JURNAL
Oleh:
Nama : Bambang Kristianto, S.T.
NIP : 198306282022211007
Tempat, tanggal lahir : Kendal, 28 Juni 1983
Golongan : IX
Jabatan : Ahli Pertama – Guru Teknik
Kendaraan Ringan Otomotif
Instansi : Pemerintah Provinsi Jawa Tengah
Unit Kerja : SMK Negeri 1 Blado
TAHUN 2022
AGENDA I
Isu – isu strategis kontemporer tersebut bisa dijelaskan seperti di bawah ini:
A. Korupsi
Korupsi diartikan sebagai penyelewengan atau penyalahgunaan uang Negara (perusahaan)
untuk keuntungan pribadi atau orang lain.
Korupsi berdampak menghancurkan tatanan bidang kehidupan masyarakat, berbangsa dan
bernegara, mulai dari bidang sosial budaya, ekonomi serta psikologi masyarakat.
Tindakan membangun sikap antikorupsi sederhana, misalnya dengan cara:
1) Bersikap jujur dalam kehidupan sehari-hari dan mengajak orang-orang di lingkungan
sekitar untuk bersikap jujur, menghindari perilaku korupsi, contoh: tidak membayar
uang lebih ketika mengurus dokumen administrasi seperti KTP, kartu sehat, tidak
membeli SIM, dsb.
2) Menghindari perilaku yang merugikan kepentingan orang banyak atau melanggar hak
orang lain dari hal-hal yang kecil,contoh: tertib lalu lintas, kebiasaan mengantri, tidak
buang sampah sembarangan, dsb.
3) Menghindari konflik kepentingan dalam hubungan kerja,hubungan bisnis maupun
hubungan bertetangga;
4) Melaporkan pada penegak hukum apabila menjadi korban perbuatan korupsi contoh:
diperas oleh petugas, menerima pemberian/hadiah dari orang yang tidak dikenal atau
diduga memiliki konflik kepentingan, dsb.
B. Narkoba
Narkoba adalah merupakan akronim Narkotika, Psikotropika, dan Bahan Adiktif lainnya,
sedangkan Napza adalah akronim dari Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya.
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang
berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
Zat adiktif lainnya adalah zat yang berpengaruh psikoaktif diluar narkotika dan
psikotropika meliputi: Minuman beralkohol, Inhalansia (gas yang dihirup) dan solven (zat
pelarut) mudah menguap berupa senyawa organik, Tembakau, dan lain-lain.
C. Terorisme dan Radikalisme
Terorisme merupakan suatu ancaman yang sangat serius di era global saat ini. Dalam
merespon perkembangan terorisme di berbagai negara, secara internasional Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) mengeluarkan Resolusi 60/288 tahun 2006 tentang UN Global
Counter Terrorism Strategy yang berisi empat pilar strategi global pemberantasan
terorisme, yaitu:
1) pencegahan kondisi kondusif penyebaran terorisme;
2) langkah pencegahan dan memerangi terorisme;
3) peningkatan kapasitas negara-negara anggota untuk mencegah dan memberantas
terorisme serta penguatan peran sistem PBB; dan
4) penegakan hak asasi manusia bagi semua pihak dan penegakan rule of law sebagai
dasar pemberantasan terorisme.
Radikal dan Radikalisme
Secara etimologis, kata radikal berasal dari radices yang berarti a concerted attempt to
change the status quo (David Jarry, 1991). Pengertian ini mengidentikan term radikal
dengan nuansa yang politis, yaitu kehendak untuk mengubah kekuasaan.
Hubungan Radikalisme dan Terorisme
D. Money Laundering
Istilah “money laundering” dalam terjemahan Bahasa Indonesia adalah aktivitas pencucian
uang. Dalam Bahasa Indonesia terminologi money laundering ini sering juga dimaknai
dengan istilah “pemutihan uang” atau “pencucian uang”. Dengan demikian uang ataupun
harta kekayaan yang diputihkan atau dicuci tersebut adalah uang / harta kekayaan yang
berasal dari hasil kejahatan, sehingga diharapkan setelah pemutihan atau pencucian
tersebut, uang/harta kekayaan tadi tidak terdeteksi lagi sebagai uang hasil kejahatan
melainkan telah menjadi uang/harta kekayaan yang halal seperti uang-uang bersih ataupun
aset-aset berupa harta kekayaan bersih lainnya.
E. Proxy War
Proxy War adalah istilah yang merujuk pada konflik di antara dua negara, di mana negara
tersebut tidak serta-merta terlibat langsung dalam peperangan karena melibatkan ‘proxy’
atau kaki tangan.
Mengingat Indonesia kaya akan sumber daya alam, maka negara ini disebut-sebut darurat
terhadap ancaman Proxy War. Proxy war diartikan sebagai peristiwa saling adu kekuatan
di antara dua pihak yang bermusuhan, dengan menggunakan pihak ketiga. Pihak ketiga ini
sering disebut dengan boneka, pihak ketiga ini dijelaskan sebagai pihak yang tidak dikenal
oleh siapa pun, kecuali pihak yang mengendalikannya dari jarak tertentu.
F. Kejahatan Mass Communication (Cyber Crime, Hate Speech, Dan Hoax)
Komunikasi massa sejatinya merupakan bagian dari sejarah perkembangan peradaban
manusia. Manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi satu sama lain, bertukar pesan
dan menyampaikan informasi melalui media tertentu.
Kejahatan dan bentuk tindak pidana lainnya sangat bisa terjadi dalam komunikasi massa.
Hal ini karena komunikasi massa melibatkan manusia sebagai pengguna, dan terutama
publik luas sebagai pihak kemungkinan terdampak.
Inovasi pelayanan
Dimaknai sebagai terobosan jenis pelayanan baik yang merupakan gagasan/ide kreatif orisinal
dan/atau adaptasi/modifikasi yang memberikan manfaat bagi masyarakat, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Dengan kata lain, inovasi pelayanan publik tidak harus berupa suatu
penemuan baru (dari tidak ada kemudian muncul gagasan dan praktik inovasi), tetapi dapat
merupakan suatu pendekatan baru yang bersifat kontekstual berupa hasil perluasan maupun.
Dalam sektor publik memiliki ciri transferabilitas. Semakin banyak penyelenggara pelayanan
publik lain yang terinspirasi dan menerapkan suatu inovasi di wilayah kerja masing-masing,
maka akan semakin tinggi nilai inovasi tersebut karena dampak dan manfaat inovasi dapat
dirasakan oleh lebih banyak pengguna layanan peningkatan kualitas inovasi yang sudah ada.
