Print Andal PT Puser Bumi Indonesia Libre
Print Andal PT Puser Bumi Indonesia Libre
Oleh:
1.
2.
3.
4.
5.
NIM: 13/354980/PMU/7905
NIM: 13/354980/PMU/7908
NIM: 13/354980/PMU/7987
NIM: 13/354980/PMU/7998
NIM: 13/354980/PMU/7946
GRADUATE OF SCHOOL
GADJAH MADA UNIVERSITY
YOGYAKARTA
2014
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR .........................................................................
............................................ ii
PERNYATAAN ........................................................................
..................................................... iii
DAFTAR
ISI ...............................................................................
.................................................. iv
DAFTAR
TABEL .............................................................................
........................................... xiii
DAFTAR
GAMBAR ............................................................................
........................................ xv
DAFTAR
LAMPIRAN ..........................................................................
........................................ xix
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang ..........................................................................
.................... I-1
1.2. Tujuan dan Manfaat
Penelitian ........................................................................
I-2
1.3. Perundangan-
undangan ..........................................................................
...... I-3
BAB II
BAB III
BAB IV
BAB V
BAB V
DAFTAR
PUSTAKA ...........................................................................
..................................... 132
LAMPIRAN ..........................................................................
..................................................... 133
DAFTAR TABEL
Tabel
1.1.
Tabel
1.2.
Tabel
1.3.
Tabel
1.4.
Keputusan Terkait Lainnya dengan Studi Amdal PT. Puser Bumi Indonesia di
Kabupaten Sleman, Provinsi DI
Yoyakarta ...................................................... I-5
Tabel
2.1.
Tabel
2.2.
Tabel
3.1.
Bentuklahan Wilayah
Sleman .........................................................................
III-2
Tabel
3.2.
Data curah hujan Stasiun
Pakem.................................................................... III-4
Tabel
3.3.
Tabel
3.4.
Tabel
3.5.
Tabel
3.6.
Tabel
3.7.
Tabel
3.8.
Hasil Pengamatan Flora Darat di Lokasi IUP PT. Puser Bumi Indonesia
di Kecamatan
Pakem .............................................................................
.... III-10
Hasil Pengamatan Semak, Palm, Liana, dan Rumput di Lokasi IUP
PT. Puser Bumi Indonesia di Kecamatan Pakem .................................. III-
11
Tabel
3.9.
Tabel
3.10.
Tabel
3.11.
Tabel
3.12.
Tabel
3.13.
Data jumlah 10 besar penyakit di Wilayah Kerja Puskesma Pakem ............. III-19
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar
2.1.
Gambar
2.2.
Gambar
2.3.
Gambar
2.4.
Penampang Jalan
Angkut ..........................................................................
II-13
Gambar
2.5.
Tahap–tahap Kegiatan
Penambangan ....................................................... II-14
Gambar
3.1.
Gambar
3.2.
Gambar
3.3.
Gambar
3.4.
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1.
xiv
BAB I.
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Kebutuhan akan bahan bangunan seperti pasir dan batu dewasa ini meningkat seiring
dengan peningkatan teknologi dan kebutuhan pengembangan wilayah. Kegunaan pasir
digunakan untuk pengembangan perumahan, bahan bangunan maupun industri. Pesatnya
pembangunan di wilayah perkotaan sekitar Yogyakarta, Sleman, Muntilan, Magelang,
Klaten,
Boyolali, Semarang dan sekitarnya menjadikan kebutuhan akan bahan bangunan berupa
pasir
dan batu (Sirtu) yang termasuk Bahan Galian Golongan C sangat meningkat. Peraturan
yang
tertuang dalam regulasi dan ketentuan dari pemerintah lebih detail tentang segala
bentuk rencana
kegiatan pembangunan yang diprediksi akan memberikan dampak penting dan besar
terhadap
lingkungan, termasuk kegiatan pertambangan mineral dengan segala bentuk kegiatan
yang
terkait didalamnya adalah diterbitkannya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 27
Tahun 2009 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup dan selanjutnya
Peraturan
Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 12 Tahun 2012 tentang Jenis Rencana Usaha
dan/atau
Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi Dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
Mengacu pada perundang-undangan dan peraturan-peraturan tersebut, maka pihak
manajemen PT. Puser Bumi Indonesia yang merupakan perusahaan swasta bergerak di
bidang
pertambangan umum merencanakan melakukan studi AMDAL atas rencana kegiatan pada
areal
Izin Usaha Tambang Golongan Galian-C di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa
Yogyakarta.
dengan luas 100 ha, yang izin eksplorasinya telah dikeluarkan berdasarkan Surat
Keputusan
Bupati Sleman Nomor :____________________________.
PT. Puser Bumi Indonesia merencanakan melakukan kegiatan eksploitasi yang
diharapkan kegiatan tersebut menjadi penggerak ekonomi wilayah sekitar khususnya,
sumber
penerimaan negara melalui devisa serta meningkatkan kualitas sosial ekonomi dan
budaya
masyarakat melalui peningkatan pendapatan dan kesempatan berusaha serta alih
teknologi. Di
samping dampak positif tersebut tentunya akan timbul dampak negatif, baik langsung
maupun
Dok. Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL)
I - 1
tidak langsung pada komponen lingkungan fisik kimia, biologi maupun sosial ekonomi
budaya dan
kesehatan masyarakat, karena usaha penambangan tersebut mempunyai interaksi yang
kuat
dengan lingkungan hidup.
1.2. TUJUAN DAN MANFAAT
1.2.1. Tujuan
Rencana kegiatan penambangan yang akan dilakukan oleh PT. Puser Bumi Indonesia
secara umum bertujuan untuk :
a. Mengelola potensi sumber daya alam berupa pasir dan batu (SIRTU) yang terkandung
di
wilayah Kabupaten Sleman untuk kepentingan ekonomis;
b. Memenuhi permintaan pasokan pasir dan batu lokal wilayah secara khusus dan
nasional
secara umum;
c. Meningkatkan pendapatan perusahaan dari kegiatan penambangan pasir dan batu
(SIRTU) yang dilaksanakan di lokasi penambangan tersebut; serta
d. Meningkatkan penerimaan daerah dari sektor non migas melalui pajak perusahaan.
1.2.2. Manfaat
Adapun manfaat yang akan diperoleh dari kegiatan penambangan yang akan dilakukan
oleh PT. Puser Bumi Indonesia adalah :
Bagi Perusahaan :
a. Keuntungan ekonomis bagi keberlanjutan usaha perusahaan;
b. Memenuhi permintaan pasokan pasir dan batu dari industri-industri mitra yang
membutuhkan; serta
I - 2
a. Meningkatkan tingkat kesejahteraan ekonomi dan sosial melalui penciptaan peluang
kerja dan berusaha; serta
b. Penyerapan tenaga kerja produktif di daerah sekitar kegiatan.
1.3. PERUNDANG-UNDANGAN
Landasan hukum yang dipakai sebagai payung dalam menyusun dokumen AMDAL
rencana kegiatan penambangan Galian C (pasir dan batu) PT. Puser Bumi Indonesia
berupa
peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan pemerintah yang berlaku.
1.3.1. Undang – Undang
Tabel 1.1. Undang-Undang terkait dengan Studi Amdal PT. Puser Bumi Indonesia di
Kabupaten
Sleman Provinsi DI Yogyakarta.
No.
1.
Undang-Undang
Undang - Undang
Dasar 1945
Tentang
Pengelolaan dan Pemanfaatan
Sumber daya Alam
2.
Pokok-pokok Agraria
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
Alasan
Payung hukum untuk mengelola dan
memanfaatkan SDA secara adil, dan
berkelanjutan.
Terkait penguasaan dan pengelolaan
tanah/lahan.
Upaya pengelolaan berlandaskan konservasi
SDA
Telaah gangguan kesehatan masyarakat dan
tenaga kerja
Ketentuan-ketentuan konvensi bidang Kehati
Acuan dasar pemanfaatan dan pengelolaan
wilayah kawasan hutan
Acuan pendirian bangunan
Regulasi bidang ketenagakerjaan termasuk
usaha pertambangan
Acuan Pengelolaan sumber daya air
Ketentuan dalam perolehan hak atas tanah
Acuan pembagian kewenangan pemerintah
Acuan Pengelolaan keuangan Daerah
Arahan Kesesuaian dan Penataan Ruang
Acuan untuk pihak Pemrakarsa dalam
mengalokasikan angg. Sebagai bentuk CSR
Penggunaan jalan Provinsi dan jalan-jalan
umum untuk kegiatan proyek
Pedoman
Umum
Perlindungan
dan
pengelolaan lingkungan hidup
I - 3
1.3.2. Peraturan Pemerintah
Tabel 1.2. Peraturan Pemerintah terkait dengan Studi Amdal PT. Puser Bumi Indonesia
di
Kabupaten Sleman, Provinsi DI Yogyakarta
1.
Peraturan
Pemerintah
No. 20 Tahun 1990
2.
3.
No.
Tentang
Alasan
4.
5.
6.
7.
Perubahan UU Pertambangan
Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air
Penyusunan Rencana Pengelolaan
Hutan, Pemanfaatan Hutan dan
Penggunaan Kawasan Hutan
Penataan Hutan dan Rencana
Pengelolaan Hutan serta
Pemanfaatan Hutan
1.3.3
Tabel 1.3. Keputusan Menteri dan Peraturan Menteri terkait dengan Studi Amdal PT.
Puser Bumi
Indonesia di Kabupaten Sleman, Provinsi Yogyakarta
No.
1.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Keputusan/Peraturan Menteri
Kep. Menhut
Nomor 54/KPTS/UM/2 Tahun
1972
Kep. Menkes
Nomor 718/MENKES Tahun
1987
Kep. MenKLH
Nomor KEP-02/MENKLH/6
Tahun 1988
Peraturan Menteri
Pertambangan dan Enegi
Nomor 1211.K/008/M.PE/1995
Tentang
Jenis Pohon Yang Dilindungi
Alasan
Keragaman jenis pada lokasi
rencana usaha/ kegiatan
Rencana usaha/kegiatan
potensial menyebabkan
kebisingan
Pedoman pelaksanaan kegiatan
untuk menjadi indikator baku mutu
lingkungan
Pedoman penanggulangan
kerusakan lingkungan akibat Keg.
Pertambangan
Kep. MenLH
Nomor 13/MENLH/ 3 Tahun
1995
Men LH
48/MENLH/11/ 1996
Pengakuan Kewenangan
I - 4
No.
9.
10.
11.
1.3.4
Keputusan/Peraturan Menteri
Tahun 2002
Tentang
Kabupaten dan Kota
Kep. Men. LH
No. 37 Tahun 2003
Kep. Men. LH
No. 115 Tahun 2003
Permen LH
No. 12Tahun 2012
Alasan
kepada pemerintah
kabupaten/kota
Panduan pengukuran paramater
kualitas air permukaan
Pedoman penetapan kualitas dan
mutu air di sekitar lokasi sebelum
pelaksanaan kegiatan
Pedoman dan landasan hukum
penyusunan studi AMDAL
Tabel 1.4. Keputusan Terkait Lainnya dengan Studi Amdal PT. Puser Bumi Indonesia di
Kabupaten Sleman, Provinsi DI Yoyakarta
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Peraturan
Tentang
Alasan
Penyelenggara Pengelola
Usaha Pertambangan Umum
Perlindungan Kawasan
Resapan Air
I - 5
BAB II.
RENCANA USAHA DAN/ATAU
KEGIATAN
2.1. Identitas Pemrakarsa dan Penyusun ANDAL
1. Pemrakarsa
Nama Perusahaan
Penanggung Jawab
Jabatan
Direktur Utama
2. Penyusun ANDAL
Pelaksana
Penanggung jawab
Alamat Kantor
II - 1
Tabel 2.1. Tim Pelaksana Studi AMDAL
No.
N a m a
1.
2.
3.
4.
5.
Asisten Peneliti
: 10 orang
Administrasi
: 2 orang
Keterangan
Lain
Sertificate/Ijazah
Keahlian
Ahli Lingkungan
AMDAL A dan B
Kompetensi
AMDAL
Ketua Tim
Ahli Ilmu
Lingkungan,
AMDAL B
Koord.
Geofisik Kimia
Ahli Teknik
Sumberdaya Air, Anggota Tim
AMDAL B
Ahli Kimia
Lingkungan
Anggota Tim
Ahli Geologi,
AMDAL B
Anggota Tim
II - 2
2. Kesesuaian Lokasi Rencana Usaha dan/atau Kegiatan dengan Rencana Tata Ruang
Mengacu pada Perda tersebut, maka Pemerintah Kabupaten Sleman telah
memberikan izin eksplorasi penambangan Galian C pasir dan baru kepada PT. Puser
Bumi
Indonesia dengan SK Bupati No: ________________tentang Persetujuan Izin Usaha
Pertambangan Galian Golongan C Kepada PT. Puser Bumi Indonesia dengan luas areal
100
ha.
Batas wilayah studi rencana kegiatan penambangan golongan PT. Puser Bumi
Indonesia meliputi :
a. Batas Proyek
Batas proyek adalah ruang dimana rencana kegiatan penambangan pasir dan batu
terletak, yaitu di Desa Cangkringan Kecamatan Pakem. Luasan tapak proyek adalah 100
Ha berdasarkan luas Izin Usaha Pertambangan yang dikeluarkan oleh Bupati Sleman.
b. Batas Ekologi
Batas ekologi dari kegiatan penambangan pasir dan batu PT. Puser Bumi
Indonesia adalah batas yang masih dipengaruhi persebaran dampak melalui udara, air
dan tanah. Persebaran dampak pencemaran udara yang dicermati adalah adalah wilayah
permukiman yang meliputi desa-desa yang ada di sekitar lokasi kegiatan. Sedang
pencemaran air khususnya air sungai adalah batas wilayah yang masih terjangkau
penyebaran sedimen dan erosi.
c. Batas Sosial
Batasan sosial adalah ruang di sekitar rencana kegiatan kawasan yang
merupakan tempat berlangsungnya berbagai interaksi sosial yang mengandung norma
dan nilai tertata yang sudah mapan, sesuai dengan proses dinamika sosial suatu
kelompok masyarakat yang diperkirakan mengalami perubahan mendasar akibat rencana
kegiatan nantinya. Kemungkinan yang akan terkena dampak dari adanya kegiatan
tersebut adalah masyarakat di sekitar proyek. Cakupan batas sosial kegiatan
II - 3
penambangan pasir dan batu PT. Puser Bumi Indonesia adalah Desa Cangkringan
Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman.
d. Batas Administrasi
Batas administrasi rencana kegiatan penambangan PT. Puser Bumi Indonesia
sebagai berikut :
Desa
: Cangkringan
Kecamatan
: Pakem
Kabupaten
: Sleman
Provinsi
3. Hubungan Antara Lokasi Rencana Usaha dan/atau Kegiatan dengan Jarak dan
Ketersediaan Berbagai Sumberdaya
Sumberdaya air khususnya untuk kebutuhan air tawar dapat diperoleh di wilayah
tersebut, mengingat pada wilayah tersebut terdapat sumber mata air yang berasal
dari
beberapa aliran sungai dan mata air karena daerah tersebut berbatasan dengan daerah
resapan air (hutan). Demikian pula kebutuhan lain seperti keperluan sehari-hari
karyawan
akan didatangkan dari wilayah sekitar Kecamatan Pakem. Energi listrik yang akan
digunakan
kawasan penambangan akan bersumber dari PLN dan genset milik PT. Puser Bumi
Indonesia.
