Anda di halaman 1dari 122

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

ASUHAN KEPERAWATAN DUKUNGAN TIDUR PADA PASIEN


PENYAKIT JANTUNG KORONER (PJK) DI RUANG ICU
RS ARGAMAKMUR TAHUN 2022

DISUSUN OLEH
FRISKA NATALIA
NIM P0 5120421 021

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BENGKULU
JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI PROFESI NERS
TA 2021/2022
KARYA ILMIAH AKHIR NERS

ASUHAN KEPERAWATAN DUKUNGAN TIDUR PADA PASIEN


PENYAKIT JANTUNG KORONER (PJK) DI RUANG ICU
RS ARGAMAKMUR TAHUN 2022

Karya Ilmiah Akhir Ners ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk memperoleh Gelar Profesi Ners (Ns)

DISUSUN OLEH :
FRISKA NATALIA
NIM. P05120421021

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BENGKULU
JURUSAN KEPERAWATAN BENGKULU
PRODI PROFESI NERS
TAHUN 2022

ii
HALAMAN PERSETUJUAN
KARYA ILMIAH AKHIR NERS
Dengan Judul

ASUHAN KEPERAWATAN DUKUNGAN TIDUR PADA PASIEN


PENYAKIT JANTUNG KORONER (PJK) DI RUANG ICU
RS ARGAMAKMUR TAHUN 2022

Disiapkan oleh:

FRISKA NATALIA
NIM. P05120421021

Karya Ilmiah Ners Ini Telah Diperiksa dan Disetujui Untuk Dipersentasikan
Dihadapan Tim Penguji Program Studi Pendidikan Profesi Ners
Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Bengkulu
Pada Tanggal :

Oleh

Pembimbing

Ns. Hendri Heriyanto, S.Kep., M.Kep


NIP. 198205152002121004

Mengetahui
Ketua Program Studi Pendidikan Profesi Ners Program Profesi
Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Bengkulu

Ns. Hermansyah, S.Kep., M.Kep


NIP. 197507161997031002

iii
LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : Friska Natalia
NIM : P0 5120421 021
Judul KIAN : Asuhan Keperawatan Dukungan Tidur Pada Pasien
Penyakit Jantung Koroner (PJK) di Ruang ICU RS
Argamamkmur Tahun 2021

Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa Karya Ilmiah Akhir Ners (KIAN)


ini adalah betul-betul hasil karya saya dan bukan hasil penjiplakan dari hasil karya
orang lain.
Demikian pernyataan ini dan apabila kelak dikemudian hari terbukti dalam Karya
Ilmiah Akhir Ners (KIAN) ini ada unsur penjiplakan maka saya bersedia
mempertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Bengkulu, Januari 2022


Yang Menyatakan

Friska Natalia
NIM. P0 5120421 021

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Ilmiah
Akhir Ners (KIAN) ini dengan judul “Asuhan Keperawatan Dukungan Tidur Pada
Pasien Penyakit Jantung Koroner (PJK) di Ruang ICU RS Argamakmur Tahun
2021”.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak skripsi ini
tidak dapat diselesaikan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Eliana, SKM., MPH, selaku Direktur Politeknik Kesehatan Bengkulu
2. Ibu Septiyanti, S. Kep, M. Pd, selaku Ketua Jurusan Keperawatan Poltekkes
Kemenkes Bengkulu
3. Bapak Ns. Hermansyah, S. Kep., M. Kep, selaku Ketua Program Studi
Pendidikan Profesi Ners Poltekkes Kemenkes Bengkulu
4. Bapak Ns. Hendri Heriyanto, S.Kep., M.Kep., selaku pembimbing yang telah
meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan dan
pengarahan dengan penuh kesabaran kepada penulis dalam penyusunan
Karya Ilmiah Akhir Ners (KIAN) ini
5. Seluruh tenaga pendidik dan kependidikan Jurusan Keperawatan yang telah
sabar mendidik dan membimbing selama proses pendidikan
6. Kedua orang tua dan semua keluarga yang telah mendoakan, mendukung dan
memberikan semangat baik moril maupun materil
7. Semua pihak yang telah banyak memberikan bantuan dalam penyelesaian
Karya Ilmiah Akhir Ners (KIAN) ini
Penulis menyadari ketidaksempurnaan dalam penulisan Karya Ilmiah
Akhir Ners (KIAN) ini oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari
berbagai pihak agar penulis dapat berkarya lebih baik dan optimal lagi di masa
yang akan datang.
Semoga kritik dan saran yang telah diberikan akan menjadi amal baik
oleh Tuhan Yang Maha Esa. Penulis berharap semoga Karya Ilmiah Akhir Ners

v
(KIAN) ini dapat bermanfaat bagi semua pihak terutama bagi penulis
sendiri dan mahasiswa jurusan keperawatan lainnya.

Bengkulu, Januari 2021

Penulis

vi
DAFTAR ISI

KARYA ILMIAH AKHIR NERS i


KARYA ILMIAH AKHIR NERS ii
HALAMAN PERSETUJUAN iii
LEMBAR PERNYATAAN iv
KATA PENGANTAR v
DAFTAR ISI vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 10
B. Rumusan Masalah 14
C. Tujuan Studi Kasus 14
D. Manfaat Studi Kasus 15
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Konsep Dasar Penyakit Jantung Koroner 16
1. Pengertian 16
2. Etiologi PJK 16
3. Klasifikasi PJK 18
4. Patofisiologi PJK 20
5. Woc Penyakit Jantung Koroner 23
6. Faktor Resiko PJK 24
7. Komplikasi PJK 28
8. Pemeriksaan Penunjang PJK 29
9. Penatalaksanaan PJK 32
B. Tindakan Keperawatan Dukungan Tidur pada pasien Penyakit Jantung
Koroner 34
1. Pengaruh Terapi Nature Sounds Terhadap Kualitas Tidur Pada Pasien
Dengan PJK 34
2. Efektivitas Aroma Terapi Lavender Terhadap Kualitas Tidur Pada
Pasien PJK 36

vii
3. Efektvitas Foot Hand Massage Terhadap Respon Tidur Pada Pasien
Infark Miokard Akut: Studi Di Ruang ICCU RSUD Dr. Iskak Tulung
Agung 38
4. Relaksasi Benson Untuk Durasi Tidur Pasien Penyakit Jantung Koroner
39

viii
5. Pemanfaatan Teknik Relaksasi Massase Punggung Dalam
Meningkatkan Kualitas Tidur Pada Asuhan Keperawatan Pasien
Hipertensi 41
6. Kajian Kebutuhan Belajar Klien dengan Penyakit Jantung Koroner
42
7. Pengaruh Terapi Emotional Freedom Technique Menggunakan
Aromaterapi Rosemary Terhadap Peningkatan Kualitas Tidur Pasien
Infark Miokard Akut Di Rsud Dr. M. Yunus Bengkulu 43
8. Pengaruh Sudut Posisi Tidur Terhadap Kualitas Tidur Dan Status
Kardiovaskuler Pada Pasien IMA Di Ruang ICVU Rsud Dr. Moewardi
Surakarta 45
C. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan 55
1. Pengkajian 55
2. Diagnosa yang Mungkin Muncul pada Pasien PJK 59
3. Intervensi Keperawatan: Dukungan Tidur 67
4. Implementasi 73
5. Evaluasi 73
BAB III METODE PENULISAN
A. Rancangan Studi Kasus 75
B. Subyek Studi Kasus 75
C. Definisi Operasional 75
D. Tempat dan Waktu 76
E. Pengumpulan Data 76
F. Penyajian Data 77
G. Etika Studi Kasus 77
BAB IV HASIL STUDI KASUS
A. GAmbaran hasilpengkajian keperawatan…………………………………79
B. Gambaran diagnosa keperawatan ………………………………………...87
C. Rencana keperawatan……………………………………………………88
D. Gambaran implementasi dan evaluasi keperawatan……………………..90
BAB V PEMBAHASAN

ix
1. Pengkajian……………………………………………………………….102
2. Diagnosa ………………………………………………………………...105
3. Perencanaan keperawatan ……………………………………………….106
4. Implementasi keperawatan ……………………………………………...107
5. Evaluasi keperawatan …………………………………………………...111
6. Keterbatasan penelitian …………………………………………………112
BAB VI PENUTUP
A. KESIMPILAN …………………………………………………………113
B. SARAN…………………………………………………………………115
DAFTAR PUSTAKA

x
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit yang disebabkan
karena otot miokard kekurangan suplai darah karena terdapat penyempitan
pada arteri koroner dan adanya pembuluh darah jantung yang tersumbat, hal
tersebut yang dapat menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jantung.
(AHA, 2017) Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan kondisi yang
terjadi di arteri koroner yang membentuk plak. Lumen Arteri Koroner akan
mempersempit pembentukan plak, karena suplai oksigen ke sel tidak dapat
memenuhi kebutuhannya. Maka dari itu tubuh tidak dapat memproduksi
energi secara banyak dan dapat menyebabkan respon tubuh berupa intoleransi
aktivitas. (Zeni,2018)
World Health Organization (WHO) (2016) menyampaikan data bahwa
kematian akibat penyakit kardiovaskuler yaitu sebanyak 17,9 juta orang atau
31% dari 56,5 juta dari kematian global. Lebih dari 75% penderita penyakit
kardiovaskuler terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah,
dan 80% kematian yang diakibatkan oleh penyakit kardiovaskuler disebabkan
oleh serangan jantung dan stroke (WHO, 2017). Bahkan, The World Heart
Federation (WHF) memproyeksikan pada tahun 2030 angka kematian akibat
penyakit jantung akan meningkat menjadi 23,6 juta (WHF, 2018). Jumlah
kejadian penyakit kardiovaskuler di Amerika Serikat pada tahun 2012 adalah
136 per 100.000 orang, di negara-negara Eropa seperti Italia terdapat 106 per
100.000 orang, Perancis 86 per 100.000 orang. Selanjutnya jumlah kejadian
penyakit kardiovaskuler di Asia seperti China ditemukan sebanyak 300 per
100.000 orang, Jepang 82 per 100.000 orang, sedangkan di Asia Tenggara
menunjukkan Indonesia termasuk kelompok dengan jumlah kejadian tertinggi
yaitu 371 per 100.00 orang dan jauh lebih tinggi dibandingkan Thailand yang
hanya 184 per 100.000 orang (WHO, 2016).

11
12

Menurut Kementerian Kesehatan RI (2019), angka kematian akibat PJK


berjumlah 56 juta jiwa total yang mengalami kematian. Prevelensi PJK di
Indonesia berada di urutan kelima dengan prevelensi 12,9%. (Kemenkes,
2019). Sedangkan menurut diagnose dokter penyakit jantung koroner
menduduki peringkat tertinggi di provinsi Jawa Timur yaitu mencapai
prevelensi sebesar 1,3% atau setara dengan 375,127 penderita penyakit
jantung. Sedangkan menurut Riskesdes tahun 2019 angka kejadian PJK dan
pembuluh darah dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, kurang lebih 15
dari 1000 orang individu atau sekitar 2.784.064 menderita penyakit jantung.
(Kemenkes, 2019). Hasil Riskesdas tahun 2019 menunjukan bahwa angka
prevalensi penyakit jantung di Indonesia sebanyak 1,5% dengan urutan
tertinggi Kalimantan Utara 2,2% dan terendah NTT 0,7%. Dari hasil
Riskesdas juga didapatkan data bahwa kelompok umur di atas 75 tahun lebih
berisiko terkena penyakit jantung, dengan prevalensinya sebesar 4,7%
(Kemenkes, 2019).
Prevalensi penyakit jantung berdasarkan diagnosis dokter di Provinsi
Bengkulu yaitu 1,30%, yang banyak ditemukan pada kelompok umur 65-74
tahun sebanyak 4,35%, dengan karakteristik laki-laki 1,44 % dan perempuan
1,15% (Riskesdas, 2018). Data yang tercatat di Dinas Kesehatan Kota
Bengkulu pada tahun 2013 tercatat angka kejadian penyakit jantung koroner
di Kota Bengkulu mencapai angka 227 kasus, tahun 2014 tercatat 200 kasus,
tahun 2015 tercatat 218 kasus dan ditahun 2016 tercatat 443 kasus. Ada
peningkatan prevalensi dari penyakit jantung koroner di Kota Bengkulu, yang
menandakan bahwa selama 4 tahun terakhir penyakit jantung koroner
cenderung meningkat di Kota Bengkulu (Dinas Kesehatan Kota Bengkulu,
2016 dalam Ardiansyah, 2018). Kematian akibat penyakit jantung koroner di
Kota Bengkulu sebanyak 106 orang (Dinas Kesehatan Kota Bengkulu, 2020).
PJK merupakan penyakit kardiovaskuler yang disebabkan oleh
penyumbatan pada arteri koroner oleh tumpukan plak, polutan atau zat-zat
kimia lingkungan yang biasanya masuk ke tubuh melalui makanan, minuman
atau berbentuk gas yang terkumpul pada dinding arteri koronaria. Hal ini
13

