Anda di halaman 1dari 129

PENURUNAN TINGKAT KEBISINGAN RUANG KERJA

MELALUI OPTIMALISASI FUNGSI JENDELA KACA PADA


GEDUNG ADMINISTRASI BANDAR UDARA

Studi Kasus: Bandar Udara Juanda Surabaya

TESIS

OLEH

SIGIT WIDODO
097020013/AR

FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

Universitas Sumatera Utara


PENURUNAN TINGKAT KEBISINGAN RUANG KERJA
MELALUI OPTIMALISASI FUNGSI JENDELA KACA PADA
GEDUNG ADMINISTRASI BANDAR UDARA

Studi Kasus: Bandar Udara Juanda Surabaya

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik


Dalam Program Studi Teknik Arsitektur
Pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

Oleh

SIGIT WIDODO
097020013/AR

FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

Universitas Sumatera Utara


PERNYATAAN

PENURUNAN TINGKAT KEBISINGAN RUANG KERJA


MELALUI OPTIMALISASI FUNGSI JENDELA KACA PADA GEDUNG
ADMINISTRASI BANDAR UDARA

Studi Kasus: Bandar Udara Juanda Surabaya

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan,

Sigit Widodo
NIM 097020013

Universitas Sumatera Utara


Judul Tesis : PENURUNAN TINGKAT KEBISINGAN RUANG
KERJA MELALUI OPTIMALISASI FUNGSI
JENDELA KACA PADA GEDUNG ADMINISTRASI
BANDAR UDARA
Studi Kasus: Bandar Udara Juanda Surabaya
Nama Mahasiswa : SIGIT WIDODO
Nomor Pokok : 097020013
Program Studi : TEKNIK ARSITEKTUR
Bidang Kekhususan : STUDI-STUDI ARSITEKTUR

Menyetujui
Komisi Pembimbing,

(Prof. Ir. M. Nawawiy Loebis, M.Phil, PhD) (Ir. Basaria Talarosha, MT)
Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Dekan,

(Ir. Nurlisa Ginting, M.Sc, PhD, IPM) (Ir. Seri Maulina, M.Si, PhD)

Tanggal Lulus: 16 Mei 2017

Universitas Sumatera Utara


Tanggal: 16 Mei 2017

Panitia Penguji Tesis

Ketua Komisi Penguji : Prof. Ir. M. Nawawiy Loebis, M.Phil, PhD

Anggota Komisi Penguji : 1. Ir. Basaria Talarosha, MT

2. Ir. N. Vinky Rahman, MT

3. Amy Marisa, ST, M.Sc, PhD

4. Hilma Tamiami Fachruddin, ST, M.Sc, PhD

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Kawasan bandar udara merupakan kawasan yang memiliki intensitas


kebisingan yang sangat tinggi bahkan terus meningkat seiring dengan bertambahnya
frekwensi lalu lintas udara. Intensitas Kebisingan yang umumnya dikeluhkan oleh
sejumlah pekerja di bandar udara adalah tidak bisa berkonsentrasi dan sering
melakukan kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan. Permasalahan ini dikarenakan
gedung-gedung fasilitas di beberapa Bandar udara memiliki elemen bukaan berupa
jendela kaca yang tidak memiliki kemampuan dalam hal mereduksi intensitas bunyi
yang berlebih. Gangguan kebisingan seperti ini juga terjadi di Bandar Udara Juanda
Surabaya yang termasuk bandar udara terbesar dan tersibuk kedua setelah Bandar
udara Internasional Soekarno Hatta Jakarta. Bandar udara ini dikelompokkan sebagai
bandar udara kelas 1 yang sekaligus berstatus sebagai bandar udara internasional
utama, bandar udara internasional regional dan bandar udara internasional
penerbangan haji.
Keberadaan landas pacu di bandar udara yang berfungsi sebagai fasilitas
mendarat dan tinggal landas pesawat terbang merupakan sumber utama kebisingan
dengan intensitas antara 125-140 dB, sementara nilai standar faktor tempat kerja yang
dapat diterima tenaga kerja pada umumnya berkisar 65-85 dB.
Dalam rangka pengurangan intensitas kebisingan gedung dapat dilakukan
dengan memodifikasi penghalang bunyi seperti kaca pada jendela, contohnya
ketebalan dan jumlah kaca (tunggal atau ganda). Selain itu dapat dilakukan dengan
pemantulan bunyi. Pemantulan/Pembelokkan bunyi ini harus dipantulkan ke arah
yang tepat dengan penggunaan material yang dapat mereduksi bunyi.
Berdasarkan hasil penilitian, Pemanfaatan sistem kaca ganda dapat menaikkan
nilai insulasi lebih dari 30%, dengan rincian kaca ganda minimal 2x6mm pada unit
jendela mampu mereduksi bunyi sampai ≤ 65 dB, sistem ini jauh lebih efisien jika
dibandingkan dengan memperbesar dimensi atau ketebalan kaca ataupun
memodifikasi jarak gedung dari sumber bising. Upaya selanjutnya adalah perletakan
posisi panil kaca atau unit jendela kaca pada sudut 15° terhadap posisi normal, serta
penggunaan plafond dengan material penyerap bunyi seperti rock wool dapat
membantu tujuan tersebut. Selanjutnya adalah pemilihan material yang memiliki nilai
terendah atau negatif terhadap faktor penghantar getaran bunyi seperti kayu dan
plastik sangat baik untuk dipilih sebagai material penyusun struktur (frame) unit
jendela kaca, material kayu ataupun PVC dapat meminimalisir efek getaran bunyi
yang akan merambat dari bagian luar gedung.

Kata Kunci: Kawasan Bandar Udara Juanda Surabaya, Intensitas Kebisingan, Sistem
Kaca Ganda

Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT

An airport area has a very high intensity of noise; it even continuously


increasing along with the increase in air traffic frequency. The noise intensity is
usually complained by a number of employees at the airport since they cannot
concentrate and make errors in their job. It is because building constructions at some
airports have open elements like glass windows which are not able to reduce
excessive noise intensity. This noise pollution occurs at Juanda Airport, the second
busiest airport after Soekarno Hatta Airport. This airport is categorized as Class I
Airport, the main international airport, international regional airport, and
international Hajj airport.
The existence of runway which is functioned as airplanes’ landing and taking-
off is the main source of noise pollution with the intensity from 125 to 140 dB, while
the standard value of working place received by employees is around 65 to 85 dB.
Reducing noise intensity of the buildings can be done by modifying the
soundproof such as glass in windows with the thickness and the amount of glass
(single or double). It can also use sound reflection which is reflected to the exact
target by using materials which can reduce sound.
The result of the research shows that the use of double glass can increase the
value of insulation more than 30% with the detail as follows: double glass with the
minimum of 2x6 mm in a window unit can reduce sound up to ≤ 65 dB. This system is
much more efficient than by magnifying the glass dimension and thickness or
modifying the distance from building to the source of noise. The next phase was by
placing the position of glass panels or glass window units in the angle of 15 o toward
normal position by using ceiling with absorber of rock wool brand. The next phase
was by selecting materials which have the lowest or negative value toward sound
vibration conductor like wood and plastic which are very good to be used as the
frame of glass windows. Wood material or PVC can minimize the effect of sound
vibration which infiltrates from the outside building.

Keywords: Juanda Airport Area of Surabaya, Noise Intensity, Double Glass System.

ii

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

Rahmat dan Hidayah Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesisi dengan judul

“Penurunan Tingkat Kebisingan Ruang Kerja Melalui Optimalisasi Fungsi Jendela

Kaca Pada Gedung Administrasi Bandar Udara Studi Kasus di Bandar Udara Juanda

Surabaya”.

Tesis ini dapat terselesaikan tidak lepas dari arahan, bimbingan, dukungan dan

bantuan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini Penulis menyampaikan

penghargaan dan ucapan terimakasih kepada Ibu Ir. Nurlisa Ginting, M.Sc, PhD,

IPM. Selaku Ketua Program Studi Magister Teknik Arsitektur Fakultas Teknik

Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Ir. M. Nawawiy Loebis, M.Phil, PhD dan

Ibu Ir. Basaria Talarosha, MT selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan

saran dan arahan kepada Penulis selama proses penyusunan tesis ini. Demikian juga

tidak lupa Penulis ucapan terimakasih untuk keluarga tercinta yang senantiasa

memberi dukungan dan motivasi selama pelaksanaan studi, serta semua pihak yang

tidak dapat Penulis sebutkan satu per satu.

Akhirnya Penulis berharap semoga tesis ini dapat berguna bagi semua pihak,

Penulis menyadari atas ketidaksempurnaan dan kekurangan tesis ini sehingga saran

dan tanggapan dari semua pihak sangat diharapkan guna perbaikan.

Medan, November 2017

Penulis

iii

Universitas Sumatera Utara


RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir pada tanggal 15 Juli 1974 di Kabupaten Pemalang Jawa Tengah,

anak ke-3 dari 4 bersaudara pasangan H.Doesman dan Hj.Suparni. Penulis

menyelesaikan masa pendidikan Sekolah Dasar (SD) tahun 1986, Sekolah Menengah

Pertama (SMP) Tahun 1989 dan Sekolah Menengah Atas (SMA) tahun 1992 di

kabupaten yang sama yaitu Pemalang. Pendidikan arsitektur dan desain mulai penulis

tekuni di Kota Yogyakarta dengan menyelesaikan pendidikan Diploma 3 (D3) pada

tahun 1995 di Akademi Teknik Arsitektur Yogakarta dan pendidikan Strata 1 (S1) di

Universitas Gadjah Mada pada Fakultas Teknik Jurusan Teknik Arsitektur pada tahun

1997.

Mulai tahun 1998 sampai sekarang, penulis berkarir di Unit Kerja Direktorat

Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan.

iv

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ................................................................................................................... i

ABSTRACT ................................................................................................................. ii

KATA PENGANTAR............................................................................................... iii

RIWAYAT HIDUP ................................................................................................... iv

DAFTAR ISI............................................................................................................... v

DAFTAR TABEL ................................................................................................... viii

DAFTAR GAMBAR................................................................................................. ix

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................. x

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1

1.2 Perumusan Masalah ................................................................................. 4

1.3 Batasan Masalah ...................................................................................... 6

1.4 Tujuan ...................................................................................................... 6

1.5 Manfaat .................................................................................................... 7

1.6 Keluaran ................................................................................................... 7

1.7 Metodologi............................................................................................... 8

1.8 Kerangka Berfikir .................................................................................... 9

1.9 Sistematika Penulisan Tesis..................................................................... 9

Universitas Sumatera Utara


BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 12

2.1 Kebisingan ........................................................................................... 13

2.1.1 Definisi kebisingan ...................................................................... 13


2.1.2 Jenis kebisingan ........................................................................... 13
2.1.3 Dampak kebisingan...................................................................... 14
2.1.4 Alat dan sistem perhitungan kebisingan ...................................... 15

2.2 Pedoman Pengendalian Kebisingan ....................................................... 17

2.2.1 Teori Pengendalian kebisingan .................................................... 17


2.2.2 Pengendalian pada sumber bising................................................ 19
2.2.3 Meningkatkan jarak antar sumber bising..................................... 20
2.2.4 Mengurangi waktu paparan bising............................................... 21
2.2.5 Menempatkan barrier atau penghalang........................................ 22
2.2.6 Pemanfaatan alat pelindung telinga ............................................. 22

2.3 Kebisingan di Bandar Udara dan Penelitian yang Pernah Dilakukan.... 23

2.3.1 Kebisingan pada kawasan bandar udara ...................................... 23


2.3.2 Kebisingan pada Fasilitas Bangunan ........................................... 25
2.3.3 Penelitian Kebisingan di Bandar Udara....................................... 26

BAB III FASILITAS DAN OPERASIONAL BANDAR UDARA...................... 31

3.1 Fasilitas Bandar Udara.......................................................................... 31

3.2 Operasional Pesawat Terbang............................................................... 37

3.3 Pengelola Bandar Udara ....................................................................... 37

3.4 Bandar Udara Internasional Juanda Surabaya ...................................... 39

BAB IV DAMPAK KEBISINGAN OPERASIONAL PESAWAT TERBANG 47

4.1 Kebisingan Kawasan Bandar Udara Juanda ......................................... 47

4.2 Kebisingan pada Fasilitas Sisi Darat Bandar Udara ............................. 50

4.3 Kebisingan pada Gedung Administrasi Bandar Udara ........................ 52

vi

Universitas Sumatera Utara


BAB V RANCANGAN UNIT JENDELA KACA................................................ 58

5.1 Modifikasi Tingkat Kebisingan pada Kawasan Bandar Udara............. 58

5.2 Modifikasi Tingkat Kebisingan pada Gedung dan Ruang Kerja .......... 61

BAB VI PENGUJIAN ALTERNATIF RANCANGAN ....................................... 65

6.1 Data Rancangan Unit Jendela Kaca...................................................... 65

6.2 Perhitungan Kebisingan Kawasan ........................................................ 67

6.3 Perhitungan Kebisingan Gedung .......................................................... 69

6.3.1 Modifikasi penghalang ................................................................ 69


6.3.2 Pemantulan bunyi ........................................................................ 74

BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI............................................... 77

7.1 Kesimpulan .......................................................................................... 77

7.2 Rekomendasi........................................................................................ 79

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 83

vii

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

3.1 Perkembangan Lalu Lintas Udara Bandar Udara Juanda Surabaya ................. 40

3.2 Fasilitas Sisi Udara Bandar Udara Juanda, Surabaya....................................... 42

3.3 Fasilitas Sisi Darat Bandar Udara Juanda, Surabaya........................................ 43

3.4 Spesifikasi Material Gedung di Bandar Udara Juanda, Surabaya .................... 46

4.1 Data Survei Kebisingan pada Fasilitas Sisi Darat ............................................ 52

4.2 Data Survei Kebisingan pada Ruangan Fasilitas Sisi Darat ............................. 54

4.3 Data Survei Kebisingan (Ruang Dalam).......................................................... 55

4.4 Data Kemampuan Proteksi Unit Jendela Kaca Eksisting................................. 57

6.1 Data Eksisting Jarak Gedung........................................................................... 66

6.2 Data Eksisting Jarak Gedung........................................................................... 66

6.3 Modifikasi Jarak Sumber Bunyi (Modified Noise Level)................................ 68

6.4 Modifikasi Jarak Sumber Bunyi (Inside Noise Level)..................................... 68

6.5 Kemampuan Proteksi Kebisingan pada Kaca Tunggal .................................... 70

6.6 Kemampuan Proteksi Kebisingan pada Kaca Ganda....................................... 70

6.7 Kemampuan Proteksi Kebisingan pada Kaca Ganda....................................... 71

6.8 Pemantulan Gelombang Bunyi ........................................................................ 76

viii

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

1.1 Kerangka Berfikir.............................................................................................. 8

3.1 Fasilitas Bandar Udara .................................................................................... 32

3.2 Fasilitas Sisi Udara dan Sisi Darat................................................................... 34

3.3 Fasilitas Navigasi, Fasilitas Bantu Pendaratan................................................. 35

3.4 Pergerakan Pesawat Terbang di Bandar Udara ................................................ 37

3.5 Fasilitas Sisi Udara dan Sisi Darat Bandar Udara Juanda Surabaya ................ 41

4.1 Kawasan Kebisingan Tingkat I,II, III Bandar Udara Juanda Surabaya ............ 48

4.2 Lokasi Sumber Kebisingandi Bandar Udara Juanda Surabaya ....................... 49

4.3 Gedung Administrasi Bandar Udara Juanda.................................................... 50

4.4 Perkiraan Nilai Ambang Kebisingan ............................................................... 53

4.5 Barchart Hasil Survei Kebisingan pada Fasilitas Sisi Darat............................. 56

4.6 Barchart Hasil Survei Kebisingan pada Ruangan Fasilitas Sisi Darat.............. 56

4.7 Barchart Kemampuan Unit Jendela Kaca Eksisting pada Fasilitas


Sisi Darat di Bandar Udara Juanda Surabaya .................................................. 57

5.1 Rancangan Posisi Gedung terhadap Sumber Bunyi......................................... 59

5.2 Modifikasi Jarak Bangunan ............................................................................. 61

5.3 Modifikasi Jarak Bangunan ............................................................................. 64

5.4 Modifikasi Jarak Bangunan ............................................................................. 64

6.1 Modifikasi Jarak Sumber Bunyi ...................................................................... 69

6.2 Barchart Kemampuan Proteksi Kebisingan ..................................................... 70

ix

Universitas Sumatera Utara


6.3 Barchart Kemampuan Proteksi Kebisingan ..................................................... 71

6.4 Barchart Kemampuan Proteksi Kebisingan ..................................................... 71

6.5 Bharchart Perbandingan Nilai Kebisingan (dBA)........................................... 73

6.6 Bharchart Perbandingan Kemampuan Insulasi Kaca (dBA)).......................... 73

6.7 Arah Pemantulan Gelombang bunyi................................................................ 75

6.8 Alternatif Arah Pemantulan Gelombang bunyi................................................ 75

7.1 Nilai Intensitas Bunyi pada Kawasan Bandar udara Juanda ............................ 80

7.2 Gedung Administrasi....................................................................................... 81

7.3 Rancangan Unit Jendela Kaca ......................................................................... 81

7.4 Rancangan Posisi Gedung pada Kawasan Bandar Udara ................................ 82

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

2.1 Nilai Ambang Batas (NAB) - Tingkat Bising.................................................... 1

2.2 Nilai Ambang Batas (NAB) - Waktu................................................................. 2

2.3 Kebisingan Ruangan Menurut Keputusan Menteri Kesehatan........................... 3

2.4 Baku Tingkat Kebisingan Menurut Keputusan Menteri Negara ........................ 4

2.5 Pembangunan Pelestarian Lingkungan Hidup Bandar udara ............................. 5

3.1 Dimensi Runway, Taxiway dan Apron............................................................... 6

3.2 Pengelola Bandar udara di Indonesia................................................................. 7

3.3 Tahap Pengembangan Bandar Udara Juanda Surabaya ..................................... 8

3.4 Gambar Denah dan Konstruksi.......................................................................... 9

3.5 Gambar Detail Pintu-Jendela........................................................................... 10

3.6 Spesifikasi Material Gedung Administrasi ...................................................... 11

4.1 Tabel Indek Kebisingan Bandar udara di Indonesia ........................................ 13

4.2 Intensitas Bunyi pada Kawasan Bandar udara ................................................. 14

4.3 Tabel Jarak Bangunan ke Sumber Bising ........................................................ 15

4.4 Pekerja Beresiko Terkena Dampak Kebisingan............................................... 16

4.5 Nilai Intensitas Bunyi (Ruang Luar)................................................................ 17

4.6 Nilai Intensitas Bunyi (Ruang Dalam)............................................................. 18

5.1 Tabel Contoh Produk Flat Glass ..................................................................... 19

6.1 Tabel Perhitungan Kemampuan Reduksi Kaca Tunggal 6mm ........................ 20

xi

Universitas Sumatera Utara


6.2 Tabel Perhitungan Kemampuan Reduksi Kaca Tunggal 8mm ........................ 21

6.3 Tabel Perhitungan Kemampuan Reduksi Kaca Tunggal 10mm ...................... 22

6.4 Tabel Perhitungan Kemampuan Reduksi Kaca Ganda 2 x 6mm ..................... 23

6.5 Tabel Perhitungan Kemampuan Reduksi Kaca Ganda 2 x 8mm ..................... 24

6.6 Tabel Perhitungan Kemampuan Reduksi Kaca Ganda 2 x 10mm ................... 25

6.7 Tabel Perhitungan Kemampuan Reduksi Kaca Ganda 6mm-8mm.................. 26

6.8 Tabel Perhitungan Kemampuan Reduksi Kaca Ganda 6mm-8mm.................. 27

6.9 Tabel Perhitungan Kemampuan Reduksi Kaca Ganda 8mm-10mm................ 28

xii

Universitas Sumatera Utara


1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kemajuan teknologi adalah satu hal yang tidak bisa dihindari dalam kehidupan

manusia saat ini, karena proses kemajuan teknologi pada dasarnya seiring dengan

perkembangan ilmu pengetahuan. Mengudaranya pesawat Airbus A380 pada tahun

2005 di atas Bandar Udara Blagnac Toulouse Perancis merupakan satu penegasan

kembali mengenai bukti kemajuan teknologi di awal abad dua puluh satu, moda

transportasi udara dengan kemampuan mobilisasi lebih dari 850 penumpang untuk

jarak 8.300 mil (Enders, 2013) yang mana hal ini merupakan salah satu prestasi

dalam dunia penerbangan. Namun dari kemajuan teknologi yang telah terbukti

memberi banyak kemanfaatan tersebut, manusia tidak bisa menutup mata bahwa pada

kenyataannya teknologi pun mendatangkan berbagai efek negatif, pertumbuhan

jumlah produksi pesawat terbang dan frekuensi penerbangan yang semakin

meningkat pada tiap tahunnya akan memberi dampak langsung pada peningkatan

emisi polutan dan kebisingan pesawat terbang di lingkungan bandar udara dan

sekitarnya.

Sejak dipopulerkanya setrategi penerbangan murah atau low-cost carrier (LCC)

dikalangan dunia penerbangan Indonesia yang muncul pada awal tahun 2000-an

(Suksma, 2013), hal tersebut berdampak langsung pada lonjakan jumlah penumpang

dan penerbangan secara nasional. Periode tahun 2013 menunjukan bahwa terdapat

Universitas Sumatera Utara


2

pergerakan pesawat datang dan berangkat sebesar 1.271.636 di seluruh bandar udara

di Indonesia atau terdapat kenaikan jumlah frekuensi lalu lintas udara rata-rata

sebesar 9,9% pada tiap tahunnya dari periode lima tahun terakhir, oleh karena itu

diperlukan kesiapan bandar udara dalam mengantisipasi permasalahan yang akan

timbul sebagai akibat lonjakan jumlah penumpang dan penerbangan tersebut

(Kementrian Perhubungan, 2014).

Paparan kebisingan pesawat terbang terutama di lingkungan bandar udara secara

umum terus meningkat, hal ini berbanding lurus dengan terus bertambahnya volume

lalu lintas udara sebagaimana dijelaskan pada data di atas. Keberadaan landas pacu di

bandar udara yang berfungsi sebagai fasilitas mendarat dan tinggal landas pesawat

terbang merupakan area utama sumber kebisingan, jet take-off pada jarak 100 meter

akan menghasilkan kekuatan bunyi 125 dB dan sebuah jet engine pada jarak 25 meter

akan menghasilkan kekuatan bunyi 140 dB (Davis, 2008), sementara nilai ambang

batas atau standar faktor tempat kerja yang dapat diterima tenaga kerja tanpa

mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan dalam pekerjaan sehari-hari untuk

waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu adalah 85 dB (Idris, 1999)

dan baku mutu kebisingan untuk perkatoran atau ruang kerja pada umumnya 65 dB

(Kusumaatmadja,1996).

Bunyi terjadi dari tiga unsur dasar yaitu muncul dari sumber bunyi, merambat

melalui jalur dan mempengaruhi penerima atau pendengar bila suatu gelombang

bunyi datang dan bertemu pada suatu permukaan maka kemungkinannya adalah

gelombang bunyi tersebut akan dipantulkan dan diserap atau ditransmisikan

(Cornwell, 1997). Kebisingan bandar udara yang bersumber dari mesin pesawat

Universitas Sumatera Utara


3

terbang merambat melalui media udara menuju gedung hingga menembus dinding

dan jendela untuk kemudian diterima pendengar yaitu karyawan di ruang kerja,

dengan pertimbangan bahwa jendela merupakan satu bentuk bukaan dalam gedung

yang sekaligus merupakan faktor perlemahan dalam hal pengendalian kebisingan

gedung, maka perencanaan optimalisasi fungsi jendela kaca merupakan satu solusi

dalam rangka mereduksi kebisingan pada sejumlah gedung di lingkungan bandar

udara, sehingga dampak kebisingan pesawat terbang dapat berkurang baik pada ruang

dalam maupun pada lingkungan gedung.

