Anda di halaman 1dari 13

PENDAHULUAN FISIKA INTI

KARAKTERISTIK GEIGER MULLER, STATISTIK PENCACAH GEIGER


MULLER, SPEKTROSKOPI ATOM HIDROGEN, ABSORBSI RADIASI
SINAR BETA

OLEH :

NAMA : QUIEN DWI YUNAIZA

NURUL FADHILLAH

NAZIR FIKRI ALWALI

DOSEN PENGAMPUH : Dr. LENI MARLINA, M.Si.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MIPA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

PALEMBANG

2020
A. Karakteristik Geiger Muller

Pencacah Geiger-Mueller adalah salah satu dari detektor radiasi yang ada,
diperkenalkan oleh Geiger-Mueller pada tahun 1928. Detektor Geiger Mueller
adalah sebuah detektor ionisasi gas dengan volume gas konstan yang bekerja pada
daerah tegangan Geiger Mueller. Prinsip kerja detektor ini dimulai pada saat
partikel radiasi memasuki detektor melalui jendela di bagian samping detektor
dan diarahkan menuju tabung detektor. Di dalam tabung ini partikel radiasi
mengionisasi gas dalam tabung, sehingga terbentuk ion-ion positif dan elektron.
Detektor Geiger-Mueller terdiri dari suatu tabung logam atau gelas dilapisi
logam yang biasanya diisi gas seperti argon, neon, helium atau lainnya (gas
mulia) dengan perbandingan tertentu. Detektor Geiger-Mueller merupakan salah
satu jenis detektor isian gas. Detektor isian gas bekerja berdasarkan ionisasi oleh
radiasi yang masuk terhadap molekul yang berada dalam detektor. Karakter
detektor sangat dipengaruhi oleh besarnya tegangan yang diterapkan pada
detektor untuk membantu proses ionisasi dan pengumpulan muatan.
Lebar tegangan plato pada tabung Geiger-Mueller yang baik mencapai daerah
200 volt. Beda tegangan antara anoda dan katoda pada tabung Geiger-Mueller
jauh lebih tinggi daripada tabung ionisasi untuk jenis campuran gas yang sama.
Pulsa yang dihasilkan oleh tabung Geiger-Mueller jauh lebih tinggi, yakni
berkisar beberapa volt, seribu kali lebih besar dibandingkan dengan tabung
proporsional. Hal ini menyederhanakan alat elektronik yang diperlukan. Tabung
Geiger-Mueller untuk sinar gamma dapat terbuat seluruhnya dari logam atau dari
gelas tebal yang dilapisi logam. Tabung Geiger-Mueller untuk partikel jenis
elektron dan proton harus dilengkapi dengan dinding yang sangat tipis agar
elektron dan proton dapat masuk ke dalam ruang gas.
Tipe Detektor Geiger-Mueller

1. Tipe Side Window

Aplikasi utama dari Geiger Mueller tipe Side Window adalah untuk
pengukuran radiasi gamma. Meskipun dinding Geiger Mueller tipe Side Window
cukup tipis, memungkinkan masuknya sinar γ dengan energi yang tinggi ( > 300
keV). Pada umumnya Geiger Mueller tipe Side Window berupa tabung silinder
yang berfungsi sebagai katoda adalah dinding tabung dan pada porosnya terdapat
kawat (biasanya tungsten) sebagai anoda. Dinding Geiger Mueller silinder
mempunyai density thickness 30 mg/cm2. Density thickness merupakan cara
tepat untuk menyatakan ketebalan dari material yang sangat tipis.

2. Tipe End Window

Berbeda dengan Geiger Mueller Tipe side window, bahan katoda yang
digunakan untuk detektor Geiger Mueller Tipe End Window adalah silinder
stainless steel. Jendela salah satu ujung tabung biasanya terbuat dari mika dan
mempunyai density thickness 1.5 mg/cm2sampai 2.0 mg/cm2Geiger Mueller End
Window disamping dapat merespon partikel gamma juga dapat merespon partikel
beta, maupun partikel alfa.

