Anda di halaman 1dari 109

PENGARUH BEBAN KERJA DAN DUKUNGAN SOSIAL

TERHADAP BURNOUT PADA KARYAWAN PT. X

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Psikologi (S. Psi.)

Oleh:
ISNIA PRIJAYANTI
NIM: 1110070000048

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H / 2015 M
ABSTRAK

A) Fakultas Psikologi
B) April 2015
C) Isnia Prijayanti
D) Pengaruh Beban Kerja dan Dukungan Sosial terhadap Burnout pada Karyawan
PT. X
E) xii + 87 halaman + lampiran
F) Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh beban kerja dan dukungan
sosial terhadap burnout pada karyawan PT. X. Penulis berteori bahwa beban
kerja (physical demand, effort, mental demand, temporal demand, frustration
level, dan performance) dan dukungan sosial (dukungan emosional, dukungan
instrumental, dukungan informasi, dukungan persahabatan) mempengaruhi
burnout yang terjadi pada karyawan bank.

Penelitian ini menggunakan pendekatan metode kuantitatif dengan analisis


regresi berganda. Sampel berjumlah 166 karyawan PT.X yang diambil dengan
teknik probability sampling. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan skala
Maslach Burnout Inventory (MBI), penulis membuat skala beban kerja
berdasarkan dimensi Nasa-Task Load Index, dan penulis juga membuat skala
dukungan sosial berdasarkan dimensi yang diusulkan oleh Sarafino.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan dari
variabel beban kerja terhadap burnout.Hasil uji hipotesis minor yang menguji
pengaruh dari keenam dimensi beban kerja hanya dua dimensi dari beban kerja
yang berpengaruh terhadap burnout, yaitu mental demand dan frustration level
sedangkan dukungan sosial tidak berpengaruh terhadap burnout pada karyawan.

G) Bahan Bacaan: 16 Buku + 20 Jurnal + 2 Artikel

v
ABSTRACT

A) Faculty of Psychology
B) April 2015
C) Isnia Prijayanti
D) Effect of Workload and Social Support for the Employee Burnout PT. X
E) xii + 87 pages + 11 attachments
F) This study was conducted to determine the effect of workload and burnout social
support to the employees of PT. X. The authors theorized that the workload
(physical demand, effort, mental demand, temporal demand, frustration level,
and performance) and social support (emotional support, instrumental support,
support information, support friendship) affect burnout happens to the employees
of the bank.

This study uses a quantitative method approach with multiple regression


analysis. PT.X employees totaled 166 samples taken with probability sampling
techniques. In this study, the authors used a scale of Maslach Burnout Inventory
(MBI), the author makes the scale of the workload is based on the dimensions of
NASA-Task Load Index, and the author also makes the scale of social support
based on the dimensions proposed by Sarafino.

The results showed that there was a significant effect of the variable workload
against minor burnout.Hasil hypothesis testing that examines the effect of the six
dimensions of workload only two dimensions of workload that affect burnout,
mental demand and frustration that while the level of social support had no effect
against burnout on employees.

G) References: 16 books + 20 journals + 2 articles

vi
KATA PENGANTAR

Segala puji serta syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan segala nikmat
Nya kepada manusia. Banyak pihak yang telah membantu sehingga karya ini
terselesaikan, maka penulis mengucapkan ribuan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag, M.Si, Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, dan Bapak Dr. Abdul
Rahman Shaleh, M.Si,Wakil Dekan Fakultas Psikologi serta jajarannya yang
telah memfasilitasi mahasiswa dalam rangka menciptakan lulusan yang
berakhlak dan berkualitas.
2. Ibu Desi Yustari Muchtar, M.Psi.,Psi selaku dosen pembimbing skripsi yang
telah membimbing dan mengarahkan penulis dengan ketulusan dan kesabaran
serta memberikan wawasan baru terhadap penulis.
3. Bapak Drs. Akhmad Baidun, M.Si selaku dosen pembimbing akademik serta
seluruh dosen dan staf Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
yang telah membantu dalam penyelesaian karya ini.
4. Bapak Supriadi S.Pd, Ibu Hodijah (Almarhumah), Ibu Destiati, orangtua
tercinta yang merupakan motivasi terbesar penulis dalam menyelesaikan
karya ini, yang selalu mendukung, mendoakan serta mengorbankan segala
yang dimilikinya untuk kebahagiaan penulis. Priyanti Ahadiani S.Pd, Fajar
Prastian Barges S.Pd, Sulistya, Irbiani, Rafardhan, kakak dan adik penulis
yang telah membantu dan memberikan semangat kepada penulis. Serta
seluruh keluarga besar yang selalu membantu dan memberikan kemudahan
kepada penulis.
5. PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Kantor Cabang Syariah Jakarta
Selatan yang telah memberikan kemudahan kepada penulis untuk mengambil
data kepada para karyawan bank sebagai responden dalam karya ini.

vii
6. Novriyanda Satri S.E yang tidak pernah bosan memberikan bantuan,
semangat, serta menemani penulis menyelasaikan karya ini.
7. Chipa, Nisyub, Teteh tyyas, Ncan, dan Bedil yang telah banyak membantu,
menghibur, mendengarkan segala curahan hati penulis selama penulis
menuntut ilmu di Universitas ini.
8. Terimakasih untuk Azkya Milfa dan Rahmatya Iskandar yang telah banyak
membantu penulis dalam menyelesaikan karya ini. Untuk semua keluarga
Psikologi khususnya B’2010, yang selalu menghiasi hari-hari dan menjadi
inspirasi penulis Estu, Katty, Putri, Anita, Retno, Lian, Didik, Ainun, Latul,
Sunny, Acing, Winda, Nita, Ajeng, Gina, Niken, Dhila, Aini, Isti, Saul, Yuni,
Qory, Sabe, Viny, Chintya, Haris, Derry, Hilmi, Danar, Iki, Gian, Bobby, dan
Adit.
9. Dan teman-teman Psikologi UIN angkatan 2010 yang tidak disebutkan satu
per satu terima kasih banyak, semoga silaturahmi ini tetap terjaga dan sukses
untuk kita semua.
10. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
memberikan doa, dukungan, serta bantuannya kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa dalam karya ini terdapat banyak kekurangan dan
kesalahan, oleh karenanya penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun.
Penulis berharap semoga karya ini dapat memberikan manfaat kepada penulis,
pembaca, pihak terkait, serta peneliti yang ingin mengelaborasi penelitian ini.

Jakarta, 27 April 2015

Penulis

viii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i


HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................... iii
PERNYATAAN .............................................................................................. iv
ABSTRAK ..................................................................................................... v
KATA PENGANTAR .................................................................................... vi
DAFTAR ISI .................................................................................................. viii
DAFTAR TABEL ......................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xi

BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................. 1-12


1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................................ 1
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah .................................................... 9
1.2.1 Pembatasan masalah ................................................................. 9
1.2.2 Perumusan masalah ................................................................... 10
1.3 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ............................................ 10
1.3.1 Tujuan Penelitian ....................................................................... 10
1.3.2 Manfaat Penelitian ..................................................................... 11
1.4 Sistematika Penulisan ........................................................................... 11
BAB 2 LANDASAN TEORI ........................................................................ 13-36
2.1 Burnout .................................................................................................. 13
2.1.1 Definisi Burnout ......................................................................... 13
2.1.2 Perbedaan Burnout dan Fatigue ................................................. 16
2.1.3 Dimensi Burnout ......................................................................... 17
2.1.4 Pengukuran Terhadap Burnout ................................................... 18
2.1.5 Faktor-faktor Penyebab Burnout ................................................ 19
2.2 Beban Kerja ........................................................................................... 22
2.2.1 Definisi Beban Kerja ................................................................... 22
2.2.2 Dimensi Beban Kerja .................................................................. 23
2.2.3 Pengukuran Beban Kerja............................................................. 25
2.3 Dukungan Sosial ................................................................................... 26
2.3.1 Definisi Dukungan Sosial .......................................................... 26
2.3.2 Dimensi Dukungan Sosial .......................................................... 27
2.3.3 Pengukuran Dukungan Sosial .................................................... 29
2.4 Kerangka Berpikir ................................................................................. 30
2.5 Hipotesis ................................................................................................ 36

ix
x

BAB 3 METODELOGI PENELITIAN ...................................................... 37-66


3.1 Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling ............................................... 37
3.1.1 Populasi dan Sampel Penelitian ................................................ 37
3.1.2 Teknik Sampling ........................................................................ 37
3.2 Variabel Penelitian ................................................................................. 38
3.2.1 Identifikasi Variabel Penelitian .................................................. 38
3.2.2 Definisi Operasional Variabel Peneltian ................................... 39
3.3 Instrumen Penelitian .............................................................................. 41
3.4 Pengujian Validitas Konstruk ............................................................... 45
3.4.1 Uji Validitas Konstruk Beban Kerja ......................................... 48
3.4.2 Uji Validitas Konstruk Dukungan Sosial .................................. 55
3.4.3 Uji Validitas Konstruk Burnout ................................................ 60
3.5 Teknik Analisis data .............................................................................. 62
3.6 Prosedur Penelitian ................................................................................ 65

BAB 4 HASIL PENELITIAN ...................................................................... 67-77


4.1 Analisa Deskriptif .................................................................................. 67
4.1.1 Gambaran Subjek Penelitian ...................................................... 67
4.2 Hasil Analisis Deskriptif ........................................................................ 67
4.3 Kategorisasi Skor ................................................................................... 69
4.4 Uji Validitas Penelitian ........................................................................... 70
4.5 Proporsi Varian ...................................................................................... 75

BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN ..................................... 78-85


5.1 Kesimpulan ............................................................................................ 78
5.2 Diskusi ................................................................................................... 78
5.3 Saran ...................................................................................................... 83
5.3.1 Saran Teoritis ............................................................................. 83
5.3.2 Saran Praktis .............................................................................. 84

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 85


LAMPIRAN
xi

DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Skor Pengukuran Skala ............................................................... 41
Tabel 3.2. Blue Print Skala Burnout ............................................................ 42
Tabel 3.3. Blue Print Skala Beban Kerja … ................................................. 44
Tabel 3.4. Blue Print Skala Dukungan Sosial .............................................. 45
Tabel 3.5. Hasil Uji Validitas Konstruk Physical Demand ......................... 49
Tabel 3.6. Hasil Uji Validitas Konstruk Effort ............................................. 50
Tabel 3.7. Hasil Uji Validitas Konstruk Mental Demand ............................ 51
Tabel 3.8. Hasil Uji Validitas Konstruk Tempotal Demand ........................ 52
Tabel 3.9. Hasil Uji Validitas Konstruk Frustation Level ........................... 53
Tabel 3.10. Hasil Uji Validitas Konstruk Performance ................................. 54
Tabel 3.11. Hasil Uji Validitas Konstruk Dukungan Emosional ................... 56
Tabel 3.12. Hasil Uji Validitas Konstruk Dukungan Instrumental ................ 57
Tabel 3.13. Hasil Uji Validitas Konstruk Dukungan Informasi .................... 58
Tabel 3.14. Hasil Uji Validitas Konstruk Dukungan Persahabatan ............... 60
Tabel 3.15. Hasil Uji Validitas Konstruk Burnout ......................................... 62
Tabel 4.1. Subjek Penelitian ........................................................................... 67
Tabel 4.2. Analisis Deskriptif ....................................................................... 68
Tabel 4.3. Norma Kategorisasi Skor Variabel Penelitian .............................. 69
Tabel 4.4. Kategorisasi Skor Variabel Penelitian .......................................... 70
Tabel 4.5. R-square (Model Summary) Variabel Burnout ........................... 71
Tabel 4.6. Anova Variabel Burnout .............................................................. 71
Tabel 4.7. Koefisien Regresi Variabel Burnout ............................................. 72
Tabel 4.8. Proporsi Varians Variabel Burnout ............................................... 75
xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir ......................................................... 35


Gambar 3.1 Path Diagram physical demand ................................................ 48
Gambar 3.2 Path Diagram effort .................................................................. 50
Gambar 3.3 Path Diagram mental demand .................................................. 51
Gambar 3.4 Path Diagram temporal demand ............................................... 52
Gambar 3.5 Path Diagram frustration level ................................................. 53
Gambar 3.6 Path Diagram performance ...................................................... 54
Gambar 3.7 Path Diagram dukungan emosional ......................................... 55
Gambar 3.8 Path Diagram dukungan instrumental ...................................... 57
Gambar 3.9 Path Diagram dukungan informasi ............................................ 58
Gambar 3.10 Path Diagram dukungan persahabatan ..................................... 59
Gambar 3.11 Path Diagram burnout .............................................................. 61
BAB 1

PENDAHULUAN

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai pentingnya penelitian tentang burnout.

Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah,

tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

1.1 Latar Belakang Masalah

Setiap individu pada dasarnya memiliki kebutuhan masing-masing seperti makan,

minum, rasa aman, dan bersosialisasi. Untuk memenuhi kebutuhan yang ada pada

manusia, manusia melakukan yang namanya bekerja. Begitu banyak jenis

pekerjaan diantaranya guru, petani, dokter, perawat, para pekerja sosial atau

termasuk relawan. Pada pekerjaan yang memfokuskan diri pada pelayanan

kemanusiaan yang lebih sering mengalami perasaan lelah secara fisik dan psikis.

Hal ini terjadi karena banyaknya jumlah orang yang harus dilayani, pekerjaan

yang harus siap setiap waktu ketika dibutuhkan untuk membantu orang lain, dan

jam kerja yang melebihi waktu kerja yang biasanya serta tidak adanya pekerjaan

yang tidak bisa dihindarkan. Semakin berat beban kerja yang ditanggung maka

akan semakin berat resiko pekerja yang bekerja di tempat tersebut terkena stress

(Farber, 1991).

Salah satu persoalan yang muncul berkaitan dengan diri individu di dalam

menghadapi tuntutan pekerjaan yang semakin tinggi dan persaingan yang keras di

tempat kerja karyawan itu adalah stres. Stres yang berlebihan akan berakibat

buruk terhadap kemampuan individu untuk berhubungan dengan lingkungannya

secara normal. Stres yang dialami individu dalam jangka waktu yang lama dengan

1
2

intensitas yang cukup tinggi akan mengakibatkan individu yang bersangkutan

menderita kelelahan, baik fisik ataupun mental. Keadaan seperti ini disebut

burnout, yaitu kelelahan fisik, mental dan emosional yang terjadi karena stres

diderita dalam jangka waktu yang cukup lama, di dalam situasi yang menuntut

keterlibatan emosional yang tinggi (Leatz & Stolar dalam Rosyid & Farhati, 1996)

Istilah burnout pertama kali diutarakan dan diperkenalkan kepada

masyarakat oleh Herbert Freudenberger pada tahun 1973. Freudenberger adalah

seorang ahli psikologi klinis pada lembaga pelayanan sosial di New York yang

menangani remaja bermasalah. Ia mengamati perubahan perilaku para

sukarelawan setelah bertahun-tahun bekerja. Hasil pengamatannya, ia laporkan

dalam sebuah jurnal psikologi profesional pada tahun 1973 yang disebut sebagai

sindrom burnout. Menurutnya, para relawan tersebut mengalami kelelahan

mental, kehilangan komitmen, dan penurunan motivasi seiring dengan berjalannya

waktu (dalam Gold, 2005).

Kemudian Gold (2005) juga memberikan ilustrasi tentang apa yang

dirasakan seseorang yang mengalami sindrom tersebut seperti gedung yang

terbakar habis (burned-out). Suatu gedung yang pada mulanya berdiri megah

dengan berbagai aktivitas di dalamnya, setelah terbakar yang tampak hanyalah

kerangka luarnya saja. Demikian pula dengan seseorang yang terkena burnout,

dari luar segalanya masih nampak utuh, namun di dalamnya kosong dan penuh

masalah (seperti gedung yang terbakar tadi). Burnout merupakan suatu problem

yang kemunculannya memperoleh tanggapan yang baik, sebab hal itu terjadi

ketika seseorang mencoba mencapai suatu tujuan yang tidak realistis dan pada
3

akhirnya mereka kehabisan energi dan kehilangan perasaan tentang dirinya dan

terhadap orang lain.

Burnout merupakan sindrom yang berhubungan dengan pekerjaan yang

berasal dari persepsi individu dan dari perbedaan yang signifikan antara usaha dan

reward, persepsi ini dipengaruhi oleh faktor organisasi, individu dan sosial (Gold,

2005).

Maslach dan Leither (1997) menjelaskan ada beberapa faktor-faktor

timbulnya burnout yaitu (1) karakteristik individu yang digolongkan menjadi

faktor demografi, dan faktor perfeksionis, (2) lingkungan kerja yang mencakup

masalah beban kerja yang berlebih, serta kurangnya dukungan sosial yang diberikan

oleh lingkungan individu berpotensi dalam menyebabkan burnout, dan (3)

keterlibatan emosional yaitu pemberi dan penerima pelayanan turut membentuk

dan mengarahkan terjadinya hubungan yang melibatkan emosional, dan secara

tidak sengaja dapat menyebabkan stres secara emosional karena keterlibatan antar

mereka dapat memberikan penguatan positif atau kepuasan bagi kedua belah

pihak, atau sebaliknya.

Beberapa sumber pernah membahas mengenai beban pekerjaan yang

secara umum dikatakan sebagai fenomena burnout karena pekerjaan tersebut

menuntut seseorang bekerja keras sehingga orang tersebut hampir tidak memiliki

jam istirahat. Kesenjangan beban kerja juga dapat disimpulkan sebagai kesalahan

seseorang dalam memilih pekerjaan karena tidak sesuai kemampuan dan

kecenderungan pola berpikir sehingga dalam pelaksanaannya mereka merasa

kelelahan dan kehilangan energi (Maslach, 2008). Shin, Rosario, Morch dan
4

Chestnut (dalam Maslach, 2008) menjelaskan titik kritis terjadi ketika orang-

orang tidak dapat pulih dari tuntutan pekerjaan, yaitu perasaan lelah yang

diakibatkan oleh peristiwa terutama menuntut jam kerja, rapat, tenggat waktu. Hal

ini tidak menyebabkan kelelahan jika orang memiliki kesempatan untuk pulih

selama ia tenang di tempat kerja atau di rumah.

