Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM

“Analisis Breakpoint Cholrination (BPC)”


TEKNIK ANALISIS PENCEMAR LINGKUNGAN

Mahasiswa:
Ghinaa Audy Saarah Nabiilah
NRP: 5014211057

Asisten Laboratorium:
Indah Tri Cahyani

Departemen Teknik Lingkungan


Fakultas Teknik Sipil, Perencanaan, dan Kebumian
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
2022
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Tujuan
Tujuan Percobaan “Analisis Breakpoint Chlorination (BPC)” adalah menentukan besarnya
jumlah kebutuhan disinfeksi (kaporit) dalam air.
1.2 Prinsip Prisip
Percobaan “Analisis Breakpoint Chlorination (BPC)” adalah dengan menentukan jumlah klor
yang ditentukan sehingga semua zat yang dapat dioksidasi teroksidasi, amonia hilng sebagai gas N,
dan masih ada residu klor aktif terlarut yang konsentrasinya dianggap perlu untuk pembasmian
kuman, yaitu BPC (Breakpoint Chlorination) dengan mencari data N1 memanfaatkan analisis sisa
klorida dengan persamaan normalitas dan data volume yang didapatkan dari dosis titrasi dengan
larutan standar natrium tiosulfat 0,0125 N. Kemudian didapatkan dosis volume bervariasi dari
perhitungan menggunakan data sisa klorida. Dari grafik yang dibuat kemudian didapatkan titik dosis
yang tepat untuk penggunaan klorida (Breakpoint Chlorination).
1.3 Dasar Teori
Desinfeksi pada air adalah penghancuran mikroorganisme yang ada pada air yang berbahaya
untuk manusia sehingga air dapat dikonsumsi dengan aman. Desinfeksi merupakan suatu proses yang
sangat penting bagi manusia sebagai perlindungan dari pathogen penyebab penyakit seperti virus,
bakteri, dan protozoa. Salah satu cara untuk desinfeksi air adalah dengan cara klorinasi. Klorinasi
dikenal pada abad 20 sebagai lanjutan dari “Teori Kuman” oleh Louis Pasteur dan Robert Koch pada
tahun 1980an. Pada tahun 1902 di Amerika Serikat, terjadi awal penggunaan klorinasi sebagai
desinfektan dalam jangka besar untuk membasmi mikroorganisme pada air yang ada di kota Jersey
(Ghernaout, 2018). Klorin sebagai desinfektan air akan bereaksi dengan amonia sebagai salah satu
polutan yang dihilangkan pada proses desinfeksi dan membentuk kloramin lalu hilang sebagai gas
N2 (Herawati & Yuntarso, 2017). Klorin ditambahkan ke dalam air sebagai gas klorin atau hipoklorit
(cairan) yang sensitif terhadap panas dan cahaya sehingga dapat terdegradasi sebelum berinteraksi
dengan pathogen di air yang akan didesinfeksi. Klorin dengan bentuk gas atau cair yang ditambahkan
untuk keperluan desinfeksi akan bereaksi dengan air sesuai dengan rekasi berikut:
Cl2 + H2O → HOCL + HCL (David, 2014)
Klorinasi dikategorikan menjadi beberapa tahapan sesuai dengan jumlah klorin yang ditambahkan
dan tahap tertentu dari prosesnya. Beberapa tahapan klorinasi yaitu preklorinasi, postlorinasi,
breakpoint chlorination, klorinasi super, dan deklorinasi (Simya, 2019). BreakPoint Chlorination
(BPC) diketahui dapat menentukan jumlah optimal klor dalam proses desinfeksi air untuk
menghilangkan logam-logam, zat organik, dan amonia. Konsentrasi amonia yang tinggi banyak
ditemukan di sumber air. Walaupun amonia tidak memiliki efek kesehatan, amonia pada sumber air
dapat teroksidasi menjadi nitrit di sistem pengolahan air minum dan dapat menyebabkan penyakit,
salah satunya methe moglobinemia pada bayi sehingga dperlukan desinfeksi dengan metode BPC
yang saat ini menjadi desinfeksi berbasis klorin yang sering digunakan (Stefán et al., 2022). BPC
dapat menentukan jumlah klor yang dibutuhkan sehingga semua zat yang dapat dioksidasi menjadi
teroksidasi, amoniak hilang sebagai gas N2, dan masih ada residu klor aktif terlarut yang
konsentrasinya dianggap perlu untuk desinfeksi mikroorganisme. Istilah breakpoint dalam desinfeksi
menggunakan klorin adalah keadaan dimana dosis klorin mencapai batas maksimal sehingga ion Cl-
dan konsentrasi dari amonia adalah nol (Zhang et al., 2022). Metode BPC juga merupakan metode
dengan efisiesi yang tinggi karena memakan waktu yang singkat dan mudah untuk dioperasikan.
Dalam praktiknya, breakpoint terjadi optimal dengan waktu antara 10-15 menit, tapi pada beberapa
penelitian, diketahui pula bahwa waktu yang optimal untuk breakpoint berada pada kisaran 30 menit-
24 jam (Mugwili et al., 2020).
BAB II
METODOLOGI
2.1 Alat
Beberapa alat yang dibutuhkan untuk melakukan praktikum “Analisis Breakpoint
Chlorination (BPC)” adalah sebagai berikut:
1. Sebuah buret 25 mL atau 50 mL
2. Pipet 5 mL; 10 mL; 25 mL
3. 6 buah Erlenmeyer 100 mL
4. Sebuah gelas ukur 25 mL
5. Sebuah spatula besi
6. Sebuah pipet tetes
7. Plastik wrap
2.2 Bahan
Beberapa bahan yang dibutuhkan untuk melakukan praktikum “Analisis Chemical Oxygen
Demand (COD)” adalah sebagai berikut:
1. 20 mL akuades
2. 5 mL kaporit
3. Larutan indikator amilum
4. Larutan standar Natrium Tiosulfat 0,0125 N
5. Kristal Kalium Iodida (KI)
6. Asam asetik glacial
7. Sampel air
2.3 Diagram alir
5 mL kaporit

