Anda di halaman 1dari 37

MODUL PRAKTIKUM

PENYEHATAN UDARA

DISUSUN OLEH
ARIE IKHWAN SAPUTRA, S.SiT., MT.

PRODI DIII SANITASI


JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
POLTEKKES KEMENKES BENGKULU
Pertemuan 1 – 4 Pengukuran Kualitas Udara Ambien.

A. Alat
1. Peralatan pengambilan contoh uji NO2, SO2, H2S, NH3, O3, dan TSP
2. Labu ukur 50 mL, 100 mL, 250 mL, 500 mL, dan 1000 mL
3. Pipet mikro atau buret mikro 0,1 mL, 0,2 mL, 1 mL
4. Gelas ukur 100 mL
5. Gelas piala 100 mL, 250 mL, 500 mL, 1000 mL, dan 2000 mL
6. Tabung uji 25 mL dan 10 mL
7. Spektrofotometer UV/VIS dilengkapi cuvet
8. Neraca analitik dengan ketelitian 0,1 mg
9. Oven
10. Botol pyrex berwarna gelap
11. Desikator
12. Alat destilasi
13. Kaca arloji
14. Pipet volumetrik 0,5 mL, 1 mL, 2 mL, 5 mL, 20 mL,25 mL, dan 50 mL
15. Termometer
16. Barometer
17. Pengaduk
18. Botol pereaksi
19. Absorber dari bahan gelas ukuran normal
20. Pompa udara untuk mengalirkan udara dengan kecepatan alir sampai dengan 0,2
liter/menit, ketelitian 0,01 liter/ menit.
21. Alat pengukur debit udara (0 - 5) liter/menit
22. Anemometer
23. Tabung kecil terbuat dari gelas berdiameter 20 mm
24. Tabung buret : 50 mL, 100 mL, dengan ketelitian 1 mL
25. Botol gelas : 1 liter, 500 mL, dan 250 mL
26. Prefilter.
27. Labu Erlenmeyer 250 mL
28. Penangas air
29. Low Volume Air Sampler atau High Volume Air Sampler
30. Filter fibre glass Ø 55 nm atau Ø 110 nm
B. Bahan

1. Hablur asam sulfanilat (H2NC6H4SO3H)


2. Larutan asam asetat glasial (CH3COOH pekat) 96 %
3. Air suling bebas nitrit
4. Serbuk NEDA
5. Aseton
6. Serbuk asam sulfanilat (H2NC6H4SO3H)
7. Serbuk natrium nitrit (NaNO2)
8. Larutan HCl pekat
9. Serbuk natrium tiosulfat pentahidrat (Na2S2O3.5H2O)
10. Serbuk natrium karbonat (Na2CO3)
11. Serbuk kanji
12. Serbuk merkuri (II) iodida (HgI2)
13. Serbuk kalium iodat (KIO3)
14. Serbuk kalium iodida (KI)
15. Serbuk natrium metabisulfit (Na2S2O5)
16. Serbuk iod (I2)
17. Serbuk merkuri (II) klorida (HgCl2)
18. Serbuk kalium klorida (KCl)
19. Serbuk EDTA
20. Serbuk asam sulfamat (NH2SO3H)
21. Larutan formaldehid (HCHO) 36% - 38% v/v
22. Larutan asam fosfat (H3PO4)
23. Serbuk pararosanilin hidroklorida
24. Serbuk asetat trihidrat (NaC2H5O2.3H2O)
25. Serbuk N–N dimetil–P–fenil diamin dihidro klorida
26. Larutan asam sulfuric
27. Serbuk diamino fosfat
28. Serbuk ferri klorida
29. Serbuk CdSO4.8H2O
30. Serbuk sodium hidroksidaSerbuk stractan 10
31. Serbuk potasium iodide
32. Serbuk iodin
33. Serbuk Na2S.9H2O
34. Larutan H2SO4 97%
35. Serbuk natrium nitroprusida dihidrat (Na2Fe(CN)5NO.2H2O)
36. Serbuk NaOH
37. Larutan NaOCl 5%
38. Serbuk fenol
39. Larutan natrium nitroporusid 2%
40. Serbuk Na3PO4.12H2O
41. Serbuk NH4Cl
42. Larutan CHCl3
43. Larutan HCl 12 M
44. Serbuk dinatrium hidrogen fosfat dodekahidrat (Na2HPO4.12H2O)
45. Serbuk kalium dihidrogen fosfat (KH2PO4)
46. Larutan NaOH 1% (b/v)
47. Larutan H3PO4 1% (b/v)
48. Serbuk natrium tiosulfat pentahidrat (Na2S2O3.5H2O)

SUB 1: Pemeriksaan dan penentuan gas nitrogen oksida (NO2)


Metode : Griess Saltzman
Prinsip : NO2 akan membentuk senyawa kompleks N-(1-Naftil)-Etilendiamin
dihidroklorida yang berwarna ungu kemerahan apabila dicampur dengan
sulfanilamid pada pH 2,5.
Cara kerja
A. Pembuatan kurva kalibrasi
1. Larutan induk natrium nitrit (NaNO2) 2000 μg/mL Natrium nitrit dikeringkan dalam
oven selama 2 jam pada suhu 105 °C, kemudian didinginkan di dalam desikator.
Sebanyak 0,246 g natrium nitrit ditimbang dan dilarutkan kemudian dipindahkan ke
dalam labu ukur 100 mL ditambahkan air suling hingga tanda tera lalu dihomogenkan.
Larutan dipindahkan ke dalam botol coklat dan disimpan di dalam lemari pendingin .
2. Larutan standar natrium nitrit (NaNO2) 20 μg/m
1. Sebanyak 10 mL larutan induk natrium nitrit dimasukkan ke dalam labu ukur 1000
mL, kemudian ditambahkan air suling hingga tanda tera, dan dihomogenkan.
2. Diambil larutan standar NO2 dengan pipet volume atau buret mikro masing–masing
sebanyak 0 mL; 0,1 mL; 0,2 mL; 0,3 mL; 0,4 mL; 0,6 mL; 0,8 mL; dan 1 mL
dimasukkan ke dalam tabung uji 25 mL.
3. Kemudian larutan penyerap ditambahkan sampai tanda tera, dikocok dengan baik,
dan selama 15 menit didiamkan agar pembentukan warna sempurna.
4. Serapan masing–masing larutan standar diukur dengan spektrofotometer pada
panjang gelombang 550 nm.
5. Dibuat kurva kalibrasi antara serapan dengan kadar NO2 (μg).
B. Penyiapan contoh uji
1. Larutan Induk N-(1-naftil)-etilendiamin dihidroklorida (NEDA)
Sebanyak 0,1 g NEDA dilarutkan dengan air suling dalam labu ukur 100 mL kemudian
diencerkan sampai dengan tanda tera, lalu dihomogenkan. Larutan tersebut dipindahkan
ke dalam botol coklat dan disimpan di lemari pendingin.
2. Larutan penyerap Griess Saltzman
Sebanyak 5 g asam sulfanilat (H2NC6H4SO3H) dilarutkan dalam gelas piala 1000 mL
dengan 140 mL asam asetat glasial, diaduk secara hati–hati dengan stirrer sambil
ditambahkan air suling hingga kurang lebih 800 mL. Larutan dipindahkan ke dalam labu
ukur 1000 mL. Ke dalamnya ditambahkan 20 mL larutan induk NEDA,10 mL aseton,
dan air suling ke dalam labu ukur 1000 mL hingga tanda tera, lalu dihomogenkan
3. Larutan penyerap Griess Saltzman dimasukkan sebanyak 10 mL ke dalam botol
penyerap. Botol penyerap diatur agar terlindung dari hujan dan sinar matahari langsung.
4. Pompa penghisap udara dihidupkan dan kecepatan alir 0,2 L/menit, setelah stabil laju alir
awal dicatat (F1)
5. Pengambilan contoh uji dilakukan selama 1 jam dan temperatur dan tekanan udara
dicatat.
6. Setelah 1 jam dicatat laju alir akhir (F2) pompa penghisap dimatikan.
7. Analisis dilakukan di lapangan segera setelah pengambilan contoh uji.
C. Pengukuran contoh uji
a. Larutan contoh uji dimasukkan ke dalam kuvet pada alat spektrofotometer. Intensitas
warna merah muda yang terbentuk diukur pada panjang gelombang 550 nm.
b. Serapan contoh uji dibaca kemudian konsentrasi dihitung dengan menggunakan kurva
kalibrasi.
SUB 2: Pemeriksaan dan penentuan gas sulfur dioksida (SO2)
Metode : Pararosanilin
Prinsip
SO2 diserap dalam larutan tetra kloromerkurat, membentuk komplek diklorodisulfittomerkurat.
Larutan komplek ini bereaksi dengan pararosanilin dan formaldehid membentuk asam
pararosanilin metil sulfonat yang berwarna, kemudian diukur serapannya.