Sedangkan sumberdaya manusia sebagai tenaga kerja akan diprioritaskan bagi
masyarakat
Desa Cangkringan secara khusus dan masyarakat Kabupaten Sleman secara umum.
4. Tata Letak Usaha dan/atau Kegiatan
Beberapa bangunan dan infrastruktur yang akan dibangun untuk menunjang aktivitas
PT. Puser Bumi Indonesia dalam kegiatan penambangan di Kecamatan Pakem adalah:
a. Pembangunan Stone Crosser dan Workshop
Lokasi yang layak untuk Stone Crosser dan Workshop berdasarkan hasil orientasi
dan survey berada di lokasi batas penambangan.
II - 4
b. Pembangunan Sarana Penunjang dan Pendukung
Sarana penunjang yang akan dibangun di Desa Cangkringan berupa sarana
penunjang yang langsung berhubungan dengan kegiatan produksi. Sarana penunjang
dimaksud, berupa :
Garasi seluas 50 m2
Adapun sarana dan perumahan di sekitar Desa Cangkringan yang akan dibangun,
meliputi :
II - 5
dengan perhitungan target produksi 100 truck/hari pada lahan 100 ha. Asumsi I ha
(10000
m2 tebal material 5 meter dari permukaan tanah menjadi 50.000 m 2/ha. Sehingga
deposit
untuk masa usaha sebesar 5.000.000 m2. Produksi per hari 2 ret dengan kapasitas
muatan 3 m2/unit truk dengan 100 truck hari menjadi 600 m2/hari. Sehingga umur
tambang
selama 22 tahun.
2) Perizinan Lokasi
Kegiatan pengurusan izin dan telaah teknis lokasi penambangan dilakukan pada
instansi yang terkait Dinas Pertambangan atau instansi teknis sesuai perundang-
undangan
yang berlaku.
b. Tahap Konstruksi
Kegiatan tahap konstruksi meliputi mobilisasi tenaga kerja, mobilisasi alat berat
dan
material, pembangunan jalan, pembangunan dermaga dan sarana penunjang (seperti
bengkel kerja, kantor, gudang, base camp, laboratorium, rumah genset, pompa BBM,
barak
poliklinik, mess, dan lain-lain).
1) Mobilisasi Tenaga Kerja
Untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja di kegiatan penambangan pasir dan batu
milik PT. Puser Bumi Indonesia, direncanakan suatu organisasi kerja. Dengan rencana
produksi per tahun sekitar /tahun, tenaga non skill operasi produksi akan
diserahkan
kepada pihak ketiga (out sourching) dan tenaga kerja outsourching dapat diambil
dari
masyarakat setempat.
Secara bertahap tenaga kerja setempat dilatih untuk memenuhi formasi apa yang
dibutuhkan oleh perusahaan mengenai tenaga kerja. Seperti pada tenaga operator alat
berat, workshop, bidang produksi dan pengapalan. Jumlah dan kualifikasi yang
dibutuhkan
oleh PT. Puser Bumi Indonesia untuk melakukan penambangan di Kecamatan Pakem.
Berikut ini disajikan pada Tabel 2.2. di bawah ini mengenai organisasi kerja yang
akan
dibutuhkan sebagai keutuhan perusahaan.
II - 6
Tabel 2.2.
Jumlah dan Kualikasi Tenaga Kerja Kegiatan Penambangan Galian Golongan C (pasir dan
batu) PT. Puser Bumi Indonesia
No.
1.
2.
5.
7.
10.
13.
15.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
35.
36.
37.
39.
41.
43.
45.
46.
47.
48.
Departemen
Director
Posisi
Project Manager/Kepala Teknik
Tambang
Geologist
Surveyor
Asst. Geologist
Spv Reklamasi dan Lingkungan
Foreman Reklamasi & Lingkungan
Crew Reklamasi & Lingkungan
Kepala Civil & Maintenance
Spv Maintenance & Electric
Foreman Civil
Foreman Maintenance & Electrik
Crew Carpenter
Operator Alat Berat
Driver Dump Truck
Kepala HRD & Umum
Kepala Security
Crew Security
Administrasi
Cleaning & Washing
Kepala Finance & Logistic
Adm Finance & Kasir
Administrasi
Fuel Man
Crew Logistic
Community Development
Jumlah
Jumlah
1
1
1
1
2
2
6
1
2
1
1
6
14
100
1
1
10
6
4
1
1
1
3
3
1
170
II - 7
penambangan untuk kapasitas 12,5 ton. Dimana jalan provinsi merupakan jalan
kolektor
dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan
ibukota
kabupaten atau antar ibukota dan jalan strategis provinsi.
Peralatan utama yang akan akan dimobilisasi untuk digunakan selama kegiatan
pertambangan adalah excavator, bulldozer, motor grader, wheel loader dan dump
truck.
Pemilihan besar dan kapasitas peralatan dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan
kondisi variasi kualitas dan tebal deposit yang akan ditambang secara selektif.
Berdasarkan perhitungan, jumlah alat berat yang digunakan dari mulai aktivitas
clearing
sampai pengangkutan pasir dan batu adalah sebagai berikut :
a). Excavator hidrolik (6 Unit)
Berdasarkan karakteristik lokasi penambangan dan bahan tambang, dan juga karena
dilakukan beberapa eksploitasi pada saat bersamaan, dengan lokasi terpisah-pisah,
maka untuk proses pengerukan digunakan excavator hidrolik. Mengingat jumlah
pengupasan maka dipertimbangkan untuk menggunakan excavator hidrolik
berkapasitas 2 m3 jenis PC 200 atau Simibar/PC 300.
b). Bulldozer (3 Unit)
Untuk menimbun lapisan overburden dan membersihkan bahan tambang, meratakan
area kerja dan jalan, akan digunakan 3 unit bulldozer jenis D 85 SS atau simibar.
c). Wheel loader (6 Unit)
Diperlukan 6 unit front loader tipe WA 350 yang akan digunakan untuk mengangkut
bahan tambang di lokasi penambangan terbuka, untuk perbaikan dan perawatan jalan
transportasi, membersihkan lereng dan sebagianya.
d).Motor Grader (3 Unit)
Digunakan untuk akses plant dan pemeliharaan jalan (street mantanance). Adapun
kebutuhan sejumlah 3 unit type G 120 H
e). Mobil penyemprot air (2 Unit)
Untuk mencegah debu di lapangan pada saat pengupasan akan digunakan 2 unit
mobil penyemprot air dengan tipe Hino 250 berkapasitas 10 ton.
f). Dump Truck type Hino /CWB yang akan digunakan 100 unit
II - 8
3) Pembangunan akses jalan
Akses jalan masuk menuju tapak proyek yang disiapkan untuk 2 arah jalur
pengangkutan dump truck berkecepatan maksimum 40 km/jam, dan kecepatan dump
truck bermuatan di tikungan tidak boleh lebih dari 25 km/jam.
Selama kegiatan penambangan berlangsung dengan mempetimbangkan kondisi
lapangan maka disarankan untuk membangun sarana jalan perkerasan di areal
penambangan untuk kapasitas 15 – 30 ton. Bentuk jalan hendaknya berjenjang dan
setiap
stage memiliki akses penghubung antara lokasi tambang dan lokasi penimbunan
material
dan waste. Jalan untuk pengangkutan dirancang sebagai berikut :
a). Lebar jalan : 15 meter ( 2 arah/2 jalur)
b). Kemiringan vertikal makasimum : I = 6 - 8 %
c). Jari-jari bundaran putar balik R = 15 meter
d). Panjang lereng landai L = 40 meter
e). Panjang jalan : 12 km
4) Pembangunan sarana penunjang dan perumahan
Di desa sekitar lokasi tambang sudah terdapat bangunan fasilitas umum seperti
mesjid, pasar, sekolah dan fasilitas sosial lainnya. Oleh karena itu sarana
penunjang yang
akan dibangun di wilayah tersebut hanyalah sarana penunjang langsung berhubungan
dengan kegiatan produksi.
Sarana penunjang tersebut adalah :
a). Bengkel (workshop), merupakan tempat perawatan dan perbaikan peralatan
tambang sehingga alat-alat tersebut dapat beroperasi secara terus-menerus dan
tidak mengalami penurunan produktivitas. Gudang berfungsi menyimpan suku
cadang dan peralatan yang digunakan. Fasilitas bengkel dibangun dekat lokasi
perkantoran.
b). Sarana perkantoran, yang merupakan pusat pengendalian semua kegiatan
penambangan, baik kegiatan administrasi maupun kegiatan operasional di lapangan.
II - 9
c). Perumahan/mess, yang berfungsi sebagai tempat tinggal para pekerja selama
kegiatan penambangan berlangsung. Lokasi perumahan yang ada cukup
menampung sekitar 20 orang dengan fasilitas yang cukup baik.
d). Pos keamanan, terletak di daerah yang menjadi jalan keluar masuk daerah tambang
dekat perkantoran dan perumahan mess karyawan serta pada lokasi-lokasi yang
dinilai kritis/perlu pengamanan
e). Poliklinik, lokasinya di pintu masuk tambang, sedangkan keperluan P3K
disediakan
di dalam bangunan fasilitas yang ada, seperti kantor, bengkel, dan fasilitas
lainnya.
Termasuk juga disipakan 1 mobil ambulance yang berfungsi sebagai poliklinik dan
sebagai sarana mobil ambulance.
f).
Pembangkit listrik tenaga diesel, sumber daya listrik diambil dari 9 (sembilan)
genset/generator dengan kapasitas total 339,10 KVA yang akan digunakan sebagai
pembangkit energi listrik untuk semua fasilitas.
j).
II - 10
200 – 300 meter
Gambar 2.1. Penampang Drainage Jalan Angkut
Keterangan:
Lapisan Jalan
Penampang drainage
Penampang sump
II - 11
c. Tahap operasional
1) Clearing dan Striping Tanah Penutup
Proses pengupasan dan penambangan tidak memerlukan peledakan untuk
melubangi melainkan langsung dengan teknik pengerukan. Berdasarkan perbedaan
topografi maka pengupasan yang dipakai yaitu teknik pengupasan dengan excavator
hidrolik → pengangkutan dengan dump truck. Lapisan overburden dan mineral langsung
dikeruk menggunakan excavator untuk selanjutnya loading.
Teknik pengupasan yang dipakai adalah teknik pengupasan vertikal. Maka urutan
proses pengupasan adalah dari bawah ke atas. Maka urutan penambangan adalah dari
atas ke bawah. Yang perlu dipersiapkan untuk proses pengupasan adalah :
a).Tinggi stage
: 6-10 meter
: 30 meter – 35 meter
: 10 meter – 15 meter
II - 12
Gambar 2.4. Penampang Jalan Angkut
Alat yang diperlukan untuk di front tambang adalah alat gali–muat, yaitu :
excavator PC 200 dengan kapasitas bucket 0.8 m3 dengan kemampuan alat per jam
sebesar 60 ton, sedangkan alat angkut pasir dan batu dari front tambang menggunakan
dump truck 10 roda dengan daya angkut sebesar 20 ton dengan kapasitas per jam
sebesar 40 ton dan untuk perawatan jalan menggunakan motor grader. Jumlah alat yang
dibutuhkan untuk kegiatan dapat dilihat pada tabel kebutuhan berat.
II - 13
3) Reklamasi lahan
Setiap selesainya penambangan pada tiap blok, langsung dilakukan reklamasi
dengan cara revegetasi dengan terlebih dahulu mengembalikan topsoil (tanah pucuk)
yang telah dikupas sebelumnya. Tanah ini kemudian ditebarkan kembali ke area bekas
tambang yang siap untuk direhabilitasi kembali. Tanaman yang digunakan menggunakan
tanaman setempat yang memiliki sifat tanaman cepat tumbuh (fast growing) yang
berfungsi produktif.
4) Pengangkutan dan Pemuatan Hasil Tambang
Alat bucket yang digunakan untuk kegiatan ini adalah kombinasi alat muat Wheel
Loader WA 180 kapasitas 2,50 m3 dan alat angkut dump truck dengan daya angkut 10
ton. Hasil tambang ini kemudian diangkut ke lokasi stockpile dan selanjutnya akan
dibawa ke para konsumen yaitu tersebar di Provinsi DIY dan Provinsi Jawa Tengah
sebagian wilayah.
5) Operasional Sarana Penunjang
Sarana penunjang yang penting dioperasikan di lokasi penambangan pada saat
kegiatan operasi adalah bengkel, laboratorim, workshop, dan genset. Dalam
operasional
ini akan dibutuhkan bahan-bahan penunjang yang mendukung operasional berupa oli,
pelumas, dan bahan lain yang dibutuhkan.
II - 14
1) Penanganan Lingkungan
Lokasi penambangan PT. Puser Bumi Indonesia, di beberapa bagian berbatasan
dengan kawasan lahan perkebunan/pertanian penduduk, kawasan hutan dan kawasan
pertanian lahan kering.
Settling pond yang akan dibuat untuk semua lokasi tambang pembuatannya
disesuaikan kebutuhan lapangan dengan mengkondisikan topografi setempat. Untuk
lokasi di stockpile, kondisi level permukaan tanah dibuat sedemikian rupa dengan
bentuk
melintang tinggi di tengah dan pada sisinya yang rendah dibuat parit kemudian
dialirkan
ke sump yang berukuran 6 x 6 x 2 m.
Perawatan Settling pond i dan sump dijadwalkan setiap 3 bulan sekali dengan
mengeruk hasil pengendapan lumpur dengan menggunakan excavator PC 200 yang
kemudian endapannya diangkut ke lahan bekas tambang dengan menggunakan dump
truck. Selain penanggulangan sedimentasi, juga dilakukan pemantauan kondisi air di
Settling pond, sump, dan sekitar lokasi proyek.
2) Reklamasi lahan/revegetasi lahan
Reklamasi total di semua blok yang telah ditambang dilakukan dengan cara
revegetasi total yang dimulai pasca tambang. Tanaman yang digunakan menggunakan
tanaman setempat yang memiliki sifat tanaman cepat tumbuh (fast growing) yang
berfungsi produktif, seperti tanaman Sebastian Plum Cordia, pohon jati (Tectona
grandis), Mahoni (Switenia macrophylla) dan jati putih (Gmelina arborea), dan lain-
lain
sesuai kebutuhan di lapangan. Di samping itu, juga menanam tanaman yang bersifat
mengembalikan bahan organic dari top soil, misalnya tanaman albizia, kaliandra, dan
lamtoro. Juga menanam tanaman penutup tanah seperti orok-orok (Crytalaria juncu).
2.3. Alternatif - Alternatif Yang Dikaji Dalam ANDAL
Berdasarkan kajian teknis dan ekonomis, kegiatan penambangan pasir dan batu di
lokasi tersebut layak untuk dilanjutkan, mengingat kandungan materiaalnya yang
terkandung
cukup memadai untuk ditambang hingga beberapa tahun mendatang. Teknis pelaksanaan
II - 15
penambangan akan mengikuti standar dan prosedur penambangan yang berlaku. Lokasi
penambangan pasir dan batu PT. Puser Bumi Indonesia di Kecamatan Pakem merupakan
Izin
Usaha Pertambangan (IUP) yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten Sleman.
