Website : https://jurnal.umj.ac.id/index.php/AN-NUR
Vol. 01 Nomor 01 Agustus 2020 Hal. 19 – 32
ABSTRAK
Riskesdas 2018 menunjukkan prevalensi penyakit tidak menular terus meningkat, utamanya pada
hipertensi, obesitas, dan diabetes mellitus. Sindrom metabolik ditandai dengan sekumpulan gejala
seperti obesitas sentral, dislipidemia, hipertensi, dan resistensi insulin. Pekerja kantoran di wilayah
urban diketahui lebih berisiko mengalami sindrom metabolik dibandingkan di wilaya rural. Tujuan
penelitian ini adalah mengidentifikasi hubungan usia, jenis kelamin, stress, asupan makan, dan
aktivitas fisik, dengan sindrom metabolik pada pekerja. Metode: Jenis penelitian adalah observasional
dengan desain cross-sectional. Sampel terdiri dari 256 pekerja. Data penelitian didapat melalui rekam
medis kesehatan pekerja dan kuesioner. Hasil penelitian ini ditemukan Sebanyak 38,7% pekerja
mengalami sindrom metabolik. Ada hubungan antara umur (p=0,0005), lama kerja (p=0,0005), asupan
karbohidrat (p=0,032), dan aktivitas fisik (p=0,003), dengan sindrom metabolik pada pekerja. Perlu
dilakukan perbaikan manajemen asupan makan, utamanya karbohidrat dan perlu membuat program
peningkatan aktivitas fisik pada pekerja kantoran.
ABSTRACT
Riskesdas 2018 have reported increasing prevalence of noncommunicable disease such as
hypertension, obesity, and diabetes mellitus. Metabolic syndrome is cluster of abdominal obesity,
dyslipidemia, hypertension, and insulin resistence. Risk of metabolic syndrome among workers in
urban is higher than workers in rural area. Objective this research to identify relationship between
age, sex, stress, food intake, physical activity, and metabolic syndrome. It was observational study
with cross sectional design. It consisted of 256 samples. Data was obtain from workers medical record
and questionnaire. Prevalence of metabolic syndrome among workers was 38,7%. There were
significant relationship between age (p=0,0005), work period (p=0,0005) carbohydrate intake
(p=0,032), and physical activity (p=0,003), with metabolic syndrome among workers. Conclusion, We
need to improve food intake management, especially for carbohydrate intake, and also creating
program to increase physical activity among workers.
19
AN-Nur: Jurnal Kajian dan Pengembangan Kesehatan Masyarakat
Website : https://jurnal.umj.ac.id/index.php/AN-NUR
Vol. 01 Nomor 01 Agustus 2020 Hal. 19 – 32
20
AN-Nur: Jurnal Kajian dan Pengembangan Kesehatan Masyarakat
Website : https://jurnal.umj.ac.id/index.php/AN-NUR
Vol. 01 Nomor 01 Agustus 2020 Hal. 19 – 32
21
AN-Nur: Jurnal Kajian dan Pengembangan Kesehatan Masyarakat
Website : https://jurnal.umj.ac.id/index.php/AN-NUR
Vol. 01 Nomor 01 Agustus 2020 Hal. 19 – 32
makan diukur menggunakan lembar Food dan Perempuan < 50 mg/dL; 5) Tekanan darah
Frequency Questionnaire (FFQ) semi- Sistolik > 130 mmHg, Diastolik > 85 mmHg.
kuantitatif. Asupan dalam penelitian ini VarIabil yang diteliti diuji dengan
dikelompokkan menurut asupan energy, analisis univariate dan bivariat. Analisis
karbohidat, protein, lemak, dan serat. Stress bivariate pada variabel umur dan lama kerja
diukur menggunakan Hamilton Anxiety Rating menggunakan uji t-test, sedangkan pada
Scale. Indeks massa tubuh diidentifikasi variabel jenis kelamin, pendidikan, asupan
berdasarkan pengukuran antropometri pada makan, aktivitas fisik, dan stress menggunakan
Tinggi Badan dan Berat Badan. Pengukuran uji chi square.