Cara Kerja
A. Penyiapan reagen yang diperlukan
1. Larutan asam klorida (HCl) (1 : 10).
Sebanyak 10 mL HCl pekat diencerkan dengan 100 mL air suling ke dalam gelas piala
250 mL.
2. Larutan induk natrium tiosulfat (Na2S2O3) 0,1 N.
Sebanyak 24,82 g Na2S2O3.5H2O dilarutkan dengan air suling panas ke dalam gelas
piala 250 mL dan kemudian ditambahkan 0,1 g natrium karbonat (Na2CO3).
3. Larutan indikator kanji.
Ke dalam gelas piala 250 ml dimasukkan berturut–turut 0,4g kanji dan 0,002 g merkuri
(II) iodida (HgI2). Secara hati-hati larutan tersebut dilarutkan dengan air mendidih
sampai volume larutan mencapai 200 mL. Larutan tersebut dipanaskan sampai jernih,
lalu didinginkan dan dipindahkan ke dalam botol pereaksi.
B. Standarisasi larutan Na2S2O3 0,01 N
1. Kalium iodat (KIO3) dipanaskan pada suhu 180°C selama 2 jam dan didinginkan dalam
desikator.
2. Sebanyak 0,09 gr kalium iodat (KIO3) dilarutkan ke dalam labu ukur 250 mL dan air
suling ditambahkan sampai tanda tera, lalu dihomogenkan.
3. Sebanyak 25 mL larutan kalium iodat (KIO3) dipipetkan ke dalam labu erlenmeyer asah
250 Ml
4. Sebanyak 1 gr KI dan 10 mL HCl (1:10) ditambahkan ke dalam labu erlenmeyer tersebut.
5. Labu erlenmeyer ditutup dan ditunggu 5 menit, larutan dititrasi dalam erlenmeyer dengan
natrium tiosulfat 0,1 N sampai warna larutan kuning muda.
6. Sebanyak 5 mL indikator kanji ditambahkan, dan titrasi dilanjutkan sampai titik akhir
(warna biru tepat hilang),
7. volume larutan penitran dicatat yang diperlukan.
8. Normalitas larutan natrium tiosulfat dihitung.

C. Pembuatan larutan standar SO2 dalam larutan induk Na2S2O5


1. Larutan induk natrium metabisulfit (Na2S2O5).
Sebanyak 0,3 g Na2S2O5 dilarutkan dengan air suling ke dalam gelas piala 100 mL.
Kemudian larutan Na2S2O5 tersebut dipindahkan ke dalam labu ukur 500 mL dan
dengan air suling diencerkan sampai tanda tera.
2. Larutan induk iod (I2) 0,1 N.
Ke dalam gelas piala dimasukkan berturut–turut 12,7 g iod dan 40 g kalium iodida (KI).
Campuran dilarutkan dengan 25 mL air suling dan secara kuantitatif dipindahkan ke
dalam labu ukur 1000 mL, diencerkan sampai tanda tera dengan air suling, lalu
dihomogenkan.
3. Larutan iod 0,01 N.
Sebanyak 50 mL larutan iod 0,1 N dilarutkan ke dalam labu ukur 500 mL dengan air
suling dan diencerkan sampai tanda batas.
4. Larutan Na2S2O3 0,01 N.
Sebanyak 50 mL larutan induk Na2S2O3 dimasukkan ke dalam labu ukur 500 mL,
diencerkan dengan air suling sampai tanda batas, lalu dihomogenkan.

D. Penentuan konsentrasi SO2 dalam larutan induk Na2S2O5


1. Sebanyak 25 mL larutan induk Na2S2O5 dipipet ke dalam labu erlenmeyer asah dan
sebanyak 50 mL larutan iod 0,01 N dipipet ke dalam labu dan dalam ruang tertutup
disimpan selama 5 menit.
2. Larutan dalam erlenmeyer dititrasi dengan larutan tio 0,01 N sampai warna larutan
kuning muda.
3. Sebanyak 5 mL indikator kanji dan titrasi dilanjutkan sampai titik akhir (warna biru tepat
hilang) volume larutan penitran dicatat yang diperlukan.
4. Sebanyak 25 mL air suling dipipet sebagai balanko ke dalam erlenmeyer asah.
5. Konsentrasi SO2 dalam larutan induk tersebut dihitung.
E. Pembuatan larutan kurva kalibrasi
1. Larutan penyerap tetrakloromerkurat (TCM) 0,04 M.
Sebanyak 10,86 g merkuri (II) klorida (HgCl2) dilarutkan dengan 800 mL air suling
dimasukkan ke dalam gelas piala 1000 mL. Kemudian sebanyak 5,96 g Kalium Klorida
dan 0,066 g EDTA ditambahkan yang kemudian diaduk sampai homogen. Larutan
dipindahkan ke labu ukur 1000 mL dan diencerkan sampai tanda tera.
2. Larutan asam sulfamat (NH2SO3H) 0,6 % b/v.
Sebanyak 0,6 g asam sulfamat dilarutkan dalam labu ukur 100 mL. Larutan tersebut
diencerkan dengan air suling sampai tanda batas, lalu dihomogenkan.
3. Larutan formaldehid (HCHO) 0,2 % v/v
Sebanyak 5 mL 36 % - 38 % (v/v) dipipet dan dimasukkan ke dalam labu ukur 1000 mL
dan diencerkan dengan air suling sampai tanda batas, kemudian dihomogenkan.
4. Larutan asam fosfat (H3PO4) 3 M.
Sebanyak 205 mL H3PO4 85 % dilarutkan dalam labu ukur 1000 mL yang berisi kurang
lebih 300 mL air suling, diencerkan sampai tanda batas, lalu dihomogenkan.
5. Larutan asam klorida (HCl) 1 M.
Sebanyak 83 mL HCl 37 % dimasukkan ke dalam labu ukur 1000 mL yang berisi kurang
lebih 300 mL air suling. Kemudian diencerkan sampai tanda batas, lalu dihomogenkan.
6. Larutan induk pararosanilin hidroklorida (C19H17N3.HCl) 0,2%.
Sebanyak 0,1 g pararosanilin hidroklorida dilarutkan ke dalam labu ukur 50 mL dan
larutan HCl 1 M diencerkan sampai tanda batas, lalu dihomogenkan.
7. Penentuan kemurnian pararosanilin.
Sebanyak 1 mL larutan induk pararosanilin dipipet, dimasukkan ke dalam labu ukur 100
mL, diencerkan dengan air suling sampai tanda batas, lalu dihomogenkan. Sebanyak 5
mL larutan yang telah diencerkan, ditambahkan dengan 5 mL larutan penyangga asetat
dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL dan diencerkan dengan air suling sampai tanda
batas lalu dihomogenkan. Setelah 1 jam larutan tersebut diukur serapannya pada panjang
gelombang 540 nm dengan spektrofotometer.
8. Larutan kerja pararosanilin
Sebanyak 40 mL larutan induk pararosanilin dimasukkan ke dalam labu ukur 500 mL
(apabila kemurniaan larutan induk pararosanilin lebih kecil dari 100 %, maka setiap 1 %
perbedaan ditambahkan dengan 0,4 mL larutan induk pararosanilin). 50 mL larutan asam
fosfat 3 M ditambahkan dan diencerkan dengan air suling sampai tanda batas, lalu
dihomogenkan.