II - 16
BAB III.
RONA LINGKUNGAN HIDUP
Rona lingkungan hidup adalah gambaran awal kegiatan yang didapatkan berdasarkan
data primer hasil survey dan data sekunder, serta hasil penelitian sebelumnya.
Komponen
rona lingkungan yang ditelaah dalam studi ini adalah komponen abiotik, biotik dan
sosial
ekonomi budaya dan kesehatan masyarakat. Komponen abiotik meliputi iklim dan
kualitas
udara, fisiologi dan geologi, hidrologi, kualitas air. Komponen biotik meliputi
flora dan fauna
darat dan air. Adapun komponen sosial ekonomi meliputi kepadatan penduduk, agama,
mata
pencaharian, dan pendapatan penduduk. Komponen sosial budaya meliputi asal usul
penduduk, adat istiadat, interaksi sosial budaya dan persepsi masyarakat terhadap
proyek.
Komponen kesehatan masyarakat meliputi kondisi kesehatan masyarakat dan kesehatan
lingkungan.
3.1. Komponen Abiotik
a. Geografis
Wilayah Sleman sebagian besar terletak di lereng sayap Seletan dan Tenggara
Gunungapi Merapi yang secara topografis mempunyai ketinggian bervariasi antara 114
– 1990
m.dpal. Batuan penyusun wilayah Sleman ini adalah endapan piroklastik berupa lahar
dan
endapan tefra berbagai ukuran mulai bom, lapilli, pasir (kasar, sedang, halus)
hingga debu
dengan abu volkanik.
Berdasarkan Environment Geology Quadrant Map of Java (1993) menyatakan bahwa
formasi batuan penyusun dan tipe batuan dominan adalah Andesit, Breksi,
Konglomerat, Pasir
Volkanik dan Tuf, mulai dari puncak hingga lereng bawah Gunungapi Merapi. Dari
puncak
Gunungapi sampai dengan daerah yang mempunyai elevasi terendah Wilayah Kabupaten
Sleman tersusun atas beberapa bentuklahan yaitu Kerucut gunungapi, Lereng atas.
Berikut ini
Gambar 3.1. wilayah batas izin usaha penambangan yang dikeluarkan oleh Bupati
Sleman
III - 1
Bgunungapi, Lereng tengah gunungapi dan Lereng bawah Gunungapi Merapi. Berikut ini
disajikan pada Tabel 1.1. mengenai bentuklahan dan Gambar 1.1. Lokasi proyek.
RENCANA
PENAMBANGAN
PASIR & BATU
Unit bentuklahan
Lereng (%)
Ketinggian (m pal)
Kerucut Gunungapi
> 40
2250-2911
20-40
1100 - 2250
Lereng Tengah
8-20
550-1100
Lereng Bawah
3-8
50-550
Sebelah Selatan
Sebelah Barat
III - 2
Penggunaan lahan dilokasi berbagai macam penggunaan lahan seperti hutan, kebun
campuran, perkebunan, permukiman dan pekarangan, permukiman kota, pertanian lahan
basah dan pertanian lahan kering.
b. Kondisi Iklim
Untuk menjelaskan keberadaan iklim kegiatan penambangan Golongan Galian C
(pasir dan batu) PT. Puser Bumi Indonesia menggunakan data iklim (stasiun Pakem dan
statiun Kaliurang) curah hujan daerah Sleman yang diwakili oleh Stasiun Klimatologi
Pakem
dan Kaliurang menunjukkan adanya variasi tebal hujan rata rata tahunan adalah 1983
mm.
Berikut ini disajikan pada Tabel 3.2. dan Tabel 3.3. mengenai curah hujan rata-rata
bulanan dari tahun 1985 sampai tahun 1994. Data tersebut dapat mewakili keadaan
kondisi
iklim setempat karena datanya 10 tahun terakhir. Berdasarkan data statiun pakem
curah hujan
rata-rata bulanan selama 10 tahun terakhir sebesar 1483 mm, sedangkan berdasarkan
data
statiun Kaliurang sebesar 1984 selama 10 tahun terakhir. Curah hujan tertinggi
terekam pada
bulan februari sebesar 332 mm/bulan di stasiun pakem dan di stasiun Kaliurang
sebesar 314
mm/bulan.
Dalam penentuan pola musim di daerah penelitian, dianalogikan dengan kriteria hujan
menurut Mohr (1933) dalam Santosa (2010), yaitu:
(a) bulan basah yang dianalogikan dengan musim penghujan, apabila curah hujan > 100
mm, dengan curah hujan lebih besar dari penguapan;
(b) bulan lembab yang dianalogikan dengan transisi musim dari penghujan ke kemarau
atau sebaliknya, apabila curah hujan 60 hingga 100 mm, dimana besarnya curah
hujan sebanding dengan penguapan; dan
(c) bulan kering yang dianalogikan dengan musim kemarau apabila curah hujan < 60
mm,
dengan curah hujan lebih kecil dari pengupan.
Merujuk pada kriteria tersebut, maka kondisi curah hujan dan pola musim di daerah
proyek
yang didasarkan pada data curah hujan rerata bulanan seperti disajikan dalam Gambar
3.2.
dibawah ini.
III - 3
Gambar 3.2. Pola musim iklim di lokasi proyek
Berdasarkan pola musim iklim tersebut dislokasi proyek terjadi musim hujan dimulai
pada bulan Oktober sama Maret sedangkan musim kemarau dimulai pada bulan april
sampai
September. Pola musim ini berkaitan dengan pengelolaan dalam analisis dampak
lingkungan
sehingga penyesuian dengan kondisi iklim di daerah proyek sehingga dapat
meminimalkan
dampak-dampak penting yang bersifat negatif.
Tabel 3.2. Data curah hujan Stasiun Pakem
Thn
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
Total
Rata2
Jan
0
338
406
267
55
341
375
146
511
332
2771
277
Feb
220
358
420
652
513
348
147
292
241
2993
332
Mar
111
245
211
272
298
131
131
147
419
1966
218
Apr
84
87
11
152
113
252
420
158
22
1300
144
Okt
222
301
0
114
169
44
28
231
0
0
1111
111
Nov
78
318
150
0
116
148
187
151
60
63
1270
127
Des
164
53
33
3
256
730
177
144
250
1811
201
14830
1483
III - 4
Tabel 3.3. Data curah hujan Bulanan Stasiun Kaliurang
Thn
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
Total
Rata2
Jan
467
560
452
434
167
145
0
130
2356
294
Feb
237
574
41
545
345
224
542
98
225
2831
314
Mar
147
886
105
105
243
225
11
225
488
249
2678
268
Des
288
292
32
177
305
230
398
184
251
22
2179
218
19845
1984
seperti disajikan pada Tabel 3.4. Data iklim merupakan rata-rata pengamatan rata-
rata
pengamatan periode tahun 1990 sampai 1994, yang meliputi, suhu udara. Berikut ini
Tabel
3.4. mengenai rata-rata temperatur di Kabupaten Sleman.
Tabel 3.4. Rata-rata Temperatur Rata-rata (oC) Di Kab. Sleman.
Bulan
1990
1991
1992
1993
1994
Januari
26.9
26.9
26.2
26.3
26.0
Februari
27.6
27.2
26.2
26.3
26.2
Mret
26.6
26.3
26.9
26.4
26.0
April
26.5
27.5
27.0
26.9
27.0
Mei
26.3
26.0
27.7
27.0
25.9
Juni
26.1
26.5
27.2
27.3
25.2
Juli
27.3
27.0
26.2
26.1
24.7
Agustus
27.9
26.6
26.0
26.7
24.5
September
26.3
27.7
26.2
26.7
26.0
Oktober
29.0
26.8
26.2
26.5
27.2
Nopember
29.0
27.6
26.2
26.5
26.2
Desember
27.2
27.7
26.2
26.7
26.6
Rata-rata
27.2
27.0
26.5
26.7
26.0
III - 5
Suhu udara rata-rata berkisar dari 26,1°C pada bulan Juni sampai 28,6°C pada bulan
Desember. Suhu udara minimum berkisar dari 23,1°C pada bulan April sampai 25,1°C
pada
bulan November dan Desember. Suhu udara maksimum berkisar 28,1°C pada bulan Agustus
sampai 34°C pada bulan Maret.
c. Kualitas Udara
Parameter yang diteliti dan cara pengambilan sampel udara mengacu pada SNI
197119.9-2005 tentang Penentuan Lokasi Pengambilan Contoh Uji Pemantauan Kualitas
Udara
Ambien, hasil analisis kemudian dibandingkan dengan baku mutu lingkungan udara
berdasarkan PP no. 41 th 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Kadar debu di
4
titik pengamatan pada daerah yang diteliti masih di bawah Nilai Ambang Batas (NAB)
yakni
0,23 mg/m3, demikian juga kadar emisi gas seperti SOx , COx dan HC, masih berada di
bawah
NAB yakni untuk SOx = 900 g/Nm3 dan NOx = 400 g/Nm3 dan COx = 30.000 g/Nm3 HC =
160 ug/Nm3 ).
Hasil pengukuran kualitas udara rona lingkungan awal sekitar lokasi rencana
kegiatan,
disajikan pada Tabel 3.5. Dari tabel tersebut tampak bahwa kondisi semua parameter
kualitas
udara di sekitar wilayah studi mempunyai angka masih berada di bawah baku mutu
lingkungan, sehingga dapat dikatergorikan masih baik.
Tabel 3.5.
Kualitas Udara Sekitar Rencana Penambangan
PT. Puser Bumi Indonesia di Kecamatan Pakem
Kabupaten Sleman
Parameter
Waktu Pengukuran
Satuan
BML
TSP (Debu)
24 jam
μg/m3
0,23
Kebisingan *)
5 menit
dB(A)
55 & 70
3
Sulfur oksida (SOx)
1 Jam
900
(g/Nm )
3
Nitrogen ioksida (NOx)
1 Jam
400
(g/Nm )
Sumber: Baku Mutu Kebisingan menurut Keputusan Men.LH. No. Kep. 48/Men/LH/1996
Ia- Ib
(Xx - Xb) Ib
Xa - Xb
dimana :
I
Ia
Ib
Xa
Xb
Xx
: ISPU terhitung
: ISPU batas atas
: ISPU batas bawah
: Ambien batas atas
: Ambien batas bawah
: Kadar ambien nyata hasil pengukuran
Kategori
1 – 50
51 – 100
101 – 199
200 – 299
> 300
Baik
Sedang
Tidak sehat
Sangat tidak sehat
Berbahaya
Skala Kualitas
Lingkungan
5
4
3
2
1
Kategori
Sangat baik
Baik
Sedang
Buruk
Sangat buruk
Berdasarkan Tabel 3.6. tampak bahwa kualitas udara dalam wilayah studi
menunjukkan kondisi kualitas udara yang masih relatif alami.
III - 7
d. Analisa Hidrologi
Setiap perubahan masing-masing bentuklahan tersebut ditandai oleh adanya tekuk
lereng (nick point) yang pada umumnya merupakan tempat-tempat keluarnya mataair
yang
menjalur mengelilingi lereng atas, tengah dan bawah gunungapi berupa spring belts.
Oleh
karena itu dengan adanya sabuk mataair (sprink belt) tersebut menjadikan sayap
selatan dan
tenggara Gunungapi Merapi pada wilayah-wilayah tertentu selalu mendapat suplai air
dari
mata air cukup besar untuk mengairi sawah-sawah penduduk setempat.
Karakteristik sungai dengan lebar antara 10 sampai 20 meter dengan debit aliran
deras, air jernih karena bersumber dari mata air pegunungan di atasnya.tebing
sungai yang
landai dengan pinggir sungai yang merupakan habitat rerumputan dengan lebar antara
1
sampai 2 meter. Sedangkan sungai-sungai kecil lainnya dengan karakteristik tebing
sungai
umumnya agak curam sehingga banyak sekali dijumpai terjunan air disepanjang aliran
sungai
dengan air sungai umumnya lebih jernih dengan aliran kecil tergolong intermiten
yang berair
pada musim hujan saja.
e. Kualitas Air
Kegiatan penambangan terutama pada saat pembersihan lahan, pengupasan tanah
pucuk, prakonstruksi, konstruksi diduga akan dapat mengalami erosi bila musim
hujan, yang
berpotensi meningkatkan kadar total padatan terlarut, pH dan kekeruhan serta
pencucian dan
pelarutan beberapa logam tertentu kedalam badan air penerima limpahan di sekitar
lokasi
kegiatan, sebagai akibatnya dapat meningkatkan kekeruhan, BOD5, dan COD, serta
dapat
meningkatkan kadar logam atau bahan-bahan tertentu di dalam perairan, yang pada
gilirannya
akan menurunkan kualitas badan air penerima sehingga berpengaruh pada kesehatan
masyarakat yang menggunakan badan air tersebut serta biota yang hidup di dalamnya,
walaupun diketahui bahwa air itu sendiri juga memiliki kemampuan untuk membersihkan
diri
(water self furification). Makin besar debit air makin tinggi kemampuan dari badan
air untuk
membersihkan diri.
III - 8
Kualitas air yang diamati adalah kualitas air sungai, dan air sumur gali. Untuk
mengetahui
kualitas air tersebut di sekitar lokasi wilayah studi, maka dilakukan pengukuran
terhadap
kualitas air sungai dan air sumur warga.
Berdasarkan hasil pengamatan kualitas air pada IUP PT. Puser Bumi Indonesia untuk
komponen fisik-kimia secara umum berada dalam kisaran dibawah baku mutu lingkungan.
nilai parameter berada dibawah nilai baku mutu lingkungan.
3.2. Komponen Biotik
a. Flora Darat
Kawasan hutan di Kabupaten Sleman seperti umumnya kawasan tropis di wilayah
bagian tengah dan timur, terpengaruh erat dengan ekosistem daerah aliran sungai
(DAS) yang
terdiri atas beberapa bagian Sub DAS. Kawasan hutan Kabupaten Sleman berdasarkan
Tata
Guna Hutan Kesepakatan yang ditetapkan berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor
757/Kpts-II/1995 seluas 100 ha.
Inventarisasi flora yang dilakukan di sekitar rencana lokasi penambangan Pasir dan
Batu PT. Puser Bumi Indonesia dilakukan dengan metode kombinasi antara metode jalur
dan
transek garis berpetak (Line Transect) dengan cara menetapkan garis transek dengan
arah
memotong garis kontur dengan mempertimbangkan keterwakilan tipe komunitas yang
diamati.
Menurut Petunjuk Teknis Inventarisasi Flora, Balai KSDA III (1983), disebutkan
penentuan intensitas sampling 2% untuk luas kawasan hutan atau lahan 1.000 – 10.000
ha,
dan intensitas sampling 5% untuk luas kawasan kurang dari 1.000 ha. Dengan demikian
maka
luas sampling pengamatan yang dilakukan adalah ± 5 ha. Panjang transek 1.500 meter
dan
lebar transek 100 meter, sehingga plot yang dibuat sebanyak 5 buah dengan 4 lokasi
seperti
tersaji pada gambar berikut :
III - 9
100 m
50 m
100 m
25 m
B
C
50 m
25 m
10 m
10 m
C
B
A
Gambar 3.3.
