Anda di halaman 1dari 18

TUGAS KELOMPOK

PENGAWASAN TERHADAP TUGAS ADMINISTRASI DAN KEUANGAN


DI LINGKUNGAN PERADILAN OLEH MA

Disusun untuk memenuhi syarat penilaian tugas Hukum Pengawasan

Dosen Pengajar :

Dr. Hj. Dewi Kania Sugiharti, S.H.,M.H.


Dicky Risman, S.H.,M.H.
Rully Herdita Ramadhani, S.H., M.H.

Oleh:

Francisco Hombar 110110190141


Jessica Faustine 110110190148
Evan Tobias 110110190154
Anneke Violetta Anjani Putri 110110190155
Clara Novita 110110190157
Aloysius Adriandy Pratama L. 110110190169
Annisa Nugrahany 110110190174
Ramos Adi Perisai 110110190176
Fathiya Syifa Azzahra 110110190177

(KELOMPOK 2)

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2022
I. Dasar kewenangan untuk melakukan pengawasan terhadap lembaga peradilan oleh
Mahkamah Agung

A. Sejarah Pengawasan Peradilan


Pada tahun 1980-an Indonesia baru merasakan perlunya fungsi pengawasan dalam
penyelenggaraan negara. Hal ini ditandai dengan dibentuknya peraturan-peraturan
seperti:
a. Instruksi Presiden Nomor 15 Tahun 1983 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan
b. Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 1983 Tentang Pembentukan Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
c. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1989 Tentang Pedoman Pengawasan melekat.
Sampai dengan tahun 2001, pengawasan masih dilakukan oleh Mahkamah dengan cara
menunjuk Hakim Agung sebagai Penanggung Jawab Pengawasan Wilayah namun tanpa
memiliki struktur serta unit yang membantu.
Kemudian pada tahun 2001 atas usulan dari Mahkamah Agung RI dikeluarkanlah
Surat Keputusan Presiden RI Nomor 131 / M Tahun 2001 tanggal 23 April 2001 Tentang
Pengangkatan Ketua Muda Mahkamah Agung RI Urusan Pengawasan dan Pembinaan.
Jadi sejak tahun 2001 di Mahkamah Agung sudah ditunjuk seorang Hakim Agung yang
ditugaskan untuk melakukan pengawasan dan pembinaan yang merupakan salah satu
fungsi dari Mahkamah Agung, Namun pelaksanaan tugas Ketua Muda Mahkamah Agung
RI urusan Pengawasan dan Pembinaan ini tidaklah dapat terlaksana secara maksimal
karena tidak memiliki struktur dan tidak tersedianya Supporting Unit untuk membantu
melaksanakan tugas-tugasnya.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Mahkamah Agung mengajukan konsep
pembentukan unit Pengawasan dan Pembinaan kepada Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara, dimana Menteri memberikan persetujuannya dengan Surat Nomor 156 / M.PAN /
VI / 2002 tanggal 10 Juni 2002. Persetujuan tersebut oleh Panitera / Sekretaris Jenderal
Mahkamah Agung RI ditindaklanjuti dengan pembentukan Unit Asisten Bidang
Pengawasan dan Pembinaan Mahkamah Agung RI berdasarkan Surat Keputusan Panitera
/ Sekretaris Jenderal Mahkamah Agung RI Nomor : MA / PANSEK / 013 / SK . VI /
Tahun 2002 tanggal 12 Juni 2002 Tentang Perubahan Kedua Atas Keputusan Panitera /
Sekretaris Jenderal Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor : MA / PANSEK / 02 /
SK / Tahun 1986 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kepaniteraan / Sekretariat Jenderal
Mahkamah Agung Republik Indonesia. Berdasarkan Surat Keputusan tersebut,
dibentuklah struktur organisasi Asisten Bidang Pengawasan dan Pembinaan Mahkamah
Agung RI yang terdiri atas :
a. Seorang Pejabat Struktural Eselon IIa selaku Asisten Bidang Pengawasan dan
Pembinaan Mahkamah Agung RI ( Surat Keputusan Panitera / Sekretaris Jenderal
Mahkamah Agung RI Nomor : UP.IV / 116/ PSJ / SK / 2003 tanggal 14 April 2003
Tentang Pengangkatan Para Pejabat Struktural Eselon II di Lingkungan Sekretariat
Jenderal Mahkamah Agung RI ).
b. Sembilan orang Hakim Tinggi Pengawas / Pejabat Fungsional Pengawasan.
c. Tiga orang Pejabat Struktural Eselon III yaitu Kepala Bidang Peradilan Uum dan
Peradilan Tata Usaha Negara, Kepala Bidang Peradilan Agama dan Peradilan Militer
dan Kepala Bidang Peradilan Mahkamah Agung.
d. Enam orang Pejabat Struktural Eselon IV yang masing-masing adalah Kepala Sub
Bidang Peradilan Umum, Tata Usaha Negara, Agama, Militer, Mahkamah Agung dan
Tata Operasional.
e. Sebelas orang Staff.