Karakteristik Detektor Geiger-Mueller

1. Plateau dan Slope

Daerah kerja detektor Geiger Mueller adalah daerah plateau. Panjang plateau
merupakan salah satu aspek yang menentukan kualitas detektor. Detektor Geiger
Mueller yang baik harus memiliki plateau yang panjang dan slope yang kecil. Bila
detektor dioperasikan pada tegangan rendah, pulsa yang dihasilkan masih sedikit
sehingga belum tercacah oleh pencacah, karena elektron dan ion yang terjadi dari
ionisasi masih banyak yang mengalami penggabungan kembali atau rekombinasi.
Bila tegangan makin tinggi maka pulsa yang dihasilkan makin banyak dan
tercacah counter. Pada tegangan tertentu banyaknya pulsa yang tercacah tidak
berbeda jauh atau relatif sama bila tegangan dinaikkan. Daerah tegangan ini
disebut plateau. Bila di daerah plateau tegangan dinaikkan lagi maka akan terjadi
pelucutan yang sangat banyak dan sudah tidak sebanding lagi dengan intensitas
radiasi yang datang, ini terjadi karena apabila tegangannya dinaikkan akan
menambah energi untuk menarik elektron dan ion. Daerah plateau Detektor
Geiger Mueller dihitung mulai dari tegangan ambang sampai pada batas
permulaan tegangan yang menyebabkan terjadinya lucutan yang tak terkendali.

Kurva yang menyatakan hubungan antara jumlah cacah persatuan waktu


terhadap tegangan kedua elektroda ditampilkan pada Gambar 2.8:

Gambar 1. Kurva antara jumlah cacah per menit Vs tegangan

Keterangan gambar:

A = tegangan awal (starting voltage)

B = tegangan ambang (theshold voltage)

C = tegangan batas, dimulai timbul lucutan yang tak terkendali

B-C = daerah plateau detektor

Starting Voltage adalah tegangan dimana mulai tercatat adanya pulsa,


tegangan ambang adalah tegangan terendah pada permulaan daerah plateau.
Mulai tegangan ambang inilah jumlah cacah yang terbaca tidak menunjukan
perbedaan yang besar dan dapat dikatakan hampir sama. Bila tegangan diperbesar
sampai melebihi C, maka jumlah cacah yang tercacat melonjak tinggi lucutan
yang tak terkendali.

Detektor Geiger Mueller paling baik dioperasikan pada daerah plateau yang
agak miring. Kemiringan plateau ini disebut slope. Detektor yang baik
mempunyai slope kecil (< 10 % / 100 volt). Untuk menghitung besarnya slope
yang dinyatakan dalam % per 100 Volt dalam persamaan berikut:

(N 2−N 1)
Slope= ×100 %
(V 2−V 1 )(100)

dimana :

N1 = jumlah cacah persatuan waktu pada tengangan V1

N2 = jumlah cacah persatuan waktu pada tengangan V2

V1 = besar tegangan awal terjadinya plateaun

V2 = besar tegangan awal terjadinya plateaun

2. Umur Detektor Geiger Mueller

Detektor Geiger-Mueller dikatakan mati (rusak) apabila detektor tak mampu


lagi mendeteksi partikel radiasi. Umur detektor biasanya dilihat dari panjang
plateau-nya, semakin lama suatu detektor digunakan akan semakin pendek
plateau-nya dan detektor dikatakan mati bila panjang plateau-nya nol.

B. Statistik Pencacah Geiger Muller


Suatu zat radioaktif yang meluruh akan mengikuti hukura radioaktivitas ynng
pada dasarnya adalah suatu anggapan bahwa peluruhan akan mengikuti distribusi
statistik, Hal ini disebabkan karena sulit untul mengetahui bagian atom yang
mana yang akan meluruh pada saat berikutnya. Oleh karena itu, untuk
memudahkan perhitungan dikenal suatu tetapan poluruhan λ yang besarnya
tergantung pada jenis zat radioaktif yang bersangkutan. Dalam waktu dt
kemungkinan meluruh setiap atom ialah λ dt.
Sebagaimana diketahui proses pancaran radiasi suatu peluruhan zat radioaktif
bersifat tidak menentu ( random ). Untuk proses tersebut keboleh jadiannya akan
mengikuti grafik fungsi Poisson.Peristiwa ini sangat jelas kelihatan apabila digunakan
sumber radiasi yang lemah dan waktu pencacah yang pendek. Untuk ini digunakan
pencacahan dengan waktu yang singkat misalnya 10 detik sampai 100 kali dari suatu
sumber yang lemah atau cacah latar. Dari hasil yang dapat dilakukan pengelompokan
sehingga akan diperoleh N(m) yaitu banyaknya hasil pencacahan yang menghasilkan
cacah sebesar m sebanyak n persatuan waktu dengan m = 1,2,3...maks.Kemudian dibuat
grafik P(m) = N(m)/ 100 vs. m,dimana P(m) adalah kebolehjadian pencacahan persatuan
waktu yang mengasilkan cacah sebesar m. Grafik tersebut dapat dibandingkan dengan
grafik distribusi Poisson:
nm e−n
P(m)=
m!