Dengan memperhatikan banyaknya permasalah terkait pengelolaan dan

pemantauan lingkungan bandar udara diatas, seperti adanya peningkatan dampak

kebisingan di lingkungan bandar udara yang signifikan sebagai akibat tidak langsung

dari perubahan tren penerbangan berupa kenaikan frekuensi penerbangan, kenyataan

desain jarak antara sumber kebisingan di bandar udara seperti landas pacu dengan

fasilitas gedung yang relatif dekat akan mengakibatkan dampak kebisingan pada

pengguna gedung tersebut, realita ketidakmampuan sejumlah bangunan dalam

mereduksi kebisingan dan adanya potensi ganguan kebisingan bagi sebagian pekerja

bandar udara di gedung tertentu yang berlokasi dekat dengan sumber kebisingan,

maka penelitian mengenai Penurunan Tingkat Kebisingan Ruang Kerja Melalui

Optimalisasi Fungsi Jendela Kaca pada Gedung Administrasi Bandar Udara sangat

mendesak untuk dilakukan, hal ini mengingat bukan hanya menyangkut

permasalahan kenyamanan beraktifitas dan perlindungan kesehatan pekerja saja tetapi

lebih jauh akan dapat mempengaruhi faktor kelancaran operasional bandar udara

maupun keselamatan penerbangan secara keseluruhan.

Universitas Sumatera Utara


4

Penelitian mengenai Penurunan Tingkat Kebisingan Ruang Kerja Melalui

Optimalisasi Fungsi Jendela Kaca pada Gedung Administrasi Bandar Udara

diharapkan dapat memberi solusi secara signifikan terhadap sebagian permasalahan

terkait pengelolaan dan pemantauan lingkungan bandar udara dari dampak kebisingan

operasional pesawat terbang ataupun aktifitas penerbangan secara keseluruhan, akan

tetapi mengingat adanya keterbatasan waktu, dana, tenaga, teori dan untuk alasan

agar lebih mendalam, maka pada kesempataan saat ini penulis akan lebih fokus pada

pembahasan mengenai usaha penurunan tingkat kebisingan ruang kerja melalui

optimalisasi fungsi jendela kaca.

1.2 Perumusan Masalah


Berkaitan dengan latar belakang yang telah dijelaskan pada bagian awal maka

rumusan permasalahan yang timbul adalah bagaimanakah perencanaan unit jendela

kaca yang optimal untuk menurunkan kebisingan akibat operasional pesawat terbang

pada ruang kerja gedung administrasi bandar udara?

1.3 Batasan Masalah

Bunyi terjadi dari tiga unsur dasar yaitu muncul dari sumber bunyi, merambat

melalui jalur dan mempengaruhi penerima atau pendengar, dengan pertimbangan

keterbatasan waktu, dana, tenaga, teori dan untuk alasan agar lebih mendalam, maka

pada kesempatan penelitian ini hanya akan difokuskan pada unsur arsitektur bukaan

jendela kaca sebagai faktor media rambatan bunyi dan kebisingan dari mesin pesawat

terbang sebagai sumber bunyi dominan.

Universitas Sumatera Utara


5

1.4 Tujuan

Tujuan dilakukan penelitian menganai Penurunan Tingkat Kebisingan Ruang

Kerja Melalui Optimalisasi Fungsi Jendela Kaca di Gedung Administrasi Bandar

Udara adalah untuk merencanakan unit jendela kaca pada gedung administrasi bandar

udara yang dapat berfungsi secara optimal dalam menurunkan dampak kebisingan

pesawat terbang.

1.5 Manfaat
Hasil penelitian mengenai Penurunan Tingkat Kebisingan Ruang Kerja Melalui

Optimalisasi Fungsi Jendela Kaca di Gedung Administrasi Bandar Udara Studi Kasus

di Bandar Udara Juanda Surabaya diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:

a. Praktisi

Bagi para praktisi bahwasanya temuan-temuan yang terdapat pada penelitian

ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pengambil keputusan di Instansi

Kementrian Perhubungan khususnya Sub Sektor Perhubungan Udara guna

meningkatkan kualitas pelayanan di masyarakat secara umum.

b. Akademisi

Bagi para akademisi bawhasanya temuan-temuan yang terdapat pada

penelitian ini diharapkan akan memperkaya khasanah ilmu pengetahuan di

bidang kebijakan teknologi bangunan, khususnya untuk gedung atau

bangunan di lingkungan bandar udara.

1.6 Keluaran
Sebagai keluaran penelitian mengenai Penurunan Tingkat Kebisingan Ruang

Universitas Sumatera Utara


6

Kerja Melalui Optimalisasi Fungsi Jendela Kaca di Gedung Administrasi Bandar

Udara adalah konsep desain unit jendela kaca gedung di lingkungan bandar udara

sebagai kesimpulan dan sejumlah rekomendasi yang berkaitan dengan penanganan

kebisingan di kawasan bandar udara udara khususnya yang ditimbulkan dari aktifitas

pesawat terbang.

1.7 Metodologi

Dalam perancangan, secara umum beberapa metode yang akan digunakan

adalah sebagai berikut:

a. Pengukuran

Pengukuran atau survei lapangan digunakan untuk memperoleh data variabel

penelitian yang berupa data bangunan dan lingkungannya yang terkait objek

rambatan bunyi dan sumber kebisingan seperti: jarak dan posisi gedung dari

sumber kebisingan, posisi ruang pada bangunan, dimensi dan jenis kaca

jendela yang digunakan, tingkat kebisingan diluar dan didalam bangunan.

b. Rancangan awal

Berdasarkan data hasil survei pengukuran diatas dan kajian pustaka yang ada,

selanjutnya dilakukan analisa guna penyusunan rancangan awal atau

pemodelan desain unit jendela kaca dengan memperhitungkan pencapaian

kondisi kenyamanan ruang kerja pada gedung administrasi di bandar udara

dilihat dari faktor intensitas bunyi.

Universitas Sumatera Utara


7

c. Pengujian

Konsep pemodelan desain unit jendela kaca yang telah dibuat selanjutnya

akan di uji dengan memanfaatkan perhitungan matematis sehingga akan

diperoleh nilai intensitas kebisingannya yang menunjukkan kemampuan

objek rancangan tersebut (Garg, 2007).

d. Rekomendasi desain

Berdasarkan perbandingan data eksisting hasil survei, data hasil uji rancangan awal

desain unit jendela kaca dan data literatur terkait standar intensitas bunyi, selanjutnya

dapat ditarik kesimpulan dalam bentuk rekomendasi dan konsep desain unit jendela

kaca gedung di lingkungan bandar udara yang diharapkan dapat berfungsi

secara optimal dalam menurunkan kebisingan yang ditimbulkan dari aktifitas

pesawat terbang.

1.8 Kerangka Berfikir

Landasan pemikiran bahwa kenyamanan intensitas bunyi ruang kerja karyawan

di gedung administrasi bandar udara perlu diusahakan karena adanya kebutuhan

kenyamanan beraktivitas dan perlindungan kesehatan pekerja dari gangguan

kebisingan untuk mendukung kelancaran operasional bandar udara dan keselamatan

penerbangan, sementara pada kenyataannya bahwa sejumlah bangunan di lingkungan

bandar udara tidak mampu dalam mereduksi kebisingan dari dampak operasional

pesawat terbang dimana unit jendela kaca yang merupakan satu bentuk bukaan

bangunan menjadi salah satu faktor penentunya.

Universitas Sumatera Utara


8

Setelah memahami kedua faktor tersebut maka dapat dilakukan pengambilan

data lapangan atau survei khususnya yang terkait kebisingan sebagai langkah

pengumpulan variabel-variabel penelitian, data lapangan tersebut dapat berupa data

jarak dan posisi gedung dari sumber kebisingan, posisi ruang dalam bangunan,

dimensi dan jenis kaca jendela yang digunakan, tingkat kebisingan di luar dan di

dalam bangunan.

Langkah selanjutnya penyiapan rancangan awal atau pemodelan desain unit

jendela kaca dengan berdasarkan data lapangan dan data literatur yang ada dan

dilanjutkan dengan pengujian, dengan memanfaatkan perhitungan matematis maka

pemodelan desain unit jendela kaca dilakukan pengujian sehingga nilai intensitas

kebisingannya yang diperoleh dapat menggambarkan kemampuan objek rancangan

(Garg, 2007).

Perbandingan data eksisting hasil survei, data hasil uji pemodelan desain dan

data literatur terkait standar intensitas bunyi akan menghasilkan kesimpulan

rekomendasi dan konsep desain unit jendela kaca gedung di lingkungan bandar udara

yang diharapkan dapat berfungsi secara optimal dalam menurunkan kebisingan yang

ditimbulkan dari aktifitas pesawat terbang (Gambar 1.1).

Universitas Sumatera Utara


9

KAJIAN PUSTAKA
LATAR BELAKANG
 Teori Tingkat Intensitas
ISU RANCANGAN Bunyi dan Kebisingan
 Referensi desain dan
BATAS RANCANGAN elemen arsitektur (unit
jendela kaca)
TUJUAN RANCANGAN
 Referensi jenis bahan dan
material elemen arsitektur
(unit jendela kaca)
GAGASAN RANCANGAN
 Tingkat intensitas bunyi ANALISIS
lingkungan ruang kerja di
gedung administrasi bandara  Analisis faktor sumber bunyi
dinilai penting karena  Analisis faktor penentu
berhubungan langsung dengan besaran intensitas bunyi
kenyamanan beraktivitas dan pada ruangan
perlindungan kesehatan  Analisis faktor elemen
karyawan dari gangguan arsitektur
kebisingan operasional pesawat
terbang
 Adanya kenyataannya bahwa KONSEP RANCANGAN
sejumlah bangunan di
lingkungan bandara tidak Rancangan unit jendela kaca
mampu dalam mereduksi pada gedung administrasi
kebisingan operasional pesawat bandara yang mampu
terbang menurunkan tingkat kebisingan
 Optimalisasi fungsi jendela dari efek operasional pesawat
kaca merupakan salah satu terbang.
solusi dalam rangka
menurunkan tingkat kebisingan
ruang kerja gedung administrasi PENGUJIAN RANCANGAN
bandara.
Konsep rancangan unit jendela
kaca diuji menggunakan
perhitungan matematis
PENGUMPULAN DATA berdasarkan teori N.K. Garg
LAPANGAN
 Jarak dan posisi gedung dari
KESIMPULAN DAN
sumber kebisingan, posisi
REKOMENDASI
ruang dalam bangunan, dimensi
dan Jenis kaca jendela yang
digunakan
 Tingkat kebisingan diluar dan
didalam bangunan

Gambar 1.1 Kerangka Berfikir

Universitas Sumatera Utara


10

1.9 Sistematika Penulisan Tesis

Sistematika penulisan penelitian mengenai Penurunan Tingkat Kebisingan Ruang

Kerja Melalui Optimalisasi Fungsi Jendela Kaca di Gedung Administrasi Bandar

Udara Studi Kasus di Bandar Udara Juanda Surabaya adalah sebagai berikut:

1. Bab I berupa pendahuluan yang membahas mengenai latar belakang

permasalahan terkait kebisingan di ruang kerja gedung administrasi bandar

udara sebagai akibat operasional pesawat terbang, dilanjutkan dengan

perumusan dan batasan permasalahan, tujuan pembahasan, keluaran dan

manfaat pembahasan, metodologi pembahasan, kerangka berpikir dan

sistematika penulisan.

2. Bab II menjelaskan perinsip dasar pengertian bunyi ataupun kebisingan dan

teori-teori yang mendukung pemecahan permasalahan kebisingan serta

sejumlah penelitian lain yang pernah dilakukan yang berhubungan dengan

permasalahan gangguan kebisingan khususnya di bandar udara.

3. Bab III menjelaskan tentang deskripsi umum bandar udara beserta fasilitas

dan pengoperasionalannya, termasuk gambaran umum bandar udara Juanda

Surabaya sebagai studi kasus pada penelitian ini.

4. Bab IV berisi mengenai identifikasi permasalahan yang muncul terkait

gangguan kebisingan sebagai akibat dari operasional bandar udara dan

penjelasan atas hasil sejumlah data survei beserta analisanya.

5. Bab V berisi penjelasan tentang strategi yang digunakan dalam pemecahan

masalah dengan mengacu pada kondisi lingkungan penelitian dan referensi

pustaka yang ada, akan dipilih satu konsep rancangan awal sekematik unit

Universitas Sumatera Utara


11

jendela kaca sebagai model yang diwujudkan dalam bentuk gambar, diagram

dan tabel.

6. Bab VI berisi penjelasan tentang pendekatan pencapaian kualitas desain

melalui pengujian terhadap konsep rancangan atau pemodelan dengan

menggunakan persamaan matematis.

7. Bab VII berisi penjelasan tentang kesimpulan akhir penelitian dan

rekomendasi mengenai pemanfaatan hasil rancangan yaitu unit jendela kaca

pada gedung administrasi di bandar udara.

Universitas Sumatera Utara


12

BAB II
TINJAUN PUSTAKA

Bunyi dapat didefinisikan sebagai gelombang longitudinal yang merambat

dengan pola berulang secara perapatan dan peregangan serta terbentuk oleh partikel

zat perantara yang ditimbulkan oleh sumber bunyi yang mengalami getaran. Leslie L.

Secara fisis bunyi dapat didefinisikan sebagai penyimpangan tekanan, pergeseran

partikel dalam medium elastik seperti udara dan sering disebut bunyi obyektif,

sementara secara fisiologis bunyi adalah sensasi pendengaran yang disebabkan

penyimpangan fisis dan sering disebut sebagai bunyi subyektif (Doelle, 1972). Secara

fisik tidak ada perbedaan antara bunyi dengan bising, bunyi pada dasarnya

merupakan persepsi sensori dari pola kompleks dari getaran bunyi yang dapat dilabeli

sebagai percakapan, musik ataupun kebisingan. Hal lain yang berkaitan dengan bunyi

atau suara adalah frekwensi dan intensitas suara, frekuensi gelombang suara

merupakan getaran yang dihasilkan dari sumber penghasil getaran seperti garpu tala

yang membentuk sinosidal, jumlah dari siklus gelombang yang terjadi dalam waktu

satu detik biasa disebut frekwensi dan dinyatakan dalam satuan Hertz (Hz). Intensitas

suara merupakan sensasi berupa kekerasan suara yang dirasakan manusia, suatu

energi atau tenaga per satuan luas (contoh Newton per meter persegi N/m²) sering

disebut Intensitas Suara dan satuan dasar yang digunakan adalah Bel (B), ataupun

masyarakat lebih umum menggunakan satuan decibel (dB) dimana 1 dB = 0,1 B

(Suma’mur, 1996).

12

Universitas Sumatera Utara


13

2.1 Kebisingan

2.1.1 Definisi kebisingan

Bising dapat didefinisikan sebagai bunyi yang mengalihkan perhatian,

berlebihan, mengganggu atau berbahaya bagi kegiatan sehari hari ataupun kesehatan

manusia (Ashford, 1992), kebisingan juga merupakan bunyi atau suara yang bisa

menimbulkan dampak fisiologis atau psikologis yang tidak diinginkan pada seseorang

dan dapat mengganggu kegiatan sosial dari individu atau kelompok (Davis, 2006).

Bising sebagai bunyi yang tidak dikehendaki, menganggu dan atau membahayakan

kesehatan (Adhyatma, 1987), bising sebagai bunyi yang tidak diinginkan dari usaha

atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan

kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan (Kusumaatmadja, 1996). Dari

keseluruhan pengertian tersebut, pada dasarnya kebisingan merupakan bunyi yang

tidak dikehendaki karena sifatnya yang mengganggu dan dapat membahayakan

kesehatan manusia serta lingkungan.

2.1.2 Jenis kebisingan

Frekwensi normal yang masih dapat di dengar oleh manusia adalah 20-20.000

Hz dan berdasarkan tingkat frekwensinya maka kebisingan dapat dikelompokan

menjadi dua (Sastrowinoto, 1985) yaitu:

1. Kebisingan Infrasonik, merupakan tingkat kebisingan suara yang memiliki

frekwensi dibawah suara yang dapat didengar oleh manusia yaitu 20 Hz,

direkomendasikan pengeluaran antara 136 dB pada 1 hz hingga 123 dB

Universitas Sumatera Utara


14

pada 20 Hz dan jika meningkat 3 dB maka durasi yang diperbolehkan harus

dikurangi menjadi setengahnya;

2. Kebisingan Ultrasonik, merupakan tingkat kebisingan suara yang memiliki

frekwensi diatas suara yang dapat didengar oleh manusia yaitu 20.000 Hz,

direkomendasikan pengeluaran sampai dengan 110 dB untuk frekwensi di

atas 20.000 Hz atau pada 20.000 Hz digunakan 75 dB dan pada 25.000 Hz

digunakan 110 dB.

Sedangkan bising berdasarkan pengaruhnya terhadap manusia dapat

dikelompokan menjadi tiga jenis, yaitu:

1. Irriating Noise, yaitu bising dengan intensitas yang rendah atau sedang

tetapi mengganggu kenyamanan pendengar;

2. Masking Noise, bising yang menutupi pendengaran denga jelas;

3. Injurious Noise, bising dengan bunyi intensitas tinggi melampaui nilai

ambang batas (NAB) sehingga dapat merusak pendengaran.

Beberapa contoh jenis sumber bising dan besaran tekanan suara yang dihasilkan

dapat dilihat pada Lampiran 2.1-2.5

2.1.3 Dampak kebisingan

Dampak kebisingan secara umum dapat dibedakan menjadi dampak non-

auditory dan dampak auditory, yang termasuk dalam dampak non-auditory (Nasri,

1997) adalah:

Universitas Sumatera Utara


15

1. Gangguan fisiologis, gangguan yang disebabkan oleh bising bernada tinggi

dan terputus-putus atau yang muncul secara tiba-tiba, contoh dampaknya

gangguan tersebut seperti peningkatan tekanan darah tinggi dan konstruksi

pembuluh darah;

2. Gangguan psikologis, gangguan kebisingan yang disebabkan oleh bising

yang berlagsung cukup lama, contoh dampaknya gangguan tersebut seperti

berkurangnya tingkat konsentrasi dan perasaan cepat marah;

3. Gangguan komunikasi, gangguan kebisingan yang disebabkan oleh suara

yang muncul bersamaan dari beberapa sumber dengan frekuensi dan

panjang gelombang sama tetapi amplitudonya berbeda sehingga

meningkatkan ambang pendengaran seseorang, contoh dampaknya

gangguan tersebut adalah terjadinya masking effect atau gangguan kejelasan

suara;

4. Gangguan keseimbangan, gangguan kebisingan yang disebabkan oleh

bising yang sangat tinggi, contoh dampaknya gangguan tersebut seperti

kepala pusing dan mual-mual.

2.1.4 Alat dan sistem perhitungan kebisingan

Terdapat sejumlah peralatan ataupun sistem yang dapat digunakan untuk

mengukur bunyi ataupun kebisingan dengan tujuan masing-masing, diantaranya:

1. Sound Level Meter, peralatan yang dapat mengukur tingkat tekanan suara

atau sound pressure level dari 30-130 dB dengan rentang frekwensi 20-

20.000 Hz, output yang dihasilkan adalah tingkat kebisingan dalam satuan

Universitas Sumatera Utara


16

decibel (dB). Untuk menghitung limitasi dari tingkat kebisingan di

lingkungan kerja maka ditetapkan skala A (dB-A) sebagai skala yang tepat

untuk mengukur kebisingan pada lingkungan, skala B (dB-B) dibuat untuk

mempresentasikan bagaimana manusia mamberi reaksi terhadap suara

dengan intensitas menengah dan skala C (dB-C) mamberi bobot yang

hampir sama untuk seluruh frekwensi;

2. Noise Dosimeter, peralatan yang digunakan untuk mengukur paparan bising

personil yang diterima oleh pekerja, peralatan tersebut dipasang pada

personil yang sedang melakukan aktifitas pekerjaanya, output yang

dihasilkan adalah dosis (%) dan time history;

3. PNdB (Perceived Noise Level Intensity), adalah kuantitas yang dihitung

dari tingkat bising hasil pengukuran dan disesuaikan dengan

mempertimbangkan lebih cermat frekwensi yang lebih mengganggu

pendengar;

4. EPNdB (Effective Perceived Noise Level Intensity), merupakan PNdB yang

dikoreksi untuk durasi suara dan disesuaikan untuk keberadaan nada-nada

murni, EPNdB lebih banyak digunakan untuk sertifikasi pesawat;

5. WECPNL (Weighted Equivalent Continuous Perceived Noise Level),

Ambang batas kebisingan ditetapkan dalam tingkat kebisingan di bandar

udara dan sekitarnya, tingkat kebisingan di bandar udara dan sekitarnya

ditentukan dengan indek kebisingan WECPNL atau nilai equivalen tingkat

Universitas Sumatera Utara


17

kebisingan di suatu area yang dapat diterima terus menerus selama suatu

rentang waktu dengan pembobotan tertentu (Yudhoyono, 2012).

2.2 Pedoman Pengendalian Kebisingan

2.2.1 Teori pengendalian kebisingan

Kebisingan dapat dikontrol atau dikendalikan dengan cara pengendalian pada

sumber bising, meningkatkan jarak antar sumber bising, mengurangi waktu paparan

bising, menempatkan barrier atau penghalang dan pemanfaatan alat pelindung telinga

atau earmuff–earplug (Horojeff, 2009). Sementara dampak bising pesawat terbang

pada masyarakat tergantung dari faktor; besaran distribusi frekwensi, durasi bising,

jalur penerbangan saat tinggal landas dan mendarat, jumlah dan tipe operasi, prosedur

pengoperasian, jenis pesawat, sistem landas pacu, waktu dan musim serta

meteorologi. Teknik dan prosedur yang dapat digunakan untuk mengurangi dampak

kebisingan pesawat yang dapat dikelompokan menjadi empat, yaitu; rancangan atau

modifikasi pesawat, operasi dan penggunaan pesawat, perencanaan dan rancangan

pesawat serta kegunaan lahan di dekat bandar udara (Ashford, 1979).

Faktor yang mempengaruhi ambang batas pendengaran adalah level suara,

distribusi frekwensi suara, durasi suara, distribusi kepaparan suara sementara,

perbedaan individual dalam toleransi suara dan tipe suara (Davis, 1999). Pendekatan

penyelesaian permasalahan kebisingan dapat di ketahui melalui dari mana datangnya

atau sumber kebisingan, bagaimana ia merambat dan apa yang bisa dilakukan untuk

hal tersebut. Sumber bunyi dapat berupa sejumlah alat mekanik yang memancarkan

bising atau energi getaran, sedangkan bunyi dapat merambat melalui udara maupun

Universitas Sumatera Utara


18

jalur struktural, hal yang dapat dilakukan terhadap kebisingan adalah memodifikasi

sumber kebisingan, mengontrol jalur transmisi/rambatan dan memberi alat pelindung

pribadi.

Melalui hukum pembiasannya menyatakan bunyi datang, garis normal, dan

bunyi pantul terletak pada satu bidang datar, sudut datang adalah sudut antara bunyi

pantul dengan garis normal, sudut pantul adalah sudut antara bunyi pantul dengan

garis normal, garis normal adalah garis tegak lurus bidang pantul melalui titik jatuh

bunyi datang (Snellius, 2010). Pemantulan bunyi dapat dibedakan menjadi bunyi

pantul yang memperkuat bunyi asli, bunyi gaung dan bunyi gema. Dalam hal

pengendalian bising pada bangunan, perhitungan matematis dengan satuan decibel

(dB) yang dapat dilakukan dalam upaya pengendalian suara yang berlebihan atau

kebisingan yang bersumber dari luar bangunan (Garg, 2007), yaitu sebagai berikut:

1. Modified Noise Level (MNL), merupakan perhitungan tekanan bunyi di

sekitar bangunan dengan satuan perhitungan decibel (dB).

(MNL) = NLS - 20 log 10 r - 10.9

(NLS) = Noise Level At Source

(r) = Distance of The Building

2. Inside Noise Level (INL), merupakan perhitungan tekanan bunyi di dalam

bangunan dengan satuan perhitungan decibel (dB).