− Dimasukkan ke dalam Erlenmeyer


20 mL akuades

− Dimasukkan ke dalam Erlenmeyer yang sudah berisi kaporit

1 spatula kristal KI

− Dimasukkan ke dalam Erlenmeyer yang sudah berisi larutan kaporit dan


akuades

10 tetes indikator amilum

− Dimasukkan ke dalam Erlenmeyer hingga larutan menjadi berwarna biru


− Dititrasi dengan larutan standar natrium tiosulfat 0,0125 N hingga warna biru
pada larutan hilang sehingga didapatkan nilai N1

Air sampel

− Dimasukkan ke dalam 6 Erlenmeyer masing-masing 25 mL

Larutan kaporit
− Dimasukkan ke dalam 6 Erlenmeyer masing-masing 5,4 mL; 5,8 mL; 6,2 mL;
6,6 mL; 7 mL; dan 7,5 mL.
− Dikocok
− Didiamkan di tempat gelap selama 30 menit

2,5 mL asam asetik glacial

− Dimasukkan ke dalam Erlenmeyer

1 spatula kristal KI

− Dimasukkan ke dalam Erlenmeyer

10 tetes indikator amilum

− Dimasukkan ke dalam Erlenmeyer hingga larutan menjadi berwarna biru


− Dititrasi dengan larutan standar natrium tiosulfat 0,0125 N hingga warna biru
pada larutan hilang

2.4 Hal yang perlu diperhatikan


Beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika melakukan percobaan “Analisis Breakpoint
Chlorination (BPC)” agar percobaan dapat berjalan dengan lancar dan tidak membahayakan diri
sendiri. Pada saat berada di dalam laboratorium, perlu digunakan APD berupa jas lab, sepatu, sarung
tangan, masker, dan kacamata. Diperlukan pula pemahaman terkait sifat bahan yang akan digunakan,
reaksi yang akan terjadi, dan pengendaliannya sehingga dapat mencegah kecelakaan kerja dan dapat
melakukan pertolongan pertama dengan tepat apabila terjadi kecelakaan. Selain itu perlu diperhatikan
pula bahwa untuk mencampurkan asam asetik glacial ke dalam erlenmeyer harus dilakukan di lemari
asam. Selain itu, meneteskan larutan satandar natrium tiosulfat ke pada saat titrasi juga harus
dilakukan dengan teliti.
BAB III
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil pengamatan
Tabel 3.1 Perlakuan Pada Sampel
Perlakuan Hasil pengamatan Dokumentasi
1 Dimasukkan 5 mL Larutan kaporit berwarna
larutan kaporit ke agak keruh, tidak ada rekasi
dalam erlenmeyer. yang terjadi.