membuat adanya kemungkinan penggumpalan darah pada bagian arteri yang


menyempit, dengan begitu tidak ada lagi darah yang bisa mengalir karena
aliran arteri diblok oleh gumpalan darah yang sudah menjadi keras (Iskandar,
2017).
PJK mempunyai tanda dan gejala yang mencolok yaitu nyeri dada
khas yang menjalar ke lengan, punggung hingga dagu, nyeri terasa seperti
tertekan diremas, terbakar atau tertusuk, yang timbul secara tiba-tiba dengan
intensitas yang bervariasi mulai ringan hingga berat dan kadang disertai
diaforesis, sesak nafas mual, muntah, lemas, pusing melayang terkadang
sampai pingsan (AHA, 2018; Humas, 2018). Keluhan nyeri dada
menunjukkan bahwa jantung masih mengalami proses iskemia yang apabila
proses ini berlangsung terus menerus tanpa dilakukan penanganan yang baik,
maka otot jantung akan mengalami nekrosis yang sifatnya irreversible
(Anggreni, 2016). Pasien dengan PJK akan mengalami nyeri dada saat
aktivitas berat dan masih tetap berlangsung saat istirahat. Gangguan istirahat
dan tidur pada pasien PJK terutama terjadi pada malam hari karena rasa
ketidak nyamanan nyeri dada yang mengganggu kualitas dan kuantitas tidur
pasien (Talebi, 2019).
Gangguan pola tidur adalah gangguan kualitas dan kuantitas waktu
tidur akibat faktor eksternal (SDKI, 2017). Penatalaksanaan terhadap pasien
jantung koroner harus dilakukan agar tidak terjadi perburukan kondisi.
Tujuan pentalaksanaan adalah untuk meningkatkan kualitas tidur, dan
menjauhkan dari stress, mencegah bertambah parahnya gagal jantung dan
merubah gaya hidup (Black & Hawks, 2014).
Terapi dukungan tidur adalah memfasilitasi siklus tidur dan terjaga
yang teratur. Berdasarkan beberapa penelitian menyebutkan bahwa pasien
sindrom koroner akut memiliki kualitas tidur yang rendah di 3 hari pertama
rawatan (Talebi, 2019). Mendapatkan kenyamanan untuk tidur sulit
didapatkan karena beberapa faktor internal seperti nyeri, ketidaknyamanan,
obat-obatan, kecemasan, stres, penuaan, dan faktor-faktor eksternal seperti
lingkungan yang tidak dikenal, kebisingan sekitar, pencahayaan, perawatan
14

berkelanjutan, obat-obatan (seperti sedatif dan inotrop) yang dapat mengubah


ritme tidur harian
Menurut Muttaqin, 2018 Solusi yang dapat digunakan bagi seorang
perawat untuk mengatasi pasien PJK dengan masalah gangguan pola tidur
adalah dengan memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif dimulai
dengan pasien PJK disarankan untuk bed rest dalam mempertahankan jantung
dan dapat mengurangi kebutuhan oksigen (Yasin, 2016). Dalam hal ini pasien
perlu beristirahat baik secara fisik maupun emosional dikarenakan hal
tersebut akan mengurangi kerja jantung, menurunkan tekanan darah,
mengurangi kerja otot pernapasan, meningkatkan tenaga cadangan jantung
dan penggunaan okigen (Brunner & Sudarth, 2013).
Data 10 penyakit terbanyak RSUD Argamakmur pada tahun 2021
diruangan ICU salah satunya adalah Penyakit Jantung Koroner (PJK).
Penatalaksanaan yang dilakukan di ruang ICU adalah terapi farmakologi dan
non farmakologi. Terapi non farmakologi yang biasa dilakukan di ruang ICU
adalah pembatasan aktivitas pasien, pengaturan posisi dan pembatasan cairan.
Sedangkan terapi farmakologis yang biasa dilakukan di ruang ICU adalah
pemberian obat seperti nitrogliserin, aspilet, dan sebagainya. Tindakan
tersebut kurang efektif di rumah sakit karena kurang meningkatkan sirkulasi
oksigen dalam tubuh, serta kapasitas fungsional.
Masalah keperawatan dengan gangguan pola tidur dapat dicegah dan
diatasi dengan asuhan keperawatan secara menyeluruh. Mulai dari
pengkajian, menentukan diagnosa keperawatan, membuat intervensi,
implementasi serta evaluasi pada pasien PJK. Berbagai macam pendekatan
dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut, seperti farmakologi dan
non farmakologi serta kolaborasi untuk merawat dan membatasi komplikasi
akibat ketidakseimbangan antara suplai dan konsumsi oksigen miokard
(SIKI, 2018).
Berbagai macam penatalaksanaan dilakukan untuk memperbaiki
pola tidur, meningkatkan status hemodinamik, dan aktivitas fisik berbasis
evidence based. Di antaranya tersebut seperti terapi nature sounds, terapi
15

murottal, terapi light massage dan terapi aromaterapi terbukti efektif tanpa
memberikan efek samping bagi tubuh yang akan dibahas dalam Karya Ilmiah
Akhir Ners ini.
Penderita PJK membutuhkan asuhan keperawatan yang
komperhensif. Perawat sebagai pemberi layanan yang berperan dalam
memberikan intervensi dan asuhan keperawatan yang bisa dilakukan pada
penderita PJK dalam meningkatkan kebutuhan biologis akan kebutuhan tidur.
Berdasarkan masalah tersebut, maka penulis tertarik untuk mengetahui dan
mengangkat masalah ini dengan judul “Asuhan Keperawatan Dukungan
Tidur pada Pasien Penyakit Jantung Koroner (PJK) di Ruang ICU RSUD
Argamakmur Tahun 2021”.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada studi kasus ini yaitu bagaimana gambaran asuhan
keperawatan dukungan tidur pada pasien penyakit jantung koroner (PJK) di
ruang ICU RSUD Argamakmur?
C. Tujuan Studi Kasus
1. Tujuan Umum
Digambarkan asuhan keperawatan dukungan tidur pada pasien penyakit
jantung koroner (PJK) di ruang ICU RS Argamakmur tahun 2021.
2. Tujuan Khusus
a. Digambarkan pengkajian kebutuhan aktivitas dan istirahat pada
pasien penyakit jantung koroner (PJK) di ruang ICU RS
Argamakmur.
b. Digambarkan diagnosis keperawatan kebutuhan aktivitas dan istirahat
pada pasien penyakit jantung koroner (PJK) di ruang ICU RS
Argamakmur.
c. Digambarkan perencanaan kebutuhan aktivitas dan istirahat pada
pasien penyakit jantung koroner (PJK) di ruang ICU RS
Argamakmur.
16

d. Digambarkan implementasi kebutuhan aktivitas dan istirahat pada


pasien penyakit jantung koroner (PJK) di ruang ICU RS
Argamakmur.
e. Digambakran evaluasi kebutuhan aktivitas dan istirahat pada pasien
penyakit jantung koroner (PJK) di ruang ICU RS Argamakmur

D. Manfaat Studi Kasus


1. Bagi Mahasiswa
Karya tulis ilmiah akhir ini sebagai bahan masukan untuk meningkatkan
ilmu pengetahuan, pengalaman dan menambah keterampilan atau
kemampuan mahasiswa dalam menerapkan asuhan keperawatan medikal
bedah pada pasien PJK.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat menambah referensi bacaan literatur dalam meningkatkan mutu
pendidikan dan sebagai bahan pertimbangan untuk lebih memperkaya
pengetahuan dan bahan ajar mengenai dukungan tidur pada pasien PJK.
3. Bagi Pelayan Kesehatan / RS Argamakmur
Karya Tulis Ilmiah Akhir ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan
sumber informasi bagi perawat dalam meningkatkan pelayanan
keperawatan khususnya asuhan keperawatan pada pasien PJK.
4. Bagi Pasien dan Keluarga.
Karya Tulis Ilmiah akhir ini diharapkan bisa menjadi informasi tambahan
bagi pasien dan keluarga dalam mengatasi masalah PJK dengan evidence
based terbaru.
5. Bagi Ilmu Pengetahuan
Penelitian ini dapat memberikan sumbangan untuk pengembangan konsep
keperawatan yang terkait dan sebagai dasar untuk penelitian lebih lanjut.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Penyakit Jantung Koroner


1. Pengertian
Penyakit jantung koroner adalah suatu kondisi yang terjadi ketika
plak terbentuk di ateri koroner. Plak yang terbentuk akan mempersempit
lumen arteri koronel baik secara kebutuhannya dan tidak dapat memenuhi
suplai oksigen ke sel sehingga tubuh tidak dapat memproduksi energi
yang banyak dan mengakibatkan respon tubuh berubah intoleransi
aktivitas (Zeni, 2018).
Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan kondisi patologis arteri
koroner yang ditandai dengan penimbunan abnormal lipid atau bahan
lemak dan jaringan fibrosa di dinding pembuluh darah yang
mengakibatkan perubahan struktur dan fungsi arteri dan penurunan aliran
darah ke jantung (Setyati et al, 2018 dalam Mauliani, 2020)
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan
penyakit jantung koroner (PJK) adalah ketidakseimbangan antara pasokan
dan kebutuhan oksigen miokard yang disebabkan oleh penyempitan atau
penumpukan plak di arteri koroner.
2. Etiologi PJK
Menurut Nurarif & Kusuma (2015), penyakit jantung koroner di
sebabkan oleh tiga faktor yaitu:
a. Suplai oksigen ke miokard berkurang
Suplai oksigen ke miokard berkurang disebabkan karena faktor
pembuluh darah (aterosklerosis, spasme, arteritis). Ateroklerosis
merupakan penyempitan lumen pembuluh darah arteri yang
disebabkan kolesterol, lemak, dan substansi lainnya yang
menyebabkan penebalan pembuluh darah sehingga mengakibatkan
pembuluh darah menyempit. Penyempitan pembuluh darah ini
mengakibatkan aliran darah menjadi lambat bahkan tersumbat
sehingga oksigenasi ke jantung berkurang dan menyebabkan serangan

17
18

jantung (Stivano et al, 2014). Penyebab lain selain aterosklerosis


adalah spasme arteri koroner. Spasme arteri koroner dapat merangsang
terjadinya ischemic aktual atau perluasan infark (Rochfika, 2019).
Faktor sirkulasi (hipotensi, stenosis aorta, insufisiensi) juga bisa
menyebabkan penurunan oksigenasi miokard. Hipotensi merupakan
salah satu pertanda peningkatan resiko dan memerlukan penanganan
segera dengan revaskularisasi. Kinerja jantung yang dipacu maksimal
secara terus menerus pada hipotensi mengakibatkan suplai dan
kebutuhan oksigen meningkat yang menyebabkan perluasan pada
infark (Haryuni et al, 2019). Stenosis aorta juga menyebabkan suplai
oksigen ke miokard berkurang. Stenosis aorta merupakan proses aktif
dan sering disertai aterosklerosis yang dimediasi oleh stress mekanis,
deposisi lemak dan inflamasi. Pada stenosis miokard perfusi miokard
mengalami penurunan karena penurunan densitas kapiler miokard dan
penurunan coronary perfusion pressure gradient. Keadaan ini akan
menyebabkan terjadinya ketidak seimbangan antara kebutuhan dan
suplai oksigen yang pada akhirnya akan menyebabkan iskemia
miokard (Boestan, 2019).
b. Curah jantung yang meningkat
Curah jantung dipengaruhi oleh kecepatan denyut jantung dan
volume darah yang dipompakan pada tiap denyutan (Alim, 2012).
Curah jantung meningkat karena aktifitas berlebihan, emosi, makan
terlalu banyak serta hipertiroidisme merupakan salah satu etiologi
sindrom koroner akut (Nurarif & Kusuma, 2015). Peningkatan curah
jantung dapat terjadi karena adanya peningkatan denyut jantung,
volume sekuncup, dan peningkatan peregangan serat serat otot jantung
yang berdampak otot otot jantung akan menebal (hipertropi) sehingga
fungsi jantung akan menurun dan menyebabkan infark miokard
(Sebastianus et al, 2016).
19

c. Kebutuhan oksigen miokard meningkat


Kerusakan miokard, hipertropi miokard, dan hipertensi diastolik
menyebabkan kebutuhan oksigenasi miokard meningkat (Nurarif &
Kusuma, 2015). Keadaan hipertensi menyebabkan hipertropi otot
jantung untuk meningkatkan kekuatan pompa yang mengakibatkan
kebutuhan oksigenasi miokard meningkat. Hipertensi akan
mempengaruhi homeostasis dalam tubuh dan bisa menyebabkan
trauma langsung dalam terhadap dinding pembuluh darah koroner
yang bisa menyebabkan terjadinya infark miokard akut (Kirthi,
Yasmin, Artha, & Bhargah, 2019)
3. Klasifikasi PJK
Penyakit jantung koroner dapat diklasifikasikan sebagai berikut
(PERKI, 2018; PPPI, 2019):
a. Chronic Stable Angina (Angina Pektoris Stabil (APS))
Klasifikasi yang paling ringan ini disebut stabil karena
penyempitan masih sangat minimal, belum terjadi kerusakan
miokardium dan belum terjadi obstruksi koroner. Nyeri yang
ditimbulkan hanya brdurasi singkat, namun berulang dalam periode
yang lama dengan intensitas dan durasi yang sama. Lokasi nyeri dada
biasanya meluas hingga ke lengan dan sekitar dada leher. Nyeri hanya
bila disebabkan oleh kelelahan, cuaca, dan asupan yang dapat mereda
dengan istirahat atau pemberian nitrat.
b. Acute Coronary Syndrome (ACS)
Acute Coronary Syndrome (ACS) atau sindrom koroner akut
merupakan kumpulan gejala yang berhubungan dengan derajat
penyempitan berat dengan trombosis hingga obstruksi arteri koroner.
ACS dibagi menjadi tiga, yaitu:
1) Infark Miokard Akut dengan Elevasi Segmen ST (ST Elevasi
Myocardial Infark (STEMI))
Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST merupakan
indikator kejadian oklusi total pembuluh darah koroner. Keadaan
20

