AGENDA I
AGENDA II
MODUL 2: AKUNTABEL
A. Potret Layanan Publik di Indonesia
Pelayanan Publik menurut UU adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka
pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap
warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan
oleh penyelenggara pelayanan publik.
Pelayanan publik yang prima sudah tidak bisa ditawar lagi ketika lembaga pemerintah
ingin meningkatkan kepercayaan publik, karena dapat menimbulkan kepuasan bagi pihak-pihak
yang dilayani. Dalam Pasal 10 UU ASN, pegawai ASN berfungsi sebagai pelaksana kebijakan
publik, pelayan publik, serta sebagai perekat dan pemersatu bangsa.
Dalam rangka penguatan budaya kerja sebagai salah satu strategi transformasi Oleh
karena tugas pelayanan publik yang sangat erat kaitannya dengan pegawai ASN, sangatlah
penting untuk memastikan bahwa ASN mengedepankan nilai Berorientasi Pelayanan dalam
pelaksanaan tugasnya, yang dimaknai bahwa setiap ASN harus berkomitmen memberikan
pelayanan prima demi kepuasan masyarakat
B. Berorientasi Layanan
Tidak hanya terkait dengan bentuk dan jenis pelayanan publik yang mereka butuhkan
akan tetapi juga terkait dengan mekanisme penyelenggaraan layanan, jam pelayanan, prosedur,
dan biaya penyelenggaraan pelayanan. Sebagai klien masyarakat, birokrasi wajib
mendengarkan aspirasi dan keinginan masyarakat.
Pemberian layanan bermutu tidak boleh berhenti ketika kebutuhan masyarakat sudah
dapat terpenuhi, melainkan harus terus ditingkatkan dan diperbaiki agar mutu layanan yang
diberikan dapat melebihi harapan pengguna layanan. Dalam rangka mencapai visi reformasi
birokrasi serta memenangkan persaingan di era digital yang dinamis, diperlukan akselerasi dan
upaya luar biasa (keluar dari rutinitas dan business as usual) agar tercipta breakthrough atau
terobosan, yaitu perubahan tradisi, pola, dan cara dalam pemberian pelayanan publik.
Terobosan itulah yang disebut dengan inovasi pelayanan publik. Konteks atau permasalahan
publik yang dihadapi instansi pemerintah dalam memberikan layanannya menjadi akar dari
lahirnya suatu inovasi pelayanan publik.
Dalam lingkungan pemerintahan banyak faktor yang mempengaruhi tumbuh dan
berkembangnya inovasi pelayanan publik, diantaranya komitmen dari pimpinan, adanya budaya
inovasi, dan dukungan regulasi. Adanya kolaborasi antara pemerintah, partisipasi masyarakat,
dan stakeholders terkait lainnya perlu dibangun sebagai strategi untuk mendorong tumbuh dan
berkembangnya inovasi.
C. Konsep Akuntabilitas
1. Pengertian Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah kewajiban untuk mempertanggungjawabkan segala tindak
dan tanduknya sebagai pelayan publik kepada atasan, lembaga pembina, dan lebih
luasnya kepada publik (Matsiliza dan Zonke,2017).
Amanah seorang ASN menurut SE Meneteri Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi Nomor 20 Tahun 2021 adalah menjamin terwujudnya perilaku
yang sesuai dengan Core Values ASN BerAKHLAK. Dalam konteks Akuntabilitas,
perilaku tersebut adalah:
a. Kemampuan melaksanaan tugas dengan jujur, bertanggung jawab, cermat, disiplin dan
berintegritas tinggi.
b. Kemampuan menggunakan kekayaan dan barang milik negara secara bertanggung
jawab, efektif, dan efisien.
c. Kemampuan menggunakan Kewenangan jabatannya dengan berintegritas tinggi
2. Aspek-Aspek Akuntabilitas
a. Akuntabilitas adalah sebuah hubungan (Accountability is a relationship)
b. Akuntabilitas berorientasi pada hasil (Accountability is results-oriented)
c. Akuntabilitas membutuhkan adanya laporan (Accountability requiers reporting)
d. Akuntabilitas memerlukan konsekuensi (Accountability is meaningless without
consequences)
e. Akuntabilitas memperbaiki kinerja (Accountability improves performance)
3. Pentingnya Akuntabilitas
Akuntabilitas publik memiliki tiga fungsi utama (Bovens, 2007), yaitu:
a. Untuk menyediakan kontrol demokratis (peran demokrasi);
b. untuk mencegah korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan (peran konstitusional);
c. untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas (peran belajar).
4. Tingkatan Akuntabilitas
a. Akuntabilitas Personal (Personal Accountability)
b. Akuntabilitas Individu
c. Akuntabilitas Kelompok
d. AkuntabilitasOrganisasi
e. Akuntabilitas Stakeholder
D. Akuntabilitas dan Integritas
Akuntabilitas dan Integritas adalah faktor yang sangat penting dimiliki dalam
kepimpinan, Integritas menjadi hal yang pertama harus dimiliki oleh seorang pemimpin
ataupun pegawai negara yang kemudian diikuti oleh Akuntabilitas.