2 Dimasukkan 20 mL Akuades berwarna bening,


akuades ke dalam tidak berbau, suhu normal,
erlenmeyer yang dan tidak terjadi reaksi ketika
sebelumnya sudah bercampur dengan larutan
berisi larutan kaporit kaporit.

3 Dimasukkan 2,5 mL Asam asetik glacial berwarna


asam asetik glacial jernih agak kuning, tidak ada
pada erlenmeyer reaksi yang terjadi
yang sudah berisi
campuran

4 Dimasukkan 1Kristal KI berbentuk bubuk


spatula kristal KI keberwarna putih, ketika
dalam erlenmeyer dicampurkan dengan
berisi campuran campuran di dalam
Erlenmeyer, warna campuran
berubah menjadu kuning tapi
tidak disertai dengan
perubahan suhu.
5 Dimasukkan 10 tetes Indikator amilum berwarna
indikator amilum ke bening, campuran di dalam
dalam erlenmeyer erlenmyer yang semula
berisi campuran berwarna kuning berbah
menjadi biru gelap

6 Erelnmeyer berisi Larutan standar natrium


campuran dititrasi tiosulfat berwarna bening,
dengan larutan warna biru pada campuran
standar natrium hilang pada titrasi volume 3,9
tiosulfat 0,0125 N mL.
7 Dimasukkan air Air sampel merupakan air
sampel sebanyak 25 sungai berwarna hijau agak
mL pada masing- keruh, tidak ada reaksi yang
masing 6 buah terjadi
erlenmeyer

8 Dimasukkan larutan Larutan kaporit berwarna


kaporit pada masing- agak keruh, tidak ada rekasi
masing erlenmeyer yang terjadi.
dengan volume
masing-masing 5,4
mL; 5,8 mL; 6,2 mL,
6,6 mL; 7 mL; dan
7,5 mL dan
didiamkan di tempat
gelap selama 30
menit setelah
dikocok
9 Dimasukkan 2,5 mL Asam asetik glacial berwarna
asam asetik glacial jernih agak kuning, tidak ada
pada masing-masing reaksi yang terjadi
erlenmeyer di dalam
lemari asam

10 Dimasukkan 1 Kristal KI berbentuk bubuk


spatula kristal KI berwarna putih, ketika
pada masing-masing dicampurkan dengan
erlenmeyer campuran di dalam
Erlenmeyer, warna campuran
pada masing-masing
erlenmeyer berubah menjadi
kuning tapi tidak disertai
dengan perubahan suhu.
11 Dimasukkan 10 tetes Indikator amilum berwarna
indikator amilum ke bening, campuran di dalam
dalam erlenmeyer masing-masing erlenmyer
berisi campuran yang semula berwarna kuning
berbah menjadi biru gelap
12 Masing-masing Larutan standar natrium
erelnmeyer berisi tiosulfat berwarna bening,
campuran dititrasi warna biru pada campuran
dengan larutan untuk maisng-masing dosis
standar natrium kaporit hilang pada volume
tiosulfat 0,0125 N titrasi sebagai berikut:
1. 5,4 mL dosis = 4 mL
2. 5,8 mL dosis = 4,2 mL
3. 6,2 mL dosis = 4,6 mL
4. 6,6 mL dosis = 5,8 mL
5. 7 mL dosis = 5,6 mL
6. 7,5 mL dosis = 6,5 mL

