnosisnya, bisa
saja anak itu menjadi warga kelompok sebaya yang tidak terlibat dengan
tindak kejahatan sementara prilaku dissosial dilakukannya di luar
lingkungan kelompok itu. Bila prilaku dissosial itu pada khususnya,
merupakan penggertakan terhadap anak lain, boleh jadi hubungan
dengan korbannya atau beberapa anak lain terganggu. Perlu ditegaskan
lagi, bahwa hal ini tidak membatalkan diagnosisnya, asal saja anak itu
memang termasuk dalam kelompok sebaya dan ia merupakan anggota
yang setia dan mengadakan ikatan persahabatan yang langgeng.

3. Gangguan Sikap Menentang (Membangkang)


Pedoman diagnostik
a. Ciri khas dari jenis gangguan tingkah laku ini ialah berawal pada anak
berusia 9 atau 10 tahun. Ditandai oleh adanya perilaku menentang,
ketidak patuhan (disobedient), perilaku provokatif dan tidak adanya
tindakan dissosial dan agresif yang lebih berat yang melangar hukum
ataupun melanggar hak asasi orang lain.
b. Pola prilaku negativistik, bermusuhan, menentang, provokatif dan
merusak tersebut berlangsung secara berkelanjutan, yang jelas sekali

8
melampaui rentan prilaku normal bagi anak pada kelompok pada usia
yang sama dalam lingkungan sosial-budaya yang serupa, dan tidak
mencakup pelangaran yang lebih serius terhadap hak orang lain.

c. anak dengan gangguan ini cenderung seringkali dan secara aktif


membangkang terhadap permintaan atau peraturan dari orang dewasa
serta dengan sengaja mengusik orang lain. Lazimnya mereka bersikap
marah, benci dan mudah terganggu oleh orang lain yang dipersalahkan
atas kekeliruan dan kesulitan yang mereka lakukan sendiri. Mereka
umumnya mempunyai daya toleransi terhadap frustasi yang rendah dan
cepat hilang kesabaranmya. Lazimnya sikap menentangnya itu bersifat
provokatif, sehinga mengawali konforntasi dan sering kali menunjukan
sifat kasar sekali, kurang suka kerjasama, menentang otoritas.

4. PENDEKATAN TREATMEN TINGKAH LAKU


a. Pendekatan Biofisikal/ farmakoterapi
b. Pendekatan Psikodinamik
c. Pendekatan Behavior
d. Pendekatan Sosiologis
e. Pendekatan Kognitif
f. Pendekatan Ekologis Pendekatan Religi

9
BAB III

KESIMPULAN

1. Tingkah laku seseorang dapat dikatakan menyimpang atau mengalami gangguan


jika: Menyimpang dari perilaku yang oleh orang dewasa dianggap normal
menurut usia dan jenis kelaminnya, penyimpangan terjadi dengan frekuensi dan
intensitas yang tinggi, penyimpangan berlangsung dalam waktu yang relatif
lama.
2. Faktor-faktor penyebab terjadinya Gangguan tingkah laku antara lain faktor
biologis, faktor perkembangan, faktor lingkungan keluarga, faktor sekolah, dan
faktor masyarakat.
3. Gangguan tingkah laku akan memberikan dampak terhadap beberapa aspek
perkembangan diantaranya adalah dampak terhadap perkembangan kognitif,
emosi, motorik, sosial dan kepribadian.
4. Penatalaksanaan Gangguan tingkah laku menggunakan beberapa pendekatan
diantaranya pendekatan biofisikal, bihavior, psikodinamik, sosialogis, kognitif,
ekologis, dan pendekatan religi.

10
DAFTAR PUSTAKA

11

Anda mungkin juga menyukai