Anda di halaman 1dari 14

TUGAS 2

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
NAMA : NOVITA KRISTIANI
NIM : 044618578
1. Identitas nasional dimiliki oleh setiap negara yang merdeka dan berdaulat. Sebagai warga
negara tentunya kita harus memahami tujuan dan pengertian identitas nasional itu sendiri.
Sebagai warga negara, kita menjunjung tinggi dan mempertahankan identitas nasional
dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini diperlukan supaya warga negara bisa mengetahui
ciri dan karakteristik negara Indonesia, serta membedakan identitas dengan negara lain.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata nasional bermakna kebangsaan,
berkenaan, atau berasal dari bangsa sendiri. Sedangkan dalam konteks pendidikan
kewarganegaraan, identitas nasional adalah ciri-ciri atau karakteristik keyakinan tentang
kebangsaaan yang membedakan bangsa satu dengan yang lain. Konteks identitas nasional
sendiri berkaitan dengan adat istiadat, kebudayaan, dan karakter khas suatu negara.
Identitas nasional terwujud dalam bangsa dan negara yang merdeka, berdaulat, serta
memiliki hubungan internasional dengan bangsa lain. Identitas ini menjadi jati diri untuk
mendukung dan mencapai kejayaan bangsa dan negara di masa depan.
Contoh Identitas Nasional konsep identitas Nasional tercantum dalam pasal undang-
undang dasar. Pasal tersebut mengatur tentang identitas nasional Indonesia yang
membedakan dengan bangsa lain. Identitas nasional tidak lepas dari unsur yang merujuk
bangsa majemuk. Kemajemukan ini merupakan gabungan dari unsur pembentuk identitas
nasional seperti suku bangsa, agama, budaya, dan bahasa.
bentuk-bentuk identitas nasional Indonesia antara lain:
 Bahasa nasional adalah bahasa Indonesia. Ketentuan bahasa diatur dalam
Undang-undang no. 24 Tahun 2009, dari pasal 25 sampai pasal 45. Bahasa
Indonesia merupakan bahasa Melayu yang menjadi bahasa persatuan.
Melalui Kongres Pemuda II tanggal 28 Oktober 1928, bahasa Indonesia
disepakati sebagai bahasa nasional.
 Bendera negara adalah Sang Merah Putih Bendera negara pertama kali
dikibarkan ketika Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus
1945. Bendera warna merah putih ini diatur dalam UU no.24 tahun 2009.
 Lagu Kebangsaan adalah Indonesia Raya Lagu Indonesia Raya pertama
kali dinyanyikan pada Kongred Pemuda II, kemudian menjadi lagu
kenegaraan dan kebangsaan.
Lambang negara adalah Garuda Pancasila Garuda Pancasila menjadi
lambang negara Indonesia. Lambang ini memiliki perisai di bagian tengah.
Garis hitam tebal menggambarkan Indonesia berada di garis khatulistiwa.
Sedangkan perisai di dada burung Garuda adalah lambang kelima sila
Pancasila.
Semboyan negara yaitu Bhinneka Tunggal Ika Semboyan negara ini
mengacu pada masyarakat Indonesia yang beragam. Arti Bhinneka
Tunggal Ika meski berbeda-beda tetapi tetap satu jua.
 Pancasila sebagai dasar falsafah negara Pancasila berfungsi sebagai
ideologi nasional, falsafah negara, pandangan hidup bangsa, dan dasar
negara. Pancasila penting untuk identitas nasional dan pemahaman warga
negara untuk bersikap.
 UUD 1945 menjadi konstitusi atau hukum dasar Negara.
 Bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) .
 Konsep wawasan nusantara.
 Kebudayaan daerah diterima sebagai kebudayaan nasional.
Faktor Pembentuk Identitas Nasional Ada dua faktor utama pembentuk identitas nasional
yaitu faktor primordial dan faktor kondisional. Berikut penjelasannya,
 Faktor Primordial Merupakan faktor bawaan yang secara alami ada dan
melekat pada bangsa, seperti geografi, ekologi, dan demografi. Contoh
kondisi geografi dan ekologi di Indonesia yaitu wilayah kepulauan dan
iklimnya tropis. Indonesia juga ada di wilayah Asia Tenggara, sehingga
mempengaruhi perkembangan kondisi ekonomi, sosial, dan budaya.
 Faktor Kondisional Faktor Kondisional adalah suatu keadaan yang bisa
mempengaruhi terbentuknya identitas nasional. Contoh faktor kondisional
ini adalah sosial, politik, sejarah, dan kebudayaan bangsa Indonesia.