F. Pembuatan kurva kalibrasi


1. Alat spektrofotometer dioptimalkan sesuai petunjuk penggunaan alat.
2. Masing–masing 0 mL; 1 mL; 2 mL; 3 mL; dan 4 mL diamasukkan larutan standar
Na2S2O5 ke dalam tabung uji 25 mL dengan menggunakan pipet volume atau buret
mikro.
3. Larutan penyerap ditambahkan sampai volume 10 mL.
4. Sebanyak 1 mL larutan asam sulfamat 0,6 % ditambahkan tabung uji 25 mL tersebut dan
ditunggu selama 10 menit.)
5. Sebanyak 2 mL larutan formaldehid 0,2 % dan 2 mL larutan pararosanilin ditambahkan
ke dalam tabung uji 25 mL tersebut.
6. Dengan air suling ditepatkan sampai volume 25 mL, lalu dihomogenkan dan ditunggu
sampai 30 menit.
7. Serapan masing–masing larutan standar diukur dengan spekrofotometer pada panjang
gelombang 550 nm.
8. Dibuat kurva kalibrasi antara serapan dengan jumlah SO2 μg).
G. Penyiapan contoh uji
1. Larutan penyerap SO2 dimasukkan sebanyak 10 ml ke masing–masing botol penyerap.
diatur botol penyerap agar terlindung dari hujan dan sinar matahari langsung.
2. Pompa penghisap udara dihidupkan dan kecepatan alir diatur 0,2 L/menit, setelah stabil
laju alir awal F1 (L/menit) dicatat.
3. Pengambilan contoh uji dilakukan selama 1 jam dan temperatur dan tekanan udara
dicatat.
4. Setelah 1 jam, dicatat laju alir akhir F2 (L/menit) dan kemudian pompa penghisap
dimatikan.
5. Selama 20 menit didiamkan setelah pengambilan contoh uji untuk dihilangkannya
pengganggu.

H. Prosedur pengukuan contoh uji


1. Larutan contoh uji dipindahkan ke dalam labu ukur 25 mL dan ditambahkan 5 mL air
suling unuk membilas.
2. Sebanyak 1 ml larutan asam sulfamat 0,6 % ditambahkan ke dalam labu ukur 25 mL dan
ditunggu sampai 10 menit.
3. Sebanyak 2 ml larutan formaldehid 0,2 % dan 2 ml laruta pararosanilin ditambahkan ke
dalam labu ukur 25 mL tersebut.
4. Dengan air suling ditepatkan sampai volume 25 mL, lalu dihomogenkan dan ditunggu
sampai 30 menit.
5. Serapan masing–masing larutan standar diukur dengan spekrofotometer pada panjang
gelombang 550 nm.
6. Serapan contoh uji dibaca kemudian konsentrasi dihitung dengan melakukan kurva
kalibrasi.
7. Langkah–langkah di atas dilakukan untuk pengujian blanko dengan menggunakan 10 mL
larutan penyerap.
Sub 3: Pemeriksaan dan penentuan kadar gas hidrogen sulfida (H2S)
Metode : methylen blue
Prinsip
Ion sulfida bereaksi dengan N–N Dimetil 1,4 fenilin Diamin dan FeCl3, membentuk methylene
Blue yang kemudian diperiksa dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 670 nm.