ini memerlukan tindakan revaskularisasi untuk mengembalikan


aliran darah dan reperfusi miokard secepatnya. Secara
medikamentosa menggunakan agen fibrinolitik atau secara
mekanis melalui intervensi koroner perkutan primer. Diagnosisnya
ditegakkan jika terdapat keluhan angina pectoris akut disertai
elevasi segmen ST yang persisten di 2 sadapan yang bersebelahan,
nyeri dada substernal yang berlangsung > 30 menit, tidak hilang
dengan istirahat/ nitrat, ada penjalaran nyeri, Trop-T > 0,03 mg/dl,
CKMB > 25 mg/dl (PERKI, 2018; PPPI, 2019). Infak miokard
akut dengan elevasi segmen ST terjadi karena adanya oklusi
thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya
sehingga menyebabkan aliran darah koroner menurun secara
mendadak, biasanya disebabkan karena akumulasi lipid dengan
gambaran nyeri dada yang khas serta memerlukan tindakan
revaskularisasi secepatnya (Rochfika, 2019).
2) Infark Miokard Akut Non ST Elevasi (Non-ST Elevasi Myocard
Infark (NSTEMI))
Diagnosis infark miokard akut non ST elevasi ditegakkan
jika terdapat keluhan angina pektoris akut tanpa elevasi segmen ST
yang menetap di dua sandapan yang bersebelahan. Rekaman EKG
saat presentasi dapat berupa depresi segmen ST, inversi gelombang
T, gelombang T yang datar, gelombang T pseudo normalisasi, atau
bahkan tanpa perubahan. Keluhan NSTEMI berupa nyeri saat
istirahat > 20 menit, terjadi peningkatan nyeri, penurunan toleransi
aktivitas, Trop-T > 0,03 mg/dl, CKMB > 25 mg/dl (PERKI, 2018;
PPPI, 2019). Untuk membedakan non stenosis miokard infark
dengan angina pektoris tidak stabil dapat dilihat pada biomarka
jantung, yaitu jika terjadi peningkatan yang bermakna
diagnosisnya adalah infark miokard akut non ST elevasi (Rochfika,
2019).
21

3) Angina Pektoris Tidak Stabil (Unstable Angina Pektoris (UAP))


Angina pektoris tidak stabil ditandai dengan nyeri dada yang
timbul > 20 menit, frekuensi nyeri yang meningkat, faktor
pemicunya adalah aktifitas ringan, terjadi akibat oklusi total
pembuluh darah yang diakibatkan karena gangguan plak disertai
thrombosis, embolisasi thrombus pada bagian distal dan vasopasme
sehingga menyebabkan infark miokard, perburukan dapat hilang
dengan istirahat , tidak ada perubahan EKG, tidak ada perubahan
Trop-T 0,0 mg/dl (Kumar et al, 2018; PPPI, 2019). Angina
pektoris tidak stabil dan NSTEMI dibedakan berdasarkan hasil
pemeriksaan biofarmaka jantung. Biofarmaka yang lazim
digunakan adalah high sensitivity troponin, troponin atau CK
CKMB. Jika biomarka jantung terjadi peningkatan yang bermakna
maka diagnosisnya infark miokard akut non stemi (PERKI, 2018).
4. Patofisiologi PJK
Aterosklerosis atau pengerasan arteri adalah kondisi pada arteri besar
dan kecil yang ditandai penimbunan endapan lemak, trombosit, neutrofil,
monosit dan makrofag di seluruh kedalaman tunika intima (lapisan sel
endotel), dan akhirnya ke tunika media (lapisan otot polos). Arteri yang
paling sering terkena adalah arteri koroner, aorta dan arteri-arteri
sereberal.
Langkah pertama dalam pembentukan aterosklerosis dimulai dengan
disfungsi lapisan endotel lumen arteri, kondisi ini dapat terjadi setelah
cedera pada sel endotel atau dari stimulus lain, cedera pada sel endotel
meningkatkan permeabelitas terhadap berbagai komponen plasma,
termasuk asam lemak dan triglesirida, sehingga zat ini dapat masuk
kedalam arteri, oksidasi asam lemak menghasilkan oksigen radikal bebas
yang selanjutnya dapat merusak pembuluh darah.
Cedera pada sel endotel dapat mencetuskan reaksi inflamasi dan
imun, termasuk menarik sel darah putih, terutama neutrofil dan monosit,
serta trombosit ke area cedera, sel darah putih melepaskan sitokin
22

proinflamatori poten yang kemudian memperburuk situasi, menarik lebih


banyak sel darah putih dan trombosit ke area lesi, menstimulasi proses
pembekuan, mengaktifitas sel T dan B, dan melepaskan senyawa kimia
yang berperan sebagai chemoattractant (penarik kimia) yang
mengaktifkan siklus inflamasi, 3 pembekuan dan fibrosis. Pada saat
ditarik ke area cedera, sal darah putih akan menempel disana oleh
aktivasi faktor adhesif endotelial yang bekerja seperti velcro sehingga
endotel lengket terutama terhadap sel darah putih, pada saat menempel di
lapisan endotelial, monosit dan neutrofil mulai berimigrasi di antara sel-
sel endotel keruang interstisial. Di ruang interstisial, monosit yang
matang menjadi makrofag dan bersama neutrofil tetap melepaskan
sitokin, yang meneruskan siklus inflamasi. Sitokin proinflamatori juga
merangsan ploriferasi sel otot polos yang mengakibatkan sel otot polos
tumbuh di tunika intima.
Selain itu kolesterol dan lemak plasma mendapat akses ke tunika
intima karena permeabilitas lapisan endotel meningkat, pada tahap
indikasi dini kerusakan teradapat lapisan lemak diarteri. Apabila cedera
dan inflamasi terus berlanjut, agregasi trombosit meningkat dan mulai
terbentuk bekuan darah (tombus), sebagian dinding pembuluh diganti
dengan jaringan parut sehingga mengubah struktur dinding pembuluh
darah, hasil akhir adalah penimbunan kolesterol dan lemak, pembentukan
deposit jaringan parut, pembentukan bekuan yang berasal dari trombosit
dan proliferasi sel otot polos sehingga pembuluh mengalami kekakuan
dan menyempit.
Apabila kekakuan ini dialami oleh arteri-arteri koroner akibat
aterosklerosis dan tidak dapat berdilatasi sebagai respon terhadap
peningkatan kebutuhan oksigen, dan kemudian terjadi iskemia
(kekurangan suplai darah) miokardium dan sel-sel miokardium sehingga
menggunakan glikolisis anerob untuk memenuhi kebutuhan energinya.
Proses pembentukan energi ini sangat tidak efisien dan menyebabkan
terbentuknya asam laktat sehinga menurunkan pH miokardium dan
23

menyebabkan nyeri yang berkaitan dengan angina pectoris. Ketika


kekurangan oksigen pada jantung dan sel-sel otot jantung
berkepanjangan dan iskemia miokard yang tidak tertasi maka terjadilah
kematian otot jantung yang dikenal sebagai miokard infark (Ariesty,
2011).
24

5. Woc Penyakit Jantung Koroner

Lipid & diet Obesitas Aktivitas Merokok DM HT Alkohol Ras Infeksi Jenis Riwyat
fisik kelamin keluarga
Hiperlipidemia CO darah ↑ Gula Tekanan Konsumsi Orang
darah ↑ ↑ berlebih afrika
Endothelium merusak merusak cenderung
Lipoprotein tertimbun di endothelium HT dan
rusak endothel endothel menderita
kolesterol ↑
HT dan DM
Trombosit mengumpul pada endothel Merusak
endothelium

Penyempitan arteri koroner


Hipoksia miokard
Merangsang pelepasan O2 ke otak ↓
Penyempitan arteri koroner
bradikinin Metabolisme anaerob
MK : Risiko perfusi
Aliran darah terganggu Penurunan kesadaran serebral tidak efektif
Aktivasi nosiseptor pH sel ↓

Oksigenasi jaringan terganggu


Impuls ke thalamus Asam laktat ↑ O2 ke perifer ↓
MK : Perfusi perifer
O2 ke miokard ↓
Impuls ke cortex cerebri Asidosis respiratorik Sianosis, CRT > 3 detik tidak efektif

Interpretasi nyeri Merangsang kemoreseptor Kontraksi miokard ↓ Mekanisme kompensasi pertahanan


curahjantung & perfusi perifer
(angina pectoris) CO ↓
Merangsang pusat napas
Retensi MK :
Dispena, RR ↑ Nadi ↑, TD ↓ Refleks simpatis Edema Hipervolemia
MK : Nyeri akut Na & air
vasokontriksi

MK : Pola nafas tidak MK : Penurunan curah Bagan 2.1 WOC Penyakit Jantung Koroner (PJK)
efektif Sumber: (LeMone, et al, 2019; Delina, 2020)
jantung
25

5. Manifestasi Klinis PJK


Menurut PERKI (2018); PPPI (2019), tanda dan gejala
penyakit jantung koroner (PJK) adalah sebagai berikut:
a. Nyeri dada, berupa rasa tertekan atau berat daerah retro
sternal, menjalar ke lengan kiri, leher, rahang, area
interskapular, bahu atau epigastrium. Keluhan ini dapat
berlangsung intermitten (beberapa menit) atau persisten >
20 menit.
b. Diaforesis (keringat dingin)
c. Sesak nafas
d. Rasa tidak enak di ulu hati
e. Mual
f. Muntah
g. Rasa lemah mendadak
h. Perubahan EKG
i. Peningkatan enzim jantung (paling sedikit 1,5 kali nilai
batas atas normal)
6. Faktor Resiko PJK
Menurut (Wihastuti et al, 2016) faktor risiko PJK terdiri dari
dua faktor yaitu:
a. Faktor risiko mayor terdiri dari :
1) Usia
Usia mempunyai hubungan yang kuat dengan
terbentuknya ateroklerosis. Aterosklerosis yang di deteksi
di arteri karotis menunjukkan peningkatan penebalan tunika
intima seiring dengan bertambahnya usia. Pada pria resiko
aterosklerosis meningkat setelah usia 45 tahun, sedangkan
pada wanita peningkatannya terjadi setelah usia 55 tahun
(Wihastuti et al, 2016). Pada sistem kardiovaskuler proses
menua menyebabkan basal heart rate menurun, respon
terhadap stress menurun, LV compliance menurun karena
26

terjadi hipertropi, senile amloidisis, pada katup terjadi


sklerosis dan kalsifikasi yang menyebabkan disfungsi katup
AV node dan sistem konduksi fibrosis, komplains
pembuluh darah perifer menurun, sehingga after load
meningkat dan terjadi proses aterosklerosis (AR &
Indrawan, 2014).
2) Jenis Kelamin
Wanita memiliki estrogen yang merupakan proteksi
dari penyakit kardiovaskuler, karena estrogen berperan
dalam vasodilatasi vaskular. Selain itu, wanita dapat
meningkatkan kadar HDL pada diet dengan lemak jenuh
sedangkan laki laki tidak. Hal ini yang menyebabkan
wanita memiliki resiko rendah terserang penyakit jantung.
Akan tetapi, saat menapouse wanita memiliki risiko yang
sama dengan laki laki (Wihastuti et al, 2016).
3) Keturunan (Ras)
Penelitian di Kanada menunjukkan bahwa Ras Asia
Timur mengalami peningkatan prevalensi penyakit
kardiovaskuler di bandingkan dengan Ras Eropa dan Cina.
Penelitian menyebutkan bahwa Ras Asia Timur memiliki
lebih banyak plasma lipid dan abnormalitas glukosa di
banding ras lain. Studi lain menunjukkan ada peningkatan
prevalensi aterosklerosis pada orang kulit putih
dibandingkan ras kulit hitam (Anand et al, 2000 dalam
Wihastuti et al, 2016). Orang Afrika dan Amerika memiliki
tekanan darah yang tinggi dan merupakan risiko mayor dari
penyakit jantung koroner (Cohen & Hasselbring, 2011).
4) Merokok
Merokok dapat meningkatkan perkembangan
aterosklerosis. Nikotin yang terdapat pada rokok dapat
menstimulasi munculnya matrix metalloprotesae (MMP)
27

yang dapat melemahkan dinding arteri yang berdampak


pada ruptur plak. Selain itu, asap dari tembakau dapat
menstimulasi radikal bebas yang menyebabkan
peningkatan stress oksidatif. Anti oksidan dalam tubuh
yang memiliki proteksi terhadap radikal bebas mengalami
penurunan sehingga menyebabkan penurunan produksi otot
jantung dan kerusakan deoxyribonucleid acid (DNA)
(Wihastuti et al, 2016).
5) Hipertensi
Tekanan darah yang tinggi secara terus menerus
menyebabkan kerusakan sistem pembuluh darah arteri
secara perlahan. Arteri tersebut mengalami pengerasan
yang disebabkan oleh endapan lemak pada dinding arteri,
sehingga menyempitkan lumen yang terdapat dalam
pembuluh darah yang mengakibatkan terjadinya penyakit
jantung koroner (Amisi et al, 2018).
6) Diabetes Mellitus
Diabetes jangka panjang memberikan dampak yang
parah pada sistem kardiovaskuler. Komplikasi
mikrovaskuler terjadi akibat penebalan membran basal
pembuluh yang kecil. Penebalan tersebut menyebabkan
iskemia dan penurunan penyaluran oksigen dan zat gizi ke
dalam jaringan. Hipoksia kronis merusak dan
menghancurkan sel. Pada sistem makrovaskuler di lapisan
endotel arteri akibat hiperglikemi permeabilitas sel endotel
meningkat sehingga molekul yang mengandung lemak
masuk ke arteri. Kerusakan endotel akan mencetuskan
inflamasi sehingga terjadi pengendapan trombosit,
makrofag dan jaringan fibrosa (Budiman & Pradina, 2015).
28

b. Faktor risiko minor dari penyakit jantung koroner terdiri dari :