Model Plot Jalur Berpetak Pengamatan keragaman Vegetasi
Pada Areal Izin Usaha Pertambangan Golongan Galian-C PT. Puser Bumi Indonesia
Keterangan gbr 3.1. :
A = Plot contoh tingkat Pohon ukuran 100 m x 100 m
B = Plot contoh tingkat Tiang ukuran 50 m x 50 m
C = Plot contoh tingkat Pancang ukuran 25 m x 25 m
D = Plot contoh tingkat Semai ukuran 10 m x 10 m
E = Plot contoh untuk Tumbuhan bawah ukuran 5 m x 5 m
Hasil inventarisasi pada masing-masing transek yang dibuat pada saat studi,
ditemukan sangat bayak jenis vegetasi yang termasuk kategori langka dan endemik
pulau
lokasi proyek.
Tabel 3.7.
Hasil Pengamatan Flora Darat di Lokasi IUP PT. Puser Bumi Indonesia di Kecamatan
Pakem
Titik 1
No
1
2
3
4
5
6
7
Nama Jenis
Apu
Daun kecil
Eha
Pandan-Pandan
Jambu-Jambu
Kayu Angin
Palem
Bahasa Latin
Gironniera subaequalis
Diospyros buxifolia
Castanopsis buruana
Pandanus sp
Syzygium sp.
Casuarina sumatrana
Palmaceae sp
III - 10
8 Pandan hutan
1 Kelapa Sawit
2 Eha
3 Rotan
4 Kayu besi
5 Akasia
6 Pulai
Titik 3
1 Mirip Denge
2 Daun kecil
3 Eha
4 Jambu-Jambu
5 Kayu Angin
6 Pulai
7 Raha-raha waio
8 Tirotasi
Titik 4
1 Apu
2 Daun kecil
3 Eha
4 Jambu-Jambu
6 Pulai
7 Biscofia
8 Pondo anyurung
9 Tirotasi
10 Tolihe
Sumber : Hasil Pengamatan Lapangan
Pandanus sp
Titik 2
Castanopsis buruana
Calamus z
Acasia mangium
Alstonia shcolaris
Paracroton pendulus
Diospyros buxifolia
Castanopsis buruana
Syzygium sp.
Casuarina sumatrana
Alstonia shcolaris
Cryptocarya infectoria
Alstonia macrophylla
Gironniera subaequalis
Diospyros buxifolia
Castanopsis buruana
Syzygium sp.
Alstonia shcolaris
Bischofia javanica
Actinodaphne multiflora
Alstonia macrophylla
Gardenia anisophylla
Tabel 3.8.
Hasil Pengamatan Semak, Palm, Liana, dan Rumput di Lokasi IUP
PT. Puser Bumi Indonesia di Kecamatan Pakem
No
1
2
3
4
Habitus ; Semak
Rodu
Komba-Komba
Pandan-pandan
Bambu tamiang
Habitus ; Palm
1 Palm Hutan
Habitus ; Liana
1 Bambu rambat
Rumput
1 Teki
2 Alang-Alang
3 Pakis tanah/ Paka
Sumber : Hasil Pengamatan Lapangan 2013
Bahasa Latin
Melastoma Sp.
Euphatorium odoratum L.
Freycinetia sp.
Schizostachyium blumei
Palmaceae sp2
Dinochloa sp
Cyperus rotundus
Imperata Cylindrica
Glechenia linearis
III - 11
b. Fauna Darat
Berdasarkan hasil pengamatan pada transek yang sama dengan flora dan wawancara
dengan masyarakat serta studi pustaka, fauna yang ada di sekitar rencana lokasi
Izin Usaha
Penambangan PT. Puser Bumi Indonesia digolongkan ke dalam kelompok :
a. Mamalia,
b. Aves,
c.
d. Invertebrata.
Tabel 3.9.
Jenis-jenis Fauna yang Ditemukan atau Terindikasi Hidup di Sekitar Lokasi IUP PT.
Puser
Bumi Indonesia
No
1.
2.
1
2
3
1
2
3
1
2
3
4
1
2
3
4
5
6
7
8
Nama Ilmiah
Mamalia
Myotis adversus
Rattus rattus
Aves
Aecipter rhodogaster
Dicaeum sp.
Ducula aenea
Reptil
Mabuya multifasciata
Phiton sp.
Varanus bengalensis
Amphibia
Bufo spp
Limnonectes modestus
Polypedates leucomystax
Rana sp
Invertebrata
Kupu-kupu
Capung
Semut merah
Semut hitam
Semut raja
Semut hitam besar/Kolimondi
Semut merah hitam besar
Laba-laba janda hitam
Nama Indonesia/Lokal
Kelelawar kecil abu
Tikus hutan
Tekukur
Burung cabe
Peragam hijau
M
J
J
Status
E
T
P
e
e
E
Kadal
Ular
Biawak
Katak Batu
Katak sungai kecil
Katak pohon
Katak
Ordo. Lepidoptera
Ordo. Odonata
Monomorium pharaonis
Componotus pennsylvnicus
Polyrhachis hauxwelli
Iridomyrmex anceps
Lobopelta ocillifera
Lactrodectus mactans
III - 12
No
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
*
Nama Ilmiah
Laba-laba kebun
Laba-laba coklat
Kumbang kulit
Jangkrik tanah
Jangkrik pohon
Kecoak timur
Nyamuk hutan
Belalang bertaji
Lalat belatung
Kepik daun
Kumbang scrabeid
Belalang pronotum bertaji
Lalat perampok
Tabuhan
Kepik Pembunuh
Kumbang tanah
Laba-laba tanah
Kaki seribu
Nama Indonesia/Lokal
Argiope Aurelia
Loxosceles reclosa Gert.
Phyllophaga portorice.
Allonemobius fasciatus
Neoxabea bipunclata G
Blatta orientalis
Aedes stimulans Walk
Melanoplus different.
Dermatobia hominis L.
Halticus bractatus Say.
Phaneeus vindex
Melanoplus sanguinipes
Laphira lata
Phanomeris pyillotomae
Melanolestes picipes
Callosoma scrutator
Lycosa sp
Polydesmid millipede
Status
data penting lainnya yang dikumpulkan, keragaman jenis fauna di kawasan Izin Usaha
Penambangan serta di desa terdekat dari kawasan tergolong keragaman tinggi.
Gangguan dan ancaman terhadap kelestarian ekosistem kawasan hutan, dikawasan
sekitar pertambangan selain aktivitas beberapa industri kayu, penambangan yang
dilakukan
oleh investor juga banyak disebabkan oleh alih fungsi kawasan oleh masyarakat untuk
keperluan perkebunan dan pertanian intensif.
III - 13
3.3. Komponen Sosekbud Kesmas
a. Sosial: Kependudukan
Wilayah konsesi penambangan material Pasir dan Batu PT. Puser Bumi Indonesia
secara adminstratif lokasinya berada di Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta. Berikut ini disajikan pada Gambar 3.4. mengenai sebaran
spatial sebaran kepadatan penduduk di Kabupaten Sleman.
Wilayah kajian proyek berada di Kecamatan Pakem Desa Cangkringan yang memiliki
kepadatan penduduk 0-999. Hal ini mengindikasikan bahwa kepadatan penduduk di
daerah
kajian rendah. Pertumbuhan penduduk di sekitar proyek tidak secepat di kecamatan
lainnya.
Berikut ini pada Tabel 3.10. mengenai luas wilayah, jumlah penduduk dan kepadatan
pendduduk per kecamatan pada tahun 2010.
III - 14
Tabel 3.10.
Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, dan Kepadatan Penduduk
Menurut Kecamatan Tahun 2010
Sumber: BPS Sleman
III - 15
Tabel 3.11.
Sektor Menurut Mata Pencaharian
Sumber: BPS Sleman
Berdasarkan tabel tersebut di atas, serapan tenaga kerja dari sektor Pertani pada
tahan 2011 sebesar 28,26%. Jadi masih ada angkatan kerja yang bisa terserap di
sektor
pertambangan di estimasi bertambah 3 % yang awalnya pada tahun 2011 sebesar 2,47%.
Angkatan kerja yang tidak terserap lapangan kerja pada umumnya masih bekerja di
kebun
masyarakat, maupun buruh harian pada kontraktor yang secara temporer mendapat
pekerjaan
konstruksi di daerah ini.
Jumlah penduduk Kecamatan Pakem sebesar 34.665 jiwa sehingga dengan
bertambahnya sebesar 2% makan mengurangi tenaga kerja yang tidak bekerja sebesar
100
jiwa orang. Hal ini cukup signifikan untuk mengurangi angka penganguran di daerah
setempat.
Diharapkan dengan beroperasinya kegiatan penambangan Pasir dan Batu di daerah ini,
kesempatan kerja dan serapan tenaga kerja semakin meningkat khususnya di Desa
Cangkringan dan di desa-desa tetangga sekitar lokasi tambang. Berikut ini disajikan
pada
III - 16
Tabel 3.12. mengenai angka jumlah penduduk yang berkerja dan tidak bekerja pada
tahun
2010.
Tabel 3.12.
Jumlah Penduduk Menurut kriteria bekerja dan tidak bekerja
di Kabupaten SlemanTahun 2010
sumber: BPS Sleman
III - 17
mereka meyakini bahwa manusia harus taat dan patuh terhadap Tuhan yang Maha Kuasa.
Segala perilaku dan tindakan—terlepas itu kemudian ditaati atau dipatuhi- selalu
didasari oleh
kesadaran mengenai adanya Tuhan. Dalam hal hubungan manusia dengan manusia, di
kalangan masyarakat di Desa Cangkringan masih menjunjung tinggi adat istiadat
setempat
seperti orang tua harus dihormati dan orang seusia harus saling menghargai. Adat
istiadat
seperti ini masih cukup melekat kuat baik di kalangan orang tua maupun di kalangan
generasi
muda.
2) Kelembagaan Masyarakat
Kelembagaan masyarakat yang terdapat di Desa Cangkringn meliputi kelembagaan
masyarakat yang bersifat modern, sementara itu yang bersifat tradisional seperti
misalnya
lembaga adat. Kelembagaan masyarakat yang bersifat modern tersebut meliputi
Pemerintah
Desa, BPD, PKK dan Persatuan Pemuda/Karang Taruna, dan Kelembagaan Politik.
Sementara lembaga yang bersifat tradisional seperti lembaga adat dan kelompok tani.
d. Kesehatan Masyarakat
Kondisi Kesehatan Lingkungan dan Masyarakat
Kondisi kesehatan lingkungan pada Desa Tanah Sumpu Kecamatan Pakem sesuai
hasil wawancara sebagai berikut :
Untuk
Sumber air yang digunakan masyarakat berasal dari sumur gali dan sumur
pompa dengan jumlah masing-masing sumur gali sebanyak 120 unit dan
sumur pompa sebanyak 40 unit
Perumahan warga pada umumnya permanen dan semi permanen
Pembuangan sampah RT dilakukan di tempat pembuangan sampah, dilahan
kosong, dan dilahan pertanian
Jamban keluarga menggunakan jamban sendiri, jamban umum.
Sumber air untuk mencuci berasal dari sumur gali dan sumur pompa
melihat pola penyakit yang ada di wilayah Kecamatan Pakem sesuai data
sekunder dari 10.266 Jiwa, Laporan Tahun 2010 pada Puskesmas Pakem bahwa untuk 10
III - 18
besar penyakit. Berikut ini Tabel 3.13. mengenai data jumlah 10 besar penyakit di
wilayah
kerja puskesmas Pakem.
Tabel 3. 13.
Data jumlah 10 besar penyakit di Wilayah Kerja
Puskesmas Pakem
NO.
URAIAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
JUMAH KASUS
593
156
89
74
49
41
35
31
14
11
1.093
III - 19
BAB IV.
RUANG LINGKUP STUDI
4.1. Dampak Penting yang Ditelaah
Potensi dampak penting dari kegiatan penambangan Golongan Galian C (pasir dan
batu) yang akan dilakukan oleh PT. Puser Bumi Indonesia di Kecamatan Pakem
merupakan
hasil telaahan terhadap kegiatan yang akan dilakukan pada seluruh tahapan kegiatan.
Dampak penting yang diperkirakan timbul tersebut merupakan hasil dari rangkaian
proses
identifikasi dan pelingkupan dampak potensial dengan mendasarkan pada interaksi
antara
deskripsi rencana kegiatan dengan kondisi rona lingkungan hidup awal. Proses
pelingkupan
yang dilakukan untuk menelaah dampak potensial dalam kegiatan ini adalah sebagai
berikut :
1. Identifikasi Dampak Potensial
Secara hipotetik, komponen lingkungan yang potensial terkena dampak proyek adalah
sebagai berikut :
a. Komponen fisik kimia
1) Perubahan Bentang Lahan
Dampak terhadap komponen fisik kimia berupa perubahan bentang lahan
merupakan dampak primer yang disebabkan oleh kegiatan penambangan terutama
akibat kegiatan pembukaan lahan untuk badan jalan angkut material, pembersihan
dan pengupasan tanah penutup pada tahap kegiatan penambangan.
Perubahan bentang lahan ini akan berdampak terhadap perubahan jenis dan fungsi
ekosistem (komponen biologi), dan peningkatan erosi.
Beberapa kegiatan yang menimbulkan dampak terhadap komponen bentang lahan
antara lain :
Operasional
IV - 1
penutup proses penambangan pasir dan batu dan
reklamasi
: Kegiatan rehabilitasi/penataan dan reklamasi lahan/
revegetasi lahan bekas tambang
Pasca Operasi
Operasional
Operasional
serta
IV - 2
Dampak peningkatan volume lalu lintas akan mengakibatkan dampak turunan
berupa potensi terjadinya kecelakaan lalu lintas, penurunan kualitas udara dan
peningkatan kebisingan. Tetapi di sisi lain akan memberikan dampak positif.
4). Sedimentasi dan erosi
Komponen erosi dan sedimentasi akan mengalami dampak oleh aktivitas proyek,
yang menyebabkan meningkatnya laju erosi dan sedimentasi.
Beberapa kegiatan yang menimbulkan dampak terhadap komponen ini antara lain :
Konstruksi
Pasca Operasi
IV - 3
Kegiatan yang menimbulkan dampak terhadap komponen biota darat tersebut antara
lain :
Operasional
Pasca Operasi
3)
Pasca Operasi
IV - 4
Menurunnya biota perairan terutama nekton akan berdampak pada menurunnya
pendapatan (mata pencaharian) sebagian masyarakat yang sehari-harinya
menangkap ikan di perairan sekitar areal penambangan.
c. Komponen sosial ekonomi budaya dan kesmas
1)
Operasional
Pasca Operasi
2)
: Perizinan Lokasi
IV - 5
Konstruksi
Operasional
Pasca Operasi
3) Persepsi masyarakat
Komponen persepsi masyarakat merupakan dampak turunan dari kegiatan-kegiatan
yang berlangsung pada semua tahap kegiatan proyek.
Beberapa kegiatan yang menimbulkan dampak terhadap komponen ini antara lain :
4)
Pra Kontruksi
Konstruksi
Operasi
Pasca Operasi
Kesehatan masyarakat
Komponen kesehatan masyarakat terutama disebabkan oleh perubahan kualitas
llingkungan akibat kegiatan konstruksi dan operasional penambangan.