Cara Kerja
A. Mencari faktor (f) larutan natrium tio sulfat 0,1 N
1. Larutan asam klorida (HCl) (1 : 10) Lihat pada parameter SO2 pada cara kerja 3.
2. Larutan natrium tiosulfat (Na2S2O3.5H2O) 0,1 N Lihat pada parameter SO2 pada cara
kerja
3. Larutan kanji (amilum) Lihat pada parameter SO2 pada cara kerja.
4. Sebanyak 0,89 g kalium iodat dilarutkan yang telah Di anaskan pada suhu 180°C selama
2 jam dengan air suling ke dalam labu ukur 250 mL, diencerkan hingga tanda tera,
kemudian dihomogenkan.
5. Sebanyak 25 mL larutan standar KIO3 dipipet dan imasukkan ke dalam labu erlenmeyer
bertutup, zair suling ditambahkan hingga 100 mL.
6. Sebanyak 2 gr KI dan 10 mL HCl (1:10) dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer. Larutan
dalam erlenmeyer dititrasi dengan larutan tio sampai warna larutan kuning muda.
7. eebanyak 5 mL indikator kanji, dan dilanjutkan titrasi sampai dengan titik akhir (warna
biru tepat hilang),
8. Sebanyak 5 mL indikator kanji ditambahkan, dan titrasi dilanjutkan sampai titik akhir
(warna biru tepat hilang), volume larutan penitran dicatat.
9. Volume larutan induk H2S yang harus dipipet dihitung untuk membuat larutan standar
H2S.
B. Pembuatan kurva kalibrasi
1. Larutan standar asam sulfida
Sejumlah tertentu dari hasil titrasi larutan induk H2S yaitu sebanyak 3,4 mL larutan
induk H2S dilarutkan dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL . Diencerkan dengan
air suling sampai tanda batas, lalu dihomogenkan.
2. Larutan kerja asam sulfida 0,5 μL/mL
Sebanyak 0,5 mL larutan standar H2S diambil dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100
mL, kemudian diencerkan dengan larutan penyerap.
3. Larutan ammonium fosfat
Sebanyak 400 g diamino fosfat dilarutkan dalam 1 liter aquadest.
4. Larutan ferri klorida (FeCl3.6H2O)
Sebanyak 100 gram ferri klorida dilarutkan dalam 1 Liter aquadest.
5. Sebanyak 5 buah tabung uji disiapkan. Sebanyak 25 mL larutan kerja H2S : 0 mL; 2 mL;
5 mL; 8 mL; 10 mL dipipetkan ke dalam labu ukur masing-masing.
6. Dalam masing-masing labu ukur ditambahkan berturut-turut secara berhati-hati : 2 mL
larutan ammonium fosfat, 1 mL larutan FeCl3. kemudian dihomogenkan secara
perlahanlahan.
7. Diencerkan dengan air suling sampai tanda tera, lalu dihomogenkan dan diamkan selama
30 menit
8. Masing-masing serapan larutan diukur dengan menggunakan spektrofotometer pada
panjang gelombang 670 nm.
9. Kurva kalibrasi dibuat antara serapan dengan jumlah H2S (μL).
C. Pengambilan contoh uji
1. Larutan penyerap H2S
Sebanyak 4,3 g CdSO4.8H2O dan 0,3 g NaOH ditimbang. Masing–masing dilarutkan
dengan aquadest secara terpisah, dan kemudian dijadikan satu. stractan 10 ditambahkan
dan ditambahkan dengan aquadest hingga 1 liter.
2. Tabung penyerap dibersihkan dengan aquadest kemudian dikeringkan.
3. Sebanyak 10 mL larutan penyerap H2S dimasukkan dan ditambahkan 5 mL etanol 95 %
ke dalam tabung penyerap.
4. Suhu dan laju aliran angin diukur setiap 15 menit.
5. Selama 1-2 jam kemudian akan diperoleh sampel uji berwarna biru kemerah–merahan.
6. Benda uji dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditutup
dengan aluminium foil.
D. Pengujian sampel
1. Larutan tes amino
Sebanyak 25 mL larutan bibit asam amino diencerkan dalam 1 liter sulfurik 1:1.
a. Larutan contoh dan larutan penyerap dimasukkan ke dalam tabung uji 25 mL.
b. Sebanyak 1-3 tetes larutan ferri klorida, 1,5 ml larutan tes amino, 1-3 tetes larutan
ammonium fosfat ditambahkan pada tabung uji 25 mL dan larutan penyerap
hingga 25 ml
c. Serapan contoh uji dibaca kemudian konsentrasi dihitung dengan menggunakan
kurva kalibrasi.
SUB 4: Pemeriksaan dan penentuan kadar gas amoniak (NH3)
Metode : indophenol blue
Prinsip
NH3 dengan reagen nessler akan menghasilkan larutan berwarna kuning sampai kuning coklat
dan warna ini diserap oleh spektrofotometer pada panjang gelombang 630 nm.
Cara Kerja
A. Pembuatan kurva kalibrasi
1. Larutan induk amoniak 1000 μg
Sebanyak 3,18 g NH4Cl (yang telah dikeringkan pada suhu 105°C selama 1 jam)
dilarutkan dengan air suling ke dalam labu ukur 1000 mL, kemudian diencerkan sampai
tanda batas, serta dihomogenkan, kemudian ditambahkan 1 tetes CHCl3 sebagai
pengawet.
2. Larutan standar amoniak 10 μg
Sebanyak 1 mL larutan induk amoniak dipipet ke dalam labu ukur 100 mL kemudian
diencerkan dengan larutan penyerap sampai tanda batas, kemudian dihomogenkan.
3. Larutan HCl 1,2 M
Sebanyak 10 mL HCl 12 M dimasukkan ke dalam gelas piala 100 mL dan ditambahkan
air suling sampai dengan 100 mL.
4. Larutan penyangga
Sebanyak 50 g Na3PO4.12H2O dan 74 mL larutan HCl 1,2 M diamsukkan ke dalam
piala gelas 2000 mL, kemudian diencerkan dengan air suling hingga 1000 mL dan
dihomogenkan.
5. Larutan fenol (C6H5OH) 45%v/v
Sebanyak 30 mL NaOH 6,75 M dan 30 mL larutan NaOCl 3,75 % dimasukkan ke dalam
labu ukur 100 mL.
6. Larutan natrium nitroprusida (Na2Fe(CN)5NO. 2H2O) 2%
Sebanyak 2 g natrium nitroprusida dilarutkan ke dalam labu ukur 100 mL dengan air
suling dan diencerkan hingga tanda tera, kemudian dihomogenkan.
7. Larutan pereaksi fenol
Sebanyak 20 mL larutan induk fenol 45 % dan 1 mL larutan natrium nitroprusid 2%,
kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL, dan diencerkan larutan tersebut
dengan air suling sampai tanda batas, kemudian dihomogenkan.
8. Larutan natrium hipoklorit (NaOCl) 3,7%
Sebanyak 37 mL NaOCl 5% dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml kemudian dilarutkan
dengan air suling dan ditepatkan hingga tanda batas, kemudian dihomogenkan.
Selanjutnya :
a. Sebanyak 6 buah tabung uji 25 ml disiapkan lalu dimasukkan ke dalam larutan
standar ammonia masing–masing : 0 mL; 0,2 mL; 0,4 mL; 0,6 mL; 1 mL; dan 1,5
mL, yang mengandung 0 μg NH3; 2 μg NH3; 4 μg NH3; 6 μg NH3; 10 μg NH3 dan
15 μg NH3. Selanjutnya ditambahkan larutan penyerap sampai volumenya 10 mL.
b. Ke dalam masing–masing tabung uji ditambahkan secara berturut-turut : 2 mL larutan
penyangga, 5 mL larutan pereaksi fenol dan 2,5 mL larutan pereaksi natrium
hipoklorit lalu dihomogenkan.
c. Serapan masing–masing larutan diukur pada panjang gelombang 630 nm.
d. Kurva kalibrasi dibuat antara serapan dengan jumlah NH3 (μg).

B. Pengambilan contoh uji


1. Sebanyak 6 buah tabung uji 25 ml disiapkan lalu dimasukkan ke dalam larutan standar
ammonia masing–masing : 0 mL; 0,2 mL; 0,4 mL; 0,6 mL; 1 mL; dan 1,5 mL, yang
mengandung 0 μg NH3; 2 μg NH3; 4 μg NH3; 6 μg NH3; 10 μg NH3 dan 15 μg NH3.
Selanjutnya ditambahkan larutan penyerap sampai volumenya 10 mL.
2. Ke dalam masing–masing tabung uji ditambahkan secara berturut-turut : 2 mL larutan
penyangga, 5 mL larutan pereaksi fenol dan 2,5 mL larutan pereaksi natrium hipoklorit
lalu dihomogenkan.
3. Serapan masing–masing larutan diukur pada panjang gelombang 630 nm.
4. Kurva kalibrasi dibuat antara serapan dengan jumlah NH3 (μg).
C. Pengujian Contoh Uji
1. Larutan contoh uji dan larutan penyerap dipindahkan ke dalam tabung uji 25 mL Ke
dalam masing–masing tabung uji ditambahkan secara berturut-turut 2 mL larutan
penyangga, 5 mL larutan pereaksi fenol, dan 2,5 mL larutan pereaksi natrium hipoklorit
lalu dihomogenkan.
2. Serapan masing–masing larutan diukur pada panjang gelombang 630 nm.
3. Serapan contoh uji dibaca kemudian dihitung jumlah NH3 yang diperoleh dari kurva
kalibrasi.
SUB 5: Pemeriksaan dan penentuan kadar gas oksidan (O 3)
Metode : Neutral buffer kalium iodide (NBKI)
Prinsip
Oksidan dari udara ambien yang telah diterapkan oleh larutan NBKI dan bereaksi dengan ion
iodida membebaskan iod (I2) yang berwarna kuning muda. Konsentrasi larutan ditentukan secara
spektrofotometer pada panjang gelombang 352 nm.

Cara Kerja
A. Standarisasi larutan natrium tiosulfat 0,1 N
1. Larutan asam klorida (HCl) (1:10) Lihat pada parameter SO2 pada cara kerja
2. Larutan natrium tio sulfat (Na2S2O3) 0,1 N. Lihat pada parameter SO2 pada cara kerja
3. Larutan indikator kanji. Lihat pada parameter SO2 pada cara kerja

Selanjutnya :
a. Sebanyak 0,35 g kalium iodat dilarutkan yang telah dipanaskan dalam labu ukur 100
mL dan air suling ditambahkan sampai tanda tera.
b. Sebanyak 25 mL larutan KIO3 dipipet ke dalam labu erlenmeyer.
c. Sebanyak 1 gr KI dan 10 mL HCl (1:10) ditambahkan ke dalam erlenmeyer tersebut.
d. Dititrasi dengan natrium tiosulfat sampai dengan warna larutan kuning muda.
e. Sebanyak 5 mL indikator kanji ditambahkan dan titrasi dilanjutkan sampai titik akhir
(warna biru tepat hilang).
f. Volume larutan penitran yang diperlukan dicatat.
B. Standarisasi larutan iod 0,05 N
1. Larutan induk iod (I2) 0,05 N
Sebanyak 16 g KI dan 3,173 g kristal I2 ke dalam labu ukur 500 mL dan dilarutkan
dengan air suling dan ditepatkan sampai tanda batas, lalu homogenkan. Disimpan pada
suhu ruang selama 1 hari. Dipindahkan ke dalam botol gelap dan disimpan di lemari
pendingin

Selanjutnya :
a. Sebanyak 25 mL larutan induk iod dipipet ke dalam labu erlenmeyer 100 mL.
b. Sebanyak 1 mL asam klorida pekat ditambahkan dan didiamkan di tempat gelap
selama10 menit.
c. Larutan natrium tiosulfat 0,1 N dititrasi sampai dengan warna larutan kuning muda
dan 3 tetes indikator kanji ditambahkan sampai warna larutan biru muda. Volume
larutan penitran dicatat.

C. Pembuatan kurva kalibrasi


1. Pembuatan larutan standar iod (I2)
Sebanyak 5 mL larutan induk iod 0,05 N dipipet ke dalam labu ukur 100 mL, diencerkan
dengan air suling sampai tanda tera, lalu dihomogenkan. Sebanyak 4 mL larutan tersebut
dipipet ke dalam labu ukur 100 mL dan ditepatkan dengan larutan penyerap sampai tanda
batas.
Selanjutnya :
a. Sebanyak tabung uji 10 mL disiapkan , lalu 0 mL; 0,5 mL; 1 mL; 1,5 mL; 2 mL; dan
3 mL dimasukkan larutan standar iod ke dalam masing–masing tabung uji.
b. Larutan penyerap ditambahkan sampai volume larutan 10 mL dan dihomogenkan.
c. Masing–masing larutan standar diukur dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 352 nm.
d. Kurva kalibrasi dibuat antara serapan depan jumlah oksidan (μg)
D. Pengambilan contoh uji
1. Larutan Penyerap Oksidan
Sebanyak 10 g Kalium Iodida (KI) dilarutkan ke dalam 200
mL air suling. Pada tempat yang lain sebanyak 35,82 g dinatrium hidrogen fosfat
dodekahidrat (Na2HPO4.12H2O) dan 13,6 g kalium dihidrogen fosfat (KH2PO4)
dilarutkan dengan 500 mL air aquadest dalam gelas piala. Larutan kalium iodida
ditambahkan sambil diaduk sampai homogen. Larutan ini diencerkan sampai volume
1000 mL dalam labu ukur dan didiamkan selama 1 hari. Kemudian
diatur pH pada 6,8+0,2 dengan digunakan larutan natriuhidroksida (NaOH) 1% (b/v) atau
asam fosfat (H3PO4) 1% (b/v)
Selanjutnya :
a. Larutan penyerap dimasukkan sebanyak 10 mL ke dalam botol penyerap. Botol
penyerap diatur sedemikian rupa sehingga terhalang dari hujan dan terik matahari
langsung.
b. Pompa penghisap udara dihidupkan dan laju alir 0,2 L/menit diatur setelah stabil laju
alir awal (F1) dicatat.
c. Pengambilan contoh uji diambil selama 30 menit dan dicatat temperatur dan tekanan
udara.
d. Setelah 30 menit dicatat sebagai laju alir akhir (F2) dan kemudian pompa penghisap
dimatikan.
SUB 6: Pemeriksaan dan penentuan kadar total suspensi partikel
Metode : Gravimetri
Prinsip
Partikel debu ditangkap dengan filter fiber glass kering yang sudah diketahui beratnya serta
volume udara yang dipompa dengan alat Low Volume Air Sampler atau Hight Volume
Sampler. Kemudian setelah dipompa filter ditimbang lagi, selisih beratnya dapat dihitung
sebagai konsentrasi partikel debu.

Cara Kerja
1. Filter dikeringkan dalam oven pada suhu 110 °C selama 15 menit lalu selama 15
menit didinginkan dalam desikator dan ditimbang.
2. Filter dipasang dalam HVS
3. Udara dihisap melalui HVS selama 24 jam.
4. Filter dikeluarkan dari HVS, kemudian dikeringkan dalamoven pada suhu 110°C
selama 15 menit, didinginkan dalam desikator 15 menit, lalu ditimbang.
SUB 7: Cara uji partikel tersuspensi total menggunakan peralatan high volume air sampler (HVAS)
dengan metoda gravimetri

A. Ruang Lingkup
Ruang lingkup Standar ini digunakan untuk penentuan partikel tersuspensi total menggunakan alat High
Volume Air Sampler. Lingkup pengujian meliputi: a. Cara pengambilan contoh uji dalam jumlah volum
udara yang besar di atmosfer, dengan nilai rata-rata laju alir pompa vakum 1,13 sampai 1,70 m3 /menit.
Dengan laju alir ini maka diperoleh partikel tersuspensi kurang dari 100 µm (diameter ekivalen) yang
dapat dikumpulkan. Adapun untuk efisiensi partikel berukuran lebih besar dari 20 µm akan berkurang
sesuai dengan kenaikkan ukuran partikel, sudut dari angin, atap sampler, dan kenaikan kecepatan. b.
Penggunaan filter serat kaca dapat mengumpulkan partikel dengan kisaran diameter 100 µm sampai 0,1
µm (efisiensi 99,95% untuk ukuran partikel 0,3 µm). c. Jumlah minimum partikel yang terdeteksi oleh
metode ini adalah 3 mg (tingkat kepercayaan 95%). Pada saat alat dioperasikan dengan laju alir rata-rata
1,7 m3 /menit selama 24 jam, maka berat massa yang didapatkan antara 1 sampai 2 µg/m3 .

B. Istilah dan Definisi


1. udara ambien
udara bebas di permukaan bumi pada lapisan troposfir yang dibutuhkan dan mempengaruhi
kesehatan manusia, mahluk hidup dan unsur lingkungan hidup lainnya
2. filter filter atau media filter
dengan efisiensi pengumpulan untuk partikel kecil (ukuran submikrometer) sehingga semua
partikel target dapat terkumpul. Efisiensi filter untuk aerosol dengan diameter 0.3 µm
adalah 99,95% atau lebih tinggi
3. HVAS
high volume air sampler peralatan yang digunakan untuk pengumpulan kandungan partikel
melalui filtrasi sejumlah besar volum udara di atmosfer dengan memakai pompa vakum
kapasitas tinggi, yang dilengkapi dengan filter dan alat ukur dan kontrol laju alir
4. µg/Nm3
satuan ini dibaca sebagai mikrogram per normal meter kubik, notasi N menunjukan satuan
volum hisap udara kering dikoreksi pada kondisi normal (25o C, 760 mmHg)
C. Prinsip
Udara dihisap melalui filter di dalam shelter dengan menggunakan pompa vakum laju alir tinggi
sehingga partikel terkumpul di permukaan filter. Jumlah partikel yang terakumulasi dalam filter
selama periode waktu tertentu dianalisa secara gravimetri. Laju alir di pantau saat periode
pengujian. Hasilnya ditampilkan dalam bentuk satuan massa partikulat yang terkumpul per
satuan volum contoh uji udara yang diambil sebagai μg/m3.
D. Bahan
Secara umum pemilihan filter bergantung terhadap tujuan pengujian. Hal yang penting untuk
diperhatikan adalah penentuan seleksi dan pemakaian karakteristik filter. Adapun beberapa
macam filter yang umum digunakan adalah sebagai berikut:
1. Filter serat kaca;
2. Filter fiber silika; dan
3. Filter selulosa.

E. Peralatan
1. peralatan HVAS seperti pada gambar 1 dilengkapi dengan skala/meter;
2. timbangan analitik dengan ketelitian 0,1 mg;
3. barometer yang mampu mengukur hingga 0,1 kPa (1 mmHg);
4. manometer diferensial yang mampu mengukur hingga 4 kPa (40 mmHg);
5. pencatat waktu yang mampu membaca selama 24 jam ± 2 menit;
6. pencatat laju alir mampu membaca laju alir dengan ketelitian 0,03 m3/menit (1,0
7. ft3/menit);
8. termometer; dan desikator

F. Pengambilan contoh uji


Pengambilan contoh uji dengan tahapan sebagai berikut :
1. Tempatkan filter pada filter holder.
2. Tempatkan alat uji di posisi dan lokasi pengukuran menurut metoda penentuan
lokasi titik ambien.
3. Nyalakan alat uji dan catat waktu serta tanggal, baca indikator laju alir dan catat pula
laju alirnya (Q1) untuk diteruskan pembacaan hasil dari kalibrasinya. Catat pula
temperatur dan tekanan baromatik. Sambungkan pencatat waktu ke motor untuk
mendeteksi kehilangan waktu karena gangguan listrik. pantau laju alir.
4. Lakukan pengambilan contoh uji selama 24 jam. Selama periode pengambilan, baca
laju alir, temperatur, tekanan barometer minimal 2 kali, dikumpulkan hingga seluruh
data terkumpul pada akhir pengukuran. Jika hanya pembacaan awal dan akhir
dibuat, asumsikan bahwa perubahan pembacaan linear setiap waktu.
5. Catat semua pembacaan seperti baca laju alir (Q2), temperatur, dikumpulkan hingga
seluruh data terkumpul pada akhir pengukuran.
6. Pindahkan filter secara hati-hati, jaga agar tidak ada partikel yang terlepas, lipat filter
dengan partikulat tertangkap di dalamnya. Tempatkan lipatan filter dalam alumunium
foil dan tandai untuk identifikasi.
G. Persiapan contoh uji
1. Tandai filter untuk identifikasi.
2. Kondisikan filter pada desikator (kelembaban 50%) atau di ruangan terkondisi (AC)
dan biarkan selama 24 jam.
3. Timbang lembaran filter dengan timbangan analitik (W1).
4. Filter dibungkus dalam kotak dengan lembaran antara (glassine) dan bungkus
dengan plastik selama tranportasi ke lapangan.
H. Pengujian contoh uji
a) Kondisikan filter pada desikator (kelembaban 50%) atau di ruangan terkondisi (AC) dan
biarkan selama 24 jam.
b) Timbang filter sampai diperoleh berat tetap (W2).
I. Koreksi laju alir pada kondisi standar

dengan pengertian:
Qs adalah laju alir volum dikoreksi pada kondisi standar (m3/menit);
Qo adalah laju alir volum uji (m3/menit);
Ts adalah temperatur standar, 298 K;
To adalah temperatur absolut (273 + t ukur )dimana Qo
oC ditentukan;
Ps adalah tekanan baromatik standar, 101.3 kPa (760 mmHg);
Po adalah tekanan baromatik dimana Qo ditentukan.
J. Volum udara yang diambil

dengan pengertian:
V adalah volum udara yang diambil (m3);
Qs1 adalah laju alir awal terkoreksi pada pengukuran pertama (m3/menit);
Qs2 adalah laju alir akhir terkoreksi pada pengukuran kedua (m3/menit);
T adalah durasi pengambilan contoh uji (menit).
K. Konsentrasi partikel tersuspensi total dalam udara ambien
Konsentrasi partikel tersuspensi total dalam contoh uji dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut :

dengan pengertian:
C adalah konsentrasi massa partikel tersuspensi (μg/Nm3);
W1 adalah berat filter awal (g);
W2 adalah berat filter akhir (g);
V adalah volum contoh uji udara, (m3);
106 adalah konversi g ke μg.
Ruang lingkup
Standar ini merupakan metoda pengukuran intensitas kebisingan di tempat kerja dengan menggunakan
alat Sound Level Meter (SLM), memuat prosedur pelaksanaan pengukuran intensitas kebisingan yang
dilakukan di tempat kerja.

intensitas bunyi
energi bunyi rata-rata yang ditransmisikan melalui gelombang bunyi menuju arah perambatan dalam
media seperti udara, air dan benda lain

kebisingan
semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat
kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran

tempat kerja
setiap ruangan atau lapangan yang tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja
bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat
sumber-sumber bahaya

decibel
satuan intensitas bunyi yang dihitung menurut skala logaritma

Simbol, satuan dan singkatan


LpA : tingkat tekanan bunyi pada pembobotan A
pA(t) : tekanan bunyi yang terukur pada waktu tertentu
po : tekanan bunyi referensi ( = 20 µPa )
Leq : tingkat tekanan bunyi sinambung setara
dB A : decibel pada pembobotan A
S : slow (respon lambat = 1 detik)
F : fast (respon cepat = 0,125 detik )
t : rentang waktu pengukuran
IEC : International Electrotechnical Commission
ANSI : American National Standard Institute (Badan Standar Nasional Amerika)
Prinsip pengukuran
Tingkat tekanan bunyi diukur dengan alat sound level meter yang mempunyai kelengkapan Leq A
dengan rentang waktu tertentu pada pembobotan waktu S. Tekanan bunyi menyentuh membran
mikropon pada alat, sinyal bunyi diubah menjadi sinyal listrik dilewatkan pada filter pembobotan
(weighting network), sinyal dikuatkan oleh amplifier diteruskan pada layar hingga dapat terbaca tingkat
intensitas bunyi yang terukur.

Peralatan
Sound level meter yang digunakan untuk mengukur tingkat intensitas kebisingan di tempat kerja
memiliki kelengkapan untuk mengukur tingkat tekanan SLM bunyi sinambung setara pada pembobotan
A secara langsung ataupun tidak langsung. Alat ukur tersebut sesuai dengan yang ditetapkan SNI 05-
2962-1992. Kelengkapan alat minimal memiliki : a. skala pembobotan A b. kecepatan respon pada
pembobotan waktu slow (S)

Prosedur pengukuran
1. Hidupkan alat ukur intensitas kebisingan.
2. Periksa kondisi baterei, pastikan bahwa keadaan power dalam kondisi baik.
3. Pastikan skala pembobotan.
4. Sesuaikan pembobotan waktu respon alat ukur dengan karakteristik sumber bunyi yang diukur
(S untuk sumber bunyi relatif konstan atau F untuk sumber bunyi kejut).
5. Posisikan mikropon alat ukur setinggi posisi telinga manusia yang ada di tempat kerja. Hindari
terjadinya refleksi bunyi dari tubuh atau penghalang sumber bunyi.
6. Arahkan mikropon alat ukur dengan sumber bunyi sesuai dengan karakteristik mikropon
(mikropon tegak lurus dengan sumber bunyi, 70o – 80o dari sumber bunyi).
7. Pilih tingkat tekanan bunyi (SPL) atau tingkat tekanan bunyi sinambung setara (Leq) Sesuaikan
dengan tujuan pengukuran.
8. Catatlah hasil pengukuran intensitas kebisingan pada lembar data sampling. Lembar data
sampling minimum memuat ketentuan seperti berikut:
a. Nama perusahaan ;
b. Alamat perusahaan ;
c. Tanggal sampling ;
d. Likasi titik pengukuran ;
e. Rentang waktu pengukuran ;
f. Hasil pengukuran intensitas kebisingan ;
g. Tipe alat ukur ;
h. Tipe kalibrator ;
i. Penanggung jawab hasil pengukuran:

1. Pengukuran untuk mendapatkan data kebisingan lingkungan kerja


a. Dilakukan di setiap tempat kerja yang ada bising
b. Titik pengukuran dimana ada tenaga kerja
c. Cara pengukuran mikropon diarahkan ke sumber bising yang paling dominan setinggi
telinga, dengan respon indikator fast
d. Diukur dalam 1 shift atau 8 jam kerja pada setiap jam, jadi 8 x pengukuran
e. Setiap pengukuran dilakukan pembacaan minimal 6 x
f. Dihitung rata-rata dan dibuat grafik sehingga dapat diketahui saat pek

2. Pengukuran untuk evaluasi sumber bising di lingkungan kerja


a. Dilakukan pada sumber bising, jika sumber bising mesin yang besar, titik pengukuran dipilih
pada sisi mesin dimana terdapat bising paling tinggi
b. Pengukuran dilakukan dnegan analisa frekuensi
c. Pengukuran dnegan cara mikropon diarahkan ke sumber bising paling tinggi setinggi telinga
d. Alat yang digunakan SLM yang dilengkapi dengan Ocatve Band Analyzer (Frequency
Analyzer)

3. Pengukuran untuk mengetahui tingkat pemaparan bising terhadap tenaga kerja selama 8 jam
kerja (1 shift) secara akumulatif
a. Alat yang digunakan Noise Dosimeter yang terpasang pada baju tenaga kerja yang akan
diperiksa
b. Setiap tenaga kerja pindah lokasi diganti event baru
c. Dicatat lamanya tenaga kerja dilokasi tersebut/tiap lokasi yang ditempati
d. Tingkat pemaparan bising akumulatif selama 1 shift (8 jam kerja) dapat dihitung sebagai
berikut :

Dimana :
Cn = waktu pemaparan dilokasi n
Tn = waktu pemaparan yang diperkenankan di lokasi n
Jika hasilnya = 1 atau <1 dianggap aman, dibawah NAB
Jika hasilnya >1 dianggap tidak aman, diatas NAB

A. Pengukuran Kebisingan di Lingkungan


1. Dipilih titik yang dikehendaki, dengan mikropon diarahkan ke sumber bising yang paling
dominan
2. Pengukuran dengn integrating sound level meter yang dapat mengukur Leq selama 10
menit setiap pengukuran
3. Leq = Equivalent Continous Noise Level atau tingkat kebisingan dari kebisingan yang
berubah-ubah (fluktuatif) selama waktu tertentu, setara dengan tingkat kebisingan siang
hari (Ls) selmaa 16 jam yaitu pada jam 06.00 – 22.00 dan pada malam hari (Lm) selama 8
jam yaitu jam 22.00-06.00
4. Setiap pengukuran harus dapat mewakili selang waktu tertentu dengan menetapkan
paling sedikit 4 waktu pengukuran pada siang hari dan 3 waktu pengukuran pada malam
hari, yaitu :
Siang hari :
L1 diambil pada jam 07.00 mewakili jam 06.00-09.00 (3 jam)
L2 diambil pada jam 10.00 mewakili jam 09.00-14.00 (5 jam)
L3 diambil pada jam 15.00 mewakili jam 14.00-17.00 (3 jam)
L4 diambil pada jam 20.00 mewakili jam 17.00-22.00 (5 jam)
Malam hari :
L5 diambil pada jam 23.00 mewakili jam 22.00-24.00 (2 jam)
L6 diambil pada jam 01.00 mewakili jam 24.00-03.00 (3 jam)
L7 diambil pada jam 04.00 mewakili jam 03.00-06.00 (3 jam)
Tingkat kebisingan siang hari (Ls) dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Ls = 10 log1/16 (T1.100,1L1 + .....+ T4.100,1L4) dB A
Dimana T = jumlah waktu yang terwakili (jam)
Tingkat kebisingan malam hari (Lm) dihitung denganr umus sebagai berikut :
Lm = 10 log1/8(T5.100,1L5 + .....+ T7.100,1L7) dB A
Dimana T = jumlah waktu yang terwakili (jam)
Tingkat kebisingan siang hari (Lsm) dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Lsm = 10 log1/24(16.100,1Ls + .....+ 8.100,1Lm) dB A
Hasil dievaluasi dengan membandingkan Lsm dengan nilai baku tingkat kebisingan yang
ditetapkan dengan toleransi + 3 dB A
B. TITIK UKUR
1. Pada dasarnya pengukuran dilakukan di tempat dimana terdapat keluhan/dimana
dilakukan pemantauan secara teratur. Tidak diizinkan untuk melakukan pengukuran di
tempat dimana sehari-hari sama sekali tidak pernah ada orang lalu lalang.
2. Pengukuran harus dilakukan di tempat terbuka, berjarak 3 meter dari dindingdinding
untuk menghindari pantulan. Kalau hal ini tidak mungkin, maka diizinkan untuk
melakukan pengukuran pada jarak 0,5 meter di depan jendela terbuka.
3. Tinggi alat ukur sekitar 1,2 meter di atas tanah, harus dipasang pada statif. Dalam
keadaan apapun tidak diizinkan untuk memegang alat ukur terus menerus, kecuali pada
saat mengubah control attenuator pada alat ukur. Jarak antara badan operator dan alat
ukur harus cukup jauh agar tidak terjadi pantulan.

C. TEKNIK PENGUKURAN
1. Dalam pengukuran diperlukan 2 orang operator, satu untuk untuk membaca alat ukur dan
satu untuk memberi aba-aba membaca dan mencatat hasil pengukuran.
2. Pengukuran dilakukan pada skala A. Sebelum pengukuran dilakukan, kalibrasi alat
terlebih dahulu.
3. Pengukuran dilakukan dengan cara pengambilan sample serta dilakukan pada cuaca yang
cerah, tidak hujan, dan kecepatan angin tidak terlalu besar. Sebagai pengaman, pada
mikropon harus selalu dipasang pelindung angin (wind screen).
4. Apabila terjadi gangguan pada saat pengukuran maka harus diambil sample baru lagi
untuk mendapatkan validitas data.
5. Tulis hasil pengukuran pada format yang telah tersedia.

D. ALAT
Alat untuk mengukur tingkat kebisingan adalah sound level meter (SLM). SLM
memberikan respons kira-kira sama dengan respons telinga manusia dan memberikan
pengukuran objektif serta dapat diulang-ulang untuk setiap tingkat kebisingan. Pada
umumnya SLM mempunyai skala A, B, dan C. Untuk pengukuran tingkat kebisingan dipakai
skala A.
E. CARA PENGUKURAN
1. Pengukuran Kebisingan Lingkungan Dan Atau Di Tempat Kerja
Alat : Sound Level Meter
Merk/Type : Extech 407750/KIT
Fungsi : untuk mengukur kebisingan lingkungan dan atau di tempat
kerja
CARA KERJA ALAT :
a. Pasang baterai
b. Kalibrasi
1) Kalibrasi alat SLM menggunakan Sound Calibrator
2) Pasang baterai dalam sound calibrator
3) Sambungkan sound calibrator dengan alat SLM
4) Hidupkan alat SLM setelah itu hidupkan sound calibrator pada range 94 dB dan
114 dB
5) Lihat hasil pada layar SLM dan sesuaikan hasilnya dengan sound calibrator (94
dB atau 114 dB)
6) Jika hasilnya belum sesuai maka putarlah lubang “Cal” pada alat SLM sampai
hasilnya sesuai
7) Matikan alat
c. Pengukuran
1) Hidupkan alat dengan menekan tombol “on/off”
2) Pilih Frequency Weighting dengan menekan tombol A/C
Fungsi : mengubah signal yang terukur sesuai cara serupa seperti mekanisme
pendengaran manusia
a) Weighting Net Work “A”:
Respon manusia untuk tingkat suara yang rendah (Human response for low
levels), untuk pengukuran kebisingan lingkungan, tempat kerja, dll
b) Weighting Net Work C:
Respon manusia untuk tingkat suara yang tinggi ( Human response for high
sound levels ), untuk diagnosis kerusakan pada perangkat listrik, elektronik
dan mekanik
3) Pilih FAST atau SLOW dengan menekan tombol F/S
“FAST” (125 ms response) atau “SLOW” (1 second response).
“FAST” digunakan untuk bising yang impulsive, “SLOW” digunakan untuk
bising yang continue
4) Tekan tombol “REC” untuk merekam hasil pengukuran. Tekan tombol “REC”
lagi untuk melihat nilai “MAX” atau nilai tertinggi saat pengukuran dilakukan.
Tekan tombol “REC” lagi untuk melihat nilai “MIN” atau nilai terendah saat
pengukuran dilakukan.
Untuk menghentikan perekaman, tekan tomnol “REC” sampai indikator “REC” di
layar hilang. catatan : setiap lokasi pengukuran dilakukan pengamatan selama 1-2
menit, dengan 6 kali pengamatan. Hasil pengukuran adalah nilai tertinggi yang
ditunjukkan pada monitor.
5) Catat hasil pengukuran
6) BA (Background Noise Absorber) Mode Jika menginginkan hasil yang akurat
bisa menggunakan BA Mode. BA Mode bisa “menghilangkan background noise.
Untuk mengoperasikan BA Mode sebagai berikut :
a) Tekan tombol MAXHLD (ikon MAX HOLD akan muncul di layar)
b) Tekan tombol BA (“F” akan muncul di layar)
c) Tekan tombol MAXHLD lagi (MAX HOLD akan muncul kembali di layar)
d) Di layar akan menunjukkan hasil background noise
e) Jika angka hail pengukuran berubah, maka itu adalah hasil pengukuran dari
alat. Tapi jika hasil pengukuran tidak berubah, berarti hasil kebisingan dari
mesin hampir sama atau lebih rendah dari background noise.
Sub: Pengukuran Pencahayaan