Memberikan layanan yang bermutu tidak boleh berhenti ketika kebutuhan customer sudah
dapat terpenuhi, melainkan harus terus ditingkatkan dan diperbaiki agar mutu layanan yang
diberikan dapat melebihi harapan customer. Layanan hari ini harus lebih baik dari hari kemarin,
dan layanan hari esok akan menjadi lebih baik dari hari ini (doing something better and better).
B. AKUNTABILITAS
Akuntabilitas dan Integritas banyak dinyatakan oleh banyak ahli administrasi negara sebagai
dua aspek yang sangat mendasar harus dimiliki dari seorang pelayan publik. Namun, integritas
memiliki keutamaan sebagai dasar seorang pelayan publik untuk dapat berpikir secara
akuntabel. Kejujuran adalah nilai paling dasar dalam membangun kepercayaan publik terhadap
amanah yang diembankan kepada setiap pegawai atau pejabat negara.
Setiap organisasi memiliki mekanisme akuntabilitas tersendiri. Mekanisme ini dapat diartikan
secara berbeda- beda dari setiap anggota organisasi hingga membentuk perilaku yang berbeda-
beda pula. Contoh mekanisme akuntabilitas organisasi, antara lain sistem penilaian kinerja,
sistem akuntansi, sistem akreditasi, dan sistem pengawasan (CCTV, finger prints, ataupun
software untuk memonitor pegawai menggunakan komputer atau website yang dikunjungi).
Hal-hal yang penting diperhatikan dalam membangun lingkungan kerja yang akuntabel adalah:
1) kepemimpinan, 2) transparansi, 3) integritas, 4) tanggung jawab (responsibilitas), 5)
keadilan, 6) kepercayaan, 7) keseimbangan, 8) kejelasan, dan 9) konsistensi. Untuk memenuhi
terwujudnya organisasi sektor publik yang akuntabel, maka mekanisme akuntabilitas harus
mengandung 3 dimensi yaitu Akuntabilitas kejujuran dan hukum, Akuntabilitas proses,
Akuntabilitas program, dan Akuntabilitas kebijakan.
Ketersediaan informasi publik telah memberikan pengaruh yang besar pada berbagai sektor dan
urusan publik di Indonesia. Salah satu tema penting yang berkaitan dengan isu ini adalah
perwujudan transparansi tata kelola keterbukaan informasi publik, dengan diterbitkannya UU
Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (selanjutnya disingkat: KIP).
Aparat pemerintah dituntut untuk mampu menyelenggarakan pelayanan yang baik untuk publik.
Hal ini berkaitan dengan tuntutan untuk memenuhi etika birokrasi yang berfungsi memberikan
pelayanan kepada masyarakat. Etika pelayanan publik adalah suatu panduan atau pegangan
yang harus dipatuhi oleh para pelayan publik atau birokrat untuk menyelenggarakan pelayanan
yang baik untuk publik. Buruknya sikap aparat sangat berkaitan dengan etika.
Ada 2 jenis umum konflik kepentingan yaitu keuangan (Penggunaan sumber daya lembaga
termasuk dana, peralatan atau sumber daya aparatur untuk keuntungan pribadi) dan non-keuangan
(Penggunaan posisi atau wewenang untuk membantu diri sendiri dan /atau orang lain).
Untuk membangun budaya antikorupsi di organisasi pemerintahan, dapat mengadopsi langkah-
langkah yang diperlukan dalam penanganan Konflik Kepentingan:
Penyusunan Kerangka Kebijakan,
Identifikasi Situasi Konflik Kepentingan,
Penyusunan Strategi Penangan Konflik Kepentingan, dan
Penyiapan Serangkaian Tindakan Untuk Menangani Konflik Kepentingan.
Akuntabilitas adalah kata yang seringkali kita dengar, tetapi tidak mudah untuk dipahami.
Ketika seseorang mendengar kata akuntabilitas, yang terlintas adalah sesuatu yang sangat
penting, tetapi tidak mengetahui bagaimana cara mencapainya. Dalam banyak hal, kata
akuntabilitas sering disamakan dengan responsibilitas atau tanggung jawab. Namun pada
dasarnya, kedua konsep tersebut memiliki arti yang berbeda. Responsibilitas adalah kewajiban
untuk bertanggung jawab yang berangkat dari moral individu, sedangkan akuntabilitas adalah
kewajiban untuk bertanggung jawab kepada seseorang/organisasi yang memberikan amanat.
Amanah seorang ASN menurut SE Meneteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Nomor 20 Tahun 2021 adalah menjamin terwujudnya perilaku yang sesuai dengan
Core Values ASN BerAKHLAK. Dalam konteks Akuntabilitas, perilaku tersebut adalah:
• Kemampuan melaksanaan tugas dengan jujur, bertanggung jawab, cermat, disiplin dan berintegritas
tinggi
• Kemampuan menggunakan kekayaan dan barang milik negara secara bertanggung jawab, efektif,
dan efisien
• Kemampuan menggunakan Kewenangan jabatannya dengan berintegritas tinggi
Akuntabilitas dan Integritas adalah dua konsep yang diakui oleh banyak pihak menjadi
landasan dasar dari sebuah Administrasi sebuah negara (Matsiliza dan Zonke, 2017). Kedua
prinsip tersebut harus dipegang teguh oleh semua unsur pemerintahan dalam memberikan
layanang kepada masyarakat. Aulich (2011) bahkan mengatakan bahwa sebuah sistem yang
memiliki integritas yang baik akan mendorong terciptanya Akuntabilitas, Integritas itu sendiri,
dan Transparansi. Integritas adalah konsepnya telah disebut filsuf Yunani kuno, Plato, dalam
The Republic sekitar 25 abad silam, adalah tiang utama dalam kehidupan bernegara. Semua
elemen bangsa harus memiliki integritas tinggi, termasuk para penyelenggara negara, pihak
swasta, dan masyarakat pada umumnya.
Akuntabilitas dan Integritas Personal seorang ASN akan memberikan dampak sistemik bila
bisa dipegang teguh oleh semua unsur. Melalui Kepemimpinan, Transparansi, Integritas,
Tanggung Jawab, Keadilan, Kepercayaan, Keseimbangan, Kejelasan, dan Konsistensi, dapat
membangun lingkungan kerja ASN yang akuntabel.