1. Integritas dan Anti Korupsi
Integritas adalah salah satu pilar penting dalam pemberantasan korupsi. Secara
harfiah, integritas bisa diartikan sebagai bersatunya antara ucapan dan perbuatan.
Dengan demikian, integritas yang konsepnya telah disebut filsuf Yunani kuno, Plato
dalam The Republic sekitar 25 abad silam, adalah tiang utama dalam kehidupan
bernegara. Semua elemen bangsa harus memiliki integritas tinggi, termasuk para
penyelenggara negara, pihak swasta, dan masyarakat pada umumnya.
2. Mekanisme Akuntabilitas
Mekanisme akuntabilitas harus mengandung dimensi:
a. Akuntabilitas kejujuran dan hukum (accountability for probity and legality)
b. Akuntabilitas proses (process accountability)
c. Akuntabilitas program (program accountability)
d. Akuntabilitas kebijakan (policy accountability)
3. Mekanisme Akuntabilitas Birokrasi Indonesia
a. Perencanaan Strategis (Strategic Plans) berupa Rencana Pembangunan Jangka
Panjang (RPJP-D), Menengah (Rencana Pembangunan Jangka Menengah/RPJM-D),
dan Tahunan (Rencana Kerja Pemerintah/RKP-D), Rencana Strategis (Renstra) untuk
setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan Sasaran Kerja Pegawai (SKP)
untuk setiap PNS.
b. Kontrak Kinerja. Kontrak atau perjanjian kerja ini merupakan implementasi dari
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2011 tentang Penilaian Prestasi
Kerja PNS hingga Peraturan Pemerintah terbaru Nomor 30 Tahun 2019 tentang
Penilaian Prestasi Kerja PNS.
c. Laporan Kinerja yaitu Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) yang
berisi perencanaan dan perjanjian kinerja pada tahun tertentu, pengukuran dan
analisis capaian kinerja, serta akuntabilitas keuangan.
4. Menciptakan Lingkungan Kerja yang Akuntabel
a. Kepemimpinan, f. Kepercayaan
b. Transparansi, g. Keseimbangan
c. Integritas, h. Kejelasan
d. Tanggungjawab (Responsibilitas), i. Konsisten
e. Keadilan,
Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam menciptakan framework akuntabilitas di
lingkungan kerja PNS:
a. Menentukan tujuan yang ingin dicapai dan tanggungjawab yang harus dilakukan.
b. Melakukan perencanaan atas apa yang perlu dilakukan untuk mencapai tujuan
c. Melakukan implementasi dan memantau kemajuan yang sudah dicapai.
d. Memberikan laporan hasil secara lengkap, mudah dipahami dan tepat waktu.
e. Melakukan evaluasi hasil dan menyediakan masukan atau feedback untuk
f. Memperbaiki kinerja yang telah dilakukan melalui kegiatan-kegiatan yang bersifat
korektif
E. Konflik Kepentingan
Secara umum adalah suatu keadaan sewaktu seseorang pada posisi yang diberi
kewenangan dan kekuasaan untuk mencapai tugas dari perusahaan atau organisasi yang
memberi penugasan, sehingga orang tersebut memiliki kepentingan profesional dan
pribadi yang bersinggungan.
Ada 2 jenis umum Konflik Kepentingan:
1. Keuangan
Penggunaan sumber daya lembaga (termasuk dana, peralatan atau sumber daya
aparatur) untuk keuntungan pribadi.
2. Non-Keuangan
Penggunaan posisi atau wewenang untuk membantu diri sendiri dan / atau orang lain.
.F. Membangun Pola Pikir Antikorupsi
Terkait dengan pola pikir antikorupsi, informasi terkait dampak masif dan biaya
sosial korupsi bisa menjadi referensi bagi kita untuk melakukan kontempelasi dalam
menentukan sikap untuk ikut berpartisipasi dalam gerakan pemberantasan korupsi
negeri ini.
MODUL 3: KOMPETEN
A. Tantangan Lingkungan Strategis
Kebijakan Pembangunan Apartur, Tugas Kelompok tentang Implikasi Lingkungan
Strategis pada Tuntutan Karakter dan Kompetensi ASN, Ringkasan dan Evaluasi.
Implikasi VUCA menuntut diantaranya penyesuaian proses bisnis, karakter dan
tuntutan keahlian baru. Adaptasi terhadap keahlian baru perlu dilakukan setiap waktu, sesuai
kecenderungan kemampuan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi dalam meningkatkan
kinerja organisasi lebih lambat, dibandikan dengan tawaran perubahan teknologi itu sendiri
1. Perilaku ASN untuk masing-masing aspek BerAkhlak sebagai berikut:
a. Berorientasi Pelayanan
b. Akuntabel
c. Kompeten
d. Harmonis
e. Loyal
f. Adaftif, dan
g. Kolaboratif.