Faktor sejarah menjelaskan tentang proses terbentuknya masyarakat dan
bangsa Indonesia. Identitas terjalin dari interaksi dan berbagai faktor yang
berkaitan.
 Faktor Sakral Selain faktor utama, ada faktor sakral yang membentuk
identitas warga negara. Faktor sakral ini meliputi agama dan ideologi yang
membentuk bangsa. Indonesia menganut ideologi Pancasila, sehingga para
tokoh dan pemimpin memakai faktor ini untuk menyatukan bangsa
Negara.
2. A.T. Soegito (1999: 29-33) menjelaskan, bahwa Notonagoro ketika membahas asal mula
Pancasila dasar filsafat Negara mengatakan bahwa pembicaraan mengenai asal mula
Pancasila memiliki pengaruh yang sangat penting terhadap kedudukan Pancasila sebagai
dasar filsafat atau dasar kerohanian Negara.
Segala sesuatu ciptaan atau makhluk yang berada di dalam waktu, pasti memiliki proses
penjadian artinya dulunya tidak ada lalu menjadi ada, sehingga dapat dikatakan mempunyai
permulaan. Proses menjadinya ada itu disebabkan oleh sesuatu yang lain yang dinamakan asal
mula atau sebab musabab. Pancasila sebagai dasar filsafat Negara pernah tidak ada, maka
mempunyai hal lain yang mengadakan disebut asal mula atau sebab. Pancasila itu terdapat dalam
hukum dasar Negara kita yang tertinggi, yaitu Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, yang merupakan naskah penjelasan terperinci dari proklamasi
kemerdekaan.
Pancasila menjadi dasar filsafat Negara tentu saja bersamaan dengan waktu ditetapkannya
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada tanggal 18
Agustus 1945, sekalipun asal mulanya lebih tua. Kedua-duanya mempunyai sejarah. Pembukaan
untuk pertama kalinya direncanakan pada tanggal 22 Juni 1945, yang terkenal sebagai Jakarta-
Charter (Piagam Jakarta), sedangkan Pancasila telah lebih dahulu diusulkan sebagai dasar filsafat
Negara Indonesia Merdeka yang akan didirikan, yaitu pertama kali pada tanggal 1 Juni 1945,
dalam rapat Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia.
Sila-sila Pancasila tidaklah semata-mata dibuat atau diciptakan dari pemikiran logis belaka,
melainkan merupakan penemuan dan penggalian dari budaya Bangsa Indonesia sendiri. Unsur-
unsur budaya dikristalisasikan dengan memilah nilai-nilai luhur untuk kemudian dituangkan
dalam lima sila. Pancasila seperti dirumuskan oleh Senat Universitas Gadjah Mada pada tahun
1951 adalah hasil perenungan jiwa yang dalam dan penelitian cipta yang saksama atas dasar
pengetahuan dan pengalaman hidup yang luas. Unsur-unsur Pancasila itu sebagaimana sudah
dikatakan dalam uraian dimuka telah terdapat sebelumnya dalam adat kebiasaan, kebudayaan
dan keyakinan agama-agama bangsa Indonesia, yang kemudian dijadikan sebagai dasar negara.
Hal ini oleh para ahli diperkenalkan dengan istilah berpancasila dalam tri prakara. Persoalan
mengenai asal mula Pancasila sebagai dasar filsafat negara memerlukan perhatian khusus agar
dapat dimengerti, fungsi, dan tempat yang sebenarnya.
Beberapa kalangan, harus diakui, dalam mendiskusikan perihal asal mula mengemukakan
pendapat-pendapat yang berbeda-beda. Seseorang dapat membedakan antara beberapa macam
asal mula atau sebab. Kita mengambil sebagai suatu contoh sebuah kursi dari kayu. Kayu yang
menjadi bahan untuk dijadikan kursi itu merupakan asal mula atau sebab jenis pertama dan
disebut asal mula atau sebab berupa bahan. Kayu dengan kata lain menjadi asal mula bahan.
Kayu sebelum dan sesudah menjadi kursi, kayunya sama saja, yang berubah bukan kayunya,
yang berubah adalah bentuk atau bangunnya. Bentuk atau bangun itu dikatakan menjadi asal
mula atau sebab jenis kedua dan disebut asal mula bentuk atau sebab berupa bentuk atau bangun.
Bahan kayu tidak cuma dapat dijadikan kursi, akan tetapi juga dapat dijadikan barang lain-
lainnya. Kayu dijadikan kursi atau barang lainnya itu tergantung dari penggunaan barang yang
akan dibuat, maka dari itu tujuan penggunaan merupakan asal mula atau sebab jenis ketiga dan
disebut asal mula tujuan atau sebab berupa tujuan. Tiga macam asal mula atau sebab tadi belum
dapat menyebabkan terjadi apa-apa, kursinya baru menjadi ada, apabila dilakukan perbuatan
untuk membuat kursi, maka karya itu adalah asal mula atau sebab jenis keempat dan disebut asal
mula atau sebab karya yang menimbulkan akibat terjadinya barang sesuatu baru, dan inilah yang
pada umumnya dimaksud sebagai asal mula atau sebab yang langsung menimbulkan akibat.