C. KOMPETEN
Situasi dunia saat ini dengan cirinya yang disebut dengan “Vuca World”, yaitu dunia yang
penuh gejolak (volatility) disertai penuh ketidakpastian (uncertainty). Demikian halnya
situasinya saling berkaitan dan saling mempengaruhi (complexity) serta ambiguitas (ambiguity)
(Millar, Groth, & Mahon, 2018). Faktor VUCA menuntut ecosystem organisasi terintegrasi
dengan berbasis pada kombinasi kemampuan teknikal dan generik, dimana setiap ASN dapat
beradaptasi dengan dinamika perubahan lingkungan dan tuntutan masa depan pekerjaan.
Dalam menentukan kebutuhan pengembangan kompetensi dan karakter ASN penting diselaraskan
sesuai visi, misi, dan misi, termasuk nilai-nilai birokrasi pemerintah
Upaya untuk mewujudkan visi tersebut dilakukan melalui 9 (sembilan) Misi Pembangunan yang dikenal
sebagai Nawacita Kedua, yaitu:
1. peningkatan kualitas manusia Indonesia;
2. struktur ekonomi yang produktif, mandiri, dan berdaya saing;
3. pembangunan yang merata dan berkeadilan;
4. mencapai lingkungan hidup yang berkelanjutan;
5. kemajuan budaya yang mencerminkan kepribadian bangsa;
6. penegakan sistem hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya;
7. perlindungan bagi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada setiap
warga
8. pengelolaan pemerintahan yang bersih, efektif, dan terpercaya; dan sinergi
pemerintah daerah dalam kerangka negara kesatuan
Sesuai dengan kebijakan Undang Undang ASN Nomor 5 Tahun 2014, prinsip dasar dalam
pengelolaan ASN yaitu berbasis merit. Dalam hal ini seluruh aspek pengelolaan ASN harus
memenuhi kesesuaian kualifikasi, kompetensi, dan kinerja. Termasuk dalam pelaksanaanya
tidak boleh ada perlakuan diskriminatif, seperti karena hubungan agama, kesukuan atau aspek-
aspek primodial lainnya yang bersifat subyektif.
Sekurangnya terdapat 8 (delapan) karakateristik yang dianggap relevan bagi ASN dalam
menghadapi tuntutan pekerjaan saat ini dan kedepan. Kedelapan karakterisktik tersebut
meliputi: integritas, nasionalisme, profesionalisme, wawasan global, IT dan Bahasa asing,
hospitality, networking, dan entrepreneurship.
Konsepsi kompetensi adalah meliputi tiga aspek penting berkaitan dengan perilaku kompetensi
meliputi aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan dalam pelaksanaan
pekerjaan.
Sesuai Peraturan Menteri PANRB Nomor 38 Tahun 2017 tentang Standar Kompetensi ASN
1. Pendekatan pengembangan dapat dilakukan dengan klasikal dan non-klasikal, baik untuk
kompetensi teknis, manajerial, dan sosial kultural.
2. Salah satu kebijakan penting dengan berlakunya Undang Undang Nomor 5 Tahun 2014
tentang ASN adanya hak pengembangan pegawai, sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) Jam
Pelajaran bagi PNS dan maksimal 24 (dua puluh empat) Jam Pelajaran bagi Pegawai
Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
D. HARMONIS
Konsep Persatuan Bangsa ini sebenarnya merupakan nilai dasar yang telah dimiliki bangsa
Indonesia pada masa lalu. Semboyan Bhineka tunggal ika telah lama dimiliki bangsa di
nusantara. Bhinneka Tunggal Ika merupakan semboyan Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) yang dirumuskan oleh para pendiri bangsa.
Kebhinekaan dan Keberagaman suku bangsa dan budaya memberikan tantangan yang besar bagi negara
Indonesia. Wujud tantangan ada yang berupa keuntungan dan manfaat yang antara lain berupa:
1. Dapat mempererat tali persaudaraan
2. Menjadi aset wisata yang dapat menghasilkan pendapatan negara
3. Memperkaya kebudayaan nasional
4. Sebagai identitas negara indonesia di mata seluruh negara di dunia Dapat dijadikan sebagai
ikon pariwisata sehingga para wisatawan dapat tertaarik dan berkunjung di Indonesia
Dengan banyaknya wisatawan maka dapat menciptkan lapangan pekerjaan
5. Sebagai pengetahuan bagi seluruh warga di dunia Sebagai media hiburan yang mendidik
6. Timbulnya rasa nasionalisme warga negara terhadap negara Indonesia
7. Membuat Indonesia terkenal dimata dunia berkat keberagaan budaya yang kita miliki
Selain memberikan manfaat tersebut keanekaragaman juga memberikan tantangan kepada negara kita.
Keberagaman bangsa Indonesia juga merupakan tantangan berupa ancaman, karena dengan adanya
kebhinekaan tersebut mudah membuat penduduk Indonesia berbeda pendapat yang lepas kendali, mudah
tumbuhnya perasaan kedaerah yang amat sempit yang sewaktu bisa menjadi ledakan yang akan
mengancam integrasi nasional atau persatuan dan kesatuan bangsa. Hal ini Nampak bagaimana dengan
mudahnya bangs akita dimasa lalu di pecah belah oleh bangsa penjajah.
Beberapa potensi tantangan yang muncul dapat ditandai dengan beberapa hal sebagai berikut:
1. Tidak adanya persamaan pandangan antarkelompok, seperti perbedaan tujuan, cara
melakukan sesuatu, dan sebagainya.
2. Norma-norma sosial tidak berfungsi dengan baik sebagai alat mencapai tujuan.
3. Adanya pertentangan norma-norma dalam masyarakat sehingga menimbulkan
kebingungan bagi masyarakat.
4. Pemberlakuan sanksi terhadap pelanggar atas norma yang tidak tegas atau lemah.
5. Tindakan anggota masyarakat sudah tidak lagi sesuai dengan norma yang berlaku.
6. Terjadi proses disosiatif, yaitu proses yang mengarah pada persaingan tidak sehat, tindakan
kontroversial, dan pertentangan (disharmonis)
7. Menguatnya etnosentrisme dalam masyarakatyaitu berupa perasaan kelompok dimana
kelompok merasa dirinya paling baik, paling benar, dan paling hebat sehingga mengukur
kelompok lain dengan norma kelompoknya sendiri. Sikap etnosentrisme tidak hanya dalam
kolompok suku, namun juga kelompok lain seperti kelompok pelajar, partai politik,
pendukung tim sepakbola dan sebagainya.