3.2 Analisis data


Praktikum “Analisis Breakpoint Chlorination (BPC)” dilakukan pada tanggal 27 Oktober
2022 di laboratorium manajemen kualitas lingkungan Departemen Teknik Lingkungan ITS pukul
09.00 WIB dengan tujuan menentukan besarnya jumlah kebutuhan disinfeksi (kaporit) dalam air.
Beberapa alat dan bahan dibutuhkan untuk melakukan praktiukum analisis BPC, seperti 6 buah
Erlenmeyer 100mL sebagai tempat meraksikan bahan-bahan, sebuah pipet 5 mL; 10 mL; dan 25 mL
untuk mengambil bahan yang dibutuhkan sesuai dengan volume yang dibutuhkan, sebuah buret 25
mL atau 50 mL untuk mengetahui volume saat titrasi, larutan kapoit, air sampel, asam asetik glacial,
kristal kalium iodida (KI), dan larutan standar natrium tiosulfat 0,0125 N untuk titrasi, dan larutan
indikator amilum. Praktikum analisis BPC menggunakan air sampel berupa air dari danau yang
beradad di ITS. Sampel yang digunakan untuk menganalisis BPC berjumlah. Praktikum dimulai
dengan mencari nilai N1 dengan cara mencampurkan 5 mL larutan kaporit dan 20 mL akuades ke
dalam erlenmeyer. Dalam langkah ini tidak ada reaksi yang terjadi. Kaporit yang awalnya tidak
berwarna dan agak keruh, begitupun dengan akuades yang berwarna bening, setelah dicampurkan ke
dalam Erlenmeyer juga masih berwarna bening. Perubahan suhu juga tidak terjadi pada langkah
pertama ini. Setelah dimasukkan kaporit dan akuades ke dalam erlenmeyer, ditambahkan 2,5 mL
asam asetik glacial. Asam asetik glacial berwarna jernih kekuningan dan tidak terlihat ada perubahan
fisik yang terjadi. Langkah selanjutnya adalah penambahan kristal KI ke dalam erlenmeyer yang
sudah berisi akuades dan larutan kaporit sebanyak 1 spatula KI. Kristal KI yang dimasukkan ke dalam
Erlenmeyer berbentuk bubuk berwarna putih yang setelah dimasukkan ke dalam erlenmeyer merubah
campuran menjadi berwarna kuning. Penambahan kristal KI yang membuat larutan berubah warna
menjadi kuning bertujuan untuk menambahkan jumlah molekul I2 pada larutan agar jumlahnya
ekivalen dengan molekul Cl sehingga jumlah molekul Cl dapat dihitung melalui titrasi I2 (Chasanah
et al., 2019). Setelah itu, erlenmeyer ditetesi dengan indikator amilum hingga larutan di dalam
Erlenmeyer menjadi berwarna biru. Pada modul, indikator amilum diteteskan sebanyak 3 tetes saja,
tapi saat praktikum di laboratorium, 3 tetes indikator amilum tidak cukup untuk mengubah warna
campuran menjadi biru karena proses pengenceran kaporit yang lebih banyak, yaitu 5 kali
pengenceran di modul sehingga indikator amilum ditambahkan sebanayak 10 tetes. Setelah larutan
berbubah menjadi biru, larutan dititrasi dengan larutan standar natrium tiosulfat 0,0125 N hingga
warna biru pada larutan hilang Hilangnya warna biru setelah proses titrasi adalah akibat dari jumlah
I2 sebanding dengan jumlah natrium tiosulfat. Setelah dilakukan titrasi, ternyata warna biru pada
larutan hilang setelah volume titrasi 3,9 mL sehingga setelah perhitungan, didapatkan nilai N1 yaitu
501,637. Nilai N1 dari data titrasi didapatkan dari perhitungan berikut:

1000
𝑁1 = × 𝑚𝐿 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑛 × 𝑁 𝑇ℎ𝑖𝑜𝑠𝑢𝑙𝑓𝑎𝑡 × 51,4 × 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛
25

1000
𝑁1 = × 3,9 × 0,0125 × 51,54 × 5
25
𝑁1 = 501,637
Untuk mengetahui data lain yang dibutuhkan dalam menentukan besarnya kebutuhan
desinfeksi dalam air, yaitu data N2 dan V2, dilakukan prosedur percobaan selanjutnya menggunakan
sampel air. Sampel air dibagi ke dalam 6 erlenmeyer masing-masing 100 mL dan ditambahkan
dengan larutan kaporit dengan masing-masing volume yaitu 5,4 mL; 5,8 mL, 6,2 mL; 6,6 mL; 7 mL;
7,5 mL. Tidak ada rekasi yang terjadi pada pencampuran air sampel dan larutan kaporit. Erlenmeyer
kemudian ditutup menggunakan plastic wrap dan disimpaan di dalam tempat gelap selama 30 menit.
Tempat gelap yang digunakan dalam praktikum ini berupa baskom yang ditutupi dengan kardus.
=
Penyimpanan erlenmeyer berisi larutan di tempat gelap ini bertujuan agar proses desinfeksi
sepenuhnya akbibat penambahan klor dan bukan karena adanya paparan sinar ultraviolet karena sinar
UV dapat pula digunakan sebagai desinfektan air tetapi dengan kelemahan berupa intensitas radiasi
yang dapat menurunkan kualitas air (Febrianto et al., 2017). Tidak ada perubahan yang terlihat setelah
Erlenmeyer berisi campuran didiamkan di dalam tempat gelap selama 30 menit. Kemudian
dimasukkan 2,5 mL asam asetik glacial yang bertujuan untuk menghilangkan gangguan seperti Fe
dan Mn pada larutan. Asam asetik glacial juga dimasukkan ke dalam erlenmeyer sebagai
pengoksidasi, pada beberapa percobaan, oksidasi dengan menambahkan asam asetik glacial
dilakukan secara bertahap untuk mencegah oksigen lepas dari sistem reaksi (Arellano et al., 2014).
Perlu dingat bahwa penambahan asam asetik glacial harus dilakukan di dalam lemari asam. Pada
penambahan asam asetik glacial berwarna jernih kekuningan tidak terlihat ada perubahan fisik yang
terjadi. Setelah penambahan asam asetik glacial ditambakan 1 spatula kristal KI dan indikator amilum
dengan jumlah, tujuan, dan terdapat perubahan pada larutan di dalam Erlenmeyer yang sama dengan
prosedur sebelumnya. Pada proses terakhir, yaitu titrasi, didapatkan data volume titrasi sesuai dengan
tabel berikut:
Tabel 3.2 Hasil Titrasi
Dosis Klorin (mL) Volume Titrasi (mL)
1 5,4 4
2 5,8 4,2
3 6,2 4,6
4 6,6 5,8
5 7 5,6
6 7,5 6,5