Akan tetapi yang demikian itu sebenarnya tidak mencukupi untuk memperoleh pengertian yang
sebaiknya dari hal sesuatu dan seringkali menimbulkan salah paham. Demikian pula halnya
dengan Pancasila itu. Sebenarnya keempat-empat asal mula memiliki kedudukan yang sama-
sama penting, dalam arti tidak dapat diabaikan, ibarat kursi di atas tidak dapat jadi kursi yang
baik jika tidak ada kayunya sebagai bahan, kayu tidak dapat dijadikan kursi begitu seterusnya.
Penerapannya diperuntukkan kepada Pancasila sebagai dasar filsafat Negara, maka kita
mendapatkan asal mula-asal mula atau sebab-sebab sebagai berikut: asal mula langsung dan asal
mula tidak langsung. Pembagian asal mula menjadi langsung dan tidak langsung didasarkan atas
hubungannya dengan proses menjadinya Pancasila sebagai dasar filsafat negara. Asal mula
langsung meliputi pembahasan-pembahasan menjelang dan sesudah proklamasi kemerdekaan
yang menunjukkan aspek langsung menjadinya Pancasila sebagai dasar negara. Asal mula tidak
langsung lebih menunjuk pada aspek bahan dalam dimensi historis masa lampau khususnya
yakni sebelum kemerdekaan, tidak dihubungkan dengan kegiatan secara langsung dengan proses
pembahasannya di sekitar proklamasi.
Asal mula langsung dari Pancasila dasar filsafat Negara dibedakan:

 Causa materialis (asal mula bahan) ialah berasal dari bangsa Indonesia sendiri, terdapat
dalam adat kebiasaan, kebudayaan dan dalam agama-agamanya sehingga pada hakikatnya
nilai-nilai yang menjadi unsur-unsur Pancasila adalah digali dari bangsa Indonesia sendiri
yang berupa nilai-nilai adat kebudayaan dan nilai-nilai religius yang terdapat dalam
kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia. Jadi asal mula bahan atau causa materialis
Pancasila adalah bangsa Indonesia sendiri yang berupa kepribadian dan pandangan hidup.
Catatan yang perlu mendapatkan perhatian, bahwa nilai-nilai yang terdapat pada kelima sila
Pancasila merupakan kristalisasi nilai-nilai yang ideal, sedangkan yang dianggap tidak ideal
tidak diakomodasikan. Jika kita perhatikan dengan seksama, maka tidak dapat dipungkiri
dalam kehidupan bahwa terdapat hal-hal yang kurang baik dan berat sebelah, seperti terlalu
individua atau sebaliknya terlalu sosial, sehingga mengorbankan kepentingan sosial atau
sebaliknya mengorbankan kepentingan sendiri, sedangkan sila-sila Pancasila berupaya
mencari jalan tengah di antara kedua kutub itu.
 Causa formalis (asal mula bentuk atau bangun) dimaksudkan bagaimana Pancasila itu
dibentuk rumusannya sebagaimana terdapat pada Pembukaan Undang-Undang Dasar NRI
Tahun 1945. Pengusul dan pendukung asal mula bentuk dari Pancasila adalah Soekarno dan
Hatta ditambah dengan anggota BPUPKI. Soekarno dan Hatta ditambah dengan anggota
BPUPKI sebagai Pembentuk Negara mengatasnamakan wakil bangsa Indonesia, juga telah
merumuskan dan membahas Pancasila yang berkaitan bentuk rumusan dan nama Pancasila
sebagai kesatuan.
 Causa efisien (asal mula karya) ialah asal mula kegiatan yang meningkatkan Pancasila dari
calon dasar negara menjadi Pancasila yang sah sebagai dasar negara. Asal mula karya dalam
hal ini adalah PPKI sebagai pembentuk negara yang kemudian mengesahkan dan
menjadikan Pancasila sebagai dasar filsafat Negara setelah melalui pembahasan dalam
sidang-sidangnya.