8. Stereotip terhadap suatu kelompok,yaitu anggapan yang dimiliki terhadap suatu kelompok
yang bersifat tidak baik. Seperti anggapan suatu kelompok identik dengan kekerasan, sifat
suatu suku yang kasar, dan sebagainya. Kondisi atau tanda-tanda tersebut merupakan
gejala yang dapat menjadi faktor pemicu terjadinya disharmonis atau kejadian disharmonis
di dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Tantangan disharmonis dalam masyarakat dapat dikelompokkan menjadi beberapa kondisi sebagai
berikut.
1. Disharmonis antarsuku yaitu pertentangan antara suku yang satu dengan suku yang lain.
Perbedaan suku seringkali juga memiliki perbedaan adat istiadat, budaya, sistem
kekerabatan, norma sosial dalam masyarakat. Pemahaman yang keliru terhadap perbedaan
ini dapat menimbulkan disharmonis dalam masyarakat.
2. Disharmonis antaragama yaitu pertentangan antarkelompok yang memiliki keyakinan atau
agama berbeda. Disharmonis ini bisa terjadi antara agama yang satu dengan agama yang
lain, atau antara kelompok dalam agama tertentu.
3. Disharmonis antarras yaitu pertentangan antara ras yang satu dengan ras yang lain.
Pertentangan ini dapat disebabkan sikap rasialis yaitu memperlakukan orang berbeda-beda
berdasarkan ras.
4. Disharmonis antargolongan yaitu pertentangan antar kelompok dalam masyarakat atau
golongan dalam masyarakat. Golongan atau kelompok dalam masyarakat dapat dibedakan
atas dasar pekerjaan, partai politik, asal daerah, dan sebagainya.
Berdasarkan pandangan dan pengetahuan mengenai kenekaragaman bangsa dan budaya, sejarah
pergerakan bangsa dan negara, konsep dan teori nasionalisme berbangsa, serta potensi dan
tantangannyamaka sebagai ASN harus memiliki sikap dalam menjalankan peran dan fungsi
pelayanan masyarakat. ASN bekerja dalam lingkungan yang berbeda dari sisi suku, budaya,
agama dan lain-lain.
Suasana harmoni dalam lingkungan bekerja akan membuatkan kita secara individu tenang,
menciptakan kondisi yang memungkinkan untuk saling kolaborasi dan bekerjasama,
meningkatkan produktifitas bekerja dan kualitas layanan kepada pelanggan.
Kode Etik adalah aturan-aturan yang mengatur tingkah laku dalam suatu kelompok khusus,
sudut pandangnya hanya ditujukan pada hal-hal prinsip dalam bentuk ketentuan ketentuan
tertulis.
Beberapa peran ASN dalam kehidupan berbangsa dan menciptakan budaya harmoni dalam
pelaksanaan tugas dan kewajibannya adalah sebagai berikut:
1. Posisi PNS sebagai aparatur Negara, dia harus bersikap netral dan adil. Netral dalam artian
tidak memihak kepada salah satu kelompok atau golongan yang ada. Adil, berarti PNS
dalam melaksanaknatugasnya tidak boleh berlaku diskriminatif dan harus obyektif, jujur,
transparan.
2. PNS juga harus bisa mengayomi kepentingan kelompok kelompok minoritas, dengan tidak
membuat kebijakan, peraturan yang mendiskriminasi keberadaan kelompok tersebut.
3. PNS juga harus memiliki sikap toleran atas perbedaan.
4. Dalam melaksanakan tugas dan kewajiban PNS juga harus memiliki suka menolong baik
kepada pengguna layanan, juga membantu kolega PNS lainnya yang membutuhkan
pertolongan
5. PNS menjadi figur dan teladan di lingkungan masyarakatnya.
E. LOYAL
Berdasarkan Surat Edaran (SE) Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Nomor 20 Tahun 2021 tanggal 26 Agustus 2021 tentang Implementasi Core Values
dan Employer Branding Aparatur Sipil Negara, disebutkan bahwa dalam rangka penguatan
budaya kerja sebagai salah satu strategi transformasi pengelolaan ASN menuju pemerintahan
berkelas dunia (World Class Government), pemerintah telah meluncurkan Core Values (Nilai-
Nilai dasar) ASN BerAKHLAK dan Employer Branding (Bangga Melayani Bangsa).
Nilai “Loyal” dianggap penting dan dimasukkan menjadi salah satu core values yang harus
dimiliki dan diimplementasikan dengan baik oleh setiap ASN. Kajiannya dapat dilakukan
dengan melihat faktor internal dan faktor eksternal yang jadi penyebabnya.
Faktor internal. ASN-ASN yang profesional, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik
korupsi, kolusi, dan nepotisme yang mampu menyelenggarakan pelayanan publik bagi
masyarakat, melaksanakan kebijakan publik serta mampu menjadi perekat dan persatuan bangsa
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 sesuai dengan fungsinya sebagai ASN sebagaimana
tertuang dalam Pasal 10 UU Nomor 5 Tahun 2010 tentang Aparatur Sipil Negara.
Faktor eksternal. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang masif saat ini
tentu menjadi tantangan sekaligus peluang bagi ASN untuk memenangi persaingan global. ASN
harus mampu menggunakan cara-cara cerdas atau smart power dengan berpikir logis, kritis,
inovatif, dan terus mengembangkan diri berdasarkan semangat nasionalisme dalam menghadapi
tantangan global tersebut sehingga dapat memanfaatkan teknologi informsasi yang ada untuk
membuka cakrawala berpikir dan memandang teknologi sebagai peluang untuk meningkatkan
kompetensi, baik pengetahuan, keterampilan, maupun sikap/perilaku. Bersamaan dengan
peluang pemanfaatan teknologi informasi sebagaimana diuraikan di atas, ASN milenial juga
dihadapkan pada berbagai tantangan yang harus (dan hanya dapat dihadapi) dengan sifat dan
sikap loyal yang tinggi terhadap bangsa dan negara, seperti information overload, yang dapat
menyebabkan paradox of plenty, dimana informasi yang ada sangat melimpah namun tidak
dimanfaatkan dengan baik atau bahkan disalahgunakan. masalah lain yang harus dihadapi
dengan loyalitas tinggi oleh seorang ASN adalah semakin besar peluang masuknya budaya dan
ideologi alternatif dari luar ke dalam segenap sendi-sendi bangsa melalui media informasi yang
dapat dijangkau oleh seluruh anak bangsa yang berpotensi merusak tatanan budaya dan ideologi
bangsa.