B. Kebijakan Pembangunan Aparatur
Pembangunan Prinsip pengelolaan ASN yaitu berbasis merit, yakni seluruh aspek harus
memenuhi kesesuaian kualifikasi, kompetensi, dan kinerja, termasuk tidak boleh ada perlakuan
yang diskriminatif, seperti hubungan agama, kesukuan atau aspek-aspek primodial lainnya
yang bersifat subyektif. Pembangunan Apartur sesuai Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, diharapkan menghasilkan karakter birokrasi yang
berkelas dunia (world class bureaucracy), yaitu pelayanan publik yang semakin berkualitas dan
tata kelola yang semakin efektif dan efisien. Terdapat 8 (delapan) karakateristik yang relevan
dalam menghadapi tuntutan pekerjaan meliputi: integritas, nasionalisme, profesionalisme,
wawasan global, IT dan Aparatur 2020-2024, Karakter ASN, Tugas Individu Mereview
Program Pengembangan Kompetensi Instasni Dalam Kerangka SMART ASN, dan Ringkasan
dan Evaluasi.
C. Pengembangan Kompetensi
Konsepsi kompetensi adalah meliputi tiga aspek penting berkaitan dengan perilaku
kompetensi meliputi aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan dalam
pelaksanaan pekerjaan. Hak pengembangan kompetensi, Sesuai Peraturan Menteri PANRB
Nomor 38 Tahun 2017 tentang Standar Kompetensi ASN, kompetensi meliputi kompetensi
teknis, kompetensi manajerial, dan kompetensi sosial kultural
Pendekatan pengembangan kompetensi dapat dilakukan dengan klasikal dan non-
klasikal, baik untuk kompetensi teknis, manajerial, dan sosial kultural. Salah satu kebijakan
penting dengan berlakunya Undang Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN adanya hak
pengembangan pegawai, sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) Jam Pelajaran bagi PNS dan
maksimal 24 (dua puluh empat) Jam Pelajaran bagi PPPK.
D. Perilaku Kompeten
1. Berkinerja yang BerAkhlak:
• Setiap ASN sebagai profesional sesuai dengan kualifikasi, kompetensi, dan kinerja.
• Selain ciri tersebut ASN terikat dengan etika profesi sebagai pelayan publik.
• Perilaku etika profesional secara operasional tunduk pada perilaku BerAkhlak.
2. Meningkatkan kompetensi diri:
• Meningkatkan kompetensi diri untuk menjawab tantangan keniscayaan.
• Pendekatan pengembangan mandiri dengan Heutagogi atau teori “net-centric”,
merupakan pengembangan berbasis pada sumber pembelajaran utama dari Internet.
• Perilaku lain ASN pembelajar yaitu melakukan konektivitas dalam basis online network.
• Sumber pembelajaran lain bagi ASN dapat memanfaatkan sumber keahlian para
pakar/konsultan.
• Pengetahuan dihasilkan oleh jejaring informal (networks), yang mengatur diri sendiri
dalam interaksi dengan pegawai dalam organisasi dan atau luar organisasi.
3. Membantu Orang Lain Belajar:
Sosialisasi dan Percakapan diruang istirahat/dikafetaria kantor menjadi ajang transfer
pengetahuan.
Perilaku berbagi pengetahuan bagi ASN pembelajar yaitu aktif dalam “pasar
pengetahuan” atau forum terbuka (Knowledge Fairs and Open Forums).
Mengambil dan mengembangkan pengetahuan dari dokumen kerja seperti laporan,
presentasi, artikel, dan memasukkannya ke dalam repositori yang mudah disimpan dan
diambil (Knowledge Repositories).
Aktif untuk akses dan transfer Pengetahuan (Knowledge Access and Transfer), dalam
bentuk pengembangan jejaring ahli (expert network), pendokumentasian
pengalamannya/pengetahuannya, dan mencatat pengetahuan bersumber dari refleksi
pengalaman (lessons learned).
4. Melakukan kerja terbaik:
Pengetahuan menjadi karya: sejalan dengan kecenderungan setiap organisasi, baik
instansi pemerintah maupun swasta, bersifat dinamis, hidup dan berkembang melalui
berbagai perubahan lingkungan dan karya manusia.
Pentingnya berkarya terbaik dalam pekerjaan selayaknya tidak dilepaskan dengan apa
yang menjadi terpenting
MODUL 4: HARMONIS
A. Keanekaragaman Bangsa dan Budaya
Semboyan nasional Indonesia, "Bhinneka tunggal ika" (Berbeda-beda namun tetap
satu), bermakna keberagaman sosial-budaya yang membentuk satu kesatuan/negara. Keaneka
ragaman suku bangsa itu dapat dipahami karena disebabkan kondisi letak geografis Indonesia
yang berada di persimpangan dua benua dan Samudra yang mengakibatkan terjadinya
percampuran ras, suku bangsa, agama, etnis dan budaya yang membuat beragamnya suku
bangsa dan budaya diseluruh Indonesia. Keanekaragaman suku bangsa dan budaya membawa
dampak terhadap kehidupan yang meliputi aspek-aspek kesenian, religi, sistem pengetahuan,
organisasi sosial, Sistem ekonomi, Sistem teknologi, dan bahasa.