B. Landasan Hukum Pelaksanaan Pengawasan oleh Lembaga Peradilan


Mahkamah Agung Republik Indonesia sebagai pengadilan negara tertinggi memiliki
kekuasaan untuk melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan peradilan, serta
melakukan pengawasan terhadap tingkah laku dan perbuatan para hakim di semua
lingkungan peradilan. Mengingat bahwa Bahwa tugas dan tanggung jawab Mahkamah
Agung dibidang pengaturan dan pengurusan masalah organisasi, administrasi, dan
finansial badan peradilan dibawah Mahkamah Agung, terkandung pula didalamnya aspek
pengawasan. Sejalan dengan hal ini, adapun dasar hukum terbentuknya Badan
Pengawasan Mahkamah Agung, yaitu :
a. Instruksi Presiden Nomor 15 Tahun 1983 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan
b. Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 1983 Tentang Pembentukan Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan
c. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1989 Tentang Pedoman Pengawasan melekat
d. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2005 tentang Sekretariat
Mahkamah Agung
Dengan adanya dasar hukum terbentuknya Badan Pengawasan Mahkamah Agung,
agar pengawasan dapat terlaksana dengan baik maka Mahkamah Agung menetapkan
Pedoman Pelaksanaan Pengawasan di lingkungan lembaga peradilan, sebagai petunjuk
bagi pengadilan tingkat pertama, pengadilan tingkat banding, dan Mahkamah Agung
dalam melakukan pengawasan, baik pengawasan melekat, maupun pengawasan
fungsional.
Selain itu adapun aturan yang berkaitan erat dengan badan pengawas yakni sebagai
berikut :
a. Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 9 Tahun 2016 tentang Pedoman
Penanganan Pengaduan (Whistleblowing System)
b. Peraturan Pemerintah No. 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil
II. Pengawasan Administrasi

A. Lingkup dan Landasan Hukum Pengawasan Secara Administratif oleh MA


terhadap Lembaga Peradilan
- Lingkup pengawasan MA yaitu:
a. Ruang lingkup pengawasan meliputi penyelenggaraan, pelaksanaan dan
pengelolaan organisasi, administrasi, dan finansial peradilan;
b. Sasaran pengawasan :
1) Lembaga peradilan yang meliputi Mahkamah Agung, pengadilan tingkat
banding, dan pengadilan tingkat pertama ;
2) Aparat peradilan di Lingkungan Mahkamah Agung, pengadilan tingkat
banding, dan pengadilan tingkat pertama.
Sedangkan, ruang lingkup pengawasan Rutin/Reguler MA;
a. Manajemen peradilan yang terdiri atas program kerja, pelaksanaan tugas,
pengawasan dan pembinaan, serta evaluasi kegiatan.
b. Administrasi peradilan yang terdiri atas administrasi perkara, administrasi
persidangan dan pelaksanaan eksekusi, serta administrasi umum.
c. Mutu pelayanan publik.
d. Kinerja pengadilan.

- Objek pengawasan yang bersifat administratif;


a. Administrasi Perkara
1) Prosedur penerimaan perkara.
2) Prosedur penerimaan permohonan banding.
3) Prosedur penerimaan permohonan kasasi.
4) Prosedur penerimaan permohonan peninjauan kembali.
5) Prosedur penerimaan permohonan grasi/remisi untuk perkara pidana.
6) Keuangan perkara.
7) Pemberkasan perkara dan kearsipan.
8) Pelaporan.
b. Administrasi persidangan dan pelaksanaan putusan
1) Sistem pembagian perkara dan penentuan majelis hakim.
2) Ketepatan waktu pemeriksaan dan penyelesaian perkara.
3) Minutasi perkara.
c. Administrasi Umum
1) Kepegawaian
2) Keuangan
3) Lnventaris
4) Perpustakaan, tertib persuratan dan perkantoran

- Landasan hukum pengawasan MA


a. Badan-badan Peradilan (Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer
dan Peradilan Tata Usaha Negara) sebagaimana dimaksud Pasal 10 Ayat (1)
Undang-undang No.14 Tahun 1970 secara organisatoris, administratif dan
finansial sampai saat ini masih berada dibawah Departemen yang bersangkutan,
walaupun menurut Pasal 11 (1) Undang-undang Nomor 35 Tahun 1999 sudah
dialihkan dibawah kekuasaan Mahkamah Agung.
b. Mahkamah Agung berwenang mengatur tugas serta tanggung jawab, susunan
organisasi dan tata kerja Kepaniteraan Pengadilan (Undang-undang No. 35 Tahun
1999 tentang Perubahan Atas Undang-undang No.14 Tahun 1970 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman).