Beberapa kegiatan yang menimbulkan dampak terhadap komponen ini antara lain :
Konstruksi
Operasional
Komponen lingkungan
Pra
Konstruksi
1
2
A.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
B
1
2
3
C
1
2
3
4
GEOFISIK-KIMIA
Perubahan
bentang lahan
Kerusakan Jalan
Kualitas udara dan
kebisingan
Transportasi
Kualitas air sungai
Sedimentasi dan erosi
Gangguan lalu lintas
Runoff
Kualitas air permukaan
Kualitas air tanah
Iklim Mikro
Kualitas Tanah
Timbulan sampah dan
sanitasi lingkungan
BIOLOGI
Vegetasi
Fauna
Biota perairan
SOSEKBUDKESMAS
Kesempatan kerja dan
peluang berusaha
Pendapatan Masy dan
PAD
Persepsi masyarakat
Gangguan Kesehatan
Masyarakat
Komponen Kegiatan
Konstruksi
Operasi
3
√
√
5
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Pasca
operasi
9
√
√
√
√
Keterangan :
1.
Perizinan Lokasi
2.
Rekrutmen Tenaga Kerja
3.
Mobilisasi Peralatan
4.
Land Clearing dan Stripping
5.
Pembuatan Jalan Masuk
6.
Pembuatan Barak dan Mess
7.
Penambangan Pasir dan Batu
8.
Pengangkutan material pasir dan batu
9.
Penataan lahan (reklamasi)
IV - 7
4.2. Evaluasi Dampak Potensial
a. Komponen fisik kimia
1). Perubahan bentang lahan
Dampak terhadap perubahan bentang lahan disebabkan oleh kegiatan
penambangan terutama dengan pembersihan dan pengupasan tanah penutup.
Dampak ini berlangsung lama dan menyebabkan dampak lanjutan pada komponen
lingkungan lain.
Dengan menggunakan kriteria dampak besar dan penting maka dampak terhadap
bentang lahan merupakan dampak negatif besar dan penting.
2). Penurunan kualitas udara dan peningkatan kebisingan
Komponen udara akan mengalami dampak oleh aktivitas proyek, yang menyebabkan
perubahan dan penurunan kualitas udara, baik konsentrasi gas ambien, debu,
maupun meningkatnya kebisingan. Dampak ini berlangsung lama dan menyebabkan
dampak lain berupa perubahan tingkat kesehatan masyarakat, sehingga dengan
kriteria dampak besar dan penting, dampak ini tergolong dampak negatif besar dan
penting.
3). Transportasi
Komponen transportasi yang akan terkena dampak adalah peningkatan volume lalu
lintas akibat kegiatan penambangan ini. Dampak ini berlangsung lama (selama
kegiatan penambangan), jumlah manusia yang terkena cukup banyak, dan dampak
ini berpotensi mengakibatkan terjadinya kecelakaan lalu lintas, kerusakan jalan,
dan
kemacetan lalu lintas, sehingga merupakan dampak negatif besar dan penting.
Kecelakaan dan kemacetan tidak termasuk dampak besar dan penting karena
jumlah manusia yang terkena dampak relatif kecil (intensitas kecil) dan dapat
ditanggulangi secara sederhana dengan pemasangan rambu-rambu lalu lintas
sepanjang jalan.
4). Sedimentasi dan erosi
IV - 8
Komponen erosi dan sedimentasi tergolong dampak negatif besar dan penting
karena berlangsung cukup lama (selama kegiatan penambangan berlangsung) dan
cakupan wilayah yang terkena dampak ini cukup luas (termasuk sungai), serta
mempengaruhi komponen lingkungan hidup lainnya.
5). Penurunan kualitas air sungai
Komponen perairan sungai yang akan terkena dampak adalah akibat meningkatnya
laju erosi dan sedimentasi daari kegiatan penambangan ini.
Dampak ini berpengaruh luas dan berlangsung lama, berdampak pada komponen
lain dan akan berbalik terhadap keberlanjutan rencana kegiatan, sehingga tergolong
dampak negatif besar dan penting.
b. Komponen biologi
1). Tergangunya biota darat
Komponen biota darat dijabarkan dalam kepadatan satwa dan vegetasi baik yang
dilindungi maupun tidak. Dampak terhadap biota darat ini akibat perubahan bentang
lahan, sehingga sebagian vegetasi pada lahan tersebut mengalami distorsi.
Karena fungsi ekosistem kawasan yang banyak, maka dampak yang muncul
termasuk dampak negatif besar dan penting.
2). Terganggunya biota perairan
Terganggunya biota perairan berupa terganggunya kehidupan nekton. Komponen ini
merupakan salah satu rantai dalam ekosistem, meskipun tidak memiliki peran secara
luas. Dampak terhadap biota perairan berdampak cukup luas sehingga dikategorikan
sebagai dampak besar dan negatif penting.
c. Komponen sosial ekonomi budaya dan kesmas
1). Kesempatan kerja dan peluang berusaha
Peluang bekerja dan berusaha merupakan dampak yang dapat berlangsung lama,
jumlah manusia yang terkena dampak juga banyak, dan dapat berbalik selama ada
penerimaan tenaga kerja dan peluang berusaha. Dampak ini akan menurun pada
IV - 9
peningkatan pendapatan masyarakat, sehingga dampak ini tergolong dampak positif
besar dan penting.
2). Peningkatan pendapatan masyarakat dan PAD
Komponen pendapatan masyarakat dan PAD dijabarkan ke dalam pendapatan,
kesejahteraan, dan pemasukan ke kas daerah. Dampak ini berlangsung lama,
jumlah manusia yang terkena dampak cukup banyak, dan berbalik terhadap kegiatan
proyek, sehingga dikategorikan sebagai dampak positif besar dan penting.
3). Persepsi masyarakat
Komponen persepsi masyarakat merupakan dampak turunan dari kegiatan-kegiatan
yang berlangsung pada semua tahap kegiatan proyek. Persepsi beragam ini
merupakan turunan dari peningkatan pendapatan masyarakat dan perekonomian
daerah. Dengan demikian dampak ini tergolong besar dan penting.
4). Kesehatan masyarakat
Komponen kesehatan masyarakat terutama disebabkan oleh perubahan kualitas
lingkungan akibat kegiatan konstruksi dan operasional penambangan serta pasca
operasi. Dampak ini bersifat lama, akumulatif, berdampak luas, sehingga
dikategorikan dampak negatif besar dan penting.
4.3. Hasil Proses Pelingkupan
Dampak penting hipotetik
Setelah dilakukan evaluasi terhadap potensi dampak dari kegiatan penambangan
yang akan dilakukan oleh PT. Puser Bumi Indonesia maka diperoleh dampak penting
hipotetik
antara lain :
IV - 10
4) Sedimentasi dan erosi
5) Penurunan kualitas air sungai
6) Kerusakan Jalan
7) Kualitas tanah
b. Komponen biologi
1) Tergangunya biota darat
2) Terganggunya biota perairan
c. Komponen sosial ekonomi budaya dan kesmas
1) Kesempatan kerja dan peluang berusaha
2) Peningkatan pendapatan masyarakat dan PAD
3) Persepsi masyarakat
4) Kesehatan masyarakat
Langkah-langkah pelingkupan mulai dari identifikasi dampak potensial menjadi
dampak penting hipotetik disajikan pada Gambar 4.1. berikut ini.
IV - 11
DESKRIPSI RENCANA
KEGIATAN :
1. Prakonstruksi
2. Konstruksi
3. Operasional
4. Pasca operasi
DAMPAK POTENSIAL
FISIK KIMIA
1. Perubahan bentuk
lahan
2. Kerusakan jalan
3. Kualitas udara dan
kebisingan
4. Kualitas air
5. Erosi dan Sedimentasi
6. Penurunan kualitas air
permukaan
7. Penurunan kualitas air
tanah
8. Iklim Mikro
9. Run off
10. Kualitas tanah
11. Gangguan lalu lintas
BIOLOGI
1. Vegetasi
2. Fauna
3. Biota air
SOSEKBUD
1. Kesempatan Kerja dan
Berusaha
2. Pendapatan
Masyarakat dan PAD
3. Persepsi Masyarakat
KESMAS
1. Kesehatan Masyarakat
2.
IDENTIFIKASI
DAMPAK
POTENSIAL
METODE
MATRIKS
1.
2.
3.
4.
DESKRIPSI RONA
LINGKUNGAN AWAL
Fisik Kimia
Biologi
Sosekbud
Kesmas
DAMPAK PENTING
HIPOTETIK
FISIK KIMIA:
1.
2.
EVALUASI
DAMPAK
POTENSIAL
3.
4.
5.
6.
7.
8.
BIOLOGI :
1.
2.
3.
Vegetasi
Fauna
Biota air
SOSEKBUD:
1.
2.
3.
1.
2.
3.
Perubahan bentuk
lahan
Kualitas udara dan
kebisingan
Gangguan lalu lintas
Erosi dan Sedimentasi
Kerusakan jalan
Penurunan kualitas air
permukaan
Kualitas tanah
Timbulan Sampah dan
Sanitasi Lingkungan
KESMAS :
METODE
Diskusi
Studi Literatur
Penilaian Ahli
1. Kesehatan Masyarakat
Gambar 4.1. Diagram Alir Pelingkupan Dampak Hipotetik Penambangan Golongan Galian C
(pasir dan
batu) PT. Puser Bumi Indonesia
IV - 12
4.4. Wilayah Studi dan Batas Waktu Kajian
Batas wilayah studi rencana kegiatan penambangan pasir dan batu PT. Puser Bumi
Indonesiameliputi :
1. Wilayah Studi
a. Batas Proyek
Batas proyek adalah ruang dimana rencana kegiatan penambangan pasir dan batu
terletak, yaitu di Desa Cangkringan Kecamatan Pakem. Luasan tapak proyek adalah 100
Ha berdasarkan luas Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang dikeluarkan oleh Bupati
Sleman. Adapun batas proyek adalah :
b. Batas Ekologi
Batas ekologi dari kegiatan penambangan Golongan Galian C (pasir dan batu)
PT. Puser Bumi Indonesiaadalah batas yang masih dipengaruhi persebaran dampak
melalui udara, air dan tanah. Persebaran dampak pencemaran udara yang dicermati
adalah adalah wilayah permukiman yang meliputi desa-desa yang ada di sekitar lokasi
kegiatan.
c. Batas Sosial
Batasan sosial adalah ruang di sekitar rencana kegiatan kawasan yang
merupakan tempat berlangsungnya berbagai interaksi sosial yang mengandung norma
dan nilai tertata yang sudah mapan, sesuai dengan proses dinamika sosial suatu
kelompok masyarakat yang diperkirakan mengalami perubahan mendasar akibat rencana
kegiatan nantinya. Kemungkinan yang akan terkena dampak dari adanya kegiatan
tersebut adalah masyarakat di sekitar proyek. Cakupan batas sosial kegiatan
penambangan Golongan Galian C (pasir dan batu)
Kecamatan Pakem.
IV - 13
d. Batas Administrasi
Batas administrasi rencana kegiatan penambangan PT. Puser Bumi Indonesia
sebagai berikut :
Desa
: Cangkringan
Kecamatan
: Pakem
Kabupaten
: Sleman
Provinsi
IV - 14
BAB V.
PRAKIRAAN DAMPAK PENTING
5.1. Prakiraan Besaran Dampak
Kegiatan penambangan pasir dan batu PT. Puser Bumi Indonesia di Desa
Cangkringan Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman dapat menimbulkan dampak terhadap
lingkungan hidup, baik yang bersifat positif maupun negatif serta bersifat penting
maupun tidak
penting. Besaran dampak ini akan dievaluasi menggunakan metode Leopold modifikasi.
Skala
kualitas lingkungan ditentukan berdasarkan besaran (Magnitude) dan tingkat
kepentingan
dampak (Importance). Berikut ini Tabel 5.1. mengenai besaran dampak yang
diklasifikasikan
menjadi 5 kategori.
Tabel 5.1. Skala besaran dampak
No
1
2
3
4
5
Skala
1
2
3
4
5
Prakiraan
Persentase (%)
10-20
20-40
40-60
60-80
80-100
dampak
besar
Keterangan Dampak
Sangat Kecil
Kecil
Sedang
Besar
Sangat Besar
dikaji
berdasarkan
tahapan-
tahapan
kegiatan
penambangan, berikut ini hasil analisis tim memprakirakan dampak besar pada setiap
tahap
kegiatan. Berikut ini tahapan-tahapan pada setiap kegiatan hasil hipotetik
prakiraan dampak:
A. Tahap Pra Konstruksi
1. Perizinan Lokasi
2. Rekrutmen Tenaga Kerja
B. Tahap Konstruksi
3. Mobilisasi Peralatan dan Material
4. Land Clearing dan Stripping
5. Pembuatan Jalan Masuk
V -1
6. Pembuatan Base camp
C. Tahap Operasi
7. Penambangan Sirtu
8. Pengangkutan Material Sirtu
D. Tahap Pasca Operasi
9. Penataan Lahan (Reklamasi dan Rehabilitasi)
Berdasarkan hasil analisis prakiraan dampak besar, berikut ini disajikan pada Tabel
5.2. mengenai Prakiraan Dampak Besar pada setiap tahap kegiatan.
Tabel 5.2. Prakiraan Dampak Besar pada setiap tahap kegiatan
No.
Kegiatan
ABIOTIK (FISIK-KIMIA)
Kerusakan jalan
BIOTIK
1
Vegetasi
Fauna darat
Biota Air
SOSEKBUDKESMAS
KESEHATAN MASYARAKAT
Konstruksi
Pra Konstruksi
RLA
Komponen Lingkungan
2
3
2
4
2
5
5
4
3
Operasi
5
3
3
1
2
5
3
3
4
2
2
5
2
5
3
5
5
4
9
2
2
Psca Oprsi
2
5
5
2
2
5
2
5
3
5
2
3
3
4
3
2
2
3
2
3
5
3
3
3
3
3
3
4
4
5
4
3
4
4
4
3
3
5
5
3
5
3
4
3
1
2
3
3
4
2
4
3
5
3
4
2
2
2
5
4
2
4
3
5
V -2
2
Berkaitan mengenai penjelasan pada setiap tahapan kegiatan akan dijelaskan
dibawah ini dengan membandingkan data perhitungan pada rona awal lingkungan saat
kajian
dan penelitian dilakukan di lapangan. Berikut ini penjelasan pada setiap tahap
kegiatan:
1. Tahap Pra-Kontruksi
Pada tahap pra-kontruksi berdasarkan hasil hipotetik prakiraan dampak, kegiatan
yang berdampak pada komponen SOSEKBUDKESMAS. Berikut ini Tabel 5.3. mengenai hasil
analisis tim pada tahap pra-kontruksi. Setelah tahap perhitungan rona awal
lingkungan pada
komponen tersebut yang telah dikaji di ruang lingkup studi mengenai dampak penting
yang
ditelaah berdasarkan data-data perhitungan pada rona awal lingkungan. Hal ini
mempertimbangkan hasil prakiraan yang berdampak positif maupun negatif.