B. Pentingnya Membangun Rasa Nasionalisme dan Persatuan Bangsa
Makna Nasionalisme secara politis merupakan manifestasi kesadaran nasional yang
mengandung cita-cita dan pendorong bagi suatu bangsa, baik untuk merebut kemerdekaan atau
mengenyahkan penjajahan maupun sebagai pendorong untuk membangun dirinya maupun
lingkungan masyarakat, bangsa dan negaranya. Nasionalisme merupakan pandangan tentang
rasa cinta yang wajar terhadap bangsa dan negara, dan sekaligus menghormati bangsa lain.
Nasionalisme Pancasila adalah pandangan atau paham kecintaan manusia Indonesia
terhadap bangsa dan tanah airnya yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila. Prinsip
nasionalisme bangsa Indonesia dilandasi nilai-nilai Pancasila yang diarahkan agar bangsa
Indonesia senantiasa: menempatkan persatuan dan kesatuan, kepentingan dan keselamatan
bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau kepentingan golongan; menunjukkan sikap
rela berkorban demi kepentingan bangsa dan negara; bangga sebagai bangsa Indonesia dan
bertanah air Indonesia serta tidak merasa rendah diri; mengakui persamaan derajat, persamaan
hak dan kewajiban antara sesama manusia dan sesama bangsa; menumbuhkan sikap saling
mencintai sesama manusia; dan mengembangkan sikap tenggang rasa.
C. Konsep dan Teori Nasionalisme Kebangsaan
Beberapa aliran besar dalam konsep dan teori mengenai nasionalisme kebangsaan, yaitu
aliran modernis, aliran primordialis, aliran perenialis, dan aliran etnosimbolis.
Menurut John Hutchison (2005:10-11) dalam aliran modernis, ada lima aspek utama
dalam formasi kebangsaan;
1. Unit politik sekuler.
2. Teritori yang terkonsolidasikan, dengan skala baru organisasai yang diusung oleh Negara
birokratis, ekonomi pasar, jaringan komunikasi yang lebih intensif.
3. Secara etnis lebih homogen dibanding dengan masyarakat polietnis sebelumnya, berkat
kebajikan polisi Negara, bahasa resmi Negara, pengajaran etos patriotik dan peminggiran
minoritas.
4. Unit budaya tertinggi berlandaskan pada standarisasi budaya baca tulis dan kapitalisme
percetakan, dimana genre baru surat kabar, novel, menyediakan dasar yang diperlukan bagi
keterasingan masyarakat industrial.
5. Munculnya kelas menengah baru yang mudah berpindah (mobile) dan mendominasi
kehidupan nasional.
D. Potensi dan Tantangan dalam Keanekaragaman bagi ASN
Keanekaragaman juga memberikan tantangan kepada Negara kita berupa ancaman,
karena dengan adanya kebhinekaan, sehingga mudah membuat penduduk Indonesia berbeda
pendapat dan lepas kendali, mudah tumbuhnya perasaan kedaerah yang amat sempit yang
sewaktu bisa menjadi ledakan yang akan mengancam integrasi nasional atau persatuan dan
kesatuan bangsa.
Tantangan disharmonis dalam masyarakat dapat dikelompokkan menjadi beberapa
kondisi sebagai berikut, yaitu disharmonis antarsuku, disharmonis antaragama, disharmonis
antarras, dan disharmonis antargolongan.
sebagai ASN harus memiliki sikap dalam menjalankan peran dan fungsi pelayanan
masyarakat. ASN bekerja dalam lingkungan yang berbeda dari sisi suku, budaya, agama dan
lain-lainSebagai pelayan publik, setiap pegawai ASN senantiasa bersikap adil dan tidak
diskriminasi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
E. Mewujudkan Suasana Harmonis dalam Pelayanan ASN kepada Masyarakat
Dalam bidang filsafat, harmoni adalah kerja sama antara berbagai faktor dengan
sedemikian rupa hingga faktor-faktor tersebut dapat menghasilkan suatu kesatuan yang luhur.
Pola Harmoni merupakan sebuah usaha untuk mempertemukan berbagai pertentangan dalam
masyarakat. Hal ini diterapkan pada hubungan-hubungan sosial ekonomi untuk menunjukkan
bahwa kebijaksanaan sosial ekonomi yang paling sempurna hanya dapat tercapai dengan
meningkatkan permusyawaratan antara anggota masyarakat. Pola ini juga disebut sebagai pola
integrasi.
Suasana harmoni dalam lingkungan bekerja akan membuat kita secara individu tenang,
menciptakan kondisi yang memungkinkan untuk saling kolaborasi dan bekerja sama,
meningkatkan produktifitas bekerja dan kualitas layanan kepada pelanggan. Ada tiga hal yang
dapat menjadi acuan untuk membangun budaya tempat kerja nyaman dan berenergi positif,
yaitu membuat tempat kerja yang berenergi, memberikan keleluasaan untuk belajar dan
memberikan kontribusi, dan berbagi kebahagiaan bersama seluruh anggota organisasi
F. Etika Publik ASN dalam Mewujudkan Suasana Harmonis
Etika Publik merupakan refleksi tentang standar/norma yang menentukan baik/buruk,
benar/salah perilaku, tindakan dan keputusan untuk mengarahkan kebijakan publik dalam
rangka menjalankan tanggung jawab pelayanan publik. Ada tiga fokus utama dalam pelayanan
publik yaitu Pelayanan publik yang berkualitas dan relevan; Sisi dimensi reflektif, Etika Publik
berfungsi sebagai bantuan dalam menimbang pilihan sarana kebijakan publik dan alat evaluasi;
Modalitas Etika, menjembatani antara norma moral dan tindakan faktual.