(INL) = ANL - Rw + Log 10 s

(Rw) = Noise Reduction Index

(s) = Area of Glass

Universitas Sumatera Utara


19

Dalam perhitungan diatas maka faktor-faktor yang akan mempengaruhi tekanan

suara atau kebisingan di dalam bangunan adalah besar bising sumber, jarak transmisi

bunyi, barier atau penghalang antar sumber bunyi dan bangunan dan jenis serta

dimensi material pemisah ruang luar dan dalam bangunan.

2.2.2 Pengendalian pada sumber bising

Gelombang suara mesin pesawat udara merupakan sumber bising utama di

kawasan bandar udara, semburan udara panas dari mesin jet dan putaran baling-

baling pemompa udara menghasilkan suara 140 dB yang disebarkan sepanjang jalur

pergerakan pesawat di kawasan bandar udara. Upaya menciptakan mesin pesawat

terbang yang ramah lingkungan sebenarnya terus dilakukan, dicontohkan turbofan

engine yang digunakan pada pesawat Airbus A-340 dan Boing B 747-300 pada

dasarnya merupakan pengembangan dari jenis mesin pesawat turboprop dan turbojet

dengan tujuan mengoptimalkan tenaga yang dihasilkan, mengefisiensikan bahan

bakar dan menurunkan tingkat polusi baik zat carbon dioksida (Co²) maupun

kebisingan yang dikeluarkan.

Chief executive officer Airbus menyatakan bahwa pada tahun 2016 Airbus akan

melengkapi armada A 320 dengan teknologi mesin pesawat terbaru yang lebih ramah

lingkungan, secara teknis dinyatakan pemisahan turbin utama dengan baling-baling

mesin pesawat diyakini akan mengefisienkan kerja mesin dan merupakan teknologi

baru yang belum diterapkan pada mesin pesawat yang ada sekarang (Enders, 2013).

Pengembangan teknologi mesin pesawat terbang yang terus dilakukan dari waktu ke

waktu dalam rangka untuk mendapatkan armada pesawat terbang yang ramah

Universitas Sumatera Utara


20

lingkungan pada dasarnya merupakan upaya dalam rangka pengendalian sumber

kebisingan di bandar udara. Sejumlah bandar udara di beberapa negara mambatasi

masuknya jenis dan umur pesawat tertentu untuk alasan pencegahan polusi

lingkungan bandar udara.

2.2.3 Meningkatkan jarak antar sumber bising

Lokasi utama sumber kebisingan bandar udara adalah sepanjang jalur

pergerakan pesawat terbang, yaitu dimulai sesaat setelah pesawat memasuki tahap

approach dan landing-off di badan runway dan dilanjutkan melewati taxiway menuju

apron untuk kemudian berhenti. Kebisingan mesin jet dapat mencapai 130 dB, saat

take-off pada jarak 150 meter kebisingannya mencapai 115 dB dan pada jarak 1000

meter menjadi 90 dB, take-off adalah tahap puncak kebisingan yang dikeluarkan

mesin pesawat terbang (Doelle, 1972). Operasi pesawat jet komersil rata-rata dapat

menghasilkan bunyi lebih dari 100 db, sementara bising lingkungan daerah

pemukiman di siang hari bervariasi 55-65 dB, faktor jarak antara pusat aktifitas

dengan lokasi sumber bising adalah hal penting yang perlu diperhitungkan (Horojeff,

2009). Dari kenyataan tersebut dimana gelombang suara mesin pesawat akan

menyebar sepanjang jalur pergerakan pesawat maka perencana bandar udara harus

mempertimbangkan keterpaparan bising yang mungkin tidak diinginkan saat memilih

orientasi dan penempatan runway termasuk taxiway dan apron, pemanfaatan

landscaping yang optimal juga dapat membantu melindungi lingkungan sekitar

bandar udara dari kebisingan operasi pesawat di darat.

2.2.4 Mengurangi waktu paparan bising

Universitas Sumatera Utara


21

Alasan pelayanan secara nasional maka mulai tahun 2014 direncanakan lima

bandar udara internasional di Indonesia akan dibuka atau dioperasikan selama 24 jam,

yaitu Bandar Udara Soekarno Hatta-Jakarta, Bandar Udara Juanda-Surabaya, Bandar

Udara Kualanamu-Medan, Bandar Udara Ngurah Rai-Bali dan Bandar Udara

Hasanuddin-Makasar, penentuan jam operasional bandar udara pada awalnya

berdasarkan kuantitas pelayanan yang diharapkan yang kemudian akan dilakukan

penyesuaian terhadap kemampuan fasilitas bandar udara yang ada guna mendapatkan

kenyamanan atau kualitas layanan. Perubahan jam operasional suatu bandar udara

dari rata-rata 8 jam operasi menjadi 24 jam operasi akan berdampak langsung

terhadap kondisi lingkungan di sekitar bandar udara tersebut, dampak kebisingan

pesawat akan meningkat dalam hal frekwensi maupun durasinya, diperlukan

pertimbangan yang matang untuk keputusan tersebut terutama dengan melihat

kepadatan hunian yang ada di sekitar kawasan bandar udara tersebut.

Bising merupakan semua bunyi yang mengalihkan perhatian, mengganggu atau

berbahaya bagi kegiatan sehari hari, bising menghasilkan gangguan yang jauh lebih

besar pada malam hari daripada siang hari dan bising dengan frekuensi tinggi lebih

menganggu daripada bising frekuensi rendah (Doelle, 1972). Memperkecil frekwensi

penerbangan pada malam hari dibanding siang hari, memanfaatkan jalur runway

dengan kepadatan lingkungan yang lebih rendah untuk pendaratan dan tingal landas

pesawat, mengoptimalkan frekwensi penerbangan pada jam sesitif -bising, dan

mengefisiensikan jam operasional bandar udara merupakan langkah-langkah yang

Universitas Sumatera Utara


22

dapat diupayakan dalam rangka mengurangi waktu paparan bising baik bagi

pengelola bandar udara maupun masyarakat sekitarnya.

2.2.5 Menempatkan barrier atau penghalang

Bising akan berkurang tergantung pada jenis permukaan dimana bising

merambat, pada permukaan keras atau ruang bebas maka bising akan berkurang

sampai dengan 3 dB, diatas tanah berumput atau bertaman maka bising akan

berkurang sampai dengan 5-6 dB, sementara pada permukaan dengan deretan semak

atau pohon-pohon tidak akan mempengaruhi pengurangan bising denga frekwensi

rendah tetapi dapat mereduksi frekwensi tinggi sampai dengan 1-2 dB. Bising akan

lebih mudah menyebar pada arah angin daripada berlawanan dengan arah angin

(Doelle, 1972). Penempatan barrier atau penghalang baik berupa lanscape maupun

produk pabrikan pada titik tertentu di jalur pergerakan pesawat dilakukan untuk

mereduksi ataupun mengalihkan arah rambatan gelombang suara pesawat, hal

tersebut akan efektif untuk penanganan kebisingan dalam sekala yang lebih kecil di

sudut atau zona tertentu kawasan bandar udara.

2.2.6 Pemanfaatan alat pelindung telinga

Alat pelindung telinga adalah alat untuk menyumbat telinga atau penutup

telinga yang digunakan atau dipakai dengan tujuan melindungi, mengurangi paparan

kebisingan masuk kedalam telinga. Fungsinya utamanya adalah menurunkan

intensitas kebisingan yang mencapai alat pendengaran. Alat pelindung telinga dapat

dibedakan menjadi sumbat telinga (ear plug) dan tutup telinga (ear muff), pada

Universitas Sumatera Utara


23

sumbat telinga harus dipilih sesuai dengan ukuran, bentuk, posisi saluran telinga

pemakainya untuk mencegah kebisingan yang masuk, peralatan ini dapat mengurangi

bising sampai dengan 30 dB, sementar tutup telinga terdiri dari dua buah tudung

untuk tutup telinga, dapat berupa cairan atau busa yang berfungsi untuk menyerap

suara frekuensi tinggi, tutup telinga digunakan untuk mengurangi bising sampai

dengan 40-50 dB dengan frekuensi 100-8000Hz.

Alat pelindung telinga merupakan upaya terakhir dalam rangka perlindungan

individu terhadap kebisingan lingkungan seperti di kawasan bandar udara, peralatan

tersebut lebih banyak dimanfaatkan oleh pekerja seperti teknisi dan operator yang

bekerja di luar ruangan, sementara gedung dengan kelengkapan insulasi suara akan

lebih tepat bagi karyawan atau pekerja yang beraktifitas di dalam ruangan.

2.3 Kebisingan di Bandar Udara dan Penelitian yang Pernah Dilakukan

2.3.1 Kebisingan pada kawasan bandar udara

Kawasan kebisingan bandar udara merupakan bunyi berlebihan yang bersumber

dari gelombang suara mesin pesawat udara dan menimbulkan dampak gangguan

kebisingan pada masyarkat dan lingkungan disekitar bandar udara. Menurut Peraturan

Pemerintah No 40 Tahun 2012 mengenai Pembangunan dan Pelestarian Lingkungan

Hindup Bandar Udara, kawasan kebisingan didefinisikan sebagai kawasan tertentu di

sekitar bandar udara yang terpengaruh gelombang suara mesin pesawat udara yang

terdiri atas kebisingan tingkat I, kebisingan tingkat II dan kebisingan tingkat III.

Ambang batas kebisingan di bandar udara dan sekitarnya ditentukan dengan indek

kebisingan WECPNL (Weighted Equivalent Continuous Perceived Noise Level) atau

Universitas Sumatera Utara


24

nilai equivalen tingkat kebisingan di suatu area yang dapat diterima terus menerus

selama suatu rentang waktu dengan pembobotan tertentu. Hubungan antara WECPNL

dengan dB (decibel) adalah WECPNL = dB(A) + 10 log N – 27 dengan N merupakan

jumlah kedatangan dan keberangkatan pesawat udara selama periode waktu 24 jam.

Rencana Induk Bandar Udara merupakan pedoman pembangunan dan

pengembangan bandar udara yang mencakup keseluruhan kebutuhan penggunaan

tanah serta ruang udara untuk kegiatan penerbangan dan kegiatan penunjang

penerbangan dengan mempertimbangkan aspek-aspek teknis, pertahanan kemanan,

sosial budaya serta spek terkait lainnya. Rencana Induk Bandar Udara meliputi antara

lain kebutuhan dan batas lahan, pembangunan dan pengembangan fasilitas,

penggunaan dan pemanfaatan lahan. Sejumlah gedung sebagai bagian dari fasilitas

sisi darat keberadaanya telah diatur dalam rencana induk bandar udara, baik dari segi

perkiraan luasan, letak atau posisi bangunan maupun jenis kelengkapan fasilitas yang

perlu ada.

Orientasi landasan tergantung kepada arah angin dominan yang bertiup dan luas

tanah yang tersedia bagi pengembangan di masa yang akan datang, di sejumlah

bandar udara di Indonesia yang sebagian besar masih menggunakan konfigursai

runaway tunggal maka penempatan fasilitas sisi darat kebanyakan berada di samping

atau paralel sepanjang runway. Dalam dunia penerbangan, perlu adanya pengaturan

pesawat, baik itu take off atau landing off pada jalur runway maupun pada saat masuk

ke taxiway dan apron. Runway (R/W) merupakan bagian memanjang dari sisi darat

aerodrom yang disiapkan untuk tinggal landas dan mendarat pesawat terbang. Untuk

Universitas Sumatera Utara


25

menjamin keselamatan pesawat maka Direktorat Jenderal Perhubungan Udara

mengeluarkan persyaratan-persyaratan untuk menentukan panjang runway. Panjang

runway atau landasan pacu bergantung pada suhu, kecepatan dan arah angin serta

tekanan udara di sekitarnya, juga kemampuan pesawat yang melintas di atasnya. Di

daerah gurun dan di dataran tinggi, umumnya landas pacu yang digunakan lebih

panjang daripada yang umum digunakan di bandar udara bahkan bandar udara

internasional karena tekanan udara yang lebih rendah. Jumlah landasan tergantung

pada volume lalu lintas, dan orientasi landasan tergantung kepada arah angin

dominan yang bertiup, tetapi kondisi luas tanah yang tersedia juga dapat menjadi

pertimbangan batasan dalam pengembangan bandar udara.

2.3.2 Kebisingan pada fasilitas bangunan

Alasan kenyamanan maka suatu gedung diharapkan dapat mengisolasi suara

yang datang dari lingkungan sekelilingnya, terlebih pada gedung-gedung perkantoran

di lingkungan dengan tingkat kebisingan yang tinggi seperti bandar udara (N.K. Garg,

2007). Telah diketahui bahwa indek kebisingan pesawat udara di lingkungan bandar

udara pada umumnya berada pada tingkat III skala WECPNL dengan konsekwensi

pemanfaatan lahannya hanya untuk membangun fasilitas bandar udara seperti gedung

yang dilengkapi insulasi suara (Yudhoyono, 2012).

Sesuai Keputusan Menteri Perhubungan KM No. 47 tahun 2002 mengenai

Sertifikasi Operasi Bandar Udara dinyakan bahwa fasilitas sisi darat suatu bandar

udara pada dasarnya adalah wilayah yang tidak berhubungan secara langsung dengan

kegiatan operasional penerbangan. Ditinjau dari pengoperasioannya, fasilitas sisi

Universitas Sumatera Utara


26

darat sebenarnya lebih berhubungan erat dengan pola pergerakan barang dan

penumpang serta pengunjung dalam satu bandar udara, akan tetapi standar peralatan

pemeliharaan sisi darat ditetapkan guna mendukung keselamatan, kemanan,

kemudahan serta kenyamanan penumpang dan penerbangan secara umum. Fasilitas

sisi darat meliputi terminal penumpang, terminal kargo, bangunan operasi dan

fasilitas penunjang lainnya.

Standar persyaratan teknis bangunan operasional ditetapkan untuk mendukung

fungsi bangunan operasi yang terdiri dari bangunan administrasi dan umum,

bangunan operasional, dan bangunan teknik atau penunjang, standar ini mengacu

pada kriteria kebutuhan dan fungsi, karakteristik peralatan, kondisi fisik dan

lingkungan bandar udara serta kemungkinan peningkatan fungsi dan pengembangan

yang akan datang. Dalam hal pengembangan bandar udara untuk masa yang akan

datang akan memiliki kecenderungan dipengaruhi oleh kebutuhan luas lahan, tata

letak, jenis dan sistem konstruksi dan jenis bahan bangunan. Fasilitas bangunan

operasional meliputi gedung operasional seperti gedung PKP-PK, manara kontrol,

stasiun meteorologi, gedung NDB, gedung VOR, gedung DME, kemudian bangunan

teknis penunjang seperti power house dan stasiun bahan bakar pesawat, dan yang

terakhir adalah bangunan administrasi dan umumyang meliputi kantor bandar udara,

kantor keamanan, rumah dinas dan lain sebaginya.

2.3.3 Penelitian kebisingan di bandar udara

Sejumlah penelitian mengenai tingkat intensitas bunyi ataupun kebisingan di

sekitar kawasan bandar udara sudah banyak dilakukan, tetapi pada umumnya fokus

Universitas Sumatera Utara


27

yang dilakukan adalah lebih banyak pada pemetaan kebisingan sisi udara bandar

udara dan kawasan sekitar bandar udara atau lingkungan masyarakat. Penelitain

penelitian tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Pembangunan perumahan di sekitar bandar udara dapat menyebabkan

penghuninya terpapar kebisingan yang berasal dari bunyi pesawat terbang

yang beroperasi di atas kawasan perumahan tersebut, mengacu pada KM

No. 91 tahun 1999 tentang pembagian kawasan kebisingan disekiar Bandar

Udara Sam Ratulangi Manado maka sejumlah perumahan disekitar Bandar

Udara Sam Ratulangi masuk dalam kawasan kebisingan tingkat 2 (Wulur,

2014). Dari hasil penelitian yang difokuskan pada pemetaan tingkat

kebisingan di kawasan sekitar bandar udara tersebut maka diperoleh

sejumlah kesimpulan yaitu nilai kebisingan rata-rata pada kawasan

perumahan disekitar bandar udara yang berjarak ± 1,1Km dari landas pacu

adalah 80 dB di dalam rumah dan 84,10 dB di luar rumah, besaran nilai

kebisingan berbanding lurus dengan posisi dan jarak kawasan perumahan

terhadap landas pacu maupun jalur lepas landas dan mendarat pesawat,

dampak negatif dari kebisingan yang ditimbulkan oleh operasional pesawat

terbang bagi masyarakat perumahan sekitar bandar udara adalah

terganggunya aktifitas komunikasi (percakapan warga) dan gangguan

istirahat atau tidur di malam hari;

2. Intensitas bunyi yang terjadi di area apron suatu bandar udara dapat

mencapai lebih dari 80 dB, hal tersebut akan sangat mengganggu bagi

Universitas Sumatera Utara


28

kesehatan seseorang baik karyawan maupun penumpang yang ada disekitar

lokasi tersebut, baku mutu intensitas bunyi yang masih dapat diterima

manusia sesuai Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 718 tahun 1987

adalah maksimal 85 dB (Evi dkk, 2013). Penelitian yang difokuskan pada

pengukuran tingkat kebisingan yang ada di sekitar area apron Bandar Udara

Ahmad Yani Semarang tersebut menghasilkan kesimpulan sebagai berikut:

berdasarkan hasil pengukuran kebisingan operasional pesawat di apron

dengan jarak 2m-10m dari keempat sisi (depan, belakang, sayap kanan,

sayap kiri) maka intensitas bunyi mencapai 113 db tertinggi dan 88 dB

terendah dengan dengan rata-rata intensitas bunyi tertinggi diperoleh dari

hasil pengukuran sisi depan pesawat, nilai kebisingan berbanding lurus

dengan faktor jarak yaitu semakin jauh jarak penelitian maka semakin

lemah bunyi yang dihasilkan, diketahui juga bahwa kebisingan yang

dihasilkan jenis pesawat sipil lebih rendah dari jenis pesawat militer;

3. M.Chaeran (2008) menjelaskan bahwa sejalan dengan peningkatan jumlah

rute penerbangan maka operasionalnya pesawat sejumlah perusahaan

penerbangan yang beraktifitas di Bandar Udara Ahmad Yani Semarang

dipastikan akan meningkat dan menimbulkan kebisingan, para karyawan

yang menangani operasional penerbangan seperti ground handling dan

penduduk sekitar bandar udara terutama yang berada pada jalur lepas landas

dan mendarat pesawat terbang akan merasa terganggu aktivitas sehari

harinya dan kenyamanannya. Penelitian yang difokuskan pada pengukuran

Universitas Sumatera Utara


29

tingkat kebisingan lingkungan bandar udara menghasilkan kesimpulan

sebagai berikut: intensitas bunyi di dalam area bandar udara mencapai 80,05

dB untuk lokasi apron dan 70 dB-77 dB untuk lokasi ujung landas pacu,

51,60 dB untuk lokasi parkir kendaraan (masih dibawah ambang baku mutu

yaitu 85dB), sedangkan untuk intensitas bunyi di kawasan sekitar bandar

udara khususnya di area pemukiman penduduk atau perumahan mencapai

56 dB – 65 dB (diatas ambang baku mutu yaitu 55dB). Keluhan karyawan

sebagai akibat kebisingan lingkungan bandar udara adalah gangguan

komunikasi atau pendengaran 60%, gangguan tidur 20% dan gangguan

kenyamanan kerja 94%, sedangkan keluhan masyarakat atau penduduk

pemukiman sekitar bandar udara adalah gangguan susah tidur 60%, tidak

bisa tidur 18 % dan ganguan komunikasi atau pendengaran 69%;

4. Kebisingan yang ditimbulkan dari mesin pesawat merupakan faktor risiko

hearing loss tenaga kerja graound handling yang menangani operasional

penerbangan selama berada di darat, dan penduduk sekitar bandar udara

yang berada dijalur lepas landas dan pendaratan pesawat (Miroslov dkk,

2013). Penelitian dilakukan untuk mengetahui gambaran penurunan ambang

dengar para pekerja ground handling dan masyarakat di wilayah Bandar

Udara Sultan Hasanuddin makassar, hasil penelitian mengenai tabulasi

intensitas bising dengan penurunan ambang dengar pada tenaga kerja

dioperoleh bahwa dari 26 responden yang bekerja pada area kebisingan

>85dB sebanyak 12 responden mengalami penurunan ambang dengar

Universitas Sumatera Utara


30

dengan (46,1%) dan dari 4 responden yang bekerja pada area kebisingan

≤85dB sebanyak 2 responden (50%) mengalami penurunan ambang dengar

dengan. Sedangkan pada tabulasi masyarakat diperoleh dari 26 jumlah

responden masyarakat yang terpapar kebisingan >55 dB terdapat 18

responden (69,2%) mengalami penurunan ambang dengar dan dari 9 jumlah

responden masyarakat yang terpapar kebisingan ≥55 dB terdapat 7

responden (77,8%) mengalami penurunan ambang dengar.

Universitas Sumatera Utara


31

BAB III
FASILITAS DAN OPERASIONAL
BANDAR UDARA

Bandar udara atau yang sering disebut bandar udara adalah kawasan di daratan

atau perairan dengan batas-batas tertentu yang digunakan sebagai tempat pesawat

udara mendarat dan lepas landas, naik turun penumpang, bongkar muat barang dan

tempat perpindahan intra dan antar moda transportasi yang dilengkapi dengan

fasilitas penunjang lainnya (Mangindaan, 2013). Bandar udara juga didefinisikan

sebagai lapangan udara, termasuk segala bangunan dan peralatan yang merupakan

kelengkapan minimal untuk menjamin tersedianya fasilitas bagi angkutan udara untuk

masyarakat (Soetomo, 2013). Dari keseluruhan pengertian tersebut maka secara

umum bandar udara dapat didefinisikan sebagai sebuah kawasan di daratan atau

perairan dengan batas-batas tertentu yang berfungsi sebagai tempat lepas landas atau

take-off dan mendaratnya atau landing-off pesawat terbang yang dilengkapi dengan

fasilitas pendukung operasional penerbangan.

3.1 Fasilitas Bandar Udara

Dalam rangka penyelengaraan suatu bandar udara terutama pada bandar udara

umum maka ditetapkanlah daerah lingkungan kerja dan kawasan keselamatan

operasional penerbangan disekitar bandar udara tersebut, daerah lingkungan kerja

bandar udara akan digunakan sebagai lokasi penempatan fasilitas bandar udara baik

fasilitas pokok maupun fasilitas penunjang. Fasilitas pokok bandar udara meliputi

31

Universitas Sumatera Utara


32

fasilitas sisi darat, fasilitas sisi udara, fasilitas navigasi penerbangan, fasilitas alat

bantu pendaratan visual, dan fasilitas komunikasi penerbangan (Gambar 3.1),

sedangkan fasilitas pendukung dapat berupa fasilitas penginapan atau hotel, fasilitas

pertokoan atau restauran, fasilitas penempatan kendaaan bermotor, fasilitas perawatan

dan lain sebagainnya.

Gambar 3.1 Fasilitas Bandar Udara (Ditjen. Perhubungan Udara, 2005)

Keberadaan runway atau landas pacu merupakan syarat minimal suatu bandar

udara, merupakan bagian dari fasilitas sisi udara disamping apron dan taxiway yang

berfungsi sebagai tempat mendarat dan tinggal landas pesawat terbang, panjang

runway akan ditentukan oleh jenis pesawat rencana, suhu udara, kondisi angin,

Universitas Sumatera Utara


33

kemiringan memanjang, kondisi permukaan dan elevasi. Fasilitas apron atau landas

parkir dan taxiway atau landas hubung pada umumnya menyesuaikan kondisi runway

yang ada, apron diperhitungkan berdasarkan jumlah dan jenis pesawat yang akan

ditampung pada bandar udara tersebut (Lampiran 3.1). Fasilitas sisi udara lainnya

adalah menara pengawas lalu lintas udara atau Air Traffic Control, Fuel Service untuk

pengisian bahan bakar avtur serta Air Rescue Service untuk penanggulangan

kecelakaan.