Tabel 5.3. Prakiraan Dampak Besar pada Tahap Pra-Kontruksi
Tahap
Pra Konstruksi
KOMPONEN LINGKUNGAN
M/I
ABIOTIK (FISIK-KIMIA)
Kerusakan jalan
4
4
3
4
3
5
5
4
5
BIOTIK
Vegetasi
Fauna
4
4
Biota air
SOSEKBUDKESMAS
3
Sikap dan Persepsi masyarakat
KESEHATAN MASYARAKAT
3
3
3
2
4
3
3
3
3
4
3
M xI
M x I M x I Skala
Maks %
A
15
25
60
20
25
80
15
25
60
25
25
100
5
20
25
80
20
25
80
12
25
48
12
25
48
12
25
48
12
25
48
12
25
48
3
8
25
32
25
36
25
36
12
25
48
4
5
4
4
4
4
3
Prakiraan Dampak
Penting
M x I M x I Skala
M xI
maks %
B
20
25
80
32
50
64
27
50
54
V -3
Berdasarkan hasil prakiraan dampak besar maka dapat disimpulkan pada tahap
prakonstruksi dengan 2 (dua) kegiatan yaitu kegiatan (1) mengenai Perizinan Lokasi
dan kegiatan
(2) mengenai Rekrutmen Tenaga Kerja. Berikut ini hasil analisis prakiraan dampak
besar pada
kegiatan tersebut.
1. Pra-kontruksi Kegiatan 1 (satu)
a. Pendapatan masyarakat dan PAD (3/3) rona awal menjadi (4/4) prakiraan
dampak. Dengan perubahan tersebut maka berdampak besar dan positif
berdasarkan skala baku mutu lingkungan dari skala (2) menjadi skala (4)
b. Sikap dan persepsi masyarakat (3/3) rona awal menjadi (3/5) prakiraan dampak.
Dengan perubahan tersebut maka berdampak besar dan positif. berdasarkan
skala baku mutu lingkungan dari skala (2) menjadi skala (4)
2. Pra-kontruksi Kegiatan 2 (satu)
c. Kesempatan kerja dan berusaha (2/4) rona awal menjadi (4/5) prakiraan dampak.
Dengan perubahan tersebut maka berdampak besar dan positif. berdasarkan
skala baku mutu lingkungan dari skala (2) menjadi skala (4)
d. Pendapatan masyarakat dan PAD (3/3) rona awal menjadi (4/4) prakiraan
dampak. Dengan perubahan tersebut maka berdampak besar dan positif.
berdasarkan skala baku mutu lingkungan dari skala (2) menjadi skala (4)
e. Sikap dan persepsi masyarakat (3/3) rona awal menjadi (3/4). prakiraan dampak.
Dengan perubahan tersebut maka berdampak besar dan positif. berdasarkan
skala baku mutu lingkungan dari skala (2) menjadi skala (3)
Berdasarkan hasil prakiraan dampak besar maka dapat disimpulkan pada tahap
prakonstruksi dengan 2 (dua) kegiatan yaitu kegiatan (1) mengenai Perizinan Lokasi
dan kegiatan
(2) mengenai Rekrutmen Tenaga Kerja. hasil yang diperoleh dari analisis prakiraan
dampak
besar pada kegiatan tersebut disimpulkan akan berdampak besar dan positif pada
setiap
kegiatan.
V -4
2. Tahap Kontruksi
Pada tahap kontruksi berdasarkan hasil hipotetik prakiraan dampak, kegiatan yang
berdampak pada seluruh komponen abiotik, biotik, sosekbud dan kesehatan masyarakat.
Berikut ini Tabel 5.4. mengenai hasil analisis tim pada tahap kontruksi. Setelah
tahap
perhitungan rona awal lingkungan pada komponen tersebut yang telah dikaji di ruang
lingkup
studi mengenai dampak penting yang ditelaah berdasarkan data-data perhitungan pada
rona
awal lingkungan. Hal ini mempertimbangkan hasil prakiraan yang berdampak positif
maupun
negatif.
Tabel 5.4. Prakiraan Dampak Besar pada Tahap Kontruksi
Tahap
Konstruksi
KOMPONEN LINGKUNGAN
M/I
ABIOTIK (FISIK-KIMIA)
Kerusakan jalan
5
7
BIOTIK
Vegetasi
Fauna
Biota air
SOSEKBUDKESMAS
3
3
2
3
4
3
5
5
4
5
3
4
3
3
SOSEKBUDKESMAS
4
3
3
4
3
M xI
15
20
M x I M x I Skala
Maks %
A
25
25
60
80
3
4
3
25
60
25
25
100
2
5
4
3
15
Prakiraan Dampak
Penting
M x I M x I Skala
M xI
maks %
C
2
3
3
3
3
2
5
2
20
25
80
20
25
80
20
25
80
2
2
5
5
5
12
25
48
20
25
80
12
25
48
4
2
4
12
25
48
12
25
48
25
32
25
36
25
36
12
25
48
5
3
2
4
3
5
2
14
50
28
32
100
32
25
36
10
25
40
10
25
40
10
25
40
10
25
40
2
8
25
32
25
32
10
25
40
10
25
40
25
36
24
75
32
V -5
Pembuatan Jalan Masuk; kegiatan (4) mengenai Pembuatan Base camp mengenai Berikut
ini
hasil analisis prakiraan dampak besar pada kegiatan tersebut.
1. Kontruksi Kegiatan 1 (satu)
a. Kualitas udara dan kebisingan (5/4) rona awal menjadi (2/5) prakiraan dampak.
Dengan perubahan tersebut maka berdampak besar dan negatif.
b. Gangguan lalu lintas (5/3) rona awal menjadi (3/3) prakiraan dampak. Dengan
perubahan tersebut maka berdampak besar dan negatif.
c. Penurunan kualitas dan kuantitas air permukaan (5/4) rona awal menjadi (2/5)
prakiraan dampak. Dengan perubahan tersebut maka berdampak besar dan
negatif.
d. Gangguan kesehatan masyarakat (4/3) rona awal menjadi (2/4) prakiraan
dampak. Dengan perubahan tersebut maka berdampak besar dan negatif.
Gangguan vegetasi (4/3) rona awal menjadi (2/5) prakiraan dampak. Dengan
perubahan tersebut maka berdampak besar dan negatif.
g. Gangguan fauna (4/3) rona awal menjadi (2/5) prakiraan dampak. Dengan
perubahan tersebut maka berdampak besar dan negatif.
V -6
h. Gangguan biota air (4/3) rona awal menjadi (3/3) prakiraan dampak. Dengan
perubahan tersebut maka berdampak kecil dan negatif.
i.
Kualitas udara dan kebisingan (5/4) rona awal menjadi (3/1) prakiraan dampak.
Dengan perubahan tersebut maka berdampak besar dan negatif.
b.
Persepsi masyarakat (3/3) rona awal menjadi (3/1) prakiraan dampak. Dengan
perubahan tersebut maka berdampak besar dan negatif.
c.
d.
Berdasarkan hasil prakiraan dampak besar maka dapat disimpulkan pada tahap
konstruksi pengaruh dampak kegiatan pada masing-masing komponen berdasarkan skala
baku mutu lingkungan, sebagai berikut disajikan pada Tabel 5.5. dibawah ini.
V -7
Tabel 5.5. Dampak besar terhadap komponen lingkungan pada konstruksi
Rona Lingkungan
Prakiraan Dampak
Awal
Skala
Penting
Skala
No.
KOMPONEN LINGKUNGAN
ABIOTIK (FISIK-KIMIA)
Kerusakan jalan
2
6
Keterangan
Besar
Negatif
Besar
Negatif
Besar
Negatif
Besar
Negatif
Besar
Negatif
Besar
Negatif
Besar
Negatif
Kecil
Negatif
Besar
Negatif
BIOTIK
1
Vegetasi
Fauna
Biota air
SOSEKBUDKESMAS
Persepsi masyarakat
Kecil
Negatif
SOSEKBUDKESMAS
Kecil
Negatif
Kecil
Negatif
Kecil
Negatif
V -8
menjadi tahapan penting untuk mengestimasi pengaruh kegiatan tersebut di masa akan
datang dan selama proyek berjalan untuk memastikan kualitas lingkungan tetap
terjaga,
berkelanjutan dan lestari.
3. Tahap Operasional
Pada tahap opersional berdasarkan hasil hipotetik prakiraan dampak, kegiatan yang
berdampak pada seluruh komponen abiotik, biotik, sosekbud dan kesehatan masyarakat.
Berikut ini Tabel 5.6. mengenai hasil analisis tim pada tahap kontruksi. Setelah
tahap
perhitungan rona awal lingkungan pada komponen tersebut yang telah dikaji di ruang
lingkup
studi mengenai dampak penting yang ditelaah berdasarkan data-data perhitungan pada
rona
awal lingkungan. Hal ini mempertimbangkan hasil prakiraan berdampak positif maupun
negatif.
Tabel 5.6. Prakiraan Dampak Besar pada Tahap operasional
Tahap
Operasional
KOMPONEN LINGKUNGAN
M/I
ABIOTIK (FISIK-KIMIA)
Kerusakan jalan
3
4
3
5
5
4
5
3
4
BIOTIK
Vegetasi
Fauna
Biota air
SOSEKBUDKESMAS
1
Kesempatan Kerja dan Berusaha
KESEHATAN MASYARAKAT
3
3
3
2
4
3
3
3
3
4
3
M xI
M x I M x I Skala
Maks %
A
15
25
60
20
25
80
4
3
15
25
60
25
25
100
20
25
80
5
2
5
5
2
4
2
5
2
5
20
25
80
20
25
80
4
3
3
12
25
48
20
25
80
12
25
48
12
25
48
12
25
48
25
32
25
36
2
9
25
36
12
25
48
5
4
3
3
3
3
2
5
4
3
3
4
3
2
Prakiraan Dampak
Penting
M x I M x I Skala
M xI
maks %
B
10
25
40
25
50
50
25
32
10
25
40
10
25
40
10
25
40
12
25
48
25
36
25
36
2
25
24
20
25
80
21
50
42
20
50
40
V -9
Berdasarkan hasil prakiraan dampak besar maka dapat disimpulkan pada tahap
operasional dengan 2 (dua) kegiatan yaitu kegiatan (1) mengenai Penambangan Sirtu
dan
kegiatan (2) mengenai Pengangkutan Material Sirtu. Berikut ini hasil analisis
prakiraan dampak
besar pada kegiatan tersebut.
1. Opersional Kegiatan 1 (satu)
a. Perubahan bentuklahan (5/3) rona awal menjadi (2/5) prakiraan dampak. Dengan
perubahan tersebut maka berdampak besar dan negatif.
b. Kualitas udara dan kebisingan (5/4) rona awal menjadi (3/5) prakiraan dampak.
Dengan perubahan tersebut maka berdampak besar dan negatif.
c. Sedimentasi dan erosi (5/5) rona awal menjadi (2/5) prakiraan dampak. Dengan
perubahan tersebut maka berdampak besar dan negatif.
d. Gangguan biota air (4/3) rona awal menjadi (3/3) prakiraan dampak. Dengan
perubahan tersebut maka berdampak kecil dan negatif.
e. Gangguan kesehatan masyarakat (4/3) rona awal menjadi (2/5) prakiraan
dampak. Dengan perubahan tersebut maka berdampak kecil dan negatif.
f.
Sikap dan persepsi masyarakat (3/3) rona awal menjadi (3/4) prakiraan dampak.
Dengan perubahan tersebut maka berdampak besar dan positif.
g. Timbulan sampah dan sanitasi lingkungan (5/4) rona awal menjadi (3/3) prakiraan
dampak. Dengan perubahan tersebut maka berdampak besar dan positif.
2. Operasional Kegiatan 2 (satu)
a. Kualitas udara dan kebisingan (5/4) rona awal menjadi (2/5) prakiraan dampak.
Dengan perubahan tersebut maka berdampak besar dan negatif.
b. Gangguan lalu lintas (5/5) rona awal menjadi (2/4) prakiraan dampak. Dengan
perubahan tersebut maka berdampak besar dan negatif.
c. Kerusakan jalan (4/5) rona awal menjadi (2/5) prakiraan dampak. Dengan
perubahan tersebut maka berdampak besar dan negatif.
d. Penurunan kualitas dan kuantitas air permukaan (5/4) rona awal menjadi (2/5)
prakiraan dampak. Dengan perubahan tersebut maka berdampak besar dan
negatif.
V - 10
e. Penurunan kualitas dan kuantitas air tanah (4/5) rona awal menjadi (3/4)
prakiraan
dampak. Dengan perubahan tersebut maka berdampak besar dan negatif.
f.
Penurunan kualitas tanah (4/3) rona awal menjadi (3/3) prakiraan dampak.
Dengan perubahan tersebut maka berdampak besar dan negatif.
Pendapatan masyarakat dan PAD (3/3) rona awal menjadi (5/4) prakiraan
dampak. Dengan perubahan tersebut maka berdampak besar dan positif.
f.
Sikap dan persepsi masyarakat (3/3) rona awal menjadi (3/3). prakiraan dampak.
Dengan perubahan tersebut maka berdampak kecil dan positif.
Berdasarkan hasil prakiraan dampak besar maka dapat disimpulkan pada tahap
konstruksi pengaruh dampak kegiatan pada masing-masing komponen berdasarkan skala
baku mutu lingkungan, sebagai berikut disajikan pada Tabel 5.7. dibawah ini.
Tabel 5.7. Dampak besar terhadap komponen lingkungan pada tahap operasional
No.
KOMPONEN LINGKUNGAN
Prakiraan Dampak
Skala
ABIOTIK (FISIK-KIMIA)
3
2
Kerusakan jalan
BIOTIK
3
Biota air
SOSEKBUDKESMAS
KESEHATAN MASYARAKAT
Keterangan
Besar
Negatif
Negatif
Besar
Negatif
Besar
Negatif
Besar
Negatif
Besar
Negatif
Besar
Negatif
Besar
Negatif
Besar
Besar
Negatif
Kecil
Negatif
Besar
Positif
Kecil
Positif
Besar
Negatif
V - 11
4.
yang berdampak pada seluruh komponen abiotik, biotik, sosekbud dan kesehatan
masyarakat.
Berikut ini Tabel 5.8. mengenai hasil analisis tim pada tahap pasca operasional.
Setelah tahap
perhitungan rona awal lingkungan pada komponen tersebut yang telah dikaji di ruang
lingkup
studi mengenai dampak penting yang ditelaah berdasarkan data-data perhitungan pada
rona
awal lingkungan. Hal ini mempertimbangkan hasil prakiraan yang berdampak positif
maupun
negatif.
Tabel 5.8. Prakiraan Dampak Besar pada Tahap pasca operasional
Rona Lingkungan Awal
No.
KOMPONEN LINGKUNGAN
M/I M x I
ABIOTIK (FISIK-KIMIA)
Kerusakan jalan
Vegetasi
Fauna
Biota air
SOSEKBUDKESMAS
Persepsi masyarakat
KESEHATAN MASYARAKAT
25
60
20
25
80
15
25
60
25
25
100
20
25
80
20
25
80
20
25
80
12
3
BIOTIK
25
48
12
25
48
12
25
48
12
25
48
25
32
25
36
25
36
12
25
48
3
4
3
5
5
4
5
M x I M x I Skala
Maks %
A
15
3
3
3
2
4
3
3
3
3
4
3
Tahap
Pasca Oprsi
1
3
3
3
4
2
4
3
2
Prakiraan Dampak
Penting
M x I M x I Skala
MxI
maks %
B
25
36
2
12
25
48
25
32
25
24
V - 12
(Reklamasi dan Rehabilitasi). Berikut ini hasil analisis prakiraan dampak besar
pada kegiatan
tersebut:
1. Pasca operasional Kegiatan 1 (satu)
a. Kualitas udara dan kebisingan (5/4) rona awal menjadi (3/3) prakiraan dampak.