Dari data hasil titrasi pada tabel 3.2, dapat diketahui nilai N2 dengan perhitungan sebagai berikut:
𝑁1 × 𝑉1 = 𝑁2 × 𝑉2
501,6375 𝑁 × 25 𝑚𝐿 = 𝑁2 × (25 + 5,4) 𝑚𝐿
501,6375 𝑁 × 25 𝑚𝐿 = 𝑁2 × 30,4 𝑚𝐿
𝑁2 = 412,53 𝑁
Karena nilai N2 telah didapatkan, maka kadar OCl- yang tersisan juga dapat ditentukan melalui
perhitungan berikut:
1000
= × 𝑚𝐿 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑛 × 𝑁 𝑇ℎ𝑖𝑜𝑠𝑢𝑙𝑓𝑎𝑡 × 51,4 × 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛
𝑚𝐿 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
1000
= × 4 × 0,0125 × 51,4 × 1
25
= 102,9 𝑁
Setelah dilakukan seluruh perhitungan untuk masing masing sampel, diperoleh data Cl₂ yang
dibubuhkan, volume titran, dan kadar OCl₂- yang tersisa, sesuai dengan tabel berikut:

Tabel 3.3 Hasil Pengamatan Seluruh Kelompok


Dosis Kaporit (mL0 N2 (mg/L) Sisa OCL-
1 0,5 8,8 10
2 0,9 15,6 12,4
3 1,3 22,5 34,2
4 1,7 28,6 24
5 2,1 34,8 26,1
6 2,5 40,9 49,1
7 2,9 53,478 120,9075
8 3,3 59,995 120,9075
9 3,7 66,329 82,32
10 4,1 72,49 198,0825
11 4,5 78,483 97,755
12 5,0 85,75 77,175
13 4 89 102,9
14 4,2 94 108,045
15 4,6 100 118,335
16 5,8 105 149,205
17 5,6 110 144,06
18 6,5 116 167,2125
19 7,9 132,808 154,35
20 8,3 137,856 159,49
21 8,7 142,785 167,21
22 9,1 147,598 172,35
23 9,3 152,299 185,22
24 10 158,025 246,96

Dari Tabel 3.3, dibuat grafik dengan sumbu X menggunakan data N2 dan sumbu Y menggunakan
data sisa OCL- sebagai berikut:
Grafik 3.1 Hasil Pengamatan Seluruh Kelompok