Sumber kode etik ASN antara lain meliputi:
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN)
2. PP Nomor 11 Tahun 1959 tentang Sumpah Jabatan PNS dan Anggota Angkatan Perang
3. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1975 tentang Sumpah/Janji Pegawai Negeri Sipil
4. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri
Sipil.
5. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik
PNS.
6. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS.
7. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS
Berdasarkan pasal 5 UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, yaitu:
1. Melaksanakan tugasnya dengan jujur, bertanggung jawab, dan berintegritas tinggi;
2. Melaksanakan tugasnya dengan cermat dan disiplin;
3. Melayani dengan sikap hormat, sopan, dan tanpa tekanan;
4. Melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
5. Melaksanakan tugasnya sesuai dengan perintah atasan atau Pejabat yang Berwenang sejauh
tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan etika
pemerintahan;
6. Menjaga kerahasiaan yang menyangkut kebijakan negara;
7. Menggunakan kekayaan dan barang milik negara secara bertanggung jawab, efektif, dan
efisien;
8. Menjaga agar tidak terjadi disharmonis kepentingan dalam melaksanakan tugasnya;
9. Memberikan informasi secara benar dan tidak menyesatkan kepada pihak lain yang
memerlukan informasi terkait kepentingan kedinasan.
MODUL 5: LOYAL
A. Urgensi Loyalitas ASN
Berdasarkan Surat Edaran (SE) Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Nomor 20 Tahun 2021 tanggal 26 Agustus 2021 tentang Implementasi
Core Values dan Employer Branding Aparatur Sipil Negara, disebutkan bahwa dalam rangka
penguatan budaya kerja sebagai salah satu strategi transformasi pengelolaan ASN menuju
pemerintahan berkelas dunia (World Class Government), pemerintah telah meluncurkan Core
Values (Nilai-Nilai dasar) ASN BerAKHLAK dan Employer Branding (Bangga Melayani
Bangsa). melihat faktor internal dan faktor eksternal yang jadi penyebabnya.
1. Faktor Internal
2. Faktor Eksternal
Modernisasi dan globalisasi merupakan sebuah keniscayaan yang harus dihadapi oleh
segenap sektor baik swasta maupun pemerintah
B. Makna Loyal dan Loyalitas
Secara etimologis, istilah “loyal” diadaptasi dari bahasa Prancis yaitu “Loial” yang
artinya mutu dari sikap setia. Secara harfiah loyal berarti setia, atau suatu kesetiaan beberapa
ahli mendefinisikan makna “loyalitas” sebagai berikut:
1. Kepatuhan atau kesetiaan.
2. Tindakan menunjukkan dukungan dan kepatuhan yang konstan kepada organisasi tempatnya
bekerja.
3. Kualitas kesetiaan atau kepatuhan seseorang kepada orang lain atau sesuatu (misalnya
organisasi) yang ditunjukkan melalui sikap dan tindakan orang tersebut.
4. Mutu dari kesetiaan seseorang terhadap pihak lain yang ditunjukkan dengan memberikan
dukungan dan kepatuhan yang teguh dan konstan kepada seseorang atau sesuatu.
5. Merupakan sesuatu yang berhubungan dengan emosional manusia, sehingga untuk
mendapatkan kesetiaan seseorang maka kita harus dapat mempengaruhi sisi emosional
orang tersebut.
6. Suatu manifestasi dari kebutuhan fundamental manusia untuk memiliki, mendukung, merasa
aman, membangun keterikatan, dan menciptakan keterikatan emosional.
7. Merupakan kondisi internal dalam bentuk komitmen dari pekerja untuk mengikuti pihak
yang mempekerjakannya.
Terdapat beberapa ciri/karakteristik yang dapat digunakan oleh organisasi untuk
mengukur loyalitas pegawainya, antara lain:
1. Taat pada Peraturan 6. Hubungan Antar Pribadi
2. Bekerja dengan Integritas 7. Kesukaan Terhadap Pekerjaan
3. Tanggung Jawab pada Organisasi 8. Keberanian Mengutarakan Ketidaksetujuan
4. Kemauan untuk Bekerja Sama 9. Menjadi Teladan bagi Pegawai Lain
5. Rasa Memiliki yang Tinggi
C. Loyal dalam Core Values ASN
Core Values ASN yang diluncurkan yaitu ASN BerAKHLAK yang merupakan akronim
dari Berorientasi Pelayanan, Akuntabel, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, Kolaboratif.
Loyal merupakan salah satu nilai yang terdapat dalam Core Values ASN yang dimaknai bahwa
setiap ASN harus berdedikasi dan mengutamakan kepentingan bangsa dan negara, dengan
panduan perilaku:
1. Memegang teguh ideologi Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
tahun 1945, setia kepada NKRI serta pemerintahan yang sah;
2. Menjaga nama baik sesama ASN, pimpinan instansi dan negara; serta
3. Menjaga rahasia jabatan dan negara
Adapun kata-kata kunci yang dapat digunakan untuk mengaktualisasikan panduan perilaku
loyal tersebut diantaranya adalah Komitmen, Dedikasi, Kontribusi, Nasionalisme, dan
Pengabdian.