 Causa finalis (asal mula tujuan) adalah tujuan dari perumusan dan pembahasan Pancasila
yakni hendak dijadikan sebagai dasar negara. Usaha untuk sampai kepada asal mula tujuan
(causa finalis) tersebut merupakan causa akhir, sehingga merupakan kelanjutan causa-causa
lainnya. Causa finalis tersebut memerlukan causa atau asal mula sambungan. Asal mula
sambungan penghubung antara asal mula bentuk (causa formalis) dan asal mula tujuan
(causa finalis) yakni Panitia Sembilan, termasuk Soekarno - Hatta, anggota-anggota
BPUPKI, anggota-anggota PPKI, yang merumuskan rancangan Pembukaan UUD NRI 1945
dan yang menerima dengan perubahan rancangan tersebut (A.T. Soegito, 1999, 25; Kaelan,
1999: 53-55).

Bangsa Indonesia yang menjadi asal mula atau sebab bahan dari Pancasila sebagai dasar
filsafat Negara merupakan suatu hal yang sangat penting dan perlu dipahami kembali. Unsur-
unsur Pancasila telah terdapat di dalam adat kebiasaan, kebudayaan dan di dalam agama-agama,
maka seperti telah dikatakan dalam uraian yang terdahulu bangsa Indonesia sebenarnya
mempunyai tiga macam fenomena Pancasila, yang kultural, yang religius dan yang kenegaraan,
yang saling memperkuat dan memperkembangkan. Kesimpulannya adalah bahwa dasar filsafat
Negara bangsa Indonesia adalah Pancasila, karena bawaan dari adat kebiasaan, kebudayaan dan
agama-agama bangsa Indonesia sendiri. Pancasila dijadikan sebagai dasar filsafat Negara, maka
sebenarnya tidak lain dari kesetiaan bangsa Indonesia kepada dirinya sendiri, mengembangkan
pribadinya sendiri, dahulunya dalam adat kebiasaan, kebudayaan dan agama-agama ketika belum
bernegara dan sesudah bernegara menjadi dasar hidup kenegaraannya, yaitu dengan
melaksanakannya dalam hidup bermasyarakat dan berpemerintahan.
Dasar filsafat negara Indonesia ini secara resmi diberi nama Pancasila dirumuskan dalam
Pembukaan Undang Undang Dasar Negara Republik indonesia Tahun 1945. Walaupun istilah
Pancasila tidak disebutkan secara eksplisit dalam Pembukan tersebut, namun rumusan sila demi
sila secara jelas dicantumkan di dalamnya, sehingga Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 disebut
sebagai tempat terdapatnya Pancasila. Walaupun demikian di kalangan masyarakat luas pernah
terdapat pelbagai rumusan Pancasila yang susunannya agak berbeda. Rumusan yang berbeda-
beda tentang lima unsur yang diberi nama Pancasila itu tidak berarti membawa bangsa Indonesia
bergerak menuju arah pertentangan-pertentangan, karena tanpa adanya rumusan resmi pun di
dalam diri bangsa Indonesia atau dalam adat istiadat bangsa Indonesia sudah ada benih-benih
jiwa Pancasila, hanya yang perlu dicari adalah keseragaman perumusan dan tata urutannya.
Pancasila dengan demikian merupakan inti-inti kesamaan yang terdapat dalam adat kebiasaan,
kebudayaan dan agama-agama bangsa Indonesia, yang menurut kenyataannya begitu beraneka
warna. Tentu masih ada hal-hal yang merupakan kesamaan, akan tetapi semuanya dapat
dikembalikan kepada inti-inti yang menjadi sila-sila dari Pancasila, yakni Ketuhanan,
Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan. Manusia di dalam hidupnya mempunyai
tiga macam jenis persoalan hidup yang pokok, yaitu hubungan dengan diri-sendiri, sesama
manusia, serta terhadap asal mula segala sesuatu, yaitu Tuhan. Tiga persoalan pokok dalam
hidup ini yang terhadap diri sendiri, termasuk hubungannya dengan benda, tersimpul dalam sila
kemanusiaan yang adil dan beradab, yang terhadap sesama manusia, yang mengenai benda pula
terutama dalam lingkungan kenegaraan tercantum dalam sila-sila persatuan, kerakyatan dan
keadilan sosial, serta terhadap asal mula segala sesuatu ialah terkandung dalam sila ketuhanan
yang Maha Esa. Soal-soal hidup yang pokok ini bersifat universal, berlaku untuk semua orang,
lebih-lebih semua orang Indonesia sama, bahkan buat seluruh umat manusia sama. Meskipun
tiga persoalannya sama, tetapi lain perwujudan dalam jawaban atas soal-soalnya, dan lain pula
dalam hal pelaksanaan atau penjelmaan dari jawaban dan penyelesaian persoalannya.
Keputusan PPKI. sudah tepat, hanya lima sila itu yang dimasukkan dalam dasar filsafat
Negara sebagai inti kesamaan dari segala keadaan yang beraneka warna, dan juga telah
mencukupi, dalam arti pula tidak ada lainnya yang tidak dapat dikembalikan kepada salah satu
sila dari Pancasila.