1) Stres
Stres dapat menginduksi saraf simpatis dan
hypothalamic pituitary adrenal (HPA) axis. Peningkatan
aktivasi saraf simpatis dapat menginduksi inflamasi
vaskular yang menyebabkan aterosklerosis serta
meningkatkan adhesi dan agregasi platelet, mobilisasi lipid
dan aktivasi makrofag. Norepinefrin dapat mengontrol
pelepasan corticotrpin releasing hormon yang merupakan
kunci koordinasi stress. Hiperkortisolemia yang diinduksi
oleh HPA axis juga berhubungan dengan penyakit
kardiovaskuler (Wihastuti et al, 2016).
2) Diet dan Nutrisi
Tingginya kadar lemak dalam zat-zat makanan dapat
berpengaruh terhadap tingginya kadar lemak dalam darah
(Iskandar & Alfridsyah, 2017). Terjadinya aterosklerosis
sangat dipengaruhi oleh pola konsumsi makanan.
Komposisi zat gizi dalam makanan dapat berpengaruh
terhadap tingginya kadar kolesterol dalam darah.
Peningkatan kadar lipid dapat meningkatkan resiko
penyakit jantung koroner (Rukmasari & Sumarni, 2018).
Lemak trans dan lemak tak jenuh berpotensi meningkatkan
penyakit kardiovaskuler sedangkan asam lemak tak jenuh
memiliki efek protektif. Obesitas berhubungan dengan
peningkatan tekanan darah, total serum kolesterol, serum
trigliserida, glukosa darah dan penurunan kadar HDL
(Wihastuti et al, 2016).
3) Alkohol
Konsumsi alkohol dikaitkan dengan peningkatan
berbagai macam penyakit termasuk kardiovaskuler.
Beberapa studi menunjukkan bahwa kejadian konsumsi
29

alkohol dalam jumlah yang banyak dapat meningkatkan


risiko penyakit jantung koroner (Purbayanti & Saputra,
2017). Konsumsi alkohol secara berlebihan dapat
meningkatkan obesitas, peningkatan kadar trigliserida, serta
dapat meningkatkan progresifitas aterosklerosis (Wihastuti
et al, 2016).
7. Komplikasi PJK
Menurut PERKI (2018), komplikasi dari penyakit jantung
koroner adalah sebagai berikut:
a. Gagal Jantung
Dalam fase akut setelah STEMI sering terjadi disfungsi
miokard yang bisa menyebabkan kegagalan pompa yang dapat
berakhir dengan gagal jantung kronik.
b. Regurgitasi Katup Mitral
Regurgitasi katup mitral dapat terjadi selama fase sub akut
akibat dilatasi ventrikel kiri yang biasanya ditandai dengan
perburukan hemodinamis dengan dispneu akut, kongesti paru,
dan mur mur sistolik yang baru.
c. Ruptur Jantung
Ruptur dinding bebas ventrikel kiri dapat terjadi pada fase
sub akut setelah infark transmural dan muncul sebagai nyeri tiba
tiba dan kolaps kardio vaskuler.
d. Infark ventrikel kanan
Infark ventrikel kanan dapat terjadi sendiri atau lebih
jarang lagi terkait dengan STEMI dinding inferior. EKG
menunjukkan penurunan kontraktilitas ventrikel kanan, dilatasi
ventrikel kanan, tekanan arteri pulmonal yang rendah, dilatasi
vena hepatica dan jejas dinding inferior dalam berbagai
tingkatan.
30

e. Syok Kardiogenik
Syok karidogenik ini ditandai oleh adanya gangguan fungsi
pada ventrikel kiri yang disebabkan oleh infark miokardium
mengakibatkan gangguan berat pada perfusi jaringan dan
penghantaran oksigen ke jaringan yang khas.
f. Edema Paru
Edema paru merupakan suatu cairan abnormal yang
tertimbun pada paru baik dalam alveoli atau dirongga
interstitial. Paru menjadi kaku dan tidak dapat mengembang
karena tertimbun cairan, sehingga udara tidak bisa masuk maka
terjadi hipoksia berat (Wicaksono, 2019).
g. Perikarditis Akut
Pericarditis akut adalah penyakit yang biasa disebut dengan
peradangan pada pericardium yang bersifat jinak dan terbatas
sendiri dan dapat terjadi manifestasi dari penyakit sistemik.
Perikarditis dapat muncul sebagai re elevasi segmen ST dan
biasanya ringan dan
8. Pemeriksaan Penunjang PJK
Pemeriksaan penunjang pada penyakit jantung koroner adalah
sebagai berikut (PERKI, 2018; PPPI, 2019):
a. Elektrokardiogram (EKG)
Semua pasien dengan nyeri dada atau keluhan lain yang
mengarah pada penyakit jantung koroner harus di periksa EKG
dengan 12 sandapan. Gambaran EKG yang dijumpai pada
pasien dengan keluhan angina bervariasi. Pada pasien infark,
sandapan EKG bisa menentukan lokasi infark atau iskemia.
Sadapan EKG dengan deviasi segmen ST di V1 sampai V4
menunjukkan lokasi iskemia atau infark ada di anterior, jika
berada di V5-V6, I, AVL menunjukkan lokasi infark ada di
lateral, jika berada di II, III, AVF menunjukkan iskemia atau
infark berada di inferior, V7-V9 menunjukkan lokasi berada di
31

daerah posterior, dan V3R ,V4R berada di ventrikel kanan.


Rekaman EKG sangat penting untuk membedakan membedakan
klasifikasi sindroma koroner akut (PERKI, 2018). Gambaran ST
elevasi pada EKG adalah hiperakut T 300 pasca sumbatan total,
ST elevasi beberapa menit kemudian, ST evolusi beberapa jam
kemudian dan beberapa hari kemudian muncul Q patologi
dengan T inverted yang menandakan nekrosis miokard
(Rochfika, 2019).
b. Laboratorium
Dilakukan pemeriksaan LDL (≥ 130 mg/dL), HDL (pria ≤
40 mg/dL, wanita ≤ 50 mg/dL), kolesterol total (≥ 200 mg/dL),
dan trigliserida (≥ 150 mg/dL), CK (pria ≥ 5-35 Ug/ml, wanita ≥
5-25 Ug/ml), CKMB (≥ 10 U/L), troponin (≥0,16 Ug/L), SGPT
(pria ≥ 42 U/L, wanita 32 U/L), SGOT (pria ≥ 37 U/L, wanita ≥
31 U/L).
Peningkatan bermakna jika nilainya 2 kali batas tertinggi
nilai normal.
1) Kreatinin pospokinasi (CPK) terdeteksi setelah 6-8 jam,
emncapai puncak setelah 24 jam dna kembali menjadi
normal setelah 24 jam berikutnya.
2) LDH (laktat dehidrogenisasi) timbul setelah 24 jam
kemudian mencapai puncak dalam 3-6 hari.
3) Troponin T& I protein merupakan tanda paling spesifik
cidera otot jantung, terutama Troponin T (TnT)
4) Troponin T sudah terdeteksi 3-4 jam pasca kerusakan
miokard dan masih tetap tinggi dalam serum selama 1-3
minggu.
5) Pengukuran serial enzim jantung diukur setiap selama tiga
hari pertama.
c. Pemeriksaan Biofarmaka Jantung
Kreatin kinase MB (CK-MB) atau troponin merupakan
32

biomarka nekrosis miosit jantung dan menjadi bimarka untuk


diagnosis infark miokard. Peningkatan biomarka jantung hanya
menunjukkan adanya nekrosis miosit namun tidak dapat
digunakan untuk menentukan penyebab nekrosis (koroner atau
non koroner). Dalam keadaan nekrosis miokard pemeriksaan
troponin atau CK-MB menunjukkan kadar yang normal setelah
4 sampai 6 jam setelah awitan SKA, sehingga pemeriksaan
harus diulang 8 sampai 12 jam setelah awitan angina. Kadar
CK-MB yang meningkat bisa dijumpai pada seseorang dengan
kerusakan otot skeletal (PERKI, 2018). Nilai ambang
peningkatan CK-MB yang abnormal adalah beberapa unit
melebihi nilai normal atas, namun apabila EKG pada awal
pemeriksaan normal, maka pemeriksaan di ulang 10 sampai 20
kemudian, dan jika hasil EKG tetap normal maka pasien
dipantau selama 12 sampai 24 jam dengan pengulangan EKG
tiap 6 jam (Rochfika, 2019).
d. Angiography
Angiography koroner memberikan informasi mengenai
keberadaan dan keparahan penyakit jantung koroner, sehingga
di anjurkan segera dilakukan untuk untuk tujuan diagnostik pada
pasien dengan risiko tinggi dan diagnosa banding yang tidak
jelas (PERKI, 2018). Waktu pelaksanaan angiography koroner
dibagi dalam empat kategori yaitu untuk pasien dengan risiko
sangat tinggi dilakukan strategi invasif segera (immediate) yaitu
dalam waktu kurang dari 2 jam, untuk pasien risiko tinggi
dilakukan strategi invasif dini (early) dalam waktu kurang dari
24 jam, untuk pasien dengan gejala rekuren dilakukan strategi
invasif kurang dari 72 jam dan untuk pasien elektif dilakukan
strategi invasif selektif (Andrianto, 2020). Foto Polos Dada
Tujuan pemeriksaan untuk membuat diagnose banding,
identifikasi penyakit penyerta serta komplikasi (PERKI, 2018).
33

Rontgen dada dilakukan untuk mendeteksi adanya kongesti


pulmonal atau pembesaran jantung (Kurniati et al, 2018).
e. Echocardiography
Untuk mengambil gambar dari jantung memerlukan
pemeriksaan scanner menggunakan pancaran suara. Untuk
melihat jantung berkontraksi serta melihat bagian area mana saja
yang berkontraksi lemah akibat suplai darahnya berhenti
(sumbatan arteri koroner).
f. Latihan test Stres Jantung (Treadmill)
Treadmill merupakan pemeriksaan penunjang yang
standard an banyak digunakan untuk mendiagnosa PJK. Ketika
melakukan treadmill detak jantung, irama jantung, dan tekanan
darah terus-menerus dipantau, jika arteri koroner mengalami
penyumbatan pada saat melakukan latihan maka ditemukan
segmen depresi ST pada hasil rekaman.
g. Kateterisasi Jantung
Pemeriksaan kateterisasi jantung dilakukan dengan
memasukkan semacam selang seukuran lidi yang disebut
kateter. Selang ini langsung dimasukkan ke pembuluh nadi
(arteri). Kemudian cairan kontras disuntikkan sehingga akan
mengisi pembuluh koroner. Kemudian dapat dilihat adanya
penyempitan atau bahkan penyumbatan. Hasil kateterisasi ini
akan dapat ditentukan untuk penanganan lebih lanjut, yaitu
cukup menggunakan obat saja atau intervensi yang dikenal
dengan balon.
9. Penatalaksanaan PJK
Prinsip penatalaksanaan pada penyakit jantung koroner adalah
mengembalikan aliran darah koroner untuk menyelamatkan jantung
dari infark miokard, membatasi luasnya infark serta
mempertahankan fungsi jantung. Pada prinsipnya, terapi pada kasus
ini ditujukan untuk mengatasi nyeri angina dengan cepat, intensif
34

dan mencegah berlanjutnya iskemia serta terjadinya infark miokard


akut atau kematian mendadak (Nurarif & Kusuma, 2015).
Penatalaksaan penyakit jantung koroner sebagai berikut
(PPPI, 2019):
a. Istirahat total, Pada pasien dengan penyakit jantung koroner,
maka edukasi untuk bed rest total. Bantu aktivitas pasien dan
turunkan kecemasan terkait londisinya. Libatkan keluarga untuk
menangani kecemasan.
b. Oksigenasi, ini dilakukan sampai dengan pasien stabil dengan
level oksigenasi 2-3 liter/ menit secara kanus hidung.
c. Aspirin, dosis yang dianjurkan ialah 160-325 mg perhari dan
absorpsinya lebih baik “chewable” dan pada tablet, terutama
pada stadium awal. Aspirin suppositoria (325 mg) dapat
diberikan pada pasien yang mual atau muntah. Aspirin harus
diberikan kepada smeua pasien sindrom koroner akut jika tidak
ada kontraindikasi (ulkus gaster, asma bronkial). Efeknya ialaha
menghambat siklooksigenase-I dalam platelet dan mencegah
pembentukan tromboksan-A2. Kedua hal tersebut menyebabkan
agregasi platelet dan konstriksi arterial.
d. Nitrogliserin (NTG), digunakan pada pasien yang tidak
hipotensi. Mula-mula secara sublingual (SL) (0,3-0,6 mg), atau
aerosol spray. Jika sakit dada tetap ada setelah 3x NTG selama 5
menit dilanjutkan dengan drip intravena 5-10 ug/ menit (jangan
lebih 200 ug/menit dan tekanan darah sistolik jangan kurang
dari 100 mmHg). Manfaatnya ialah memperbaiki pengiriman
oksigen ke miokard; menurunkan kebutuhan oksigen di
miokard; menurunkan beban awal (preload) sehingga mengubah
tegangan dinding ventrikel; dilatasi arteri koroner besar dan
memperbaiki aliran kolateral; serta menghambat agregasi
platelet (masih menjadi pertanyaan).
e. Morphine, dosis 2-4 mg intravena sambil memperhatikan efek
35

samping mual, bradikardi, dan depresi pernafasan. Untuk


mengurangi kecemasan dan kegelisahan; mengurangi rasa sakit
akibat iskemia; meningkatkan venous capacitance; menurunkan
tahanan pembuluh sistemik; serta nadi menurun dan tekanan
darah juga menurun, sehingga preload dan after load menurun,
beban miokard berkurang, pasien tenang tidak kesakitan.
Penanganan lanjut dari sindrom koroner akut (SKA)
meliputi:
a. Heparin, mempunyai efek menghambat tidak langsung
pada pembentukan trombin, namun dapat merangsang
aktivasi platelet.
b. Low Molecular Heparin Weight Heparin (LMWH),
mempunyai tahanan yang tinggi untuk menghambat
aktivasi platelet; tidak perlu pemantauan aPTT; dan lebih
besar efek hambatan dalam pembentukan thrombin dan
aktivitasnya.
c. Trombolitik, pada STEMI dan left bundle branh block
(LBBL) baru, dapat menurunkan mortalitas dalam waktu
pendek sebesar 18%, namun tidak menguntungkan bagi
kasus APTS dan NSTEMI
d. Kateterisasi Jantung