D. Membangun Perilaku Loyal
Secara umum, untuk menciptakan dan membangun rasa setia (loyal) pegawai terhadap
organisasi, hendaknya beberapa hal berikut dilakukan:
Membangun Rasa Kecintaaan dan Memiliki
Meningkatkan Kesejahteraan
Memenuhi Kebutuhan Rohani
Memberikan Kesempatan Peningkatan Karir
Melakukan Evaluasi secara Berkala
1. Memantapkan Wawasan Kebangsaan
Wawasan Kebangsaan adalah cara pandang bangsa Indonesia dalam rangka
mengelola kehidupan berbangsa dan bernegara yang dilandasi oleh jati diri bangsa (nation
character) dan kesadaran terhadap sistem nasional (national system) yang bersumber dari
Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika, guna memecahkan
berbagai persoalan yang dihadapi bangsa dan negara demi mencapai masyarakat yang aman,
adil, makmur, dan sejahtera.
2. Meningkatkan Nasionalisme
Nasionalisme merupakan pandangan tentang rasa cinta yang wajar terhadap bangsa
dan negara, dan sekaligus menghormati bangsa lain. Sedangkan Nasionalisme Pancasila
adalah pandangan atau paham kecintaan manusia Indonesia terhadap bangsa dan tanah
airnya yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila. Prinsip nasionalisme bangsa Indonesia
dilandasi nilai-nilai Pancasila yang diarahkan agar bangsa Indonesia senantiasa:
a. menempatkan persatuan dan kesatuan, kepentingan serta keselamatan bangsa dan negara
di atas kepentingan pribadi atau kepentingan golongan;
b. menunjukkan sikap rela berkorban demi kepentingan bangsa dan negara;
c. bangga sebagai bangsa Indonesia dan bertanah air Indonesia serta tidak merasa rendah
diri;
d. mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban antara sesama manusia dan
sesama bangsa;
e. menumbuhkan sikap saling mencintai sesama manusia;
f. mengembangkan sikap tenggang rasa. Oleh karena itu seorang PNS harus selalu
mengamalkan nilai-nilai Luhur Pancasila dalam melaksanakan tugasnya sebagai wujud
nasionalime dan juga loyalitasnya terhadap bangsa dan negara
MODUL 6: ADAPTIF
A. Adaptif
Adaptif adalah karakteristik alami yang dimiliki makhluk hidup untuk bertahan hidup
dan menghadapi segala perubahan lingkungan atau ancaman yang timbul.
1. Fluency (kefasihan/kelancaran), yaitu kemampuan untuk menghasilkan banyak ide atau
gagasan baru karena kapasitas/wawasan yang dimilikinya.
2. Flexibility (Fleksibilitas), yaitu kemampuan untuk menghasilkan banyak kombinasi dari ide-
ide yang berbeda.
3. Elaboration (Elaborasi), yaitu kemampuan untuk bekerja secara detail dengan kedalaman
dan komprehensif.
4. Originality (Orisinalitas), yaitu adanya sifat keunikan, novelty, kebaruan dari ide atau
gagasan yang dimunculkan oleh individu
Fondasi organisasi adaptif dibentuk dari tiga unsur dasar yaitu lanskap (landscape),
pembelajaran (learning), dan kepemimpinan (leadership). Unsur lanskap terkait dengan
bagaimana memahami adanya kebutuhan organisasi untuk beradaptasi dengan lingkungan
strategis yang berubah secara konstan. Dinamika dalam perubahan lingkungan strategis ini
meliputi bagaimana memahami dunia yang kompleks, memahami prinsip ketidakpastian, dan
memahami lanskap bisnis. Unsur kedua adalah pembelajaran yang terdiri atas elemen-elemen
adaptive organization yaitu perencanaan beradaptasi, penciptaan budaya adaptif, dan struktur
adaptasi. Yang terakhir adalah unsur kepemimpinan yang menjalankan peran penting dalam
membentuk adaptive organization.
Terdapat 9 elemen budaya adaptif menurut Management Advisory Service UK yang perlu
menjadi fondasi ketika sebuah organisasi akan mempraktekkannya, yaitu:
1. Purpose 6. Structure
2. Cultural values 7. Problem solving
3. Vision 8. Partnership working
4. Corporate values 9. Rules
5. Coporate strategy
Perbedaan Organisasi Birokrasi dengan Organisasi Adaptif
Perbedaan Organisasi Birokrasi Organisasi Adaptif
Desain Mekanistik Organik
Otoritas Sentralisasi Desentralisasi
Peraturan dan Prosedur Banyak Sedikit
Rentang Manajemen Sempit Luas
Tugas Spesialisasi Terbagi
Tim dan Tekanan Tugas Sedikit Banyak
Koordinasi Formal Informal
MODUL 7: KOLABORATIF
A. Konsep Kolaboratif
Definisi kolaborasi dan kolaborasi pemerintahan menurut parah ahli, salah satunya
yaitu:
1. Dyer and Singh (1998, dalam Celik et al, 2019) mengungkapkan bahwa kolaborasi adalah
“value generated from an alliance between two or more firms aiming to become more
competitive by developing shared routines”
2. Kolaborasi pemerintahan (Collaborative Governance) menurut Irawan (2017)
‘Collaborative governance’ sebagai sebuah proses yang melibatkan norma bersama dan
interaksi saling menguntungkan antar aktor governance.
