Anda di halaman 1dari 3

Menteri Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia Zainudin Amali kembali mengingatkan pentingnya

penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) atau yang lebih dikenal dengan sport science dalam
pengembangan olahraga nasional.

Hal itu disampaikan Menpora Amali saat memberikan kuliah umum di Universitas Negeri Semarang
(UNNES) dengan topik “Peran IPTEK Keolahragaan dalam Pembangunan Olahraga Nasional” secara
virtual dari SitRoom lantai 9, gedung Kemenpora, Jakarta Pusat, Jumat (9/4/2021) lalu.

Amali bilang, pihaknya saat ini tengah menjadikan sport science untuk pengembangan olahraga nasional
dan hal itu tersusun dalam Grand Design Keolahragaan Nasional.

Hal ini merupakan tindaklanjut dari arahan Presiden Joko Widodo saat Hari Olahraga Nasional tanggal 9
September 2020 lalu, yang menginginkan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi terbaru untuk
pengembangan olahraga nasional. Bukan hanya untuk pengembangan pusat latihan, tapi juga
pengembangan manajemen dan juga meminta untuk mereview total tentang ekosistem pola pembinaan
olahraga nasional khususnya olahraga prestasi

“Sport science tentu ini menjadi pemandu utama pengembangan prestasi kita. Beliau juga
menyampaikan dalam arahan itu supaya kita menggunakan big data, kita tahu bahwa big data dan data
analytics itu belum kita manfaatkan dengan baik. Banyak calon-calon atlet atau talenta-talenta yang
berkualitas yang tersebar seluruh penjuru negeri ini. Tetapi kita tidak bisa memantau karena kita tidak
punya data yang lengkap,” jelas Amali.

Sebagai bentuk implementasi penggunaan big data, Kementerian Pemuda dan Olahraga kemudian
bekerjsama dengan PT Telkom Indonesia untuk memantau para atlet di tanah air hingga ke pelosok-
pelosok negeri.

“Jadi intinya adalah ilmu pengetahuan dan teknologi itu harus kita gunakan untuk mendorong prestasi
olahraga kita dan juga kita harus mempunyai basis data yang jelas. Jadi bukan hanya mengira-ngira,
menduga-duga,” sambungnya.

Basis data yang ada, kata Amali, harus digunakan sebagai alat untuk mendeteksi talenta dan atlet-atlet
berkualitas yang tidak terpantau oleh para pemandu bakat.

"Mungkin saja karena mereka (atlet) tinggal jauh dari perkotaan sehingga tidak bisa terpantau oleh para
pemandu bakat kita,” tambahnya.

Lebih jauh Amali menyebut, secara regulasi, sudah ada undang-undang nomor 3 tahun 2005 tentang
sistem keolahragaan nasional. Dalam UU ini sudah tertera berbagai panduan untuk para pelaku dan para
stakeholder.

“Tetapi memang implementasinya di lapangan harus jujur kita akui bahwa ini belum berjalan. Misalnya
sport science ini kita tahu bahwa sport science ini sejak tahun 80-an sudah kita dengar tetapi kita harus
jujur katakan bahwa implementasi sampai dengan saat ini masih sangat terbatas,” paparnya.
Menurut Amali, dalam pasal dan ayat UU SKN ini sudah dijelaskan secara detail tentang sport science
dan peran-peran pemerintah dan pemerintah daerah dalam pembinaan atlet dan pengembangan
olahraga.

Misalnya, dalam pasal 75 ayat 1 UU SKN yang mengatur tentang tugas pemerintah pusat dan
pemerintah atau masyarakat untuk melakukan pengembangan teknologi secara berkelanjutan untuk
memajukan olahraga nasional.

“Sangat jelas sebenarnya panduannya tetapi faktanya apakah ini diimplementasikan? Saya berani
katakan dalam forum ini kita belum serius, belum sungguh-sungguh mengimplementasikan ayat 1 pasal
75 padahal di sini jelas,” ungkapnya.

Kemudian pada ayat 2 pasal 75 diatur juga bahwa pemerintah pusat, pemerintah daerah atau
masyarakat dapat membentuk lembaga penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
keolahragaan.

Sementara di ayat 3 pasal 75 ini, disebutkan bahwa hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi sebagaimana dimaksud ayat 1 disosialisasikan dan diterapkan untuk kemajuan olahraga.

“Ini kita bisa lihat bahwa sudah cukup panduan sesuai dengan undang-undang itu,” jelasnya.

Selain itu ada aturan lain seperti Peraturan Pemerintah nomor 16 tahun 2007 dan Perpres nomor 95
tahun 2017 yang secara jelas mengatur sport science atau penerapan IPTEK dalam olahraga.

Misalnya dalam PP Pasal 72, yang berbunyi pemerintah pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat
bertanggung jawab melaksanakan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang olahraga.

“Bukan hanya jelas ini tapi sudah jelas. Kemudian diikuti ayat 1, 2, 3 bahwa pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi olahraga secara terencana dan berkelanjutan diselenggarakan secara
sistematis. Ini jga belum ada,” jelasnya.

Sementara itu, dalam Perpres nomor 95 tahun 2017 juga mengatur terkait IPTEK pengembangan
olahraga. Misalnya, pada pasal 13 misalnya ayat 1 disebutkan bahwa penerapan pelatihan performa
tinggi oleh induk organisasi cabang olahraga dan visi dilakukan dengan memperhatikan ilmu
pengetahuan dan teknologi olahragaan.

“Iptek ini tidak hanya untuk olahraga prestasi saja tetapi juga untuk olahraga rekreasi dan olahraga
pendidikan. Sport science sebagai faktor utama untuk mendukung prestasi olahraga. Oleh karena itu
tidak bisa ditawar-tawar,” lanjutnya.

Ia menegaskan bahwa prestasi olahraga hanya bisa dicapai dengan perencanaan dan tidak bisa
didapatkan dengan instan. Bahkan dia mengutip pernyataan dari legendaris sepak bola, Pele yang
mengatakan bahwa success is no accident.
“Di berbagai kesempatan selalu saya sampaikan bahwa tidak ada prestasi yang kita dapatkan dengan by
accident, selalu by desingn. Pele sudah mengatakan itu. Sukses itu harus dengan kerja keras, ketekunan
dengan belajar, dengan pengorbanan. Dan lebih itu semua kita harus mencintai apa yang kita lakukan,
love of what you are doing or learning to do,” katanya.

Amali juga mencontohkan mantan pelatih klub sepakbola Inggris, Manchester United Sir Alex Ferguson
yang sangat menekankan tentang sport science.

“Sir Alex Ferguson juga menggunakan sport science sebagai pemacu prestasi dari para anak-anak yang
dilatih. Dan kita tahu setelah sir Alex Ferguson meninggalkan Manchester United prestasinya melorot.
Itu terbukti bahwa apa yang dilakukan oleh Alex Ferguson selalu dipantau oleh sport science,”
tandasnya.

Anda mungkin juga menyukai