Asal mula bahan atau causa materialis dari sila-sila Pancasila adalah yang setepatnya dan
sebaik-baiknya ialah bangsa Indonesia sendiri, dalam arti yang semutlak-mutlaknya ialah dalam
hakikat kemanusiaannya yang kekal dan tidak berubah. Usaha memahami sejarah Perjuangan
bangsa Indonesia akan membantu pemahaman asal mula Pancasila Dasar Filsafat Negara
Republik Indonesia. Kesimpulannya adalah sejarah Perjuangan bangsa Indonesia dapat dipakai
sebagai titik tolak memahami asal mula Pancasila dasar filsafat Negara Republik Indonesia.
Ir. Soekarno dalam pidato promosinya di Universitas Gadjah Mada, ketika menerima gelar
Doktor Honoris Causa 19 September 1951 menyatakan, bahwa menolak keterangan promotor
bahwa Pancasila adalah ciptaannya. Ir. Soekarno sekedar “perumus” dari perasaan-perasaan yang
telah lama terkandung bisu dalam kalbu rakyat Indonesia, sekedar menjadi “pengutara” dari
keinginan-keinginan bangsa Indonesia yang turun-temurun. Ir. Soekarno selanjutnya, dalam
Pidato di Surabaya 24 September 1955 mengatakan bahwa ia tidaklah menciptakan Pancasila,
sebab baginya suatu dasar negara ciptaan tidak akan tahan lama. Ir. Soekarno mengajak bangsa
Indonesia untuk meyelami sejarah sedalam-dalamnya. Ir. Soekarno mengakui bahwa lima
mutiara yang terpendam hanya digalinya dari sejarah Indonesia, yang tadinya lima mutiara itu
cemerlang tetapi oleh karena penjajahan asing yang 350 tahun lamanya, terbenam di dalam bumi
Indonesia, sehingga Soekarno sendiri berkesimpulan bahwa Pancasila diciptakan oleh bangsa
Indonesia sendiri.
Pancasila dan Sejarah Perjuangan bangsa Indonesia tidak dapat dipisah-pisahkan satu sama
lain, bahkan studi Pancasila (terutama asal mula sebagai dasar filsafat Negara Republik
Indonesia) akan lebih proporsional bila ditelaah dari aspek kesejarahannya (AT Soegito, 1983:
6). Aspek sejarah ini akan diperdalam dalam kegiatan belajar ke-2.
3. Analisis terkait dengan internalisasi nilai-nilai dari sila sila Pancasila dalam kehidupan
sehari-hari adalah dengan dilakukannya perlakuan sebagai berikut:
 Menjaga kerukunan antar umat beragama serta yang berbeda ras, suku, dan bahasa.
 Menjadi manusia yang mempunyai adab sopan santun dalam kegiatan sehari-hari.
 Mencintai dan mengapresiasi produk dalam negeri.
 Menjaga persatuan Indonesia.
 Mengutamakan musyawarah untuk mencapai suatu persetujuan.
 Menjadi adil bagi seluruh komponen masyarakat bila menjadi pengabdi negara.
Penjelasan:
Internalisasi nilai-nilai pancasila merupakan proses memasukkan nilai-nilai yang berisi di
dalam pancasila agar mampu dipahami serta dijalankan sesuai dengan tujuan dari pancasila
itu yaitu menjadikan bangsa ini menjadi bangsa yang kuat, rukun, dan mempunyai adab
sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia.
4. Bangsa Indonesia memperingati tanggal 1 Juni sebagai hari kelahiran Pancasila.
Referensi histori dari “kelahiran” Pancasila pun dapat kita temui baik dalam bentuk
sumber/bahan kepustakaan maupun media elektronik visual yang berkembang pesat saat
ini. Namun, terkadang kita sering lupa untuk menelaah tidak hanya dari sisi “seremonial”
perayaan kelahirannya, tetapi selayaknya kita perlu juga untuk memahami secara lebih
komprehensif mengenai kedudukan Pancasila. Bahkan mungkin diantara kita masih
berpendapat bahwa Pancasila hanya merupakan sebagai ideologi negara. Apakah
pendapat ini sudah tepat?
Soekarno menyebut Pancasila sebagai philosopische grondslag atau pandangan hidup bangsa
Indonesia. Oleh karena itu, Pancasila memiliki dua kepentingan yaitu:
a. Pancasila diharapkan senantiasa menjadi pedoman dan petunjuk dalam menjalani keseharian
hidup manusia Indonesia baik dalam berkeluarga, bermasyarakat maupun berbangsa.
b. Pancasila diharapkan sebagai dasar negara sehingga suatu kewajiban bahwa dalam segala
tatanan kenegaraan entah itu dalam hukum, politik, ekonomi maupun sosial masyarakat harus
berdasarkan dan bertujuan pada Pancasila.