Berdasarkan grafik tersebut, diketahui letak breakpoint chlorination, yaitu titik minimal grafik
setelah mengalami penurunan dari titik maksimal, dalam hal ini terletak pada dosis kaporit 5 mL,
dengan kadar OCL- yang tersisan 85,75 dan nailai N2 sejumlah 77,175, sehingga dapat disimpulkan
dosis terbaik untuk desinfksi menggunakan klor yaitu sejumlah 5 mL. Adapun faktor error pada
percobaan ini berupa ketidak akuratan saat proses titrasi dilakukan, volume titran yang masuk ke
larutan berlebih akibat terlambat menutup kran buret padahal warna biru pada larutan sudah hilang.
Selain itu, penambahan kristal KI sejumlah 1 spatula dapat berbeda-beda pada setiap penambahan di
masing-masing erlenmeyer yang berpengaruh pada jumlah I2 dan pada proses titrasinya.
Pengaplikasian BPC di bidang Teknik Lingkungan salah satunya ada pada unit desinfeksi
PDAM yang di dalam prosesnya menggunakan klor sebagai desinfektan. Untuk mengetahui
kebutuhan klor dengan dosis yang tepat dalam dsinfeksi dan mengetahui senyawa klor yang
dihasilkan dari proses klorinasi sehingga dapat diketahui apakah klor di air masih tergolong aman,
diperlukan analisis BPC dan klor aktif. Berdasarkan ketetapan Permenkes No
492/Menkes/SK/IV/2010, 0,2-0,5 mg/L, menjadi batas diizinkannya keberadaan senyawa klorin
bebas dalam jaringan distribusi. Patogen dapat meningkat akibat kemampuan desinfeksi yang rendah
apabila sisa klorin <0,2 mg/L, sengankan abaila sisa klorin >0,5 mg/L, maka air baku dapat bersifat
karsinogenik (Marsha, 2020)
KESIMPULAN
Praktikum “Analisis Breakpoint Chlorination (BPC)” bertujuan untuk menentukan besarnya
jumlah kebutuhan disinfeksi (kaporit) dalam air. BPC adalah penentuan jumlah optimal klor dalam
proses desinfeksi air untuk menghilangkan logam-logam, zat organik, dan amonia. Konsentrasi
amonia yang tinggi banyak ditemukan di sumber air. BPC dapat menentukan jumlah klor yang
dibutuhkan sehingga semua zat yang dapat dioksidasi menjadi teroksidasi, amonia hilang sebagai gas
N2, dan masih ada residu klor aktif terlarut yang konsentrasinya dianggap perlu untuk desinfeksi
mikroorganisme. Untuk mengetahui jumlah optimum klor yang dibutuhkan sesuai dengan tujuan
praktikum ini, digunakan air sampel yang breasal dari air danau yang ada di ITS. Setelah dilakukan
praktikum “Analisis Breakpoint Chlorination (BPC)” didapatkan data berupa N2 dan sisa OCL- Data
ini kemudian diolah menjadi grafik dengan sumbu Y menggunakan data N2 dan sumbu Y
menggunakan data sisa OCL- Dari rafik yang telah terbentuk, kemudian dapat dikethaui breakpint
chlorination dilihat dari titik minimal grafik setelah mengalami penurunan dari titik maksimal, dalam
hal ini terletak pada dosis kaporit 5 mL, dengan kadar OCL- yang tersisan 85,75 dan nailai N2
sejumlah 77,175, sehingga dapat disimpulkan dosis terbaik untuk desinfksi menggunakan klor yaitu
sejumlah 5 mL. Data yang didapatkan dari percobaan ini tidak sepenuhnya akurat karena faktor error
berupa ketidak akuratan saat proses titrasi dan penuangan kristal KI ke Erlenmeyer. Di bidang Teknik
lingkungan, metode analisis BPC digunakan dalam unit desinfeksi di PDAM dan untuk menentukan
aman atau tidaknya senyawa klor yang dihasilkan dari proses klorinasi dalam air baku.
DAFTAR PUSTAKA
Arellano, U., Wang, J. A., Timko, M. T., Chen, L. F., Paredes Carrera, S. P., Asomoza, M., González
Vargas, O. A., & Llanos, M. E. (2014). Oxidative removal of dibenzothiophene in a biphasic
system using sol-gel FeTiO2 catalysts and H2O2 promoted with acetic acid. Fuel, 126, 16–25.
https://doi.org/10.1016/j.fuel.2014.02.028
Chasanah, U., Yulianto, E., Zain, A. Z., Sasmita, E., Restiwijaya, M., Kinandana, A. W., Arianto, F.,