B. Tindakan Keperawatan Dukungan Tidur pada pasien Penyakit


Jantung Koroner
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
saat ini banyak penelitian terkait aktivitas keperaawatan yang bisa
dilakukan dalam kelompok intervensi rehabilitasi jantung pada pasien
PJK
1. Pengaruh Terapi Nature Sounds Terhadap Kualitas Tidur
Pada Pasien Dengan PJK
Penderita SKA membutuhkan pemantauan kondisi jantung
yang ketat sehingga mengharuskan pasien untuk dirawat di rumah
36

sakit dengan tujuan observasi, perawatan, dan terapi terhadap


penyakit ataupun penyulit yang dapat mengancam nyawa atau
potensial mengancam nyawa. Hospitalisasi, terutama di ruang
perawatan intensif (ICU) memiliki dampak positif dan negatif bagi
pasien. Dampak positif yang dirasakan oleh pasien adalah rasa
aman dan dilindungi, sedangkan dampak negatif antara lain rasa
takut, kecemasan, gangguan kognitif, cemas dan gangguan tidur.
Hospitalisasi di ruang rawat intensif menyebabkan terjadinya stres
psikologis pada pasien akibat progresifitas penyakit yang tidak
menentu, banyaknya proses medikasi dan tindakan perawatan yang
diterima oleh pasien, dan lingkungan ruang perawatan intensif
yang meliputi suara dari alat-alat bantuan hidup, suara alarm, dan
percakapan antara tenaga kesehatan sehingga pasien mengalami
gangguan tidur.
Sejumlah faktor dapat menjadi penyebab munculnya gangguan
tidur antara lain lingkungan, penyakit, gaya hidup, stres, stimulan
dan alkohol, nutrisi, merokok, motivasi dan pengobatan. Penyakit
kardiovaskular seperti angina pektoris dan infark miokard dapat
menyebabkan gangguan tidur. Gangguan tidur pada pasien dengan
infark miokard akut meliputi peningkatan arousal (peka rangsang),
penurunan efisiensi tidur, penurunan fase tidur REM, dan sering
terbangun. Gangguan tidur dapat menyebabkan pasien kehilangan
kualitas dan kuantitas tidur secara akut yang selanjutnya dapat
mengganggu fungsi-fungsi fisiologis yang penting untuk proses
penyembuhan, mencakup perbaikan jaringan, fungsi imunitas sel
secara keseluruhan, fungsi metabolik dan endokrin, dan
keseimbangan energi. Selain itu, kebutuhan oksigen miokardium
akan meningkat ketika terjadi gangguan tidur, sehingga
kemungkinan angka risiko penyakit jantung seperti infark miokard
berulang dan aritmia akan menjadi lebih tinggi.
37

Tidur yang terfragmentasi dapat menyebabkan kelelahan,


kebingungan, iritabilitas, agresifitas, penurunan toleransi terhadap
nyeri, dan perubahan pada fungsi respirasi. Dampak lainnya adalah
meningkatnya stres, kecemasan, dan depresi sehingga memperberat
gejala nyeri, insomnia berat menyebabkan tanda posttrauma stress
disorder. Terapi nature sounds merupakan salah satu terapi
komplementer berupa teknik intervensi relaksasi nonfarmakologis
dengan menggunakan suara yang memiliki karakteristik membuat
nyaman, menimbulkan perasaan tenang, dan rileks. Nature sounds
merupakan suara yang tidak asing bagi setiap manusia dan selalu
didengar dalam kehidupan sehari-hari. Manusia mempunyai daya
tarik bawaan dengan alam sehingga interaksinya dengan alam
memiliki efek terapeutik terhadap manusia itu sendiri.
2. Efektivitas Aroma Terapi Lavender Terhadap Kualitas Tidur
Pada Pasien PJK
Infark miokardium merupakan salah satu penyakit dengan
rawat inap terbanyak di Amerika. Laju mortalitas awal (30 hari)
pada infark miokardium adalah 30%, dan separuh kematian terjadi
sebelum klien mencapai rumah sakit. Walaupun laju mortalitas
menurun sebesar 30% dalam 2 dekade terakhir, sekitar 1 diantara
25 klien yang tetap hidup pada perawatan awal, meninggal dalam
tahun pertama setelah infark miokardium (Alwi, 2016).Keluhan
khas infark miokardium ialah nyeri dada retrosternal seperti
diremas-remas, ditekan, ditusuk, panas atau ditindih barang berat.
Nyeri dada yang dirasakan serupa dengan angina, tetapi lebih
intensif dan menetap lebih dari 30 menit (Siregar, 2018).
Penanganan rasa nyeri harus dilakukan secepat mungkin untuk
mencegah aktivasi saraf simpatis, karena aktifasi saraf simpatik ini
dapat menyebabkan takikardi, vasokontriksi, dan peningkatan
tekanan darah yang pada tahap selanjutnya dapat memperberat
beban jantung dan memperluas kerusakan miokardium. Tujuan
38

penatalaksanaan nyeri adalah menurunkan kebutuhan oksigen


jantung dan untuk meninggkatkan suplai oksigen ke jantung (Reza,
dkk, 2018).
Terapi non farmakologis dengan cara relaksasi menggunakan
aroma terapi lavender adalah metode yang menggunakan
wewangian lavender untuk meningkatkan kesehatan fisik dan
emosi. Aroma lavender adalah aroma alami yang di ambil dari
tanaman aromatik lavender (Koensoemardiyah, 2019). Berbagai
efek aroma lavender yaitu sebagai antiseptik, antimikroba,
antivirus dan anti jamur, zat analgesik, anti radang, anti toksin, zat
balancing, immunostimulan, pembunuh dan pengusir serangga,
mukolitik dan ekspektoran. Kelebihan minyak lavender dibanding
minyak essensial lain adalah kandungan racunnya yang relatif
sangat rendah, jarang menimbulkan alergi dan merupakan salah
satu dari sedikit minyak essensial yang dapat digunakan langsung
pada kulit (Frayusi, 2018).
Menurut Perez (2017) hal ini dikarenakan aroma bunga
lavender tersebut merangsang sensori, reseptor dan pada akhirnya
mempengaruhi organ yang lainnya sehingga dapat menimbulkan
efek kuat terhadapa emosi. Selain itu aroma ditangkap oleh
reseptor dihidung yang kemudian memberikan informasi ke area
otak yang mengotrol emosi dan memori maupun memberikan
informasi ke hipotalamus yang merupakan pengatur sistem internal
tubuh termasuk suhu tubuh dan reaksi terhadap stress. Selain
mendapatkan terapi aroma bunga lavender klien yang menderita
infark miokard atau mengalami masalah nyeri juga mendapatkan
terapi obat dari ruangan sebagai tindakan intervensi yang dilakukan
perawat kepada klien selama dirawat di ruma sakit, dimana salah
satu jenis terapi yang didapatkan klien di ruangan yaitu isosorbide
dinitrate (ISDN). Aroma terapi bunga lavender juga mempunyai
beberapa molekul yang dilepaskan ke udara sebagai uap air. Ketika
39

uap air yang mengandung komponen kimia tersebut dihirup, akan


diserap tubuh melalui hidung dan masuk ke paru-paru yang
kemudian masuk ke aliran darah. Bersamaan saat dihirup, uap air
akan berjalan dengan segera ke sistem limbik otak yang
bertanggung jawab dalam sistem integrasi dan ekspresi perasaan,
belajar, ingatan, emosi serta rangsangan fisik. Aroma terapi bunga
lavender sangat efektif dan bermanfaat saat dihirup atau digunakan
pada bagian luar, karena indra penciuman berhubungan dekat
dengan emosi manusia dan tubuh akan memberikan respon
psikologis.
3. Efektvitas Foot Hand Massage Terhadap Respon Tidur Pada
Pasien Infark Miokard Akut: Studi Di Ruang ICCU RSUD Dr.
Iskak Tulung Agung
Infark miokard akut (IMA) merupakan salah satu penyakit
jantung yang perlu mendapatkan perhatian karena dapat terjadi
rusaknya jaringan jantung akibat suplai oksigen yang tidak adekuat
sehingga membahayakan fungsi miokard jantung sampai terjadi
kematian (Price, 2002 dalam Hariyanto, 2015). IMA terjadi karena
kerusakan jaringan jantung akibat kekurangan suplai oksigen
menimbulkan nyeri dada, nyeri ini dapat menyebabkan frustasi dan
penurunan kualitas hidup.
Berbagai intervensi dapat dilakukan untuk mengatasi
gangguan tidur baik dengan farmakologis dan nonfarmakologis,
salah satu intervensi nonfarmakologis adalah foot hand massage.
Tindakan massage merupakan salah satu upaya untuk relaksasi
yang mengaktifkan thalamus untuk mengeluarkan hormon
endorphin enkafalin yang dapat mengatasi nyeri dan dapat
merilekskan kembali tubuh (Stillwell, 2011).
Penelitian Trisnowiyanti (2012) menjelaskan massage
dapat memperlancar peredaran darah terutama pada daerah vena.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Abbaspoor
40

et al (2013) yang menyebutkan bahwa foot hand massage dapat


dianggap sebagai metode pelengkap untuk mengurangi rasa sakit
serta efektif guna mengurangi penggunaan jumlah obat dan efek
sampingnya.
Kesimpulan dari penelitian ini didapatkan bahwa pasien
IMA yang diberikan foot hand massage 4 kali 20 menit dalam 2
hari bersama dengan pengobatan standart dapat memberikan
pengaruh terhadap respon fisiologis yaitu tekanan darah systole,
diastole, nadi, respirasi, dan lukosit darah. Intensitas nyeri pada
kelompok perlakuan 94% menurun dengan skala ringan.
4. Relaksasi Benson Untuk Durasi Tidur Pasien Penyakit
Jantung Koroner
Pada masa pemulihan terutama setelah serangan dan
memasuki rehabilitasi fase 2, pasien sering mengalami keluhan
terkait fisiologis maupun psikologis (Dossey, Keegan, & Guzzetta,
2005). Selama 8 minggu pertama pemulihan sangat penting untuk
memahami gelaja yang dikeluhan pasien, antara lain durasi tidur
pendek (El-Mokadem, 2003). Berbagai studi menjelaskan durasi
tidur kurang dari 6 jam per hari menjadi gejala klinis penyakit
jantung koroner. Sekitar 30% lebih individu tidur kurang dari 6
jam per hari, hal ini mengakibatkan perasaan tidak bugar dan
kelelahan saat bangun, mengantuk di siang hari serta fatigue
(Wang et al., 2016).
Salah satu bentuk intervensi keperawatan yang dapat
dilakukan yaitu dengan pemberian terapi modalitas yaitu teknik
relaksasi. Relaksasi Benson merupakan pengembangan respon
relaksasi dengan memasukan unsur keyakinan sehingga
memberikan lingkungan internal bagi pasien dalam mencapai
kesehatan yang lebih baik (Roush, 2017). Secara fisiologis
relaksasi akan memberikan respon penurunan aktivitas saraf
simpatik dan meningkatkan aktivitas saraf parasimpatik, sehingga
41