Pancasiila dalam kedudukannya sebagai kristalisasi nilai-nilai yang dimiliki dan diyakıni
kebenarannya oleh bangsa Indonesia, telah dirumuskan dalam alinea keempat pembukaan
Undang Undang Dasar 1945. Pancasila merupakan pandangan hidup bangsa, memiliki fungsi
utama sebagai dasar negara Indonesia. Dalam kedudukannya yang demikian Pancasila
menempati kedudukan yang paling tinggi, sebagai sumber dari segala sumber hukum atau
sebagai sumber hukum dasar nasional dalam tata hukum di Indonesia.
Pancasila dalam kedudukannya sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sumber hukum
dasar nasional, menjadikan Pancasila sebagai ukuran dalam menilai hukum yang berlaku di
negara Indonesia. Hukum yang dibuat dan berlaku di negara Indonesia harus mencerminkan
kesadaran dan rasa keadilan yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Hukum di Indonesia harus
menjamin dan merupakan perwujudan serta tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang
terkandung dalam rumusan Pancasila sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945 dan
interpretasinya dalam tubuh UUD 1945 tersebut.
Pancasila dalam posisinya sebagai sumber semua sumber hukum, atau sebagai sumber hukum
dasar nasional, berada di atas konstitusi, artinya Pancasila berada di atas UUD 1945. Jika UUD
1945 merupakan konstitusi negara, maka Pancasila adalah Kaidah Pokok Negara yang
Fundamental (staats fundamental norm).
Kaidah pokok yang fundamental itu mempunyai hakikat dan kedudukan yang tetap, kuat dan
tidak berubah bagi negara tersebut. Pancasila tidak dapat diubah dan ditiadakan, karena Ia
merupakan kaidah pokok yang fundamental. Bung Karno menyebut Pancasila itu sebagai
philosofische grondslag (fundamen filsafat), pikiran sedalam-dalamnya, untuk kemudian di
atasnya didirikan bangunan “Indonesia merdeka yang kekal dan abadi”.
Secara yuridis formal berdasarkan Pasal 37 UUD 1945, konstitusi sebagai hukum dasar
memungkinkan adanya perubahan. namun Pancasila dalam kedudukannya sebagai kaidah pokok
negara (staats fundamental norm) sifatnya tetap kuat dan tak berubah. Staats fundamental norm
adalah norma yang merupakan dasar bagi pembentukan konstitusi. Ia ada terlebih dahulu
sebelum adanya konstitusi.
Pancasila sebagai staats fundamental norm diletakkan sebagai dasar asas dalam mendirikan
negara, maka ia tidak dapat diubah. Hukum di Indonesia tidak membenarkan perubahan
Pancasila, karena ia sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sebagai sumber hukum dasar
nasional di Indonesia. Mengubah Pancasila berarti mengubah dasar atau asas negara. Kalau dasar
asas atau fundamental dari negara tersebut diubah maka dengan sendirinya negara yang
diproklamasikan hasil perjuangan para pahlawan bangsa akan berubah atau tidak ada sebab
dasarnya atau fundamennya tidak ada.
Kedudukan Pancasila Dikaitkan Dengan Theorie Von Stafenufbau Der Rechtsordnung
Hans Kelsen (1881 – 1973), ahli hukum dan filsuf Austria, terakhir berkarir di University of
Berkeley Amerika Serikat, dan dikenal sebagai pencetus Teori Hukum Murni, memiliki gagasan
yang dikenal dengan stufenbau theorie yang pada hakikatnya merupakan usaha untuk membuat
kerangka suatu bangunan hukum yang dapat dipakai dimanapun, dalam perkembangan
selanjutnya diuraikan oleh Hans Nawiasky (ahli hukum berkebangsaan Jerman, “murid” dari
Hans Kelsen) dengan theorie von stufenfbau der rechtsordnung yang menggariskan bahwa selain
susunan norma dalam negara adalah berlapis-lapis dan berjenjang dari yang tertinggi sampai
terendah, juga terjadi pengelompokan norma hukum dalam negara.
Tatanan hukum tertinggi dalam pandangan Kelsen adalah berpuncak pada basic
norm atau grundnorm (norma dasar),yaitu berupa konstitusi, tetapi konstitusi dimaksud adalah
dalam pengertian materiil, bukan konstitusi formil.