Bagi seorang Pegawai Negeri Sipil, kata loyal dapat dimaknai sebagai kesetiaan, paling tidak
terhadap cita-cita organisasi, dan lebih-lebih kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI). Loyalitas merupakan suatu hal yang bersifat emosional. Untuk bisa mendapatkan sikap
loyal seseorang, terdapat banyak faktor yang akan memengaruhinya. Terdapat beberapa
ciri/karakteristik yang dapat digunakan oleh organisasi untuk mengukur loyalitas pegawainya,
antara lain: Taat pada Peraturan, Bekerja dengan Integritas, Tanggung Jawab pada Organisasi,
Kemauan untuk Bekerja Sama, Rasa Memiliki yang Tinggi, Hubungan Antar Pribadi, Kesukaan
Terhadap Pekerjaan, Keberanian Mengutarakan Ketidaksetujuan, dan Menjadi Teladan bagi
Pegawai Lain.
Loyal, merupakan salah satu nilai yang terdapat dalam Core Values ASN yang dimaknai bahwa
setiap ASN harus berdedikasi dan mengutamakan kepentingan bangsa dan negara, dengan
panduan perilaku: a) Memegang teguh ideologi Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945, setia kepada NKRI serta pemerintahan yang sah; b) Menjaga
nama baik sesama ASN, pimpinan instansi dan negara; serta c) Menjaga rahasia jabatan dan
negara.
Kata-kata kunci yang dapat digunakan untuk mengaktualisasikan panduan perilaku loyal
tersebut KOMITMEN, KONTRIBUSI, NASIONALISME, & PENGABDIAN.
Sifat dan sikap loyal warga negara termasuk PNS terhadap bangsa dan negaranya dapat
diwujudkan dengan mengimplementasikan Nilai-Nilai Dasar Bela Negara dalam kehidupan
sehari-harinya, yaitu: 1. Cinta Tanah Air; 2. Sadar Berbangsa dan Bernegara; 3. Setia pada
Pancasila sebagai Ideologi Negara; 4. Rela Berkorban untuk Bangsa dan Negara; dan 5.
Kemampuan Awal Bela Negara.
F. ADAPTIF
Adaptif merupakan salah satu karakter penting yang dibutuhkan oleh individu maupun
organisasi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Terdapat alasan mengapa nilai-nilai
adaptif perlu diaktualisasikan dalam pelaksanaan tugas-tugas jabatan di sektor publik, seperti di
antaranya: Perubahan Lingkungan Strategis, Kompetisi di Sektor Publik, Komitmen Mutu,
Perkembangan Teknologi, dan Tantangan Praktek Administrasi Publik.
Adaptif adalah karakteristik alami yang dimiliki makhluk hidup untuk bertahan hidup dan
menghadapi segala perubahan lingkunganatau ancaman yang timbul. Dengan demikian adaptasi
merupakan kemampuan mengubah diri sesuai dengan keadaan lingkungan tetapi juga mengubah
lingkungan sesuai dengan keadaan (keinginan diri).
Banyak persoalan pelayanan publik tidak dapat diselesaikan secara tuntas, bukan karena
persoalan kemampuan adaptabilitasnya yang rendah, tetapi justru karena peroslan-persoalan
kelembagaan dan kebijakan yang tidak memberi ruang yang cukup untuk beradaptasi.
Kreativitas dan Inovasi. Kreativitas dan inovasi kerap diidentikkan satu sama lain. Selain
karena saling beririsan yang cukup besar, kedua istilah ini memang secara konteks boleh jadi
mempunyai hubungan kasual sebab-akibat. Sebuah inovasi yang baik biasanya dihasilkan dari
sebuah kreativitas. Tanpa daya kreativitas, inovasi akan sulit hadir dan diciptakan. Menginovasi
sebuah barang atau proses akan memerlukan kemampuan kreatif untuk menciptakan inovasi.
Inovasi pada tataran ide akan sulit berwujud jika kreativitas inovatornya tidak bekerja dengan
baik. Namun demikian, dalam kenyataannya, kehadiran inovasi juga tidak mutlak mensyaratkan
adanya kreativitas.
Sehingga dengan demikian kreativitas adalah sebuah kemampuan, sikap maupun proses dapat
dipandang dalam konteks tersendiri yang terpisah dari inovasi. Sementara dalam dimensinya,
nampak adanya keterhubungan langsung antara kreativitas dengan inovasi. Dalam prakteknya,
hubungan kausalitas di antara keduanya seringkali tidak terhindarkan.
Kreativitas yang terbangun akan mendorong pada kemampuan pegawai yang adaptif terhadap
perubahan. Tanpa kreativitas, maka kemampuan beradaptasi dari pegawai akan sangat terbatas.
Kreativitas bukan hanya berbicara tentang kemampuan kreatif, tetapi juga bagian dari mentalitas
yang harus dibangun, sehingga kapasitas adaptasinya menjadi lebih baik lagi.
Organisasi Adaptif. Fondasi organisasi adaptif dibentuk dari tiga unsur dasar yaitu lanskap
(landscape), pembelajaran (learning), dan kepemimpinan (leadership). Unsur lanskap terkait
dengan bagaimana memahami adanya kebutuhan organisasi untuk beradaptasi dengan
lingkungan strategis yang berubah secara konstan. Dinamika dalam perubahan lingkungan
strategis ini meliputi bagaimana memahami dunia yang kompleks, memahami prinsip
ketidakpastian, dan memahami lanskap bisnis. Unsur kedua adalah pembelajaran yang terdiri
atas elemen elemen adaptive organization yaitu perencanaan beradaptasi, penciptaan budaya
adaptif, dan struktur adaptasi. Yang terakhir adalah unsur kepemimpinan yang menjalankan
peran penting dalam membentuk adaptive organization. Organisasi adaptif esensinya adalah
organisasi yang terus melakukan perubahan, mengikuti perubahan lingkungan strategisnya.