menurunkan denyut jantung, tekanan darah dan konsumsi oksigen


(Woods, Susan.L; Froelicher,E.S.S; Motzer, S.U; Bridges, 2018).
Dan secara psikologis akan menurunkan stress dengan menekan
pelepasan epinefrin dan kortisol (ElMokadem, 2016). Selain itu
metode relaksasi juga akan menstimulasi sekresi endorphin yang
bermanfaat dalam membuat tubuh menjadi rileks (Dossey et al.,
2018). Endorphin berhubungan dengan neurotransmiter serotonin,
mempengaruhi hypothalamus dan sekresi melatonin untuk
mempertahankan tidur tetap nyenyak, sehingga durasi tidur lebih
panjang (Rambod et al., 2016). Relaksasi Benson menstimulasi
sekresi endorphin. Endorphin berhubungan dengan neurotransmiter
serotonin yang berperan dalam proses tidur (Roush, 2018).
Serotonin juga berkaitan dengan melatonin, tubuh akan mengatur
kadar melatonin tetap tinggi sepanjang malam dan
mempertahankan tidur. Sehingga tidur fase NREM dan REM
menjadi panjang dan durasi tidur meningkat (Rambod et al., 2017).
Selain itu regulasi fungsi sistem saraf otonom selama
respon relaksasi Benson juga berkontribusi dalam mempertahankan
durasi tidur (Dossey et al., 2017). Selama relaksasi terjadi
peningkatan aktivitas parasimpatik dan penurunan aktivitas
simpatik. Saraf parasimpatik bekerja pada jantung dengan mediator
saraf vagus dan neurotransmitter asetilkolin yang menyebabkan
penurunan frekuensi denyut jantung, konduksi atrioventrikular,
ekstrabilitas ventrikular dan tekanan darah. Regulasi denyut
jantung dan tekanan darah ini berkaitan dengan modulasi dominan
dari vagal, sehingga mempertahankan tidur pada fase NREM
(Calandra-Buonaura, Provini, Guaraldi, Plazzi, & Cortelli, 2016;
Tobaldini et al., 2017).
Perkembangan penyakit jantung koroner yang berkaitan
dengan durasi tidur pendek salah satunya diakibatkan oleh
disregulasi kontrol otonom kardiovaskular. Kemoreseptor yang
42

berperan dalam regulasi parameter kardiovaskular yang distimulasi


oleh keadaan hipoksia tidak terjadi (Strand et al., 2016). Sehingga
aktivitas saraf simpatis menjadi tidak dominan, dan tidak
mempengaruhi baroreseptor yang terletak di sinus karotis dan
arkus aorta. Hal ini akan melibatkan mekanisme pusat jaringan
otonon di hipotalamus dan menyesuaikan siklus tidur (Calandra-
Buonaura et al., 2016; Tobaldini et al., 2017). Pada pasien penyakit
jantung koroner durasi tidur pendek juga disebabkan oleh sleep
apnea akibat hipoksia berulang yang menginduksi kemoreseptor
dan pada keadaan ini ditemukan aktivitas berlebihan saraf simpatik
(Lopez & Snyder, 2009; Strand et al., 2016). Respon relaksasi
Benson melalui mekanisme peningkatan aktivitas saraf
parasimpatis mengakibatkan regulasi tekanan dan denyut jantung,
sehingga tidak menginduksi baroreflek. Mekanisme induksi
terhadap kemoresptor tidak terjadi dan gangguan pernapasan
selama tidur (sleep apnea) juga tidak terjadi (Calandra- Buonaura
et al., 2016). Perasaan rileks yang dirasakan selama relaksasi yang
menurunkan stress psikososial, juga menurunkan gangguan tidur
sehingga mengurangi frekuensi terjaga dalam periode tidur pada
malam hari (Rambod et al., 2018).
5. Pemanfaatan Teknik Relaksasi Massase Punggung Dalam
Meningkatkan Kualitas Tidur Pada Asuhan Keperawatan
Pasien Hipertensi
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih
dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolic lebih dari 90 mmHg.
Keluhan utama dari penyakit hipertensi salah satunya adalah nyeri
kepala bagian belakang. Nyeri adalah kondisi perasaan tidak
nyaman dan membuat pola tidur dan istirahat terganggu, jika nyeri
tidak segera diatasi akan berpengaruh pada peningkatan tekanan
darah, takikardi, pupil melebar, diaphoresis, dan sekresi medulla
adrenal sehingga menyebabkan stress (Hidayat, 2008).
43

Massase di daerah punggung adalah metode non


farmakologi sederhana yang memberikan kenyamanan, yang dapat
meredakan ketegangan, merilekskan pasien dan meningkatkan
sirkulasi. Ketika dilakukan sentuhan ataupun pijatan akan
merangsang thalamus untuk mensekresi endorphin, endorphin
berikatan dengan membrane prasinaptik, menghambat transmisi
nyeri, sehingga nyeri berkurang. Pijatan mempunyai efek distraksi
yang dapat merangsang otak dan spinal cord. Sistem saraf pusat
mensekresi opiate endogen (endorphin) melalui sistem kontrol
desenden yang dapat membuat relaksasi otot. Endorphin
mempengaruhi transmisi nyeri yang diinterpretasikan oleh pusat
pengatur nyeri. Pemberian massase punggung dengan
menggunakan baby oil dikarenakan baby oil sebagai pelumas saat
memijat dan kandungan baby oil dapat melancarkan peredaran
darah (Aryani et al, 2015). Teknik relaksasi massase punggung
dilakukan sebanyak sehari dua kali selama 3 hari.
6. Kajian Kebutuhan Belajar Klien dengan Penyakit Jantung
Koroner
Penanganan PJK pasca serangan akut adalah dengan
melakukan pencegahan sekunder berupa perubahan gaya hidup dan
rehabilitasi pasca serangan jantung. Penanganan PJK pasca
serangan akut bertujuan menurunkan kejadian serangan berulang
(Kemenkes RI, 2011 dalam Indrawati, 2012). Tujuan pencegahan
sekunder merupakan salah suatu upaya yang dapat dilakukan klien
untuk mencegah perburukan kondisi jantungnya (Rilantono, 2012).
Namun dalam kenyataan klien PJK belum mampu melakukan
tindakan pencegahan sekunder terkait konsumsi obat yang tidak
digunakan sesuai aturan. Hal tersebut merupakan salah satu
penyebab kekambuhan pada klien PJK (Handayani, 2013).
Pengendalian dalam melakukan tindakan pencegahan sekunder
tidak hanya terkait obat dan perubahan gaya hidup, namun
44

didalamnya juga terdapat pengendalian stres. Komalasari (2013)


dalam penelitiannya menyatakan bahwa persepsi negatif terhadap
penyakit masih menggangu pikiran klien. Klien lebih takut dan
cemas jikalau secara tiba-tiba mereka mengalami serangan jantung
dan nyeri hebat yang pernah dirasakan dating kembali. Selain itu,
dalam hasil penelitian Haryati (2009). yang dilakukan di ruang
intensif di salah satu Rumah Sakit di Jawa Barat bahwa klien
dengan infark miokard akut 100% mengalami stres emosional.
Klien yang mengalami stres emosional dapat memengaruhi
kesehatannya dan memicu serangan berulang yang dapat menjadi
salah satu potensial penyebab kekambuhan. Sehingga klien harus
mengetahui kebutuhan belajar tentang informasi faktor psikologis.
Khan et al. (2006) mengemukakan bahwa sebagian besar pasien
yang mengalami serangan jantung kurang pengetahuan tentang
gejala akan terjadinya serangan jantung, sehingga terlambat dibawa
kerumah sakit bahkan menyebabkan kematian mendadak. Hasil
penelitiannya didapatkan bahwa 68% pasien memiliki pengetahuan
yang rendah tentang faktor risiko penyebab PJK (Wahyuni,
Nurrachmah, & Gayatri, 2012). Upaya perawat untuk menekan
prevalensi kekambuhan adalah meningkatkan kesadaran klien
untuk mengetahui dan melakukan manajemen preventif melalui
pendidikan (Indrawati, 2012).
7. Pengaruh Terapi Emotional Freedom Technique
Menggunakan Aromaterapi Rosemary Terhadap Peningkatan
Kualitas Tidur Pasien Infark Miokard Akut Di Rsud Dr. M.
Yunus Bengkulu
Pasien Infark miokard akut (IMA) sering mengalami insomnia,
dengan periode waktu dan frekuensi tidur yang pendek. Hal ini
disebabkan oleh hilangnya neuron kolinergik di batang otak yang
mengontrol tidur karena penghancuran diri sel yang dikenal
sebagai apoptosis. Infark miokard juga berhubungan dengan
45

pelepasan factor yang memprovokasi peradangan jaringan,


termasuk otak, dan secara khusus daerah yang mengontrol tidur
(Godbout, Wynne, Henry, Huang, and Cleland, 2010). Emotional
Freedom Technique (EFT) merupakan teknik yang menggunakan
kalimat penerimaan diri yang dipadukan dengan mengetuk ringan
(tapping) titik-titik meridian tubuh untuk mengirim sinyal yang
bertujuan menenangkan otak (Sugeng, 2012). Aromaterapi
rosemary telah diteliti bermanfaat bagi kesehatan antara lain
menghilangkan ketegangan mental, membuat tidur lebih nyenyak,
menghilangkan depresi, lesu dan kelelahan serta meningkatkan
kinerja kognitif. Aromaterapi rosemary memiliki senyawa 1,8-
cineole dan linalool. Senyawa ini mampu merangsang saraf pusat
dan memberikan efek menenangkan. Tanaman ini juga biasanya
cocok digunakan sebagai teh atau bahan makanan, hal inilah yang
membuat aromaterapi rosemary diyakini baik dan aman digunakan
(Andria, 2014). Menurut Subandi (2008), terapi non farmakologi
meliputi terapi pembatasan tidur, terapi kontrol stimulus, terapi
pencatatan waktu tidur (sleep diary), serta terapi komplementer
meliputi pengobatan herbal, terapi teknik relaksasi (progresif,
meditasi, yoga, hipnotis), pijat refleksi, terapi medan magnet, serta
terapi bekam dan akupuntur. Terapi komplementer lain yang dapat
dipelajari dan direkomendasi oleh perawat komunitas untuk
gangguan tidur adalah terapi Emotional Freedom Tehnique (EFT).
Minyak esensial rosemary mengandung beberapa komponen
dengan konsentrasi yang berbedabeda. Komponen utama terdiri
dari a-pineole, 1,8 cineole dan linalool asetat. Senyawa aktif 1,8-
cineole yang terdapat dalam rosemary ini dapat merangsang sistem
saraf pusat terutama locus cereleus untuk mensekresikan
noradrenalin yang bersifat stimulan sehingga dapat mempengaruhi
kemampuan kognitif seseorang dan juga memiliki kandungan
linalool asetat yang mampu mengendorkan dan melemaskan sistem
46

kerja urat-urat saraf dan otot-otot yang tegang. Menghirup


rosemary meningkatkan frekuensi gelombang alfa dan keadaan ini
diasosiasikan dengan bersantai (relaksasi) sehingga dapat
mengobati insomnia. (Koensoemardiyah, 2009).
8. Pengaruh Sudut Posisi Tidur Terhadap Kualitas Tidur Dan
Status Kardiovaskuler Pada Pasien IMA Di Ruang ICVU Rsud
Dr. Moewardi Surakarta
Penyebab gangguan tidur itu dikarenakan oleh nyeri, sesak
nafas, lingkungan unit perawatan intensif, stress psikologis dan
efek dari berbagai obat dan per- awatan yang diberikan pada pasien
kritis terse- but. Oleh karena itu aktivitas intervensi keper- awatan
yang dilakukan antara lain menempatkan posisi tidur yang nyaman,
memonitor status ok- sigen sebelum dan sesudah perubahan posisi,
po- sisikan untuk mengurangi dyspnea seperti posisi semi fowler.
Di dalam standar asuhan keperawatan pasien IMA RSUD Dr.
Moewardi Surakarta khususnya di Ruang ICVCU, bahwa
pengaturan sudut posisi tidur belum spesifik dijelaskan.Inter- vensi
keperawatan yang tercantum, ternyata ma- sih banyak terdapat
perbedaan pendapat dalam hal memberikan intervensi sudut posisi
tidur pada pasien IMA. Dimana ada yang menyatakan bahwa
pasien dengan nyeri dan sesak nafas yang penting diberikan posisi
tidur dengan duduk mi- ring senyaman pasien, ada mengatakan
posisi tidur yang biasa diberikan adalah posisi semi- fowler saja
tanpa memperhatikan besaran sudut kemiringan pada tempat
tidurnya. Berdasarkan pengamatan selama studi pendahuluan di
Ruang ICVCU, sebagian besar pasien IMA banyak di- posisikan
dalam keadaan sudut posisi tidur 30° daripada sudut posisi tidur
45°.Tindakan inter- vensi itu dilakukan tanpa mengetahui
efektifitas diantara dua sudut tersebut. Keefektifan antara dua sudut
itu seharusnya sangat perlu untuk di- perhatikan, mengingat nyeri
dan sesak nafas pada malam hari sangat mempengaruhi kebutuhan
47