Menurut Kelsen, norma yang validitasnya tidak dapat diperoleh dari norma lain yang lebih tinggi
disebut sebagai norma dasar. Semua norma yang validitasnya dapat ditelusuri ke satu norma
dasar yang sama membentuk suatu sistem norma, atau sebuah tatanan norma. Norma dasar yang
menjadi sumber utama ini merupakan pengikat diantara semua norma yang berbeda-beda yang
membentuk suatu tatanan norma. Bahwa suatu norma termasuk ke dalam sistem suatu norma, ke
dalam tatanan normatif tertentu, dapat diuji hanya dengan mengonfirmasikan bahwa norma
tersebut memperoleh validitasnya dari norma dasar yang membentuk tatanan norma tersebut.
Konsep norma dasar Kelsen, kemudian diafirmasi oleh Nawiasky meskipun dengan sebutan lain
yaitu staats fundamentalnorm. Nawiasky menegaskan, staats fundamental norm atau norma
fundamental negara (norma dasar) adalah norma tertinggi dalam suatu negara dan norma ini
merupakan norma yang tidak dibentuk oleh norma yang lebih tinggi lagi, tetapi bersifat pre-
supposed atau ditetapkan terlebih dahulu oleh masyarakat dalam negara dan merupakan norma
yang menjadi tempat bergantungnya norma-norma hukum di bawahnya. Bahkan Nawiasky juga
menegaskan bahwa isi norma fundamental negara merupakan dasar bagi pembentukan konstitusi
atau undang-undang dasar.
Apabila mencermati maksud norma dasar menurut Kelsen dan atau norma fundamental negara
menurut Nawiasky maka Pancasila merupakan norma dasar yang menginduki segala macam
norma dalam tatanan norma di Indonesia. Untuk memperjelas kedudukan norma dasar dalam
tatanan hukum suatu negara, Kelsen juga menjelaskan pola hubungan antarnorma melalui
teorinya stufenbau atau hirarkis norma. Kelsen menjelaskan hubungan antara norma yang
mengatur pembentukan norma lain dengan norma yang lain lagi dapat digambarkan sebagai
hubungan antara “superordinasi” dan “subordinasi” yang merupakan kiasan keruangan.
Norma yang menentukan norma lain adalah norma yang lebih tinggi, sedangkan norma yang
dibentuk menurut peraturan ini adalah norma yang lebih rendah. Menurut Achmad
Ali, stufenbau theorie Kelsen merupakan peraturan hukum keseluruhannya dari norma dasar
yang berada di puncak piramida, dan semakin ke bawah semakin beragam dan menyebar. Norma
dasar teratas adalah bersifat abstrak dan semakin ke bawah semakin konkrit. Dalam proses itu,
apa yang semula berupa sesuatu yang “seharusnya”, berubah menjadi sesuatu yang “dapat”
dilakukan.
Teori Kelsen tentang hirarkis norma kemudian dikembangkan oleh muridnya Nawiasky dalam
bukunya Allgemeine Rechtslehere. Nawiasky menegaskan bahwa sistem norma hukum di negara
manapun selalu berlapis dan berjenjang. Norma yang di bawah berlaku, bersumber dan berdasar
pada norma yang lebih tinggi lagi, sampai pada suatu norma yang tertinggi yang disebut norma
dasar. Nawiasky kemudian memberi gagasan baru tentang sistem norma tersebut yaitu dengan
adanya pengelompokan norma.
Menurut Nawiasky, pengelompokan norma dalam suatu negara terdiri atas empat kelompok
besar yaitu: kelompok pertama, Staats fundamental norm atau norma fundamental negara.
Kelompok kedua, Staatgrundgesetz (aturan dasar/pokok negara). Kelompok ketiga, Formell
Gesetz (Undang-Undang). Kelompok keempat, Verordnung & Autonome Satzung (aturan
pelaksana & aturan otonom).
Berdasarkan gagasan Kelsen dan Nawiasky di atas tentang stufenbau theorie atau teori tata
urutan norma, dapat dipahami bahwa norma dasar atau norma fundamental negara berada pada
puncak piramida. Apabila dikaitkan dengan Pancasila, maka dapat dikatakan bahwa Pancasila
sebagai norma dasar berada pada puncak piramida norma. Dengan demikian, Pancasila
kemudian menjadi sumber tertib hukum atau yang lebih dikenal sebagai sumber dari segala
sumber hukum.
Hal demikian, telah dikukuhkan oleh memorandum DPR-Gotong Royong yang kemudian diberi
landasan yuridis melalui Ketetapan MPR No. XX/MPRS/1966 jo. Ketetapan MPR No.