Tinggi Badan menggunakan microtoice dan
Berat Badan diukur menggunakan timbangan HASIL DAN PEMBAHASAN
digital. Aktivitas fisik diukur menggunakan Hasil penelitian dibagi menurut
Global Physical Activity Questionnaire - distribusi karakteristik individu pekerja (tabel
WHO. 1), distribusi faktor risiko sindrom metabolik
Selain itu, pengumpulan data untuk pada pekerja (tabel 2), yang meliputi variabel
variabel dependen, yaitu komponen Sindrom asupan makan, aktivitas fisik, dan stress, serta
Metabolik, dilakukan dengan mengambil data distribusi komponen sindrom metabolik (tabel
sekunder berupa rekam medis kesehatan 3). Hasil uji bivariate ditampilkan pada tabel 4.
peekrja. Komponen Sindrom Metabolik yang
diteliti dalam penelitian ini adalah Tekanan Karakteristik Individu Pekerja
Darah, Gula Darah, Lingkar Perut, kadar Berdasarkan tabel 1 didapati bahwa
Trigliserida, dan kadar HDL. Teknik sebagian besar sampel berjenis kelamin laki-
pengukuran gula darah, kadar TG, dan kadar laki yaitu sebanyak 68%, dibandingkan pekerja
HDL dilakukan dengan analisis biokimia perempuan (32%). Rerata umur pekerja dalam
darah. Pengukuran dilakukan oleh dokter, penelitian ini adalah 36 tahun. Umur pekerja
perawat, dan analis laboratorium. Pengukuran termuda adalah 20 tahun dan paling tua
sindrom metabolik dilakukan dengan berumur 58 tahun. Sebagian besar pekerja
mencocokkan rekam medis pekerja pada memperoleh pendidikan hingga jenjang
kriteria definisi NCEP ATP III revisi 2005 perguruan tinggi yaitu sebanyak 55%. Rerata
yang dimodifikasi untuk ras Asia, dengan lama kerja sampel dalam penelitian ini telah
memenuhi 3 dari 5 kriteria berikut: bekerja selama 10 tahun.
-laki ≥ 90 cm dan Berdasarkan tabel 2, variabel asupan
Perempuan ≥ 80 cm; 2) Kadar glukosa puasa ≥ makan dikelompokkan menurut kecukupan
energy, karbohidrat, protein, lemak, dan serta.
-laki < 40 mg/dL Asupan energy pekerja yang diamati hampir
22
AN-Nur: Jurnal Kajian dan Pengembangan Kesehatan Masyarakat
Website : https://jurnal.umj.ac.id/index.php/AN-NUR
Vol. 01 Nomor 01 Agustus 2020 Hal. 19 – 32
seluruhnya dalam kategori cukup (77%). sebanyak 38,7%. Sementara yang tidak
Namun, pada aspek asupan karbohidrat, mengalami sindrom metabolik dijumpai
sebagian besar pekerja mengalami kelebihan sebanyak 61,3%. Komponen sindrom
asupan (68%). Demikian pula pada kecukupan metabolik terdiri dari obesitas sentral,
protein sebagian besar dalam kategori lebih hiperglikemia, hipertrigliserida, kadar HDL
(90%), dan kecukupan lemak sebagian besar rendah, dan hipertensi. Berdasarkan urutannya,
dalam kategori lebih (76%). Selain itu, komponen yang paling banyak dialami pekerja
didapati juga hampir seluruh pekerja adalah obesitas sentral (35,2%), kemudian
kekurangan serat (98%). disusul dengan kadar HDL rendah (34,8%),
hiperglikemia (29,3%), hipertensi (22,7%), dan
hipertrigliserida (18,8%).
Tabel 1. Distribusi Karakteristik Individu
pada Pekerja Tabel 2. Distribusi Faktor Risiko Sindrom
Variabel Kategori N (%) Metabolik pada Pekerja
(n=256)
Variabel Kategori N (%)
Jenis Laki-laki 174 68
(n=256)
Kelamin
Asupan Makan
Perempuan 82 32
Energi Cukup 198 77
Umur Mean 35,89
Lebih 58 23
Median 34
Karbohidrat Cukup 82 32
Min - Maks 20 - 58
Lebih 174 68
Pendidikan SLTA 115 45
Protein Cukup 25 10
D3, S1, S2, 141 55
Lebih 231 90
S3
Lemak Cukup 61 24
Lama Mean 10,35
Lebih 195 76
Kerja
Serat Cukup 5 2
Median 6
Kurang 251 98
Min-Maks 1-37
Aktivitas Fisik Aktif 111 43
Kurang 145 57
Menurut variabel aktivitas fisik, Aktif
diketahui mayoritas pekerja dalam kategori Stress Tidak 213 83
Stress
kurang aktif (57%). Sedangkan dalam kategori Stress 31 12
aktif mencapat 43% pekerja. Ringan
Stress 9 4
Hasil pengukuran variabel Stress Sedang
dikelompokkan menjadi beberapa kategori, Stress 3 1
Berat
yaitu tidak stress (83%), stress ringan (12%), Stress 0 0
stress sedang (4%), stress berat (1%), dan Berat
Sekali
stress berat sekali (0%).