B. Aspek Pengawasan Secara Administratif oleh MA terhadap Lembaga


Peradilan
Secara teoritis, pengawasan administratif yang dilakukan oleh MA terhadap
lembaga peradilan terbagi menjadi tiga bentuk, yaitu pengawasan administrasi perkara,
pengawasan administrasi persidangan dan pelaksanaan eksekusi, serta pengawasan
administrasi secara umum. Ketiga bentuk pengawasan administrasi ini, yang secara
keseluruhan tergabung menjadi satu pengawasan administrasi, dilaksanakan melalui
pelaksanaan pengawasan secara rutin (pengawasan reguler) oleh MA.
Pada pengawasan administrasi perkara, MA meninjau apakah perkara yang diadili
oleh suatu lembaga peradilan telah diperiksa dengan benar secara administratif atau tidak.
Pengawasan administrasi jenis ini terbagi ke dalam beberapa bentuk, yaitu:
a. Pengawasan terhadap prosedur penerimaan perkara;
b. Pengawasan terhadap prosedur penerimaan banding;
c. Pengawasan terhadap prosedur penerimaan kasasi;
d. Pengawasan terhadap prosedur penerimaan peninjauan kembali;
e. Pengawasan terhadap prosedur penerimaan grasi atau remisi untuk perkara pidana;
f. Pengawasan terhadap keuangan negara;
g. Pengawasan terhadap pemberkasan perkara dan kearsipan; dan
h. Pengawasan terhadap pelaporan.
Salah satu aspek pengawasan administrasi perkara oleh MA terhadap lembaga
peradilan ialah prosedur penerimaan perkara. Di sini, MA mengawasi apakah suatu
peradilan telah tepat atau tidak dalam menerima suatu perkara yang diajukan oleh pihak
yang berkepentingan dari segi administrasi. Misalnya, dalam perkara perdata, peradilan
yang menerima perkara perdata tersebut akan diawasi ketika menjalankan prosedur
penerimaan perkara itu, seperti apakah kelengkapan dokumen pendaftaran perkara
terpenuhi, termasuk berkas perkara, surat gugatan, surat kuasa khusus dan kartu advokat
(jika ada Penggugat mengajukan Kuasa Hukum), hingga biaya yang dibebankan kepada
pihak yang mengajukan perkara. Atau dalam perkara keagamaan, maka peradilan yang
menerima perkara akan diawasi apakah telah sesuai dalam menentukan sistem kelompok
meja yang menerima gugatan perkara, permohonan, hingga dalam menerima perlawanan
yang diberikan oleh pihak ketiga pada perkara tersebut.
Khusus dalam perkara pidana, baik itu perkara pidana umum maupun perkara
pidana khusus, maka pengawasan oleh MA terhadap peradilan dalam hal prosedur
penerimaan perkara juga akan melibatkan lembaga Kejaksaan yang berwenang untuk
menuntut terduga pelaku pidana. Di sini, MA akan mengawasi apakah lembaga peradilan
yang memeriksa perkara pidana telah benar secara administratif dalam bekerja sama
dengan Kejaksaan ketika memproses berkas perkara pidana, lengkap dengan surat
dakwaan dan surat-surat yang berhubungan dengan perkara tersebut, termasuk pula
barang bukti yang akan diajukan oleh Penuntut Umum dan didaftarkan dalam register
barang bukti. Tiap kelengkapan dan kekurangan berkas perkara yang diajukan oleh
Kejaksaan kepada lembaga peradilan yang bersangkutan akan dikonsolidasikan sebelum
berkas tersebut masuk ke tahap registrasi perkara dan selanjutnya naik ke proses
pemeriksaan oleh lembaga peradilan.
Pengawasan administrasi perkara juga melibatkan pengawasan terhadap proses
pemberkasan dan kearsipan oleh lembaga peradilan. Di sini, MA akan mengawasi apakah
berkas dari suatu perkara telah dibenahi dan ditata secara benar menurut tolok ukur
administrasi peradilan. Misalnya, apakah berkas tersebut ditata dalam sampul atau boks
bertuliskan data-data yang menunjukkan identitas perkara tersebut, atau apakah berkas
tersebut telah dikirimkan kepada para pihak paling lambat empat belas hari sejak tanggal
putusan diucapkan. Pada proses pemberkasan dan kearsipan ini, dapat diketahui bahwa
MA sesungguhnya menerapkan proses pengawasan di akhir yang menekankan pada
evaluasi korektif terhadap kinerja peradilan dalam hal pemberkasan suatu perkara setelah
kegiatan itu dilakukan.
Selanjutnya, pada pengawasan administrasi persidangan dan pelaksanaan
eksekusi, MA meninjau apakah proses persidangan yang dilaksanakan oleh suatu
peradilan dalam memeriksa suatu perkara, serta apakah pelaksanaan dari hasil putusan
dari proses persidangan yang dilaksanakan oleh peradilan tersebut memang telah sesuai
secara administratif atau tidak. Pengawasan administrasi jenis ini terbagi ke dalam
beberapa bentuk, yaitu:
a. Pengawasan terhadap sistem pembagian perkara dan penentuan majelis hakim;
b. Pengawasan terhadap ketepatan waktu pemeriksaan dan penyelesaian perkara;
c. Pengawasan terhadap minutasi perkara; dan
d. Pengawasan terhadap pelaksanaan putusan atau eksekusi.
Bentuk pengawasan administrasi persidangan dan pelaksanaan eksekusi ini sangat
penting, utamanya bagi pihak-pihak yang diadili di dalam perkara, seperti pihak
Terdakwa dalam peradilan perkara pidana. Pengawasan oleh MA dalam menilai apakah
lembaga peradilan telah melakukan waktu pemeriksaan dan penyelesaian secara benar
atau tidak sesungguhnya memberikan keadilan bagi mereka yang kelak akan berada di
posisi Terdakwa di peradilan perkara pidana yang lain. Misalnya, apakah lembaga
peradilan yang memeriksa suatu perkara pidana memeriksa perkara tersebut dalam batas
waktu satu hingga tiga bulan. Batas waktu pemeriksaan perkara pidana diatur demi,
antara lain, menjamin hak Terdakwa agar tidak diadili dalam waktu yang berlarut-larut.
Untuk itu, pengawasan MA memastikan pemenuhan hak Terdakwa yang demikian
terpenuhi sembari proses penegakan hukum tetap dijalankan.
Terakhir, pada pengawasan administrasi umum, MA meninjau aspek administrasi
dari tata kelola lembaga peradilan yang menjadi objek pengawasan. Dalam hal ini, MA
meninjau inventarisasi peradilan, keuangan, kepegawaian, perpustakaan, tertib persuratan
hingga pengelolaan perkantoran dari lembaga peradilan tersebut. Khusus dalam aspek
keuangan, maka pengawasan keuangan oleh MA terhadap lembaga peradilan akan
dibahas pada bab pengawasan keuangan yang berada di halaman berikutnya.