Terminal penumpang merupakan fasilitas utama sisi darat bandar udara,

berfungsi untuk memproses kedatangan dan keberangkatan penumpang termasuk

bagasi penumpang dari dan menuju pesawat terbang, pada umumnya terminal

penumpang dilengkapi peralatan pemindai bagasi sinar-x, counter check-in, CIQ

(custom, immigration, quarantine) untuk bandar udara internasional, ruang tunggu

penumpang, garbarata dan sejumlah fasilitas lainnya yang berhubungan dengan

kenyamanan penumpang. Penentuan kebutuhan luas terminal penumpang mengacu

pada jumlah penumpang dan jenis pesawat yang akan dilayani, sedangkan fasilitas

parkir kendaraan merupakan sarana pendukung terminal penumpang dan termasuk

dalam kelengkapan fasilitas darat lainnya adalah sejumlah gedung perkantoran yang

diperuntukan sebagai gedung layanan administrasi dan operasional bandar udara,

contoh fasilitas sisi udara dan sisi darat (Gambar 3.2).

Universitas Sumatera Utara


34

Gambar 3.2 Fasilitas Sisi Udara dan Sisi Darat (Wikipedia, 2015)

Fasilitas navigasi penerbangan sebagian besar berupa peralatan pendukung

kenavigasian penerbangan, terdiri dari peralatan NDB, VOR dan DME. NDB (Non

Directional Beacon) berfungsi sebagai pemancar informasi penerbangan dalam

bentuk sinyal radio, VOR (Very High Frequency Omni Range) berfungsi sebagai

pemancar informasi penerbangan dalam bentuk sinyal radio dengan frekwensi lebih

tinggi dan tidak rentan terhadap kondisi cuaca, DME (Distance Measuring

Equipment) berfungsi sebagai pemancar informasi penerbangan pendukung VOR

sehingga keberadaan pesawat dapat termonitor lebih detail atau teliti.

Fasilitas alat bantu pendaratan visual bandar udara juga berupa seperangkat

peralatan seperti AFL (Airfield Lighning System), yaitu alat bantu pendaratan secara

visual yang berfungsi mambantu dan melayani pesawat terbang selama tinggal

Universitas Sumatera Utara


35

landas, mendarat dan melakukan taxi agar dapat bergerak secara efisien dan aman,

disamping AFL dikenal juga ILS (Instrument Landing System) yaitu alat bantu

pendaratan non visual atau instrumen yang digunakan untuk membantu penerbang

dalam melakukan prosedur pendekatan dan pendaratan pesawat di suatu bandar udara

(Gambar 3.3).

Gambar 3.3 Fasilitas Navigasi, Fasilitas Bantu Pendaratan


dan Fasilitas Komunikasi Penerbangan (Wikipedia, 2015)

3.2 Operasional Pesawat Terbang

Aktifitas atau operasional pesawat terbang di kawasan bandar udara dimulai

dari proses pendekatan ke lokasi bandar udara atau approach yang dilanjutkan

dengan proses pendaratan pesawat atau landing-off di runway, serta proses taxi

menuju apron hingga pesawat berhenti dan siap menurunkan atau menaikan

Universitas Sumatera Utara


36

penumpang dan bagasi di depan terminal penumpang, demikian prosedur sebaliknya

ketika pesawat akan meninggalkan bandar udara.

Pendaratan pesawat yang dimulai dari fase mendekati bandar udara atau

approach yaitu sesaat setelah pesawat meninggalkan ketinggian 10.000 kaki dan

petugas ATC (air traffic control) menginstruksikan kepada pilot pesawat untuk

memasuki approach area dan dilanjutkan dengan memulai prosedur pendaratan yang

ditandai dengan pengaturan dan pengurangan kecepatan pesawat. Prosedur

pendaratan atau landing-off dilakukan ketika pesawat memasuki ketinggian 50 kaki

menuju ujung runway hingga roda utama menyentuh sasaran pendaratan atau

touchdown zone, hal utama yang menjadi pertimbangan pilot dalam proses

pendaratan pesawat adalah arah angin.

Landas hubung atau taxiway pada dasarnya adalah fasilitas penghubung antara

landas pacu dengan landas parkir, terdapat tiga tipe landas hubung yaitu parallel

taxiway yang dibangun sejajar dengan landas pacu, exit taxiway atau entrance

taxiway yang dibangun menyilang dengan landas pacu dan bypass taxiway yang

dibangun pada bandar udara dengan kepadatan penerbangan yang sangat tinggi,

perinsip dasar ketiga tipe taxiway tersebut adalah mempercepat atau mengefisiensikan

pergerakan pesawat di darat. Bagian akhir dari pergerakan pesawat didarat adalah

ketika pesawat memasuki dan berhenti di landas parkir atau apron untuk menurunkan

ataupun menaikan penumpang ataupun bagasi, apron adalah landasan yang

dipergunakan sebagai sarana parkir pesawat yang minimal harus mampu menampung

lebih dari dua pesawat dan menyediakan ruang yang cukup sehingga satu pesawat

Universitas Sumatera Utara


37

dapat melewati yang lainnya, tahap pergerakan pesawat di bandar udara (Gambar

3.4).

Gambar 3.4 Pergerakan Pesawat Terbang di Bandar Udara


(Bandar Udara Medan Baru, 1994)

3.3 Pengelola Bandar Udara

Bandar udara merupakan simpul dalam jaringan transportasi udara yang

digambarkan sebagai titik pertemuan beberapa jaringan dan rute penerbangan,

berdasarkan penggunaanya maka bandar udara dibedakan menjadi bandar udara

internasional yang melayani rute penerbangan dalam negeri dan luar negeri yang

berpedoman pada perjanjian bilateral ataupun multilateral, serta bandar udara

domestik yang ditetapkan untuk melayani rute domestik. Sedangkan berdasarkan

Universitas Sumatera Utara


38

hirarkinya, bandar udara dapat dibedakan menjadi bandar udara pengumpul atau hub

dan bandar udara pengumpan atau spoke.

Berdasarkan KM 69 tahun 2013 Kementrian Perhubungan, pengelolaan bandar

udara di Indonesia dapat dibagi menjadi pengelolaan bandar udara umum dan

pengelolaan bandar udara khusus. Tercatat sampai dengan tahun 2013 terdapat 299

bandar udara umum dimana 273 diantaranya berupa Unit Pelaksana Teknis

Direktorat Jenderal Perhubungan Udara (UPT-DJU) yang dikelola langsung di bawah

Kementrian Perhubungan, dan sisanya 26 bandar udara dikelola oleh Badan Usaha

Milik Negara (BUMN) yaitu PT. Angkasa Pura (Persero) atau sering disebut Angkasa

Pura Airports, ke 26 bandar udara yang dikelola Angkasa Pura Airports merupakan

bandar udara kelas 1 dan sebagian besar telah bersetatus sebagi bandar udara

internasional dengan rincian 13 bandar udara yang berlokasi di wilayah barat

Indonesia dikelola oleh PT. Angkasa Pura I(Persero) dan 13 bandar udara yang

berlokasi di wilayah timur Indonesia dikelola oleh PT. Angkasa Pura II (Persero).

Sementara untuk ke 273 bandar udara UPT-DJU lokasinya tersebar di seluruh penjuru

wilayah Indonesia termasuk pada daerah-daerah perbatasan dan daerah rawan

bencana (Lampiran 3.2).

Saat ini PT (Persero) Angkasa Pura merupakan satu satunya operator penyedia

jasa bandar udara di Indonesia, dalam rangka mendukung operasional bandar udara

maka pengelola bekerjasama dengan sejumlah mitra kerja atau stakeholder baik

instansi pemerintah maupun non pemerintah seperti: Dinas Kepabeanan, Dinas

Keimigrasian, Dinas Karantina, Otoritas Bandar Udara, Layanan Jasa Penerbangan

Universitas Sumatera Utara


39

atau airline, Layanan Jasa Sisi Darat atau ground handling service dan lain

sebagainya. Untuk memudahkan koordinasi maka baik pihak operator, regulator

maupun keseluruhan stakeholder pada umumnya memiliki kantor perwakilannya di

lingkungan bandar udara, sehingga pada suatu bandar udara internasional dalam

menjalankan aktifitasnya memerlukan SDM dalam jumlah yang cukup banyak, yang

berasal lebih dari 50 unit kerja baik instansi pemerintah maupun non pemerintah atau

suwasta. Sumber daya manusia atau pekerja bandar udara pada dasarnya terbagi

menjadi dua, yaitu karyawan administrasi yang lebih banyak beraktifitas di dalam

gedung perkantoran bandar udara dan personil teknis bandar udara yang termasuk

didalamnya adalah teknisi dan operator yang banyak bekerja di lapangan atau luar

gedung utama.

3.4 Bandar Udara Internasional Juanda Surabaya

Bandar Udara Juanda Surabaya adalah bandar udara terbesar dan tersibuk kedua

setelah Bandar Udara Internasional Soekarno Hatta Jakarta berdasarkan pergerakan

pesawat dan penumpang, dikelompokan dalam bandar udara kelas 1 yang sekaligus

bersetatus sebagai bandar udara internasional utama, bandar udara internasional

regional dan bandar udara internasional penerbangan haji (Mangindaan, 2013).

Dikelola oleh Angkasa Pura Airports bersama dengan 12 bandar udara lainnya

sebagai salah satu Badan Usaha Milik Negera (BUMN) sektor perhubungan yang

bergerak dalam bidang pengelolaan dan pengusahaan jasa kebandarudaraan, sebagai

entitas bisnis milik negara maka tujuan utama Angkasa Pura Airports adalah

mendukung kebijakan dan program pemerintah di bidang ekonomi dan penerbangan.

Universitas Sumatera Utara


40

Angkasa Pura Airports terus berupaya menambah kapasitas bandar udara,

Bandar Udara Ngurah Rai Bali, Bandar Udara Sepinggan Balikpapan, dan Bandar

Udara Juanda adalah tiga bandar udara yang saat ini dalam proses pengembangan dan

peningkatan fasilitas. Untuk Bandar Udara Juanda target pada tahun 2013 total

kapasitas terminalnya telah mampu menampung 14 juta penumpang per tahun atau

dua kali lipat kapasitas terminal awal di tahun 2007 yaitu hanya diperuntukan bagi 6

juta penumpang, pada awal perencanannya Bandar Udara Juanda akan dikembangkan

dalam tiga tahap yaitu phase I tahap 1, phase I tahap 2 dan pahase II (lampiran 3.3).

Data terakhir dari Pusat Data Statistik Kementrian Perhubungan (2014) tercatat

peningkatan pergerakan penumpang di Bandar Udara Juanda pada tahun 2013

mencapai 66% dibandingkan pada lima tahun terakhir, demikian juga hal yang sama

terjadi pada pergerakan pesawat yang mengalami peningkatan sejumlah 36%

pergerakan serta kargo termasuk bagasi dan pos meningkat 15% (Tabel 3.1).

Tabel 3.1 Perkembangan Lalu Lintas Udara Bandar udara Juanda Surabaya
(Ervan, 2014)
Peningkatan Pergerakan lalu Lintas
(Jumlah Penumpang/Pesawat/Ton)
Prosentase (%) Tahun 2013 Tahun 2009
1. Penumpang 66 139.668.676 84.285.105
2. Pesawat 36 1.248.905 918.016
3. Kargo, Bagasi dan Pos 15 1.741.145.821 1.512.924.691

Fasilitas sisi darat berupa runway merupakan syarat utama untuk

terselenggaranya suatu kawasan yang dipergunakan untuk tinggal landas dan

mendarat pesawat (aerodrome), fasilitas tersebut akan dilengkapi dengan fasilitas-

fasilitas lainnya untuk sejumlah bandar udara besar. Dengan panjang runway 3000 m

Universitas Sumatera Utara


41

x 45 m dan apron 158.606 m² serta dilengkapi 9 taxiway, Bandar Udara Juanda saat

ini mampu menampung rata-rata 366 pergerakan pesawat tinggal landas dan

mendarat dalam tiap harinya yang menjadikan bandar udara tersebut tersibuk kedua

secara nasional, fasilitas lainnya yang saat ini dalam proses pengembangan adalah

gedung terminal penumpang sehingga total luas menjadi 112.200 m² untuk

menampung 14 juta penumpang. Bangunan-bangunan lain sebagai bagian dari

fasilitas sisi darat selain terminal adalah gedung administrasi, gedung operasional,

menara pengawas, gedung kargo, gedung pengendali banjir, gedung suplai listrik dan

sejumlah gedung lain yang merupakan fasilitas yang dibangun untuk kepentingan

mitra kerja atau stakeholder pengelola bandar udara, sejumlah fasilitas Bandar udara

Juanda (Gambar 3.5, Tabel 3.2, dan 3.3).

Gambar 3.5 Fasilitas Sisi Udara dan Sisi Darat Bandar Udara Juanda Surabaya
(Japan Airport Consultants, 2007)

Universitas Sumatera Utara


42

Tabel 3.2 Fasilitas Sisi Udara Bandar Udara Juanda di Surabaya


(Japan Airport Consultants, 2007)

No Nama Luas Keterangan


1. Landas Pacu (runway 3000m x 45m Pergerakan 45 pesawat/ jam
2. Landas Hubung (taxiway)
Taxiway - 1 203,75m x 23m Exit T/W
Taxiway - 2 285,75m x 23m Rapid Exit T/W
Taxiway - 3 404,5m x 23m Exit T/W
Taxiway - 4 220m x 23m Rapid Exit T/W
Taxiway - 5 250m x 23m Exit T/W
Taxiway - 6 535,8m x 23m Exit T/W
Taxiway - 7 203,75m x 23m Exit T/W
Taxiway - 8 956,5m x 23m Paralel T/W
Taxiway - 9 2.853,5m x 23m Paralel T/W
3. Strip 3.200m x 300m
4. Ressa TH 10 300m x 90m
5. Stopway ( 100m x 45m ) x 2
6. Landas Parkir (apron)
Apron T-1 158.606 M² Kapasitas untuk 27 pesawat
Apron T-2 72.554 M² Kapasitas untuk 15 pesawat

Tabel 3.3 Fasilitas Sisi Darat Bandar Udara Juanda di Surabaya


(Departemen Perhubungan, 2007)

No Nama Luas Keterangan


1. Gedung terminal penumpang 62.701 M² Kapasitas awal untuk 6 juta
internasional penumpang/tahun
2. Gedung terminal penumpang 31.275 M²
domestik
3. Plasa 9.009 M²
4. Gedung terminal kargo 7.660 M² Kapasitas 60 ton
internasional
5. Gedung terminal ekspedisi
internasional
6. Gedung terminal kargo domestik 6.070 M² Kapasitas 60 Ton
7. Gedung terminal ekspedisi
domestik
8. Gedung menara pengawas 5.300 M² 3 lantai
9. Gedung administrasi 15 lantai
10. Gedung Operasional 3 lantai

Universitas Sumatera Utara


43

Tabel 3.3 (Lanjutan)

No Nama Luas Keterangan


11. Gedung catu daya listrik (power 2000 M²
house)
12. Gedung sub catu daya listrik (sub 100 M²
station)
13. Gedung penyedia air bersih 1500 M² Kapasitas 2.400m3
14. Gedung pompa 500 M² Kapasitas 112m3, 37m3, 57m3
15. Gedung pengolah limbah cair 500 M² Kapasitas 1.500m3/hari
16. Gedung pengolah limbah padat 500 M²
(sampah)
17. Gedung depo bahan bakar 2000 M² Kapasitas 8.000 KL
pesawat
18. Gedung stasiun pemadam
kebakaran
19. Gedung VVIP
20. Gedung otorita bandar
21. Gedung BMG
22. Gedung Beacukai
23. Gedung Imigrasi
24. Gedung terminal penumpang 49.500 Untuk meningkatkan kapasitas
(T2) penumpang menjadi 14 juta/tahun
pada tahun 2013
25. Area parkir 50.510 930 kendaraan
26. Lahan bandar udara 477,3 Ha

Spesifikasi gedung perkantoran di bandar udara pada umumnya masih mengacu

pada standar kontruski gedung pemerintah atau negara yang mengutamakan

kemanfaatan dan keselamatan, hemat dan tidak berlebihan, terarah dan terkendali

serta semaksimal mungkin menggunakan produk dalam negeri. Sebagai gambaran

sistem struktur yang diterapkan pada gedung perkantoran adalah konstruksi beton

bertulang dengan rangka kaku atau rigid frame, jumlah lantai hanya terbatas satu

sampai tiga lantai yang mengacu peraturan batas ketinggian bangunan (obstacle) di

lingkungan operasional bandar udara, ketentuan umum konstruksi beton baik untuk

Universitas Sumatera Utara


44

pondasi, plat lantai, kolom, dinding dan balok tetap mengacu pada peraturan beton

Indonesia tahun 1971, dengan mempertimbangkan kemudahan pelaksanaan,

kebutuhan peralatan, ketersediaan SDM, kebutuhan waktu dan biaya, maka

penggunaan pondasi tiang pancang cenderung lebih banyak dimanfaatkan untuk

kebutuhan konstruksi pondasi gedung bertingkat di bandar udara sampai dengan saat

ini. Secara teknis pengunaan pondasi tiang pancang dipergunakan apabila tanah

dasar dibawah bangunan tidak mempunyai daya dukung (bearing capacity) yang

cukup untuk memikul berat bangunan dan juga bila letak tanah keras yang memiliki

daya dukung yang cukup berada pada posisi yang sangat dalam.

Atap adalah satu bagian bangunan yang paling terlihat dari luar dan sangat

menentukan penampilan bangunan, struktur rangka baja ringan mulai banyak

dipergunakan karena keunggulanya dalam hal stabil dan kokoh, tahan terhadap cuaca,

tidak berkarat, anti rayap, umur material yang cukup lama, perawatan yang lebih

murah sehingga ekonomis secara harga atau pembiayaan. Sebagi finishing atap

banyak digunakan genteng metal dan genteng beton, genteng metal memiliki

keuntungan lebih awet, tahan api dan bebas perawatan, bobot lebih ringan dan

termasuk material yang ramah lingkungan karena dapat di daur ulang.

Plafon gypsum merupakan jenis plafon yang cukup banyak digunakan untuk

penutup plafon pada gedung perkantoran di bandar udara. Ukuran untuk plafon

standar adalah 122 cm x 244 cm dan keunggulan terutama pada saat terpasang plafon

gypsum memiliki permukaan yang terlihat tanpa sambungan sehingga sangat

mendukung dari segi arsitektur. Keunggulan lainnya adalah proses pengerjaanya

Universitas Sumatera Utara


45

lebih cepat, mudah diperoleh dan mudah diperbaiki serta diganti. Sementara

kelemahannya adalah tidak tahan terhadap air sehingga mudah rusak ketika terkena

air atau rembesan air sehingga hanya diperuntukan pada interior bangunan saja.

Beberapa ruang perkantoran juga telah menggunakan jenis plafon akustik, plafon

tersebut menghasilkan ruangan yang bebas kebisingan karena plafon akustik

merupakan plafon yang tahan terhadap batas ambang kebisingan tertentu. Ukuran

yang tersedia adalah 60 cm x 60 cm dan 60 cm x 120 cm dan plafon akustik dapat

dipasang dengan rangka kayu atau bahan metal pabrikan yang sudah jadi.

Selain mengunakan dinding beton pada tempat-tempat tertentu, penggunaan

pasangan dinding bata merah masih banyak dipergunakan sebagai partisi luar

bangunan, batu bata yang digunakan lebih banyak memanfaatkan batu bata lokal

dengan kualitas terbaik. Untuk finishing lantai adalah bagian dari gedung yang

memerlukan perhatian khusus, karena bagian ini menyangkut penilaian orang

terhadap kebersihan dan image gedung secara keseluruhan, sampai dengan saat ini

jenis lantai yang banyak dipergunakan adalah lantai keramik, mozaik dan sebagian

kecil batu alam seperti geranit dan marmer, diperlukan perawatan khusus untuk

masing-masing jenis lantai tersebut terutama yang berasal dari batu alam. Material

kayu masih digunakan pada sebagain pintu dan jendela, kayu yang dipakai adalah

kayu kelas I, teak plywood digunakan sebagai panil, untuk ditempelkan pada rangka

dengan menggunakan perekat kayu, tetapi untuk yang berkaitan dengan eksterior

bangunan telah banyak mengunakan material aluminium, kekuatan dan stabilitas

pintu dan jendela aluminium sangat membantu meningkatkan keamanan bangunan,

Universitas Sumatera Utara


46

contoh konstruksi gedung di Bandar Udara Juanda ditunjukan pada Lampiran 3.4.

Pintu aluminium yang terpasang dengan baik dapat membantu melindungi gedung

secara optimal dan dengan tampilan yang lebih minimalis dan mekanik pintu yang

lebih baik serta penggunaan panil kaca maka akan menambah penampilan yang lebih

mendukung segi arsitektural bangunan, contoh konstruksi pintu dan jendela pada

gedung di Bandar Udara Juanda (Lampiran 3.5) dan contoh spesifikasi material

gedung (Tabel 3.4, dan Lampiran 3.6).

Table 3.4 Spesifikasi Material Gedung di Bandar Udara Juanda di Surabaya


(Departemen Perhubungan, 2007)

No Nama Keterangan
1 Atap Genteng keramik
Beton ekspos
Skylight
2 Lantai Batu granite
Batu marmer
Homogeneous
Keramik
Beton ekspos
3 Dinding Batu granite
Batu marmer
Keramik
Papan gypsum
Beton ekspos
Aluminium panel cladding
4 Plafon Papan acoustic
Papan gypsum
Papan calcium cilicate
Beton ekspos
Besi ekspos
5 Jendela Aluminium
6 Pintu Besi
Aluminium

Universitas Sumatera Utara


47

BAB IV
DAMPAK KEBISINGAN OPERASIONAL
PESAWAT TERBANG

Pesawat terbang merupakan moda transportasi yang sangat populer di kalangan

masyarakat Indonesia saat ini, karena keunggulannya dalam hal kecepatan yang

tinggi dan daya jelajahnya yang luas serta biaya yang semakin kompetitip.

Munculnya strategi penerbangan murah atau low-cost carrier memberi dampak

langsung terhadap lonjakan jumlah penumpang dan penerbangan pada sebagian besar

bandar udara di Indonesia, sebagiamana dilaporkan Pusat Data dan Informasi

Kementerian Perhubungan pada periode tahun 2013 secara nasional kepadatan lalu

lintas udara di Indonesia mencapai angka 1.248.905 atau rata-rata mengalami

peningkatan sebesar 9,9% pada tiap tahunnya. Demikian halnya di Bandar udara

Juanda Surabaya yang merupakan bandar udara terbesar kedua di Indonesia, tercatat

pada tahun 2013 terdapat 134.733 pergerakan pesawat terbang datang-berangkat dan

kepadatan lalu lintas udaranya dari tahun ke tahun juga terus meningkat hingga rata-

rata mencapai 5,5%.

4.1 Kebisingan Kawasan Bandar Udara Juanda

Batas kawasan kebisingan bandar udara merupakan zona tertentu disekitar

bandar udara yang terpengaruh gelombang suara mesin pesawat udara yang terdiri

atas kebisingan tingkat I, tingkat II dan tingkat III, jika dilihat dari faktor indek

kebisingan tersebut maka dapat dipastikan bahwa seluruh lingkungan bandar udara di

47

Universitas Sumatera Utara


48

Indonesia berada pada kebisingan tingkat III (Lampiran 4.1) atau kawasan dengan

nilai indek kebisingan pesawat udara tertinggi yaitu lebih besar atau sama dengan 80

WECPNL (Weighted Equivalent Continuous Perceived Noise Level) atau dapat

mencapai lebih dari 84 dB (Ramita, 2011) (Gambar 4.1).

