Mahasiswa:
Ghinaa Audy Saarah Nabiilah
NRP: 5014211057
Asisten Laboratorium:
Indah Tri Cahyani
1 spatula kristal KI
Air sampel
Larutan kaporit
− Dimasukkan ke dalam 6 Erlenmeyer masing-masing 5,4 mL; 5,8 mL; 6,2 mL;
6,6 mL; 7 mL; dan 7,5 mL.
− Dikocok
− Didiamkan di tempat gelap selama 30 menit
1 spatula kristal KI
1000
𝑁1 = × 𝑚𝐿 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑛 × 𝑁 𝑇ℎ𝑖𝑜𝑠𝑢𝑙𝑓𝑎𝑡 × 51,4 × 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛
25
1000
𝑁1 = × 3,9 × 0,0125 × 51,54 × 5
25
𝑁1 = 501,637
Untuk mengetahui data lain yang dibutuhkan dalam menentukan besarnya kebutuhan
desinfeksi dalam air, yaitu data N2 dan V2, dilakukan prosedur percobaan selanjutnya menggunakan
sampel air. Sampel air dibagi ke dalam 6 erlenmeyer masing-masing 100 mL dan ditambahkan
dengan larutan kaporit dengan masing-masing volume yaitu 5,4 mL; 5,8 mL, 6,2 mL; 6,6 mL; 7 mL;
7,5 mL. Tidak ada rekasi yang terjadi pada pencampuran air sampel dan larutan kaporit. Erlenmeyer
kemudian ditutup menggunakan plastic wrap dan disimpaan di dalam tempat gelap selama 30 menit.
Tempat gelap yang digunakan dalam praktikum ini berupa baskom yang ditutupi dengan kardus.
=
Penyimpanan erlenmeyer berisi larutan di tempat gelap ini bertujuan agar proses desinfeksi
sepenuhnya akbibat penambahan klor dan bukan karena adanya paparan sinar ultraviolet karena sinar
UV dapat pula digunakan sebagai desinfektan air tetapi dengan kelemahan berupa intensitas radiasi
yang dapat menurunkan kualitas air (Febrianto et al., 2017). Tidak ada perubahan yang terlihat setelah
Erlenmeyer berisi campuran didiamkan di dalam tempat gelap selama 30 menit. Kemudian
dimasukkan 2,5 mL asam asetik glacial yang bertujuan untuk menghilangkan gangguan seperti Fe
dan Mn pada larutan. Asam asetik glacial juga dimasukkan ke dalam erlenmeyer sebagai
pengoksidasi, pada beberapa percobaan, oksidasi dengan menambahkan asam asetik glacial
dilakukan secara bertahap untuk mencegah oksigen lepas dari sistem reaksi (Arellano et al., 2014).
Perlu dingat bahwa penambahan asam asetik glacial harus dilakukan di dalam lemari asam. Pada
penambahan asam asetik glacial berwarna jernih kekuningan tidak terlihat ada perubahan fisik yang
terjadi. Setelah penambahan asam asetik glacial ditambakan 1 spatula kristal KI dan indikator amilum
dengan jumlah, tujuan, dan terdapat perubahan pada larutan di dalam Erlenmeyer yang sama dengan
prosedur sebelumnya. Pada proses terakhir, yaitu titrasi, didapatkan data volume titrasi sesuai dengan
tabel berikut:
Tabel 3.2 Hasil Titrasi
Dosis Klorin (mL) Volume Titrasi (mL)
1 5,4 4
2 5,8 4,2
3 6,2 4,6
4 6,6 5,8
5 7 5,6
6 7,5 6,5
Dari data hasil titrasi pada tabel 3.2, dapat diketahui nilai N2 dengan perhitungan sebagai berikut:
𝑁1 × 𝑉1 = 𝑁2 × 𝑉2
501,6375 𝑁 × 25 𝑚𝐿 = 𝑁2 × (25 + 5,4) 𝑚𝐿
501,6375 𝑁 × 25 𝑚𝐿 = 𝑁2 × 30,4 𝑚𝐿
𝑁2 = 412,53 𝑁
Karena nilai N2 telah didapatkan, maka kadar OCl- yang tersisan juga dapat ditentukan melalui
perhitungan berikut:
1000
= × 𝑚𝐿 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑛 × 𝑁 𝑇ℎ𝑖𝑜𝑠𝑢𝑙𝑓𝑎𝑡 × 51,4 × 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛
𝑚𝐿 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
1000
= × 4 × 0,0125 × 51,4 × 1
25
= 102,9 𝑁
Setelah dilakukan seluruh perhitungan untuk masing masing sampel, diperoleh data Cl₂ yang
dibubuhkan, volume titran, dan kadar OCl₂- yang tersisa, sesuai dengan tabel berikut:
Dari Tabel 3.3, dibuat grafik dengan sumbu X menggunakan data N2 dan sumbu Y menggunakan
data sisa OCL- sebagai berikut:
Grafik 3.1 Hasil Pengamatan Seluruh Kelompok
Berdasarkan grafik tersebut, diketahui letak breakpoint chlorination, yaitu titik minimal grafik
setelah mengalami penurunan dari titik maksimal, dalam hal ini terletak pada dosis kaporit 5 mL,
dengan kadar OCL- yang tersisan 85,75 dan nailai N2 sejumlah 77,175, sehingga dapat disimpulkan
dosis terbaik untuk desinfksi menggunakan klor yaitu sejumlah 5 mL. Adapun faktor error pada
percobaan ini berupa ketidak akuratan saat proses titrasi dilakukan, volume titran yang masuk ke
larutan berlebih akibat terlambat menutup kran buret padahal warna biru pada larutan sudah hilang.