Adaptif sebagai Nilai dan Budaya ASN (Learning Organization, Peter Senge):
1. Pegawainya harus terus mengasah pengetahuannya hingga ke tingkat mahir (personal
mastery);
2. Pegawainya harus terus berkomunikasi hingga memiliki persepsi yang sama atau
gelombang yang sama terhadap suatu visi atau citacita yang akan dicapai bersama (shared
vision);
3. Pegawainya memiliki mental model yang mencerminkan realitas yang organisasi ingin
wujudkan (mental model);
4. Pegawainya perlu selalu sinergis dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan untuk mewujudkan
visinya (team learning);
5. Pegawainya harus selalu berpikir sistemik, tidak kaca mata kuda, atau bermental silo
(systems thinking)
Perilaku adaptif merupakan tuntutan yang harus dipenuhi dalam mencapai tujuan – baik
individu maupun organisasi – dalam situasi apa pun. Salah satu tantangan membangun atau
mewujudkan individual dan organisasi adaptif tersebut adalah situasi VUCA (Volatility,
Uncertainty, Complexity, dan Ambiguity). Hadapi Volatility dengan Vision, hadapi uncertainty
dengan understanding, hadapi complexity dengan clarity, dan hadapi ambiguity dengan agility.
Organisasi adaptif yaitu organisasi yang memiliki kemampuan untuk merespon perubahan
lingkungan dan mengikuti harapan stakeholder dengan cepat dan fleksibel. Budaya organisasi
merupakan faktor yang sangat penting di dalam organisasi sehingga efektivitas organisasi dapat
ditingkatkan dengan menciptakan budaya yang tepat dan dapat mendukung tercapainya tujuan
organisasi. Bila budaya organisasi telah disepakati sebagai sebuah strategi perusahaan maka
budaya organisasi dapat dijadikan alat untuk meningkatkan kinerja. Dengan adanya
pemberdayaan budaya organisasi selain akan menghasilkan sumber daya manusia yang
berkualitas.
Terkait membangun organisasi pemerintah yang adaptif, Neo & Chan telah berbagi pengalaman
bagaimana Pemerintah Singapura menghadapi perubahan yang terjadi di berbagai sektornya,
mereka menyebutnya dengan istilah dynamic governance. Menurut Neo & Chen, terdapat tiga
kemampuan kognitif proses pembelajaran fundamental untuk pemerintahan dinamis yaitu
berpikir ke depan (think ahead), berpikir lagi (think again) dan berpikir lintas (think across).
Selanjutnya, Liisa Välikangas (2010) memperkenalkan istilah yang berbeda untuk pemerintah
yang adaptif yakni dengan sebutan pemerintah yang tangguh (resilient organization).
Pembangunan organisasi yang tangguh menyangkut lima dimensi yang membuat organisasi
kuat dan imajinatif: kecerdasan organisasi, sumber daya, desain, adaptasi, dan budaya (atau sisu,
kata Finlandia yang menunjukkan keuletan).
G. KOLABORASI
Definisi Kolaborasi
Dyer and Singh (1998, dalam Celik et al, 2019) mengungkapkan bahwa kolaborasi adalah
“value generated from an alliance between two or more firms aiming to become more
competitive by developing shared routines”.
Kolaborasi Pemerintahan
Irawan (2017 P 6) mengungkapkan bahwa “Collaborative governance” sebagai sebuah proses
yang melibatkan norma bersama dan interaksi saling menguntungkan antar aktor governance.
Collaborative governance dalam artian sempit merupakan kelompok aktor dan fungsi. Ansell
dan Gash A (2007:559), menyatakan Collaborative governance mencakup kemitraan institusi
pemerintah untuk pelayanan publik. Sebuah pendekatan pengambilan keputusan, tata kelola
kolaboratif, serangkaian aktivitas bersama di mana mitra saling menghasilkan tujuan dan
strategi dan berbagi tanggung jawab dan sumber daya (Davies Althea L Rehema M. White,
2012). Kolaborasi juga sering dikatakan meliputi segala aspek pengambilan keputusan,
implementasi sampai evaluasi. Berbeda dengan bentuk kolaborasi lainnya atau interaksi
stakeholders bahwa organisasi lain dan individu berperan sebagai bagian strategi kebijakan,
collaborative governance menekankan semua aspek yang memiliki kepentingan dalam
kebijakan membuat persetujuan bersama dengan “berbagi kekuatan”. (Taylo Brent and Rob C.
de Loe, 2012).
Pada collaborative governance pemilihan kepemimpinan harus tepat yang mampu membantu
mengarahkan kolaboratif dengan cara yang akan mempertahankan tata kelola stuktur horizontal
sambil mendorong pembangunan hubungan dan pembentukan ide. Selain itu, Kolaboratif harus
memberikan kesempatan kepada berbagai pihak untuk berkontribusi, terbuka dalam bekerja
sama dalam menghasilkan nilai tambah, serta menggerakan pemanfaatan berbagai sumber daya
untuk tujuan bersama.
Dalam pengertian ini WoG dipandang menunjukkan atau menjelaskan bagaimana instansi
pelayanan publik bekerja lintas batas atau lintas sektor guna mencapai tujuan bersama dan
sebagai respon terpadu pemerintah terhadap isu-isu tertentu. Untuk kasus Australia berfokus
pada tiga hal yaitu pengembangan kebijakan, manajemen program dan pemberian layanan.
Dari definisi ini diketahui bahwa WoG merupakan pendekatan yang menekankan aspek
kebersamaan dan menghilangkan sekat-sekat sektoral yang selama ini terbangun dalam model
NPM. Bentuk pendekatannya bisa dilakukan dalam pelembagaan formal atau pendekatan
informal.
Dalam pengertian USIP (United States Institute of Peace), WoG ditekankan pada
pengintegrasian upaya-upaya kementerian atau lembaga pemerintah dalam mencapai tujuan-
tujuan bersama. WoG juga dipandang sebagai bentuk kerjasama antar seluruh aktor, pemerintah
dan sebaliknya.
Pengertian dari USIP ini menunjukkan bahwa WoG tidak hanya merupakan pendekatan yang
mencoba mengurangi sekat-sekat sektor, tetapi juga penekanan pada kerjasama guna mencapai
tujuan-tujuan bersama. Dari dua pengertian di atas, dapat diketahui bahwa karakteristik
pendekatan WoG dapat dirumuskan dalam prinsip-prinsip kolaborasi, kebersamaan, kesatuan,
tujuan bersama, dan mencakup keseluruhan aktor dari seluruh sektor dalam pemerintahan.