Gambar 4.1 Kawasan Kebisingan Tingkat I, II, III Bandar Udara Juanda di Surabaya
(Gumelar, 2002)

Landas Pacu (runway), landas hubung (taxiway) dan landas parkir (apron)

merupakan bagian dari fasilitas sisi udara, merupakan lokasi utama aktivitas

operasional pesawat terbang yang menjadikan lokasi tersebut sebagai sumber utama

kebisingan. Kebisingan operasional pesawat terbang mencapai puncaknya pada tahap

tinggal landas di lokasi landas pacu yang tekanan suaranya dapat mencapai 135 dB

(Garg, 2007), sedangkan berdasarkan hasil survei kebisingan yang pernah dilakukan

pada lokasi pada bandar udara tersebut menunjukan bahwa dua lokasi sumber bising

lainnya yaitu landas hubung dan landas parker dampak kebisingannya maksimum

mencapai 84,43dB dan 89,27dB (Ramita, 2011). Dari penjelasan tersebut maka dapat

Universitas Sumatera Utara


49

diketahui bahwa nilai ambang kebisingan disekitar fasilitas landas parkir dan gedung

dapat mencapai ±89,27dB atau secara umum nilai ambang kebisingan tersebut

meliputi radius 4.126 meter dari ujung landas pacu 10 dan 3.347 meter dari ujung

landas pacu 28 atau keseluruhan kawasan bandar udara yang masuk dalam kawasan

kebisingan tingkat III dengan indek kebisingan 80 WECPNL. Secara peruntukannya

kawasan kebisingan tingkat III merupakan kawasan yang seharusnya hanya dapat

dimanfaatkan untuk membangun fasilitas bandar udara yang dilengkapi insulasi

suara, jalur hijau dan sarana pengendalian lingkungan atau sejenisnya (Susilo. BY,

2012). Informasi tingkat kebisingan di lingkungan sejumlah bandar udara dapat

dilihat pada Lampiran 4.2. Memperhatikan posisi sumber kebisingan yang relatif

tersebar dikedua sisi landas pacu (Gambar 4.2), maka dapat dipastikan seluruh

fasilitas sisi darat seperti gedung administrasi bandar udara dan gedung terminal

penumpang akan mengalami permasalahan dengan rambatan bunyi yang berlebihan

atau kebisingan.

Gambar 4.2 Lokasi Sumber Kebisingan Bandar udara Juanda di Surabaya

Universitas Sumatera Utara


50

4.2 Kebisingan pada Fasilitas Sisi Darat Bandar udara

Untuk alasan kenyamanan maka suatu gedung diharapkan dapat mengisolasi

suara yang datang dari lingkungan sekelilingnya, seperti pada sejumlah gedung di

kawasan Bandar udara Juanda Surabaya yang berlokasi di area yang memiliki resiko

terkena dampak kebisingan operasional pesawat terbang. Konstruksi gedung tersebut

secara umum berupa konstruksi gedung perkantoran pemerintah dimana dengan

melihat jenis konstruksi dan material yang dipergunakan maka pada dasarnya gedung

tersebut tidak untuk dipersiapkan sebagai bangunan yang dapat menahan dampak

kebisingan yang berlebih, bukaan bangunan seperti pada jendela, kisi-kisi ventilasi,

shaf jaringan peralatan mekanikal dan elektrikal merupakan titik lemah masuknya

kebisingan ke dalam ruang bangunan, prosentase bukaan yang berupa jendela dan

kisi-kisi ventilasi dinding luar pada gedung administrasi mencapai 60% dengan arah

bukaan jendela sebagian tegak lurus arah jalur rambatan kebisingan dari landas pacu

(Gambar 4.3).

Gambar 4.3 Gedung Administrasi Bandar Udara Juanda


(Departemen Perhubungan RI, 2007)

Universitas Sumatera Utara


51

Demikian juga dalam hal jenis material, penggunaan jendela aluminium dengan

panil kaca tunggal tebal rata-rata 6 mm tidak cukup mampu untuk mereduksi suara

mesin jet pesawat yang datang dari arah landas pacu, unit jendela kaca tersebut

kurang efisien dalam hal mereduksi suara atau kebisingan dari dampak operasional

pesawat terbang di bandar udara.

Dengan melihat kondisi bangunan yang terbatas dalam hal kemampuannya

mereduksi kebisingan dan dengan jarak ke sumber bunyi yang relatif dekat

menjadikan ancaman yang serius bagi kesehatan para pekerja yang bertugas di

gedung tersebut (Lampiran 4.3). Gangguan fisiologis seperti mual dan sakit kepala

merupakan ganguan dominan yang dialamai oleh karyawan secara umum pada

gedung gedung tersebut, kemudian disusul keluhan lainnnya berupa gangguan

kebisingan, psikologi dan komunikasi. Sejumlah karyawan untuk alasan pelaksanaan

tugas maka pelaksanaan pekerjaan kesehariannya berada pada area yang beresiko

terhadap gangguan kebisingan, seperti teknisi listrik, operator pompa dan lain

sebagainnya (Lampiran 4.4).

Dengan memanfaatkan perangkat Soud Level Meter SLM-TES52A dilakukan

pengukuran kebisingan untuk 9 gedung yang masuk dalam fasilitas sisi darat di

Bandar udara Juanda, meliputi gedung terminal penumpang dan kargo, gedung

administrasi operasional dan menara pengawas, gedung pompa, DDPU, gedung

otorita bandar udara dan gedung vvip, dari pengukuran kebisingan tersebut diperoleh

nilai intensitas bunyi tertinggi berada pada gedung pompa yaitu mencapai 115 dB

dengan jarak dari sumber bising 330m. Pengukuran kebisingan pada fasilitas sisi

Universitas Sumatera Utara


52

darat dilakukan selama tiga kali dengan hasil untuk masing-masing gedung (Tabel

4.1), dari pegukuran intensitas bunyi tersebut juga dapat diketahui bahwa besaran

itensitas bunyi atau kebisingan sangat bergantung pada jarak antara bangunan atau

fasilitas lain dengan sumber kebisingan bandar udara yaitu pada lokasi landas pacu,

landas hubung dan landas parkir, jam puncak operasi bandar udara dan jenis pesawat

yang beroperasi juga cukup berpengaruh terhadap naiknya nilai itensitas bunyi

(Lampiran 4.5).

Tabel 4. 1 Data Survei Kebisingan Pada Fasilitas Sisi Darat (Ruang Luar)
di Bandar Udara Juanda Surabaya

Acuan Titik Pengukuran Nilai Kebisingan (dBA)


No Keterangan
Gedung Jarak Rata-rata Tertinggi
1 Gedung terminal 615 m 99 100 Lingkungan
penumpang gedung terminal
2 Gedung terminal kargo 440 m 105 107 Lingkungan
gedung kargo
3 Gedung administrasi 590 m 106 107 Lingkungan
gedung terminal
4 Gedung operasional 590 m 104 111 Lingkungan
gedung
operasional
5 Gedung pompa-1 330 m 110 115 Lingkungan
gedung pompa-1
6 Gedung pompa-3 460 m 110 112 Lingkungan
gedung pompa-3
7 Gedung depo bahan bakar 530 m 98 98 Lingkungan
pesawat gedung DPPU
8 Gedung otorita Bandar 600 m 101 104 Lingkungan
gedung otorita
9 Gedung VVIP 600 m 98 98 Lingkungan
gedung VVIP

4.3 Kebisingan pada Gedung Administrasi Bandar Udara

Suatu gelombang bunyi yang datang pada suatu permukaan batas yang

memisahkan dua daerah yang laju gelombangnya berbeda seperti pada permukaan

Universitas Sumatera Utara


53

material kaca maka gelombang bunyi tersebut sebagian akan dipantulkan dan

sebagian lainnya akan diserap atau diteruskan. Dari bunyi yang datang ke arah

gedung adminsitrasi dengan besaran tekanan suara sebesar 111 dB pada lokasi

tersebut dan Nilai Ambang Kebisingan Dalam Gedung atau bunyi yang diserap atau

diteruskan adalah 111dB -106 dB maka perkiraan besaran gelombang yang

dipantulkan sebesar 28 dB (Gambar 4.4), bilamana beberapa gelombang pantul

tersebut bergabung dengan gelombang datang maka besaran kebisingan pada

lingkungan gedung administrasi akan meningkat. Gedung adminsitrasi banyak

digunakan untuk aktivitas pengelolaan manajemen bandar udara sehingga diharapkan

toleransi kebisingan didalam ruangan tidak melebihi 65 dB yang merupakan nilai

ambang kenyamanan bekerja dalam ruang kantor dan di luar ruangan tidak lebih dari

85 dB sebagai nilai ambang kesehatan pekerja.

Gambar 4.4 Perkiraan Nilai Ambang Kebisingan

Universitas Sumatera Utara


54

Perangkat Soud Level Meter SLM-TES52A juga dimanfaatkan untuk mengukur

tingkat kebisingan ruangan pada 9 gedung fasilitas sisi darat di atas, sebagaimana

telah diketahui bahwa secara umum pada gedung gedung tersebut masih banyak

terdapat bukaan-bukaan seperti ventilasi, kisis kisi bangunan dan jendela sehingga

sangat mempengaruhi nilai intensitas bunyi yang terjadi didalam ruangan. Dengan

mengikuti pengukuran kebisingan pada lingkungan sekitar gedung fasilitas sisi darat,

maka intensitas bunyi pada ruangan yang didapat (Tabel 4.2, dan Lampiran 4.6).

Tabel 4.2 Data Survei Kebisingan pada Ruangan Fasilitas Sisi Darat
(Ruang Dalam) di Bandar Udara Juanda Surabaya

Acuan Titik Pengukuran Nilai Kebisingan (dBA)


No Keterangan
Gedung Jarak Rata-rata Tertinggi
1 Gedung terminal 615 m 75 78 Lingkungan
penumpang gedung terminal
2 Gedung terminal kargo 440 m 83 85 Lingkungan
gedung kargo
3 Gedung administrasi 590 m Lingkungan
gedung terminal
4 Gedung operasional 590 m 75 76 Lingkungan
gedung
operasional
5 Gedung pompa-1 330 m 86 87 Lingkungan
gedung pompa-1
6 Gedung pompa-3 460 m 85 85 Lingkungan
gedung pompa-3
7 Gedung depo bahan bakar 530 m 76 76 Lingkungan
pesawat gedung DPPU
8 Gedung otorita bandar 600 m 78 79 Lingkungan
udara gedung otorita
9 Gedung VVIP 600 m 74 75 Lingkungan
gedung VVIP

Khusus survei kebisingan pada gedung administrasi dilakukan dengan mengacu

pada landas pacu sebagai sumber kebisingan utama, dari dua ruangan pada masing

masing ruangan lantai menunjukkan besaran intensiatas bunyi (Tabel 4.3). Pada

Universitas Sumatera Utara


55

gedung administrasi, intensitas bunyi cenderung lebih besar pada lantai satu dan dua

jika dibandingkan dengan lantai ground, hal ini dimungkinkan karena adanya

penghalang lanscape pada lantai bawah, demikian juga ruangan yang berhadapan

langsung dengan sumber kebisingan cenderung memiliki intensitas bunyi yang lenbih

tinggi jika dibandingkan pada ruang sebaliknya atau menghadap ke bagian sisi darat.

Tabel 4.3 Data Survei Kebisingan (Ruang Dalam) Gedung Administrasi


Bandar Udara Juanda Surabaya

Nilai SLM (dB)


Lantai Nama Ruang 05.00-12.00 12.00-18.00 18.00-24.00 Keterangan
WIB WIB WIB
Ground Ruang 1 (Office 83,40 83,30 83,30 13 Nop 2016
Floor personel)
Ruang 2 (Office 40,20 40,40 40,10 13 Nop 2016
administration)
Lantai 1 Ruang 3 (Office 86,10 86,30 86,20 14 Nop 2016
accounting)
Ruang 4 (Drawing 42,40 40,50 42,40 14 Nop 2016
room)
Lantai 2 Ruang 5 (Office non 86,60 39,70 39,50 15 Nop 2016
aeronotical rev)
Ruang 6 (Workshop) 42,70 42,70 42,60 15 Nop 2016

Asumsi unit jendela kaca sebagai satu satunya bukaan pada ruang gedung

fasilitas sisi darat dan faktor material interior diabaikan, maka perbandingan nilai

intensitas ruang pada lingkungan gedung atau eksterior dengan nilai intensitas gedung

pada ruang dalam atau interior dapat memberi gambaran secara umum kemampuan

unit jendela kaca eksisting dalam mereduksi rambatan bunyi yang berasal dari sumber

kebisingan di bandar udara seperti mesin pesawat terbang (Gambar 4.5, 4.6 , 4.7 dan

Tabel 4.4).

Universitas Sumatera Utara


56

setandar ambang kesehatan

Gedung VVIP

Gedung otorita bandar

Gedung depo bahan bakar pesawat

Gedung pompa-3
nilai tertinggi (dBA)
Gedung pompa-1 nilai rata rata (dBA)

Gedung operasional

Gedung administrasi

Gedung terminal kargo

Gedung terminal penumpang

0 20 40 60 80 100 120 140

Gambar 4.5 Barchart Hasil Survei Kebisingan Pada Fasilitas Sisi Darat
(Ruang Luar) di Bandar Udara Juanda Surabaya

Str. ambang kenyamanan ruang kerja

Gedung VVIP

Gedung otorita bandar

Gedung depo bahan bakar pesawat

Gedung pompa-3
nilai tertinggi (dBA)
Gedung pompa-1 nilai rata rata (dBA)

Gedung operasional

Gedung administrasi

Gedung terminal kargo

Gedung terminal penumpang


0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Gambar 4.6 Barchart Hasil Survei Kebisingan Pada Ruangan Fasilitas Sisi Darat
(Ruang Dalam) di Bandar Udara Juanda Surabaya

Universitas Sumatera Utara


57

Tabel 4.4 Data Kemampuan Proteksi Unit Jendela Kaca Eksisting pada
Fasilitas Sisi Darat di Bandar Udara Juanda Surabaya

Acuan Titik Penukuran Nilai Kebisingan Kemampuan


No
Gedung Ruang Luar Ruang Dalam Proteksi
1 Gedung terminal 99 75 24
penumpang
2 Gedung terminal kargo 105 83 21
3 Gedung administrasi 106 86 20
4 Gedung operasional 104 75 28
5 Gedung pompa 1 110 86 24
6 Gedung pompa 3 110 85 25
7 Gedung depo bahan bakar 98 76 22
pesawat
8 Gedung otorita bandar udara 101 78 23
9 Gedung VVIP 98 74 23
10 Standar ambang kesehatan 85 65

setandar ambang kesehatan

Gedung VVIP

Gedung otorita bandar

Gedung depo bahan bakar pesawat

Gedung pompa-3
ruang dalam (dBA)
Gedung pompa-1 ruang luar (dBA)

Gedung operasional

Gedung administrasi

Gedung terminal kargo

Gedung terminal penumpang


0 20 40 60 80 100 120

Gambar 4.7 Barchart Kemampuan Unit Jendela Kaca Eksisting Pada


Fasilitas Sisi Darat di Bandar Udara Juanda Surabaya

Universitas Sumatera Utara


58

BAB V
RANCANGAN UNIT JENDELA KACA

Bunyi terjadi dari tiga unsur dasar yaitu muncul dari sumber bunyi, merambat

melalui jalur dan mempengaruhi penerima atau pendengar (Davis, 2008), bunyi juga

memiliki sifat dasar dapat dipantulkan atau dibelokan dan dapat diserap atau di

teruskan (Snellius, 2010). Solusi dari masalah bunyi yang berlebihan atau bising pada

wilayah tertentu seperti kawasan bandar udara dapat dilakukan degan cara mengubah

atau mengontrol jalur transmisi bunyi dari lingkungan untuk mengurangi tingkat

kebisingan yang mencapai pendengar. Penggunaan desain yang tepat pada rancangan

unit jendela kaca bangunan merupakan faktor penentu dalam hal pencapaian

kenyamnan intensitas bunyi ruangan yang diharapkan, standar baku mutu kebisingan

untuk perkatoran pada umumnya 65 dB (Kusumaatmadja,1996). Dengan mengambil

Gedung Administrasi di Bandar Udara Juanda Surabaya sebagai studi kasus maka

dapat dilakukan analisa rancangan insulasi bunyi pada kawasan dan komponen

arsitektur bangunan yaitu unit jendela kaca.

5.1 Modifikasi Tingkat Kebisingan pada Kawasan Bandar Udara

Mengubah atau mengontrol jalur transmisi bunyi yang bersumber dari mesin jet

pesawat terbang di lingkungan bandar udara pada dasarnya dapat dilakukan dengan

sekala besar berupa mengontrol jalur transmisi bunyi pada kawasan dan pada sekala

yang lebih kecil adalah mengontrol jalur transmisi bunyi yang terjadi pada komponen

58

Universitas Sumatera Utara


59

bangunan seperti unit jendela kaca. Jalur transmisi bunyi pada kawasan bandar udara

dapat dikontrol dengan bebarap cara yaitu:

1. Landas pacu atau runway (R/W)

Prosedur landing-off atau mendarat dilakukan ketika pesawat terbang

memasuki ketinggian 50 kaki menuju ujung landas pacu hingga roda utama

menyentuh sasaran pendaratan atau touchdown zone untuk kemudian keluar

dari jalur landas pacu tersebut. Prosedur take-off atau tinggal landas dan

sebaliknya mendarat akan memanfaatkan fasilitas landas pacu sebagai jalur

utama aktifitas pesawat terbang yang menjadikan lokasi tersebut memiliki

tingkatan kebisingan yang paling tinggi, peletakan gedung pada jalur landas

pacu tersebut sangat beresiko terhadap dampak kebisingan sehingga perlu

untuk dihindari (Gambar 5.1).

Gambar 5.1 Rancangan Posisi Gedung terhadap Sumber Bunyi

Keterangan:
Lokasi gedung Diluar jalur tinggal landas dan mendarat
Diluar satu arah tiupan angin dengan fasilitas landas pacu
Bukaan gedung Tidak berhadapan tegak lurus dengan lokasi sumber kebisingan
Barier Memanfaatkan Lanscape berupa rumput pada area sisi udara

Universitas Sumatera Utara


60

2. Arah angin dan arah runway: Hal utama yang menjadi pertimbangan pilot

dalam proses tinggal landas dan mendarat pesawat terbang adalah arah

angin, demikian juga dalam penentuan arah landas pacu akan disesuaikan

dengan arah angin dominan pada lokasi tersebut. Dengan pertimbangan

bahwa rambatan bunyi pada ruang terbuka sangat dipengaruhi oleh arah

angin maka peletakan gedung pada jalur arah tiupan angin akan beresiko

terkena dampak kebisingan yang tinggi sehingga perlu juga untuk dihindari

(Gambar 5.1).

3. Arah gelombang bunyi: Bunyi dapat merambat melaui udara dalam bentuk

gelombang bunyi pada arah lurus, dengan pertimbangan sifat bunyi tersebut

maka penempatan sisi gedung atau fasade dengan bukaan berupa jendela

ataupun kisi-kisi udara agar menghindari posisi yang berhadapan secara

langsung atau tegak lurus terhadap lokasi sumber kebisingan (Gambar 5.1).

4. Barier atau penghambat transmisi bunyi: Jenis lanscape atau taman yang

direkomendasikan untuk daerah sisi udara bandar udara adalah jenis ground

cover seperti rumput, hal tersebut dengan pertimbangan utamanya untuk

pemenuhan persyaratan keselamatan penerbangan yaitu pembatasan

ketinggian atau obstacle. Keberadaan rumput yang mengisi ruang terbuka

diantara lokasi sumber suara landas pacu dengan fasilitas sisi darat seperti

gedung dapat mereduksi bunyi sampai dengan 5 dB sehingga secara tidak

lansung juga akan berfungsi sebagai barier atau penghalang (Horojeff, 1994)

(Gambar 5.1).

Universitas Sumatera Utara


61

5.2 Modifikasi Tingkat Kebisingan pada Gedung dan Ruang Kerja

Rancangan insulasi suara pada suatu gedung seperti gedung perkantoran pada

dasarnya merupakan upaya perlindungan pendengar atau pekerja secara masal,

dengan berfungsinya sistem insulasi bunyi pada gedung tersebut diharapkan akan

menurunkan tingkat kebisingan yang diterima pendengar sampai dengan setandar

ambang batas kesehatan maupun kenyamanan baik pada lingkungan bangunan

maupun ruang kerja. Sistem insulasi bunyi dapat diterapkan pada keseluruhan unsur

gedung yaitu: lantai, dinding termasuk pintu jendela dan atap termasuk plafond,

bukaan gedung pada dinding seperti unit jendela kaca merupakan satu bentuk bukaan

yang dapat dioptimalkan fungsi insulasinya, dan tingkat kebisingan itu sendiri

ditentukan oleh besaran gelombang bunyi yang datang dan kemampuan kita

mengontrol pada jalur transmisinya (Gambar 5.2).

Gambar 5.2 Modifikasi Jarak Bangunan

Universitas Sumatera Utara


62

1. Jarak Bangunan: Bunyi merambat melalui jalur sehingga jarak rambatan

menjadi faktor penentu besaran intensitas bunyi yang diterima oleh

pendengar (Davis, 2008). Data survei menunjukkan bahwa besaran intensitas

bunyi di sekitar Gedung Administrasi adalah 106 dB pada jarak 590 m dari

landas pacu sebagai sumber kebisingan utama, posisi gedung tidak pada jalur

tinggal landas pacu ataupun mendarat, demikian juga posisi gedung juga

tidak pada arah tiupan angin dari landas pacu, tetapi dalam hal arah rambatan

kebisingan maka gedung administrasi berada pada posisi tegak lurus

terhadap landas pacu. Dengan memperhatikan kondisi di atas dan ketentuan

Master Plan Bandar udara, maka hal-hal yang masih dapat dilakukan adalah

meminimalisir jumlah bukaan gedung pada sisi arah datangnya sumber

kebisingan, menghitung kembali komposisi desain unit jendela kaca yang

ada pada sisi tersebut dan memaksimalkan unsur lanscape untuk mengisi

celah ruang antara gedung dengan sumber bising.

2. Penentuan Dimensi dan Sudut Unit Jendela Kaca: Dimensi kaca yang

digunakan pada sebagian besar gedung di Bandar udara Juanda adalah hag

titend glass 6mm yang diproduksi oleh pabrikan nasional PT.Asahimas Flat

Glass, sesuai spesifikasi pabrikan maka kemampuan reduksi kaca tersebut

adalah 25 dB pada dimensi minimal lebar (L) = 0,5m dan tinggi (H) = 3-4m.

Berdasarkan data survei menunjukkan deviasi besaran itensitas bunyi antara

ruang luar dan ruang dalam di Gedung Administrasi minimal 28 dB dengan

capaian intensitas bunyi dalam ruang 78 dB atau masih di bawah standar

Universitas Sumatera Utara


63

kenyamanan yang diharapkan yaitu 65 dB. Sejumlah pabrikan kaca

merekomendasikan material kacanya datarnya dengan berbagai kemapuan,

efektifitas pengurangan kebisingan rata-rata 24,5 dB untuk kaca 6 mm

tunggal dan 29 dB untuk kaca 2 x 6mm (lampiran 5.1). Dengan

pertimbangan efesiensi dan untuk mendapatkan angka toleransi keamanan,

maka rancangan unit jendela kaca pada Gedung Terminal menggunakan

titend glass 6mm doble glassing (2 x 6mm).

3. Bahan dan Material: Dengan mengacu pada sifat bunyi yang dapat dibelokan

dan diserap maka permasalahan kenaikan nilai kebisingan akibat pantulan

bunyi pada gedung administrasi dapat dicegah dengan melakukan

pembelokan dan penyerapan gelombang bunyi pantul tersebut (Davis, 2008).

Unit jendela kaca atau panil kaca akan diposisiskan pada sudut 5̊ sehingga

jalur gelombang bunyi pantul dapat dibelokan ke arah bagian plafond yang

telah dilengkapi dengan material rockwool sebagai penyerap bunyi. Material

PVC atau sejenisnya merupakan material yang lebih efektip dalam hal

mereduksi bunyi,menjadikan jenis material tersebut cukup tepat untuk

dimanfaatkan dalam rancangan konstruksi utama (rangka) unit jendela,

selain faktor ketahanannya terhadap cuaca menjadi nilai positif lainnya.