Selain itu, penambahan kristal KI sejumlah 1 spatula dapat berbeda-beda pada setiap penambahan di
masing-masing erlenmeyer yang berpengaruh pada jumlah I2 dan pada proses titrasinya.
Pengaplikasian BPC di bidang Teknik Lingkungan salah satunya ada pada unit desinfeksi
PDAM yang di dalam prosesnya menggunakan klor sebagai desinfektan. Untuk mengetahui
kebutuhan klor dengan dosis yang tepat dalam dsinfeksi dan mengetahui senyawa klor yang
dihasilkan dari proses klorinasi sehingga dapat diketahui apakah klor di air masih tergolong aman,
diperlukan analisis BPC dan klor aktif. Berdasarkan ketetapan Permenkes No
492/Menkes/SK/IV/2010, 0,2-0,5 mg/L, menjadi batas diizinkannya keberadaan senyawa klorin
bebas dalam jaringan distribusi. Patogen dapat meningkat akibat kemampuan desinfeksi yang rendah
apabila sisa klorin <0,2 mg/L, sengankan abaila sisa klorin >0,5 mg/L, maka air baku dapat bersifat
karsinogenik (Marsha, 2020)
KESIMPULAN
Praktikum “Analisis Breakpoint Chlorination (BPC)” bertujuan untuk menentukan besarnya
jumlah kebutuhan disinfeksi (kaporit) dalam air. BPC adalah penentuan jumlah optimal klor dalam
proses desinfeksi air untuk menghilangkan logam-logam, zat organik, dan amonia. Konsentrasi
amonia yang tinggi banyak ditemukan di sumber air. BPC dapat menentukan jumlah klor yang
dibutuhkan sehingga semua zat yang dapat dioksidasi menjadi teroksidasi, amonia hilang sebagai gas
N2, dan masih ada residu klor aktif terlarut yang konsentrasinya dianggap perlu untuk desinfeksi
mikroorganisme. Untuk mengetahui jumlah optimum klor yang dibutuhkan sesuai dengan tujuan
praktikum ini, digunakan air sampel yang breasal dari air danau yang ada di ITS. Setelah dilakukan
praktikum “Analisis Breakpoint Chlorination (BPC)” didapatkan data berupa N2 dan sisa OCL- Data
ini kemudian diolah menjadi grafik dengan sumbu Y menggunakan data N2 dan sumbu Y
menggunakan data sisa OCL- Dari rafik yang telah terbentuk, kemudian dapat dikethaui breakpint
chlorination dilihat dari titik minimal grafik setelah mengalami penurunan dari titik maksimal, dalam
hal ini terletak pada dosis kaporit 5 mL, dengan kadar OCL- yang tersisan 85,75 dan nailai N2
sejumlah 77,175, sehingga dapat disimpulkan dosis terbaik untuk desinfksi menggunakan klor yaitu
sejumlah 5 mL. Data yang didapatkan dari percobaan ini tidak sepenuhnya akurat karena faktor error
berupa ketidak akuratan saat proses titrasi dan penuangan kristal KI ke Erlenmeyer. Di bidang Teknik
lingkungan, metode analisis BPC digunakan dalam unit desinfeksi di PDAM dan untuk menentukan
aman atau tidaknya senyawa klor yang dihasilkan dari proses klorinasi dalam air baku.