V/MPR/1973 jo Ketetapan MPR No. IX/MPR/1978. Pancasila sebagai sumber dari segala
sumber hukum dimaksudkan sebagai sumber dari tertib hukum negara Indonesia. Menurut
Roeslan Saleh, fungsi Pancasila sebagai sumber segala sumber hukum mengandung arti bahwa
Pancasila berkedudukan sebagai:
 Ideologi hukum Indonesia;
 Kumpulan nilai-nilai yang harus berada di belakang keseluruhan hukum Indonesia;
 Asas-asas yang harus diikuti sebagai petunjuk dalam mengadakan pilihan hukum di
Indonesia;
 Sebagai suatu pernyataan dari nilai kejiwaan dan keinginan bangsa Indonesia, juga dalam
hukumnya.
Keberadaan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum kemudian kembali dipertegas
dalam Ketetapan MPR No. III/MPR/2000 Tentang Sumber Hukum Dan Tata Urutan Peraturan
Perundang-Undangan. Pasal 1 TAP MPR itu memuat tiga ayat:
 Sumber hukum adalah sumber yang dijadikan bahan untuk penyusunan peraturan
perundang-undangan;
 Sumber hukum terdiri dari sumber hukum tertulis dan hukum tidak tertulis;
Sumber hukum dasar nasional adalah Pancasila sebagaimana tertulis dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil
dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah
kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dan batang tubuh Undang-Undang Dasar
1945.

Pengaturan TAP MPR di atas lebih memperjelas maksud dari istilah sumber hukum dalam
sistem hukum di Indonesia bahwa yang menjadi sumber hukum (tempat untuk menemukan dan
menggali hukum) adalah sumber yang tertulis dan tidak tertulis. Selain itu, menjadikan Pancasila
sebagai rujukan utama dari pembuatan segala macam peraturan perundang-undangan. Akan
tetapi, tidak lagi ditemukan istilah Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum. Hal ini
memang tidak mengganggu keberadaan Pancasila sebagai norma dasar yang menginduki segala
norma tetapi tentu mengurangi supremasi dan daya ikat Pancasila dalam tatanan hukum.
Dikatakan demikian, karena nilai-nilai Pancasila seperti sebagai pandangan hidup, kesadaran,
cita-cita hukum dan cita-cita moral tidak lagi mendapatkan legitimasi yuridis. Terutama, sistem
hukum modern sudah banyak dipengaruhi oleh aliran pemikiran positivisme hukum yang hanya
mengakui peraturan-peraturan tertulis. Untuk itu, adalah suatu kekeliruan apabila tidak
menerangkan secara eksplisit mengenai Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum.
Menariknya, supremasi Pancasila dalam sistem hukum kembali ditemukan dalam Undang-
Undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Pada Pasal 2
Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 ini disebutkan “Pancasila merupakan sumber segala sumber
hukum negara”. Undang-undang tersebut kemudian diganti dengan Undang-Undang No. 12
Tahun 2011 (sebagaimana terakhir diubah sebagian dengan Undang-Undang No. 15 Tahun
2019) yang mengatur tentang hal yang serupa.
Pada Pasal 2 Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 ini tetap menegaskan hal yang sama
sebagaimana dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 bahwa Pancasila merupakan sumber
segala sumber hukum negara. Dengan demikian, keberadaan Pancasila kembali menjadi supreme
norm dalam sistem hukum negara Indonesia sehingga Pancasila sebagai suatu pandangan hidup,
kesadaran dan cita-cita hukum maupun cita-cita moral bangsa terlegitimasi secara yuridis.
Kesimpulan
Pancasila sebagai philosopische grondslag atau pandangan hidup bangsa Indonesia memiliki
kedudukan sebagai staats fundamental norm yang merupakan dasar asas dalam mendirikan
negara, besifat tetap, tidak dapat diubah. Hukum di Indonesia tidak membenarkan perubahan
Pancasila, karena ia sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sebagai sumber hukum dasar
nasional di Indonesia. Penegasan serta legitimasi kedudukan Pancasila sebagai sumber segala
sumber hukum negara (kaitannya dengan theorie von stufenfbau der rechtsordnung) selain telah
secara jelas termaktub dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, juga telah secara jelas
tercantum dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 sebagaimana terakhir diubah dengan
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019.
Semoga dengan diperingatinya hari kelahiran Pancasila ke-75 pada tanggal 1 Juni 2020 ini tidak
hanya sekedar mengulang kegiatan yang sifatnya hanya “seremonial” saja, namun juga dapat
“melahirkan” penelahaan dan pemahaman yang lebih komprehensif mengenai tujuan dan
kedudukan Pancasila yang harus diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,
termasuk juga dalam pelaksanaan birokrasi pemerintahan.

Anda mungkin juga menyukai