Dengan n adalah rata-rata pencacahan


Nilai rata-rata dari 100 kali pencacahan adalah :

max max
m
n=⟨ m ⟩=∑ mP ( m )=∑ N (m)
0 0 100

Derajat fluktuasi pencacah terhadap nilai rata-rata pencacahan tergantung pada besarnya
standar deviasi dari distribusi pencacahan dengan :

max
σ =∑ P ( m )( m−n ) =√ n
2

0
Resolving Time (Waktu Pisah)

Resolving time merupakan selisih waktu minimum yang diperlukan untuk dapat
meperlihatkan hasil cacahan radiasi sumber radioaktif, atau selang waktu minimum
antara satu cacahan hingga cacahan berikutnya. Keadaan dimana detektor tidak dapat
mendeteksi radiasi yang masuk disebut keadaan mati (dead time). Ketika ion positif
sudah terkumpul pada katoda, kuat medan listrik telah pulih kembali seperti semula dan
tinggi pulsa kembali. Selang waktu antara akhir waktu mati (dead time) sampai dengan
pulihnya kembali disebut waktu pemulihan (recovery-time). Waktu pisah (resolving
time) dengan simbol τ yaitu selisih waktu minimum yang diperlukan oleh radiasi yang
berurutan agar radiasi dapat tercacah.

Akibat adanya dead time dan recovery time, maka partikel-partikel radiasi yang
masuk kedalam tabung Geiger Muller, selama dead time dan recovery time tidak akan
tercatat sehingga menimbulkan hilangnya cacahan. Untuk mendapatkan laju cacahan
seharusnya perlu ditentuakn terlebih dahulu resolving time kemudian digunakan untuk
mengoreksi laju cacahan yang terbaca. Koreksi ini menjadi penting terutama pada laju
cacahan yang cukup tinggi. Resolving time merupakan karateristik dari sistem
pencacahan, karena makin kecil resolving time sistem pencacah makin baik untuk
mencacah pada laju cacahan yang tinggi.

Cacahan sebenarnya dapat ditentukan dengan menggunakan rumus :

g
n=
1−gτ

Sedangkan rumus yang digunakan untuk menentukan resolving time adalah :


g 1+ g 2−g12−b
τ=
g212−g21 −g 22

C. Spektroskopi Atom Hidrogen


Spektroskopi Spektrum Atom
Spektroskopi merupakan ilmu yang mempelajari tentang metoda-metoda
untuk menghasilkan dan menganalisis spektrum dengan menggunakan
spektroskop, spektrograf, spektrometer, dan spektrofotometer. Spektroskop
merupakan alat optik yang menghasilkan spektrum untuk pengamatan visual.
Bentuk yang paling sederhana terdiri dari sebuah tabung kosong dengan sebuah
lensa kolimator pada ujung yang lain untuk menghasilkan suatu berkas sejajar,
sebuah prisma untuk menyebarkan cahaya, dan sebuah teleskop untuk melihat
spektrum. Spektrum merupakan penyebaran sifat-sifat yang disusun dalam
urutan yang sesuai dengan meningkat atau menurunnya besar sifat tersebut.
Terdapat dua jenis spektrum yaitu spektrum emisi dan spektrum absorbsi.
Sepektrum emisi merupakan spektrum yang terdiri dari garis terang pada latar
belakang gelap yang terbagi menjadi spektrum garis, spektrum pita dan spektrum
kontinu sedangkan spektrum absorbsi merupakan spektrum yang terdiri dari latar
belakang terang yang ditumpangi oleh garis-garis gelap yang bersesuaian dengan
panjang gelombang yang di serap.
Sistem atom kompleks Hamilton non-relativistik untuk sistem atom banyak
elektron (N elektron) yang bergerak di sekitar muatan inti Ze dalam satuan
Gauss:
2 N N N
−ћ2 −ћ 1 1
H= = ∑
2m i=1
∇ i 2−Z e 2 ∑ + e2 ∑
2m i=1 r 1 i> j r ij

Kerapatan eletron memenuhi simetri bola dapat ditulis sebagai :