isti- rahat dan tidur pasien serta proses penyembuhan


Secara teori sebenarnya posisi tubuh sangat berpengaruh
terhadap perubahan denyut nadi, hal ini karena efek gravitasi bumi.
Pada saat duduk maupun berdiri, kerja jantung dalam memompa
darah akan lebih keras karena melawan gaya gravitasi sehingga
kecepatan de- nyut jantung meningkat. Menurut Sudoyo (2006)
pada saat posisi supin dan semifowler gaya gravi- tasi pada
peredaran darah lebih rendah karena arah peredaran tersebut
horizontal sehingga tidak terlalu melawan gravitasi dan tidak perlu
me- mompa besar. Posisi tidur 30° dapat menghasilkan kualitas
tidur yang lebih baik dibandingkan dengan posisi tidur dengan
sudut 45°.
Cara kerja Emotional Freedom Technique (EFT) yaitu
menggunakan fikiran responden itu sendiri. Teknik ini adalah alat
yang diterapkan berdasarkan teori yang menyatakan bahwa emosi
yang berlebihan pada dasarnya bersifat negatif (Iskandar, 2017).
Untuk membebaskan berbagai faktor emosional itu, EFT
memberikan metode penyembuhan yang disebut set up yaitu
ucapan kata afirmasi dan tapping yaitu dengan cara mengetuk-
ngetuk titik-titik energi meridian tubuh. Ucapan afirmasi adalah
kalimat positif dan sugesti yang dikatakan oleh pasien sehingga
secara tidak langsung akan membuat responden menjadi lebih
yakin dan percaya akan kekuatan dalam dirinya yang berasal dari
Tuhan. Sementara tapping atau ketukan yang dilakukan secara
lembut akan membuat responden menjadi rileks. Campuran dari
keduanya yaitu afirmasi dan tapping menjadikan responden merasa
lebih tenang sehingga mengakibatkan rangsangan ke hipotalamus
untuk menurunkan produksi CRF (Cortictropin Releasing Factor)
yang selanjutnya akan merangsang kelenjar pituitary anterior untuk
menurunkan produksi ACTH (Adreno Cortico Tropin Hormon),
hormon ini yang akan merangsang kortek adrenal untuk
48

menurunkan sekresi kortisol yang akan menekan kerja sistem imun


tubuh sehingga mengurangi tingkat kecemasan dan perlahan akan
membebaskan emosi yang berlebihan (Vitale, 2008).
Hasil perbandingan kedua kelompok tersebut menunjukkan
bahwa kecemasan kelompok yang diberikan intervensi dapat
menurun dibandingkan kelompok yang tidak diberikan intervensi.
Hal tersebut terjadi karena pemberian EFT dapat mempengaruhi
keadaan fisiologis responden dengan hasil akhir penurunan
kecemasan yang dibuktikan dengan hasil analisa yang signifikan,
sementara pada kelompok kontrol hanya dapat mempengaruhi
keadaan psikis yaitu bertambahnya pengetahuan akan tetapi tidak
dapat dibuktikan dengan hasil analisa yang signifikan.
49

Tabel 2.1
Jurnal Penelitian Terkait Dukungan Tidur

No Jurnal dan
Penulis dan Judul Sampel Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian
Tahun Terbit

1. Eka Yulia Fitri Y, Dhona Jurnal Subjek yang mengalami Desain penelitian ini Hasil penelitian ini sesuai dengan
Andhini Keperawatan PJK yang dirawat di adalah quasi beberapa teori dan penelitian sebelumnya
Sriwijaya, ruang rawat inap CVCU eksperimental dengan karena terdapat perbedaan yang
Pengaruh Terapi Nature Sounds Volume 3 - RSUP Dr. Mohammad menggunakan rancangan signifikan kualitas tidur sebelum dan
Terhadap Kualitas Tidur Pada Nomor 1, Januari Hoesin Palembang one group pretest- setelah mendengarkan terapi musik yang
Pasien Dengan Sindroma 2019, ISSN No berjumlah 13 responden posttest dalam penelitian ini adalah suara alam
Koronaria Akut 2355 545 (nature sounds) pada pasien SKA yang
dirawat di ruang CVCU RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang.
Peningkatan kualitas tidur pada
responden dalam penelitian ini dapat
disebabkan karena efek terapi nature
sounds yang bersifat sedatif yang
menyebabkan penurunan ketegangan,
kecemasan, rasa nyeri, relaksasi, dan
pola napas sehingga responden mampu
melakukan distraksi.

2. Dasna, Gamya Tri Utami, Jurnal Sampel yang digunakan Penelitian ini termasuk Hasil uji Mann-Whitney pada skor
Arneliwati Keperawatan sebanyak 30 orang penelitian kuantitatif intensitas skala nyeri pre test pada
Indonesia, responden, yakni 15 dengan menggunakan kelompok eksperimen dan kontrol
Efektifitas Terapi Aroma Bunga Volume 19 No.3, responden kelompok rancangan penelitian menunjukkan nilai p=0,717 (nilai p
Lavender (Lavandula November 2016, eksperimen dan 15 Quasi Experimental vakue > α=0,05) atau tidak ada
Angustifolia) Terhadap hal 152-160 responden kelompok dengan pendekatan Pre perbedaan yang signifikan sedangkan
Peningkatan Kualitas Tidur Dan pISSN 1410- kontrol and post test only non intensitas skala nyeri post test didapatkan
Penurunan Nyeri Pada Klien 4490, eISSN equivalent control group p= 0,009 (nilai p value < α=0,05) atau
50

Infark Miokard 2354-9203 ada perbedaan antara intensitas skala


nyeri setelah pemberian terapi aroma
lavender (lavandula Angustifolia) pada
kelompok eksperimen dan kontrol. Hasil
uji Wilcoxon pada skala nyeri sebelum
(pre test) dan sesudah (post test)
menunjukkan nilai p=0,001 (nilai p
vakue < α=0,05) atau ada perbedaan
antara intensitas skala nyeri sebelum dan
sesudah pemberian terapi aroma lavender
(lavandula Angustifolia) pada kelompok
eksperimen.

3. Awan Hariyanto, Suharyo Jurnal Ilmu Sampel pada penelitian Desain penelitian ini Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Hadisaputro, Supriyadi Keperawatan dan ini berjumlah 36 adalah True-experiment intensitas nyeri pasien infark miokard
Kebidanan responden, 18 responden dengan bentuk akut kelompok kontrol secara statistik
Efektivitas Foot Hand Massage (JIKK), Volume kelompok kontrol dan Randomized Pretest- dengan uji Mann-Whitney diperoleh data
Terhadap Respon Tidur dan II, Nomor 3, 18 responden kelompok Posttest Group Design median intensitas nyeri sesudah foot
pada Pasien Infark Miokard Desember 2015: perlakuan. Teknik hand massage kelompok perlakuan
Akut: Studi di Ruang ICCU 113-122 sampling simple random adalah 1,00 dengan intensitas nyeri
RSUD Dr. Iskak TulungAgung sampling. minimum 0 dan maksimum 3, sedangkan
kelompok kontrol median intensitas
nyeri 3 dengan intensitas nyeri minimum
1 dan maksimum 5. Hasil uji statistik
didapatkan p-value kurang dari 0,05
sehingga dapat disimpulkan terdapat
perbedaan intensitas nyeri antara
kelompok perlakuan dengan kelompok
kontrol sesudah foot hand massage.
4. Mulyanti Roberto Muliantino, IR-Perpustakaan Sampel dalam penelitian Penelitian quasi Pada kelompok intervensi. Hasil analisis
Tuti Herawati, Masfuri Universitas ini berjumlah 29 orang eksperimen dengan uji Independent T-test didapatkan
Airlangga, (15 orang kelompok pendekatan control group menunjukan perbedaan mean sebesar
Pengaruh Relaksasi Benson Surabaya Tahun intervensi dan 14 orang pretest posttest design 0,30. Sehingga dapat dikatakan bahwa
Untuk Durasi Tidur Pasien 2018 kelompok kontrol). tidak terdapat perbedaan yang signifikan
51

Penyakit Jantung Koroner teknik sampling selisih durasi tidur pasien PJK antara
menggunakan kelompok kontrol dengan kelompok
consequtive sampling. intervensi (p: 0,116, α 0,05). Hal ini
berkaitan dengan responden yang
termasuk dalam kategori lansia, rerata
usia responden yaitu 52,55 tahun dimana
secara fisiologis jam tidur mulai
berkurang.

5. Intan Destrina IJMS – Sampel pada penelitian Penelitian ini merupakan Berdasarkan hasil uji statistik parametrik
Indonesian ini berjumlah 15 orang penelitian kuantitatif (uji T Dependen) didapatkan bahwa p
Pengaruh Terapi Emotional Journal On sesuai dengan kriteria dengan pre eksperimen Value= 0,000 <0,05 maka dapat
Freedom Technique Medical Science – inklusi yang telah design yaitu one group disimpulkan ada pengaruh terapi
Menggunakan Aromaterapi Volume 7 Nomor ditentukan. Dengan pre test dan post test emotional freedom technique
1 – Januari 2020. menggunakan teknik design menggunakan aromaterapi rosemary
Rosemary Terhadap
ISSN 2355-1313 purposive sampling terhadap peningkatan kualitas tidur
Peningkatan Kualitas Tidur (print) 2623-0038 pasien infark miokard akut.
Pasien Infark Miokard Akut Di (online)
Rsud Dr. M. Yunus Bengkulu

6. Dwi Sulistyowati Jurnal Subyek penelitian ini .Jenis penelitian ini Hasil penelitian menunjukkan adanya
KesMasDaska, adalah pasien IMA yang adalah Quasi pengaruh antara sudut posisi tidur
Pengaruh Sudut Posisi Tidur Juli 2018 dirawat pada hari Eksperimental Design terhadap kualitas tidur pasien IMA
Terhadap Kualitas Tidur Dan pertama di ruang ICVCU dengan rancangan Static dengan nilai p = 0,023. Namun, tidak ada
Status Kardiovaskuler Pada RSUD Dr. Moewardi Group Comparison pengaruh antara sudut posisi tidur
Pasien IMA Di Ruang ICVU Surakarta terhadap 3 parameter status
Rsud Dr. Moewardi Surakarta kardiovaskuler. psistole = 0,583, p
diastole 0,563, p HR = 0,895 dan nilai p
RR = 0,858 (p > 0,05). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa intervensi
pengaturan sudut posisi tidur 30°dapat
52

menghasilkan kualitas tidur yang baik,


sehingga bisa dipertimbangkan sebagai
salah satu intervensi untuk memenuhi
kebutuhan istirahat dan tidur pasien.

7. Putri, Aan Nur’aeni, Valentina JNC - Volume 1 Sampel dalam penelitian Metode dalam penelitian Hasil penelitian mengenai kajian
Belinda Nomor 1 ini adalah klien PJK ini deskriptif kuantitatif kebutuhan belajar klien dengan Penyakit
February 2018 yang menjalani rawat Jantung Koroner di Salah Satu Rumah
Kajian Kebutuhan Belajar Klien inap dan rawat jalan. Sakit di Kota Bandung dapat ditarik
dengan Penyakit Jantung Teknik sampling kesimpulan bahwa delapan subvariabel
Koroner dilakukan dengan kebutuhan belajar yang diteliti
consecutive sampling, merupakan kebutuhan belajar yang
pengambilan data penting menurut pasien PJK. Dari 8
dilakukan selama 30 hari subvariabel tersebut jika diurutkan
dan didapatkan sebanyak berdasarkan kebutuhan belajar yang
105 responden paling penting (mean tertinggi) ke
kebutuhan belajar dengan prioritas
terendah adalah sebagai berikut:
kebutuhan tentang anatomi dan fisiologi
jantung; kebutuhan tentang informasi
obat; kebutuhan informasi tentang gaya
hidup; kebutuhan tentang informasi diet;
serta kebutuhan tentang manajemen
gejala; kebutuhan belajar tentang faktor
psikologi; kebutuhan lainnya; dan
kebutuhan tentang aktivitas fisik. Selain
itu, informasi lainnya yang paling
dibutuhkan klien adalah informasi terkait
dimana keluarga klien dapat mempelajari
informasi rinci mengenai CPR.
53

8. Amelia Rifki Sumadi, Siti IJMS – Sampel pada penelitian Penelitian ini Hasil penelitian menunjukkan ketika
Sarifah, Yulis Widyastuti Indonesian ini berjumlah 3 orang menggunakan metode dilakukan tindakan keperawatan non
Journal On sesuai dengan kriteria deskriptif dengan desain farmakologi, massase punggung yang
Pemanfaatan Teknik Relaksasi Medical Science – inlusi yang telah case study research diberikan kepada ketiga pasien dilakukan
Massase Punggung dalam Volume 7 Nomor ditentukan. (studi kasus) dengan sebanyak 2x dalam sehari selmaa 3
Penurunah Nyeri pada Asuhan 1 – Januari 2020. metode pendekatan minggu, didapatkan hasil kualitas tidur
Keperawatan Pasien Hipertensi ISSN 2355-1313 pengkajian, penegakan pasien mengalami peningkatan .
(print) 2623-0038 diagnosa keperawatan, Kesimpulan dari penelitian ini adalah
(online) perencanaan, teknik relaksasi massase punggung
implementasi, dan bermanfaat untuk meningkatkan kualitas
evaluasi keperawatan tidur kepala pada pasien hipertensi.