C. Tahap-tahap Pengawasan Secara Administratif


Seperti yang telah disebutkan diatas, terdapat 3 pengawasan yang dilakukan oleh
MA, yaitu: (1) Pengawasan administrasi perkara; (2) pengawasan administrasi
persidangan dan pelaksanaan eksekusi; dan (3) Pengawasan administrasi secara umum.
Dalam melaksanakan pengawasan-pengawasan tersebut, hal ini dilakukan oleh para
pejabat-pejabat yang berwenang. Dimana, hal ini dapat dilakukan melalui pengawasan
melekat, baik oleh atasan dari pejabat yang bersangkutan. Ataupun pengawasan
fungsional, dimana hal ini dilakukan oleh institusi-institusi tertentu yang secara khusus
dibentuk.
Dalam hal pengawasan administrasi perkara, hal ini diwajibkan untuk
memperoleh pengawasan Rutin yang dilaksanakan terhadap objek administrasi perkara.
Adapun pengawasan rutin adalah kegiatan pengawasan yang dilakukan terhadap periode
tertentu, guna memastikan adanya manajemen peradilan dengan baik dan benar serta
memastikan adanya tertib administrasi peradilan. Dalam kaitannya dengan administrasi
perkara, pengawasan administrasi perkara mencakup kebutuhan untuk menguji apakah
prosedur-prosedur tertentu telah dilaksanakan sebagaimana mestinya atau tidak. Prosedur
ini meliputi:
a. Prosedur penerimaan perkara.
b. Prosedur penerimaan permohonan banding.
c. Prosedur penerimaan permohonan kasasi.
d. Prosedur penerimaan permohonan peninjauan kembali.
e. Prosedur penerimaan permohonan grasi/remisi untuk perkara pidana.
f. Keuangan perkara.
g. Pemberkasan perkara dan kearsipan.
h. Pelaporan.
Lebih lanjut, pengawasan administrasi persidangan merupakan bentuk
pengawasan yang dilakukan terhadap seluruh kegiatan yang harus dilakukan untuk
pelaksanaan persidangan, meliputi sistem pembagian perkara, penentuan majelis hakim,
penentuan hari sidang, pemanggilan, pembuatan berita acara persidangan, dan tertib
persidangan. Adapun pengawasan di bawah Mahkamah Agung mengharuskan adanya
Pengawasan Rutin yang dilakukan terhadap objek pengawasan tersebut. Dalam cakupan
objeknya, hal ini meliputi;
a. Sistem pembagian perkara dan penentuan majelis hakim.
b. Ketepatan waktu pemeriksaan dan penyelesaian perkara.
c. Minutasi perkara.
d. Pelaksanaan putusan (eksekusi)
Lebih lanjut, mengenai pengawasan administrasi secara umum. Pengawasan ini
berkaitan dengan objek berupa kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dibidang
kepegawaian, keuangan, inventaris, perpustakaan, tertib persuratan, tertib perkantoran,
dan lain-lain. Dalam hal ini, objek pengawasan administrasi umum meliputi:
a. Kepegawaian
b. Keuangan
c. Inventaris
d. Perpustakaan, tertib persuratan dan perkantoran

III. Pengawasan Keuangan


A. Lingkup dan Landasan Hukum Pengawasan Keuangan oleh MA terhadap
Lembaga Peradilan
Ruang lingkup dari hukum pengawasan keuangan yang dilakukan oleh MA
terhadap lembaga peradilan adalah APBN yang terdapat dalam lembaga peradilan,
dana/bantuan pihak ketiga yang sedang berjalan (current audit), dan dana/bantuan yang
telah direalisasikan beserta neraca (post audit) yang meliputi audit ketaatan, audit
keuangan, dan audit operasional. Pengawasan keuangan yang dilakukan oleh MA hanya
terbatas pada ruang lingkup diatas dimana jika memang terdapat suatu permasalahan
keuangan di dalam lembaga peradilan di luar ruang lingkup MA maka permasalahan
tersebut dapat diurus oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang juga sebagai lembaga
pengawas yang bergerak di bidang keuangan.
MA dalam menjalankan tugasnya untuk menjadi lembaga pengawas keuangan
terhadap lembaga peradilan tentunya harus didasari oleh undang-undang atau hukum
untuk dapat mendukung jalannya tugas MA tersebut, landasan hukum pengawasan
keuangan oleh MA terhadap lembaga peradilan, yaitu :
a. Pasal 79 UU Nomor 14 tahun 1985 yang berisi Mahkamah Agung dapat mengatur
lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan
apabila terdapat hal-hal yang belum cukup diatur dalam Undang-Undang ini. Dalam
hal ini termasuk ke dalamnya adalah pengawasan keuangan yang diperlukan untuk
memastikan kelancaran penyelenggaraan peradilan.
b. Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia nomor
KMA/080/SK/VIII/2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan di Lingkungan
Lembaga Peradilan, dimana dalam keputusan ini menjelaskan bentuk-bentuk
pengawasan yang dilakukan oleh MA termasuk Pengawasan Keuangan terhadap
lembaga peradilan.
c. Keppres Nomor 21 tahun 2004 tentang Pengalihan Organisasi, Administrasi, dan
Finansial di Lingkungan Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara, dan
Peradilan Agama ke Mahkamah Agung. Sehingga MA memiliki kewenangan untuk
memeriksa finansial di lingkungan peradilan umum, TUN, dan agama.