4. Model Rancangan Desain Unit Jendela Kaca: Rancangan desain unit jendela

kaca dengan material PVC sebagai konstruksi rangka utama dan dimensi

panil kaca 2 x 6mm serta sudut kemiringan sudut 5̊ , diharapkan mampu

untuk mereduksi kebisingan di dalam gedung administrasi mencapai standar

Universitas Sumatera Utara


64

kenyamanan ruang kerja yang dipersaratkan yaitu maksimal 65 dB (Gambar

5.3 dan 5.4).

Gambar 5.3 Modifikasi Jarak Bangunan

Gambar 5.4 Modifikasi Jarak Bangunan

Universitas Sumatera Utara


65

BAB VI
PENGUJIAN ALTERNATIF RANCANGAN

Pengujian alternatif rancangan terutama akan dilakukan terhadap desain unit

jendela kaca pada gedung administrasi bandar udara, sementara untuk modifikasi

sumber bunyi dan modifikasi jalur transmisi bunyi pada kesempatan pembahasan ini

tidak dilakukan pengujian karena beberapa hal bersifat peraturan dan kebijakan

pemerintah secara nasional. Hasil rancangan desain unit jendela kaca yang didasarkan

pada data perimer dan sekunder akan diperhitungkan kembali atau diuji secara

matematis dengan mengacu ketentuan sehingga hasil keduanya akan diperbandingkan

untuk kemudian di analisa dan simpulkan sekaligus sebagai rekomendasi rancangan

(Garg, 2007).

6.1 Data Rancangan Unit Jendela Kaca

Dalam perhitungan maka faktor-faktor yang akan mempengaruhi tekanan suara

atau kebisingan di dalam bangunan adalah besar bising sumber, jarak transmisi bunyi,

barier atau penghalang antar sumber bunyi dan bangunan dan jenis serta dimensi

material pemisah ruang luar dan dalam bangunan, ketentuan tersebut dituliskan dalam

persamaan MNL (Modified Noise Level) = NLS - 20 log 10 r - 10.9 dan INL (Inside

Noise Level) = ANL - Rw + Log 10 s (Garg, 2007).

Sebagai data umum guna pengujian unit jendela kaca pada sejumlah bangunan

termasuk gedung administrasi di kawasan Bandar Udara Juanda dijelaskan sebagian

gedung utama yang berada di kawasan Bandar Udara Juanda dengan sejumlah faktor
65

Universitas Sumatera Utara


66

yang akan mempengaruhi intensitas bunyi baik pada lingkungan gedung maupun

pada ruang dalam dari gedung tersebut, faktor dimaksud adalah jarak sumber bunyi

yang dalam hal ini mengacu sebagai titik utama pada landas pacu sebagai lokasi

sumber bunyi utama, serta faktor lainnya adalah barier dan dimensi kaca eksisting

gedung tersebut (Tabel 6.1 dan 6.2).

Tabel 6.1 Data Eksisting Jarak Gedung

Jarak Barier
Gedung Fungsi Dng
Jenis Nilai
R/W
1. Passenger term. build. Pelayanan penumpang 615 m Lanscape 5 dB
2. Cargo building Penyimpanan kargo 440 m Lanscape 5 dB
3. Operasional dan Pengelola operasional 590 m Lanscape 5 dB
Administrasi bandar udara
4. Pump house - 1 Pengendali banjir kawasan 330 m Reg. Ponding 5 dB
bandar udara
5. Pump house - 3 Pengendali banjir kawasan 460 m Reg. Ponding 5 dB
bandar udara
6. Fuel supply building Pengontrol suplai bahan 530 m Jalan inspeksi 3 dB
bakar pesawat
7. Otoritas bandar udara Administrasi pengawas 600 m Lanscape 5 dB
bandar udara
8. VVIP building Terminal khusus pejamabt 660 m GSE 3 dB
negara

Keterangan:
a. Jarak gedung hanya diperhitungkan dari fasilitas runway (R/W) sebagai lokasi sumber
bunyi utama di bandar udara.
b. Nilai barier adalah nilai atau besaran tekanan suara yang dapat dihambat dari transmisi
rambatan bunyi yang terjadi.

Tabel 6.2 Data Eksisting Jarak Gedung

Noise Reduction Index


Gedung Fungsi Nilai Massa
Jenis Kaca
Index (Kg/M2)
1. Passenger term. build. Pelayanan penumpang 6 mm 31 130
tinted glass
2. Cargo building Penyimpanan kargo 6 mm 31 130
tinted glass

Universitas Sumatera Utara


67

Tabel 6.2 (Lanjutan)

Noise Reduction Index


Gedung Fungsi Nilai Massa
Jenis Kaca
Index (Kg/M2)
3. Operasional dan Pengelola operasional 6 mm 31 130
Administrasi bandar udara tinted glass
4. Pump house - 1 Pengendali banjir kawasan 6 mm 31 130
bandar udara tinted glass
5. Pump house - 3 Pengendali banjir kawasan 6 mm 31 130
bandar udara tinted glass
6. Fuel supply building Pengontrol suplai bahan 6 mm 31 130
bakar pesawat tinted glass
7. Otoritas bandar udara Administrasi pengawas 8 mm 32 173
bandar udara tinted glass
8. VVIP building Terminal khusus pejamabt 8 mm 32 173
negara tinted glass

6.2 Perhitungan Kebisingan Kawasan

Faktor penentu besaran nilai intensitas bunyi diantaranya adalah jarak sumber

bunyi dan jenis penghalang, kedua faktor tersebut dapat dimodifikasi guna

menurunkan nilai intensitas bunyi sampai dengan level tertentu (Garg, 2007) Jarak

sumber bunyi pada kawasan bandar udara yang telah beroperasi pada dasarnya relatif

sulit untuk dilakukan modifikasi jarak sumber bunyi dimaksud karena susunan

fasilitas bandar udara yang berupa layout bandar udara telah mengacu pada ketentuan

dan perhitungan tertentu. Jika memungkinkan adanya modifikasi terhadap jarak

sumber bunyi dari fasilitas bandar udara maka pengujian melalui perhitungan yang

menunjukkan hasil kebutuhan jarak yang diperlukan guna menurunkan intensitas

suara sampai dengan level yang diharapkan untuk kenyamanan ruang atau

perlindungan kesehatan karyawan (Tabel 6.3 dan 6.4).

Universitas Sumatera Utara


68

Tabel 6.3 Modifikasi Jarak Sumber Bunyi (Modified Noise Level)

Noise Modifield NL
Distance of
Level (dB)
the Building- Barier (dB) MNL-BR
No Gedung (dB) at (NLS-20 log
Km (BR) (dB)
Source 10r-10.9)
(r)
(NLS) (MNL)
1 Passier terminal 135 19.4 99 5 Lanscape 94
building
2 Cargo building 135 19.4 99 5 Lanscape 94
3 Administrasi 135 19.4 99 5 Lanscape 94
4 Operasional 135 19.4 99 5 Lanscape 94
5 Pump house 1 135 19.5 99 5 Reg. 94
Ponding
6 Pump house 3 135 19.4 99 5 Reg. 94
Ponding
7 Fuel supply 135 19.4 97 3 Jalan 94
building inspeksi
8 Otoritas bandar 135 19.4 99 5 Landscape 94
udara
9 VVIP building 135 19.4 97 3 GSE 94

Tabel 6.4 Modifikasi Jarak Sumber Bunyi (Inside Noise Level)

Noise Reduction Index


Ambient Area of (ANL-
(Rw)
Index Noise Level Glass M2 Rw+Log 10
Glass 1 Glass 2
(F) (S) S)
(mm) (mm)
6 mm 31 tinted glass 94 130 64.97
6 mm 31 tinted glass 94 130 64.97
6 mm 31 tinted glass 94 130 64.97
6 mm 31 tinted glass 94 130 64.97
6 mm 31 tinted glass 94 130 64.97
6 mm 31 tinted glass 94 130 64.97
6 mm 31 tinted glass 94 130 64.97
6 mm 31 tinted glass 94 130 64.97
6 mm 31 tinted glass 94 130 64.97

Asumsi penggunaan material dan dimensi penghalang yang sama (tinted glass

6mm) dan besaran intensitas sumber bunyi yang juga sama, maka jarak yang

diperlukan untuk gedung administrasi sehingga dihasilkan intensitas bunyi yang

memenuhi standar kenyamanan ruang kerja (< 65 dB) adalah 19.400 m dari jarak

Universitas Sumatera Utara


69

awal atau eksisting 590 m, demikian hal yang sama untuk semua gedung fasilitas

bandar udara lainnya (Gambar 6.1).

Gambar 6.1 Modifikasi Jarak Sumber Bunyi

6.3 Perhitungan Kebisingan Gedung

6.3.1 Modifikasi penghalang

Selain faktor jarak tersebut di atas, maka jenis penghalang transmisi bunyi

seperti kaca pada jendela gedung juga dapat menentukan besaran intensitas bunyi

yang masuk kedalam ruang yang ada. Dalam rangka pengujian terhadap konsep

rancangan unit jendela kaca pada gedung administrasi melalui perhitungan matematis

maka selain akan diuji unit jendela kaca dengan dimensi 2 x 6m seperti pada konsep

rancangan, pengujian juga akan dilakukan untuk sejumlah dimensi kaca baik sistem

kaca tunggal yaitu: dimensi 6mm, 8mm dan 10mm, maupun kaca ganda (double

glass) yaitu: dimensi 2 x 6mm, 2 x 8mm, 2 x 10mm, 6mm - 8mm, 6mm - 10mm dan

8mm - 10mm (Tabel 6.5- 6.7, Gambar 6.2-6.4, dan Lampiran 6.1-6.9) (Garg, 2007).

Universitas Sumatera Utara


70

Tabel 6.5 Kemampuan Proteksi Kebisingan pada Kaca Tunggal

Nilai Kebisingan (dBA) Kaca Tunggal


No Acuan Titik Pengukuran Gedung
6 mm 8 mm 10 mm
1 Gedung terminal penumpang 82 81 80
2 Gedung terminal kargo 84 84 83
3 Gedung administrasi 83 82 81
4 Gedung operasional 83 82 81
5 Gedung pompa 1 86 85 84
6 Gedung pompa 3 84 83 82
7 Gedung depo bahan bakar pesawat 85 83 82
8 Gedung otorita bandar udara 82 82 81
9 Gedung VVIP 84 82 81
10 Setanar ambang kesehatan 65

setandar ambang kesehatan

Gedung VVIP

Gedung otorita bandar

Gedung depo bahan bakar pesawat

Gedung pompa-3 kaca 10 mm


kaca 8 mm
Gedung pompa-1
kaca 6 mm
Gedung operasional

Gedung administrasi

Gedung terminal kargo

Gedung terminal penumpang


0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Gambar 6.2 Barchart Kemampuan Proteksi Kebisingan

Tabel 6.6 Kemampuan Proteksi Kebisingan pada Kaca Ganda

Nilai Kebisingan (dBA) Kaca Ganda


No Acuan Titik Pengukuran Gedung
2x6 mm 2x8 mm 2x10 mm
1 Gedung terminal penumpang 53 52 50
2 Gedung terminal kargo 56 54 52
3 Gedung administrasi 54 52 50
4 Gedung operasional 54 52 50
5 Gedung pompa 1 57 55 53
6 Gedung pompa 3 55 54 52
7 Gedung depo bahan bakar pesawat 56 55 53
8 Gedung otorita bandar udara 56 55 50
9 Gedung VVIP 55 52 51
10 Setanar ambang kesehatan 65

Universitas Sumatera Utara


71

setandar ambang kesehatan

Gedung VVIP

Gedung otorita bandar

Gedung depo bahan bakar pesawat

Gedung pompa-3
kaca 2x10 mm
kaca 2x8 mm
Gedung pompa-1
kaca 2x6 mm

Gedung operasional

Gedung administrasi

Gedung terminal kargo

Gedung terminal penumpang

0 10 20 30 40 50 60 70

Gambar 6.3 Barchart Kemampuan Proteksi Kebisingan pada Kaca Ganda

Tabel 6.7 Kemampuan Proteksi Kebisingan pada Kaca Ganda

Nilai Kebisingan (dBA) Kaca Ganda


No Acuan Titik Pengukuran Gedung
6x8 mm 6x10 mm 8x10 mm
1 Gedung terminal penumpang 52 52 51
2 Gedung terminal kargo 55 55 53
3 Gedung administrasi 53 52 51
4 Gedung operasional 53 52 51
5 Gedung pompa 1 53 55 54
6 Gedung pompa 3 54 54 53
7 Gedung depo bahan bakar pesawat 56 55 54
8 Gedung otorita bandar udara 53 52 51
9 Gedung VVIP 54 53 52
10 Setanar ambang kesehatan 65

setandar ambang kesehatan

Gedung VVIP

Gedung otorita bandar

Gedung depo bahan bakar pesawat

Gedung pompa-3
kaca 8x10 mm
kaca 6x10 mm
Gedung pompa-1
kaca 6x8 mm

Gedung operasional

Gedung administrasi

Gedung terminal kargo

Gedung terminal penumpang

0 10 20 30 40 50 60 70

Gambar 6.4 Barchart Kemampuan Proteksi Kebisingan pada Kaca Ganda

Universitas Sumatera Utara


72

Sebagaimana telah dijelaskan pada bab tiga yaitu tinjauan pustaka, baku mutu

kebisingan untuk perkatoran pada umumnya 65 dB (Kusumaatmadja,1996), untuk

mencapai target mutu kebisingan di gedung administrasi Bandar Udara Juanda

maupun sejumlah gedung lainnya, maka konsep desain pada unit jendela kaca dengan

tujuan untuk lebih mereduksi kondisi kebisingan di dalam ruangan seperti yang telah

dijelaskan pada bab empat yaitu konsep rancangan, maka berdasarkan data uji

matematis diatas menunjukan bahwa pemanfaatan unit jendela dengan kaca ganda

secara umum menghasilkan nilai hambatan atau insulasi bunyi yang lebih efesien

bagi keseluruhan gedung di Bandar Udara Juanda Suarabaya, penggunaan unit

jendela kaca ganda 2 x 6 mm (minimal dimensi) pada gedung administrasi mampu

menghasilkan nilai insulasi bunyi sebesar 54 dB, atau di bawah standar ambang bunyi

ruangan yang diharapkan yaitu 65 dB, sehingga desain rancangan unit jendela dengan

memanfaatkan sistem kaca ganda dan berdasarkan perhitungan matematis tersebut

secara umum dapat dimanfaatkan untuk mengatasi kondisi kebisingan ruang dalam

pada keseluruhan gedung di Bandar Udara Juanda Suarabaya (Garg, 2007).

Melihat perbandingan data yang sama yaitu data berdasarkan survei (rancangan

desain) dan berdasarkan perhitungan matematis, maka dapat diketahui juga bahwa

kemampuan insulasi dari masing masing unit kaca tersebut, nilai insulasi kaca

eksisting berdasarkan surveai adalah 28 dB pada gedung administrasi dan 24 dB rata-

rata pada gedung lainnya, sementara dari perhitungan matematis kemampuan insulasi

kaca tersebut dapat ditingkatkan secara signifikan jika menggunakan system kaca

ganda, perhitungan matematis pada kaca ganda 2 x 6 mm pada gedung administrasi

Universitas Sumatera Utara


73

menghasilkan kemampuan insulasi sebesar 57 dB dan rata-rata gedung lainnya

sebesar 58 dB, sementara berdasarkan data survei diperlukan kemampuuan mereduksi

dari unit jendela kaca minimal sebesar 41 dB untuk mencapai lingkungan ruang kerja

yang nyaman, perbandingan kemampuan insulasi kaca (Gambar 6.4, dan 6.5).

Gambar 6.5 Bharchart Perbandingan Nilai Kebisingan (dBA) pada Ruang Dalam
Gedung di Bandar Udara Juanda Surabaya

Gambar 6.6 Bharchart Perbandingan Kemampuan Insulasi Kaca (dBA) pada Gedung
di Bandar Udara Juanda Surabaya

Universitas Sumatera Utara


74

Dari keseluruhan perbandingan data terkait insulasi kebisingan di atas maka

dapat disimpulkan bahwa konsep desain unit jendela kaca dengan memanfaatkan

kaca ganda dengan berbagai variasi dimensinya dapat dimanfaatkan guna mengatasi

permasalahan kebisingan pada sejumlah gedung yang ada di kawasan Bandar udara.

6.3.2 Pemantulan bunyi

Dengan mengacu pada sifat bunyi yang dapat dibelokan dan diserap (Davis,

2008), maka permasalahan kenaikan nilai MNL akibat pantulan bunyi pada gedung

administrasi dapat dicegah dengan melakukan pembelokan dan penyerapan

gelombang bunyi pantul tersebut, modifikasi posisi panil kaca pada unit jendela kaca

dengan sudut tertentu diharapkan mampu membelokan arah bunyi pantul ke

permukaan dinding unit jendela yang telah dilengkapi dengan material penyerap

bunyi.

Hukum pantulan bunyi atau cahaya Snellius menyatakan bahwa sudut datang

persis sama dengan sudut pantul (Abdullah, 2006), dari ketentuan tersebut maka panil

kaca pada unit jendela kaca perlu diposisiskan pada sudut yang tepat sehingga jalur

gelombang bunyi pantul dapat dibelokan ke arah yang dituju. Terdapat empat

alternativ arah pemantulan gelombang bunyi yaitu ke atas menuju plafon bangunan,

ke bawah menuju lantai bangunan untuk arah vertikal dan ke kanan atau kiri menuju

dinding bangunan untuk arah horisontal (Gambar 6.6). Keempat arah pemantulan

gelombang bunyi tersebut dapat dilakukan, tetapi dengan pertimbangan bahwa

gelombang bunyi yang dipantulkan harus dapat diserap maka arah vertikal yaitu

menuju plafon ataupun lantai dinilai lebih efektif untuk dilakukan. Selain faktor arah

Universitas Sumatera Utara


75

maka besarnya sudut pantul akan menentukan besaran radius gelombang bunyi

sekaligus luas area penyerapan yang harus disediakan, penentuan sudut penempatan

panil kaca juga perlu memperhatikan desain unit jendela kaca yang ada. Dengan

asumsi tinggi jendela kaca 0,9 meter (bawah) dan 2,95 meter (atas), tinggi plafon 3,2

meter, panjang teras atau lobi luar 4 meter, maka penempatan sudut panil kaca dapat

dijelaskan pada Gambar 6.7 dan Tabel 6.8.

Gambar 6.7 Arah Pemantulan Gelombang Bunyi

Gambar 6.8 Alternatif Arah Pemantulan Gelombang Bunyi

Universitas Sumatera Utara


76

Tabel 6.8 Pemantulan Gelombang Bunyi

No. Sudut Kaca Lebar Area Serapan Bunyi


1. 5° 7,50 meter
2. 10° 6,25 meter
3. 15° 4,00 meter
4. 20° 2,25 meter
5. 25° 1,50 meter
6. 30° 1,00 meter

Sudut 15° untuk panil kaca pada unit jendela cukup ideal untuk membelokan

atau memantulkan bunyi ke arah plafon dengan lebar area serapan mencapai panjang

4 meter. Tindakan untuk mengontrol gelombang bunyi yang diakibatkan oleh

pemantulan diharapkan dapat mereduksi kebisingan terutama yang terjadi di

lingkungan gedung.

Universitas Sumatera Utara


77

BAB VII
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Nilai ambang batas atau standar faktor tempat kerja yang dapat diterima tenaga

kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan dalam pekerjaan

sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu adalah 85

dB (Idris,1999), sementara untuk baku mutu kebisingan untuk perkantoran pada

umumnya 65 dB (Kusumaatmadja, 1996). Dari hasil pembahasan mengenai

Penurunan Tingkat Kebisingan Ruang Kerja Melalui Optimalisasi Fungsi Jendela

Kaca Pada Gedung Administrasi Bandar Udara, maka dapat diperoleh kesimpulan

dan rekomendasi sebagai berikut.

7.1 Kesimpulan

Keseluruhan kawasan Bandar Udara Juanda Surabaya masuk dalam kawasan

kebisingan tingkat III dengan nilai ambang kebisingan di sekitar fasilitas sisi udara

dapat mencapai 115 dB, sementara untuk fasilitas sisi darat seperti gedung

administrasi nilai ambang kebisingannya mencapai 106 dB pada ruang luar dan 86

dB pada ruang dalam. Mengacu pada standar nilai ambang batas kebisingan yang

tidak mengganggu kesehatan pekerja yaitu <85 dB dan kenyamanan bekerja yaitu

<65 dB, maka salah satu upaya untuk menurunkan intensitas bunyi atau kebisingan

tersebut dapat melalui komponen arsitektur gedung seperti unit jendela kaca dengan

pemanfaatan sistem kaca ganda.

77

Universitas Sumatera Utara


78

Ruangan dengan bukaan gedung seperti jendela kaca yang berhadapan langsung

dengan sumber bunyi cenderung memiliki nilai intensitas bunyi atau kebisingan yang

jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan ruangan yang tidak berhadapan langsung

sehingga diperlukan penanganan tertentu pada bukaan gedung dimaksud.

Pemanfaatan sistem kaca ganda atau double glazing pada unit jendela dapat menaikan

nilai insulasi lebih dari 30%, penggunaan kaca ganda minimal 2 x 6mm pada unit

jendela kaca gedung administrasi dapat mereduksi bunyi sampai dengan nilai ambang

kebisingan yang dipersyaratkan yaitu ≤ 65 dB, alternatif tersebut jauh lebih efisien

jika dibandingkan dengan memperbesar dimensi atau ketebalan kaca ataupun

memodifikasi jarak gedung dari sumber bising. Keberadaan bunyi pantul atau gema

pada ruang luar terutama di sekitar dinding penempatan unit jendela kaca yang akan

bergabung dengan bunyi asli yang datang dari arah sumber bunyi akan menaikan nilai

ambang kebisingan pada lingkungan tersebut, pemasangan unit jendela dengan posisi

sudut kemiringan kaca ± 15° dapat membelokan bunyi pantul ke arah permukaan

bangunan seperti plafond yang telah dilengkapi dengan pelapisan permukaan yang

berpori seperti material rock wool, sehingga dapat terserap secara keseluruhan dan

tidak menambah dampak kebisingan pada ruang luar. Disamping terkait desain, maka

pemilihan material juga sangat berperan dalam pencapaian nilai akhir kebisingan

tersebut, penggunaan material yang memiliki nilai terendah atau negatip terhadap

faktor penghantar geteran bunyi seperti kayu dan plastik sangat baik untuk dipilih

sebagai material penyusun struktur (frame) unit jendela kaca, material kayu ataupun

Universitas Sumatera Utara


79

PVC akan meminimalisir efek getaran bunyi yang akan merambat dari bagian luar

gedung.

7.2 Rekomendasi

Dalam rangka meningkatkan kemampuan unit jendela kaca untuk mereduksi

kebisingan pada sejumlah gedung di bandar udara seperti gedung administrasi, maka

dapat direkomendasikan sejumlah ketentuan baik yang berkaitan langsung dengan

rancangan unit jendela kaca maupun fasilitas gedung dan kawasan bandar, yaitu:

1. Penempatan posisi unit jendela kaca pada gedung agar mempertimbangkan

posisi sumber bising (dalam hal ini landas pacu) yang ada seperti

menghindari arah tegak lurus dari sumber bising, posisi gedung tidak pada

jalur yang sama ataupun satu arah angin dengan landas pacu dan

penempatan lanscape (seperti rumput) pada celah antara gedung dengan

sumber bising untuk dapat mereduksi kebisingan sampai dengan 5 dB

(Gambar 7.1).