& Nur, M. (2019). Evaluation of Titration Method on Determination of Ozone Concentration
produced by Dielectric Barrier Discharge Plasma (DBDP) Technology. Journal of Physics:
Conference Series, 1153(1). https://doi.org/10.1088/1742-6596/1153/1/012086
David, Dan. 2014. “The Effect of Alkalinity, Hardness, and pH on the Formation Potential of
Desinfection By-Products”. The Faculty of the Graduate School At the University of
Missouri-Columbia
Ghernaout, Djamel. (2018). Water Treatment Chlorination : An Updated Mechanistic Insight Review.
Chemistry Research Journal, 4(2), 125–138.
Febrianto, H., Subekti, M., & Yuninda, N. H. (2017). Pengembangan Alat Desinfeksi Air Minum
Dengan Uvgi (Ultraviolet Germecidal Irradiation) Berbasis Arduino. Journal of Electrical and
Vocational Education and Technology, 2(1), 1–5.
Herawati, D., & Yuntarso, A. (2017). Penentuan Dosis Kaporit Sebagai Desinfektan Dalam
Menyisihkan Konsentrasi Ammonium Pada Air Kolam Renang. Jurnal SainHealth, 1(2), 66.
https://doi.org/10.51804/jsh.v1i2.106.66-74
Marsha, A. (2020). Evaluasi Sistem Disinfeksi pada PDAM Sleman Unit Tridadi.
Mugwili, M. E., Fosso-kankeu, E., Masindi, V., Neomagus, H., & Waanders, F. (2020). Removal of
Ammonia from River Water using Breakpoint Chlorination. 16–20.
https://doi.org/10.17758/eares10.eap1120248
Simya, Gilbert Donatius 2019. “Treatment of Drinking Water for Mbinga Town Community in
Tanzania with Chlorination Method”. Faculty of Engineering and Science Depertment
Stefán, D., Balogh, J., Záray, G., & Vargha, M. (2022). Comparison of Disinfection By-Product
Formation and Distribution during Breakpoint Chlorination and Chlorine-Based Disinfection in
Drinking Water. Water (Switzerland), 14(9), 1–19. https://doi.org/10.3390/w14091372
Zhang, Y., Yin, S., Li, H., Liu, J., Li, S., & Zhang, L. (2022). Treatment of ammonia‑nitrogen
wastewater by the ultrasonic strengthened break point chlorination method. Journal of Water
Process Engineering, 45(December 2021), 102501. https://doi.org/10.1016/j.jwpe.2021.1F0250
LAMPIRAN
Menjawab pertanyaan:
• Jelaskan aplikasi data BPC yang saudara peroleh dalam proses desinfeksi dengan klorinasi!
Jawab: Dari analisis BPC yang telah dilakukan, data yang didapatkan berupa nilai N2 dan
sisa OCL- yang selanjutnya disajikan dalam bentuk grafik untuk dapat ditentukan letak
breakpoint yang terlihat dari titik minimal grafik setelah mengalami penurunan dari titik
maksimal,
• Berapa dosis pembubuhan klor yang diperlukan, jika tujuan pembubuhan adalah desinfeksi?
Jawab: Untuk desinfeksi, klor yang diperlukan datat ditentukan menggunakan persamaan
yaitu dosis klor = BPC + sisa klor.
• Pada penentuan BPC dosis yang digunakan adalah sampai tercapainya BPC, untuk apa
demikian?
Jawab: hal ini dilakukan karena tercapainya BPC sama dengan jumlah kebutuhan klor yang
optimal untuk desinfeksi.
• Berapa pH optimum desinfeksi dengan klor dan jelaskan mengapa?
Jawab: pH optimum desinfeksi dengan klor adalah pada pH <7 (suasana asam) karena pada
suasana asam klor aktif dapat membebaskan I2 dari larutan KI.
• Untuk mengolah air sebanyak 100 L/det, hitunglah kebutuhan kaporit/hari (kadar Cl2 60%),
jika dosis yang diperlukan 2 mg/L dan sisa klor yang ditambahkan 0,5 mg/L!
Jawab:
1000
Kebutuhaan kaporit per hari = × (dosis Cl + sisa Cl) × Q per hari
kadar Cl2
1000
= 60 × (2 + 0,5) × 8,64 × 106
= 36 kg/hari
• Untuk membuat larutan 2% dari sampel di atas, hitunglah volume pelarut yang diperlukan!
Jawab:
Volume Ca(OCl)2 = 36 kg/hari:8600 kg = 0,04186 m3/hari = 42,86 L/hari
100%−20%
Volume pelarut = × 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑘𝑎𝑝𝑜𝑟𝑖𝑡 = 40%×41,86 L/hari
2%
Volume total = 2,05114 + 0,04186 = 2,093 L/hari

Anda mungkin juga menyukai