AGENDA III
A. SMART ASN
Pengertian Literasi Digital
Menurut Gilster (1997) literasi digital mengacu kepada kemampuan untuk memahami, mengevaluasi
dan mengintegrasi ke dalam berbagai format (multiple formats) dalam bentuk digital. Titik berat dari
literasi digital adalah untuk mengevaluasi dan menginterpretasi informasi yang ada. Sementara itu,
Lankshear dan Knobel (dalam Bawden, 2008) mendefinisikan literasi digital sebagai analisis praktik
sosial yang mengidentifikasi poin-poin penting untuk pembelajaran yang efektif.
Menurut definisi UNESCO dalam modul UNESCO Digital Literacy Framework (Law, dkk.,
2018) literasi digital adalah “kemampuan untuk mengakses, mengelola, memahami,
mengintegrasikan, mengkomunikasikan, mengevaluasi, dan menciptakan informasi secara aman
dan tepat melalui teknologi digital untuk pekerjaan, pekerjaan yang layak, dan kewirausahaan.
Ini mencakup kompetensi yang secara beragam disebut sebagai literasi komputer, literasi TIK,
literasi informasi dan literasi media.”
Roadmap Literasi Digital 2021-2024 yang disusun oleh Kominfo, Siberkreasi, dan Deloitte pada
tahun 2020 menjadi panduan fundamental untuk mengatasi persoalan terkait percepatan
transformasi digital, dalam konteks literasi digital. Sehingga perlu dirumuskan kurikulum
literasi digital yang terbagi atas empat area kompetensi yaitu: kecakapan digital, budaya digital,
etika digital, dan keamanan digital.
Digital skill yaitu kemampuan untuk secara efektif dan kritis menavigasi, mengevaluasi dan
membuat informasi dengan menggunakan berbagai teknologi digital. Keterampilan digital
meliputi kemampuan dalam menggunakan media sosial, membuat form digital dan spreadshet,
membuat presentasi, mengoperasikan komputer, mengetik, mengirim email, dan meng-update
diri terhadap perubahan informasi digital yang ada.
Digital Ethics digital yaitu kemampuan individu dalam mempertimbangkan baik atau buruknya
sebuah tata kelola digital dalam kehidupan sehari-hari. Seseorang yang menyadari pentingnya
etika dalam menggunakan sumber digital tidak akan terjebak dan terjerumus pada konten-
konten yang tidak bermanfaat, seperti konten pornografi, penyebaran berita hoax maupun
perundungan (bullying) yang bersifat verbal di dunia maya. Norma dan nilai-nilai kesopanan
yang kita miliki harus kita bawa ke dunia digital, karena pada dasarnya segala hal baik yang kita
lakukan di dunia nyata juga harus kita lakukan di dunia maya. Jangan sampai bangsa Indonesia
yang dahulu dikenal sebagai bangsa yang ramah dan santun, berubah menjadi bangsa yang tidak
beradab hanya karena ulah segelintir oknum yang tidak bijak dalam bersosial media.
Digital Culture adalah hasil olah pikir, kreasi dan cipta karya manusia yang berlandaskan
teknologi internet. Saat ini masyarakat kita terus berubah, seiring perubahan akibat adanya
revolusi gelombang keempat. Perubahan tersebut membawa pada terwujudnya budaya digital
yang menjadi tatanan kehidupan baru masyarakat. Contoh budaya digital yang sudah begitu
melekat dengan keseharian kita misalnya berbelanja secara online, melakukan pembayaran
digital, Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) di dunia pendidikan maupun rapat-rapat virtual, dan
Work From Home (WFH).
Digital Safety merupakan aktivitas untuk melindungi informasi dari terjadinya tindakan
kriminal (cyber crime) terhadap sumber daya digital. Biasanya cyber crime terjadi karena ada
seseorang yang ingin mengganggu kerahasiaan (confidentiality), integritas (integrity), dan
ketersediaan (availability) sebuah sistem informasi.
Empat Pilar yang menopang literasi digital yaitu etika, budaya, keamanan, dan kecakapan
dalam bermedia digital.
Pengetahuan dasar mengenai lanskap digital meliputi berbagai perangkat keras dan perangkat
lunak karena lanskap digital merupakan sebutan kolektif untuk jaringan sosial, surel, situs
daring, perangkat seluler, dan lain sebagainya. Fungsi perangkat keras dan perangkat lunak
saling berkaitan sehingga tidak bisa lepas satu sama lain. Dengan demikian, kita perlu
mengetahui dan memahami fungsi perangkat keras dan perangkat lunak yang digunakan dalam
mengakses dunia digital. Salah satu perangkat keras yang sering kali digunakan dalam dunia
digital adalah komputer.
Salah satu hal yang sering kita jumpai dalam dunia digital adalah internet. Internet merupakan
jaringan komputer yang memungkinkan satu komputer saling berhubungan dengan komputer
lain (Levine &Smart ASN Young, 2010). Karena hal tersebut, maka pengguna komputer dapat
berkomunikasi dengan pengguna komputer lainnya.
Literasi digital sering kita anggap sebagai kecakapan menggunakan internet dan media digital.
Namun begitu, acap kali ada pandangan bahwa kecakapan penguasaan teknologi adalah
kecakapan yang paling utama. Padahal literasi digital adalah sebuah konsep dan praktik yang
bukan sekadar menitikberatkan pada kecakapan untuk menguasai teknologi. Lebih dari itu,
literasi digital juga banyak menekankan pada kecakapan pengguna media digital dalam
melakukan proses mediasi media digital yang dilakukan secara produktif (Kurnia & Wijayanto,
2020; Kurnia & Astuti, 2017). Seorang pengguna yang memiliki kecakapan literasi digital yang
bagus tidak hanya mampu mengoperasikan alat, melainkan jugamampu bermedia digital dengan
penuh tanggung jawab.
Dunia digital saat ini telah menjadi bagian dari keseharian kita. Berbagai fasilitas dan aplikasi
yang tersedia pada gawai sering kita gunakan untuk mencari informasi bahkan solusi dari
permasalahan kita sehari-hari. Durasi penggunaan internet harian masyarakat Indonesia hingga
tahun 2020 tercatat tinggi, yaitu 7 jam 59 menit (APJII, 2020. Angka ini melampaui waktu rata-
rata masyarakat dunia yang hanya menghabiskan 6 jam 43 menit setiap harinya. Bahkan
menurut hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2020, selama
pandemi COVID-19 mayoritas masyarakat Indonesia mengakses internet lebih dari 8 jam
sehari. Pola kebiasaan baru untuk belajar dan bekerja dari rumah secara daring ikut membentuk
perilaku kita berinternet. Literasi Digital menjadi kemampuan wajib yang harus dimiliki oleh
masyarakat untuk saling melindungi hak digital setiap warga negara.