2. Penggunaan kaca ganda atau double glazing pada gedung di lingkungan

bandar udara seperti gedung administrasi dapat mereduksi bunyi sampai

dengan ± 30 % sehingga nilai ambang kebisingan rata rata didalam ruangan

yang dipersyaratkan yaitu ≤ 65 dB dapat tercapai, dimensi dan variasi kaca

ganda yang digunakan dapat disesuaikan dengan jarak gedung terhadap

sumber kebisingan, ketebalan kaca secara umum berbanding lurus dengan

kemampuan dalam mereduksi kebisingan. Contoh variasi kaca ganda: 2 x

6mm, 2 x 8mm, 2 x 10mm, 6mm-8mm,6mm-10mm, dll (Gambar 7.2).

Universitas Sumatera Utara


80

3. Penempatan unit jendela kaca dengan posisi sudut kemiringan kaca tertentu

dapat digunakan untuk mengarahkan bunyi pantul ke arah luar sehingga

tidak memperbesar intensitas bunyi atau kebisingan yang terjadi di dalam

ruangan ataupun pada lingkungan gedung (Gambar 7.3).

4. Pemasangan pelapis permukaan yang berpori seperti material rock wool di

sekitar unit jendela kaca seperti plafond, dapat dimanfaatkan untuk

menghindari efek negatip dari adanya faktor bunyi pantul atau gema

(Gambar 7.4).

5. Penggunaan material yang bersifat negatip terhadap faktor penghantar

geteran bunyi seperti kayu, plastik (PVC) atau yang sejenis, sangat sesuai

digunakan sebagai material penyusun struktur (frame) unit jendela kaca,

material tersebut dapat meminimalisir efek getaran bunyi yang akan

merambat dari bagian luar gedung, disamping adanya sifat ketahanan

terhadap kondisi cuaca.

Gambar 7.1 Nilai Intensitas Bunyi Pada Kawasan Bandar udara Juanda

Universitas Sumatera Utara


81

Gambar 7.2 Gedung Administrasi

Gambar 7.3 Rancangan Unit Jendela Kaca

Universitas Sumatera Utara


82

Gambar 7.4 Rancangan Unit Jendela Kaca

Universitas Sumatera Utara


83

DAFTAR PUSTAKA

Ashford, Norman (1992) Airport Engineering. New York.

Davis, Mackenzie L. (2008) Environmental Engineering.London: McGraw-Hill.

Doelle, Leslie L. (1972) Akustik Lingkungan. Jakarta: Erlangga.

Enders, Thomas (2013) Aircraft Technology. New York: Airbus Group.

Ervan, Bambang S. (2014) Statistik Angkutan Udara. Jakarta: Kementrian


Perhubungan RI

Evi, I.W.Wardana, E.Sutrisno (2013) “Daily Mapping Aircraft Noise Level in Unit
Aoron Ahmad Yani Airport, Semarang, Central Jawa, Using Contour Noise
Methode” Semarang, Jurnal, Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro

Fasilitas Pokok Bandar Udara Internasional Juanda Surabaya.


https://id.wikipedia.org/wiki/Bandar_Udara_Internasional_Juanda. Diakses 15
Juni 2015.

Garg, N.K. (2007) Use of Glass in Building. London: New Age International.

Gumelar, Agum (2002) Sertifikasi Operasi Bandar Udara (KM Nomor 47/2002).
Jakarta: Kementrian Perhubungan RI.

Hukum Snellius, https://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_Snellius. Diakses 13 Mei 2014

Horojeff, Robert (1994) Planning and Design of Airport. New York: McGraw-Hill.

Idris, Fahmi (1999) Nilai Ambang Batas Faktor Fisika Di Tempat Kerja
(Kep.51/MEN/1999). Jakarta: Kementrian Tenaga Kerja RI.

Japan Airport Consultants (2007) Surabaya Airport Construction Project. Jakarta:


Departemen Perhubungan RI.

Keputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia No 47 Tahun 2002 Tentang


Sertifikasi Operasi Bandar Udara.

Kusumaatmadja, Sarwono (1996) Baku Tingkat Kebisingan (KEP-


48/MENLH/11/1996). Jakarta: Kementrian Lingkungan Hidup RI.

83

Universitas Sumatera Utara


84

M.Chaeran (2008) “Kajian Kebisingan Akibat Aktivitas di Bandara, Studi Kasus


Bandara Ahmad Yani Semarang”, Semarang, Master Thesis, Program Pasca
Sarjana Universitas Diponegoro.

Mangindaan, E.E. (2013) Tatanan Kebandarudaraan Nasional (PM No.69 Tahun


2013). Jakarta: Kementrian Perhubungan.

Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2012 Tentang Pembangunan dan Pelestarian


Lingkungan Hidup Bandar Udara.

P.Miroslov, H.Rettob, R.Djajakusli, M.Muis (2013) “Studi Hearing Loss Tenaga


Kerja dan Masyarakat di Wilayah Bandara Sultan Hasanuddin Makassar”,
Makassar, Jurnal, FKM Universitas Hasanuddin Makassar.

Rajasa, M.Hatta (2005) Pengoperasian pesawat udara kategori transport bermesin


jet untuk angkutan udara penumpang (KM Nomor 35/2005). Jakarta:
Departemen Perhubungan RI.

Ramita (2013) Pengaruh Kebisingan dari Aktifitas Bandara Internasional Juanda


Surabaya. Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan UPN Surabaya.

Sastrowinoto (1985) Penanggulangan Dampak Pencemaran Udara Dan Bising Dari


Sarana Transportasi.

Soetomo, Tommy (2013) Angkasa Pura Airports. Jakarta: PT. (Persero) Angkasa
Pura I.

Suksma (2013) Fenomena Low Cost Carrier (LCC). Wordpress.com.

Suma’mur (1996) Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja, Jakarta: Ikrar Mandiri
Abadi

Suprojo, Cucuk Suryo (2005) Persyaratan Teknis Pengoperasian Fasilitas Teknik


Bandar Udara (SKEP No77 / VI / 2005). Jakarta: Departemen Perhubungan.

Syahrul M. Nasri (1997) Teknik Pengukuran dan Pemantauan di Tempat Kerja.


Ohio: UIP.

Yudhoyono, Susilo Bambang. (2012). Pembangunan dan Pelestarian Lingkungan


Hindup Bandar Udara (PP NO 40/2012). Jakarta: Pemerintah RI.

Y.A. Wulur, (2014) “Pola Distribusi Bunyi dan Toleransi Kebisingan Pada
Perumahan di Kawasan Bandara” Manado, Master Thesis, Program Pasca
Sarjana Universitas Sam Ratulangi.

Universitas Sumatera Utara


1

Lampiran 2.1
Nilai Ambang Batas (NAB) – Tingkat Bising Menurut
Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No.KEP 51/MEN/1999

Sumber Bising Jarak Sumber Tingkat


Bising Bising (dB)
( ft / m /cm)

1 Detik arloji 20
2 Halaman tenang 30
3 Rumah tenang pada umumnya 42
4 Jalan permukiman yang tenang 48
5 Kantor bisnis pribadi 50
6 Kantor dengan lanscape 53
7 Knator besar yang konvensional 60
8 Pembicaraan normal 3 ft / 90 cm 62
9 Mobil penumpang pada lalu-lintas kota 20 ft / 6 m 70
10 Pabrik tenang 70
11 Mobil penumpang di jalan raya 20 ft / 6 m 76
12 Pembicaraan keras 3 ft / 90 cm 78
13 Pabrik yang bising 80
14 Mesin kantor 3 ft / 90 cm 80
15 Ruang teletype surat kabar 80
16 Motor tempel 10-Hp 50 ft / 15 m 88
17 Lalu-lintas kota pada jam sibuk 10 ft / 3 m 90
17 Jet besar lepas landas 3.300 ft / 1000 m 90
19 Motor sport atau truk 30 ft / 9 m 94
20 Bedil riveting 3 ft / 90 cm 100
21 Mesinpotong rumput 10 ft / 3 m 105
22 Band music rock 113
23 Jet besar lepas landas 500 ft / 150 m 115
24 Sirene 50-Hp 100 ft / 30 m 138
25 Rocket ruang angkasa 175

Sumber: Kementrian Tenaga Kerja, 1999

Universitas Sumatera Utara


2

Lampiran 2.2
Nilai Ambang Batas (NAB) - Waktu
Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No.KEP 51/MEN/1999

Satuan Waktu Lama Pemajanan Per Nilai dB-A


Hari
Jam 24 80
16 82
8 85
4 88
2 91
1 94

Menit 30 97
15 100
7.5 103
3.75 106
1.88 109
0.94 112

Detik 28.12 115


14.06 118
7.03 121
3.75 124
1.76 127
0.88 130
0.44 133
0.22 136
0.11 139
Sumber: Kementrian Tenaga Kerja, 1999

Universitas Sumatera Utara


3

Lampiran 2.3
Kebisingan Ruangan Menurut Keputusan Menteri Kesehatan
No. 261/MENKES/SK/II/1998

N0. Tingkat Kebisingan (dB- Pemaparan Harian


A)
1 85 8 jam
2 92 6 jam
3 88 4 jam
4 97 3 jam
5 91 2 jam
6 94 1 jam
7 97 30 menit
8 100 15 menit
Sumber: Kementrian Kesehatan, 1998

Universitas Sumatera Utara


4

Lampiran 2.4
Baku Tingkat Kebisingan Menurut Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup No.48 Tahun 1996

Peruntukan Kawasan / Lingkungan Kesehatan Tingkat Kebisingan


dB-A

Peruntukan Kawasan 55
1 Perumahan dan pemukiman 70
2 Perdagangan dan jasa 65
3 Perkantoran dan perdagangan 50
4 Ruang terbuka hijau 70
5 Industri 60
6 Pemerintahan dan fasilitas umum 70
7 Rekreasi

Kawasan khusus :
8 Bandar udara 60
9 Stasiun kereta api 70
10 Pelabuhan laut 70

Lingkungan Kegiatan
11 Rumah sakit atau sejenisnya 55
12 Sekolah atau sejenisnya 55
13 Tempat ibadah atau sejenisnya 55

Sumber: Kementrian Lingkungan Hidup, 1996

Universitas Sumatera Utara


5

Lampiran 2.5
Pembangunan Pelestarian Lingkungan Hidup Bandara
Menurut Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 2012

No. Kawasan Kebisingan Indek Kebisingan Pesawat Udara


(WECPNL)

1 kebisingan tingkat I Lebih besar atau sama dengan 70


sampai dengan lebih kecil dari 75

2 kebisingan tingkat II Lebih besar atau sama dengan 75


sampai dengan lebih kecil dari 80

3 kebisingan tingkat III Lebih besar atau sama dengan 80

Sumber: Kementrian Perhubungan, 2012

Universitas Sumatera Utara


6

Lampiran 3.1
Dimensi Runway, Taxiway dan Apron

Sumber: Departemen Perhubungan, 2007

Universitas Sumatera Utara


7

Lampiran 3.2
Pengelola Bandara di Indonesia

UPT – DJU (273 bandara)

BANDAR Bandara Umum PT. Angkasa Pura (26 PT. Angkasa Pura I
UDARA (299 bandara) bandara) (13 bandara)
(KM 69/2013) PT. Angkasa Pura II
(13 bandara)
Bandara Khusus
13 bandara yang dikelola PT. AP I 1. Bandara Ngurah Rai – Bali
(berada di wilayah timur 2. Bandara Juanda – Surabaya
Indonesia) 3. Bandara Hasauddin – Makasar
4. Bandara Sepinggan – Balikpapan
5. Bandara Frans Kaisiepo – Biak
6. Bandara Sam Ratulangi – Manado
7. Bandara Syamsudin Noor – Banjarmasin
8. Bandara Ahmad Yani – Semarang
9. Bandara Adisucipto – Yogyakarta
10. Bandara Adisumarmo – Surakarta
11. Bandara Lombok – Lombok
12. Bandara Pattimura – Ambon
13. Bandara El Tari – Kupang
13 bandara yang dikelola PT. AP 1. Bandara Soekarno Hatta - Jakarta
II 2. Bandara Halim Perdanakusuma - Jakarta
(berada di wilayah barat 3. Bandara Husein Sastranegara - Bandung
Indonesia) 4. Bandara Kualanamu - Medan
5. Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II -
Palembang
6. Bandara Sultan Syarif Kasim II - Pekanbaru
7. Bandara Minangkabau - Padang
8. Bandara Supadio - Pontianak
9. Bandara Raja Haji Fisabilillah – Tanjung pinang
10. Bandara Sultan Taha - Jambi
11. Bandara Depati Amir – Pangkal Pinang
12. Bandara Sultan Iskandar Muda - Aceh
13. Bandara Silangit – Siborong Borong
Sumber: Kementrian Perhubungan, 2013

Universitas Sumatera Utara


8

Lampiran 3.3
Tahap Pengembangan Bandar Udara Juanda Surabaya

Sumber: Departemen Perhubungan, 2007

Universitas Sumatera Utara


9

Lampiran 3.4
Gambar Denah dan Konstruksi
Gedung Administrasi Bandara Juanda Surabaya

Sumber: Departemen Perhubungan, 2007

Universitas Sumatera Utara


10

Lampiran 3.5
Gambar Detail Pintu-Jendela Gedung Administrasi Bandara Juanda Surabaya

Sumber: Departemen Perhubungan, 2007

10

Universitas Sumatera Utara


11

Lampiran 3.6
Spesifikasi Material Gedung Administrasi Bandara Juanda, Surabaya

Exterior
Roof glazed tiles type “genteng pletong”
glazed ridge tile
waterproofing (50 mm)
galvanized iron sheet (0.65 mm)
8 mm glazed ceramic tile finish on concrete 50 mm thk
Skylight
Parapet jotashield cleo
Colored anodized aluminium panel cladding
Downspout galvanized steel pipe
Wall marble stone (15 mm)
glazed tile teracotta 200 x 52 (8 mm)
jotashield cleo
colored anodized aluminium panel cladding

Exterior
Floor cement render
glazed tile 400 x 400 (8 mm)
natural granite stone (18 mm)
marble stone (15 mm)
concrete block (60 mm)
Window aluminium window
Door aluminium steel door
aluminium door
Rolling shutter door aluminium steel door

Interior
floor natural granite (18 mm)
marble stone (15 mm)
homogeneous tile 300 x 600
anti static vinil tile 504 x 504
glaze ceramic tile 400 x 400 (8 mm)
cement render
concrete slab
raised floor calsium sulphate panel
carpet tile 24” x 24”
Base natural granite (18 mm)
marble stone (15 mm)
poly vinyl soft tile H=100mm (2 mm)
cement render H=100mm
hard wood H=100mm
wall natural granite (18 mm)
marble stone (15 mm)
glaze ceramic (8 mm)
cement render
gypsum board (12 mm)

11

Universitas Sumatera Utara


12

cocered glass fiber


glaze ceramic 200 x 2508 mm
wooden decorative ornamen
column expose concrete
wooden decorative ornamen
Ceiling mineral acoustic tile (15 mm)
gypsum board (9 mm)
ceiling panel system 600 x 600 mm
calcium cilicate board (6 mm)
exposed concrete
exposed steel structure
fabric covered glass fiber t = 50 mm

wooden decorative ceiling


perforated metal sheet
Ceiling trim anodized aluminium extrusion
angle W perimeter
Girder & beam expose concrete
wooden decorative ornamen

Sumber: Departemen Perhubungan, 2007

12

Universitas Sumatera Utara


13

Lampiran 4.1
Tabel Indek Kebisingan Bandara di Indonesia

Indek kebisingan (WECPNL)


Bandara Tingkat I Tingkat II Tingkat III
(70-75) (75-80) (>80 )
1 Soekarno Hatta - 8.831 M dari ujung 5.554 M dari ujung 835 M dari ujung
Jakarta R/W 25L R/W 25L R/W 25L
6.630 M dari ujung 4.294 M dari ujung 821 M dari ujung
R/W 07R R/W 07R R/W 07R

2 Juanda - Surabaya 9.441 M dari ujung 6.573 M dari ujung 4.126 M dari ujung
R/W 10 R/W 10 R/W 10
7.125 M dari ujung 6.128 M dari ujung 3.347 M dari ujung
R/W 28 R/W 28 R/W 28
3 Sultan Syarif Kasim 3.516 M dari ujung 1.671 M dari ujung 595 M dari ujung
II – Pekan Baru R/W 18 R/W 18 R/W 18
3.923 M dari ujung 1.957 M dari ujung 793 M dari ujung
R/W 36 R/W 36 R/W 36
4 Sultan Mahmud 4.728 M dari ujung 2.640 M dari ujung 1.508 M dari ujung
Badaruddin II - R/W 29 R/W 29 R/W 29
Palembang 5.246 M dari ujung 3.164 M dari ujung 1.876 M dari ujung
R/W 11 R/W 11 R/W 11
5 Supadio - Pontianak 4.590 M dari ujung 2.414 M dari ujung 1067 M dari ujung
R/W 15 R/W 15 R/W 15
4.080 M dari ujung 1.605 M dari ujung 536 M dariujung R/W
R/W 33 R/W 33 33
Sumber: Kementrian Lingkungan Hidup, 2011

13

Universitas Sumatera Utara


14

Lampiran 4.2
Intensitas Bunyi Pada Kawasan Bandara

14

Universitas Sumatera Utara


15

Lampiran 4.3
Tabel Jarak Bangunan ke Sumber Bising di Bandara Juanda Surabaya

Jarak terdekat/jenis penghalang


Landas
No. Gedung
Landas pacu penghubung Landas parkir

1 Gedung Terminal 615M 240M 45 M


Lanscape. lanscape. GSE.
2 Gedung Kargo 440M 250M 430 M
Lanscape lanscape. Lanscape
landas jalan inspeksi.
penghubung.
3 Gedung Administrasi 590M 415M 90 M
Lanscape Lanscape Lanscape
jalan inspeksi jalan inspeksi. jalan inspeksi.
landas
penghubung.
4 Gedung Operasional 590M 415M 90 M
Lanscape Lanscape Lanscape
jalan inspeksi jalan inspeksi. jalan inspeksi.
landas
penghubung.
5 Gedung Pompa-1 330 M 150 M 1400 M
Reg. Ponding Reg. Ponding Reg. Ponding
Lanscape Jalan inspeksi
Landas Lanscape.
penghubung
6 Gedung Pompa-3 460 M 400 M 700 M
Reg. Ponding Reg. Ponding Jalan inspeksi
Lanscape Lanscape. Gedung
Landas Reg. Ponding.
penghubung.
7 Fuel supply building 530 M 350 M 1.070 M
Jalan inspeksi Jalan inspeksi Jalan inspeksi
Reg. Ponding Reg. Ponding. Lanscape
Lanscape Gedung.
Landas
penghubung.
8 Gedung Otorita Bandara 600M 420M 63 M
Lanscape Lanscape Lanscape
Jalan inspeksi. Jalan inspeksi. Jalan inspeksi.
9 Gedung VVIP 660 M 270 M 85 M
GSE GSE GSE
lanscape lanscape lanscape.
Landas parkir Landas parkir.
Landas
penghubung.

Sumber: Departemen Perhubungan RI, 2007

15

Universitas Sumatera Utara


16

Lampiran 4.4
Pekerja Beresiko Terkena Dampak Kebisingan di Badar Udara Juanda Surabaya

Jumlah
No Pekerja Gedung/Ruang petugas/jam Sumber Bising
bertugas
1 Teknisi radio komunikas TX Station/Ruang 1-2 orang/3-4 jam Landas hubung
peralatan TX Landas pacu
2 Operator dan teknisi pompa Pump House -1/Ruang 2-3 orang/8 jam Landas hubung
operator ops bandara Landas pacu
3 Teknisi listrik Sub Station 10/Ruang 1-2 orang/3-4 jam Landas hubung
panel listrik Landas pacu
4 Operator muatan kargo Cargo building/Ruang 1-2 orang/8 jam Landas hubung
kargo ops bandara Landas pacu
5 Karyawan administrasi Administration 70-100 orang/8 jam Landas hubung
Building/Ruang kerja ops bandara Landas pacu
karyawan dan ruang
pertemuan
6 Karyawan pengawas Operational 10-20 orang/8 jam Landas hubung
operasional Building/Ruang kerja ops bandara Landas pacu
karyawan dan ruang
pertemuan
7 Opeartor GSE Pasenger Terminal 5-7 orang/8 jam Landas parkir
Building/Ruang kontrol ops bandara Landashubung
GSE Landas pacu
8 Teknisi listrik Sub station 28/Ruang 1-2 orang/3-4 jam Landas hubung
panel listrik Landas pacu
9 Operator dan teknisi pompa Pump house-3/Ruang 2-3 orang/8 jam Landas hubung
operator ops bandara Landas pacu
Sumber: Angkasa Pura Airports, 2013

16

Universitas Sumatera Utara


17

Lampiran 4.5
Nilai Intensitas Bunyi (Ruang Luar) Pada Fasilitas Sisi Darat Badar Udara Juanda
HARI KE I (5 Januari 2016) JARAK
DARI NILAI KEBISINGAN (dBA)
TITIK PENGUKURAN RUNWAY

1 Gedung terminal penumpang 615 m 98

2 Gedung terminal kargo 440 m 109

3 Gedung administrasi 590 m 105

4 Gedung operasional 590 m 111

5 Gedung pompa-1 330 m 107

6 Gedung pompa-3 460 m 109

7 Gedung depo bahan bakar pesawat 530 m 97

8 Gedung otorita bandar 600 m 99

9 Gedung VVIP 600 m 98

periode pengambilan data (wib) 05.00-07.00 07.00-09.00 09.00-011.00 11.00-13.00 13.00-15.00 15.00-17.00 17.00-19.00 19.00-21.00 21.00-24.00

HARI KE II (6 Januari 2016) JARAK


DARI NILAI KEBISINGAN (dBA)
TITIK PENGUKURAN RUNWAY

1 Gedung terminal penumpang 615 m 99

2 Gedung terminal kargo 440 m 105

3 Gedung administrasi 590 m 105

4 Gedung operasional 590 m 97

5 Gedung pompa-1 330 m 108

6 Gedung pompa-3 460 m 109

7 Gedung depo bahan bakar pesawat 530 m 98

8 Gedung otorita bandar 600 m 104

9 Gedung VVIP 600 m 98

periode pengambilan data (wib) 05.00-07.00 07.00-09.00 09.00-011.0011.00-13.00 13.00-15.00 15.00-17.00 17.00-19.00 19.00-21.00 21.00-24.00

HARI KE III (7 Januari 2016) JARAK


DARI NILAI KEBISINGAN (dBA)
TITIK PENGUKURAN RUNWAY

1 Gedung terminal penumpang 615 m 100

2 Gedung terminal kargo 440 m 100

3 Gedung administrasi 590 m 107

4 Gedung operasional 590 m 103

5 Gedung pompa-1 330 m 115

6 Gedung pompa-3 460 m 112

7 Gedung depo bahan bakar pesawat 530 m 98

8 Gedung otorita bandar 600 m 101

9 Gedung VVIP 600 m 97

periode pengambilan data (wib) 05.00-07.00 07.00-09.00 09.00-011.0011.00-13.00 13.00-15.00 15.00-17.00 17.00-19.00 19.00-21.00 21.00-24.00

17

Universitas Sumatera Utara


18

Lampiran 4.6
Nilai Intensitas Bunyi (Ruang Dalam) Pada Fasilitas Sisi Darat Badar Udara Juanda
HARI KE I (5 Januari 2016) JARAK
DARI NILAI KEBISINGAN (dBA)
TITIK PENGUKURAN RUNWAY

1 Gedung terminal penumpang 615 m 75

2 Gedung terminal kargo 440 m 85

3 Gedung administrasi 590 m

4 Gedung operasional 590 m 75

5 Gedung pompa-1 330 m 87

6 Gedung pompa-3 460 m 85

7 Gedung depo bahan bakar pesawat 530 m 76

8 Gedung otorita bandar 600 m 78

9 Gedung VVIP 600 m 75

periode pengambilan data (wib) 05.00-07.00 07.00-09.00 09.00-011.00 11.00-13.00 13.00-15.00 15.00-17.00 17.00-19.00 19.00-21.00 21.00-24.00