A. ALAT
Nama alat : Light Meter/Lux Meter
Merk/Type : Lutron LX-1102
Prinsip kerja : alat ini merupakan sebuah photo cell yang bila kena cahaya akan
menghasikan arus listrik. Makin kuat intensitas cahaya akan makin besar pula arus yang
dihasilkan. Besarnya intensitas cahaya dapat dilihat pada level meter.
Cara menggunakan alat pada prinsipnya adalah sebagai berikut :
1. Alat dihidupkan (On)
2. Photo cell menghadap sumber cahaya.
3. Baca hasil pada display (level meter)

B. CARA KERJA ALAT


1. Hidupkan alat dengan menekan tombol Power ON
2. Pilih satuan pengukuran dengan menekan tombol ”Lux/Fc”. Layar akan menunjukkan
satuan pengukuran yang dipilih, Lux atau Ft-cd
3. Pilih range menggunakan tombol ”Range”
a. Jika di layar menunjukkan ”-----”, ini berarti range yang dipilih kurang tinggi
dikarenakan hasil yang tinggi, pilih range yang lebih tinggi.
b. Jika di layar menunjukkan ”_ _ _ _”, ini berarti hasil yang diperoleh lebih rendah dari
range tersebut, pilih range yang lebih rendah.
4. Letakkan sensor di bawah sumber cahaya
5. Zero adjusment
a. Tutup sensor menggunakan penutup sensor
b. Set pada range 40.00 lux
c. Tekan tombol ”Zero”, layar akan menunjukkan ”0000”
d. Buka kembali penutup sensor
6. Data Hold
Jika selama pengukuran ingin mencatat data yang dihasilkan, bisa menekan tombol
”HOLD” maka pengukuran akan berhenti untuk sementara. Jika ingin melanjutkan
penugkuran, tekan kembali tombol ”HOLD”
7. Data Record
a. Data record berfungsi untuk merekan nilai maksimum dan minimum. Tekan tombol
”Rec” untuk memulai merekan data. Maka akan muncul ikon ”Rec” pada layar.
b. Jika ingin melihat nilai maksimal, tekan tombol ”REC” sekali lagi maka akan
muncul ikon ”Rec Max” pada layar.
c. Jika ingin melihat nilai minimum, tekan tombol ”REC” lagi maka akan muncul ikon
”Rec Min” pada layar.
d. Untuk menghentikan data record, tekan tombol ”REC” beberapa saat sampai ikon
”REC” di layar hilang.
C. TITIK PENGUKURAN
1. Penerangan setempat (lokal)
Antara lain obyek kerja, berupa meja kerja maupun peralatan. Bila merupakan meja
kerja, pengukuran dapat dilakukan di atas meja yang ada. Denah pengukuran intensitas
penerangan setempat seperti pada Lampiran.
2. Penerangan umum: titik potong garis horizontal panjang dan lebar ruangan pada setiap
jarak tertentu setinggi satu meter dari lantai. Jarak tertentu tersebut dibedakan
berdasarkan luas ruangan sebagai berikut:
a. Luas ruangan kurang dari 10 meter persegi: titik potong garis horizontal panjang dan
lebar ruangan adalah pada jarak setiap 1(satu) meter. Contoh denah pengukuran
intensitas penerangan umum untuk luas ruangan kurang dari 10 meter persegi seperti
Gambar 1.
b. Luas ruangan antara 10 meter persegi sampai 100 meter persegi: titik potong garis
horizontal panjang dan lebar ruangan adalah pada jarak setiap 3 (tiga) meter.
Contoh denah pengukuran intensitas penerangan umum untuk luas ruangan antara 10
meter sampai 100 meter persegi seperti Gambar 2.

a. Luas ruangan lebih dari 100 meter persegi: titik potong horizontal panjang dan lebar
ruangan adalah pada jarak 6 meter. Contoh denah pengukuran intensitas penerangan
umum untuk ruangan dengan luas lebih dari 100 meter persegi seperti Gambar 3

D. PROSEDUR PENGUKURAN
1. Pintu ruangan dalam keadaan sesuai dengan kondiisi tempat pekerjaan dilakukan.
2. Lampu ruangan dalam keadaan dinyalakan sesuai dengan kondisi pekerjaan.
3. Hidupkan luxmeter yang telah dikalibrasi dengan membuka penutup sensor.
4. Bawa alat ke tempat titik pengukuran yang telah ditentukan, baik pengukuran untuk
intensitas penerangan setempat atau umum.
5. Pengukuran dilakukan pada salah satu sudut ( X 1) dimana setiap photo cell menghadap
sumber cahaya, alat di pegang ± 85 cm dari lantai.
6. Baca hasil pengukuran pada layar monitor setelah menunggu beberapa saat sehingga
didapat nilai angka yang stabil.
7. Catat hasil pengukuran pada lembar hasil pencatatan untuk intensitas penerangan
setempat seperti pada Lampiran, dan untuk intensitas penerangan umum seperti pada
Lampiran.
8. Matikan luxmeter setelah selesai dilakukan pengukuran intensitas penerangan.
E. PERHITUNGAN
1. Penerangan Lokal
Hasil pengukuran berdasarkan tiap lokasi pengukuran yang diukur. Untuk emudahkan
dalam membaca hasil pengukuran, maka bisa menggunakan denah. Contoh denah dalam
lampiran.
2. Penerangan Umum
Besarnya intensitas penerangan umum :

3. Reflaktan
Pengukuran Reflektan :
a. Ukurlah intensitas penerangan yang jatuh pada dinding lantai, langit-langit,
meja mesin atau yang akan diukur dengan Lux meter menghadap sumber cahaya.
Misalnya A Lux.
b. Photo cell di balik, kemudian tarik pelan-pelan sampai jarum/angka pada display
tidak bergerak/konstan. Misalnya B Lux.
Reflektan dihitung dengan rumus :

Anda mungkin juga menyukai