Berdasarkan tabel 3, diketahui jumlah Berdasarkan tabel 3, diketahui jumlah
pekerja yang mengalami sindrom metabolik pekerja yang mengalami sindrom metabolik
23
AN-Nur: Jurnal Kajian dan Pengembangan Kesehatan Masyarakat
Website : https://jurnal.umj.ac.id/index.php/AN-NUR
Vol. 01 Nomor 01 Agustus 2020 Hal. 19 – 32
sebanyak 38,7%. Sementara yang tidak mengalami sindrom metabolik lebih banyak
mengalami sindrom metabolik dijumpai dialami oleh pekerja laki-laki yaitu 69 orang.
sebanyak 61,3%. Komponen sindrom Akan tetapi pada kelompok perempuan yang
metabolik terdiri dari obesitas sentral, mengalami sindrom metabolik didapati
hiperglikemia, hipertrigliserida, kadar HDL sebanyak 30 orang. Tidak ada hubungan antara
rendah, dan hipertensi. Berdasarkan urutannya, variabel jenis kelamin dengan sindrom
komponen yang paling banyak dialami pekerja metabolik pada pekerja (p=0,739).
adalah obesitas sentral (35,2%), kemudian Rerata umur pekerja yang mengalami
disusul dengan kadar HDL rendah (34,8%), sindrom metabolik adalah berumur
hiperglikemia (29,3%), hipertensi (22,7%), dan 41,55±11,12 tahun, sedangkan yang tidak
hipertrigliserida (18,8%). mengalami sindrom metabolik rerata berumur
32,33±10,62. Pada variabel lama kerja, rerata
Tabel 3. Distribusi Komponen Sindrom umur pekerja yang mengalami sindrom
Metabolik (SM) pada Pekerja metabolik adalah 15,25±11,44 tahun,
Variabel Kategori N (%) sedangkan yang tidak adalah 7,24±7,18 tahun.
(n=256) Ada hubungan antara variabel umur dan lama
Sindrom Tidak 157 61,3
Metabolik kerja dengan sindrom metabolik pada pekerja
Ya 99 38,7 (p=0,000%).
Komponen Obesitas Sentral 90 35,2
SM Berdasarkan variabel asupan energy,
Hiperglikemia 75 29,3 diketahui bahwa sebanyak 27 pekerja (46,6%)
Hipertrigliserida 48 18,8
HDL Rendah 89 34,8 memiliki asupan energy berlebih dan
Hipertensi 58 22,7 mengalami sindrom metabolik. Namun,
diketahui pada 31 pekerja (53,4%) memiliki
Tabel 4 menunjukkan variabel yang
asupan energy berlebih tidak mengalami
berhubungan dengan sindrom metabolik pada
sindrom metabolik. Tidak ada hubungan antara
pekerja adalah umur (p=0,0005), lama kerja
variabel asupan energy dengan sindrom
(p=0,0005), asupan karbohidrat (p=0,032), dan
metabolik (p=0,212).
Aktivitas fisik (p=0,0003). Namun, didapati
Pekerja dengan asupan karbohidrat
bahwa variabel yang tidak berhubungan
melebihi angka kecukupan yang mengalami
dengan sindrom metabolik yaitu jenis kelamin
sindrom metabolik sebanyak 59 orang
(p=0,739) pendidkan (p=0,61), asupan energy
(33,9%). Selain itu, pada pekerja dengan
(p=0,212), asupan protein (p=1,000), asupan
asupan karbohidrat yang berlebih diketahui
lemak (p=0,139), asupan serat (p=1,000), dan
bahwa sebanyak 115 orang (66,1%) tidak
stress (p=0,635).