HARI KE II (6 Januari 2016) JARAK


DARI NILAI KEBISINGAN (dBA)
TITIK PENGUKURAN RUNWAY

1 Gedung terminal penumpang 615 m 72

2 Gedung terminal kargo 440 m 84

3 Gedung administrasi 590 m

4 Gedung operasional 590 m 76

5 Gedung pompa-1 330 m 86

6 Gedung pompa-3 460 m 85

7 Gedung depo bahan bakar pesawat 530 m 76

8 Gedung otorita bandar 600 m 77

9 Gedung VVIP 600 m 74

periode pengambilan data (wib) 05.00-07.00 07.00-09.00 09.00-011.0011.00-13.00 13.00-15.00 15.00-17.00 17.00-19.00 19.00-21.00 21.00-24.00

HARI KE III (7 Januari 2016) JARAK


DARI NILAI KEBISINGAN (dBA)
TITIK PENGUKURAN RUNWAY

1 Gedung terminal penumpang 615 m 78

2 Gedung terminal kargo 440 m 81

3 Gedung administrasi 590 m

4 Gedung operasional 590 m 75

5 Gedung pompa-1 330 m 86

6 Gedung pompa-3 460 m 84

7 Gedung depo bahan bakar pesawat 530 m 76

8 Gedung otorita bandar 600 m 79

9 Gedung VVIP 600 m 74

periode pengambilan data (wib) 05.00-07.00 07.00-09.00 09.00-011.0011.00-13.00 13.00-15.00 15.00-17.00 17.00-19.00 19.00-21.00 21.00-24.00

18

Universitas Sumatera Utara


19

Lampiran 5.1
Tabel Contoh Produk Flat Glass

No. NAMA PABRIKAN / PRODUK FLATGLASS Efektifitas (IL=dBA)

1 PT. Intan Safety Glass


flat glass 6mm 23
flat glass 8mm 24
flat glass 2 x 6mm (DG) 27

2 PT. Alam Kaca Prabawa Indonesia


flat glass 6mm 24
flat glass 8mm 25
flat glass 2 x 6mm (DG) 28
flat glass 2 x 8mm (DG) 30

3 PT. 3M Indonesia
flat glass 6mm 26
flat glass 8mm 27
flat glass 10mm 28
flat glass 2 x 6mm (DG) 30
flat glass 2 x 8mm (DG) 32

4 PT. Asahimas
flat glass 6mm 25
flat glass 8mm 26
flat glass 10mm 27
flat glass 2 x 6mm (DG) 29
flat glass 2 x 8mm (DG) 31
flat glass 2 x 10mm (DG) 33

catatan :
nilai reduksi bunyi pada minimal material L = 0,5m dan H = 3-4m
sumber : spesifikasi pada brosur produk

19

Universitas Sumatera Utara


20

Lampiran 6.1
Tabel Perhitungan Kemampuan Reduksi Kaca Tunggal 6mm

A. Modified Noise Level


NOISE LEVEL (dB) DISTANCE OF MODIFIED NL (dB) MNL - BR
NO. GEDUNG FUNGSI AT SOURCE THE BUILDING - Km ( NLS - 20 log 10 r - 10.9 ) BARIER (dB) ( dB )
( NLS ) (r) ( MNL ) ( BR )
A B C D E F
1 Passenger terminal building Pelayanan penumpang 140 5.9 121 5 Lanscape 116
2 Cargo building Penyimpanan kargo 140 4.2 124 5 Lanscape 119
3 Administrasi Pengelola administrasi bandara 140 5.7 122 5 Lanscape 117
4 Operasional Pengelola operasional bandara 140 5.7 122 5 Lanscape 117
5 Pump house - 1 Pengendali banjir kawasan bandara 140 3.1 125 5 Reg. Ponding 120
6 Pump house - 3 Pengendali banjir kawasan bandara 140 4.4 123 5 Reg. Ponding 118
7 Fuel supply building Pengontrol suplai bahan bakar pesawat 140 5.1 123 3 Jalan inspeksi 120
8 Otoritas bandara Administrasi pengawas bandara 140 5.8 122 5 Lanscape 117
9 VVIP building Terminal khusus pejamabt negara 140 6.4 121 3 GSE 118

B. Inside Noise Level

NOISE REDUCTION AMBIENT NOISE


INDEX (Rw) INDEX LEVEL (F) AREA OF GLASS ( ANL - Rw + Log 10 S )
M2 (S )
G I J K L M
6 mm 31 tinted glass 116 130 88
6 mm 31 tinted glass 119 130 90
6 mm 31 tinted glass 117 130 88
6 mm 31 tinted glass 117 130 88
6 mm 31 tinted glass 120 130 91
6 mm 31 tinted glass 118 130 90
6 mm 31 tinted glass 120 130 91
6 mm 31 tinted glass 117 130 88
6 mm 31 tinted glass 118 130 89

20

Universitas Sumatera Utara


21

Lampiran 6.2
Tabel Perhitungan Kemampuan Reduksi Kaca Tunggal 8mm

A. Modified Noise Level


NOISE LEVEL (dB) DISTANCE OF MODIFIED NL (dB) MNL - BR
NO. GEDUNG FUNGSI AT SOURCE THE BUILDING - Km ( NLS - 20 log 10 r - 10.9 ) BARIER (dB) ( dB )
( NLS ) (r) ( MNL ) ( BR )
A B C D E F
1 Passenger terminal building Pelayanan penumpang 135 6.15 116 5 Lanscape 111
2 Cargo building Penyimpanan kargo 135 4.4 118 5 Lanscape 113
3 Administrasi Pengelola administrasi bandara 140 5.7 122 5 Lanscape 117
4 Operasional Pengelola operasional bandara 135 5.9 116 5 Lanscape 111
5 Pump house - 1 Pengendali banjir kawasan bandara 135 3.3 120 5 Reg. Ponding 115
6 Pump house - 3 Pengendali banjir kawasan bandara 135 4.6 118 5 Reg. Ponding 113
7 Fuel supply building Pengontrol suplai bahan bakar pesawat 135 5.3 117 3 Jalan inspeksi 114
8 Otoritas bandara Administrasi pengawas bandara 135 6 116 5 Lanscape 111
9 VVIP building Terminal khusus pejamabt negara 135 6.6 116 3 GSE 113

B. Inside Noise Level

NOISE REDUCTION AMBIENT NOISE


INDEX (Rw) INDEX LEVEL (F) AREA OF GLASS ( ANL - Rw + Log 10 S )
GLASS-1 (mm) M2 (S )
G I J K L M
8 mm 32 tinted glass 111 173 81
8 mm 32 tinted glass 113 173 84
8 mm 32 tinted glass 117 173 87
8 mm 32 tinted glass 111 173 82
8 mm 32 tinted glass 115 173 85
8 mm 32 tinted glass 113 173 83
8 mm 32 tinted glass 114 173 84
8 mm 32 tinted glass 111 173 82
8 mm 32 tinted glass 113 173 83

21

Universitas Sumatera Utara


22

Lampiran 6.3
Tabel Perhitungan Kemampuan Reduksi Kaca Tunggal 10mm

A. Modified Noise Level


NOISE LEVEL (dB) DISTANCE OF MODIFIED NL (dB) MNL - BR
NO. GEDUNG FUNGSI AT SOURCE THE BUILDING - Km ( NLS - 20 log 10 r - 10.9 ) BARIER (dB) ( dB )
( NLS ) (r) ( MNL ) ( BR )
A B C D E F
1 Passenger terminal building Pelayanan penumpang 135 6.15 116 5 Lanscape 111
2 Cargo building Penyimpanan kargo 135 4.4 118 5 Lanscape 113
3 Administrasi Pengelola administrasi bandara 140 5.7 122 5 Lanscape 117
4 Operasional Pengelola operasional bandara 135 5.9 116 5 Lanscape 111
5 Pump house - 1 Pengendali banjir kawasan bandara 135 3.3 120 5 Reg. Ponding 115
6 Pump house - 3 Pengendali banjir kawasan bandara 135 4.6 118 5 Reg. Ponding 113
7 Fuel supply building Pengontrol suplai bahan bakar pesawat 135 5.3 117 3 Jalan inspeksi 114
8 Otoritas bandara Administrasi pengawas bandara 135 6 116 5 Lanscape 111
9 VVIP building Terminal khusus pejamabt negara 135 6.6 116 3 GSE 113

B. Inside Noise Level

NOISE REDUCTION AMBIENT NOISE


INDEX (Rw) INDEX LEVEL (F) AREA OF GLASS ( ANL - Rw + Log 10 S )
GLASS-1 (mm) M2 (S )
G I J K L M
10 mm 33 tinted glass 111 217 80
10 mm 33 tinted glass 113 217 83
10 mm 33 tinted glass 117 217 86
10 mm 33 tinted glass 111 217 81
10 mm 33 tinted glass 115 217 84
10 mm 33 tinted glass 113 217 82
10 mm 33 tinted glass 114 217 84
10 mm 33 tinted glass 111 217 81
10 mm 33 tinted glass 113 217 82

22

Universitas Sumatera Utara


23

Lampiran 6.4
Tabel Perhitungan Kemampuan Reduksi Kaca Ganda 2 x 6mm

A. Modified Noise Level


NOISE LEVEL (dB) DISTANCE OF MODIFIED NL (dB) MNL - BR
NO. GEDUNG AT SOURCE THE BUILDING - Km ( NLS - 20 log 10 r - 10.9 ) BARIER (dB) ( dB )
( NLS ) (r) ( MNL ) ( BR )
A B C D E F
1 Passenger terminal building 135 6.15 116 5 Lanscape 111
2 Cargo building 135 4.4 118 5 Lanscape 113
3 Administrasi 140 5.65 122 5 Lanscape 117
4 Operasional 135 5.9 116 5 Lanscape 111
5 Pump house - 1 135 3.3 120 5 Reg. Ponding 115
6 Pump house - 3 135 4.6 118 5 Reg. Ponding 113
7 Fuel supply building 135 5.3 117 3 Jalan inspeksi 114
8 Otoritas bandara 135 6 116 5 Lanscape 111
9 VVIP building 135 6.6 116 3 GSE 113

B. Inside Noise Level-1

NOISE REDUCTION AMBIENT NOISE


INDEX (Rw) INDEX LEVEL (F) AREA OF GLASS ( ANL - Rw + Log 10 S )
GLASS-1 (mm) GLASS-2 (mm) M2 (S )
G H I J K L M
6 mm 31 tinted glass 111 130 82
6 mm 31 tinted glass 113 130 84
6 mm 31 tinted glass 117 130 88
6 mm 31 tinted glass 111 130 83
6 mm 31 tinted glass 115 130 86
6 mm 31 tinted glass 113 130 84
6 mm 31 tinted glass 114 130 85
6 mm 31 tinted glass 111 130 82
6 mm 31 tinted glass 113 130 84

C. Inside Noise Level-2

NOISE REDUCTION AMBIENT NOISE


INDEX (Rw) INDEX LEVEL (F) AREA OF GLASS ( ANL - Rw + Log 10 S )
GLASS-1 (mm) GLASS-2 (mm) M2 (S )
G H I J K L M
6 mm 31 tinted glass 82 130 53
6 mm 31 tinted glass 84 130 56
6 mm 31 tinted glass 88 130 59
6 mm 31 tinted glass 83 130 54
6 mm 31 tinted glass 86 130 57
6 mm 31 tinted glass 84 130 55
6 mm 31 tinted glass 85 130 56
6 mm 31 tinted glass 82 130 54
6 mm 31 tinted glass 84 130 55

23

Universitas Sumatera Utara


24

Lampiran 6.5
Tabel Perhitungan Kemampuan Reduksi Kaca Ganda 2 x 8mm

A. Modified Noise Level

NOISE LEVEL (dB) DISTANCE OF MODIFIED NL (dB) MNL - BR


NO. GEDUNG AT SOURCE THE BUILDING - Km ( NLS - 20 log 10 r - 10.9 ) BARIER (dB) ( dB )
( NLS ) (r) ( MNL ) ( BR )
A B C D E F
1 Passenger terminal building 135 6.15 116 5 Lanscape 111
2 Cargo building 135 4.4 118 5 Lanscape 113
3 Administrasi 140 5.65 122 5 Lanscape 117
4 Operasional 135 5.9 116 5 Lanscape 111
5 Pump house - 1 135 3.3 120 5 Reg. Ponding 115
6 Pump house - 3 135 4.6 118 5 Reg. Ponding 113
7 Fuel supply building 135 5.3 117 3 Jalan inspeksi 114
8 Otoritas bandara 135 6 116 5 Lanscape 111
9 VVIP building 135 6.6 116 3 GSE 113

B. Inside Noise Level-1

NOISE REDUCTION AMBIENT NOISE


INDEX (Rw) INDEX LEVEL (F) AREA OF GLASS ( ANL - Rw + Log 10 S )
GLASS-1 (mm) GLASS-2 (mm) M2 (S )
G H I J K L M
8 mm 32 tinted glass 111 173 81
8 mm 32 tinted glass 113 173 84
8 mm 32 tinted glass 117 173 87
8 mm 32 tinted glass 111 173 82
8 mm 32 tinted glass 115 173 85
8 mm 32 tinted glass 113 173 83
8 mm 32 tinted glass 114 173 84
8 mm 32 tinted glass 111 173 82
8 mm 32 tinted glass 113 173 83

C. Inside Noise Level-2

NOISE REDUCTION AMBIENT NOISE


INDEX (Rw) INDEX LEVEL (F) AREA OF GLASS ( ANL - Rw + Log 10 S )
GLASS-1 (mm) GLASS-2 (mm) M2 (S )
G H I J K L M
8 mm 32 tinted glass 81 173 52
8 mm 32 tinted glass 84 173 54
8 mm 32 tinted glass 87 173 57
8 mm 32 tinted glass 82 173 52
8 mm 32 tinted glass 85 173 55
8 mm 32 tinted glass 83 173 54
8 mm 32 tinted glass 84 173 55
8 mm 32 tinted glass 82 173 52
8 mm 32 tinted glass 83 173 53

24

Universitas Sumatera Utara


25

Lampiran 6.6
Tabel Perhitungan Kemampuan Reduksi Kaca Ganda 2 x 10mm

A. Modified Noise Level


NOISE LEVEL (dB) DISTANCE OF MODIFIED NL (dB) MNL - BR
NO. GEDUNG AT SOURCE THE BUILDING - Km ( NLS - 20 log 10 r - 10.9 ) BARIER (dB) ( dB )
( NLS ) (r) ( MNL ) ( BR )
A B C D E F
1 Passenger terminal building 135 6.15 116 5 Lanscape 111
2 Cargo building 135 4.4 118 5 Lanscape 113
3 Administrasi 140 5.65 122 5 Lanscape 117
4 Operasional 135 5.9 116 5 Lanscape 111
5 Pump house - 1 135 3.3 120 5 Reg. Ponding 115
6 Pump house - 3 135 4.6 118 5 Reg. Ponding 113
7 Fuel supply building 135 5.3 117 3 Jalan inspeksi 114
8 Otoritas bandara 135 6 116 5 Lanscape 111
9 VVIP building 135 6.6 116 3 GSE 113

B. Inside Noise Level-1

NOISE REDUCTION AMBIENT NOISE


INDEX (Rw) INDEX LEVEL (F) AREA OF GLASS ( ANL - Rw + Log 10 S )
GLASS-1 (mm) GLASS-2 (mm) M2 (S )
G H I J K L M
10 mm 33 tinted glass 111 217 80
10 mm 33 tinted glass 113 217 83
10 mm 33 tinted glass 117 217 86
10 mm 33 tinted glass 111 217 81
10 mm 33 tinted glass 115 217 84
10 mm 33 tinted glass 113 217 82
10 mm 33 tinted glass 114 217 84
10 mm 33 tinted glass 111 217 81
10 mm 33 tinted glass 113 217 82

C. Inside Noise Level-2

NOISE REDUCTION AMBIENT NOISE


INDEX (Rw) INDEX LEVEL (F) AREA OF GLASS ( ANL - Rw + Log 10 S )
GLASS-1 (mm) GLASS-2 (mm) M2 (S )
G H I J K L M
10 mm 33 tinted glass 80 217 50
10 mm 33 tinted glass 83 217 52
10 mm 33 tinted glass 86 217 55
10 mm 33 tinted glass 81 217 50
10 mm 33 tinted glass 84 217 53
10 mm 33 tinted glass 82 217 52
10 mm 33 tinted glass 84 217 53
10 mm 33 tinted glass 81 217 50
10 mm 33 tinted glass 82 217 51

25

Universitas Sumatera Utara


26

Lampiran 6.7
Tabel Perhitungan Kemampuan Reduksi Kaca Ganda 6mm-8mm

A. Modified Noise Level


NOISE LEVEL (dB) DISTANCE OF MODIFIED NL (dB) MNL - BR
NO. GEDUNG AT SOURCE THE BUILDING - Km ( NLS - 20 log 10 r - 10.9 ) BARIER (dB) ( dB )
( NLS ) (r) ( MNL ) ( BR )
A B C D E F
1 Passenger terminal building 135 6.15 116 5 Lanscape 111
2 Cargo building 135 4.4 118 5 Lanscape 113
3 Administrasi 140 5.65 122 5 Lanscape 117
4 Operasional 135 5.9 116 5 Lanscape 111
5 Pump house - 1 135 3.3 120 5 Reg. Ponding 115
6 Pump house - 3 135 4.6 118 5 Reg. Ponding 113
7 Fuel supply building 135 5.3 117 3 Jalan inspeksi 114
8 Otoritas bandara 135 6 116 5 Lanscape 111
9 VVIP building 135 6.6 116 3 GSE 113

B. Inside Noise Level-1

NOISE REDUCTION AMBIENT NOISE


INDEX (Rw) INDEX LEVEL (F) AREA OF GLASS ( ANL - Rw + Log 10 S )
GLASS-1 (mm) GLASS-2 (mm) M2 (S )
G H I J K L M
6 mm 31 tinted glass 111 130 82
6 mm 31 tinted glass 113 130 84
6 mm 31 tinted glass 117 130 88
6 mm 31 tinted glass 111 130 83
6 mm 31 tinted glass 115 130 86
6 mm 31 tinted glass 113 130 84
6 mm 31 tinted glass 114 130 85
6 mm 31 tinted glass 111 130 82
6 mm 31 tinted glass 113 130 84

C. Inside Noise Level-2

NOISE REDUCTION AMBIENT NOISE


INDEX (Rw) INDEX LEVEL (F) AREA OF GLASS ( ANL - Rw + Log 10 S )
GLASS-1 (mm) GLASS-2 (mm) M2 (S )
G H I J K L M
8 mm 32 tinted glass 82 173 52
8 mm 32 tinted glass 84 173 55
8 mm 32 tinted glass 88 173 58
8 mm 32 tinted glass 83 173 53
8 mm 32 tinted glass 86 173 56
8 mm 32 tinted glass 84 173 54
8 mm 32 tinted glass 85 173 56
8 mm 32 tinted glass 82 173 53
8 mm 32 tinted glass 84 173 54

26

Universitas Sumatera Utara


27

Lampiran 6.8
Tabel Perhitungan Kemampuan Reduksi Kaca Ganda 6mm-8mm

A. Modified Noise Level


NOISE LEVEL (dB) DISTANCE OF MODIFIED NL (dB) MNL - BR
NO. GEDUNG AT SOURCE THE BUILDING - Km ( NLS - 20 log 10 r - 10.9 ) BARIER (dB) ( dB )
( NLS ) (r) ( MNL ) ( BR )
A B C D E F
1 Passenger terminal building 135 6.15 116 5 Lanscape 111
2 Cargo building 135 4.4 118 5 Lanscape 113
3 Administrasi 140 5.65 122 5 Lanscape 117
4 Operasional 135 5.9 116 5 Lanscape 111
5 Pump house - 1 135 3.3 120 5 Reg. Ponding 115
6 Pump house - 3 135 4.6 118 5 Reg. Ponding 113
7 Fuel supply building 135 5.3 117 3 Jalan inspeksi 114
8 Otoritas bandara 135 6 116 5 Lanscape 111
9 VVIP building 135 6.6 116 3 GSE 113

B. Inside Noise Level-1

NOISE REDUCTION AMBIENT NOISE


INDEX (Rw) INDEX LEVEL (F) AREA OF GLASS ( ANL - Rw + Log 10 S )
GLASS-1 (mm) GLASS-2 (mm) M2 (S )
G H I J K L M
6 mm 31 tinted glass 111 130 82
6 mm 31 tinted glass 113 130 84
6 mm 31 tinted glass 117 130 88
6 mm 31 tinted glass 111 130 83
6 mm 31 tinted glass 115 130 86
6 mm 31 tinted glass 113 130 84
6 mm 31 tinted glass 114 130 85
6 mm 31 tinted glass 111 130 82
6 mm 31 tinted glass 113 130 84

C. Inside Noise Level-2

NOISE REDUCTION AMBIENT NOISE


INDEX (Rw) INDEX LEVEL (F) AREA OF GLASS ( ANL - Rw + Log 10 S )
GLASS-1 (mm) GLASS-2 (mm) M2 (S )
G H I J K L M
10 mm 33 tinted glass 82 217 52
10 mm 33 tinted glass 84 217 54
10 mm 33 tinted glass 88 217 57
10 mm 33 tinted glass 83 217 52
10 mm 33 tinted glass 86 217 55
10 mm 33 tinted glass 84 217 54
10 mm 33 tinted glass 85 217 55
10 mm 33 tinted glass 82 217 52
10 mm 33 tinted glass 84 217 53

27

Universitas Sumatera Utara


28

Lampiran 6.9
Tabel Perhitungan Kemampuan Reduksi Kaca Ganda 8mm-10mm

A. Modified Noise Level


NOISE LEVEL (dB) DISTANCE OF MODIFIED NL (dB) MNL - BR
NO. GEDUNG AT SOURCE THE BUILDING - Km ( NLS - 20 log 10 r - 10.9 ) BARIER (dB) ( dB )
( NLS ) (r) ( MNL ) ( BR )
A B C D E F
1 Passenger terminal building 135 6.15 116 5 Lanscape 111
2 Cargo building 135 4.4 118 5 Lanscape 113
3 Administrasi 140 5.65 122 5 Lanscape 117
4 Operasional 135 5.9 116 5 Lanscape 111
5 Pump house - 1 135 3.3 120 5 Reg. Ponding 115
6 Pump house - 3 135 4.6 118 5 Reg. Ponding 113
7 Fuel supply building 135 5.3 117 3 Jalan inspeksi 114
8 Otoritas bandara 135 6 116 5 Lanscape 111
9 VVIP building 135 6.6 116 3 GSE 113

B. Inside Noise Level-1

NOISE REDUCTION AMBIENT NOISE


INDEX (Rw) INDEX LEVEL (F) AREA OF GLASS ( ANL - Rw + Log 10 S )
GLASS-1 (mm) GLASS-2 (mm) M2 (S )
G H I J K L M
8 mm 32 tinted glass 111 173 81
8 mm 32 tinted glass 113 173 84
8 mm 32 tinted glass 117 173 87
8 mm 32 tinted glass 111 173 82
8 mm 32 tinted glass 115 173 85
8 mm 32 tinted glass 113 173 83
8 mm 32 tinted glass 114 173 84
8 mm 32 tinted glass 111 173 82
8 mm 32 tinted glass 113 173 83

C. Inside Noise Level-2

NOISE REDUCTION AMBIENT NOISE


INDEX (Rw) INDEX LEVEL (F) AREA OF GLASS ( ANL - Rw + Log 10 S )
GLASS-1 (mm) GLASS-2 (mm) M2 (S )
G H I J K L M
10 mm 33 tinted glass 81 217 51
10 mm 33 tinted glass 84 217 53
10 mm 33 tinted glass 87 217 56
10 mm 33 tinted glass 82 217 51
10 mm 33 tinted glass 85 217 54
10 mm 33 tinted glass 83 217 53
10 mm 33 tinted glass 84 217 54
10 mm 33 tinted glass 82 217 51
10 mm 33 tinted glass 83 217 52

28

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai