Disusun Oleh :
Chris Timothy Boarnegez Pandia
NRP. 5014221003
Dosen Pengajar :
Bieby Voijiant Tangahu ST., MT., PhD.
Mashudi, S.Si., MENVM
Asisten Laboratorium :
Nafisha Tibet Damaiyanti
NRP. 5014201015
DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK SIPIL, PERENCANAAN, DAN KEBUMIAN
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA
2023
BAB I
PENDAHULUAN
1
kritis, semikritis, dan tidak kritis (A, Rutala, J, & MD, 2020). Dalam pemanfaatan jenis desinfektan
harus ditentukan oleh pertimbangan yang komperhensif agar sesuai dengan kegunaan disinfektan
itu sendiri (Wang, et al., 2020).
Dalam hal men-idisinfeksi mikoorgasinme, klorinasi adalah metode sederhana yang paling
sering digunakan (Mazhar, et al., 2020). Klor sendiri dalam bahasa Yunani Chloros yang berarti
hijau pucat, klor ialah unsur kimia dengan nomor atom 17 dan termasuk dalam golongan halogen
(Rosita, Rosita, & Budiyanto, 2016). Klorin sendiri memiliki wujud gas yang dimana akan
bereaksi oleh air sehingga akan menghasilkan hipoklorit dan asam klorida (Zellner & Eyer, 2019).
Penetapan kadar klorin dapat dilakukan dengan reaksi warna dan metode volumetri yaitu titrasi
dengan menggunakan metode iodimetri. Dalam prosesnya, klorin bersifat oksidator akan
ditetapkan kadarnya dan direaksikan dengan ion iodida berlebih sehingga iodium dapat
dibebaskan. Lalu, iodium yang dibebaskan dititrasi dengan larutan standar Na2S2O3
menggunakan indikator amilum (Ulfa, 2015). Pada praktikum ini, sisa klor akan diidentifikasi
karena jika sisa klor dalam suatu media terlalu rendah, maka bakteri akan semakin mudah untuk
berkembang dan mengakibatkan kerugian (Afrianita, Komala, & Andriani, 2016).
2
BAB II
METODE PENELITIAN
2.1 PERALATAN
Adapun peralatan yang digunakan untuk melakukan percobaan, yakni :
1. 7 buah tabung Erlenmeyer 250 mL
2. 1 buah gelas beker 100 mL
3. 1 buah pipet tetes
4. 1 buah propippet
5. 1 buah spatula
6. 1 buah gelas ukur 25 mL
7. 1 buah buret
8. 1 buah pipet volume 5 mL, 10 mL, 25 mL
2.2 BAHAN
Adapun bahan yang digunakan untuk melakukan percobaan, yakni :
1. 175 mL air sampel danau perumdos blok U ITS Surabaya
2. 20 mL aquades
3. 5 mg/L kaporit
4. 2,5 mL asam asetik
5. 1 spatula KI
6. 6 tetes indicator amilum
7. Natrium Tiosulfat
5 ml Kaporit
• Ditambahkan dengan gelas ukur ke dalam erlenmeyer yang telah terisi kaporit.
• Digoyangkan hingga homogen
Selesai
Gambar 2.1 Skema Kerja Analisis Disenfektan atau Klor Aktif (Sisa Klor) dengan Metode
Iodometri.
4
Indikator Amilum
• Ditambahkan sebanyak 3 dengan pipet tetes ke dalam masing masing Erlenmeyer
dengan pipet ukur
• Digoyangkan hingga homogen.
•
Larutan Natrium Tiosulfat
0,0125 N (Titran)
• Dituangkan sebanyak 25 mL ke dalam buret 25 mL dengan gelas beaker kecil.
• Dititrasi larutan dalam tiap erlenmeyer dengan titran hingga warna biru hilang dan
terlihat jernih.
• Dicatat volume titran.
Selesai
5
BAB III
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
3.1 DATA HASIL PENGAMATAN
Berikut adalah Langkah pengerjaan yang dilakukan dalam Praktikum Analisis Disinfektan
dan Analisis BPC
3.1.1 Langkah Kerja Analisis Disinfektan
Tabel 3.1 Langkah Kerja Analisis Desinfektan
NO. Perlakuan Hasil Pengamatan Gambar
1 Kaporit sebanyak 5 mL Kaporit memiliki wujud
ditambahkan ke dalam yang cair, warna yang
sebuah erlenmeyer 100 cukup jernih, bau yang
mL dengan pipet ukur. kuat dan larutan kaprit
. berada pada suhu ruang.
6
4 Kristal kalium iodide Warna larutan berubah
kurang lebih sebanyak 1 menjadi kuning setelah
gram ditambahkan ditambahkan kristal
dengan spatula besi ke kalium iodida. Tidak ada
dalam erlenmeyer yang perubahan bau dan suhu.
telah diisi dengan kaporit,
aquades, dan asam asetik
glacial.
7
1 Sampel air sebanyak 25 Sampel air memiliki
mL ditambahkan dengan wujud cair, warna yang
gelas ukur ke dalam 5 jernih, bau khas yang tidak
erlenmeyer 100 mL. terlalu kuat, dan dalam
Dilabeli Erlenmeyer suhu ruang.
dengan angka 0,5 mL, 0,9
mL, 1,3 mL, 1,7 mL, dan
2,1 mL.
8
5 Kristal kalium iodide Warna larutan label 1,3
ditambahkan kurang lebih mL, 1,7 mL, dan 2,1 mL
sebanyak 1 gram dengan berubah menjadi sedikit
spatula besi ke dalam kuning setelah
setiap erlenmeyer. ditambahkan kristal
kalium iodida. Sednagkan
label 0,5 dan 0, 9 mL tidak
menunjukkan perubahan
warna yang berarti.
Semakin besar konsentrasi
kaporit semakin kuning
warnanya. Bau dan suhu
larutan tidak berubah.
6 Indikator amilum Warna larutan berubah
ditambahkan sebanyak 3 menjadi sedikit biru
tetes dengan pipet tetes ke setelah ditambahkan
dalam Erlenmeyer. indikator amilum.
Semakin besar konsentrasi
kaporit semakin biru
warnanya. Bau dan suhu
larutan tidak berubah.
9
• 1,3 mL: 22,25 mg/L
• 1,7 mL: 28,66 mg/L
• 2,1 mL: 34,89 mg/L
10
Berdasarkan perhitungan yang telah terlaksana didapatkan nilai klor aktif atau OCl- sebesar
450,1875 mg/L.
Setelah menyelesaikan analisis sebelumnya, langkah selanjutnya adalah menjalankan
praktikum Analisis Breakpoint Chlorination (BPC). Eksperimen ini dimulai dengan
menuangkan 25 mL sampel air dari danau ITS ke dalam lima erlenmeyer berkapasitas 100 mL
untuk melaksanakan analisis kebutuhan kaporit. Sampel air yang diambil diambil dari satu titik
sampel di danau ITS agar hasilnya dapat mencerminkan keseluruhan (representatif). Berbagai
volume kaporit kemudian ditambahkan ke setiap erlenmeyer, dengan jumlah yang berbeda,
yakni 0,5 mL, 0,9 mL, 1,3 mL, 1,7 mL, dan 2,1 mL. Penambahan kaporit ini dilakukan untuk
mengoksidasi klorin dengan zat pereduksi dan mencegah kemungkinan adanya zat yang dapat
mengganggu dalam larutan. Kelima erlenmeyer diaduk secara lembut hingga larutan mencapai
homogenitas sebelum ditutup dengan lapisan alumunium foil. Penutupan erlenmeyer ini
bertujuan untuk melindungi larutan dari paparan sinar matahari dan mencegah masuknya
kontaminasi udara. Erlenmeyer kemudian ditempatkan di tempat berat di bawah kardus, dan
proses klorinasi dilakukan selama 30 menit tanpa cahaya untuk menghindari fotosintesis oleh
mikroorganisme yang dapat mengurangi efektivitas desinfeksi. Reaksi yang terjadi selama
proses klorinasi adalah sebagai berikut.
Ca(OCl)2 + 2 H2O → 2 HOCl + Ca (OH)2
HOCl + H2O → H3O + OCl−
Setelah 30 menit, aluminium foil pada masing-masing erlenmeyer dikeluarkan, dan
langkah selanjutnya melibatkan penambahan 2,5 mL asam asetik glacial ke dalam setiap
erlenmeyer dengan menggunakan pipet ukur. Tindakan menambahkan asam asetik glacial ini
bertujuan untuk menghilangkan zat-zat pengotor dalam larutan dan menciptakan suasana asam
dengan pH sekitar 3-4, karena reaksi yang akan terjadi berlangsung secara optimal dalam
rentang pH tersebut. Selanjutnya, satu sendok spatula kristal KI ditambahkan ke dalam
erlenmeyer untuk mengoksidasi ion I- dalam larutan menjadi ion iodida. Penambahan kristal
perlu dilakukan satu per satu pada setiap pengamatan variasi, dan proses ini harus berjalan
dengan cepat untuk mencegah kristal menguap atau mengalami degradasi di dalam sampel
larutan. Proses ini memiliki peran penting dalam memastikan hasil analisis yang akurat. Reaksi
yang terjadi adalah seperti berikut.
2ClO2 + 2l− → 2ClO2− + I2
I3− + 2SO32− → 3l− + S4O6
Terjadi variasi pada kasus di mana ketika amilum ditambahkan, tidak terjadi perubahan
warna ke biru. Ini terjadi karena variasi jumlah kaporit yang diberikan terlalu kecil sehingga
titik akhir titrasi memiliki ambang yang sangat kecil, hampir tidak terlihat. Oleh karena itu,
nilai titrasi diasumsikan setelah satu tetes amilum ditambahkan. Seperti halnya dalam analisis
sisa klor, diperlukan perhitungan awal untuk menentukan nilai OCl- yang tersisa, seperti
berikut (N1).
1000
𝑂𝐶𝑙−= × 𝑣. 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑛 × 0,0125 × 51,45
25
11
Selanjutnya guna menghitung nilai OCl- yang dibubuhkan (N2) dilakukan perhitungan
dengan formulasi sebagai berikut.
𝑁1/𝑉1 = 𝑁2/𝑉2
𝑉. 𝐾𝑎𝑝𝑜𝑟𝑖𝑡 𝑚𝐿 × 𝑁1 𝑚𝑔/𝐿 = (𝑉. 𝐾𝑎𝑝𝑜𝑟𝑖𝑡 + 25) 𝑚𝐿 × 𝑁2 𝑚𝑔/𝐿
Sehingga dilakukan perhitungan untuk masing-masing variasi kaporit 0,5 mL; 0,9 mL;
1,3 mL; 1,7 mL; dan 2,1 mL dengan hasil titrasi berturut-turut 0,1 mL; 0,3 mL; 0,4 mL; 0,6
mL; dan 0,7 mL untuk masing-masing variasi kaporit.
1. Kaporit 0,5 mL
1000
➢ 𝑂𝐶𝑙−= × 0,1 × 0,0125 × 51,45
25
𝑶𝑪𝒍−= 𝟐, 𝟓𝟕 𝒎𝒈/𝑳
➢ 0,5 𝑚𝐿 × 450,187 𝑚𝑔/𝐿 = 25,5 𝑚𝐿 × 𝑁2 𝑚𝑔/𝐿
𝑵𝟐 𝒎𝒈/𝑳 = 𝟖, 𝟖𝟑 𝒎𝒈/𝑳
2. Kaporit 0,9 mL
1000
➢ 𝑂𝐶𝑙−= × 0,3 × 0,0125 × 51,45
25
𝑶𝑪𝒍−= 𝟕, 𝟕𝟐 𝒎𝒈/𝑳
➢ 0,9 𝑚𝐿 × 450,187 𝑚𝑔/𝐿 = 25,9 𝑚𝐿 × 𝑁2 𝑚𝑔/𝐿
𝑵𝟐 𝒎𝒈/𝑳 = 𝟏𝟓, 𝟔𝟒 𝒎𝒈/𝑳
3. Kaporit 1,3 mL
1000
➢ 𝑂𝐶𝑙−= × 0,4 × 0,0125 × 51,45
25
𝑶𝑪𝒍−= 𝟏𝟎, 𝟐𝟗 𝒎𝒈/𝑳
➢ 1,3 𝑚𝐿 × 450,187 𝑚𝑔/𝐿 = 26,3 𝑚𝐿 × 𝑁2 𝑚𝑔/𝐿
𝑵𝟐 𝒎𝒈/𝑳 = 𝟐𝟐, 𝟐𝟓 𝒎𝒈/𝑳
4. Kaporit 1,7 mL
1000
➢ 𝑂𝐶𝑙−= × 0,6 × 0,0125 × 51,45
25
𝑶𝑪𝒍−= 𝟏𝟓, 𝟒𝟑 𝒎𝒈/𝑳
➢ 1,7 𝑚𝐿 × 450,187 𝑚𝑔/𝐿 = 26,7 𝑚𝐿 × 𝑁2 𝑚𝑔/𝐿
𝑵𝟐 𝒎𝒈/𝑳 = 𝟐𝟖, 𝟔𝟔 𝒎𝒈/𝑳
5. Kaporit 2,1 mL
1000
➢ 𝑂𝐶𝑙−= × 0,7 × 0,0125 × 51,45
25
𝑶𝑪𝒍−= 𝟏𝟖, 𝟎𝟏 𝒎𝒈/𝑳
➢ 2,1 𝑚𝐿 × 450,187 𝑚𝑔/𝐿 = 27,1 𝑚𝐿 × 𝑁2 𝑚𝑔/𝐿
𝑵𝟐 𝒎𝒈/𝑳 = 𝟑𝟒, 𝟖𝟗 𝒎𝒈/𝑳
Metode iodometri digunakan untuk mengidentifikasi sisa klor aktif dalam air, yang terdiri dari
dua komponen, yaitu HOCl dan ion OCl-, bersama dengan klor yang terikat. Perbandingan antara
HOCl dan OCl- sangat dipengaruhi oleh pH air, dan keduanya dikenal sebagai klorin bebas yang
tersedia (free available chlorine). Dalam konteks proses desinfeksi, waktu kontak menjadi faktor
yang sangat signifikan. Semakin lama desinfektan bersentuhan dengan mikroba dalam air, semakin
12
besar kemampuannya dalam membunuh mikroba tersebut. Breakpoint Chlorination (BPC) adalah
metode yang digunakan untuk menentukan jumlah klor yang dibutuhkan dalam suatu reaksi agar
semua zat yang dapat dioksidasi teroksidasi sepenuhnya. Tujuan lain dari BPC ini, untuk membuat
amoniak berubah menjadi gas N2. Reaksi klorin membentuk ammonia dijabarkan seperti berikut:
NH4+ + HOCl → NH3Cl + H2O + H+
NHCL + HOCL → NHCl3 + H2O
NH2Cl + HOCL → NHCl3 + H2O
Tabel 3.3 Hasil Perhitungan Analisis BPC
Kelompok Penambahan Nilai N2 (OCl - yang Volume titran OCl- yang
Kaporit dibubuhkan) tersisa
mL mg/L mL mg/L
1 0,5 8,83 0,1 2,57
0,9 15,64 0,3 7,72
1,3 22,25 0,4 10,29
1,7 28,66 0,6 15,43
2,1 34,89 0,7 18,01
2 2,5 40,93 1,1 28,3
2,9 46,79 1,5 38,59
3,3 52,5 1,7 43,73
3,7 58,04 2 51,45
4,1 63,43 2,2 56,6
4,5 68,87 2,4 61,74
3 4,9 73,78 3,5 90,04
5,3 78,75 2,9 74,6
5,7 83,59 3,5 90,04
6,1 88,3 5,5 141,49
6,5 92,9 3,7 95,18
6,9 97,38 4,7 120,91
4 7,3 101,74 4,1 105,47
7,7 106,00 4,55 117,04
8,1 110,16 4,75 122,19
8,5 114,23 5 128,62
8,9 118,19 5,3 136,34
9,3 122,06 5,15 132,48
5 9,7 125,85 6,2 159,50
10,1 129,54 6,5 167,21
10,5 133,15 6,8 174,93
10,9 136,69 6,8 174,93
11,3 140,14 7,5 192,94
13
11,7 143,52 7,2 185,22
6 12,1 146,82 8,7 228,80
12,5 150,06 10,5 270,11
12,9 153,23 7,5 192,93
13,3 156,33 9,3 239,24
13,7 159,36 10 257,25
14,1 162,34 9,7 249,53
GRAFIK BPC
300
y = 1,6463x - 38,787
250 R² = 0,9326
Sisa Klor (OCl-) (mg/L)
200
150
100
50
0
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180
N2 (mg/L)
Grafik di atas menggambarkan fluktuasi berkala selama proses klorinasi. Pada titik tertentu,
Breakpoint Chlorination (BPC) digunakan untuk menghilangkan ammonia dengan bantuan asam
khlorida (HOCL). Perbandingan antara tiga jenis khloramin yang dihasilkan selama proses
disinfeksi sangat tergantung pada pH air. Monokhloramin mendominasi dalam rentang pH 6-9,