1
ρ (r) =
4 π r2
∑ ne Nne P2ne (r)
Kerapatan ρ (r) ini merupakan fungsi derajat hanya 3 derajat kebebasan.
Atom adalah satuan unit terkecil dari sebuah unsur yang memiliki sifat-sifat
dasar tertentu. Setiap atom terdiri dari inti atom dan sejumlah atom elektron
bermuatan negatif yang bergerak mengitari intinya pada lintasan orbit tertentu.
Di dalam inti atom terdapat proton yang bermuatan positif dan neutron
bermuatan netral.
Molekul merupakan grup netral secara elektris yang mengikat atom
dengan cukup kuat sehingga berperilaku sebagai partikel tunggal molekul dapat
terbentuk karena adanya ikatan (ikatan ionik, ikatan kovalen atau ikatan van der
waals) antara dua atom atau lebih. Penyebab utama ikatan pada molekul adalah
gaya elektrostatis antara inti atom dan elektron.
Ion molekul hidrogen H2+ merupakan molekul paling sederhana, karena
terdiri dari sebuah elektron dan dua inti atom. Ion molekul H2+ terbentuk karena
elektron terpisahkan dari salah satu molekul hidrogen H 2 elektron pada ion
molekul hidrogen H2+ dapat mengorbit pada kedua inti atom.
Spektrum gas molekul atau uap molekul berisi pita – pita yang terdiri dan
banyak sekali garis yang terletak sangat berdekatan. Pita timbul dari rotasi dan
vibrasi (getaran) atom dalam molekul yang tereksitasi elektronis dan bila cahaya
putih dilewatkan melalui gas, ternyata gas itu akan menyerap cahaya dengan
panjang gelombang tertentu dan panjang gelombang yang terdapat pada
spektrum emisi.
Rumus balmer untuk panjang gelombang dalam deret ini memenuhi :
1
λ (
1 1
)
=R 2 − 2 n=3 , 4 , 5 ,…
2 n
Balmer

Kuantitas R, dikenal dengan tetapan Rydberg


R = 1, 097 x 10-7 x 10-7 m-1
= 1, 0987 x 10-3 amstrong – 1
Deret Balmer hanya berisi panjang gelombang pada bagian tampak dari
spektrum hidrogen. Terdapatnya keteraturan yang mengherankan ini dalam
spektrum hidrogen, bersamaan dengan ketentuan yang serupa itu dalam unsur
yang lebih kompleks, membuka test yang menentukan untuk teori struktur
atomic.

D. Absorbsi Radiasi Sinar Beta


Peluruhan β merupakan jenis peluruhan yang paling umum dikenal, sebab
hampir semua nuklida tidak berada pada daerah kestabilan. Proses peluruhan β
meliputi pancaran elektron secara langsung dari inti. Baik elektron yang
bermuatan negatif maupun positron yang bermuatan positif dapat dipancarkan
oleh inti yang sama dalam beberapa kasus khusus. Rutherford dan Soddy (1903)
mendemonstrasikan bahwa secara kimia nomor atom dari sebuah nuklida akan
mengalami kenaikan dengan bilangan bulat selama nuklida mengalami peluruhan
β negatif. Selanjutnya, Curie dan Juliot (1934) menemukan bahwa nomor atom
akan berkurang dengan bilangan bulat pada saat ini memancarkan positron.
Chadwick (1914), menemukan bahwa energi peluruhan beta adalah kontinu.
Peluruhan β ditemukan pertama kali pada akhir abad ke-19. Pada waktu itu
ditunjukkan adanya beberapa isotop radioaktif yang memancarkan zarah
bermuatan negatif. Namun demikian, dikarenakan adanya kesulitan teknis,
pengamatan langsung terjadinya proses tersebut baru dapat dilakukan pada tahun
1945 setelah ditemukannya reaktor nuklir. Deteksi neutrino secara langsung baru
dapat dilakukan setelah ditemukannya alat pengelip cairan( liquid scintilator).
Percobaan peluruhan β yang berorientasi pada fisika nuklir baru dapat
dikembangkan setelah dikuasainya tekniki suhu rendah( cryogenic).
Dikenal tiga jenis peluruhan yang digolongkhan sebagai peluruhan β, yaitu
peluruhan dengan pemancaran negatron (β-), pemancaran positron (β+), dan
penangkapan electron. Bila suatu inti mempunyai kelebihan neutron relative
terhadap isobar yang lebih stabil, kesatilan yang lebih besar akan dicapai dengan
perubahan satu newtron menjadi satu proton. Proses ini disebutpemancaran
negatron atau peluruhan negatron. Peluruhan β merupakan proses transformasi
isobarik dalam hal ini cacah proton berubah(berkurang) tanpa disertai perubahan
cacah nukleon. Bila suatu inti mempunyai kelebihan proton relative terhadap
isobar yang lebih stabil, kesetabilan yang lebih besar dicapai dengan pengubahan
suatu proton menjadi newtron. Pengubahan ini dapat dilakukhan dengan
pemancaran positron (peluruhan positron) atau dengan penangkapan elektron.
Peluruhan β merupakan jenis peluruhan yang paling umum dikenal, sebab
hamper semua nuklida tidak berada pada daerah kestabilan. Proses peluruhan β
meliputi pancaran elektron secara langsung dari inti. Baik elektron yang
bermuatan negatif maupun positron yang bermuatan positif dapat dipancarkan
oleh inti yang sama dalam beberapa kasus khusus.
KESIMPULAN
1. Detektor Geiger Mueller adalah sebuah detektor ionisasi gas dengan volume
gas konstan yang bekerja pada daerah tegangan Geiger Mueller. Prinsip kerja
detektor ini dimulai pada saat partikel radiasi memasuki detektor melalui
jendela di bagian samping detektor dan diarahkan menuju tabung detector
2. Tipe Detektor Geiger-Mueller terdiri dari tipe side window dan tipe end
window.
3. Distribusi Poisson:
m −n
n e
P(m)=
m!