Dengan perubahan tersebut maka berdampak besar dan negatif.
b. Pendapatan masyarakat dan PAD (3/3) rona awal menjadi (3/4) prakiraan
dampak. Dengan perubahan tersebut maka berdampak kecil dan negatif.
c. Sikap dan persepsi masyarakat (3/3) rona awal menjadi (2/4). Prakiraan dampak.
Dengan perubahan tersebut maka berdampak kecil dan negatif.
d. Gangguan kesehatan masyarakat dan berusaha (4/3) rona awal menjadi (3/2)
prakiraan dampak. Dengan perubahan tersebut maka berdampak besar dan
negatif.
Berdasarkan hasil prakiraan dampak besar maka dapat disimpulkan pada tahap
konstruksi pengaruh dampak kegiatan pada masing-masing komponen berdasarkan skala
baku mutu lingkungan, sebagai berikut disajikan pada Tabel 5.8. dibawah ini.
Tabel 5.8. Dampak besar terhadap komponen lingkungan pada tahap pasca onstruksi
No.
KOMPONEN LINGKUNGAN
ABIOTIK (FISIK-KIMIA)
B
C
BIOTIK
SOSEKBUDKESMAS
Persepsi masyarakat
2
2
KESEHATAN MASYARAKAT
Keterangan
Besar
Negatif
Kecil
Positif
Kecil
Negatif
V - 13
5.2. Prakiraan Sifat Penting Dampak
Kriteria ukuran dampak penting dapat ditetapkan atas pertimbangan salah satu atau
beberapa faktor dari 6 kriteria dampak. Berikut ini pada Tabel 5.9. mengenai 6
dampak kriteria
berdasarkan UU No 32. Tahun 2009 mengenai Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup.
Tabel 5.9. Skala tingkat kepentingan dampak
No
Kriteria
1
2
3
4
5
6
Klasifikasi
kepentingan
1
2
3
4
Keterangan
5
6
Sangat penting
Tidak penting
Kurang penting
Cukup penting
Penting
Kurang Penting, bila manusia yang terkena dampak < 10% dari manusia yang
memperoleh manfaat.
2
=
Cukup Penting, bila manusia yang terkena dampak 11-20% dari manusia yang
memperoleh manfaat.
Penting, bila manusia yang terkena dampak 21-30% dari manusia yang
memperoleh manfaat.
Lebih Penting, bila manusia yang terkena dampak 31-40% dari manusia yang
memperoleh manfaat.
Sangat Penting, bila manusia yang terkena dampak >51% dari manusia yang
memperoleh manfaat.
V - 14
2. Luas Persebaran Dampak
1
=
Dampak sangat panjang, dengan intensitas sangat berat
Sangat Sedikit
Sedikit
Sedang
Banyak
Sangat Banyak
V - 15
Ukuran penting dan tidak pentingnya dampak ditentukan berdasarkan besarnya
dampak dan pentingnya dampak. Berikut ini analisis prakiraan dampak penting pada
setiap
tahapan kegiatan.
1. TAHAP PRA KONSTRUKSI
Tahap pra konstruksi terdapat 2 kegiatan besar mengenai perizinan lokasi dan
onstruks
tenaga kerja. Berikut ini Tabel 5.10. mengenai tingkat kepentingan dampak pada
komponen
lingkungan pada tahap pra-konstruksi.
Tabel 5.10. Tingkat kepentingan dampak pada tahap pra-konstruksi.
Rencana Kegiatan dan Komponen Lingkungan
Terkena Dampak
Arti
%P
Skala
Perizinan Lokasi
Pendapatan Masy dan PAD
Persepsi masyarakat
P
P
P
P
P
P
TP
P
TP
P
TP
TP
3
5
50
83
4
5
P
P
P
P
P
P
P
P
P
P
P
TP
P
P
P
TP
TP
TP
5
5
4
83
83
67
5
5
4
Keterangan
Tidak penting
Kurang penting
Cukup penting
Penting
Sangat penting
Pada tahap pra-kontruksi seluruh kegiatan pada komponen lingkungan berada pada
range 4-5, hal ini berarti seluruh komponen mengeneai perizinan lokasi yang terkait
dengan
pendapatan masyarakat dan PAD (4) serta persepsi masyarakat (5) berdampak penting
dan
sangat penting.
V - 16
2. TAHAP KONSTRUKSI
Tahap konstruksi terdapat 4 kegiatan besar mengenai mobilisasi peralatan (1), land
clearing dan stripping (2), pembuatan jalan masuk (3), dan pembuatan base cam (4).
Perizinan lokasi dan rekrutmen tenaga kerja. Berikut ini Tabel 5.12. mengenai
tingkat
kepentingan dampak pada komponen lingkungan pada tahap onstruksi.
Tabel 5.12. Tingkat kepentingan dampak pada tahap onstruksi.
Rencana Kegiatan dan Komponen Lingkungan
Terkena Dampak
1
Mobilisasi Peralatan
Kualitas Udara & Kebisingan
Kerusakan Jalan
Gangguan Lalu Lintas
Gangguan kesehatan masyarakat
Land Clearing & Stripping
Kualitas Udara & Kebisingan
Perubahan Bentuk Lahan
Erosi & Sedimentasi
Penurunan Kualitas & Kuantitas Air Permukaan
Penurunan Kualitas & Kuantitas Air Tanah
Penurunan Kualitas Air Tanah
Vegetasi
Fauna Darat
Biota Air
Gangguan kesehatan masyarakat
Timbulan sampah dan sanitasi lingkungan
Pembuatan Jalan Masuk
Kualitas Udara & Kebisingan
Perubahan Bentuk Lahan
Pembuatan Base Camp
Kualitas Udara & Kebisingan
Sikap & Persepsi masyarakat
Gangguan kesehatan masyarakat
%P
Skala
5
6
SP
P
P
P
P
P
P
P
P
P
TP
TP
TP
P
P
TP
TP
P
P
TP
P
TP
P
TP
P
5
5
2
4
83
83
33
67
5
5
3
4
P
TP
P
P
P
P
P
P
P
P
P
P
TP
P
P
P
P
P
P
TP
P
P
P
P
P
P
P
P
P
TP
TP
TP
TP
P
P
P
P
TP
P
P
TP
P
P
P
P
TP
P
P
P
TP
P
P
P
P
TP
TP
P
P
P
P
TP
TP
TP
TP
P
TP
5
3
6
6
5
4
5
3
3
5
3
83
50
100
100
83
67
83
50
50
83
50
5
3
5
5
5
4
5
3
3
5
3
P
P
P
TP
TP
TP
P
P
TP
TP
TP
TP
3
2
50
33
3
2
TP
P
P
TP
TP
TP
TP
TP
TP
P
TP
P
TP
TP
TP
TP
TP
TP
1
1
2
17
17
33
1
1
2
V - 17
Klasifikasi kepentingan
1
2
3
4
5
Keterangan
Tidak penting
Kurang penting
Cukup penting
Penting
Sangat penting
Pada tahap pra-kontruksi seluruh kegiatan pada komponen lingkungan berada pada
kisaran 1-5, hal ini berarti seluruh komponen mencakup sangat penting sampai tidak
penting.
3. TAHAP OPERASIONAL
Tahap operasional terdapat 2 (dua) kegiatan besar mengenai penambangan pasir dan
batu (1), pengangkutan pasir dan batu (2). Berikut ini Tabel 5.13. mengenai tingkat
kepentingan dampak pada komponen lingkungan pada tahap konstruksi.
Tabel 5.13. Tingkat kepentingan dampak pada tahap konstruksi.
Rencana Kegiatan dan Komponen Lingkungan
Terkena Dampak
1
Penambangan Sirtu
Kualitas Udara & Kebisingan
Perubahan Bentuk Lahan
Erosi & Sedimentasi
Penurunan Kualitas & Kuantitas Air Permukaan
Penurunan Kualitas & Kuantitas Air Tanah
Penurunan Kualitas Tanah
Biota Air
Sikap & Persepsi masyarakat
Gangguan kesehatan masyarakat
Timbulan sampah dan sanitasi lingkungan
Pengangkutan Sirtu
Kualitas Udara & Kebisingan
Kerusakan Jalan
Gangguan Lalu Lintas
Pendapatan Masy dan PAD
Sikap & Persepsi masyarakat
Gangguan kesehatan masyarakat
%P
Skala
2
3
SP
P
P
P
P
P
P
P
P
P
P
P
P
P
P
TP
TP
P
P
P
P
P
P
P
P
P
TP
TP
P
P
TP
P
P
P
P
TP
TP
TP
TP
P
P
P
P
P
P
P
P
TP
P
P
TP
P
P
P
TP
P
P
TP
TP
TP
TP
6
6
6
5
4
3
2
4
5
3
100
100
100
83
67
50
33
67
83
50
5
5
5
5
4
3
2
4
5
3
P
P
P
P
P
P
P
P
P
P
P
P
P
P
P
P
P
P
P
P
TP
TP
TP
P
P
P
P
P
TP
P
TP
TP
TP
TP
TP
P
5
5
4
4
3
6
83
83
67
67
50
100
5
5
4
4
3
5
V - 18
Berdasarkan hasil analisis tingkat kepentingan dampak pada tahap operasional maka
dapat disimpulkan berdasarkan klasifikasi kepentingan pada setiap komponen
lingkungan
dalam tahapan-tahapan kegiatan ditahap operasional.
Klasifikasi kepentingan
1
2
3
4
5
Keterangan
Tidak penting
Kurang penting
Cukup penting
Penting
Sangat penting
Pada tahap pra-konstruksi seluruh kegiatan pada komponen lingkungan berada pada
kisaran 2-5, hal ini berarti seluruh komponen. Hanya pada komponen biotik biota air
yang
berdampak kurang penting. Hal ini disebabkan pada kegiatan operasional telah
dilakukan
pengelolaan dengan membuat sedimen pond (kolam sedimen) untuk mengurangi pencemaran
khsusunya kekeruhan COD dan BOD pada badan perairan yaitu sungai di sekitar lokasi
proyek.
1
2
3
SP
P
P
P
P
P
P
TP
P
TP
P
TP
P
TP
P
P
TP
TP
TP
3
4
4
Arti
%P
Skala
50
67
67
V - 19
3
4
4
Klasifikasi kepentingan
1
2
3
4
5
Keterangan
Tidak penting
Kurang penting
Cukup penting
Penting
Sangat penting
Pada tahap pra-kontruksi seluruh kegiatan pada komponen lingkungan berada pada
range 3-4, hal ini berarti seluruh komponen lingkungan yang terkena dampak pada
tahap
pasca operasional berdampak cukup penting dan penting.
V - 20
BAB VI.
EVALUASI DAMPAK PENTING
Evaluasi dampak penting kegiatan penambangan Golongan Galian C (pasir dan baru)
PT. Puser Bumi Indonesia di Desa Cangkringan Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman
berdasarkan hasil prakiraan dampak yang meliputi tahap pra konstruksi, konstruksi,
operasi,
dan pasca operasi dapat menimbulkan dampak pada komponen Geo-fisik kimia, biotik,
sosial
ekonomi budaya, dan kesehatan masyarakat. Evaluasi dampak penting dilakukan untuk
mengkaji secara holistik atas berbagai komponen lingkungan hidup yang diprakirakan
akan
timbul dikaitkan dengan isu pokok yang ada dengan menggunakan metode matriks
Leopold
dimodifikasi.
Dampak yang timbul dari seluruh tahap kegiatan bersifat positif dan negatif, baik
yang
merupakan dampak primer, sekunder, maupun tersier. Hasil evaluasi dampak penting
tersebut, akan digunakan sebagai dasar untuk membuat arahan penyusunan Rencana
Pengelolaan Lingkungan (RKL). Berikut ini mengenai Matriks evaluasi dampak penting
hasil
kajian dari perhitungan rona awal lingkungan dan prakiraan dampak penting pada Bab
V.
Sehingga dapat diketahui dan menjadi bahan pertimbangan untuk mengambil keputusan
pada evaluasi dampak penting. Matriks evaluasi ini dibahas pada setiap tahapan
kegiatan pra
konstruksi, konstruksi, operasional dan pasca operasional. Berikut ini hasil
evaluasi dampak
penting pada masing-masing tahapan kegiatan:
1.
Tahap Pra-Kontruksi
Pada tahap pra-kontruksi berdasarkan hasil prakiraan dampak, kegiatan yang
berdampak pada komponen SOSEKBUDKESMAS. Berikut ini Tabel 6.1. mengenai hasil
analisis tim pada tahap pra-kontruksi. Setelah tahap perhitungan rona awal
lingkungan pada
komponen tersebut yang telah dikaji di ruang lingkup studi mengenai dampak penting
yang
ditelaah berdasarkan data-data perhitungan pada rona awal lingkungan. Hal ini
VI - 1
mempertimbangkan hasil prakiraan yang berdampak positif maupun negatif. Berikut ini
Tabel
6.1. mengenai matriks evaluasi pada tahap pra-konstruksi.
Tabel 6.1. Matriks evaluasi pada tahap pra-konstruksi.
Tahap
Pra Konstruksi
No.
M/I
A
ABIOTIK (FISIK-KIMIA)
Kerusakan jalan
4
8
BIOTIK
Vegetasi
Fauna
4
4
4
3
5
5
4
5
3
3
3
Biota air
SOSEKBUDKESMAS
D
KESEHATAN MASYARAKAT
2
4
3
3
3
3
4
3
M x I M x I Skala
M xI
Maks %
A
15
25
60
20
25
80
15
25
60
25
25
100
20
25
80
4
20
25
80
12
25
48
12
25
48
12
25
48
12
25
48
12
25
48
25
32
9
25
36
25
36
12
25
48
4
5
4
4
3
3
5
Prakiraan Dampak
Penting
M x I M x I Skala
M xI
maks %
B
Evaluasi Dampak
Skala
B-A
Dampak
(+/-) K/T
20
25
80
32
50
64
27
50
54
2.
Tahap Konstruksi
Pada tahap kontruksi berdasarkan hasil prakiraan dampak, kegiatan yang berdampak
pada seluruh komponen abiotik, biotik, sosekbud dan kesehatan masyarakat. Berikut
ini
Tabel 6.2. mengenai hasil analisis tim pada tahap kontruksi. Setelah tahap
perhitungan rona
Dok. Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL)
VI - 1
awal lingkungan pada komponen tersebut yang telah dikaji di ruang lingkup studi
mengenai
dampak penting yang ditelaah berdasarkan data-data perhitungan pada rona awal
lingkungan.
Hal ini mempertimbangkan hasil prakiraan yang berdampak positif maupun negatif.
Tabel 6.2. Matriks evaluasi pada tahap konstruksi.