B. Aspek atau Jenis Pengawasan Keuangan


Pada dasarnya, bentuk dari pengawasan keuangan adalah pemeriksaan, yaitu
pemeriksaan terhadap penyelenggaraan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) serta dana/bantuan pihak ketiga yang sedang berjalan (Current Audit), dan atau
yang telah direalisasikan beserta neraca (Post Audit) yang meliputi Audit Ketaatan
(terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku), Audit Keuangan (dengan
menggunakan standar akuntansi yang berlaku), dan Audit Operasional (apakah
pengelolaan APBN telah dilakukan secara ekonomis, efisien, dan efektif). Artinya, dapat
dilihat bahwa jenis pelaksanaan pengawasan keuangan tersebut meliputi:
a. Current Audit
yaitu pemeriksaan atas pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) dan dana/bantuan pihak ketiga yang sedang berjalan yang merupakan bagian
dari pengawasan reguler/rutin;
b. Post Audit
yaitu pemeriksaan dan review atas laporan realisasi Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) dan neraca, yang mencakup:
c. Audit Ketaatan
bertujuan memberikan informasi kepada pimpinan pengadilan tingkat pertama,
tingkat banding, dan Mahkamah Agung, serta pihak-pihak yang berkepentingan
tentang kesesuaian antara kondisi dengan peraturan perundang- undangan yang
berlaku.
d. Audit Keuangan
bertujuan memberikan informasi kepada pimpinan pengadilan tingkat pertama,
tingkat banding, dan Mahkamah Agung serta pihak-pihak yang berkepentingan
tentang kesesuaian antara informasi kuantitatif yang disajikan oleh manajemen
dengan prinsip dan standar akuntansi yang berlaku bagi pengelola keuangan dan
pelaksana kegiatan.
e. Audit Operasional
bertujuan menilai apakah kegiatan yang dilakukan khususnya pengelolaan APBN
telah dilakukan dan dapat dipertanggungjawabkan oleh pengelola keuangan atau
pelaksana kegiatan secara ekonomis, efisien, dan efektif.

C. Tahap-Tahap Pengawasan Keuangan di Lingkungan Peradilan oleh


Mahkamah Agung
Dalam pelaksanaan pengawasan keuangan di lingkungan peradilan yang dilakukan oleh
Mahkamah Agung terbagi ke dalam 3 tahap yaitu :
- Tahap Pra-Pelaksanaan
a. Penentuan Objek Pemeriksaan
1) Setiap tahunnya dilakukan penentuan objek pemeriksaan keuangan untuk
satuan kerja/satuan organisasi di lingkungan Mahkamah Agung, karena unit
pengawasan internal harus mereview dan ikut menandatangani laporan
keuangan sebelum disampaikan kepada Menteri Keuangan RI.
2) Objek pemeriksaan untuk pengadilan-pengadilan dari keempat lingkungan
peradilan ditentukan secara sistematis sesuai dengan program kerja
pengawasan tahunan.
3) Objek pemeriksaan sesuai berdasarkan perintah khusus dari Pimpinan
Mahkamah Agung dan atau Kepala Badan Pengawasan Mahkamah Agung.
4) Objek pemeriksaan keuangan sesuai atas permintaan manajemen pengelola
keinginan dan atau pelaksana kegiatan.
5) Objek pemeriksaan dapat berdasar karena adanya pengaduan baik dari
internal maupun eksternal tentang adanya penyimpangan atau kecurangan.
6) Objek pemeriksaan dapat ditentukan apabila Badan Pengawasan Mahkamah
Agung menemukan indikasi penyimpangan atau kecurangan, baik setelah
mempelajari laporan-laporan keuangan, maupun pada saat melakukan
pemeriksaan reguler/rutin.
b. Persiapan Pemeriksaan
Dalam proses persiapan untuk melakukan pemeriksaan maka akan dilakukan
hal-hal sebagai berikut :
1) Penunjukkan tim pemeriksa dalam bentuk surat tugas;
2) Pengumpulan dan penelaahan data beserta informasi umum dari objek
pemeriksaan yang meliputi bahan-bahan sebagai berikut :
● Peraturan perundang-undangan, pedoman dan kebijaksanaan yang
berlaku terhadap objek yang diperiksa;
● Dokumen daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA) dan petunjuk
pelaksanaannya;
● Data umum objek yang diperiksa;
● Laporan-laporan kegiatan yang dibuat oleh objek yang akan diperiksa;
● Laporan hasil pemeriksaan sebelumnya;
● Sumber informasi lain yang dapat memberikan kejelasan mengenai
kegiatan dari objek yang diperiksa.
3) Penyusunan Program Kerja Pemeriksaan (PKP).
● Menyusun organisasi pemeriksaaan.
● Menyusun jadwal waktu pemeriksaan
● Menentukan objek, sasaran dan ruang lingkup pemeriksaan.
● Menyusun Langkah-langkah pemeriksaan.
4) Penyusunan Daftar Pertanyaan Pengendalian Intern, yang dilakukan dengan
menyusun daftar pertanyaan sesuai dengan objek, sasaran dan ruang lingkup
pemeriksaan;
5) Pemberitahuan rencana pemeriksaan kepada objek pemeriksaan.

- Tahap Pelaksanaan
a. Pertemuan Awal
Diawali dengan pertemuan antara tim pemeriksa dari Badan Pengawasan
Mahkamah Agung dengan pimpinan dan atau atasan langsung dari bendahara
untuk menyampaikan surat tugas dari Kepala Badan Pengawasan Mahkamah
Agung dan memperlihatkan surat bukti diri sebagai petugas pemeriksa, serta
menjelaskan :
1) Maksud dan tujuan kedatangan tim pemeriksa;
2) Rencana kegiatan pemeriksaan yang meliputi tujuan pemeriksaan, periode
pemeriksaan dan lama waktu pemeriksaan;
3) Rencana untuk menghubungi pejabat/petugas yang terkait dan meminta
penjelasan, dokumen dan informasi yang diperlukan, serta gambaran umum
tentang obrik, termasuk kendala-kendala yang dihadapi.