Dengan n adalah rata-rata pencacahan


4. Resolving time merupakan selisih waktu minimum yang diperlukan untuk dapat
meperlihatkan hasil cacahan radiasi sumber radioaktif, atau selang waktu minimum
antara satu cacahan hingga cacahan berikutnya.
5. Spektroskopi merupakan ilmu yang mempelajari tentang metoda-metoda
untuk menghasilkan dan menganalisis spektrum dengan menggunakan
spektroskop, spektrograf, spektrometer, dan spektrofotometer.
6. Peluruhan β merupakan jenis peluruhan yang paling umum dikenal, sebab
hampir semua nuklida tidak berada pada daerah kestabilan. Proses peluruhan
β meliputi pancaran elektron secara langsung dari inti.
Daftar Pustaka

Beiser, Arthur. 1986. Konsep Fisika Modern. Jakarta : Erlangga.

Bundjali, Bunbun. 2006. Kimia Inti. Institut Teknologi Bandung : Bandung.


http://repo-nkm.batan.go.id/2998/1/PROSIDING_IRIANTO_PSTA_2010.pdf

https://inis.iaea.org/collection/NCLCollectionStore/_Public/45/006/45006736.pdf

Isaacs, A., 1990. Kamus Lengkap Fisika. Jakarta: Erlangga.


Jorena dan Yulinar Adnan. 2014. Buku Panduan Eksperimen Fisika I. Indralaya :
Universitas Sriwijaya

Jorena dan Yulinar Adnan. 2014. Buku Panduan Eksperimen Fisika I. Indralaya :
Universitas Sriwijaya

Kusminarto. 1985. Esensi Fisika Modern. Andi : Yogyakarta.


Mustofa, Habib dan Bambang Supriadi. 2013. Energi Simetri dan Anti-Simetri Pada
+¿¿
Ion Molekul Hidrogen H 2 . Surabaya : Universitas Jember

Saniwira.wordpress.com/zat-radioaktif/sinar-beta/-cache.
Serway, R. A. dan John W. J., 2010. Fisika Untuk Sains dan Teknik. Jakarta: Salemba
Teknika.
Sukardjo, 1997. Kimia Fisika. Jakarta: Rineka Cipta.
Sulistyani, T Eko. 2012 Teori Fungsional Densitas dan Penerapannya pada Struktur
Atom. Yogyakarta : Universitas Gajah Mada

Susetyo, Wisnu. 1998. Spektrometri Gamma. Gajah Mada : Yogyakarta.


Yuanita, Dessiana Irma. 2014. Mengukur Panjang Gelombang Spektrum Cahaya
Tampak melalui Spektroskop Sederhana Menggunakan Kisi Transmisi.
Indralaya : Universitas Sriwijaya

Anda mungkin juga menyukai