Kriteria Penting Untuk Kolaborasi, menurut Ansel dan Gash (2007:544) yaitu:
1. Forum yang diprakarsai oleh Lembaga Publik atau Lembaga Nonpublik;
2. Peserta dalam forum termasuk aktor Nonstate;
3. Peserta terlibat langsung dalam pengambilan keputusan dan bukan hanya '‘Dikonsultasikan’
oleh Agensi Publik;
4. Forum secara resmi diatur dan bertemu secara kolektif;
5. Forum ini bertujuan untuk membuat keputusan dengan konsensus (bahkan jika konsensus
tidak tercapai dalam praktik); dan
6. Fokus kolaborasi adalah kebijakan publik atau manajemen.
Tahapan dalam melakukan Assessment terhadap tata kelola kolaborasi:
1. Mengidentifikasi permasalahan dan peluang;
2. Merencanakan aksi kolaborasi; dan
3. Mendiskusikan strategi untuk mempengaruhi.
B. Panduan Perilaku Kolaboratif
Organisasi yang memiliki collaborative culture indikatornya sebagai berikut:
1. Organisasi menganggap perubahan sebagai sesuatu yang alami dan perlu terjadi;
2. Organisasi menganggap individu (staf) sebagai aset berharga dan membutuhkan upaya yang
diperlukan untuk terus menghormati pekerjaan mereka;
3. Organisasi memberikan perhatian yang adil bagi staf yang mau mencoba dan mengambil
risiko yang wajar dalam menyelesaikan tugas mereka (bahkan ketika terjadi kesalahan);
4. Pendapat yang berbeda didorong dan didukung dalam organisasi (universitas) Setiap
kontribusi dan pendapat sangat dihargai;
5. Masalah dalam organisasi dibahas transparan untuk menghindari konflik;
6. Kolaborasi dan kerja tim antar divisi adalah didorong; dan
7. Secara keseluruhan, setiap divisi memiliki kesadaran terhadap kualitas layanan yang
diberikan. Pérez López et al (2004 dalam Nugroho, 2018),
C. Aktivitas Kolaborasi Antar Organisasi
Aktivitas kolaborasi antar organisasi, meliputi:
1. Kerjasama Informal 7. Menerima Peralatan
2. Perjanjian Bantuan Bersama 8. Memberikan Bantuan Teknis
3. Memberikan Pelatihan 9. Menerima Bantuan Teknis
4. Menerima Pelatihan 10. Memberikan Pengelolaan Hibah
5. Perencanaan Bersama 11. Menerima Pengelolaan Hibah
6. Menyediakan Peralatan
Proses yang harus dilalui dalam menjalin kolaborasi
1. Trust building: membangun kepercayaan dengan stakeholder mitra kolaborasi
2. Face tof face Dialogue: melakukan negosiasi dengan baik dan bersungguh-sungguh;
3. Komitmen terhadap proses: pengakuan saling ketergantungan; sharing ownership dalam
proses; serta keterbukaan terkait keuntungan bersama;
4. Pemahaman bersama: berkaitan dengan kejelasan misi, definisi bersama terkait
permasalahan, serta mengidentifikasi nilai bersama; dan
5. Menetapkan outcome antara.
D. Kolaboratif dalam Konteks Organisasi Pemerintah
Faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam kolaborasi antar lembaga pemerintah
adalah kepercayaan, pembagian kekuasaan, gaya kepemimpinan, strategi manajemen dan
formalisasi pada pencapaian kolaborasi yang efisien efektif antara entitas publik
Faktor yang dapat menghambat kolaborasi antar organisasi pemerintah adalah:
1. Ketidakjelasan batasan masalah karena perbedaan pemahaman dalam kesepakatan
kolaborasi.
2. Dasar hukum kolaborasi juga tidak jelas.
E. Whole Of Government (Wog)/Kolaborasi Pemerintahan;
Mengenal Whole-of-Government (WoG), yaitu sebuah pendekatan penyelenggaraan
pemerintahan yang menyatukan upaya-upaya kolaboratif pemerintahan dari keseluruhan sektor
dalam ruang lingkup koordinasi yang lebih luas guna mencapai tujuan-tujuan pembangunan.
Kebijakan WoG juga dikenal sebagai pendekatan interagency, yaitu pendekatan yang
melibatkan sejumlah kelembagaan yang terkait dengan urusan-urusan yang relevan.