b. Penutupan Kas
1) Memerintahkan bendahara untuk menutup buku kas umum (BKU) dengan
cara sebagai berikut :
● Menjumlahkan seluruh penerimaan yang tercantum pada sisi debet
pembukuan bulan terakhir/saat pemeriksaan;
● Menjumlahkan seluruh pengeluaran yang tercantum pada sisi kredit
pembukuan bulan terakhir/saat pemeriksaan;
● Menentukan saldo BKU yaitu : saldo kurang dicantumkan pada sisi debet,
saldo lebih dicantumkan pada sisi kredit, jumlah total setelah ditambah
saldo kurang/lebih pada sisi debet/kredit harus sama jumlahnya
(berimbang).
2) Membuat pernyataan/keterangan mengenai penutupan BKU yang ditulis
setelah total pada sisi kredit, dengan kalimat sebagai berikut :
Pada hari ini .................... (tanggal, bulan, tahun), buku kas umum ditutup
atas perintah tim pemeriksa Badan Pengawasan Mahkamah
Agung/pengadilan tingkat banding dengan surat tugas Nomor....................
tanggal............. dengan perincian sebagai berikut :
– Jumlah penerimaan : Rp. ......................
– Jumlah pengeluaran : Rp. ......................
– Saldo buku : Rp. .......................
– Saldo kas : Rp. ………………
– Uang tunai : Rp.........................
– Saldo Bank : Rp.........................
Rp. .......................
– Selisih kurang/lebih antara saldo kas dan saldo buku : Rp ………
Penutupan diatas ditandatangani oleh bendahara dan atasan langsung
bendaharawan serta pemeriksa.

c. Pengujian Perhitungan Keuangan


1) Melakukan perhitungan keuangan dengan mencatat dan menjumlahkan
seluruh data penerimaan dan pengeluaran uang yang nilainya tertera dalam
Surat Permintaan Pembayaran (SPP), Surat Perintah Membayar (SPM), dan
bukti-bukti lainnya kedalam formulir yang telah dipersiapkan per jenis
kegiatan dan Mata Anggaran Keluaran (MAK), untuk mengetahui saldo
perhitungan yang seharusnya.
2) Membandingkan saldo perhitungan dengan saldo kas hasil pemeriksaan (kas
opname) dan saldo buku. Apabila terdapat selisih lebih atau kurang, maka
harus dilakukan penelitian tentang sebab-sebabnya.
3) Membuat penilaian atas pengujian perhitungan keuangan.

d. Pemeriksaan Pencatatan Data Umum Objek Pemeriksaan


1) Meminta kepada bendahara untuk menyiapkan surat keputusan (SK)
pengangkatan bendahara, atasan langsung, dan pembuat daftar gaji.
2) Mencatat data umum satuan organisasi/kantor yang diperiksa sebagai berikut
: Nama kantor yang diperiksa, Alamat kantor, Pengelolaan keuangan, Data
atasan langsung bendahara, Bendahara penerima, Bendahara pengeluaran,
Pembuat daftar gaji, Anggaran yang diperiksa, Masa yang diperiksa, Kantor
pembayar.
3) Mencatat laporan hasil pemeriksaan (LHP) terakhir meliputi :
● Nama instansi pengawasan, nomor dan tanggal
● Hal-hal yang penting yang belum ditindaklanjuti dan sebabnya.

e. Pemeriksaan Pengendalian Keuangan


1) Menelaah pembagian dan uraian tugas pejabat/pegawai yang terkait dengan
pengelolaan keuangan.
2) Memeriksa ada/tidak ada, jabatan rangkap yang dilarang oleh ketentuan yang
berlaku dan atau jabatan rangkap lain yang menghambat pelaksanaan tugas
serta dengan meminta penjelasan atas tugas rangkap tersebut.
3) Memeriksa rencana penggunaan anggaran sebagai penjabaran anggaran
(DIPA) yang menggambarkan kebutuhan untuk satu tahun anggaran, sesuai
dana yang tersedia dalam DIPA.
4) Memeriksa pelaksanaan pemeriksaan kas bendaharawan oleh atasan
langsung berupa :
● Cara pemeriksaan.
● Penyampaian hasil pemeriksaan Kas dan Lampirannya.
5) Memeriksa prosedur pengelolaan keuangan.
6) Memeriksa pengendalian pengeluaran uang oleh pejabat struktural sesuai
dengan jenjang/hirarki.
7) Memeriksa apakah bendaharawan telah mengikuti diklat/penataran
bendaharawan.
8) Membuat penilaian terhadap pelaksanaan pengendalian apakah telah sesuai
dengan ketentuan.

f. Pemeriksaan Penatausahaan Keuangan


1) Memeriksa kelengkapan buku-buku yang dipergunakan oleh bendahara
Pengeluaran meliputi buku kas umum (BKU) yang dilengkapi dengan
buku-buku pembantu antara lain buku pengawasan kredit anggaran
per-MAK, buku bank, buku pembantu uang persediaan, buku pajak dan buku
register surat perintah membayar (SPM).
2) Memeriksa siapa yang mengerjakan buku kas umum, oleh bendahara
pengeluaran atau orang yang ditunjuk oleh pejabat yang berwenang.
3) Memeriksa cara mengerjakan pembukuan antara lain :
● Halaman pertama BKU dicatat jumlah halaman, tanggal dimulai
digunakan dan ditandatangani oleh atasan langsung bendahara
pengeluaran.
● Pencatatan bukti pengeluaran kedalam BKU dilakukan sebelum dicatat
dalam buku-buku pembantu, penerimaan dicatat pada sisi debet,
pengeluaran dicatat pada sisi Kredit.
4) Memeriksa pencatatan seluruh penerimaan dan pengeluaran oleh bendahara
pengeluaran pada BKU dan melakukan pengujian penjumlahannya.
5) Memeriksa cara penyimpanan uang tunai dan uang yang ada di bank.
6) Memeriksa cara penyimpanan dokumen keuangan negara.
7) Membuat penilaian apakah penatausahaan keuangan telah dilakukan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.