Wulandari (2013) menjelaskan bahwa bank merupakan fasilitas umum

yang sangat penting dan bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan

(human service) pada masyarakat. Teller bank merupakan salah satu karyawan

bank yang bertanggung jawab terhadap lalu lintas uang tunai. Menurut Kamus

Bank Sentral Republik Indonesia dalam situs resminya www.bi.go.id teller adalah

petugas bank yang bertanggung jawab untuk menerima simpanan, mencairkan

cek, dan memberikan jasa pelayanan perbankan lain kepada masyarakat. Tuntutan

pekerjaan sebagai teller terkadang membuatnya mengalami stress kerja yang mana

diungkapkan melalui gejala-gejala umum, seperti somnabulisme (tidak dapat

tidur), perasaan cemas, sulit berkonsentrasi dalam pengambilan keputusan, mudah

tersinggung dan frustrasi serta adanya keluhan psikosomatis.

Peneliti melakukan wawancara kepada 17 karyawan PT. X Kantor Cabang

Jakarta Selatan dan Bekasi pada januari 2015. Hasilnya 13 dari 17 karyawan

mengatakan beban kerja yang diberikan perusahaan membuat mereka tertekan

saat bekerja yang mengakibatkan timbulnya rasa kecewa, tidak berdaya, dan

kehilangan energi psikis maupun fisik pada karyawan. Menurut karyawan beban

kerja yang mereka terima tidak sesuai dengan upah yang diberikan perusahaan,

menyebabkan karyawan merasa tidak aman bekerja pada perusahaan tersebut,


5

lingkungan kerja juga ikut berpengaruh pada hasil kerja yang dilakukan oleh

karyawan, 9 orang karyawan mengatakan kurangnya bantuan dan dukungan dari

rekan kerja dan atasan saat bekerja membuat mereka kesulitan dalam

menyelesaikan dan menangani masalah di perusahaan. Pada akhirnya karyawan

sering tidak masuk kerja dengan alasan sakit, cuti, beberapa karyawan memilih

untuk di mutasi, dan bahkan pada tahun 2014 ada karyawan yang memutuskan

untuk keluar dari perusahaan tersebut dengan alasan seperti penjelasan di atas.

Selanjutnya dalam artikel “Banking: The Human Crisis” yang ditulis oleh

Lyyn Mackenzie (2013) mengungkapkan bahwa pegawai perbankan lebih

mungkin mendapat tekanan dalam hidupnya yang bisa berujung pada stress.

Penelitian ini dilakukan di UNI Global Union yang terletak di Swiss, menemukan

lebih dari 80 persen perusahaan perbankan dan 26 negara (16 negara di Eropa, 4

di Asia, 3 di Afrika dan 3 di Amerika Latin) telah melaporkan memburuknya

kesehatan sebagai masalah yang dialami pegawai bank selama dua tahun terakhir

dan mereka kini disebut bekerja dalam iklim ketakutan yang disebabkan oleh

kehidupan pribadi mereka yang berada di bawah tekanan yang cukup besar dari

tuntutan pekerjaan. Stres diketahui sebagai masalah kesehatan utama yang dialami

pegawai perbankan karena mereka khawatir kehilangan pekerjaan dan digantikan

oleh pegawai baru yang usianya lebih muda, mereka tidak bisa mencapai target

penjualan, mendapat potongan gaji, dan harus menyelesaikan kerja tim dengan

staf yang sedikit. (Mackenzie, 2013)


6

Dari fenomena di atas peneliti melihat bahwa banyak karyawan bank yang

bekerja di bawah tekanan yang cukup besar dan karyawan memiliki beban kerja

berlebih yang mengakibatkan karyawannya mengalami burnout.

Masalah beban kerja yang berlebihan adalah salah satu faktor dari

pekerjaan yang berdampak pada timbulnya burnout. Beban kerja yang berlebihan

bisa meliputi jam kerja, jumlah individu yang harus dilayani (kelas padat

misalnya), tanggung jawab yang harus dipikul, pekerjaan rutin dan yang bukan

rutin, dan pekerjaan administrasi lainnya yang melampaui kapasitas dan

kemampuan individu. Di samping itu, beban kerja yang berlebihan dapat

mencakup segi kuantitatif yang berupa jumlah pekerjaan dan kualitatif yaitu

tingkat kesulitan pekerjaan tersebut yang harus ditangani. Dengan beban kerja

yang berlebihan menyebabkan pemberi pelayanan merasakan adanya ketegangan

emosional saat melayani klien sehingga dapat mengarahkan perilaku pemberi

pelayanan untuk menarik diri secara psikologis dan menghindari diri untuk

terlibat dengan klien (Pines, 1981).

Permendagri No. 12/2008 menyatakan bahwa beban kerja merupakan

besaran pekerjaan yang harus dipikul oleh suatu jabatan/unit organisasi dan

merupakan hasil kali antara volume kerja dan norma waktu. Jika kemampuan

pekerja lebih tinggi daripada tuntutan pekerjaan, akan muncul perasaan bosan.

Namun sebaliknya, jika kemampuan pekerja lebih rendah daripada tuntutan

pekerjaan, maka akan muncul kelelahan yang lebih. Beban kerja yang dibebankan

kepada karyawan dapat dikategorikan kedalam tiga kondisi, yaitu beban kerja
7

yang sesuai standar, beban kerja yang terlalu tinggi (over capacity) dan beban

kerja yang terlalu rendah (under capacity) (Sitepu, 2013).

Faktor selanjutnya yang mempengaruhi burnout pada karyawan adalah

dukungan sosial. Dalam bekerja, karyawan juga tidak bisa lepas dari kondisi

lingkungan kerjanya. Salah satu faktor munculnya burnout pada karyawan adalah

kondisi lingkungan kerja yang kurang baik. Ketidaksesuaian antara apa yang

diharapkan karyawan dengan apa yang diberikan perusahaan terhadap

karyawannya, seperti kurangnya dukungan dari atasan dan adanya persaingan

yang kurang sehat antara sesama rekan kerja merupakan suatu kondisi lingkungan

kerja psikologis yang dapat mempengaruhi munculnya burnout dalam diri

karyawan. Oleh sebab itu perusahaan harus sedapat mungkin menciptakan suatu

lingkungan kerja psikologis yang baik sehingga memunculkan rasa

kesetiakawanan, rasa aman, rasa diterima dan dihargai serta perasaan berhasil

pada diri karyawan. Menurut La Fellete (dalam Sihotang, 2004) mengatakan

bahwa dukungan sosial tidak nampak tetapi nyata ada dan akan dirasakan oleh

seseorang bila memasuki lingkungan kerja. Untuk mengetahui keadaan tersebut

dapat diketahui melalui persepsi individu terhadap lingkungan kerjanya.

Karyawan yang mempunyai penilaian yang positif terhadap lingkungan kerja

berarti karyawan merasa bahwa lingkungan kerjanya baik, sehingga menimbulkan

semangat kerja yang tinggi dan akan menghambat lajunya tingkat burnout pada

karyawan.

Lingkungan turut mendukung seorang karyawan dapat mengurangi

intensitas burnout yang dialaminya (Daisy, 2009). Dukungan ini bisa dari rekan
8

kerja sesama karyawan atau atasan, sehingga membuat lingkungan kerja yang

penuh dengan tekanan penyebab burnout menjadi lebih menyenangkan. Sebab

pengaruh burnout tanpa dukungan sosial yang baik dapat mengakibatkan

gangguan fisik, kinerja yang buruk, dan produktifiktas yang rendah pada

karyawan (Daisy, 2009).

Beberapa penelitian yang dilakukan Dierendonck, Schaufeli, dan Buunk

(1998) menambahkan bahwa dukungan sosial merupakan hal penting dalam upaya

menetralkan burnout. Lebih lanjut Dierendonck, et al. (1998) mengatakan bahwa

terjadinya burnout pada karyawan mungkin dikarenakan tidak digunakannya

lingkungan sosial dalam upaya membantu karyawan untuk mengurangi burnout.

Kemudian dalam penelitian yang dilakukan Wulandari (2013) menjelaskan

bahwa dukungan sosial secara signifikan mempengaruhi burnout yang terjadi

pada karyawan bank. Secara umum dukungan sosial menurut Sarafino (2011)

dukungan sosial merujuk pada kenyamanan, kepedulian, harga diri atau segala

bentuk bantuan lainnya yang diterima dari orang lain atau kelompok. Oleh karena

itu, adanya dukungan sosial membuat individu merasa yakin bahwa dirinya

dicintai, dihargai sehingga dapat mengurangi gejala burnout yang dialaminya.

Sebaliknya, tidak adanya dukungan sosial dapat menimbulkan ketegangan dan

meningkatkan terjadinya burnout pada individu.

Dukungan sosial awalnya didefinisikan berdasarkan pada banyaknya

kehadiran individu yang memberikan dukungan sosial. Kemudian definisi ini

berkembang sehingga definisi dukungan sosial tidak hanya meliputi banyaknya


9

teman yang menyediakan dukungan sosial, tetapi termasuk juga kepuasan

terhadap dukungan yang diberikan (Sarason et al, dalam Ogden, 2004).

Pemaparan diatas menunjukkan bahwa secara umum dapat dilihat burnout,

beban kerja dan dukungan sosial merupakan hal-hal yang penting dan perlu

diperhatikan. Untuk itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul

“Pengaruh Beban Kerja (Workload) dan Dukungan Sosial Terhadap Burnout

pada Karyawan Bank”.

1.2 Pembatasan & Perumusan Masalah

1.2.1 Pembatasan Masalah

Penelitian ini dibatasi hanya mengenai pengaruh dari variabel prediktor yaitu

beban kerja dan dukungan sosial terhadap burnout. Adapun pengertian variabel-

variabel yang diteliti sebagai berikut:

1. Burnout penelitian ini adalah merupakan meningkatnya perasaan kelelahan

emosional, berkembangnya perilaku dan perasaan negatif terhadap

seseorang serta evaluasi negatif terhadap pekerjaan. (Maslach, 1981)

2. Beban kerja, merupakan persepsi individu terhadap keseluruhan waktu

yang digunakan oleh pegawai dalam melakukan aktivitas atau kegiatan

selama jam kerja. Beban kerja dalam penelitian ini terdiri dari physical

demand, effort, mental demand, temporal demand, frustration level, dan

performance.(Hart & Staveland, 1988)

3. Dukungan sosial, dukungan sosial merujuk pada kenyamanan, kepedulian,

harga diri atau segala bentuk bantuan yang diterima individu dari orang
10

lain atau kelompok. Dukungan sosial dalam penelitian ini terdiri dari

dukungan emosional, dukungan instrumental, dukungan informasi, dan

dukungan persahabatan. (Sarafino, 2011)

4. Subjek penelitian ini adalah karyawan yang bekerja di bank.

1.2.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka adapun

perumusan masalah sebagai berikut:

1. Apakah ada pengaruh beban kerja dan dukungan sosial terhadap burnout

pada karyawan bank?

2. Seberapa besar pengaruh beban kerja dan dukungan sosial terhadap

burnout pada karyawan bank?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui ada tidaknya pengaruh yang signifikan beban kerja dan

dukungan sosial terhadap burnout pada karyawan bank.

2. Mengetahui seberapa besar kontribusi beban kerja dan dukungan sosial

terhadap burnout pada karyawan bank.

1.3.2 Manfaat Penelitian

1. Secara teoritis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat

untuk mengetahui bagaimana pengaruh antara beban kerja dan dukungan

sosial terhadap burnout pada Karyawan Bank


11

2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat membantu para karyawan

bank mencegah timbulnya burnout, dan menjadi bahan pertimbangan bagi

perusahaan untuk membatu mencegah timbulnya burnout dikalangan

karyawan bank

1.4 Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan skripsi ini berpedoman pada buku panduan penulisan

skripsi Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dengan teknik APA

style. Secara sistematis penulisan skripsi ini sebagai berikut:

Bab 1 Pendahuluan
Pada bab ini diuraikan latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan

masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian, serta

sistematika penulisan skripsi.

Bab 2 Landasan Teori


Pada bab ini diuraikan landasan teori yang terkait dengan dependent variable

yaitu burnout, dan independent variable yaitu beban kerja dan dukungan sosial.

Bab 3 Metode Penelitian


Pada bab ini diuraikan mengenai populasi, dan sampel termasuk teknik sampling,

variabel penelitian, instrument pengumpulan data, uji validitas konstruk dan

hasilnya, teknik analisis data, dan prosedur penelitian.

Bab 4 Hasil Penelitian


Pada bab ini akan dijabarkan tentang hasil analisis data yang didapat dari objek

penelitian (sampel) beserta penjelasan yang diperlukan. Analisis data dan


12

penjabarannya akan didasarkan pada landasan teori yang telah dijabarkan pada

Bab 2, sehingga segala permasalahan yang dikemukakan dalam Bab 1 dapat

terpecahkan atau mendapat solusi yang tepat.

Bab 5 Kesimpulan, Diskusi, dan Saran


Berdasarkan penjelasan hasil analisis data pada Bab 4 di atas, akan dirumuskan

kesimpulan yang merupakan pembuktian dari hipotesis yang ada pada Bab 2. Di

samping itu diutarakan diskusi, serta saran-saran yang diharapkan bisa berguna

bagi instansi terkait.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Burnout

2.1.1 Definisi burnout

Maslach (1981) mendefinisikan burnout adalah ekspresi dari situasi kehabisan

energi, motivasi atau insentif. Yang menunjukkan perubahan sikap dan perilaku

seseorang dalam menanggapi tuntutan, serta frustasi karena menganggap dirinya

tidak dihargai dalam pekerjaannya. Awalnya seseorang yang mendeskripsikan

fenomena ini ialah Freudenberger, seorang psikiater pada tahun 1974. Ia

menolong orang-orang yang diketahuinya mengalami fenomena burnout karena

terlalu intens bekerja, kelelahan dengan pekerjaannya yang mengorbankan banyak

waktu, tenaga, dan pikiran mereka. Menurut pengamatannya burnout timbul pada

saat tubuh dan pikiran yang terus-menerus tegang untuk menanggapi tingkat

konstan stres yang tinggi. Hal ini terkait dengan situasi di mana seseorang merasa

bingung antara pekerjaan dan prioritas yang mereka inginkan, khawatir tentang

keamanan kerja dan ingin dihargai serta mengharapkan bayaran yang sesuai

dengan apa yang dilakukan (Amimo,2012).

Penelitian tentang burnout sendiri sebenarnya telah berlangsung selama

beberapa puluh tahun yang lalu (Maslach & Jackson, 1981) sehingga

menghasilkan berbagai ragam pengertian. Dalam penelitiannya (Maslach, 1981)

tersebut tentang burnout pada bidang pekerjaan yang berorientasi melayani orang

lain seperti bidang kesehatan mental, bidang pelayanan kesehatan, bidang

pelayanan sosial, bidang penegakan hukum, maupun bidang pendidikan, dalam

13
14

perkembangannya telah memberikan sumbangan yang sangat berarti dalam

memahami burnout. Mereka menemukan bahwa burnout merupakan suatu

pengertian yang multidimensional. Burnout diartikan sebagai sindrom psikologis

yang terdiri atas tiga dimensi yaitu kelelahan emosional, depersonalisasi, maupun

reduced personal accomplishment la menjelaskan bahwa pekerjaan yang

berorientasi melayani orang lain dapat membentuk hubungan yang bersifat

asimetris antara pemberi dan penerima pelayanan. Seseorang yang bekerja pada

bidang pelayanan, akan memberikan perhatian, pelayanan, bantuan, dan dukungan

kepada klien. Hubungan yang tidak seimbang tersebut dapat menimbulkan

ketegangan emosional yang berujung dengan terkurasnya sumber-sumber

emosional.

Burnout merupakan sindrom kelelahan, baik secara fisik maupun mental

yang termasuk di dalamnya berkembang konsep diri yang negatif, kurangnya

konsentrasi serta perilaku kerja yang negatif (Pines & Maslach, 1993). Keadaan

ini membuat suasana di dalam pekerjaan menjadi dingin, tidak menyenangkan,

dedikasi dan komitmen menjadi berkurang, performansi, prestasi pekerja menjadi

tidak maksimal. Hal ini juga membuat pekerja menjaga jarak, tidak mau terlibat

dengan lingkungannya. Burnout juga dipengaruhi oleh ketidak sesuaian antara

usaha dengan apa yang di dapat dari pekerjaan.

Burnout adalah sebuah metafora yang umum digunakan untuk

menggambarkan keadaan kelelahan mental. Awalnya, burnout dianggap terjadi

secara eksklusif dalam memberikan pelayanan kepada manusia di antara mereka

yang melakukan suatu pekerjaan individu hal tersebut sering terjadi di kalangan
15

orang dewasa yang sudah bekerja, mereka memiliki tanggung jawab terhadap

pekerjaan mereka sehingga fisik dan mental nya mudah tertekan dan mengalami

‘kelelahan’ (Schaufeli, 2004).

Gold (2005) percaya bahwa burnout pada dasarnya disebabkan oleh

ketidaksesuaian antara yang dikerjakan dengan imbalan yang diterima dari

pekerjaan mereka. Pola perubahan yang ditunjukkan ketika seseorang merasa

kelelahan, seperti kehilangan toleransi dan simpati untuk orang lain, cenderung

menyalahkan orang lain karena kesulitan mereka sendiri. Hal ini menyebabkan

rasa frustasi, dan monoton di tempat kerja. Ia juga berpendapat bahwa burnout

disebabkan oleh hilangnya komitmen dan tujuan moral dalam bekerja.

Azeem (2010) menunjukkan bahwa burnout terjadi ketika beban

pekerjaan dan kontrol pribadi seseorang yang tidak bersinergi, serta tidak adanya

keadilan seperti porsi kerja yang berlebih atau tingkat kesulitan pekerjaan yang

diberikan, rincian dari masyarakat yang bekerja atau nilai-nilai saling

bertentangan di tempat kerja.

Menurut Schultz dan Schlutz (2010) burnout adalah hasil dari psikologis

dan fisik yang memiliki stress tinggi di tempat kerja. Ini biasanya terjadi diantara

karyawan yang tidak mampu mengatasi tekanan pekerjaan yang luas yang

menuntut energi, waktu, sumber daya, dan diantara karyawan yang membutuhkan

untuk berurusan dengan orang-orang. Para peneliti telah menemukan bahwa

burnout membawa dampak yang sangat besar untuk organisasi dan individu,

yaitu mengakibatkan sikap dan perilaku karyawan yang tidak diinginkan, seperti

keterlibatan kerja rendah, kinerja tugas berkurang, dan meningkatnya pergantian


16

karyawan. Pada karyawan yang mengalami burnout menjadi kurang energik dan

kurang tertarik dalam pekerjaan mereka. Mereka akan mengalami kelelahan

secara emosional, apatis, depresi, mudah tersinggung, dan bosan. Karyawan

cenderung untuk menemukan kesalahan pada segala aspek lingkungan kerja

mereka, termasuk rekan kerja, dan bereaksi negatif terhadap usulan orang lain.

Sehingga dalam penelitian ini menggunakan definisi yang dikemukakan

oleh maslach (1981), yaitu burnout merupakan meningkatnya perasaan kelelahan

emosional, berkembangnya perilaku dan perasaan terhadap seseorang serta

evaluasi negatif terhadap pekerjaan yang terjadi pada karyawan.

2.1.2 Perbedaan Burnout dan Fatigue

Maslach (1981) mendefinisikan burnout adalah ekspresi dari situasi kehabisan

energi, motivasi atau insentif. Yang menunjukkan perubahan sikap dan perilaku

seseorang dalam menanggapi tuntutan, serta frustasi karena menganggap dirinya

tidak dihargai dalam pekerjaannya.

Definisi burnout lain diungkapkan oleh Pines dan Aronson (1988) sebagai

keadaan lelah, yang meliputi kelelahan secara fisik, emosional, mental karena

adanya keterlibatan jangka panjang dalam situasi yang menuntut keterlibatan

emosi.

Sedangkan fatigue menurut Chaplin (2000) dalam kamus lengkap

psikologi adalah kurangnya kemampuan untuk melakukan pekerjaan, kelelahan

setelah melakukan pekerjaan yang lama atau setelah mengalami ketegangan syarat

yang lama. Menurut The Centers for Disease Central (dalam Hartono, 2001) yang

dimaksud sindrom kelelahan kronis (Chronic Fatigue Syndrom) adalah sebuah


17

kondisi klinis yang merupakan rangkaian beberapa gejala pertanda kelelahan yang

persisten sifatnya.

Dari dua istilah tersebut, yaitu fatigue dan burnout memiliki arti yang

sama yakni kelelahan. Perbedaan burnout terjadi ketika seseorang merasa lelah

akibat adanya tuntutan emosional dalam melakukan pekerjaan atau tugas.

Sedangkan fatigue terjadi ketika seseorang merasa lelah sebelum pekerjaan atau

tugasnya tersebut selesai, dengan kata lain masih banyak pekerjaan yang harus

diselesaikan, tetapi tenaga yang dibutuhkan sudah habis.

2.1.3 Dimensi Burnout

Berikut akan dijelaskan dengan terperinci ketiga dimensi burnout menurut

Maslach, 1998 yaitu:

a. Kelelahan emosional (Emotional Exhaustion)

Kelelahan emosional (Maslach, 1998) mengacu pada perasaan secara

emosional yang terlalu berat dan kehabisan sumber daya emosi seseorang.

Sumber utama dari kelelahan ini adalah beban kerja dan konflik pribadi

ditempat kerja. Orang-orang yang merasa kehilangan energi ini akan merasa

kesulitan dalam menghadapi hari lain atau kesulitan berhadapan dengan

orang lain. Komponen emotional exhaustion ini merupakan dimensi dasar

dari burnout.

b. Depersonalisasi (Depersonalization).

Mengacu pada sikap negatif, kasar, menjaga jarak dengan penerima layanan,

menjauhnya seseorang dari lingkungan sosial, dan cenderung tidak peduli


18

terhadap lingkungan serta orang-orang di sekitarnya, kehilangan idealism.

Perilaku tersebut adalah suatu upaya untuk melindungi diri dari tuntutan

emosional yang berlebihan (Maslach, 1998).

c. Reduced Personal Accomplishment.

Hal ini mengacu pada penilaian yang rendah terhadap kompetensi diri dan

pencapaian keberhasilan diri dalam pekerjaan, ditandai dengan menurunnya

self-efficacy yang telah dikaitkan dengan depresi dan ketidakmampuan untuk

mengatasi tuntutan pekerjaan dapat diperburuk oleh kurangnya dukungan

sosial dan kesempatan untuk berkembang secara profesional. Pada dimensi

ini, akan muncul perasaan tidak mampu dalam membantu klien, sehingga

menyebabkan rasa putus asa pada diri sendiri yang mengakibatkan

kegagalan pada pekerjaan. (Maslach, 1998).

2.1.4. Pengukuran Terhadap Burnout

Untuk mengukur burnout digunakan alat ukur pengukur burnout yang berbentuk

skala yang bernama The Maslach Burnout Inventory (MBI). The Maslach Burnout

Inventory ini diterbitkan oleh consulting psychologist perss pada tanggal 28 April

1980. The Maslach Burnout Inventory ini menilai tiga aspek yaitu emotional

exhaustion, depersonalization, low personal accomplishment (Dorman, 2003).

Berbagai analisis psikometri telah menunjukkan alat ukur ini mempunyai

reliabilitas 0,83 dan menunjukkan validitas yang tinggi yang berarti bahwa skala

ini dapat digunakan dalam pengukuran burnout (Maslach, 1981).

Awalnya bentuk skala Maslach Burnout Inventory (MBI) ini ada, 47 item,

setelah diuji kepada 605 orang sampel yang terdiri dari berbagai jenis pekerjaan
19

yang melayani bidang jasa yaitu polisi, guru, perawat, pekerja sosial, pengacara,

dokter, dan administrator. Data yang dihasilkan dihitung/dianalisis menggunakan

analisis faktor. Serangkaian criteria yang diseleksi kemudian diterapkan ke suatu

item, mengakibatkan pengurangan jumlah item dari 47 menjadi 22 item (Maslach,

1981).

Kemudian burnout yang dijelaskan oleh Demerouti, Bakker, Nachreiner,

dan Schaufeli, (2000) disebut Oldenburg Burnout Inventory (OLBI) yang terdiri

dari dua dimensi, yaitu kelelahan dan ketidak terikatan dari pekerjaan. Kelelahan

didefinisikan sebagai konsekuensi dari intensif fisik, afektif, dan ketegangan

kognitif.

Selanjutnya alternatif lain dari Rothmann (2003), juga mengembangkan

Maslach Burnout Inventory - General Survey (MBI-GS), dalam instrument yang

terdiri dari tiga dimensi burnout yang lebih umum seperti kelelahan, sinisme, dan

professional efficacy, MBI-GS ini mirip dengan MBI, namun terdapat perbedaan

item yang lebih umum, aspek nonsosial dalam pekerjaan.

Dalam hal ini penulis akan menggunakan alat ukur Masclach Burnout

Inventory (MBI) yang dikembangkan oleh Maslach, (1981) dengan menggunakan

22 item yang didalamnya mengukur emotional exhaustion, depersonalization, dan

reduced personal accomplishment.

2.1.5 Faktor-faktor penyebab Burnout

Maslach & Leiter, (1997) timbulnya burnout disebabkan oleh beberapa faktor

yang diantaranya yaitu :


20

1. Karakteristik individu

Sumber dari dalam diri individu merupakan salah satu penyebab

timbulnya burnout. Sumber tersebut dapat digolongkan atas dua faktor

yaitu :

a) Faktor demografi, mengacu pada perbedaan jenis kelamin antara

wanita dan pria. Pria rentan terhadap stres dan burnout jika

dibandingkan dengan wanita.

b) Faktor perfeksionis, yaitu individu yang selalu berusaha melakukan

pekerjaan sampai sangat sempurna sehingga akan sangat mudah

merasakan frustrasi bila kebutuhan untuk tampil sempurna tidak

tercapai.

2. Lingkungan kerja

Masalah beban kerja yang berlebihan adalah salah satu faktor dari pekerjaan

yang berdampak pada timbulnya burnout (Cherniss, 1980). Beban kerja yang

berlebihan bisa meliputi jam kerja, jumlah individu yang harus dilayani

(jumlah antrian yang padat misalnya), tanggung jawab yang harus dipikul,

pekerjaan rutin dan yang bukan rutin, dan pekerjaan administrasi lainnya yang

melampaui kapasitas dan kemampuan individu. Di samping itu, beban kerja

yang berlebihan dapat mencakup segi kuantitatif yang berupa jumlah

pekerjaan dan kualitatif yaitu tingkat kesulitan pekerjaan tersebut yang harus

ditangani. Beban kerja yang berlebihan menyebabkan pemberi pelayanan

merasakan adanya ketegangan emosional saat melayani klien sehingga dapat

mengarahkan perilaku pemberi pelayanan untuk menarik diri secara

psikologis dan menghindari diri untuk terlibat dengan klien (Maslach, 1981)
21

Dukungan sosial turut berpotensi dalam menyebabkan burnout

(Maslach, 1982). Sisi positif yang dapat diambil bila memiliki hubungan yang

baik dengan rekan kerja yaitu mereka merupakan sumber emosional bagi

individu saat menghadapi masalah dengan klien (Maslach, 1981). Individu

yang memiliki persepsi adanya dukungan sosial akan merasa nyaman,

diperhatikan, dihargai atau terbantu oleh orang lain. Sisi negatif dari rekan

kerja yang dapat menimbulkan burnout adalah terjadinya hubungan antar

rekan kerja yang buruk. Hal tersebut bisa terjadi apabila hubungan antar

mereka diwarnai dengan konflik, saling tidak percaya, dan saling.

bermusuhan. Cherniss (1980) mengungkapkan sejumlah kondisi yang

potensial terhadap timbulnya konflik antar rekan kerja, yaitu: (1)

perbedaan nilai pribadi, (2) perbedaan pendekatan dalam melihat

permasalahan, dan (3) mengutamakan kepentingan pribadi dalam

berkompetisi. Di samping dukungan sosial dari rekan kerja tersebut,

dukungan sosial yang tidak ada dari atasan juga dapat menjadi sumber

stres emosional yang berpotensi menimbulkan burnout (1982) Kondisi

atasan yang tidak responsif akan mendukung terjadinya situasi yang

menimbulkan ketidakberdayaan, yaitu bawahan akan merasa bahwa segala

upayanya dalam bekerja tidak akan bermakna.

Farber (1991) mengemukakan bahwa, ketidakpekaan pemimpin

perusahaan, kurangnya apresiasi masyarakat dengan pekerjaan mereka

(penghargaan), kritik masyarakat, pindah kerja yang tidak dikehendaki,

jumlah pelayanan yang banyak, kertas kerja yang berlebihan, bangunan

fisik yang tidak menarik dan tidak nyaman, kotor dan berantakan,
22

hilangnya otonomi, dan gaji yang tidak memadai merupakan beberapa

faktor lingkungan sosial yang turut berperan menimbulkan burnout.

3. Keterlibatan emosional dengan penerimaan pelayanan atau klien, bekerja

melayani orang lain membutuhkan banyak energi karena harus bersikap

sabar dan memahami orang lain dalam keadaan krisis, frustrasi, ketakutan

dan kesakitan. Pemberi dan penerima pelayanan turut membentuk dan

mengarahkan terjadinya hubungan yang melibatkan emosional, dan secara

tidak sengaja dapat menyebabkan stres secara emosional karena

keterlibatan antar mereka dapat memberikan penguatan positif atau

kepuasan bagi kedua belah pihak, atau sebaliknya.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor-faktor

penyebab burnout yaitu, karakteristik individu meliputi demografi dan

perfeksionis, lingkungan pekerjaan, keterlibatan emosional dengan penerimaan

pelayanan atau pelanggan.

2.2 Beban Kerja

2.2.1 Definisi Beban Kerja

Beban kerja adalah istilah yang mulai dikenal sekitar tahun 1970. Banyak ahli

yang telah mengemukakan definisi beban kerja sehingga terdapat beberapa

definisi yang berbeda mengenai beban kerja. Ia merupakan suatu konsep yang

multi-dimensi, sehingga sulit diperoleh satu kesimpulan saja mengenai definisi

yang tepat (Cain, 2007).


23

Hart dan Staveland (1988) mendefinisikan beban kerja sebagai perbedaan

antara kemampuan karyawan dengan tuntutan tugas yang diterima. Beban kerja

itu dapat berupa beban kerja fisik dan beban kerja mental.

Everly (dalam Munandar, 2001) juga mengatakan bahwa beban kerja

adalah keadaan dimana pekerjaan dihadapkan pada tugas yang harus diselesaikan

pada waktu tertentu. Kategori lain dari beban kerja adalah kombinasi dari beban

kerja kuantitatif dan kualitatif. Beban kerja secara kuantitatif yaitu timbul karena

tugas-tugas terlalu banyak atau sedikit, sedangkan beban kerja kualitatif jika

pekerja merasa tidak mampu melaksanakan tugas atau tugas tidak menggunakan

keterampilan atau potensi dari pekerjaan. Beban kerja fisik atau mental yang harus

melakukan terlalu banyak pekerjaan, merupakan kemungkinan sumber stres

pekerja.

Definisi beban kerja dalam penelitian ini adalah beban kerja sebagai

perbedaan antara kemampuan karyawan dengan tuntutan tugas yang diterima.

Beban kerja dapat berupa beban kerja fisik dan beban kerja mental, yang merujuk

pada dimensi yang dikemukakan oleh Hart dan Staveland (1988).

2.2.2 Dimensi Beban Kerja

Hart dan Staveland (1988) membagi beban kerja fisik dan mental menjadi enam

dimensi, ukuran beban kerja fisik meliputi physical demand, dan effort. Dan

ukuran beban kerja mental meliputi mental demand, temporal demand,

performance dan frustration level yaitu :


24

1. Physical demand, yaitu besarnya aktivitas fisik yang dibutuhkan dalam

melakukan tugas (contoh: mendorong, menarik, memutar, mengontrol,

menjalankan dan lainnya).

2. Effort, yaitu usaha yang dikeluarkan secara fisik dan mental yang dibutuhkan

untuk mencapai level performansi karyawan.

3. Mental demand, yaitu besarnya aktivitas mental dan perseptual yang

dibutuhkan untuk melihat, mengingat, dan mencari. Pekerjaan tersebut mudah

atau sulit, sederhana atau kompleks, dan longgar atau ketat.

4. Temporal demand, yaitu jumlah tekanan yang berkaitan dengan waktu yang

dirasakan selama pekerjaan berlangsung. Pekerjaan perlahan atau santai atau

cepat, dan melelahkan

5. Frustation level, yaitu seberapa tidak aman, putus asa, tersinggung, terganggu,

dibandingkan dengan perasaan aman, puas, nyaman, dan kepuasan diri yang

dirasakan.

6. Performance, yaitu seberapa besar keberhasilan seseorang di dalam

pekerjaannya dan seberapa puas dengan hasil kerjanya.

Sedangkan menurut pengukuran beba kerja bisa dilakukan melalui

pengukuran beban kerja mental secara subjektif (Subjective Methode) salah

satunya menggunakan teknik Beban Kerja Subjectif (Subjective Workload

Assesment technique-SWAT) dalam metode SWAT (Harry G et, al., dalam

Tarwaka, 2011) dimensi ukuran beban kerja, yaitu :

1. Time load, yaitu menunjukan jumlah waktu yang tersedia dalam

perencanaan, pelaksanaan dan monitoring tugas atau kerja.


25

2. Mental effort load, yaitu berarti banyaknya usaha mental dalam

melaksanakan suatu pekerjaan.

3. Psychological stress load, yaitu yang menunjukan tingkat resiko pekerjaan,

kebingungan, dan frustasi.

2.2.3 Pengukuran Beban Kerja

Untuk mengukur beban kerja digunakan alat ukur pengukur beban kerja yang

berbentuk skala yang bernama Subjective Workload Assesment Technique (SWAT)

dikembangkan oleh (Harry G et, al., dalam Tarwaka, 2011) dengan dua tahapan

pekerjaan di dalam penggunaan model SWAT yaitu Scale Development dan

Event Rating.

Alat ukur lain yang digunakan dalam mengukur beban kerja adalah

menggunakan metode NASA-Task Load Index (TLX) yang dikembangkan oleh

NASA Ames Research Center dengan prosedur rating multidimensional, yang

membagi beban kerja atas dasar-dasar pembebanan 6 subskala yaitu mental

demand, physical demand, temporal demand, effort, frustration level, dan

performance (Hart & Staveland, 1988).

Penulis memilih menggunakan pengukuran NASA-TLX karena dimensi dari

pengukuran NASA-TLX ini penulis anggap relevan untuk mengukur beban kerja

dalam penelitian ini.


26

2.3 Dukungan sosial

2.3.1 Definisi Dukungan Sosial

Menurut Cobb, dukungan sosial digambarkan sebagai pengalaman yang

memberikan keyakinan pada seseorang bahwa dirinya dicintai, diperhatikan

(dukungan emosional), dihargai (dukungan afirmatif), dan diakui sebagai bagian

dari suatu kelompok (dukungan kelompok) (Sarafino, 1998).

Definisi lain dukungan sosial menurut Taylor (2003) adalah sebagai

informasi dari orang lain yang mana dukungan tersebut berupa cinta, kasih

sayang, peduli, penghargaan yang mana semua ini termasuk dalam sebuah bagian

komunikasi sosial. Orang dengan tingkat dukungan sosial yang tinggi maka

tinggkat stress orang tersebut sangatlah rendah dan mereka akan berhasil dalam

upaya menghadapi tekanan stress yang timbul.

Definisi dukungan sosial yaitu mengacu pada kenyamanan, perhatian,

penghargaan, atau bantuan yang diberikan orang lain atau kelompok kepada

individu (Sarafino, 2011) mengatakan bahwa dukungan sosial adalah

kenyamanan, perhatian, penghargaan atau bantuan yang diperoleh individu dari

orang lain, dimana orang lain disini dapat diartikan sebagai individu perorangan

atau kelompok. Hal tersebut menunjukkan bahwa segala sesuatu yang ada di

lingkungan menjadi dukungan sosial atau tidak, tergantung pada bagaimana

individu dapat merasakan hal tersebut sebagai dukungan sosial (Sarafino, 2011).

Sehingga definisi dukungan sosial dalam penelitian ini adalah suatu

perasaan nyaman, adanya perhatian, penghargaan atau bantuan yang diperoleh


27

individu dari individu lain atau kelompok, definisi ini merujuk pada penjelasan

yang dikemukakan oleh Sarafino.

2.3.2 Dimensi Dukungan Sosial

Sarafino (2011) mengungkapkan pada dasarnya ada empat dimensi dukungan

sosial:

a. Dukungan Emosional

Dukungan jenis ini meliputi ungkapan rasa empati, kepedulian dan

perhatian terhadap individu. Biasanya, dukungan ini diperoleh dari

pasangan atau keluarga, seperti memberikan pengertian terhadap masalah

yang sedang dihadapi atau mendengarkan keluhannya. Adanya dukungan

ini akan memberikan rasa nyaman, kepastian, perasaan memiliki dan

dicintai kepada individu.

b. Dukungan Instrumental

Dukungan jenis ini meliputi bantuan secara langsung. Biasanya dukungan

ini, lebih sering diberikan oleh teman atau rekan kerja, seperti bantuan

untuk menyelesaikan tugas yang menumpuk atau meminjamkan uang atau

lain-lain yang dibutuhkan individu.

c. Dukungan Informasi

Dukungan jenis ini meliputi pemberian nasehat, saran atau umpan balik

kepada individu. Dukungan ini, biasanya diperoleh dari sahabat, rekan

kerja, atasan atau seorang profesional seperti dokter atau psikolog.


28

d. Dukungan Persahabatan

Dukungan yang berupa adanya kebersamaan, kesediaan dan aktivitas

sosial yang sama.

Sedangkan menurut Weiss (dalam Cutrona et al, 1994) dukungan sosial dibagi

kedalam enam dimensi, yaitu:

a. Reliable alliance

Yang dimaksud dengan reliable alliance disini adalah pengetahuan yang

dimiliki individu bahwa ia dapat mengandalkan bantuan yang nyata ketika

dibutuhkan. Individu yang menerima bantuan ini akan merasa tenang

karena ia menyadari ada orang yang dapat diandalkan untuk menolongnya

bila ia menghadapi masalah dan kesulitan.

b. Guidance

Guidance (bimbingan) adalah dukungan sosial berupa nasehat dan

informasi dari sumber yang dapat dipercaya. Dukungan ini juga dapat

berupa pemberian feedback (umpan balik) atas sesuatu yang telah

dilakukan individu (Sarafino, 1998).

c. Reassurance of worth

Dukungan sosial ini berbentuk pengakuan atau penghargaan terhadap

kemampuan dan kualitas individu (Cutrona, 1984). Dukungan ini akan

membuat individu merasa dirinya diterima dan dihargai. Contoh dari

dukungan ini misalnya memberikan pujian kepada individu karena telah

melakukan sesuatu dengan baik.


29

d. Attachment

Dukungan ini berupa pengekspresian dari kasih sayang dan cinta yang

diterima individu (Cutrona, 1984) yang dapat memberikan rasa aman

kepada individu yang menerima. Kedekatan dan intimacy merupakan

bentuk dari dukungan ini karena kedekatan dan intimacy dapat

memberikan rasa aman.

e. Social Integration

Cutrona. (1984) dikatakan dukungan ini berbentuk kesamaan minat dan

perhatian serta rasa memiliki dalam suatu kelompok.

f. Opportunity to provide nurturance

Dinyatakan bahwa dukungan ini berupa perasaan individu bahwa ia

dibutuhkan oleh orang lain.

2.3.3 Pengukuran dukungan sosial

Dalam beberapa penelitian terdapat beberapa instrumenn yang digunakan untuk

mengukur dukungan sosial, yaitu:

1. Interpersonal Support Evaluation List (ISEL) yang dikembangkan oleh

Dunkel-Schetter, C., Folkman, S., & Lazarus, R. S. (1987). Alat ukur ini

terdiri dari 40 item yang mengukur 4 aspek. Item ISEL mencakup aspek

tangible support, belonging support, self-esteem support dan appraisal

support. Alat ukur ini memiliki skala likert 4 poin yang berkisar dari “Sangat

Tidak Sesuai” sampai “Sangat Sesuai”.

2. Social Support Questionnaire (SSQ). Alat ukur ini dikembangkan oleh

Sarason, I. G., Levine, H. M., Basham, R. B. (1993) Alat ukur ini terdiri dari
30

27 item dengan 5 poin skala likert. Alat ukur ini mengukur tipe kebutuhan

dukungan sosial (emotional, interpersonal, dan material) dan selanjutnya

mengevaluasi kepuasan dukungan sosial yang diterima. Setiap item dinilai

dengan 5 poin tipe skala likert berkisar dari tidak sama sekali (1), hamper

tidak sama sekali (2), sedikit (3), banyak (4), dan banyak sekali (5).

Dalam penelitian ini, penulis membuat alat ukur berdasarkan aspek-aspek

yang dikemukakan oleh Sarafino (2011), yaitu dukungan emosional, dukungan

instrumental, dukungan informasi, dan dukungan persahabatan. Penulis membuat

alat ukur berdasarkan aspek dari Sarafino (2011) ini, karena adanya 4 jenis

dukungan sosial yang telah disebutkan diatas yang sifatnya bervariasi dan

menyeluruh untuk meninjau kebutuhan individu dalam menerima dukungan sosial

di lingkungan sekitarnya, baik dalam bentuk fisik ataupun non fisik.

2.4 Kerangka Berpikir

Burnout terjadi ketika individu mencoba mencapai sesuatu yang tidak realistis

sehingga mereka kehabisan energi serta kehilangan perasaan tentang dirinya dan

orang lain (Gold,2005).

Maslach (2008) mengungkapkan bahwa ada enam prediktor yang

mempengaruhi burnout yaitu, beban kerja, kontrol kerja, penghargaan, lingkungan

kerja, keadilan, dan nilai. Pada penelitian ini peneliti hanya memilih satu variabel

dari Maslach, yaitu beban kerja. Sejalan dengan pendapat Shinn, Rosario, Morch,

dan Chestnut (dalam Maslach, 2008) bahwa beban kerja secara umum dikatakan

sebagai fenomena burnout, yaitu pekerjaan yang menuntut individu untuk bekerja
31

keras sehingga mengakibatkan individu tersebut hampir tidak memiliki jam

istirahat. Kesalahan dalam memilih pekerjaan juga dapat menimbulkan

kesenjangan beban kerja karena pekerjaan tidak sesuai dengan kemampuannya.

Burnout terdiri dari tiga dimensi yaitu, emotional exhaustion, depersonalization

dan reduced personal accomplishment. Dimensi emotional exhaustion

mempunyai arti yaitu perasaan lelah secara emosional yang terlalu berat dan

kehabisan sumber daya emosi, dimensi depersonalization adalah sikap negatif,

kasar, menjaga jarak dengan penerima layanan, menjauhnya seseorang dari

lingkungan sosial, dan cenderung tidak peduli terhadap lingkungan serta orang-

orang di sekitarnya, dan dimensi reduced personal accomplishment yaitu

munculnya perasaan tidak mampu dalam membantu klien, sehingga menyebabkan

rasa putus asa pada diri sendiri yang mengakibatkan kegagalan pada pekerjaan.

Dalam penelitian faktor yang mempengaruhi burnout adalah beban kerja

dan dukungan sosial. Beban kerja menurut Hart dan Staveland (1988) merupakan

perbedaan antara kemampuan karyawan dengan tuntutan tugas yang diterima.

Lingkungan kerja yang mencakup masalah beban kerja berlebih berpotensi

mempengaruhi burnout (Maslach, 1997). Adapun dimensi dari beban kerja terdiri

enam dimensi yaitu physical demand, effort, mental demand, temporal demand,

performance dan frustration level. Dimensi physical demand mempunyai arti

yaitu bekerja yang melibatkan aktivitas fisik secara berlebih sehingga

mengakibatkan seseorang cepat merasa lelah. ketika individu melakukan aktivitas

fisik berlebih seperti naik turun tangga, duduk lebih dari dua jam saat bekerja,

maka individu semakin lebih cepat merasakan lelah pada dirinya. Dapat
32

dikatakan, semakin tinggi physical demand maka akan semakin besar potensi

burnout pada karyawan. Dimensi selanjutnya adalah effort yang mempunyai arti

usaha yang dikeluarkan individu untuk mencapai level performansi. Pada saat

individu mengeluarkan segala usahanya seperti mencapai target yang ditetapkan

oleh perusahaan, maka individu dapat mencapai level performansi diperusahaan.

Jadi semakin tinggi effort yang dilakukan individu, maka kemungkinan burnout

nya pun tinggi pada karayawan. Kemudian dimensi mental demand yaitu aktivitas

mental atau kemampuan psikis yang digunakan untuk menyelesaikan suatu

pekerjaan. Ketika individu bekerja dengan menggunakan kemampuan psikis yang

dimilikinya seperti tugas menganalisa, berhitung, dan membuat suatu keputusan

maka individu juga akan cepat merasakan kelelahan psikis saat bekerja. Maka

semakin tinggi mental demand burnout nya pun tinggi di tempat kerja.

Selanjutnya dimensi temporal demand mempunyai arti banyaknya tekanan

yang berkaitan dengan waktu yang dirasakan selama pekerjaan berlangsung.

Ketika individu bekerja hampir tidak memiliki jam istirahat, mengejar deadline

yang telah ditentukan, maka individu akan semakin merasa tertekan dalam

bekerja. Semakin tinggi temporal demand, maka kemungkinan burnout nya pun

tinggi di tempat kerja. Kemudian dimensi frustration level yang mempunyai arti

seberapa tidak aman, putus asa, tersinggung, terganggu, dibandingkan dengan

perasaan aman, puas, nyaman, dan kepuasan diri yang dirasakan. Saat individu

berada dalam suatu masalah pekerjaan atau kesulitan yang tidak bisa terpecahkan,

maka individu akan merasa gagal atau tidak puas diri terhadap pekerjaan yang

dilakukan. Jadi semakin tinggi frustration level yang dirasakan individu maka
33

potensi burnout pun tinggi. Dimensi beban kerja yang terakhir adalah

performance yaitu mempunyai arti seberapa besar keberhasilan seseorang di

dalam pekerjaannya dan seberapa puas dengan hasil kerjanya. Dapat dikatakan

ketika individu tidak dapat melakukan pekerjaan sesuai dengan standar kerja,

tidak mencapai target atau sasaran yang ditetapkan perusahaan, maka individu

akan merasa rendah diri karena tidak berhasil dalam melaksanakan fungsinya

sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan. Semakin tinggi performance yang

dilakukan individu¸ maka kemungkinan burnout nya pun tinggi.

Selain keenam dimensi dari beban kerja tersebut, variabel lain yang harus

diperhatikan ketika meneliti burnout adalah dukungan sosial. Menurut Sarafino

(2011) dukungan sosial merujuk pada kenyamanan, kepedulian, harga diri atau

segala bentuk bantuan lainnya yang diterima dari orang lain atau kelompok. Jadi

kurangnya dukungan sosial yang diberikan oleh lingkungan individu berpotensi

dalam menyebabkan burnout (Maslach, 1997). Dimensi dukunngan sosial pertama

adalah dukungan emosional yaitu individu memiliki bantuan dalam bentuk

emosional dari orang lain sehingga akan muncul rasa aman dan dicintai dalam

lingkungannya. Ketika individu memperoleh perhatian dari keluarga, memiliki

rekan kerja yang membantu dan peduli akan masalah yang dihadapi saat bekerja

sehingga ia akan merasa aman dan dicintai di lingkungan individu. Semakin tinggi

dukungan emotional semakin rendah pula burnout pada dirinya. Selanjutnya

dimensi dukungan instrumental yang mempunyai arti dukungan secara langsung

yang diberikan orang lain terhadap individu. Misalnya, ketika individu sakit,

rekan kerja bersedia mengerjakan tugas kantor atau saat individu membutuhkan
34

pinjaman uang, teman-temannya bersedia untuk memberikan pinjaman sehingga

individu merasa banyak orang lain yang dapat membantunya. Apabila dukungan

instrumental yang dimiliki tinggi, maka kemungkinan burnout yang terjadi pada

karyawan rendah.

Kemudian dimensi dukungan sosial selanjutnya adalah dukungan

informasi yang mempunyai arti pemberian nasehat, saran atau umpan balik

kepada individu. Dukungan ini, biasanya diperoleh dari sahabat, rekan kerja,

atasan atau seorang profesional. Misalnya rekan kerja memberikan informasi yang

diperlukan individu saat bekerja, memperoleh nasihat dan saran dari keluarga

serta teman-temannya sehingga individu merasa terbantu dalam memecahkan

masalah yang dihadapinya. Semakin tinggi dukungan informasi, maka semakin

rendah burnout yang terjadi pada individu. Selanjutnya dimensi terakhir dari

dukungan sosial adalah dukungan persahabatan yang mempunyai arti dukungan

yang berupa adanya kebersamaan, kesediaan dan aktivitas sosial yang sama.

Misalnya, teman-teman dan keluarga selalu meluangkan waktu bersama dengan

individu, individu sering makan siang bersama rekan kerja dan atasan. Hal ini

akan menimbulkan rasa kebersamaan yang erat antara individu dengan orang lain.

Semakin tinggi dukungan persahabatan yang diterima individu, maka semakin

rendah pula burnout yang terjadi pada individu.

Dengan demikian, dari semua variabel yang telah digambarkan, peneliti

menyimpulkan kerangka berpikir pada gambar 2.1.


35

Beban Kerja

Physical demand

Effort

Mental demand

Temporal demand

Performance

Frustation level

Burnout

Dukungan Sosial
Dukungan Emosional

Dukungan Instrumental

Dukungan Informasi

Dukungan Persahabatan

Tabel 2.1 Bagan Kerangka Berpikir


36

2.5 Hipotesis

Hipotesis Major

Terdapat pengaruh yang signifikan antara beban kerja dan dukungan sosial

terhadap burnout

Hipotesis Minor

H1 : Ada pengaruh yang signifikan variabel physical demand terhadap bunout

H2 : Ada pengaruh yang signifikan variabel effort terhadap bunout

H3 : Ada pengaruh yang signifikan variabel mental demand terhadap bunout

H4 : Ada pengaruh signifikan variable temporal demand terhadap burnout

H5 : Ada pengaruh yang signifikan variabel performance terhadap bunout

H6 : Ada pengaruh yang signifikan variabel frustration level terhadap bunout

H7 : Ada pengaruh yang signifikan variabel dukungan emosional terhadap

bunout

H8 : Ada pengaruh yang signifikan variabel dukungan instrumental terhadap

bunout

H9 : Ada pengaruh yang signifikan variabel dukungan informasi terhadap

bunout

H10 : Ada pengaruh yang signifikan variabel dukungan persahabatan terhadap

bunout
11BAB 3

METODELOGI PENELITIAN

Dalam bab tiga ini akan dibahas tentang populasi dan sampel, serta teknik

pengambilan sampelnya dan alasan mengapa cara seperti itu yang digunakan.

Kemudian akan dibahas variabel yang dijadikan variabel penelitian serta definisi

operasionalnya. Selanjutnya akan dibahas juga instrumen pengumpulan data,

prosedur pengumpulan data serta analisis data yang digunakan untuk menemukan

jawaban atas pertanyaan atau hipotesis penelitian.

Pada penelitian ini, yang hendak diteliti adalah pengaruh beban kerja dan

dukungan social terhadap burnout. Pendekatan yang digunakan untuk menjawab

penelitian tersebut adalah pendekatan kuantitatif.

3.1 Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling

3.1.1. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan tetap back office maupun front

office yang bekerja di PT.X Kantor Cabang Jakarta Selatan dan Kantor Cabang

Bekasi. Dimana total populasi pada karyawan di PT. X berjumlah 238 karyawan.

3.1.2. Teknik Sampling

Dari 238 kuesioner yang disebarkan, hanya 166 kuesioner yang dikembalikan dan

semua kuesioner tersebut layak untuk diolah. Maka, sampel yang digunakan

dalam penelitian ini yaitu sebanyak 166 responden. Kuesioner dilakukan secara

dititipkan kepada Human Capital Staff yang bekerja di PT. X Kantor Cabang

Jakartas Selatan dan Bekasi.

37
38

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan

probability sampling, yaitu semua karyawan tetap back office maupun front office

PT. X memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi sampel dalam penelitian.

3.2 Variabel Penelitian

3.2.1 Identifikasi Variabel penelitian

Sebelum membahas definisi operasional penelitian, di bawah ini terdapat

beberapa variable yang digunakan dalam penelitian ini sebagaimana yang

disebutkan pada bab sebelumnya. Adapun penelitian ini dijadikan dependent

variabel (DV) adalah burnout. Sedangkan yang dijadikan independent variabel

(IV) adalah beban kerja dengan aspek yaitu physical demand, effort, mental

demand, temporal demand, frustration level dan performance serta dukungan

sosial dengan aspek dukungan emosional, dukungan instrumental, dukungan

informasi dan dukungan persahabatan

IV1 = Physical demand


IV2 = Effort
IV3 = Mental demand
IV4 = Temporal demand
IV5 = Frustration level
IV6 = Performance
IV7 = Dukungan Emosional
IV8 = Dukungan Instrumental
IV9 = Dukungan Informatif
IV10 = Dukungan Persahabatan
39

3.2.2 Definisi operasional variabel penelitian

Adapun definisi operasional dari masing-masing variabel adalah:

1. Burnout

Burnout adalah meningkatnya perasaan kelelahan emosional,

berkembangnya perilaku dan perasaan negatif terhadap seseorang, serta

evaluasi diri yang negatif terhadap pekerjaan. Pada penelitian ini burnout

diukur dengan menggunakan The Maslach Burnout Inventory (MBI) dari

Maslach (1981) dengan menggunakan 22 item.

2. Beban Kerja

Beban kerja adalah kemampuan seseorang dalam menerima pekerjaan.

Beban kerja dapat berupa beban kerja fisik dan beban kerja mental. Beban

kerja mempunyai beberapa dimensi yang dapat dikaji melalui dimensi:

a. Physical demand, yaitu besarnya aktivitas fisik yang dibutuhkan dalam

melakukan tugas (contoh: mendorong, menarik, memutar, mengontrol,

menjalankan dan lainnya).

b. Effort, yaitu usaha yang dikeluarkan secara fisik dan mental yang

dibutuhkan untuk mencapai level performansi karyawan.

c. Mental demand, yaitu besarnya aktivitas mental dan perseptual yang

dibutuhkan untuk melihat, mengingat, dan mencari. Pekerjaan tersebut

mudah atau sulit, sederhana atau kompleks, dan longgar atau ketat.

d. Temporal demand, yaitu jumlah tekanan yang berkaitan dengan waktu

yang dirasakan selama pekerjaan berlangsung. Pekerjaan perlahan atau

santai atau cepat, dan melelahkan.


40

e. Frustation level, yaitu seberapa tidak aman, putus asa, tersinggung,

terganggu, dibandingkan dengan perasaan aman, puas, nyaman, dan

kepuasan diri yang dirasakan.

f. Performance, yaitu seberapa besar keberhasilan seseorang di dalam

pekerjaannya dan seberapa puas dengan hasil kerjanya.

Pada penelitian ini beban kerja diukur menggunakan enam dimensi yaitu

physical demand, effort, mental demand, temporal demand, frustration

level, dan performance (Hart & Staveland, 1988).

3. Dukungan Sosial

Dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian, penghargaan, atau bantuan yang

diperoleh individu dari orang lain. Dukungan sosial mempunyai beberapa dimensi

yang dapat dikaji melalui dimensi sebagai berikut:

a. Dukungan Emosional: Dukungan yang membuat individu memiliki

perasaan nyaman, yakin, dan dipedulikan dan dicintai sehingga individu

dapat menghadapi masalah dengan baik.

b. Dukungan Instrumental: Dukungan yang diberikan secara langsung

kepada individu, yang meliputi bantuan nyata seperti penyediaan

barang dan jasa.

c. Dukungan Informasi: Dukungan yang diverikan kepada individu yang

berupa nasehat, saran, serta umpan balik tentang keadaan atau apa yang

dikerjakan individu.
41

d. Dukungan Persahabatan: Dukungan yang membuat individu merasa

sebagai anggota pada suatu kelompok yang memiliki kesamaan minat

dan aktifitas yang sama.

Pada penelitian ini dukungan sosial diukur menggunakan empat dimensi

yaitu,dukungan emosional, dukungan instrumental, dukungan informasi, dan

dukunganpersahabatan (Sarafino, 2011).

3.3 Instrumen Pengumpulan data

Instrumen dalam penelitian ini, penulis menggunakan skala sebagai alat

pengumpul data. Skala adalah sejumlah pertanyaan tertulis untuk memperoleh

jawaban dari responden. Skala yang digunakan berisi pernyataan mengenai beban

kerja dan dukungan sosial serta burnout. Responden diminta untuk mengisi setiap

pertanyaan dengan membuat tanda check list (√) pada kolom yang sesuai.

Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah model skala likert.

Jawaban dari setiap instrumen dalam penelitian ini memiliki tingkatan dari yang

tertinggi (sangat positif) sampai yang terendah (sangat negatif). Pada skala

penelitian ini digunakan empat pilihan jawaban, yaitu sangat sesuai (SS), sesuai

(S), tidak sesuai (TS) dan sangat tidak sesuai (STS) . Skoring untuk merespon

jawaban pada skala adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1
Skor Pengukuran Skala
Pilihan Pernyataan
Favorable Unfavorable
Sangat Setuju 4 1
Setuju 3 2
Tidak Setuju 2 3
Sangat Tidak Setuju 1 4
42

Instrumen pengumpulan data dalam penelitian terdiri dari tiga skala ukur,

yaitu: skala burnout, beban kerja, dan dukungan sosial

1. Skala Burnout

Skala burnout adalah skala yang digunakan untuk mengukur burnout pada

respon. Skala ini bertujuan untuk mengetahui burnout responden. Skala ini

mengacu pada skala yang bernama The Maslach Burnout Inventory (MBI).

MBI ini menilai 3 Aspek yaitu emotional exhaustion, depersonalization, dan

reduced personal accomplishment. Alat ukur ini terdiri dari 22 item

pernyataan.

Dalam skala penelitian ini penulis menggunakan empat pilihan

jawaban yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat

Tidak Sesuai (STS).

Tabel 3.2
Blue Print Skala Burnout
43

2. Skala Beban Kerja

Dalam penelitian ini, skala beban kerja yang digunakan dalam penelitian ini

disusun berdasarkan aspek-aspek dari pengukuran NASA-TLX oleh Hart dan

Staveland (1988) dengan dimensi beban kerja fisik, yaitu: physical demand

dan effort. Dan dimensi beban kerja mental yaitu: mental demand, temporal

demand, frustration level, dan performance. Skala beban kerja dalam

penelitian ini terdiri dari 24 Item.

Pada skala ini subjek diharuskan memilih salah satu dari pilihan

jawaban, yaitu: Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat

Tidak Sesuai (STS). Kemudian item ini terdiri dari dua jenis pertanyaan yaitu

favorable dan unfavorable. Agar instrument ini dapat terarah, maka

instrument disusun dan dikembangkan berdasarkan indikator-indikator yang

ditetapkan dalam blue print.


44

Tabel 3.3
Blue Print Skala Beban Kerja
Nomor Item
No. Dimensi Indikator Jml Contoh Item
Fav Unfav
1. Physical Aktivitas fisik yang 1,4 8,18 4 Duduk lebih
demand dibutuhkan dalam dari dua jam
melakukan tugas mengopera-
(seperti: mendorong, sikan komputer
menarik, memutar,
mengontrol,
menjalankan dan
lainnya.
2. Effort Usaha yang 2,3 9,21 4 Saat jam kerja
dikeluarkan secara fisik selesai, saya
dan mental yang tetap pulang
dibutuhkan untuk meskipun
mencapai level pekerjaan saya
performansi karyawan belum selesai
3. Mental Tuntutan aktivitas 12,15 16,14 4 Saya memaksi-
Demand mental dan perceptual malkan daya
yang dibutuhkan dalam ingat saya
menyelesaikan tugas dalam bekerja
yang dilakukan
(berpikir, menghitung,
mengingat, melihat,
dan mencari)
4. Temporal Tekanan yang 22,17 6,20 4 Pekerjaan saya
Demand berkaitan dengan tidak
waktu yang dirasakan mengharus-kan
selama pekerjaan untuk berpacu
berlangsung. Pekerjaan dengan waktu
perlahan atau santai
atau cepat, dan
melelahkan
5. Frustation Seberapa tidak aman, 19,13 10,11 4 Saya mudah
Level putus asa, tersinggung, putus asa
terganggu, menghadapi
dibandingkan dengan masalah yang
perasaan aman, puas, sulit
nyaman, dan kepuasan diselesaikan saat
diri yang dirasakan. bekerja
6. Perfor- Seberapa besar 23,7 5,24 4 Saya merasa
mance keberhasilan seseorang kurang puas
di dalam pekerjaannya dengan hasil
dan seberapa puas pekerjaan saya
dengan hasil kerjanya

Jumlah 24
45

3. Skala Dukungan sosial

Dalam penelitian ini, skala dukungan sosial disusun berdasarkan aspek-aspek

yang dikemukakan oleh Sarafino (2011). Dukungan sosial diukur dengan

menggunakan kuesioner dukungan sosial yang disusun oleh peneliti. Alat

ukur ini terdiri dari 16 item.

Dalam skala penelitian ini penulis menggunakan empat pilihan jawaban

yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak

Sesuai (STS).

Tabel 3.4
Blue Print Skala Dukungan Sosial
Nomor Item
No. Dimensi Indikator Jml Contoh Item
Fav Unfav
1. Dukungan Perasaan empati, 15,16 10,12 4 Saya merasa di
Emosional perhatian, dan acuhkan
peduli dilingkungan
kerja saya
2. Dukungan Mendapat bantuan 2,3 6,7 4 Saat saya sakit,
Instrumental secara fisik dan beberapa rekan
jasa kerja saya
bersedia
mengganti-kan
tugas saya
3. Dukungan Dibantu 1,4 13,9 4 Orang tua saya
Informasi memecahkan sering sekali
masalah dan memberikan
diberikan nasihat kepada
saran/arahan saya
4. Dukungan Adanya 5,8 11,14 4 Beberapa kali
Persahabatan kebersamaan, saya makan siang
kesediaan dan bersama dengan
aktivitas sosial rekan dan atasan
yang sama saya
Jumlah 16

3.4 Pengujian Validitas Konstruk

Semua instrumen yang penulis gunakan dalam penelitian ini diuji validitasnya.

Uji validitas dilakukan dengan menggunakan confirmatory factor analysis (CFA)


46

menggunakan program LISREL 8.7 (Linear Structural Relationship). Berikut

ialah prosedur CFA (Umar, 2011) :

1. Menguji apakah hanya satu faktor saja yang menyebabkan item-item saling

berkorelasi (hipotesis unidimensional item). Hipotesis ini diuji dengan chi-

square. Untuk memutuskan apakah memang tidak ada perbedaan antara

matriks korelasi yang dipeoleh dari data dengan matriks korelasi yang

dihitung menurut teori/model. Jika hasil chi-square tidak signifikan (p > 0.05),

maka hipotesis nihil yang menyatakan bahwa “tidak ada perbedaan antara

matriks korelasi yang diperoleh dari data dan model” diterima, yang artinya

item yang diuji mengukr satu faktor saja (unidimensional). Sedangkan, jika

nilai chi-square signifikan (p < 0.05), artinya item-item yang diuji mengukur

lebih dari satu faktor (multidimensional). Dalam keadaan demikian peneliti

melakukan modifikasi terhadap model dengan cara memperbolehkan item-

item saling berkorelasi tetapi dengan tetap menjaga bahwa item hanya

mengukur satu faktor (unidimensional). Jika sudah diperoleh moel yang fit

(tetapi tetap unidimensional) maka dilakukan langkah selanjutnya.

2. Menganalisis item mana yang menjadi sumber tidak fit.

Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mengetahui item mana

yang menjadi sumber tidak fit, yaitu:

a) Melakukan uji signifikan terhadap koefisien muatan faktor dari masing-

masing item dengan menggunakan t-test, jika nilai t yang diperoleh pada

sebuah item tidak signifikan (t > 1.96) maka item tersebut akan didrop
47

karena dianggap tidak signifikan sumbangannya terhadap pengukuran

yang sedang dilakukan.

b) Melihat arah koefisien maupun muatan faktor (factor loading). Jika suatu

item memiliki muatan negatif, maka item tersebut didrop karena tidak

sesuai dengan pengukuran (berarti semakin tinggi nilai pada item tersebut

semakin rendah nilai pada faktor yang diukur).

c) Sebagai kriteria tambahan (optional) dapat dilihat juga banyaknya korelasi

parsial antar kesalahan pengukuran, yaitu kesalahan pengukuran pada

suatu item yang berkorelasi dengan kesalahan pengukuran pada item lain.

Jika pada suatu item terdapat terlalu banyak korelasi seperti ini (lebih dari

tiga), maka item tersebut didrop. Alasannya adalah item yang demikian

selain mengukur apa yang ingin diukur juga mengukur hal lain

(multidimensional item).

3. Menghitung faktor skor

Jika langkah-langkah diatas telah dilakukan, maka diperoleh item-item yang

valid untuk mengukur apa yang diukur. Item-item inilah yang kemudian

diolah untuk mendapatkan faktor skor pada tiap skala. Dengan demikian

perbedaan kemampuan yang masing-masing item dalam mengukur apa yang

hendak diukur ikut menentukan dalam menghitung faktor skor (true score).

True score inilah yang dianalisis dalam penelitian ini.

Dalam penelitian ini, penulis tidak menggunakan raw score / skor mentah

(hasil menjumlahkan skor item). Oleh karena itu sebenarnya tidak diperlukan

informasi tentang reliabilitas masing-masing alat ukur (misalnya, cronbach alpha)


48

karena true score itu reliabilitasnya sama dengan satu (100%). Untuk kemudahan

di dalam penafsiran hasil analisis maka penulis mentransformasikan faktor skor

yang diukur dalam skala baku (Z score) menjadi T score yang memiliki mean =

50 dan standar deviasi (SD) = 10 sehingga tidak ada responden yang mendapat

skor negative. Adapun rumus T score adalah:

T score = ( 10 x skore faktor ) + 50

3.4.1. Uji Validitas Konstruk Beban Kerja

Beban kerja memiliki 6 dimensi yaitu: physical demand, effort, mental demand,

temporal demand, performance, dan frustation level.

1. Physical demand

Pada aspek physical demand yang dilakukan dengan model fit satu faktor

menghasilkan model yang tidak fit dengan Chi-square = 2.89, df = 2, p-value =

0.23598, dan nilai RMSEA = 0.052. Oleh karena itu, penulis melakukan

modifikasi, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan

berkorelasi satu sama lainnya sehingga menghasilkan model yang fit dengan Chi-

square = 0.14, df = 1, p-value = 0.71151, dan nilai RMSEA = 0.000.

Gambar 3.1 Path Diagram Physical demand


49

Kemudian penulis melihat apakah item tersebut mengukur faktor yang

hendak diukur secara signifikan serta sekaligus menentukan apakah item tersebut

diterima atau tidak, pengujiannya dengan melihat T-values dan muatan faktor,

seperti tabel 3.5 berikut ini:

Tabel 3.5 Hasil Uji Validitas Konstruk Physical demand


No. Item Lamda Standard Eror T-Value Signifikan
1 0.38 (0.14) 2.71
4 -0.62 (0.21) -2.94
8 0.33 (0.13) 2.59
18 0.13 (0.16) 0.78
Keterangan: tanda = Signifikan (t > 1.96), = Tidak Signifikan

Dari hasil tabel 3.5 dapat dilihat ada dua item yang signifikan. Dan dua item

lainnya tidak signifikan karena memiliki T-Values < 1,96 maka item 4 dan 18

digugurkan.

2. Effort

Pada aspek effort yang dilakukan dengan model fit satu faktor menghasilkan

model yang tidak fit dengan Chi-square = 6.08, df = 2, p-value = 0.04772, dan

nilai RMSEA = 0.111. Oleh karena itu, penulis melakukan modifikasi, dimana

kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama

lainnya sehingga menghasilkan model yang fit dengan Chi-square = 0.01, df = 1,

p-value = 0.91999, dan nilai RMSEA = 0.000.


50

Gambar 3.2 Path Diagram Effort

Kemudian penulis melihat apakah item tersebut mengukur faktor yang

hendak diukur secara signifikan serta sekaligus menentukan apakah item tersebut

diterima atau tidak, pengujiannya dengan melihat T-values dan muatan faktor,

seperti tabel 3.6 berikut ini

Tabel 3.6 Hasil Uji Validitas Konstruk Effort


No. Item Lamda Standard Eror T-Value Signifikan
2 0.59 (0.11) 5.53
3 0.80 (0.13) 6.01
9 0.56 (0.13) 4.42
21 0.39 (0.09) 4.22
Keterangan: tanda = Signifikan (t > 1.96), = Tidak Signifikan

Dari hasil tabel 3.6 dapat dilihat bahwa seluruh item signifikan. Pada aspek ini

tidak ada item yang gugur.


51

3. Mental Demand

Pada aspek mental demand yang dilakukan dengan model satu faktor

menghasilkan model yang fit dengan Chi-square = 2.49, df = 2, p-value =

0.28810, dan nilai RMSEA = 0.038.

Gambar 3.3 Path Diagram Mental Demand


Kemudian penulis melihat apakah item tersebut mengukur faktor yang

hendak diukur secara signifikan serta sekaligus menentukan apakah item tersebut

diterima atau tidak, pengujiannya dengan melihat T-values dan muatan faktor,

seperti tabel 3.7 berikut ini:

Tabel 3.7 Hasil Uji Validitas Konstruk Mental Demand


No. Item Lamda Standard Eror T-Value Signifikan
12 0.64 (0.13) 4.76
14 0.61 (0.13) 4.69
15 0.30 (0.10) 2.93
16 0.26 (0.10) 2.57
Keterangan: tanda = Signifikan (t > 1.96), = Tidak Signifikan

Dari hasil tabel 3.7 dapat dilihat bahwa seluruh item signifikan. Pada aspek ini

tidak ada item yang gugur.


52

4. Temporal Demand

Pada aspek temporal demand yang dilakukan dengan model satu faktor

menghasilkan model yang fit dengan Chi-square = 2.54, df = 2, p-value =

0.28050, dan nilai RMSEA = 0.041.

Gambar 3.4 Path Diagram Temporal Demand

Kemudian penulis melihat apakah item tersebut mengukur faktor yang

hendak diukur secara signifikan serta sekaligus menentukan apakah item tersebut

diterima atau tidak, pengujiannya dengan melihat T-values dan muatan faktor,

seperti tabel 3.8 berikut ini.

Tabel 3.8 Hasil Uji Validitas Konstruk Temporal Demand


No. Item Lamda Standard Eror T-Value Signifikan
6 0.12 (0.10) 1.26
17 0.22 (0.11) 2.01
20 0.43 (0.16) 2.66
22 0.82 (0.28) 2.92
Keterangan: tanda = Signifikan (t > 1.96), = Tidak Signifikan

Dari hasil tabel 3.8 dapat dilihat ada tiga item yang signifikan. Dan satu item

tidak signifikan karena memiliki T-Values < 1,96 maka item 6 digugurkan.
53

5. Frustation Level

Pada aspek frustration level yang dilakukan dengan model fit satu faktor

menghasilkan faktor model yang fit dengan Chi-square = 2.27, df = 2, p-value =

0.32133, dan nilai RMSEA = 0.029.

Gambar 3.5 Path Diagram Frustation Level

Kemudian penulis melihat apakah item tersebut mengukur faktor yang


hendak diukur secara signifikan serta sekaligus menentukan apakah item tersebut
diterima atau tidak, pengujiannya dengan melihat T-values dan muatan faktor,
seperti tabel 3.9 berikut ini.

Tabel 3.9 Hasil Uji Validitas Konstruk Frustation Level


No. Item Lamda Standard Eror T-Value Signifikan
10 0.48 (0.10) 4.73
11 0.11 (0.17) 6.54
13 0.29 (0.08) 3.47
19 -0.29 (0.08) -3.41
Keterangan: tanda = Signifikan (t > 1.96), = Tidak Signifikan

Dari hasil tabel 3.9 dapat dilihat ada tiga item yang signifikan. Dan satu item tidak

signifikan karena memiliki T-Values < 1,96 maka item 19 digugurkan.


54

6. Performance

Pada aspek performance yang dilakukan dengan model fit satu faktor

menghasilkan model yang tidak fit dengan Chi-square = 3.13, df = 2, p-value =

0.20883, dan nilai RMSEA = 0.059. Oleh karena itu, penulis melakukan

modifikasi, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan

berkorelasi satu sama lainnya sehingga menghasilkan model yang fit dengan Chi-

square = 0.04, df = 1, p-value = 0.84277, dan nilai RMSEA = 0.000.

Gambar 3.6 Path Diagram Performance

Kemudian penulis melihat apakah item tersebut mengukur faktor yang

hendak diukur secara signifikan serta sekaligus menentukan apakah item tersebut

diterima atau tidak, pengujiannya dengan melihat T-values dan muatan faktor,

seperti tabel 3.10 berikut ini.

Tabel 3.10 Hasil Uji Validitas Konstruk Performance


No. Item Lamda Standard Eror T-Value Signifikan
5 0.83 (0.29) 2.85
7 0.26 (0.12) 2.23
23 0.18 (0.11) 1.63
24 0.39 (0.15) 2.54
55

Keterangan: tanda = Signifikan (t > 1.96), = Tidak Signifikan

Dari hasil tabel 3.10 dapat dilihat ada tiga item yang signifikan. Dan satu item

tidak signifikan karena memiliki T-Values < 1,96 maka item 23 digugurkan.

3.4.2. Uji Validitas Konstruk Dukungan Sosial

Dukungan sosial memiliki 4 aspek yaitu: dukungan emosional, dukungan

instrumental, dukungan informasi, dan dukungan persahabatan.

1. Dukungan Emosional

Berdasarkan hasil CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, hasil uji

validitas pada aspek dukungan emosional adalah tidak fit dengan Chi-square =

13.20, df = 2, p-value = 0.00136, dan nilai RMSEA = 0.184. Oleh karena itu,

penulis melakukan modifikasi, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item

dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya sehingga menghasilkan model fit

dengan Chi-square = 0.01, df = 1, p-value = 0.92167, dan nilai RMSEA = 0.000.

Gambar 3.7 Path Diagram Dukungan Emosional


56

Kemudian penulis melihat apakah item tersebut mengukur faktor yang

hendak diukur secara signifikan serta sekaligus menentukan apakah item tersebut

diterima atau tidak, pengujiannya dilakukan dengan melihat T-value dan muatan

faktor, seperti tabel 3.11 berikut:

Tabel 3.11 Hasil Uji Validitas Konstruk Dukungan Emosional


No. Item Lamda Standard Eror T-Value Signifikan
10 0.51 (0.11) 4.59
12 0.81 (0.15) 5.42
15 0.41 (0.10) 4.03
16 0.10 (0.09) 0.42
Keterangan: tanda = Signifikan (t > 1.96), = Tidak Signifikan

Dari hasil tabel 3.11 dapat dilihat ada tiga item yang signifikan. Dan satu item

tidak signifikan karena memiliki T-Values < 1,96 maka item 16 digugurkan.

2. Dukungan Instrumental

Pada aspek dukungan instrumental yang dilakukan dengan model satu faktor

menghasilkan model yang tidak fit dengan Chi-square = 4.87, df = 2, p-value =

0.08765, dan nilai RMSEA = 0.093. Oleh karena itu, penulis melakukan

modifikasi, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan satu

sama lainnya sehingga menghasilkan model yang fit dengan Chi-square = 0.01, df

= 1, p-value = 0.94158, RMSEA = 0.000.


57

Gambar 3.8 Path Diagram Dukungan Instrumental

Kemudian penulis melihat apakah item tersebut mengukur faktor yang

hendak diukur secara signifikan serta sekaligus menentukan apakah item tersebut

diterima atau tidak, pengujiannya dilakukan dengan melihat T-value dan muatan

faktor, seperti tabel 3.12 berikut ini:

Tabel 3.12 Hasil Uji Validitas Dukungan Instrumental


No. Item Lamda Standard Eror T-Value Signifikan
2 0.43 (0.12) 3.56
3 0.73 (0.18) 3.99
6 0.29 (0.15) 1.87
7 0.37 (0.11) 3.33
Keterangan: tanda = Signifikan (1 > 1.96), X = Tidak Signifikan

Dari hasil tabel 3.12 dapat dilihat bahwa ada 3 item yang signifikan. Dan

satu item tidak signifikan karena memiliki T-value < 1,96 maka item 6

digugurkan.

3. Dukungan Informasi

Pada aspek dukungan informasi yang dilakukan dengan model satu faktor

menghasilkan model yang tidak fit dengan Chi-square = 4.71, df = 2, p-value =


58

0.9485, dan nilai RMSEA = 0.091. Oleh karena itu, penulis melakukan

modifikasi, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan

berkorelasi satu sama lainnya sehingga menghasilkan model yang fit dengan Chi-

square = 0.73, df = 2, p-value = 0.39334, dan nilai RMSEA = 0.000.

Gambar 3.9 Path Diagram Dukungan Informasi

Kemudian penulis melihat apakah item tersebut mengukur faktor yang

hendak diukur secara signifikan serta sekaligus menentukan apakah item tersebut

diterima atau tidak, pengujiannya dilakukan dengan melihat T-value dan muatan

faktor, seperti tabel 3.13 berikut ini:

Tabel 3.13 Hasil Uji Validitas Dukungan Informasi


No. Item Lamda Standard Eror T-Value Signifikan
1 0.49 (0.14) 3.46
4 0.43 (0.13) 3.31
9 0.48 (0.14) 3.44
13 0.06 (0.13) 0.42
Keterangan: tanda = Signifikan (t > 1.96), = Tidak Signifikan

Dari hasil tabel 3.13 dapat dilihat ada tiga item yang signifikan. Dan satu item

tidak signifikan karena memiliki T-Values < 1,96 maka item 13 digugurkan.
59

4. Dukungan Persahabatan

Pada aspek dukungan persahabatan yang dilakukan dengan model satu faktor

menghasilkan model yang tidak fit dengan Chi-square = 4.04, df = 2, p-value =

0.13279, dan nilai RMSEA = 0.079. Oleh karena itu, penulis melakukan

modifikasi, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan

berkorelasi satu sama lainnya sehingga menghasilkan model yang fit dengan Chi-

square = 0.059, df = 1, p-value = 0.44328, dan nilai RMSEA = 0.000.

Gambar 3.10 Path Diagram Dukungan Persahabatan

Kemudian penulis melihat apakah item tersebut mengukur faktor yang

hendak diukur secara signifikan serta sekaligus menentukan apakah item tersebut

diterima atau tidak, pengujiannya dilakukan dengan melihat T-value dan muatan

faktor, seperti tabel 3.14 berikut ini:


60

Tabel 3.13 Hasil Uji Validitas Dukungan Persahabatan


No. Item Lamda Standard Eror T-Value Signifikan
5 0.23 (0.13) 1.78
8 0.07 (0.07) 1.11
11 1.39 (0.63) 2.20
14 0.32 (0.16) 1.96
Keterangan: tanda = Signifikan (t > 1.96), = Tidak Signifikan

Dari hasil tabel 3.14 dapat dilihat ada dua item yang signifikan. Dan dua

item lainnya tidak signifikan karena memiliki T-Values < 1,96 maka item 5 dan 8

digugurkan.

3.4.3 Uji Validitas Konstruk Burnout

Penulis menguji apakah ke 22 item yang bersifat unidimensional, artinya benar

hanya mengukur burnout. Dari hasil analisa CFA yang dilakukan dengan model

satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-square = 1177.11, df = 209, p-value =

0.00000, dan nilai RMSEA = 0.168. Oleh karena itu, penulis melakukan

modifikasi, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan

berkorelasi satu sama lainnya sehingga menghasilkan mpdel yang fit dengan Chi-

square = 141.73, df = 117, p-value = 0.05966, dan nilai RMSEA = 0.036.


61

Gambar 3.10 Path Diagram Burnout

Kemudian penulis melihat apakah item tersebut mengukur faktor yang

hendak diukur secara signifikan serta sekaligus menentukan apakah item tersebut

diterima atau tidak, pengujiannya dilakukan dengan melihat T-value dan muatan

faktor, seperti tabel 3.15 berikut ini:


62

Tabel 3.15 Hasil Uji Validitas Burnout


No. Item Lamda Standard Eror T-Value Signifikan
5 0.27 (0.08) 3.41
6 0.56 (0.07) 7.67
8 0.37 (0.08) 4.80
11 0.68 (0.07) 9.24
13 0.30 (0.07) 4.16
16 0.46 (0.08) 5.89
17 0.56 (0.07) 7.59
19 0.48 (0.07) 6.44
20 0.43 (0.08) 5.35
1 -0.08 (0.07) -1.12
9 0.26 (0.07) 3.27
10 0.55 (0.07) 7.98
12 -0.15 (0.08) -1.90
14 0.24 (0.07) 3.31
2 0.04 (0.08) 0.45
3 0.29 (0.08) 3.52
4 -0.31 (0.08) -4.11
7 -0.10 (0.08) -1.26
15 0.23 (0.07) 3.09
18 -0.24 (0.07) -3.21
21 0.46 (0.08) 5.70
22 0.23 (0.08) 0.23
Keterangan: tanda = Signifikan (t > 1.96), = Tidak Signifikan

Dari hasil tabel 3.15 dapat dilihat ada 15 item yang signifikan. Dan 7 item

lainnya tidak signifikan karena memiliki T-Values < 1,96 maka item 1, 12, 2, 4, 7,

18, dan 22 digugurkan.

3.5 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan untuk melihat pengaruh dari Independent

variable (sebanyak 10 variabel) terhadap dependent variablenya (sebanyak 1

variabel) adalah teknik analisis berganda. Ada empat tahap yang dilakukan untuk

melihat bagaimana pengaruh independent variabel terhadap dependent variabel.


63

Tahap pertama, peneliti menghitung konstan (a, b1, b2, ..., b10) dari persamaan

regresi Y’ = a + b1XI + b2X2 + .... + b10X10. Sehingga dengan tahap seperti itu,

variabel-variabel untuk memprediksikan Y’ responden dapat digunakan. Tahap

kedua, menghitung proporsi varian dari burnout yang dapat dijelaskan oleh
2
variabel-variabel independen yang akan diteliti oleh peneliti, yaitu R . Tahap

ketiga, menguji signifikansi dari hasil yang diperoleh. Jadi, dapat diketahui

apakah regresi dari burnout atas sepuluh variabel independen secara statistik

signifikan. Selain itu, dapat diketahui apakah koefisien regresi (b) dari persamaan

regresi secara statistik berbeda dari nol. Semua perhitungan yang telah dijelaskan

dilakukan dengan software SPSS 17. Berikut ini adalah penjelasan secara ringkas

dari empat langkah tersebut:

Tahap pertama yaitu dengan membuat persamaan prediksi dari burnout,

yakni:

Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7 + b8X8 + b9X9 +


b10X10 + e

Keterangan:
Y1 : Nilai prediksi Y (burnout)
X1 : Physical demand
X2 : Effort
X3 : Mental demand
X4 : Temporal demand
X5 : Performance
X6 : Frustration level
X7 : Dukungan Emosional
X8 : Dukungan Instrumental
64

X9 : Dukungan Informasi
X10 : Dukungan Persahabatan
a : Intercept/Konstan
b : Koefisien regresi untuk masing-masing IV
e :Residu, yang dalam hal ini adalah variabel selain 10 IV yang
mempengaruhi burnout karyawan PT.X

Tahap yang kedua adalah menghitung proporsi varian yang dapat


2 2
dijelaskan oleh sembilan independent variable (R ). R (squared multiple
2
correlation coefficient) bernilai antara 0 hingga 1. Ketika R dikalikan dengan
100, maka peneliti mendapatkan presentase varian dari burnout yang dapat
2
dijelaskan oleh delapan independent variable. Rumus dari R adalah sebagai
berikut:

2
R = SS reg
2
Σy

Langkah selanjutnya yaitu, melakukan uji signifikansi. Dalam penelitian

ini, paling tidak ada tiga uji signifikansi. Yang pertama adalah uji signifikansi dari
2 2
R . Lalu R akan diuji signifikansinya dengan uji F, dengan rumus, yaitu:

F = R2/k
(1-R2)/(N-k-1)

Keterangan:

k = jumlah IV

N = jumlah sampel
65

Setelah itu, uji signifikansi dari koefisien regresi atas masing-masing

independent variable. Koefisien regresi diuji dengan uji t. Hal tersebut dilakukan

untuk menguji apakah pengaruh yang diberikan variabel-variabel independen

signifikan terhadap dependen variabel, maka peneliti melakukan uji t. Uji t yang

dilakukan menggunakan rumus sebagai berikut:

t=

Dimana b adalah koefisien regresi dan Sb adalah standar deviasi sampling

2
dari koefisien b. Selama uji t, peneliti akan menulis R , signifikan tidaknya

dilakukan dengan menggunakan rumus yang telah dijelaskan sebelumnya. Hasil

uji t ini akan diperoleh dari hasil regresi yang akan dilakukan oleh peneliti

nantinya.

3.6 Prosedur Penelitian

Secara garis besar, penelitian ini dilakukan dengan beberapa langkah yaitu:

a) Mempersiapkan alat pengumpulan data atau intrumen penelitian dengan

menentukan alat ukur yang akan digunakan.

b) Menerjemahkan item-item alat ukur beban kerja, dukungan sosial, dan

burnout dari bahasa aslinya, yaitu Bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia.

Penulis mengadaptasi item-item tersebut dan menambahkan atau

menguranginya disesuaikan dengan kebutuhan dan keadaan responden.

c) Meminta expert judgment yaitu dosen pembimbing yang dianggap ahli

untuk menilai apakah pengadaptasian item-item dan penambahan serta


66

pengurangan yang dilakukan benar dan tepat berdasarkan teori yang telah

dipaparkan.

d) Menyesuaikan hasil expert judgment dengan pengklasifikasian yang telah

dibuat, sehingga didapat pengklasifikasian item yang tepat dan sesuai

dengan dasar teori yang telah ditentukan.

e) Menyusun alat ukur yang akan disebarkan kepada responden penelitian.

Penyususnan terdiri dari pengaturan tampilan huruf dan halaman

kuesioner, penelitian pengantar dan petunjuk pengisian, serta

pengelompokan alat ukur menjadi lima bagian, yaitu kata pengantar, data

diri dari subjek, skala beban kerja, dukungan sosial, dan burnout.

f) Memohon persetujuan dan bimbingan dari dosen pembimbing perihal

pelaksanaan penelitian.
BAB 4

HASIL PENELITIAN

Pada bab ini penulis akan membahas mengenai hasil penelitian yang telah

dilakukan. Pembahasan tersebut meliputi deskripsi data, analisis data, dan hasil

penelitian.

4.1 Analisis Deskriptif

4.1.1 Gambaran Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini ada 166 orang karyawan PT. X. Selanjutnya akan

dijelaskan gambaran subjek lebih rinci pada tabel 4.1 berikut:

Tabel 4.1
Subjek Penelitian
Jenis Kelamin N (166) Presentase
Laki-Laki 89 53.61%
Perempuan 77 46.38%

Berdasarkan data tabel 4.1 di atas dapat diketahui bahwa jumlah sampel

sebanyak 166 orang. Jumlah sampel dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 89

orang atau 53.61%. Untuk sampel perempuan sebanyak 77 orang atau 46.38%.

4.2 Hasil Analisis Deskriptif

Hasil analisis deskriptif mengenai nilai minimum, nilai maksimum, mean, dan

standar deviasi (SD) dari variabel penelitian ini, digambarkan pada tabel 4.2

sebagai berikut:

67
68

Tabel 4.2
Hasil Analisis Deskriptif
Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

BURNOUT 166 25.28 79.07 50.0000 8.64713

PHYSICAL DEMAND 166 26.56 66.94 50.0000 10.00000

EFFORT 166 25.21 68.83 50.0000 7.72444

MENTAL DEMAND 166 29.71 63.64 50.0000 7.22990

TEMPORAL DEMAND 166 32.26 70.01 50.0000 9.99500

FRUSTATION LEVEL 166 33.89 79.21 50.0000 9.99500

PERFORMANCE 166 32.41 66.12 50.0000 7.00745

DUKUNGAN EMOSIONAL 166 34.17 59.47 50.0000 7.24248

DUKUNGAN INSTRUMENTAL 166 32.53 65.93 50.0000 7.58612

DUKUNGAN INFORMASI 166 35.93 63.95 50.0000 6.22040

DUKUNGAN PERSAHABATAN 166 22.31 68.88 50.0000 10.00000

Valid N (listwise) 166

Dari tabel 4.2 dapat diketahui bahwa pertama, variabel burnout memiliki

nilai minimum = 25.28, nilai maksimum = 81.07, nilai mean = 50.000 dan nilai

SD = 8.64713. Kedua, variabel physical demand memiliki nilai minimum = 26.56,

nilai maksimum = 66.94, nilai mean = 50.000 dan nilai SD = 10.000. Ketiga,

variabel effort memiliki nilai minimum = 25.21, nilai maksimum = 68.83, nilai

mean = 50.000 dan nilai SD = 7.72444. Keempat, variabel mental demand

memiliki nilai minimum = 29.71, nilai maksimum = 63.64, nilai mean = 50.000

dan nilai SD = 7.22990. Kelima, variael temporal demand memiliki nilai

minimum = 32.26, nilai maksimum = 70.01, nilai mean = 50.000 dan nilai SD =

9.99500. Keenam, variabel frustration level memiliki nilai minimum = 33.89,

nilai maksimum = 79.21, nilai mean = 50.000 dan nilai SD = 9.99500. Ketujuh,
69

variabel performance memiliki nilai minimum = 32.41, nilai maksimum = 66.12

nilai mean = 50.000 dan nilai SD = 7.00745. Kedelapan, variabel dukungan

emosional memiliki nilai minimum = 34.17, nilai maksimum = 59.47, nilai mean

= 50.000 dan nilai SD =7.24248. Kesembilan, variabel dukungan instrumental

memiliki nilai minimum = 32.53, nilai maksimum = 65.93, nilai mean = 50.000

dan nilai SD = 7.58612. Kesepuluh, variabel dukungan informasi memiliki nilai

minimum = 35.93, nilai maksimum = 63.95, nilai mean = 50.000 dan nilai SD =

6.22040. Kesebelas, variabel dukungan persahabatan memiliki nilai minimum =

22.31, nilai maksimum = 68.88, nilai mean = 50.000 dan nilai SD = 10.000.

4.3 Kategorisasi Skor Variabel Penelitian

Dengan menggunakan nilai mean dan standar deviasi, maka dapat ditetapkan

norma kategorisasi variabel penelitian seperti yang tertera pada tabel 4.3 berikut

ini:

Tabel 4.3
Norma Kategorisasi Skor Variabel Penelitian
Norma Interpretasi
X > Mean Tinggi
X < Mean Rendah

Kategorisasi dalam penelitian ini dibuat menjadi dua kategori, yaitu tinggi

(dengan pedoman X > Mean) dan rendah (dengan pedoman X < Mean). Setelah

kategorisasi tersebut didapatkan, maka akan dieproleh nilai presesntase kategori

untuk variabel beban kerja (physical demand, effort, mental demand, temporal

demand, frustration level, dan performance) dan dukungan sosial (dukungan

emosional, dukungan instrumental, dukungan informasi, dan dukungan

persahabatan). Sebagaimana terangkum dalam tabel 4.4 berikut:


70

Tabel 4.4
Kategorisasi Skor Variabel Penelitian
Kategori Rentang Frequency Percent
Tinggi 56.58-66.94 73 43.9%
Physical demand
Rendah 26.56-48.38 93 56.1%
Tinggi 50.11-68.83 99 59.6%
Effort
Rendah 25.21-49.30 67 40.4%
Tinggi 50.5-63.64 87 52.4%
Mental Demand
Rendah 29.71-49.49 79 47.6%
Tinggi 57.42-70.01 70 42.2%
Temporal Demand
Rendah 32.26-4486 96 57.8%
Tinggi 64.09-79.21 34 20.5%
Frustation Level
Rendah 33.89-49.02 132 79.5%
Tinggi 50.39-66.12 72 43.4%
Performance
Rendah 32.41-49.11 94 56.6%
Dukungan Tinggi 50.01-59.47 77 46.4%
Emosional Rendah 34-17-48.41 89 53.6%
Dukungan Tinggi 51.08-65.93 102 61.4%
Instrumental Rendah 32.53-49.74 64 38.6%
Dukungan Tinggi 50.09-63.95 62 37.3%
Informasi Rendah 35.93-49.99 104 62.7%
Dukungan Tinggi 50.16-68.88 120 72.3%
Persahabatan Rendah 22.31-40.95 46 27.7%

4.4 Uji Validitas Penelitian

Tahap selanjutnya yaitu uji hipotesis yang digunakan untuk mengetahui besar

pengaruh IV terhadap DV dengan menggunakan teknik analisis Multiple

Regression dan menggunakan software SPSS 17.

Dalam regresi ada tiga hal yang dilihat, yaitu melihat besaran R-square

untuk mengetahui berapa persen (%) varian DV yang dijelaskan oleh IV, kedua

apakah secara keseluruhan IV berpengaruh secara signifikan terhadap DV.

Kemudian terakhir melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi dari masing-

masing IV.
71

Langkah pertama, peneliti melihat besaran R-square untuk mengetahui

berapa persen (%) varians DV yang dijelaskan oleh IV. Tabel R-square

dipaparkan pada tabel 4.5 berikut ini.

Tabel 4.5
Tabel R-square
Model Summary
Model R R Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
Square
a
1 .398 .158 .104 8.18576

a. Predictors: (Constant), DukunganPersahabatan, Performance, FrustationLevel,


MentalDemand, TemporalDemand, PhysicalDemand, DukunganInstrumental,
DukunganEmosional, Effort, DukunganInformasi

Dari tabel 4.5 dapat dilihat bahwa perolehan R-square sebesar 0.158 atau

15.8%. Artinya proporsi dari burnout yang dijelaskan oleh variabel physical

demand, effort, mental demand, temporal demand, frustration level, performance,

dukungan emosional, dukungan instrumental, dukungan informasi, dan dukungan

persahabatan adalah sebesar 15.8% sedangkan 84.2% sisanya dipengaruhi oleh

variabel lain diluar penelitian ini.

Langkah kedua, peneliti menganalisis dampak independent variabel terhadap

burnout. Adapun hasil uji F dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut ini:

Tabel 4.6
Tabel Anova
b
ANOVA
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
a
1 Regression 1951.688 10 195.169 2.913 .002
Residual 10386.041 155 67.007
Total 12337.729 165
72

Berdasarkan pada tabel 4.6 dapat diketahui bahwa nilai Sig. pada kolom

paling kanan adalah sebesar 0.002. Dengan demikian diketahui bahwa nilai Sig.

< 0.05, maka hipotesis nol yang menyatakan bahwa tidak ada pengaruh yang

signifikan dari dimensi beban kerja (physical demand, effort, mental demand,

temporal demand, frustration level, dan performance) dan dukungan sosial

(dukungan emosional, dukungan instrumental, dukungan informasi, dan dukungan

persahabatan) terhadap burnout ditolak. Artinya ada pengaruh yang signifikan

dari physical demand, effort, mental demand, temporal demand, frustration level,

performance, dukungan emosional, dukungan instrumental, dukungan informasi,

dan dukungan persahabatan terhadap burnout pada karyawan bank.

Langkah terakhir adalah melihat koefisien regresi tiap independent

variable. Jika nilai Sig. < 0.05 maka koefisien regresi tersebut signifikan yang

berarti bahwa IV tersebut memiliki dampak yang signifikan terhadap burnout.

Adapun penyajiannya pada tabel 4.7 berikut:

Tabel 4.7
Koefisien Regresi
a
Coefficients
Model Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 59.856 9.750 6.139 .000
PhsycalDemand .085 .068 .098 1.242 .216
Effort -.059 .096 -.052 -.613 .541
MentalDemand -.306 .093 -.256 -3.283 .001
TemporalDemand .106 .068 .123 1.553 .122
FrustationLevel .189 .066 .218 2.869 .005
Performance -.131 .098 -.106 -1.330 .186
DukunganEmosional .062 .102 .052 .614 .540
DukunganInstrumental -.129 .095 -.113 -1.355 .177
DukunganInformasi -.015 .129 -.011 -.119 .905
DukunganPersahabatan .000 .075 .000 .004 .997
a. Dependent Variable: Burnout
73

Berdasarkan koefisien regresi pada tabel 4.7, dapat disimpulkan

persamaan regresi sebagai berikut:

Burnout= 59.856 + 0.085 physical demand – 0.059 effort – 0.306 mental demand

+ 0.106 temporal demand + 0.189 frustation level – 0.131 performance + 0.062

dukungan emosional – 0.129 dukungan instrumental – 0.015 dukungan informasi

+ 0.000 dukungan persahabatan.*signifikan

Dari tabel 4.7 dapat dilihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi yang

dihasilkan dari masing-masing independent variabel, dilihat bahwa nilai sig pada

kolom paling kanan. Jika hasilnya signifikan berarti pengaruhnya signifikan

terhadap burnout dan begitu pula sebaliknya.

Dari hasil di atas, hanya koefisien mental demand dan frustration level

yang signifikan, sedangkan variabel lainnya tidak signifikan. Hal ini menyatakan

bahwa dari sepuluh IV hanya mental demand dan frustration level yang signifikan

pengaruhnya terhadap burnout. Penjelasan dari nilai koefisien regresi yang

diperoleh pada masing-masing IV adalah sebagai berikut:

1. Nilai koefisien regresi pada variabel physical demand sebesar 0.085 dengan

nilai sig sebesar 0.216 (sig > 0.05), yang berarti bahwa physical demand tidak

memiliki pengaruh yang signifikan terhadap burnout.

2. Nilai koefisien regresi pada variabel effort sebesar -0.59 dengan nilai sig

sebesar 0.541 (sig > 0.05), yang berarti bahwa effort tidak memiliki pengaruh

yang signifikan terhadap burnout.


74

3. Nilai koefisien regresi pada variabel mental demand sebesar -0.306 dengan

nilai sig sebesar 0.01 (sig < 0.05), yang berarti bahwa mental demand

memiliki arah hubungan negatif dan pengaruh yang signifikan terhadap

burnout. Dapat diartikan bahwa, semakin tinggi mental demand, maka

semakin rendah burnout

4. Nilai koefisien regresi pada variabel temporal demand sebesar 0.106 dengan

nilai sig sebesar 0.122 (sig > 0.05), yang berarti bahwa temporal demand

tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap burnout.

5. Nilai koefisien regresi pada variabel frustration level sebesar 0.189 dengan

nilai sig sebesar 0.005 (sig < 0.05), yang berarti bahwa frustration level

memiliki arah hubungan positif dan pengaruh yang signifikan terhadap

burnout. Dapat diartikan bahwa, semakin tinggi frustration level, maka

semakin tinggi burnout.

6. Nilai koefisien regresi pada variabel performance sebesar -0.131 dengan nilai

sig sebesar 0.186 (sig > 0.05), yang berarti bahwa performance tidak

memiliki pengaruh yang signifikan terhadap burnout.

7. Nilai koefisien regresi pada variabel dukungan emosional sebesar 0.062

dengan nilai sig sebesar 0.540 (sig > 0.05), yang berarti bahwa dukungan

emosional tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap burnout.

8. Nilai koefisien regresi pada variabel dukungan instrumental sebesar -0.129

dengan nilai sig sebesar 0.177 (sig > 0.05), yang berarti bahwa dukungan

instrumental tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap burnout.


75

9. Nilai koefisien regresi pada variabel dukungan informasi sebesar -0.015

dengan nilai sig sebesar 0.905 (sig > 0.05), yang berarti bahwa dukungan

informasi tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap burnout.

10. Nilai koefisien regresi pada variabel dukungan persahabatan sebesar 0.000

dengan nilai sig 0.997 (sig > 0.05), yang berarti bahwa dukungan

persahabatan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap burnout.

4.5 Proporsi Varian

Selanjutnya, dianalisis juga penambahan proporsi varians dari tiap IV terhadap

DV jika IV tersebut dimasukkan satu per satu ke dalam analisis regresi.

Tujuannya adalah melihat penambahan (incremented) proporsi varians dari tiap

IV apakah signifikan atau tidak. Pada tabel 4.8 signifikan bisa dilihat pada kolom

pertama dari kanan, bila sig < 0.05 berarti variabel tersebut signifikan. Sedangkan

sumbangan varians yang diberikan IV terhadap DV bisa dilihat pada baris R

Square Change. Besarnya proporsi varians pada burnout dapat dilihat pada tabel

4.8 berikut:

Tabel 4.8
Proporsi Varians
Model Summary
Std. Error Change Statistics
R Adjusted of the R F df1 df 2 Sig. F
Model R
Square R Square Estimate Square Change Change
Change
a
1 .061 .004 -.002 8.65732 .004 .615 1 164 .434
b
2 .156 .024 .012 8.59382 .020 3.433 1 163 .066
c
3 .270 .073 .056 8.40347 .049 8.468 1 162 .004
d
4 .307 .094 .072 8.33079 .021 3.839 1 161 .052
e
5 .371 .137 .110 8.15588 .043 7.979 1 160 .005
f
6 .382 .146 .114 8.14054 .009 1.604 1 159 .207
g
7 .383 .147 .109 8.16261 .001 .141 1 158 .707
h
8 .398 .158 .115 8.13383 .011 2.120 1 157 .147
i
9 .398 .158 .110 8.15948 .000 .014 1 156 .905
b
10 .398 .158 .104 8.18576 .000 .000 1 155 .997
76

Dari tabel 4.8 dapat diketahui proporsi varian dari masing-masing

independent variabel terhadap burnout. Berikut informasi yang dapat dijelaskan:

1. Variabel physical demand memberikan sumbangan sebesar 0.4% terhadap

varian burnout. Sumbangan tersebut signifikan dengan Sig. F Change = 0.434

(sig > 0.05), F Change = 0.615 dan df = 1.164.

2. Variabel effort memberikan sumbangan sebesar 2,0% terhadap varian

burnout. Sumbangan tersebut signifikan dengan Sig. F Change = 0.066 (sig >

0.05), F Change = 3.433 dan df = 1.163.

3. Variabel mental demand memberikan sumbangan sebesar 4.9% terhadap

varian burnout. Sumbangan tersebut signifikan dengan Sig. F Change = 0.004

(sig < 0.05), F Change = 8.468 dan df = 1.162.

4. Variabel temporal demand memberikan sumbangan sebesar 2.1% terhadap

varian burnout. Sumbangan tersebut signifikan dengan Sig. F Change = 0.052

(sig > 0.05), F Change = 3.839 dan df = 1.161.

5. Variabel frustration level memberikan sumbangan sebesar 4.3% terhadap

varian burnout. Sumbangan tersebut signifikan dengan Sig. F Change = 0.005

(sig < 0.05), F Change = 7.979 dan df = 1.160.

6. Variabel performance memberikan sumbangan sebesar 0.9% terhadap varian

burnout. Sumbangan tersebut signifikan dengan Sig. F Change = 0.207 (sig >

0.05), F Change = 1.604 dan df = 1.159.

7. Variabel dukungan emosional memberikan sumbangan sebesar 0.1% terhadap

varian burnout. Sumbangan tersebut signifikan dengan Sig. F Change = 0.707

(sig > 0.05), F Change = 0.141 dan df = 1.158.


77

8. Variabel dukungan instrumental memberikan sumbangan sebesar 1.1%

terhadap varian burnout. Sumbangan tersebut signifikan dengan Sig. F

Change = 0.147 (sig >0.05), F Change = 2.120 dan df = 1.157.

9. Variabel dukungan informasi memberikan sumbangan sebesar 0.0% terhadap

varian burnout. Sumbangan tersebut signifikan dengan Sig. F Change = 0.905

(sig >0.05), F Change = 0.014 dan df = 1.156.

10. Variabel dukungan persahabatan memberikan sumbangan sebesar 0.0%

terhadap varian burnout. Sumbangan tersebut tidak signifikan dengan Sig. F

Change = 0.997 (sig > 0.05), F Change = 0.000 dan df = 1.155.


BAB 5

KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

Dalam bagian ini memuat kesimpulan, diskusi, dan saran. Secara rinci dijelaskan

sebagai berikut:

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan ada pengaruh yang signifikan

dari variabel beban kerja yaitu physical demand, effort, mental demand, temporal

demand, performance, frustration level, dan variabel dukungan sosial yaitu

dukungan emosional, dukungan instrumental, dukungan informasi, dan dukungan

persahabatan pada karyawan PT. X. Jika dilihat dari signifikan atau tidak

signifikannya koefisien regresi masing-masing independent variable (physical

demand, effort, mental demand, temporal demand, performance, frustration level,

dukungan emosional, dukungan instrumental, dukungan informasi, dan dukungan

persahabatan), diperoleh dua variabel koefisien regresi yang signifikan

mempengaruhi burnout pada karyawan PT. X yaitu mental demand dan

frustration level. Dan variabel yang tidak signifikan adalah pengaruh physical

demand, effort, temporal demand, performance, dukungan emosional, dukungan

instrumental, dukungan informasi, dan dukungan persahabatan.

5.2 Diskusi

Hasil pengujian hipotesis pengaruh beban kerja dan dukungan sosial

terhadap burnout yang dilakukan peneliti menunjukkan bahwa ada pengaruh yang

signifikan dari variabel physical demand, effort, mental demand, temporal

78
79

demand, performance, frustration level, dukungan emosional, dukungan

instrumental, dukungan informasi, dan dukungan persahabatan terhadap burnout.

Besarnya pengaruh seluruh independent variable terhadap burnout adalah sebesar

15.8%, sedangkan 84.2% sisanya dipengaruhi oleh variabel lain diluar penelitian

ini.

Hasil penelitian ini menunjukkan dua variabel beban kerja yang berperan

secara signifikan terhadap burnout pada karyawan PT. X. Dan delapan variabel

lainnya tidak berpengaruh signifikan terhadap burnout.

Berdasarkan hasil penelitian dan pengujian hipotesis, didapatkan bahwa

ada pengaruh yang signifikan dari variabel beban kerja mental demand dan

frustration level. Hal ini sejalan dengan penelitian yang terdahulu yang dilakukan

oleh Maslach et.al., (2008) menyebutkan bahwa beban kerja memiliki pengaruh

yang signifikan terhadap burnout.

Mental demand memiliki pengaruh yang signifikan terhadap burnout.

Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Bakker (2001) yang

menyatakan bahwa mental demand memiliki pengaruh terhadap burnout,

karyawan yang memiliki mental demand yang tinggi di tempat kerja

memungkinkan karyawan cepat merasa lelah secara fisik maupun mental yang

dapat berkembang pada perilaku kerja yang negatif (Schaufeli, 2008), namun

dalam penelitian ini mental demand memiliki nilai koefisien yang negatif, artinya

semakin tinggi mental demand yang dilakukan oleh karyawan, maka semakin

rendah pula karyawan mengalami burnout. Pada penelitian ini karyawan terlihat

lebih nyaman dengan tingkat mental demand yang tinggi karena mereka merasa
80

kemampuan psikis yang mereka miliki digunakan atau dimanfaatkan secara

maksimal saat bekerja.

Selain mental demand, frustration level juga mempunyai pengaruh yang

signifikan terhadap burnout. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan

Kusnadi (2014). Beratnya beban kerja yang ditanggung karyawan saat bekerja

mengakibatkan karyawan merasa putus asa, tidak aman, dan mudah tersinggung

di lingkungan kerja. Semakin besar frustration level yang dirasakan karyawan,

maka semakin besar pula kemungkinan karyawan mengalami burnout di tempat

kerja.

Pada penelitian ini terdapat beberapa variabel yang tidak berpengaruh

signifikan pada burnout, salah satunya adalah physical demand tidak memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap burnout. Physical demand merupakan

aktivitas fisik yang dibutuhkan dalam melakukan suatu pekerjaan. Pada penelitian

ini tenaga yang dibutuhkan untuk dapat menyelesaikan pekerjaan yang berkaitan

dengan physical demand tidak membuat individu merasa kehabisan energi,

sehingga individu dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan baik. Jadi semakin

tinggi physical demand semakin rendah burnout yang terjadi pada karyawan.

Selanjutnya variabel yang tidak signifikan pada penelitian ini adalah effort.

Effort ialah besarnya usaha yang dikeluarkan karyawan untuk mencapai level

performansi. Pada penelitian ini individu mengeluarkan segala usahanya untuk

mencapai target yang ditetapkan oleh perusahaan, maka kemungkinan besar

individu dapat mencapai keberhasilan diperusahaan. Dengan adanya keberhasilan


81

yang diperoleh karyawan di tempat kerja, hal ini dapat mengurangi perasaan lelah

secara fisik maupun mental yang dialami karyawan. Jadi semakin tinggi effort

semakin rendah burnout yang terjadi pada karyawan. Selanjutnya temporal

demand ialah tekanan yang berkaitan dengan waktu yang dirasakan selama

pekerjaan berlangsung. Banyaknya tekanan yang diberikan perusahaan kepada

karyawan, tidak membuat karyawan merasa kesulitan dan dapat menyelesaikan

pekerjannya sesuai dengan waktu yang ditentukan perusahaan. Selanjutnya

performance ialah seberapa besar keberhasilan seseorang di dalam pekerjaannya

dan seberapa puas dengan hasil kerjanya. Besarnya keberhasilan yang diperoleh

karyawan di dalam pekerjaannya dianggap sebagai suatu pekerjaan yang mudah

dan kurang menantang, sehingga ia beranggapan dirinya mempunyai kemampuan

lebih untuk dapat menyelesaikan pekerjaan yang diberikan perusahaan.

Dari hasil penelitian ini juga terdapat variabel dukungan sosial tidak

berpengaruh signifikan terhadap burnout. Terdapat empat independent variable

yang tidak berpengaruh signifikan terhadap burnout dari dimensi dukungan sosial

(dukungan emosional, dukungan instrumental, dukungan informasi, dan dukungan

persahabatan).

Dukungan emosional tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap

burnout. Pada penelitian ini dukungan emosi kurang dirasakan oleh karyawan

dalam kesehariannya mereka bekerja secara individualis. Hal ini karena karyawan

terlalu fokus terhadap hasil dan target yang ingin dicapai dalam pekerjaannya.

Tingginya tingkat indivudualisme menyebabkan dukungan emosi seperti

kepeduliaan, empati yang ditunjukkan oleh rekan kerjanya tidak menjadi hal yang
82

berpengaruh. Hal ini menyebabkan pengaruh dukungan emosi menjadi tidak

signifikan.