mengalami sindrom metabolik. Ada hubungan
Berdasarkan kelompok jenis kelamin,
diketahui bahwa prevalensi pekerja yang
24
AN-Nur: Jurnal Kajian dan Pengembangan Kesehatan Masyarakat
Website : https://jurnal.umj.ac.id/index.php/AN-NUR
Vol. 01 Nomor 01 Agustus 2020 Hal. 19 – 32
25
AN-Nur: Jurnal Kajian dan Pengembangan Kesehatan Masyarakat
Website : https://jurnal.umj.ac.id/index.php/AN-NUR
Vol. 01 Nomor 01 Agustus 2020 Hal. 19 – 32
26
AN-Nur: Jurnal Kajian dan Pengembangan Kesehatan Masyarakat
Website : https://jurnal.umj.ac.id/index.php/AN-NUR
Vol. 01 Nomor 01 Agustus 2020 Hal. 19 – 32
17
didapati bahwa komponen yang paling sudah dibahas sebelumnya. Didapati sebanyak
dominan adalah obesitas sentral (87,5%). 29,3% pekerja mengalami hiperglikemia dan
Obesitas sentral merupakan bentuk 22,7% hipertensi pada penelitian ini. Sama
manifestasi yang sering dijumpai pada sindrom dengan penelitian lain pada pekerja di kota
metabolik. Fungsi sel lemak pada obesitas Jakarta, dijumpai proporsi hipertensi sebanyak
sentral menjadi abnormal dan menimbulkan 23,3% dan intoleransi glukosa sebanyak
sekresi hormon berlebih sehingga 11,2%. Angka proporsi tersebut menempati
mengakibatkan munculnya berbagai kondisi proporsi terendah dibandingkan komponen SM
patologis. Proses tersebut, yaitu dari obesitas lainnya.15 Hipertensi (tekanan darah abnormal)
menjadi penyakit kronis, dikenal dengan istilah diketahui sebagai pusat patofisiologi SM, di
18
sindrom metabolic. mana 85% penderita SM memilikinya.
Hipertensi biasanya dapat dideteksi saat akhir
Kadar High Density Lipoprotein (HDL) dan dari perjalanan penyakit. Hal ini menandakan
Kadar Trigliserida ancaman dari suatu penyakit, seperti kerusakan
Dislipidemia merupakan salah satu ginjal dan gagal jantung. Resistensi insulin dan
tanda dari sindrom metabolik yaitu suatu obesitas sentral dikenal sebagai penyebab
kondisi profil lipid yang tidak normal, meliputi terjadinya hipertensi.7
kadar trigliserida (TGA), kolesterol total, Hubungan Karakteristik Individu dengan
kolesterol low density lipoprotein (LDL), dan Sindrom Metabolik
kolesterol high density lipoprotein (HDL)19. Pada penelitian ini, diketahui bahwa ada
Pada penelitian ini dijumpai sebanyak 34,8% hubungan antara variabel umur dan lama kerja
dari 256 pekerja memiliki kadar HDL yang dengan sindrom metabolik, sedangkan pada
rendah, dan terdapat 18,8% pekerja memiliki variabel jenis kelamin dan pendidikan tidak
hipertigliserida. Sejalan dengan Anita (2009) ada hubungan. Diketahui pada penelitian ini
yang meneliti sindrom metabolik pada 164 bahwa umur seseorang yang berkisar 41 tahun
(20).
pegawai negeri sipil di Kota Depok Hasil berisiko mengalami sindrom metabolik. Selain
penelitian Anita menemukan bahwa rendahnya itu didapati bahwa seseorang yang telah
kadar HDL pada pekerja menempati proporsi bekerja selama sekitar 15 tahun berisiko
terbesar (68,9%) dibanding komponen SM mengalami sindrom metabolik. Studi di
lainnya. Malaysia menunjukkan bahwa prevalensi
sindrom metabolik pada usia ≥40 tahun
Hipertensi dan Hiperglikemia sebesar 44,6% (50,5% pada wanita dan 38,7%
Persentase hipertensi dan hiperglikemia pada pria), lebih besar dibanding usia < 40
dalam penelitian ini menempati proposi yang tahun, 16% (16,6% pada wanita dan 15,5%
rendah dibandingkan komponen SM lain yang pada pria) (21). Temuan dalam penelitian ini
27
AN-Nur: Jurnal Kajian dan Pengembangan Kesehatan Masyarakat
Website : https://jurnal.umj.ac.id/index.php/AN-NUR
Vol. 01 Nomor 01 Agustus 2020 Hal. 19 – 32
28
AN-Nur: Jurnal Kajian dan Pengembangan Kesehatan Masyarakat
Website : https://jurnal.umj.ac.id/index.php/AN-NUR
Vol. 01 Nomor 01 Agustus 2020 Hal. 19 – 32
Terdapat hubungan yang bermakna antara meningkatnya umur dan lama kerja. Asupan
variabel aktivitas fisik dengan sindrom makan, utamanya asupan karbohidrat yang
metabolik pada penelitian ini. Gaya hidup berlebih berkaitan dengan risiko sindrom
sedentari berkontribusi terhadap epidemi metabolik. Aktivitas fisik yang rendah
obesitas. Latihan fisik menghasilkan banyak berhubungan dengan risiko sindrom metabolik.
manfaat untuk tubuh seseorang. Pada orang
yang melakukan olahraga teratur, sensitivitas SARAN
insulinnya akan meningkat, dan kemampuan Diperlukan peningkatan promosi
mengatur meningkat. Namun, berhenti kesehatan di tempat kerja dengan: 1)
beraktivitas fisik dapat menurunkan melakukan pemeriksaan profil lipid secara
sensitivitas insulin. Otot seseorang yang dilatih berkala pada pekerja sebagai skrining awal
memiliki persediaan darah yang lebih baik, sindrom metabolik, utamanya pada pekerja di
karena glukosa dari darah diperoleh dengan bawah 41 tahun; 2) memperbaiki asupan
efektif. Hati menjadi lebih efisien dalam makan pekerja, utamanya karbohidrat.
memproduksi glikogen dari glukosa yang Perusahaan dapat menyediakan makanan bagi
terdapat dalam darah .4 pekerja dengan menerapkan gizi seimbang dan
“isi piringku”; 3) selain itu, perlu membuat
Hubungan Stress dengan Sindrom program guna meningkatkan aktivitas fisik
Metabolik pada pekerja kantoran di sela waktu bekerja.
Stress psikososial kronis dapat menimbulkan Hal ini dibutuhkan untuk meningkatkan
efek destruktif, menyebabkan perubahan kesehatan kerja pekerja sehingga menurunkan
fisiologis dan struktur tubuh sehingga angka absensi akibat sakit dan meningkatkan
berakibat pada kondisi resistensi insulin, produktivitas pekerja dan perusahaan.
atherosclerosis, dan pada akhirnya menjadi
penyakit kardio vascular.26 Namun, pada UCAPAN TERIMA KASIH
pennelitian tidak dijumpai adanya hubungan Peneliti sangat berterima kasih atas
antara stress dengan sindrom metabolik. Hal dukungan yang diberikan oleh Direktorat Riset
ini sama dengan penelitian oleh Kamso et.al dan Pengabdian Masyarakat Kementrian Riset,
(2011) bahwa tidak ada hubungan anatar stress Teknologi, dan Pendidikan Tinggi yang telah
15
dengan kejadian sindrom metabolik. membantu dalam pembiayaan penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kemkes RI. Riset Kesehatan Dasar 2018.
Badan Penelitian dan Pengembangan
KESIMPULAN
Kesehatan Kementerian Kesehatan RI;
Penelitian ini menunjukkan bahwa risiko 2018.
sindrom metabolik meningkat seiring
29
AN-Nur: Jurnal Kajian dan Pengembangan Kesehatan Masyarakat
Website : https://jurnal.umj.ac.id/index.php/AN-NUR
Vol. 01 Nomor 01 Agustus 2020 Hal. 19 – 32
19. Osuji C, Nzerem B, Meludu S, Dioka C, 25. Fairudz A, Nisa K. Pengaruh Serat Pangan
Nwobodo E, Amilo G. The prevalence of terhadap Kadar Kolesterol Penderita
overweight/obesity and dyslipidemia Overweight | Fairudz | Jurnal Majority.
amongst a group of women attending Med J Lampung Univ. 2015;4(8):121–6.
“August” meeting. Niger Med J.
2010;51(4):155–9. 26. Innes K, Vincent H, Ann Grill T. Chronic
Stress And Insulin Resistance-Related
20. Anita B. Hubungan Karakteristik Individu, Indices Of Cardiovascular Disease Risk,
Asupan Makan, dan Faktor Lainnya Part I: Neurophysiological Responses And
Terhadap Sindrom Metabolik pada Pathological Sequelae. Altern Ther Health
Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Med. 2007;13(4):46–52.
Pemerintah Daerah Kota Depok Tahun
2009. [Tesis]. [Depok]: Universitas
Indonesia; 2009.