DAFTAR PUSTAKA
Arellano, U., Wang, J. A., Timko, M. T., Chen, L. F., Paredes Carrera, S. P., Asomoza, M., González
Vargas, O. A., & Llanos, M. E. (2014). Oxidative removal of dibenzothiophene in a biphasic
system using sol-gel FeTiO2 catalysts and H2O2 promoted with acetic acid. Fuel, 126, 16–25.
https://doi.org/10.1016/j.fuel.2014.02.028
Chasanah, U., Yulianto, E., Zain, A. Z., Sasmita, E., Restiwijaya, M., Kinandana, A. W., Arianto, F.,
& Nur, M. (2019). Evaluation of Titration Method on Determination of Ozone Concentration
produced by Dielectric Barrier Discharge Plasma (DBDP) Technology. Journal of Physics:
Conference Series, 1153(1). https://doi.org/10.1088/1742-6596/1153/1/012086
David, Dan. 2014. “The Effect of Alkalinity, Hardness, and pH on the Formation Potential of
Desinfection By-Products”. The Faculty of the Graduate School At the University of
Missouri-Columbia
Ghernaout, Djamel. (2018). Water Treatment Chlorination : An Updated Mechanistic Insight Review.
Chemistry Research Journal, 4(2), 125–138.
Febrianto, H., Subekti, M., & Yuninda, N. H. (2017). Pengembangan Alat Desinfeksi Air Minum
Dengan Uvgi (Ultraviolet Germecidal Irradiation) Berbasis Arduino. Journal of Electrical and
Vocational Education and Technology, 2(1), 1–5.
Herawati, D., & Yuntarso, A. (2017). Penentuan Dosis Kaporit Sebagai Desinfektan Dalam
Menyisihkan Konsentrasi Ammonium Pada Air Kolam Renang. Jurnal SainHealth, 1(2), 66.
https://doi.org/10.51804/jsh.v1i2.106.66-74
Marsha, A. (2020). Evaluasi Sistem Disinfeksi pada PDAM Sleman Unit Tridadi.
Mugwili, M. E., Fosso-kankeu, E., Masindi, V., Neomagus, H., & Waanders, F. (2020). Removal of
Ammonia from River Water using Breakpoint Chlorination. 16–20.
https://doi.org/10.17758/eares10.eap1120248
Simya, Gilbert Donatius 2019. “Treatment of Drinking Water for Mbinga Town Community in
Tanzania with Chlorination Method”. Faculty of Engineering and Science Depertment
Stefán, D., Balogh, J., Záray, G., & Vargha, M. (2022). Comparison of Disinfection By-Product
Formation and Distribution during Breakpoint Chlorination and Chlorine-Based Disinfection in
Drinking Water. Water (Switzerland), 14(9), 1–19. https://doi.org/10.3390/w14091372
Zhang, Y., Yin, S., Li, H., Liu, J., Li, S., & Zhang, L. (2022). Treatment of ammonia‑nitrogen
wastewater by the ultrasonic strengthened break point chlorination method. Journal of Water
Process Engineering, 45(December 2021), 102501. https://doi.org/10.1016/j.jwpe.2021.1F0250
LAMPIRAN
Menjawab pertanyaan:
• Jelaskan aplikasi data BPC yang saudara peroleh dalam proses desinfeksi dengan klorinasi!
Jawab: Dari analisis BPC yang telah dilakukan, data yang didapatkan berupa nilai N2 dan
sisa OCL- yang selanjutnya disajikan dalam bentuk grafik untuk dapat ditentukan letak
breakpoint yang terlihat dari titik minimal grafik setelah mengalami penurunan dari titik
maksimal,
• Berapa dosis pembubuhan klor yang diperlukan, jika tujuan pembubuhan adalah desinfeksi?
Jawab: Untuk desinfeksi, klor yang diperlukan datat ditentukan menggunakan persamaan
yaitu dosis klor = BPC + sisa klor.
• Pada penentuan BPC dosis yang digunakan adalah sampai tercapainya BPC, untuk apa
demikian?
Jawab: hal ini dilakukan karena tercapainya BPC sama dengan jumlah kebutuhan klor yang
optimal untuk desinfeksi.
• Berapa pH optimum desinfeksi dengan klor dan jelaskan mengapa?
Jawab: pH optimum desinfeksi dengan klor adalah pada pH <7 (suasana asam) karena pada
suasana asam klor aktif dapat membebaskan I2 dari larutan KI.
• Untuk mengolah air sebanyak 100 L/det, hitunglah kebutuhan kaporit/hari (kadar Cl2 60%),
jika dosis yang diperlukan 2 mg/L dan sisa klor yang ditambahkan 0,5 mg/L!
Jawab:
1000
Kebutuhaan kaporit per hari = × (dosis Cl + sisa Cl) × Q per hari
kadar Cl2
1000
= 60 × (2 + 0,5) × 8,64 × 106
= 36 kg/hari
• Untuk membuat larutan 2% dari sampel di atas, hitunglah volume pelarut yang diperlukan!
Jawab:
Volume Ca(OCl)2 = 36 kg/hari:8600 kg = 0,04186 m3/hari = 42,86 L/hari
100%−20%
Volume pelarut = × 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑘𝑎𝑝𝑜𝑟𝑖𝑡 = 40%×41,86 L/hari
2%
Volume total = 2,05114 + 0,04186 = 2,093 L/hari