g. Pemeriksaan Penerimaan Anggaran


1) Memeriksa apakah pengajuan surat permintaan pembayaran dana tambahan
keuangan (SPP-DU) ke kantor pelayanan perbendaharaan negara (KPPN)
tidak mengalami keterlambatan. Apabila terjadi keterlambatan harus jelas
sebab-sebabnya dan jika tidak jelas atau tidak beralasan atau alasan tidak
dapat diterima maka bendahara tersebut dapat dikenakan sanksi administratif.
2) Membandingkan jumlah anggaran yang diajukan dalam SPP dengan nilai
realisasi dalam SPM nya.
3) Memeriksa SPP dan SPM serta membandingkan dengan Pagu Triwulan.
4) Memeriksa proses dan kelengkapannya atas :
● SPP/SPM tambahan uang persediaan (TUP).
● SPP/SPM langsung (LS).
● SPP/SPM LS belanja pegawai.
5) Memeriksa SPP penggantian uang (GU) sebagai pertanggungjawaban
penggunaan anggaran yang ditolak KPPN.
6) Membandingkan anggaran yang diserap (SPM) dengan jumlah anggaran
dalam DIPA untuk masing-masing MAK pada setiap jenis kegiatan, siapa
dan kapan laporan tersebut disampaikan.

h. Pemeriksaan Penerimaan Negara


1) Memeriksa prosedur, cara menghitung :
● Pajak pertambahan nilai (PPn) dan pajak penghasilan (PPh).
● Sewa rumah dinas, bangunan, tanah dan peralatan milik negara.
● Pelaksanaan tuntutan perbendaharaan (TP)/tuntutan ganti rugi (TGR).
● Pengenaan denda keterlambatan / tidak sesuai dengan perjanjian/kontrak.
● Biaya dokumen lelang.
● Hasil pelelangan barang, milik negara.
● Komisi.
● Rabat.
● Potongan.
● Bunga penyimpanan uang negara/jasa giro.
● Sisa UP.
● Penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
● Penerimaan negara hibah, tukar-menukar barang milik negara dan
sebagainya.
2) Memeriksa penyetoran atas penerimaan negara tersebut diatas dan ketepatan
waktunya.
3) Membandingkan antara realisasi penerimaan dengan target yang ditetapkan
dalam DIPA.
4) Membuat penilaian apakah pertanggungjawaban keuangan telah dilakukan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

i. Pemeriksaan Pengeluaran
1) Memeriksa bukti pengeluaran yaitu dengan meneliti :
● Keabsahan tanda bukti.
● Kelengkapan tanda bukti/lampiran yang diperlukan.
● Pembebanan mata anggaran apakah sesuai dengan nilai dalam DIPA.
2) Memeriksa kehematan efisiensi dan efektifitas pengeluaran anggaran dengan
melakukan pemeriksaan terhadap bidang terkait.
3) Memeriksa prosedur dan kebenaran :
● Belanja barang/jasa/modal (terlampir).
● Perjalanan dinas.
● Subsidi dinas.
4) Memeriksa pelaksanaan pembayaran kepada rekanan.
5) Memeriksa pelaksanaan anggaran apakah telah sesuai dengan dana yang
tersedia dalam DIPA.
6) Memeriksa realisasi belanja pegawai apakah bukti penerimaan telah
ditandatangani oleh yang bersangkutan.
7) Membuat penilaian terhadap hasil pengeluaran diatas apakah telah sesuai
dengan ketentuan.

j. Pemeriksaan Pertanggungjawaban Keuangan


Dilakukan dengan :
1) Meminta berkas laporan berikut persiapan laporan yang akan dibuat.
2) Memeriksa kebenaran cara pengisian blangko laporan keadaan kas anggaran
rutin (LKKAR).
3) Memeriksa kebenaran materi laporan.
4) Memeriksa ketepatan waktu pembuatan dan pengiriman LKKAR kepada
instansi terkait.
5) Memeriksa keabsahan pembuatan laporan.

k. Pemeriksaan Pembuatan Daftar Realisasi Keuangan


1) Mengumpulkan data hasil pengujian perhitungan keuangan yang telah dicatat
dalam blangko (terlampir).
2) Menuangkan hasil perhitungan yang telah dihimpun ke dalam blangko daftar
perhitungan keuangan.
3) Menguji kebenaran angka-angka yang telah dituangkan dalam blangko
tersebut.
4) Menyampaikan daftar perhitungan kepada ketua tim untuk direview.
5) Mengetik daftar perhitungan realisasi keuangan.
6) Menanda tangani daftar perhitungan yang telah dibuat.

l. Penyusunan Kertas Kerja Pemeriksaan


Tim pemeriksa, baik ketua tim maupun anggota tim pada waktu melaksanakan
tugasnya, selalu mengadakan pencatatan pada Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP)
yang merupakan kelengkapan tim pemeriksa pada waktu menjalankan tugasnya.
KKP itu merupakan data administrasi yang diperoleh sewaktu menjalankan tugas
dan data-data tersebut akan dijadikan dasar untuk pembuatan Laporan Hasil
Pemeriksaan (LHP).

m. Menginventarisir temuan hasil pemeriksaan dan dokumen/bukti-bukti


pendukung
1) Membuat lembar temuan pemeriksaan (LTP) apabila terdapat
temuan/penyimpangan.
2) Meminta tanggapan/komentar obrik atas temuan tersebut.
3) Merumuskan penilaian dari hasil pemeriksaan ke dalam uraian hasil
pemeriksaan (UHP).