dan cenderung menjadi yang paling dominan pada pH di atas 8,5. Di sisi lain, Monokhloramin dan
Dikhloramin biasanya muncul dalam kisaran pH 4,5 - 8,5, sementara Trikhloramin terbentuk pada
pH di bawah 4,5. Dalam konteks pengolahan air minum, tujuan utamanya adalah menghasilkan
Monokhloramin karena Dikhloramin dan Trikhloramin bisa memberikan rasa yang tidak
diinginkan pada air. Melalui data grafik selama proses disinfeksi, kita dapat melihat bahwa
Monokhloramin terbentuk saat grafik menunjukkan peningkatan yang stabil pada tahap awal
14
reaksi. Namun, ketika grafik mulai tidak stabil, fluktuasi muncul, menunjukkan keberadaan
Dikhloramin dan Trikhloramin. Pada titik ini, ammonia mengalami reduksi dan gas ammonia
menghilang. Selanjutnya, semua senyawa ammonia dan klorin berubah menjadi gas N2, dan sisa
klor aktif akan terakumulasi setelah zat ammonia habis. Ini menandai titik Breakpoint Chlorination
(BPC). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa proses disinfeksi akan efektif dengan
penambahan 7,9 mL kaporit, dengan konsentrasi OCL− yang ditambahkan sebesar 123,54 mg/mL
dan konsentrasi sisa OCL− yang terukur sebesar 136,24 mg/mL. Reaksi yang terjadi pada titik
BPC, di mana khloramin dioksidasi menjadi gas nitrogen dan menghasilkan sisa klor aktif, dapat
dijelaskan sebagai berikut:
2NH3 + 3HOCl → N2 + 3H2O + 3HCl
HOCL + H++ Cl− ↔ Cl2 + H2O
Dalam persamaan pertama, terjadi pembentukan NH2Cl dan dikloroamin seiring dengan
berkurangnya konsentrasi ammonia. Klorin bebas hadir dalam air ketika ammonia berubah
menjadi NHCl3, dan saat ammonia tidak lagi terdeteksi dalam air, itulah saat pencapaian
Breakpoint Chlorination (BPC) tercapai. Trikloroamin, yang memiliki sifat fisik yang tidak stabil,
mengalami transformasi menjadi nitrogen, yang tercermin dalam peningkatan grafik. Pencapaian
BPC teramati pada sisi kanan grafik, yang disebut sebagai sisa klor aktif. Pencapaian BPC terjadi
ketika 5,3 mL kaporit ditambahkan, dengan konsentrasi kaporit yang diberikan sebesar 123,54
mg/mL dan konsentrasi sisa kaporit yang terukur sebesar 136,34 mg/mL. Namun, angka-angka ini
melebihi batas standar yang diizinkan, sesuai dengan PERMENKES RI
No.492/Menkes/Per/IV/2010 tentang persyaratan kualitas air minum, yang menetapkan bahwa
kadar klorin dalam desinfektan tidak boleh melebihi 5 mg/L. Oleh karena itu, sampel air dari
Danau 8 ITS tidak memenuhi standar kualitas air minum.
15
menentukan titik akhir titrasi dapat menyebabkan hasil dari grafik BPC menjadi tidak akurat.