KOMPONEN LINGKUNGAN
M/I
A
ABIOTIK (FISIK-KIMIA)
Kerusakan jalan
4
9
BIOTIK
Vegetasi
Fauna
Biota air
SOSEKBUDKESMAS
SOSEKBUDKESMAS
3
3
3
4
3
3
4
3
M xI
15
M x I M x I Skala
Maks %
A
25
60
Evaluasi Dampak
Prakiraan Dampak
Penting
M x I M x I Skala Skala
Dampak
M xI
maks %
C
C-A (+/-) K/T
Tahap
Konstruksi
4
3
20
25
80
15
25
60
25
25
100
20
25
80
20
25
80
20
25
80
12
25
48
20
25
80
12
25
48
12
25
48
12
25
48
25
32
25
36
2
25
36
12
25
48
2
5
2
3
3
3
3
2
5
2
5
5
5
4
2
4
5
5
3
2
4
3
5
2
14
50
28
-1
32
100
32
-2
25
36
-1
10
25
40
-3
10
25
40
-2
10
25
40
-2
10
25
40
-2
25
32
-1
25
32
2
-2
10
25
40
-1
10
25
40
25
36
-1
24
75
32
-1
K
T
VI - 1
3.
Tahap Operasional
Pada tahap operasional berdasarkan hasil prakiraan dampak, kegiatan yang
berdampak pada seluruh komponen abiotik, biotik, sosekbud dan kesehatan masyarakat.
Berikut ini Tabel 6.3. mengenai hasil analisis tim pada tahap operasional. Setelah
tahap
perhitungan rona awal lingkungan pada komponen tersebut yang telah dikaji di ruang
lingkup
studi mengenai dampak penting yang ditelaah berdasarkan data-data perhitungan pada
rona
awal lingkungan. Hal ini mempertimbangkan hasil prakiraan yang berdampak positif
maupun
negatif.
Tabel 6.3. Matriks evaluasi pada tahap operasional
Tahap
Operasional
KOMPONEN LINGKUNGAN
M/I
ABIOTIK (FISIK-KIMIA)
Kerusakan jalan
4
6
4
5
3
4
3
5
5
4
5
3
BIOTIK
Vegetasi
Fauna
Biota air
SOSEKBUDKESMAS
1
Kesempatan Kerja dan Berusaha
KESEHATAN MASYARAKAT
3
3
3
2
4
3
3
3
3
4
3
M x I M x I Skala
M xI
Maks %
A
15
25
60
2
3
5
2
20
25
80
15
25
60
25
25
100
20
25
80
20
25
80
20
25
80
12
25
48
3
20
25
80
12
25
48
12
25
48
12
25
48
25
32
25
36
25
36
12
25
48
5
2
4
2
5
5
5
4
3
3
3
3
2
5
4
3
3
4
3
2
Prakiraan Dampak
Penting
M x I M x I Skala
M xI
maks %
B
Evaluasi Dampak
Skala
B-A
Dampak
(+/-) K/T
10
25
40
2
-1
25
50
50
-1
25
32
-1
10
25
40
-3
10
25
40
2
-2
10
25
40
-2
12
25
48
-1
25
36
-1
25
36
-2
-
K
25
24
-1
20
25
80
21
50
42
20
50
40
-1
K
Sumber: author by conducted
Berdasarkan hasil prakiraan dampak besar maka dapat disimpulkan pada tahap
konstruksi dengan komponen abiotik, biotik, sosekbud dan kesehatan masyarakat yaitu
komponen abiotik seluruhnya akan dikelola; komponen biotik maya fauna (TK) yang
tidak
dikelola vegetasi (K) dan biota air (K) akan dikelola; komponen sosekbudkesmas akan
dikelola
VI - 1
antara lain persepsi masyarakat (K) dan gangguan kesehatan masyarakat (K). hasil
yang
diperoleh dari analisis evaluasi dampak besar pada kegiatan tersebut disimpulkan
akan
berdampak besar dan negatif pada setiap kegiatan.
4.
berdampak pada seluruh komponen abiotik, biotik, sosekbud dan kesehatan masyarakat.
Berikut ini Tabel 6.4. mengenai hasil analisis tim pada tahap pasca operasional.
Setelah tahap
perhitungan rona awal lingkungan pada komponen tersebut yang telah dikaji di ruang
lingkup
studi mengenai dampak penting yang ditelaah berdasarkan data-data perhitungan pada
rona
awal lingkungan. Hal ini mempertimbangkan hasil prakiraan yang berdampak positif
maupun
negatif.
Tabel 6.4. Matriks evaluasi pada tahap pasca operasional
Rona Lingkungan Awal
No.
KOMPONEN LINGKUNGAN
M/I M x I
ABIOTIK (FISIK-KIMIA)
Kerusakan jalan
4
4
4
3
4
3
5
5
4
5
BIOTIK
Vegetasi
Fauna
Biota air
SOSEKBUDKESMAS
2
Pendapatan Masyarakat dan PAD
Persepsi masyarakat
KESEHATAN MASYARAKAT
3
3
3
2
4
3
3
3
3
4
3
Tahap
Pasca Oprsi
M x I M x I Skala
Maks %
A
15
25
60
20
25
80
15
25
60
3
25
25
100
20
25
80
20
25
80
20
25
80
12
25
48
12
25
48
12
25
48
12
25
48
25
32
25
36
25
36
12
25
48
3
3
3
4
2
4
3
2
Prakiraan Dampak
Evaluasi Dampak
Penting
M x I M x I Skala Skala
Dampak
MxI
maks %
B
B-A (+/-) K/T
9
25
36
-2
12
25
48
25
32
25
24
-1
VI - 1
Berdasarkan hasil prakiraan dampak besar maka dapat disimpulkan pada tahap
konstruksi dengan komponen abiotik, biotik, sosekbud dan kesehatan masyarakat yaitu
komponen abiotik pada kualitas udara dan kebisingan yang akan dikelola; komponen
biotik
tidak ada yang akan dikelola (TK); komponen sosekbudkesmas yang tidak akan dikelola
antara lain persepsi masyarakat (TK), pendapatan masyarakat dan PAD akan dikelola
(K) dan
gangguan kesehatan masyarakat (K) akan dikelola. hasil yang diperoleh dari analisis
evaluasi
dampak besar pada kegiatan tersebut disimpulkan akan berdampak besar dan negatif
pada
setiap kegiatan.
6.1. Pemilihan Alternatif Terbaik
Dalam kajian ANDAL ini, beberapa alternatif komponen rencana usaha dan/atau
kegiatan, seperti alternatif lokasi sudah sesuai dengan tata ruang dan Izin Usaha
Pertambangan (IUP) yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten Sleman.
Alternatif teknologi yang akan digunakan selama berlangsung kegiatan penambangan
ini mengikuti standar dan persyaratan teknis kegiatan penambangan yang berlaku,
baik
terhadap jumlah alat-alat kerja maupun penggunaan alat-alat kerja tersebut.
6.2. Telaahan Sebagai Dasar Pengelolaan
Perubahan terhadap komponen lingkungan hidup yang terkena dampak kegiatan
penambangan PT. Puser Bumi Indonesia di Desa Cangkringan Kecamatan Pakem Kabupaten
Sleman baik dampak positif maupun dampak negatif, perlu dilakukan upaya pengelolaan
dampak. Dampak negatif penting yang harus dikelola terutama dampak primer karena
dengan
dikelolanya dampak primer tersebut maka dampak lanjutannya tidak akan terjadi lagi.
VI - 1
6.3. Rekomendasi Penilaian Kelayakan Lingkungan
Berdasarkan hasil evaluasi dampak penting yang telah dilakukan sebelumnya secara
holistik, diketahui bahwa rencana kegiatan penambangan Golongan Galian C (pasir dan
baru)
PT. Puser Bumi Indonesia di Desa Cangkringan Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman
berpotensial menimbulkan dampak penting, baik dampak penting bersifat positif
maunpun
dampak penting bersifat negatif.
Dampak penting bersifat positif di perkirakan timbul hampir pada seluruh tahapan
kegiatan. Dampak positif tersebut antara lain :
1. Terbukanya kesempatan kerja dan peluang berusaha
2. Peningkatan pendapatan masyarakat dan PAD
3. Persepsi positif masyarakat
Demikian pula dampak negatif penting, di perakirakan timbul hampir pada seluruh
tahapan kegiatan penambangan ini. Dampak negatif penting tersebut antara lain :
1. Perubahan bentang lahan
2. Penurunan kualitas udara dan kebisingan
3. Terjadinya erosi dan sedimentasi
4. Penurunan kualitas perairan sungai
5. Terganggunya kehidupan flora fauna darat
6. Terganggunya kehidupan biota perairan
7. Penurunan kesehatan masyarakat dan pekerja
8. Timbulan sampah dan sanitasi lingkungan
Dampak negatif penting yang timbul tersebut pada dasarnya masih dapat dikelola
melalui beberapa pendekatan pengelolaan lingkungan hidup, antara lain pendekatan
teknologi, sosial ekonomi, dan pendekatan institusi.
Dengan adanya pengelolaan lingkungan hidup, diharapkan dampak positif dapat terus
dikembangkan dan dampak negatif dapat diminimalkan, sehingga nantinya kegiatan
penambangan PT. Puser Bumi Indonesia di Desa Cangkringan Kecamatan Pakem Kabupaten
VI - 1
Sleman dapat memberikan konstribusi berarti bagi pembangunan masyarakat sekitar
secara
khusus dan pembangunan Nasional secara umum.
Berdasarkan
Golongan Galian C (pasir dan baru) PT. Puser Bumi Indonesia di Desa Cangkringan
Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman secara pengelolaan ekologi, ekonomi dan sosial
dalam kajian analisis dampak lingkungan DINYATAKAN LAYAK LINGKUNGAN mengingat
daya dukung lingkungan sebagai kawasan penambangan ini masih memadai, sepanjang
tetap
dilakukan upaya pengendalian, pengelolaan
VI - 1
DAFTAR PUSTAKA
Affandi, R, D.S. Sjafei, M,F. Rahardjo dan Sulistijo. 1992. Ikhtiologi. Suatu
Pedoman Kerja
Laboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktuir Jenderal Pendidikan
Tinggi, Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Alaerts, G dan Sri Sumestri S. 1987. Metode Penelitian Air. Cetakan Pertama
Surabaya
APHA, 1976. Standart Method for Examination of Water and Waste Water, Fourteenth
Edition.
PHA-AWWA-WPFC Publishing Co., Washington D.C.
Arsyad, S, 1991. Dasar-Dasar Konservasi Tanah dan Air, PT. Sinar Dunia, Edisi
Ketiga,
Jakarta.
Canter, L.W, 1997. Environmental Impact Assesment. McGraw-Hill, Inc, New York
Davis, M. C., 1995. The Marine and Freshwater Plankton. Michigan State Univ. Press,
USA.
Dunne, T. 1977. Evaluation of Erosion Condition and Trends, p.53-83. In Guidelines
for
Watershed Management, p. 53 – 83. FAO Conservation Guide No.1
Fandeli, C. 1992. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, Prinsip Dasar dan
Pemahamannya
dalam Pembangunan. Liberty, Yogyakarta.
Fardiaz, Srikandi, 1992. Polusi Air dan Udara. Edisi I, cetakan I, Yogyakarta:
Yayasan
Kanisius.
Gunawan, S. 1991. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, Gajah Mada University Press,
Yogyakarta.
Hamer, W. I. 1982. Final Soil Conservation Consultant Report. Tech. Note No.26.
Centre for
Soil Research, Bogor.
Hardjasoemantri, K., 1993. Hukum Perlindungan Lingkungan Konservasi Sumber Daya
Alam
Hayati dan Ekosistemnya. Edisi Kedua, Cetakan Pertama, Yogyakarta; Gadjah Mada
university Press.
Harto, S., 1993. Analisis Hidrologi. Cetakan Pertama. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Linsley, R. K.,M.A. Kohler and J.H. Paulus. 1982. Hydrology for Engineers, Mc Graw
Hill Book
Company, Inc. New York.
Odum, E.P., 1971. Fundamental of Ecology. Third edition, W.B. Sounders Co.
Philadelpia and
London, 546 pp.
Reksohadiprodjo, S, 1998. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Energi, Edisi kedua, BPFE,
Yogyakarta.
Salim, E. 1983. Manusia dan Lingkungan. UI Press, Jakarta
Soemarwoto, O. 1977. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Gajah Mada University
Press.
Yogyakarta.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Curriculum Vitae TIM penyusun Andal
SKILLS &
ABILITIES
II.
DATA PRIBADI :
1.
2.
Nama
Tempat/Tanggal Lahir
:
:
3.
Kebangsaan/Suku Bangsa
4.
Alamat
e-mail
:
:
RIWAYAT PENDIDIKAN :
No
.
1
2
3
4
5
III.
Jenjang Studi
SDN Torete Kab. Poso Sulteng
SMP Neg. 2 Salabangka Kab. Poso Sul-Teng
STM Neg. Kendari Sul-Tra
Teknik Sipil Universitas Haluoleo Kendari Sul-Tra
Teknik Lingkungan Universitas Muhammadiyah Kendari Sul-Tra
Thn.
Kelulusan
1987
1990
1993
2000
2007
RIWAYAT PEKERJAAN :
1.
2.
3.
IV.
Tahun 2007 s/d 2010 Direktur CV. IDEALL MULTI DESIGN Consultant
Tahun 2008 s/d 2010 Staf Pengajar Fakultas Teknik Jurusan Teknik Lingkungan
Universitas
Muhammadiyah Kendari, Sulawesi Tenggara
Tahun 2010 s/d sekarang sebagai PNS di Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Morowali
Provinsi Sulawesi Tengah
KURSUS/SEMINAR/PELATIHAN :
1.
2.
3.
4.
DATA PRIBADI
Tempat Lahir
Tanggal Lahir
Jenis Kelamin
Agama
Status
HP
Golongan Darah
Tinggi/Berat
: Banjarmasin
: 22 Jui 1985
: Perempuan
: Islam
: Belum Menikah
: 081227510022
:A
: 165 cm / 50 kg
PENDIDIKAN NON FORMAL
2005
2010
DATA PRIBADI
Tempat Lahir
Tanggal Lahir
Jenis Kelamin
Agama
Status
HP
Golongan Darah
Tinggi/Berat
: Manokwari
: 22 Desember 1981
: Perempuan
: Islam
: Menikah
: 0813 413 83 910
:A
: 160 cm / 59 kg
PENDIDIKAN FORMAL
EDUCATION BACKGROUND
2008 – 2012
2013 – Now
EXPERIENCE
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
2008
: Member of Public Relation Division IFSS 2008
2009 – 2010 : Member of Teater Rumput Fakultas of Forestry IPB
2009 – 2013 : Staff of Agroedutourism in IPB
2010 – 2011 : Treasure of KPE (Kelompok Pemerhati Ekowisata) Himakova
IPB
2010
: Secretary II of Bina Corps Rimbawan IPB
February-March 2013
: English Course at Pare, Kediri, East Java
February-March 2013
: Mandarin course at Pare, Kediri, East Java
November 2013-Now
: Staff of Jogja English Yogyakarta
SKILLS
1. Computer skills: Mocrosoft office
2. Research interesting skills for Forest Conservation
3. English Active; Mandarin Passive; Tradisional Dance; Modern Dance;
Theater; Singer