1. Manfaat WoG
a. Efisiensi g. Biaya (cost)
b. Sharing Informasi h. Pemborosan (waste)
c. Lingkungan kerja i. Duplikasi pekerjaan
d. Daya saing j. Inkonsistensi kebijakan
e. Akuntabilitas k. Waktu penyelesaian layanan tertentu
f. Koherensi kebijakan
2. Keuntungan WoG
a. Outcomes-focused Berfokus pada outcome yang tidak dapat dicapai oleh K/L sektoral
secara masing-masing.
b. Boundary-spanning Implementasi kebijakan tidak hanya melibatkan satu instansi, tetapi
lintas instansi
c. Enabling WoG membuat pemerintah lebih mampu menangani tantangan kebijakan yang
kompleks
d. Strengthening prevention WoG mendorong pencegahan terhadap masalah yang mungkin
berkembang lebih jauh
3. Bentuk WoG
a. Integrating Service Delivery (ISD) = Proses penyatuan pemberian layanan kepada publik
b. Koordinasi dan Kolaborasi = Pemerintah horizontal yang berkoordinasi atau
berkolaborasi dalam mencapai tujuan bersama
c. Integrating and Rebalancing Governance = Kontrol politik dan otonomi administrasi
seperti di Inggris
d. Culture Change= Konsep-konsep sosial glue (perekat), budaya organisasi
4. Praktek WoG
a. Penguatan koordinasi antar lembaga
b. Membentuk lembaga koordinasi khusus
c. Membentuk gugus tugas
d. Koalisi sosial
5. Tantangan Praktek Wog
a. Kapasitas SDM dan institusi Kapasitas
b. Nilai dan budaya organisasi
c. Kepemimpinan
6. Macam-macam WoG
a. Berdasarkan Jenis
1) Pelayanan yang bersifat adminisitratif
2) Pelayanan jasa
3) Pelayanan barang
4) Pelayanan regulatif
b. Berdasarkan Pola
1) Pelayanan Teknis Fungsional
2) Pelayanan Satu Atap
3) Pelayanan Satu Pintu
4) Pelayanan Terpusat
5) Pelayanan Elektronik
F. Aspek Normatif Kolaborasi Pemerintahan
Pasal 34 ayat (4) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi
Pemerintahan diatur bahwa “Penyelenggaraan pemerintahan yang melibatkan Kewenangan
lintas Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dilaksanakan melalui kerja sama antar-Badan
dan/atau Pejabat Pemerintahan yang terlibat, kecuali ditentukan lain dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan”
1. Dasar hukum
Dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan diatur
juga mengenai Bantuan Kedinasan yaitu kerja sama antara Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan guna kelancaran pelayanan Administrasi Pemerintahan di suatu instansi
pemerintahan yang membutuhkan.
2. Syarat Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dapat memberikan Bantuan Kedinasan kepada
Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan:
a. Keputusan dan/atau Tindakan tidak dapat dilaksanakan sendiri oleh Badan dan/atau
Pejabat Pemerintahan yang meminta bantuan
b. penyelenggaraan pemerintahan tidak dapat dilaksanakan sendiri oleh Badan dan/atau
Pejabat Pemerintahan karena kurangnya tenaga dan fasilitas yang dimiliki oleh Badan
dan/atau Pejabat Pemerintahan;
c. dalam hal melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan, Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan tidak memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk melaksanakannya
sendiri;
d. apabila untuk menetapkan Keputusan dan melakukan kegiatan pelayanan publik, Badan
dan/atau Pejabat Pemerintahan membutuhkan surat keterangan dan berbagai dokumen
yang diperlukan dari Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan lainnya; dan/atau
e. jika penyelenggaraan pemerintahan hanya dapat dilaksanakan dengan biaya, peralatan,
dan fasilitas yang besar dan tidak mampu ditanggung sendiri oleh Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan tersebut
Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dapat menolak memberikan Bantuan Kedinasan
apabila:
a. mempengaruhi kinerja badan dan/atau pejabat pemerintahan pemberi bantuan;
b. Surat Keterangan dan dokumen yang diperlukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan bersifat Rahasia; Atau
c. Ketentuan Peraturan Perundang-undangan Tidak Memperbolehkan Pemberian Bantuan.
G. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terwujudnya Integrasi
1. Faktor eksternal seperti dorongan publik dalam mewujudkan integrasi kebijakan, program
pembangunan dan pelayanan agar tercipta penyelenggaraan pemerintahan yang lebih baik
2. Faktor internal dengan adanya fenomena ketimpangan kapasitas sektoral sebagai akibat dari
adanya nuansa kompetisi antar sektor dalam pembangunan.
3. Khususnya dalam konteks Indonesia, keberagaman latar belakang nilai, budaya, adat
istiadat, serta bentuk latar belakang lainnya mendrong adanya potensi disintegrasi bangsa
4. Siloisasi, prinsip single-purpose organizations, dengan banyak spesialisasi serta peran dan
fungsi non-overlapping mendorong:
a. Fragmentasi
b. Kewenangan terpusat di sektor
c. Kurangnya kerjasama dan koordinasi, yang menyebabkan efektivitas dan efisiensi
berkurang
5. Devolusi Struktural, desentralisasi, penyerahan kewenangan dari pusat ke daerah yang
berlebihan
6. Persepsi mengenai dunia yang semakin tidak aman dan berbahaya, seperti Isu terorisme,
radikalisme, perubahan iklim, dll
AGENDA III