16
BAB IV
KESIMPULAN
Kesimpulan dari eksperimen yang diberi judul "Analisis Desinfektan atau Klor Aktif (Sisa
Klor) dengan Metode Iodometri dan Analisis Breakpoint Chlorination (BPC)" adalah bahwa untuk
proses desinfeksi, dosis klor aktif (OCl-) sekitar 450,187 mg/L diperlukan dengan menggunakan
3,5 mL titran. Untuk menentukan kebutuhan desinfeksi dalam sampel air, dilakukan analisis BPC
dengan berbagai variasi volume larutan kaporit (0,5 mL; 0,9 mL; 1,3 mL; 1,7 mL; dan 2,1 mL)
dan titran (0,1 mL; 0,3 mL; 0,4 mL; 0,6 mL; dan 0,7 mL). Hasil perhitungan menunjukkan variasi
dalam konsentrasi klor yang ditambahkan (antara 8,83 mg/L hingga 34,89 mg/L) dan konsentrasi
sisa klor di masing-masing erlenmeyer (antara 2,57 mg/L hingga 18,01 mg/L). Berdasarkan data
dari kelompok lain, ditemukan bahwa proses desinfeksi efektif saat kaporit ditambahkan sebanyak
5,3 mL, dengan konsentrasi kaporit yang ditambahkan sebesar 123,54 mg/L dan konsentrasi sisa
kaporit yang terukur sebesar 136,34 mg/L. Namun, nilai-nilai ini melebihi batas standar baku mutu
yang diizinkan oleh PERMENKES RI No.492/Menkes/Per/IV/2010 mengenai persyaratan
kualitas air minum, yang mengharuskan kadar klor dalam desinfektan tidak melebihi 5 mg/L. Oleh
karena itu, sampel air dari Danau ITS tidak memenuhi standar kualitas air minum. Selain itu,
terdapat beberapa faktor kesalahan dalam eksperimen ini, termasuk ketidakakuratan yang
disebabkan oleh human error, seperti penanganan bahan yang kurang hati-hati, pembacaan titrasi
yang kurang akurat, dan kurang ketatnya penutupan selama proses klorinasi. Terdapat juga faktor
kualitas alat yang kurang baik, seperti buret yang bocor.
17
DAFTAR PUSTAKA
Andhika J.D, D., Trijoko, & Hanani, Y. (2013). Kadar Sisa Chlor dan Kandungan Bakter E.coli
Perusahaan Air Minum Moedal Semarang Sebelum dan Sesudah Pengolahan. Kesehatan
Athena, Laelasar, E., & Puspita, T. (2020). Pelaksanaan Disinfeksi Dalam Pencegahan Penularan
COVID-19 dan Potensi Risiko Terhadap Kesehatan Di Indonesia. Puslitbang Upaya
Kesehatan Masyarakat, 2. Masyarakat FKM Undip, 41(3), 470–482
Mazhar, M. A., Khan, N. A., Ahmed, S., Khan, A. H., Hussain, A., Rahisuddin, . . . Yousef, M.
(2020). Chlorination Disinfection by-Products in Municipal Drinking Water . Elsevier, 1.
Navratinova, S., Nurjazuli, Joko, Tri. (2019). Hubungan Desinfeksi Sinar Ultraviolet (UV)
Dengan Kualitas Bakteriologis Air Minum Pada Depot Air Minum Isi Ulang. Jurnal
Kesehatan Masyarakat, Vol. 7, No. 1, Januari 2019.
Rosita, D., Rosita, D., & Budiyanto, M. A. (2016). Analisis Kandungan Klorin Pada Beras Yang
Beredar Di Pasar Besar Kota Malang Sebagai Sumber Belajar Biologi . Pendidikan Biologi
Indonesia, 89.
Rutala, W. A., & Weber, D. J. (2021). Disinfection and sterilization in health care facilities: an
overview and current issues. Infectious Disease Clinics, 35(3), 575-607.Afrianita, R.,
Komala, P. S., & Andriani, Y. (2016). Kajian Kadar Sisa Klor Di Jaringan Distribusi
Penyediaan Air Minum Rayon 8 PDAM Kota Padang. Seminar Nasional Sains dan
Teknologi Lingkungan II, 144.
Ulfa, A. M. (2015). Penetapan Kadar Klorin pada Beras Menggunakan Metode Iodometri. Jurnal
Kesehatan Holistik, 9(4), 197–200.
Vico, C., Syuk, W., & John, C. (2020). Cleaning and Disinfection of Environmental Surfaces In
The Context of Covid-19. World Health Organization, 2.
Wang, J., Shen, J., Ya, D., Yan, X., Zhang, Y., Yang, W., Zhang, L. (2020). Disinfection
Technology of Hospital Wastes and Wastewater. Elsevier, 261.
Zellner, T., & Eyer, F. (2019). Choking Agents and Chlorine Gas. Elsevier, 74.
Zubir. (2021). Pengaruh Pembubuhan Kaporit [Ca(Clo)2] Terhadap Bakteri Escherichia Coli
Pada Air Sumur Gali Di Gampong Jawa. Jurnal Aceh Medika, 9623(2), 36–46.
http://jurnal.abulyatama.ac.id/index.php
18
LAMPIRAN
19
20