Anda di halaman 1dari 42

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK SIPIL

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK - UNIVERSITAS DIPONEGORO
PENDAHULUAN

▪ Sebelum memulai suatu proyeksi konstruksi, salah satu pekerjaan


yang paling penting adalah membuat titik referensi posisi dan
ketinggian di lokasi proyek.
▪ Titik referensi baru sebaiknya mengacu pada system nasional atau
regional agar memudahkan proses monitoring dan evaluasi.
▪ Titik referensi baru harus diukur dengan menggunakan titik
referensi lama yang memiliki orde ketelitian yang lebih tinggi.
▪ Posisi titik kontrol lama dan sebaran titik-titik kontrol baru
mengakibatkan pengukuran sipat datar memiliki geometrik
pengukuran yang bermacam-macam.
▪ Geometrik pengukuran:
– Linear
– loop

1
▪ Pada proyek dengan luasan kecil, titik referensi baru
dapat berupa 1 bench mark saja. Pada proyek dengan
luasan besar, referensi posisi dan ketinggian berupa
beberapa bench mark yang tersebar merata.
▪ Geometrik pengukuran titik-titik referensi baru
dapat berupa:
– Linear
– loop

2
▪ Jalur linear diterapkan jika obyek
yang akan dipetakan berbentuk
memanjang, seperti sungai, atau jalan
▪ Pengukuran pada jalur linear harus
terikat pada minimal 2 (dua) titik
kontrol dengan orde ketelitian yang
tinggi pada ujung-ujung jarring.

3
H 1 = H A + H A1
Pada jalur linear,
H 2 = H 1 + H 12
pengukuran sipat H 2 = H A + H A1 + H 12
datar dengan 1 j

titik kontrol H 2 = H A +  H ij
i

menghasilkan
titik-titik baru
yang mengacu
P2
pada referensi
P1
yang sama BM A

4
Pada jalur linear, H 1 = H A + H A1 H 1 = H B + H B 2 + H 21
pengukuran sipat H 2 = H 1 + H 12 H 2 = H B + H B 2
datar dengan 2 H 2 = H A + H A1 + H 12
titik kontrol j

memberikan H 2 = H A +  H ij
ukuran lebih atau
i

redundansi yang
berguna untuk
mengetahui
P2
akurasi hasil
ukuran BM A P1 BM B

5
▪ Jalur loop diterapkan jika obyek
yang akan dipetakan melebar,
seperti: waduk, atau bangunan
▪ Pengukuran pada jalur loop
dapat terikat pada 1 (satu) titik
kontrol dengan orde ketelitian
yang tinggi.

6
Pada jalur loop, H 1 = H A + H A1
pengukuran sipat H 2 = H 1 + H 12
datar dengan 1 H 3 = H 2 + H 23
H 4 = H 3 + H 34
titik kontrol
menghasilkan
titik-titik baru P2
P1
yang mengacu BM A
pada referensi
yang sama P3
P4
7
Pada jalur loop, H 1 = H A + H A1 H 1 = H 2 + H 21
pengukuran sipat H 2 = H 1 + H 12 H 2 = H 3 + H 32
datar dengan 2 titik H 3 = H 2 + H 23 H 3 = H 4 + H 43
kontrol
H 4 = H 3 + H 34 H 4 = H A + H A 4
memberikan
ukuran lebih atau
redundansi yang
berguna untuk P1 P2
mengetahui BM A
akurasi hasil
ukuran P3
P4
8
Terminologi Pengukuran

▪ slag (setup) adalah


jalur pengukuran
antara rambu depan
dan rambu belakang P2
dengan sipat datar BM A P1 BM B
berada di tengahnya.
• Seksi (section) adalah jalur pengukuran antara dua titik kontrol atau
BM yang terdiri dari beberapa slag
• Kring (loop) adalah jalur pengukuran yang berawal dan berakhir pada
titik kontrol atau BM yang sama

9
▪ Pengukuran pergi adalah
pengukuran sipat datar yang
berawal dari titik awal
hingga ke titik akhir seksi.
▪ Pengukuran pergi adalah
pengukuran sipat datar yang BM A BM B
berawal dari titik awal
hingga ke titik akhir seksi.
▪ Pengukuran pergi-pulang
adalah pengukuran sipat
datar harian yang berawal
dan berakhir di titik yang
sama. BM A
BM B

10
PROSEDUR PENGUKURAN

▪ Syarat Pengukuran:
1. Precise
Dilakukan dengan peralatan dan prosedur yang presisi
2. Reliable
Proses pengukuran, pencatatan, dan pengolahan data harus dapat
diandalkan
3. Efficient
Proses untuk mencapai hasil yang presisi dan handal harus dilakukan
seefisien mungkin

11
Standar Peralatan

12
Peralatan pengukuran untuk engineering

1. Teropong dapat digunakan


untuk membaca/
memperkirakan bacaan
dengan akurasi 1 mm pada
jarak 30 m
2. Skala terkecil rambu 10
mm

13
Standar Kalibrasi Alat

14
Prosedur pengukuran untuk teknik sipil

1. Gelembung nivo harus selalu di tengah


2. Bacaan perkiraan terkecil 1 mm
3. Perpindahan rambu harus lompat katak

15
Standar Prosedur Pengukuran

16
17
Perpindahan rambu

▪ Cara perpindahan rambu harus dilakukan secara


lompat katak untuk meningkatkan reliabilitas hasil
ukuran.
▪ Teknik Lompat Katak dapat mengeliminasi kesalahan
skala pada rambu ukur

18
Perpindahan Rambu dengan Teknik Geser

(1)
▪ Rambu belakang akan P1 BM B
selalu berada di
BM A

(2)
belakang, rambu depan
P2
selalu berada di depan BM A
P1 BM B

▪ Pergerakan personil (3)


lebih cepat, namun tidak BM A
P2 P3 BM B

dapat mengeliminasi (4)


kesalahan skala rambu P3 BM B
BM A

19
Perpindahan Rambu dengan Teknik Lompat Katak

▪ Rambu belakang dan (1)


rambu depan dapat BM A
P1 BM B

berganti posisi.
(2)
▪ Pada perpindahan slag, P2
Rambu depan berubah BM A
P1 BM B

menjadi rambu belakang


dengan memutar rambu (3)
menghadap ke sipat datar. BM A
P2 P3 BM B

▪ Kesalahan skala rambu


dapat dieliminasi dengan (4)
menerapkan slag genap. P3 BM B
BM A

20
Contoh: Perpindahan Rambu Teknik Geser
Slag A-1

H 1 = H A + H A1
H 1 = H A + (BTB − BTF )
H 1 = 100,000 + (0,850 − 1,370)
H 1 = 99,480m

BT = 0,850 BT = 1,370

P1
BM A
H = 100,000 m

21
Slag 1-2
H 2 = H 1 + H 12
H 2 = H 1 + (BTB − BTF )
H 2 = 99,480 + (0,890 − 1,380)
H 2 = 98,990m
BT = 0,890 BT = 1,380
Secara visual, elevasi titik P2
lebih tinggi daripada titik P1
dan BM A, namun hasil
ukuran justru menunjukkan
sebaliknya
P2
P1

BM A

22
Contoh: Perpindahan Rambu Teknik Lompat Katak
Slag A-1

H 1 = H A + H A1
H 1 = H A + (BTB − BTF )
H 1 = 100,000 + (0,850 − 1,370)
H 1 = 99,480m

BT = 0,850 BT = 1,370

P1
BM A
H = 100,000 m

23
Slag 1-2
H 2 = H 1 + H 12
H 2 = H 1 + (BTB − BTF )
H 2 = 99,480 + (1,492 − 0,778)
H 2 = 100,194m
BT = 1,492 BT = 0,778
Teknik lompat katak
dan jumlah slag genap
dapat mengeliminasi
kesalahan skala rambu
P2
P1

BM A

24
KONTROL KUALITAS PENGUKURAN

▪ Kualitas pengukuran hanya dapat diketahui jika jumlah


pengukuran lebih banyak daripada nilai yang
diinginkan.
▪ Mekanisme pengecekan
– Pengecekan Bacaan BT, BA, BB
– Pengecekan beda tinggi dengan Pengukuran Pulang Pergi
– Pengecekan BT dengan double stand
– Pengecekan antar titik kontrol
– Pengecekan loop
25
Cek Bacaan Tiap Bidikan dengan 3 Benang
2.BTB − (BAB + BB B )  2mm
2.(1,370) − (1,436 + 1,306)  2mm
2,740 − (2,742)  2mm
− 0,002m  2mm

2.BTF − (BAF + BB F )  2mm


2.(0,880) − (0,945 + 0,815)  2mm
1,760 − (1,760)  2mm
0m  2mm

26
Pembacaan Rambu
▪ Reliability dari
Pembacaan Rambu Lokasi: Kampus UNDIP
Belakang Depan
Belakang Muka Tanggal
Detail : Senin, 8 Maret 2021

pengukuran dipengaruhi
Titik BT BT Jarak Ket. Surveyor : L MJarak
Sabri
Titik BT BT BT Ket.
BA BA Alat : Sipat Datar Sokkia B40 No. 12345678
oleh redundansi
BA BA BA
BB BB
2.300 4.600 BB BB BB Ket.
Titik Referensi
TTG447 2.540
2.060
4.600
0.000
Pengukuran Pergi
Titik Ukuran
pengukuran beserta
A
P01
0.650
TTG447
0.885
1.300
1.300
2.300
2.500 40.0
Titik Antara
pencatatannya.
0.415 0.000 2.100
0.650
▪ Pencatatan nilai ukuran
Benang Tengah disertai
2.100 4.200
P01 2.331 P01
4.202 0.860 42.0

B
1.871 0.002
0.720 0.722 1.444 2.100
0.440
pengecekan Benang atas
P02 P01
0.951 1.440
2.280
1.900
38.0
dan Benang Bawah akan
meningkatkan
0.489
2.800

kepercayaan pengguna
P02 0.720
3.042 P02 35.0
0.895
2.558
C
P03
1.100
1.343
2.800
0.545
data
P020.857 2.980 36.0
2.200 2.620
P03 2.441 1.100
1.959 P03 1.270 34.0
D 0.930
1.150
BM01 1.392
0.908

27
▪ Jika selisih bacaan 3 benang
melebihi ± 2 mm, maka harus
dilakukan pembacaan ulang.
▪ Jika pengulangan pembacaan masih
belum mendapatkan hasil yang
akurat, maka jarak antara
instrument dan rambu
diperpendek, atau lakukan kalibrasi
lapangan untuk mengecek
kerusakan alat.
28
Cek Beda Tinggi per seksi dengan Teknik Pergi Pulang

▪ Pengukuran sipat datar per seksi antara 2 BM sedapat


mungkin harus selesai dalam satu hari.
▪ Presisi pengukuran per seksi dapat diketahui dengan
melakukan teknik pergi-pulang yang membandingkan
beda tinggi saat pengukuran sesi pagi (pergi) terhadap
sesi sore (pulang).

H PERGI
ij = − H PULANG
ij

29
Pembacaan Rambu Lokasi: Kampus UNDIP
Belakang Depan
Belakang
Pembacaan Rambu
Muka
Tanggal : Senin, 8 Maret 2021 Jam : 08.00 – 11.00
Detail : L M Sabri
Surveyor
▪ Reliability dari
pengukuran dipengaruhi
Titik BT BT Jarak Ket.
Titik BT BT AlatBT
: Sipat DatarJarak
Sokkia B40Ket.
No. 12345678
BA BA

oleh redundansi
BB BB
BA BA BA
2.300 4.600 BB BB BB Ket.
Titik Referensi
TTG447 2.540
2.060
4.600
0.000
Pengukuran Pergi
Titik Ukuran
pengukuran beserta
A
P01
0.650
TTG447
0.885
1.300
1.300
2.300
2.500 40.0
Titik Antara
pencatatannya.
0.415 0.000
2.100
0.650
▪ Pencatatan nilai ukuran
P01
2.100
2.331
4.200
P01
4.202
0.860 42.0 Benang Tengah disertai
B
1.871 0.002
0.720 0.722 1.444 2.100
0.440
pengecekan Benang atas
P02 P010.951 1.440 2.280
1.900
38.0
dan Benang Bawah akan
meningkatkan
0.489 0.004
2.800

kepercayaan pengguna
P02 3.042 0.720
P02 35.0
2.558 0.895
C
P03
1.100
1.343 2.800
0.545
data
P020.857 2.980 36.0
2.200 2.620
P03 2.441
1.100
1.959
D P03
1.150
1.270 34.0
BM01 0.930
1.392
0.908

30
Pembacaan Rambu Lokasi: Kampus UNDIP
Pembacaan Rambu

▪ Jika selisih beda


Belakang Depan Tanggal : Senin, 8 Maret 2021 Jam : 14.00 – 16.00
Belakang Muka Detail : L M Sabri
Surveyor
Titik Jarak Ket.
BT BT
Titik Jarak
BT BT AlatBT
: Sipat Datar Sokkia B40Ket.
No. 12345678
BA BA
BA BA BA

tinggi pergi dan


BB BB
1.130 BB BB BB Ket.
Titik Referensi
BM01 1.375 Pengukuran Pergi

pulang melebihi
0.885 Titik Ukuran
E 2.300
2.205
TTG447 2.500 40.0
Titik Antara
P04 2.447

toleransi, maka
1.963 2.100
1.120 0.650
P04 1.364 P01 0.860 42.0

pengukuran
0.876 0.440
F 2.805 2.100
P05 P013.047 2.280 38.0

harus diulang
2.563 1.900
0.750
P05 0.981 0.720
P02 35.0
0.519 0.895
G
H ijPERGI = +5.780
2.102 0.545
2.332 2.800
P06 P021.872 36.0
2.980

H ijPULANG = −5.793
0.620 2.620
0.850 1.100
P03 1.270 34.0
H 0.390
2.301 0.930
TTG447 2.541
2.061

31
Perhitungan Data Perhitungan Data
Ukuran Pergi Ukuran Pulang
Pembacaan Rambu Pembacaan Rambu
Blk. Muka Det ail Blk. Muka Det ail
Beda Beda
Tit ik BT BT BT Jarak Tinggi Tit ik BT BT BT Jarak Tinggi
Tinggi Tinggi
BA BA BA BA BA BA
BB BB BB BB BB BB
2 .3 0 0
1 .1 3 0
TTG4 4 7 4 8 .0 1 2 3 .4 5 6 BM0 1 1 .3 7 5 4 9 .0 1 2 9 .2 3 6
2 .5 4 0
0 .8 8 5
2 .0 6 0 -1 .0 7 5
1 .6 5 0 2 .2 0 5
0 .6 5 0
P0 5 2 .4 4 7 4 8 .4 1 2 8 .1 6 1
P0 1 0 .8 8 5 4 7 .0 1 2 5 .1 0 6
1 .9 6 3
0 .4 1 5
1 .1 2 0
2 .1 0 0
P0 5 1 .3 6 4 4 8 .8 1 2 8 .1 6 1
P0 1 2 .3 3 0 4 6 .0 1 2 5 .1 0 6
1 .8 7 0 0 .8 7 6
1 .3 8 0 -1 .6 8 5
0 .7 2 0 2 .8 0 5
P0 6 3 .0 4 7 4 8 .4 1 2 6 .4 7 6
P0 2 0 .9 5 1 4 6 .2 1 2 6 .4 8 6
2 .5 6 3
0 .4 8 9
0 .7 5 0
2 .8 0 0
P0 6 0 .9 8 1 4 6 .2 1 2 6 .4 7 6
P0 2 3 .0 4 2 4 8 .4 1 2 6 .4 8 6
0 .5 1 9
2 .5 5 8 -1 .3 5 2
1 .7 0 0 2 .1 0 2
1 .1 0 0
P0 7 2 .3 3 2 4 6 .0 1 2 5 .1 2 4
P0 3 1 .3 4 3 4 8 .6 1 2 8 .1 8 6
1 .8 7 2
0 .8 5 7
0 .6 2 0
2 .2 0 0
P0 7 0 .8 5 0 4 6 .0 1 2 5 .1 2 4
P0 3 2 .4 4 1 4 8 .2 1 2 8 .1 8 6
1 .9 5 9 0 .3 9 0
1 .0 5 0 -1 .6 8 1
1 .1 5 0 2 .3 0 1
BM0 1 4 8 .4 1 2 9 .2 3 6 TTG4 4 7 2 .5 4 1 4 8 .0 1 2 3 .4 4 3
1 .3 9 2
0 .9 0 8 2 .0 6 1
3 8 0 .8 5 .7 8 0 3 8 0 .8 -5 .7 9 3

32
 = (h pergi + h pulang )
 = (5.780 + (− 5.793)) = −0.013
+5.780

 = c d km mm
380.8
380.8
 = 24. d km mm = 24. mm
1000
TTG447
BM01  = 14.81mm = 0.015m
-5.793

Beda Tinggi Salah Toleransi


Jarak
Seksi Dari Ke Penut up Per Seksi
(m)
Pergi Pulang per seksi 24 √d
1 TTG4 4 7 BM0 1 3 8 0 .8 5 .7 8 0 -5 .7 9 3 -0 .0 1 3 1 4 .8 1 0

33
.(h pergi − h pulang ) = .(5.780 − (− 5.793)) = +5.787
1 1
h =
2 2

Tot al Beda Beda


Jarak Tinggi Tinggi
Seksi Dari Ke Jarak Tinggi Koreksi Tinggi Tit ik
(m) Ukuran Terkoreksi
(m) Rerat a Terkoreksi
TTG4 4 7 1 2 3 .4 5 6
1 TTG4 4 7 BM1 3 8 0 .8 3 8 0 .8 5 .7 8 7 0 .0 0 6 5 .7 9 3 1 2 9 .2 4 3 BM1 1 2 9 .2 4 9
TTG4 4 7 1 2 3 .4 5 6

salah penut up -0 . 0 1 3
v = − . = − .(− 0.013) = 0.006
1 1
2 2
hˆ = h + v = .(h pergi − h pulang ) = +5.787 + 0.006 = 5.793m
1 
2
hˆ = hˆ
BM 01 + hˆ = 123.456 + 5.793 = 129.249m
TTG 447

34
▪ Jika salah penutup pergi-pulang
suatu seksi melebihi standar
yang ditetapkan, maka harus
dilakukan pengukuran ulang
seksi (pergi-pulang) pada hari
berikutnya.

35
Cek Beda Tinggi Tiap Slag dengan Teknik Double Stand

▪ Teknik Double Stand digunakan untuk meningkatkan


kehandalan pengukuran beda tinggi tiap slag.
▪ Pada kondisi darurat, teknik double stand dapat
digunakan untuk menggantikan teknik pergi-pulang.

36
Stand 1
2.BTB − (BAB + BB B )  2mm
2.(1,370) − (1,436 + 1,306)  2mm
2,740 − (2,742)  2mm
− 0,002m  2mm

2.BTF − (BAF + BB F )  2mm


2.(0,880) − (0,945 + 0,815)  2mm
1,760 − (1,760)  2mm
0m  2mm

37
Stand 2
2.BTB − (BAB + BB B )  2mm
2.(1,330) − (1,394 + 1,264)  2mm
2,660 − (2,658)  2mm
0,002m  2mm 2.BTF − (BAF + BB F )  2mm
2.(0,842) − (0,907 + 0,778)  2mm
1,684 − (1,685)  2mm
− 0.001m  2mm

38
H ijI = BTBI − BTFI
▪ Jika beda tinggi Stand I dan
H ijI = 1,370 − 0,880 = 0,490m
Stand II berbeda lebih dari
±2mm, maka harus dilakukan H ijII = BTBII − BTFII
pengukuran ulang (stand III). H ijI = 1,330 − 0,842 = 0,488m

H ijI − H ijII  0,002m

39
PENUTUP

▪ Setiap pengukuran harus memiliki redundansi untuk


meningkatkan kehandalan pengukuran dan
mendapatkan presisi dari hasil pengukuran.
▪ Setiap tahap pengukuran harus diuji dengan standar
tertentu untuk menjamin kehandalan dan ketelitian
data pengukuran.

40
tamat

41

Anda mungkin juga menyukai