B. MANAJEMEN ASN
Manajemen ASN adalah pengelola ASN untuk menghasilkan pegawai ASN yang Profesional,
memiliki nilai dasar, etika profesi, bebas dari intervensi politik dan bersih praktik KKN.
1. KEDUDUKAN & PERAN; HAK & KEWAJIBAN; DAN KODE ETIK ASN.
a. Kedudukan ASN berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014
1. Pegawai Negeri Sipil (PNS)
PNS merupakan warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat
sebagai Pegawai ASN secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk
menduduki jabatan pemerintahan dan memiliki nomor induk pegawai secara
nasional.
2. Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK)
Warga Negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, yang diangkat
berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu dalam rangka
melaksanakan tugas pemerintahan sesuai dengan kebutuhan Instansi Pemerintah
dan ketentuan perundang-undangan.
b. Peran ASN (Fungsi dan Tugas ASN)
1. Pelaksana Kebijakan Publik, Melaksanakan kebijakan yang dibuat oleh Pejabat
Pembina Kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Pelayan Publik, Memberikan pelayanan publik yang professional dan berkualitas.
3. Perekat dan Pemersatu Bangsa, Mempererat persatuan dan kesatuan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
c. Hak ASN sesuai dengan Pasal 21 UU No. 5 Tahun 2014
1. PNS
Gaji, Tunjangan, Perlindungan, Pengembangan Kompetensi, Jaminan Pensiun dan
Hari Tua, Cuti.
2. PPPK
Gaji, Tunjangan, Perlindungan, Pengembangan Kompetensi, Cuti.
d. Kewajiban ASN
1. setia dan taat pada Pancasila, UUD’45, NKRI
2. menjaga persatuan dan kesatuan bangsa
3. melaksanakan kebijakan yang dirumuskan pejabat pemerintah yang berwenang
4. menaati ketentuan peraturan perundang-undangan
5. Melaksanakan Tugas Kedinasan dengan Penuh Pengabdian, Kejujuran, Kesadaran,
dan Tanggung Jawab
6. Menunjukkan Integritas dan Keteladanan Dalam Sikap, Perilaku, Ucapan Dan
Tindakan Kepada Setiap Orang, Baik di Dalam Maupun di Luar Kedinasan
7. Menyimpan Rahasia Jabatan Dan Hanya Dapat Mengemukakan Rahasia Jabatan
Sesuai Dengan Ketentuan Peraturan Perundang-undangan
8. Bersedia Ditempatkan Di Seluruh Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
e. Kode Etik dan Kode Perilaku ASN
1. Melaksanakan tugasnya dengan jujur, bertanggungjawab, dan berintegritas tinggi
2. Melaksanakan tugasnya dengan cermat dan disiplin
3. Melayani dengan sikap hormat, sopan, dan tanpa tekanan
4. melaksanakan tugasnya sesuai dengan perintah atasan atau sejauh tidak
bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan etika
pemerintahan.
5. tidak menyalahgunakan informasi intern Negara, tugas, status, kekuasaan, dan
jabatannya untuk mendapat atau mencari keuntungan atau manfaat bagi diri sendiri
atau untuk orang lain.
6. Memberika informas secara benar dan tidak menyesatkan kepada pihak lain yang
memerlukan informasi terkait kepentingan kedinasanMemberika informas secara
benar dan tidak menyesatkan kepada pihak lain yang memerlukan informasi terkait
kepentingan kedinasan.
7. Melayani dengan sikap hormat, sopan, dan tanpa tekanan.
8. menjaga agar tidak terjadi konflik kepentingan dalam melaksanakan tugasnya.
9. Melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
10. memegang teguh nilai dasar ASN dan selalu menjaga reputasi dan integritas ASN.
11. Menggunakan kekayaan dan barang milik Negara secara bertanggungjawab, efektif,
dan efisien.
12. menjaga agar tidak terjadi konflik kepentingan dalam melaksanakan tugasnya.
2. SISTEM MERIT
a. Latar Belakang Merit
1. Praktik SPOIL SISTEM dan INKOMPETENSI dalam sistem rekrutmen dan seleksi
pegawai.
2. Perlu adanya KETERKAITAN antara Pengelolaan SDM dengan Tujuan
Organisasi.
3. Tingkat disiplin, Etos Kerja, dan Budaya Kerja ASN masih rendah.
4. Struktur kepegawaian yaitu kualitas, kuantitas, dan distribusi belum ideal.
b. Sitem Merit Pasal 1 UU ASN tentang ketentuan Umum
“Sistem merit adalah kebijakan dan manajemen ASN yang berdasarkan pada
kualifikasi, kompetensi dan kinerja secara adil dan wajar dengan tanpa membedakan
latar belakang politik, ras, warna kulit, agama, asal usul, jenis kelamin, status
pernikahan, umur, atau kondisi kecatatan”.
c. Manfaat Sistem Merit bagi Organisasi
1. Mendukung keberadaan Penerapan Prinsip Akuntabilitas
2. Dapat mengarahkan SDM utuk dapat mempertanggung jawabkan tugas dan
fungsinya
3. Instansi pemerintah mendapatkan pegawai yang tepat dan berintegritas untuk
mencapai visi dan misinya
d. Manfaat Sistem Merit bagi Pegawai
1. Menjamin Keadilan dan ruang keterbukaan dlm perjalanan karir seorang pegawai
2. Memiliki Kesempatan yang sama untuk meningkatkan kualitas diri
e. Pelaksanaan Sistem Merit dalam Pengelolaan SDM
1. Perencanaan
Perencanaan kebutuhan pegawai
Pegawai ASN terpilih
Pegawai ditempatkan sesuai dengan perencanaan
2. Jaminan sistem Merit dalam Monitoring, Penilaian dan Pengembangan
Pangkat dan Jabatan
Pengembangan Karir
Mutasi Pegawai
Penilaian Kinerja
3. Kelembagaan dan Jaminan sistem Merit dalam Pengelolaan ASN
Komisi ASN; Mempunyai kewenangan untuk melakukan MONEV pelaksanan
kebijakan dan manajemen ASN
Kemenpan RB; Memberikan bimbingan pertimbangan pada proses penindakan
pejabat yg berwenang dan Pejabat Pembina Kepegawaian atas penyimpangan
pelaksanaan Sistem Merit dalam pengelolaan ASN