n. Perkiraan Temuan Pemeriksaan


1) Menurut sifatnya
● Penyimpangan, merupakan perbuatan yang tidak sesuai dengan rencana
yang telah ditetapkan dan atau memenuhi peraturan perundang-undangan
serta ketentuan lain yang berlaku.
● Penyelewengan, suatu bentuk penyimpangan yang sengaja dilakukan
dengan maksud untuk memperoleh manfaat bagi diri sendiri, orang lain,
atau badan/ kelompok tertentu.
● Pelanggaran, merupakan perbuatan yang dengan sengaja menghilangkan
atau memiliki tanpa izin sesuatu barang untuk keuntungan sendiri, orang
lain dan atau badan/ kelompok.
● Penyalahgunaan wewenang, dinyatakan dengan perbuatan yang dengan
sengaja menggunakan atau melampaui kewenangan, kesempatan atau
sarana yang ada.
● Penyuapan, merupakan perbuatan berupa memberi hadiah atau suatu janji
dengan maksud agar penerimaannya dalam jabatan atau kedudukannya
berbuat atau melalaikan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya.
● Korupsi, berupa perbuatan seseorangan yang dengan melawan hukum
memperkaya diri sendiri, orang lain dan/atau badan/kelompok tertentu
yang secara tidak langsung atau langsung merugikan keuangan negara.
2) Menurut Jenisnya
● Kebocoran yang merugikan negara.
- Ketekoran kas.
- Uang negara yang diambil untuk kepentingan pribadi.
- Pengeluaran fiktif.
- Harga pengadaan/pelaksanaan pekerjaan lebih tinggi dari seharusnya.
- Biaya yang dikeluarkan untuk pekerjaan/ pengadaan yang sebenarnya
tidak perlu dilakukan.
● Kewajiban penyetoran kepada negara.
- Pajak yang telah dipungut oleh bendahara tetapi belum/terlambat
disetorkan ke kas negara.
- Denda atas kelambatan pekerjaan/pengadaan barang telah dipungut,
tetapi belum disetorkan ke kas negara.
● Pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku
● Penyimpangan dari ketentuan penggunaan anggaran dan atau dari batas
jumlah anggaran yang telah ditetapkan.
● Hambatan terhadap kelancaran pembangunan, merupakan temuan berupa
penyimpangan dari jadwal selesainya pekerjaan atau tidak tercapainya
target.

o. Pertemuan Akhir
Pada saat pemeriksaan telah selesai, dilakukan pertemuan akhir. Pertemuan ini
sebaiknya dilakukan dengan orang yang sama pada saat dilakukan pertemuan
awal, yaitu Pimpinan obrik. Pertemuan akhir ini bertujuan untuk:
1) Mempresentasikan temuan-temuan hasil pemeriksaan oleh tim;
2) Mengkomunikasikan hasil pemeriksaan untuk mendapat pemahaman dari
entitas yang diperiksa;
3) Membicarakan temuan pemeriksaan, kesimpulan pemeriksaan dan untuk
memperoleh tanggapan/komentar dari entitas yang diperiksa mengenai
temuan-temuan pemeriksaan tersebut, serta kebenaran materi temuan dan
validitas bukti pemeriksaan;
4) Penyerahan pokok-pokok hasil pemeriksaan (P2HP).

- Tahap Pasca-Pengawasan
a. Pelaporan Pemeriksaan Keuangan
1) Hasil pelaksanaan pemeriksaan yang dilakukan oleh tim pemeriksa
dituangkan secara tertulis kedalam bentuk laporan hasil pemeriksaan (LHP).
LHP merupakan bukti penyelesaian tugas pemeriksaan bagi tim pemeriksa
yang dibuat dan disampaikan kepada pemberi tugas yaitu Kepala Badan
Pengawasan Mahkamah Agung.
2) Bentuk Laporan.
Bentuk laporan terdiri atas 2 (dua) macam, yaitu :
● Laporan bentuk pendek (surat) dimaksudkan untuk melaporkan hasil
pemeriksaan terhadap :
- Gambaran secara umum pelaksanaan tugas pokok dan fungsi instansi.
- Temuan dan saran yang sifatnya strategis dan mendesak untuk
ditindaklanjuti oleh instansi.
- Penilaian atas kinerja aspek perhatian pemeriksaan atas
penyelenggaraan peradilan.
● Laporan bentuk panjang (bab) sesuai dengan ketentuan dalam lampiran
III Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor : KMA/ 080/ SK / VIII /
2006

b. Pemantauan Tindak Lanjut


1) Maksud pemantauan tindak lanjut pemeriksaan adalah untuk :
● Memastikan bahwa saran/rekomendasi Badan Pengawasan Mahkamah
Agung yang dimuat dalam hasil pemeriksaan telah dilaksanakan secara
memadai dan tepat waktu oleh obrik;
● Mengetahui perkembangan tindak lanjut saran/rekomendasi dalam hasil
pemeriksaan yang lalu dan masih belum ditindak lanjuti.
● Memonitor tindakan koreksi yang sudah dilakukan oleh manajemen, serta
hasil dan pengaruhnya bagi obrik;
● Memastikan bahwa temuan yang diperoleh dalam pemeriksaan
sebelumnya tidak dijumpai lagi dalam pemeriksaan yang sedang
dilaksanakan.

2) Mekanisme pelaksanaan pemantauan tindak lanjut sebagai berikut :


● Meminta data/dokumen/bukti tentang pelaksanaan kontrak kinerja kepada
obrik;
● Obrik melaporkan dengan melampirkan bukti pelaksanaan kontrak
kinerja kepada Badan Pengawasan Mahkamah Agung;
● Apabila obrik tidak melaksanakan butir IV.2.b dikenakan sanksi
administratif, tuntutan perdata dan atau pidana.

Anda mungkin juga menyukai