Kemudian dukungan instrumental tidak memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap burnout. Dukungan instrumental mengarah kepada bantuan

secara langsung berupa barang atau jasa yang dapat dirasakan untuk memecahkan

masalah. Pada penelitian ini dukungan instrumental yang diberikan rekan kerja,

baik itu berupa barang atau jasa, belum tentu mengurangi tingkat burnout yang

terjadi pada karyawan. Kurangnya kelekatan emosi dan komunikasi membuat

karyawan merasa kesulitan dalam mengatasi masalah yang dihadapinya. Sejalan

dengan penjelasan sebelumnya tingginya tingkat individualitas membuat

karyawan merasa tidak memerlukan dukungan instrumental sehingga membuat

dukungan tersebut tidak memberikan pengaruh yang signifikan.

Selanjutnya dukungan informasi juga tidak memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap burnout. Dukungan ini berupa pemberian nasihat, saran atau

umpan balik dari orang lain kepada karyawan. Dalam penelitian ini pada saat

karyawan mendapatkan metode atau tugas baru yang harus dikerjakan, pihak

atasan, maupun rekan kerja kurang memberikan arahan atau bimbingan supaya

karyawan dapat memahami dengan baik, dan dapat menimalisir kemungkinan

kesalahan yang dilakukan. Kurangnya dukungan informasi ini memungkinan

karyawan menjadi tidak percaya diri dalam melakukan pekerjaannya, sehingga

meningkatkan burnout pada diri mereka.

Dimensi terakhir dari dukungan sosial tidak memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap burnout adalah dukungan persahabatan. Dukungan


83

persahabatan ini berupa adanya kebersamaan, kesediaan, dan aktivas sosial yang

dilakukan antara karyawan dengan keluarga, teman, rekan kerja dan atasan.

Dalam penelitian ini karyawan sering melakukan aktivitas sosial bersama dengan

orang lain, seperti makan siang bersama dengan rekan kerja dan atasan,

meluangkan waktu untuk berkumpul dengan teman dan keluarganya. Dalam

penelitian ini tingginya dukungan persahabatan yang diterima karyawan belum

tentu bisa menurunkan tingkat burnout yang terjadi pada dirinya, dikarenakan

karyawan kurang terbuka dalam bersosialisasi dengan lingkungannya.

Selanjutnya pada penelitian ini terdapat keterbatasan dalam penelitian,

seperti teknik penyebaran kuesioner yang peneliti lakukan secara dititipkan

kepada perusahaan sehingga peneliti tidak dapat melihat langsung responden.

5.3 Saran

Berdasarkan penulisan penelitian ini, penulis menyadari bahwa masih terdapat

banyak kekurangan di dalamnya. Untuk itu, peneliti memberikan beberapa saran

untuk bahan pertimbangan sebagai penyempurnaan penelitian selanjutnya, baik

berupa saran teoritis dan saran praktis.

5.3.1 Saran Teoritis

1. Hasil penelitian yang telah dijabarkan di atas memperlihatkan terdapat

bahwa 15,8 % independent variabel dari beban kerja (physical demand,

effort, mental demand, temporal demand, performance, frustration level),

dan dukungan sosial (dukungan emosional, dukungan instrumental,

dukungan informasi, dukungan persahabatan) mempengaruhi dependent


84

variabel yaitu burnout, dan sebesar 84.2% lainnya dipengaruhi oleh variabel

lain di luar penelitian ini. Oleh sebab itu, bagi yang ingin meneliti burnout

pada karyawan bank, disarankan untuk menggunakan konstruk variabel lain

yang dapat mengukur burnout seperti self efficacy, demografi, kepuasaan

kerja, motivasi kerja serta IV lainnya.

2. Pada penelitian selanjutnya, peneliti hendaknya melihat secara langsung

dalam pengisian kuesioner yang dilakukan oleh responden. Hal ini perlu

dilakukan untuk mendapatkan respon item yang lebih baik guna hasil

penelitian yang lebih valid.

5.3.2 Saran Praktis

1. Pada penelitian ini mental demand memiliki arah hubungan negatif, jadi

tingkat mental demand yang rendah dapat mengakibatkan burnout. Pihak

atasan sebaiknya memberikan tugas-tugas yang dapat memaksimalkan

mental demand karyawan¸seperti tugas yang berfokus pada kemampuan

menganalisa, menghitung, dan membuat kuputusan pada suatu keadaan.

2. Pada penelitian ini ditemukan bahwa ada pengaruh dari variabel beban kerja

dimensi frustration level terhadap burnout yang mengakibatkan karyawan

merasa tidak aman, putus asa dan mudah tersinggung. Dengan demikian

diharapkan pihak manajemen bank untuk lebih memperhatikan

kesejahteraan karyawannya dengan memberikan tunjangan karyawan,

memperhatikan keselamatan dan kesehatan kerja karyawan.


DAFTAR PUSTAKA

Amimo, C.A. (2012). Are you experiencing teacher burnout? a synthesis of


research reveals conventional prevention and spiritual healing. Education
Research Journal, 2 (11), 338-344. Diunduh pada 10 Februari 2014 dari
http://resjournals.com/ERJ/Pdf/2012/Nov/Amimo.pdf

Azzem, S. (2010). Personality hardiness, job involvement and job burnout


among teachers. International Journal of Vocational and Technical
Education. 2 (3), 36-40. Diunduh pada 15 Januari 2015 dari
http://academicjournals.org/article/article1379330741_Azeem.pdf

Cain, B. (2007). A review of the mental workload literature. Defence research


and development canada toronto. Human system integration section :
Canada. Diunduh pada 15 Januari 2015 dari http://www.dtic.mil/get-tr-
doc/pdf?AD=ADA474193

Chaplin, J. P. (2000). Kamus lengkap psikologi. Jakarta: PT. Raja Grafindo

Cherniss, C. 1980. Staff burnout:Job stress in the human services. London:Dage


Publications.

Cutrona, E.C. (1984). Perceived parental social support and academic


achievement: an attachment theory perspective. Journal of Personality and
Social Psychology, 66 (2), 369-378.doi.0022-3514/94

Daisy, C. (2009). Job stress. Indian Journal of Industrial Relation. 1, 37-67.doi.


10.1177/097215090700900

Dierendonck, D,V., Schaufeli, W.B., & Buunk, B.P. (1998). The evaluation of an
individual burnout intervention program: the role of inequity and social
support. Journal of Applied Psychology, 83 (3), 392-407. Diunduh pada 23
Maret 2015 dari http://dx.doi.org/10.1037/0021-9010.83.3.392

Dunkel, C., Schetter, Folkman, S., & Lazarus, R.S. Correlates of social support
receipt. Journal of Personality and Social Psychology, 53 (2), 71-
80.doi.0022-3514/87-500

Demerouti, E., & Bakker, A.B. (2007). The oldenberg burnout inventory: A good
alternative to measure burnout (and engagement). Measurement of
Burnout and Engagement. Diunduh pada 22 Februari 2015 dari
http://www.researchgate.net/profile/Arnold_Bakker/46704152_The_Olden

85
86

burg_Burnout_Inventory_A_good_alternative_to_measure_burnout_and
engagement.pdf

Dorman, J. (2003). Testing a model burnout for teacher. Australia Journal of


Educational and Developmental psychology, (03). 35-47. Diunduh pada 8
April 2015 dari
https://www.newcastle.edu.au/data/assets/pdf_file/0020/100487/v3-
dorman.pdf
Farber, B.A. (1991). Crisis and education: stress and burnout in the America
teacher. San Francisco: Jossey-Bass
Gold, Y., & Roth, R. (2005). Teachers managing stress and preventing burnout.
London; The Falmer Press

Hartono, M. (2001). Ketika tidur tak lagi lelap. Diunduh 30 Mei 2015 dari
http://www.tempo.co.id/medika/arsip/032001/buk-1.htm

Hart, S.G., & Staveland, L.E. (1988). Development of NASA-TLX (Task Load
Index) result of empirical and theoretical research. Amsterdam: North-
Holland.

Jansen, P.P.M., Bakker, A.B., & De J.A. (2001). A test and refinement of the
demand-control-support model in the construction industry. International
journal of stress management, 8, 315-332.doi. 10.1023/A:1017517716727

Kusnadi, M. A. (2014). Hubungan antara beban kerja dan self efficacy dengan
stress kerja pada dosen universitas X. Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Universitas Surabaya, 3 (1), 1-15. Diunduh pada 30 Mei 2015 dari
http://journal.ubaya.ac.id/index.php/jimus/article/viewFile/749/729

Maslach, C., & Leither, M.P. (2008). Early predictors of job Burnout and
Engagement. Journal of Applied Psychology , 93 (3), 498-
512.doi.10.1037/0021-9010.93.3.498.

Maslach, C., & Leither, M.P. (1997). The thruth about burnout : how about
organization cause personal stress and what to do it. San Fransisco ;
Jossey Bass Publishers

Maslach, C., & Goldberg, J. (1998). Prevention of burnout: New perspectives.


Applied and Preventive Psychology, (7), 63-74.doi.1849/98.59.00.

Maslach, C., & Jackson, S.E. (1981). The measurement of experienced burnout.
Jurnal of Occupational Behavior, 2, 99-113.doi. 10.1002/job.4030020205
87

Meckenzie, L. (2013). Karyawan Bank Lebih Rentan Stress. Diunduh 13 Februari


2014 dari http://www.jpnn.com/read/2013/10/26/197672/Karyawan-Bank-
Lebih Rentan -Stres

Munandar, A.S. (2001). Psikologi industri dan organisasi. Jakarta: UI Press

Pines, A.M. (1981). Burnout: from tedium to personal growth. New York: Free
Press

Pines, A., & Maslach, C. (1993). Characteristics of staff burnout in mental health
settings. Hospital Community Psychiatry, 29, 233-237.doi.
10.1176/ps.29.4.233

Pines, A., & Aronson, E. (1988). Career burnout. New York: Free Press

Rosyid, H.F., & Farhati, F. 1996. Karakteristik pekerjaan, dukungan sosial dan
tingkat burnout pada non human service corporation. Jurnal Psikologi, 1,
1-12. Diunduh pada 30 Mei 2015 dari
http://repository.unib.ac.id/6958/1/karyawan.pdf

Rothmann, S. (2003). Burnout and engagement: A south African perspective.


Journal of Industrial Psychology, 29 (4), 16-25. doi.10.1.1.463.

Sarafino, E.P. (1998). Health psychology: biopsychososial interactions. Third


edition. New York: John Wiley and Sons

Sarafino, E.P. (2011). Health psychology: biopsychososial interactions. Seventh


edition. New York: John Wiley and Sons

Sarason, I.G., Levine, H.M., Basham, R.B., & Sarason, B.R. (1983). Assesing
social support: The social support questionnaire. Journal of Personality
and Social Psychology. 44 (1). 127-139. Diunduh pada 10 Mei 2015 dari
http://www.psych.uw.edu/research/sarason/files/socialsupportquestionnaie.
pdf

Schaufeli, W.B., & Bakker, A.B. (2004). Job demans, job resources, and their
relationship with burnout and engagement: a multi-sample study. Journal
of Organizational Behavior, 25, 293-315.doi.10.1002/job.248.

Schultz, D,P., & Schultz, S.E. (2010). Psychology and work today: A introduction
to industrial and organizational psychology.Tenth Edition. United State of
America : Pearson Education

Sitepu, A.T., (2013). Beban kerja dan motivasi pengaruhnya terhadap kinerja pada
PT. Bank Tabungan Negara Tbk Cabang Manado. Jurnal EMBA, 01 (04).
88

1123-113. Diunduh pada 15 Juli 2014 dari


http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/emba/article/viewFile/2871/2422

Sihotang, N. (2004). Burnout pada karyawan ditinjau dari persepsi terhadap


lingkungan kerja psikologis dan jenis kelamin. Jurnal Psyche, 1 (1), 9-17.
Diunduh pada 16 Juli 2015 dari http://fahrudin.weebly.com/
/1/3/9/6/13969720/burnout.pdf

Tarwaka, (2011). Ergonomi Industri. Solo: Harapan Press

Taylor, S.T., (2013). Health Psychology. Los Angeles: Mc Graw Hill

Umar, J. (2011). Analisis faktor konfirmatori. Bahan ajar, tidak dipublikasikan.


Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Wulandari, S,A. (2013). Persepsi Dukungan Sosial Rekan Kerja Dengan Burnout
Pada Teller Bank. Jurnal Online Psikologi, 01 (02). 503-514. Diunduh
pada 15 Juni 2014 dari
http://ejournal.umm.ac.id/index.php/jop/article/viewFile/1656/1752

Ogden, J. (2004). Health psychology: A textbook 3rd Edition. England: Open


University Press McGraw-Hill Education
Lampiran

Skala 1

No Pernyataan SS S TS STS
1 Saya merasa perlakuan saya terhadap nasabah adalah
sama
2 Saya dengan mudah dapat memahami apa yang
dirasakan oleh nasabah
3 Saya merasa pekerjaan saya memiliki pengaruh
positif terhadap kehidupan orang lain
4 Saya pandai menciptakan suasana yang nyaman
dengan nasabah
5 Saya merasa lelah secara emosional dengan pekerjaan
saya
6 Saya frustasi dengan pekerjaan saya
7 Saya dapat menangani masalah nasabah dengan baik
8 Berhubungan langsung dengan nasabah membuat
saya stress
9 Saya tidak peduli apa yang akan terjadi pada
beberapa nasabah
10 Saya khawatir pekerjaan ini membuat saya menjadi
orang yang lebih emosional
11 Pekerjaan ini sangat menguras emosi saya
`12 Saya merasa nasabah menyalahkan saya untuk
beberapa masalah mereka
13 Saya lelah setelah bekerja seharian
14 Saya menjadi lebih kejam terhadap orang lain sejak
menjadi karyawan bank
15 Saya merasa sangat semangat dalam bekerja
No Pernyataan SS S TS STS
16 Saya merasa lelah ketika saya bangun di pagi hari dan
harus menghadapi pekerjaan pada hari itu
17 Bekerja menghadapi nasabah setiap hari membuat
saya tertekan
18 Saya senang setelah bekerja dan akrab dengan
nasabah
19 Pekerjaan ini membuat saya menjadi tidak bebas
20 Saya merasa saya bekerja terlalu keras dalam
pekerjaan saya
21 Saya dapat menangani masalah emosional di tempat
kerja dengan sangat tenang
22 Saya telah mencapai banyak hal yang membanggakan
dalam pekerjaan

Skala 2
No Pernyataan SS S TS STS
1 Duduk lebih dari dua jam mengoperasikan computer
2 Terkadang saya melakukan pekerjaan lain saat
pekerjaan sudah selesai
3 Saya harus bekerja lembur untuk menyelesaikan
tugas-tugas saya
4 Saya harus naik turun tangga setiap harinya saat
bekerja
5 Saya kurang cekatan dalam bekerja sehingga
pekerjaan saya tidak selesai tepat waktu
No Pernyataan SS S TS STS
6 Pekerjaan saya tidak mengharuskan untuk berpacu
dengan waktu
7 Setelah menyelesaikan tugas yang sangat rumit, saya
merasa lega ketika orang lain memuji hasil kerja saya
8 Pekerjaan yang saya lakukan dikantor hanya
mengangkat telepon
9 Saya bersikap santai ketika target tidak tercapai
sesuai dengan standar kerja perusahaan
10 Saya nyaman dan aman bekerja di perusahaan ini
11 Saya dapat menikmati pekerjaan yang saya lakukan
`12 Saya memaksimalkan daya ingat saya dalam bekerja
13 Saya mudah putus asa menghadapi masalah yang
sulit diselesaikan saat bekerja
14 Tugas yang menumpuk membuat saya mengantuk
saat bekerja
15 Pekerjaan saya memiliki kerumitan yang tinggi,
sehingga mengharuskan saya untuk berpikir keras
16 Saya tidak serius dalam mengerjakan tugas kantor
17 Saya harus bekerja sangat cepat untuk menyelesaikan
pekerjaan saya
18 Aktivitas fisik saya dikantor tidak melelahkan bagi
saya
19 Saya merasa gelisah ketika pekerjaan saya belum
selesai sesuai target perusahaan
20 Saat bekerja saya memiliki waktu luang untuk
bersantai
No Pernyataan SS S TS STS
21 Saat jam kerja selesai, saya tetap pulang meskipun
pekerjaan saya belum selesai
22 Pekerjaan saya membuat saya jarang beristirahat

23 Saya berhasil dalam setiap tugas rumit yang saya


kerjakan dengan hasil yang memuaskan
24 Saya merasa kurang puas dengan hasil pekerjaan saya

Skala 3

No Pernyataan SS S TS STS
1 Teman saya memberikan saran agar saya lebih
memperhatikan kesehatan saya
2 Teman-teman saya memberikan bantuan pinjaman
uang di saat saya membutuhkannya
3 Saat saya sakit, beberapa rekan kerja saya bersedia
menggantikan tugas saya.
4 Orang tua saya sering sekali memberikan nasihat
kepada saya
5 Saya beberapa kali makan siang bersama dengan
rekan dan atasan saya
6 Rekan kerja saya tidak bersedia meminjamkan user
ID miliknya, saat user ID saya terblokir
7 Keluarga tidak mau direpotkan ketika saya
membutuhkan bantuan terkait tugas kantor
8 Keluarga saya sering mengajak saya berbelanja
bersama
9 Rekan kerja saya kurang bersedia memberikan
informasi yang saya perlukan ditempat kerja
10 Saya merasa diacuhkan dilingkungan kerja saya
No Pernyataan SS S TS STS
11 Beberapa kali saya tidak diajak dalam kegiatan sosial
dikantor
12 Anggota keluarga di rumah sudah kurang peduli lagi
kepada saya
13 Atasan saya kurang memberikan pendapat kepada
saya mengenai sesuatu yang di anggap perlu untuk
saya
14 Teman-teman saya sulit meluangkan waktu bersama
dengan saya
15 Perhatian dari keluarga memotivasi saya untuk
bekerja lebih baik lagi
16 Banyak rekan kerja saya yang peduli akan masalah
yang saya hadapi
Lampiran

SYNTAX PHYSICAL DEMAND

SYNTAX EFFORT

SYNTAX MENTAL DEMAND


SYNTAX TEMPORAL DEMAND

SYNTAX FRUSTATION LEVEL

SYNTAX PERFORMANCE
SYNTAX DUKUNGAN EMOSIONAL

SYNTAX DUKUNGAN INSTRUMENTAL

SYNTAX DUKUNGAN INFORMASI


SYNTAX DUKUNGAN PERSAHABATAN

SYNTAX BURNOUT

Anda mungkin juga menyukai