9. Jesslyn Khoirunnisaa, Dian Jurnal Berita Ilmu Dari 50 makalah yang Literatur jurnal yang Berdasarkan beberapa penelitian tentang
Hudiyawati Keperawatan Vol. telah ditemukan melalui digunakan adalah Case gangguan tidur, kualitas tidur dan
12 (2), 2019, 97- strategi pencarian, Study berbasis Nasional efektivitas strategi peningkatan kualitas
Terapi Peningkatan Kualitas 107 p-ISSN: terdapat 7 artikel dan Internasional. tidur pasien di ruang perawatan intensif
Tidur Pada Pasien ICU 1979-2697 penelitian yang Kriteria pencarian Case (ICU) menunjukkan bahwa gangguan
memenuhi kriteria yang Study meliputi, jurnal tidur merupakan salah satu permasalahan
telah ditentukan. yang dipublikasi 5-10 yang sering ditemukan di ruang
tahun terakhir. Basis data perawatan intensif (ICU). Beberapa
jurnal berikut yang peneliti melakukan berbagai macam
digunakan adalah intervensi untuk meningkatkan kualitas
PubMed, Google Scholar tidur seperti, pemakaian Earplug dan
dan Scopus. Eyemask dan terapi dzikir. Hasil
menunjukkan bahwa pemakaian
Eyemask atau masker mata , Earplug
atau penyumbat telinga dan terapi
mendengarkan dzikir dapat
meningkatkan kualitas tidur. Namun,
Pemakaian Earplug merupakan teknik
yang paling efektif untuk meningkatkan
tidur karena pemakaian Earplug dapat
54

mengurangi kebisingan yang relatif


efektif di ruang perawatan intensif
(ICU). Saran untuk peneliti selanjutnya
adalah perlu dilakukan penelitian terkait
keefektifan pemakain Eyemask dan
Earplug yang dikombinasikan dengan
terapi mendengarkan dzikir.
10. Analisa Praktik Klinik Jurnal Penelitian Sampel pada penelitian Jenis penelitian ini Berdasarkan analisa dan pembahasan
Keperawatan pada Pasien Kesehatan Suara menggunakan 2 orang adalah deskriptif dengan mengenai gangguan pola tidur
Coronary Artery Disease (CAD) Forikes, Volume pasien penyakit jantung menggunakan metode berhubungan dengan halangan
Unstable Angina Pectoris 11 Nomor 1, koroner yang di rawat di pendekatan studi kasus lingkungan (bising) tindakan yang
(UAP) dengan Intervensi Januari 2020 p- Ruang ICCU RSUD yang mengeksplorasi dilakukan sesuai jurnal yaitu melakukan
Inovasi Rendam Kaki dengan ISSN 2086-3098 Abdul Wahab Sjahranie suatu masalah atau terapi rendam kaki dengan air hangat
Air Hangat terhadap Kualitas e-ISSN 2502- Samarinda Tahun 2018 fenomena dengan selama 3 kali dalam 3 hari. Sebelum dan
Tidur di Ruang Intensive 7778 terperinci sesudah tindakan dilakukan dengan
Cardiac Care Unit (ICCU) mengisi kuesioner PSQI. Hasil akhir
RSUD Abdul Wahab Sjahranie selama 3 hari didaptkan hasil kuesioner
Samarinda Tahun 2018 PSQI ada peningkatakan kualitas tidur
yang lebih baik pada pasien di ruang
ICCU Abdul Whab Sjahranie Samarinda.
55

C. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas
Perlu ditanyakan: nama, umur, jenis kelamin, alamat, suku,
agama, nomor register, pendidikan, tanggal MRS, serta pekerjaan
yang berhubungan dengan stress atau sebab dari lingkungan yang
tidak menyenangkan. Identitas tersebut digunakan untuk
membedakan antara pasien yang satu dengan yang lainnya.
b. Keluhan Utama
Pasien PJK biasanya datang dengan keluhan nyeri pada
dada substernal yang rasanya tajam dan sangat menekan, nyeri
terasa terus menerus dan dangkal. Nyeri dapat menyebar
kebelakang sternum sampai dada kiri, lengan kiri, leher, rahang,
atau bahu kiri. Nyeri miokard kadang-kadang sulit dilokalisasi
dan nyeri mungkin dirasakan sampai 30 menit, tidak hilang
dengan istirahat atau pemberian nitrogliserin (Gede, 2011).
Pengkajian keluhan utama dapat didukung dengan
mengajukan serangkaian pertanyaan mengenai nyeri dada pada
klien secara PQRST meliputi:
 P (Provoking Incident): nyeri setelah beraktivitas dan tidak
berkurang setelah istirahat dan setelah diberikan nitrogliserin.
 Q (Quality of Pain): seperti apa nyeri yang dirasakan klien.
Sifat nyeri dapat digambarkan seperti tertekan benda keras,
kejang seperti diremas, menusuk, mencekik, dan rasa
terbakar
 R (Region): pengkajian daerah mana tempat mulai nyeri, dan
penjalarannya. Nyeri dada PJK khas mulai dari didaerah
substernal atau nyeri diatas pericardium. Penyebaran nyeri
sampai meluas hingga ke leher, dagu, bahu sampai lengan
kiri. Dapat terjadi nyeri dan ketidakmampuan menggerakkan
bahu dan tangan.
56

 S (Severity (Scale) of Pain): klien ditanya dengan


menggunakan rentang 0-4 atau 0-10 (visual analogue scale-
VAS) dan klien akan
 menilai seberapa berat nyeri yang dirasakan. Biasanya pada
saat angina terjadi, skala nyeri berkisar antara 3-4 (0-4) atau
7-9 (0-10).
 Time: biasanya gejala nyeri timbul mendadak. Lama
timbulnya umumnya dikeluhkan > 15 menit. Nyeri infark
oleh miokardium dapat timbul pada waktu istirahat, nyeri
biasanya dirasakan semakin berat (progresif) dan
berlangsung lama.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien akan mengeluh nyeri dada sebelah kiri yang
dirasakan lebih dari 30 menit, nyeri dapat menyebar sampai
lengan kiri, rahang dan bahu yang disertai rasa mual, muntah,
badan lemah dan pusing. Klien dengan sindrom koroner akut
merasakan nyeri dada lebih dari 30 menit merupakan serangan
pertama penyakit jantung hingga klien tiba di unit gawat darurat
juga menentukan pilihan tindakan yang dapat dilakukan.
Semakin cepat klien datang, semakin baik pula hasilnya.
Direkomendasikan agar klien tiba di unit gawat darurat untuk
mendapatkan penanganan dalam waktu < 120 menit dengan
waktu ideal “golden hour” < 60 menit. Golden period
penyakit jantung adalah hingga 12 jam setelah serangan. Rentang
waktu 12 jam itu merupakan waktu yang baik bagi dokter untuk
melakukan reperfusi, atau proses membuka aliran darah yang
tersumbat. Penundaan waktu reperfusi meningkatkan risiko
kematian (Gede, 2011).
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada penderita PJK perlu dikaji mungkin pernah
mempunyai riwayat diabetes mellitus, hipertensi, dan penyakit
57

lainnya. Diabetes mellitus terjadi hilangnya sel endotel vaskuler


berakibat berkurangnya produksi nitri oksida sehingga terjadi
spasme otot polos dinding pembuluh darah. Hipertensi sebagian
diakibatkan dengan adanya penyempitan pada arteri renalis dan
hipo perfusi ginjal dan kedua hal ini disebabkan lesi arteri oleh
arteroma dan memberikan komplikasi trombo emboli
(Underwood, 2012).
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Pengkajian dilakukan dengan menanyakan apakah keluarga
memiliki riwayat penyakit diabetes melitus, penyakit jantung,
peningkatan kolesterol darah, hipertensi, dan penyakit keturunan
lainnya.
f. Riwayat Psikososial
Rasa takut, gelisah dan cemas merupakan psikologis yang
sering muncul pada klien dan keluarga. Hal ini terjadi karena rasa
sakit, yang dirasakan oleh klien. Perubahan psikologis tersebut
juga muncul akibat kurangnya pengetahuan terhadap penyebab,
proses dan penanganan penyakitjantung koroner. Hal ini terjadi
dikarenakan klien kurang kooperatif dengan perawat (Gede,
2011).
g. Pola Aktivitas dan Latihan
Hal ini perlu dilakukan pengkajian pada pasien dengan
penyakit jantung koroner untuk menilai kemampuan dan
toleransi pasien dalam melakukan aktivitas. Pasien penyakit
jantung koroner mengalami penurunan kemampuan dalam
melakukan aktivitas sehari-hari (Panthee & Kritpracha, 2011).
h. Keadaan Umum dan tanda-Tanda Vital
Keadaan umum klien mulai pada saat pertama kali bertemu
dengan klien dilanjutkan mengukur tanda-tanda vital. Kesadaran
klien juga diamati apakah kompos mentis, apatis, samnolen,
delirium, semi koma atau koma. Keadaan sakit juga diamati
58

apakah sedang, berat, ringan atau tampak tidak sakit. Pengukuran


tanda-tanda vital meliputi tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu,
dan SPO2.
i. Pemeriksaan Fisik Persistem
1) Sistem persyarafan: kesadaran, ukuran pupil, pergerakan
seluruh ekstermitas dan kemampuan menanggapi respon
verbal maupun non verbal.
2) Sistem penglihatan: pada klien PJK mata mengalami
pandangan kabur.
3) Sistem pendengaran: klien PJK tidak mengalami gangguan
pada sistem pendengaran telinga.
4) Sistem abdomen: bersih, datar dan tidak ada pembesaran hati.
5) Sistem respirasi: pengkajian dilakukan untuk mengetahui
secara dini tanda dan gejala tidak adekuatnya ventilasi dan
oksigenasi. Pengkajian meliputi persentase fraksi oksigen,
volume tidal, frekuensi pernapasan dan modus yang
digunakan untuk bernapas. Pastikan posisi ETT tepat pada
tempatnya, pemeriksaan analisa gas darah dan elektrolit
untuk mendeteksi hipoksemia.
6) Sistem kardiovaskuler: pengkajian dengan teknik inspeksi,
auskultasi, palpasi, dan perkusi. Perawat melakukan
pengukuran tekanan darah, suhu, denyut jantung dan
iramanya, pulsasi prifer, dan tempratur kulit. Auskultasi
bunyi jantung dapat menghasilkan bunyi gallop S3 sebagai
indikasi gagal jantung atau adanya bunyi gallop S4 tanda
hipertensi sebagai komplikasi. Peningkatan irama napas
merupakan salah satu tanda cemas atau takut.
7) Sistem gastrointestinal: auskultrasi bising usus, palpasi
abdomen (nyeri, distensi)
8) Sistem muskuloskeletal: pada klien PJK adanya kelemahan
dan kelelahan otot sehinggah timbul ketidakmampuan
59

melakukan aktifitas yang diharapkan atau aktifitas yang


biasanya dilakukan.
9) Sistem endokrin: biasanya terdapat peningkatan kadar gula
darah.
10) Sistem integumen: pada klien PJK akral terasa hangat, turgor
baik.
11) Sistem perkemihan: kaji ada tidaknya pembengkakan dan
nyeri pada daerah pinggang, observasi dan palpasi pada
daerah abdomen bawah untuk mengetahui adanya retensi
urine dan kaji tentang jenis cairan yang keluar.
2. Diagnosa yang Mungkin Muncul pada Pasien PJK
Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis mengenai
seseorang, keluarga atau masyarakat sebagai akibat dari masalah
kesehatan atau proses kehidupan yang aktual atau pun potensial.
Diagnosa keperawatan merupakan dasar dalma penyusunan rencana
tindakan asuhan keperawatan (Dinarti & Mulyanti, 2017).
Diagnosa keperawatan ditegakkan dengan pola problem,
etiology, sign and symptomp (PES). Problem yaitu sebagai inti dari
respon klien, etiology sebagai penyebab dari suatu masalah yang
muncul, sign and symptomp sebagai tanda dan gejala dari suatu
masalah (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016).
Masalah keperawatn yang biasa terjadi pada pasien PJK
dengan gangguan sirkulasi diantaranya:
a. Nyeri Akut
Definisi: Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan
dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset
mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat
yang berlangsung kurang dari 3 bulan.
Penyebab:
1) Agen pencedera fisiologis (mis. inflamasi, iskemia,
neoplasma)
60

2) Agen pencedera kimiawi (mis. terbakar, bahan kimia iritan)


3) Agen pencedera fisik (mis. abses, amputasi, terbakar,
terpotong, mengangkat beban berat, prosedur operasi,
trauma, latihan fisik berlebihan)
Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif: Objektif:

1) Mengeluh 1) Tampak
nyeri meringis
2) Bersikap
protektif (mis.
waspada,
posisi
menghindar
nyeri)
3) Gelisah
4) Frekuensi
nadi
meningkat
5) Sulit tidur
Gejala dan Tanda Minor

Subjektif: Objektif:

(tidak 1) Tekanan
tersedia) darah
meningkat
2) Pola nafas
berubah
3) Nafsu makan
berubah
4) Proses
61

berpikir
terganggu
5) Menarik diri
6) Berfokus pada
diri sendiri
7) Diaforesis
(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016)
b. Penurunan Curah Jantung
Definisi: Ketidakadekuatan jantung memompa darah untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh.
Penyebab:
1) Perubahan irama jantung
2) Perubahan frekuensi jantung
3) Perubahan kontraktilitas
4) Perubahan preload
5) Perubahan afterload
Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif: Objektif:

1) Perubahan 1) Perubahan
irama jantung irama jantung
1. Palpitasi a) Bradikardia/
takikardia
b) Gambaran EKG
2) Perubahan aritmia atau
preload gangguan
a) Lelah konduksi
2) Perubahan
preload
a) Edema
b) Distensi vena
62

3) Perubahan jugularis
afterload c) Central venous
a) Dispnea pressure (CVP)
d) Hepatomegali
3) Perubahan
afterload
a) Tekanan darah
meningkat/
menurun
b) Nadi perifer
4) Perubahan teraba lemah
kontraktilitas c) Capillary refill
a) Paroxysmal time > 3 detik
nocturnal d) Oliguria
dyspnea e) Warna kulit
(PND) pucat dan/ atau
b) Ortopnea sianosis
c) Batuk 4) Perubahan
kontraktilitas
a) Terdengar suara
jantung S3 dan/
atau S4
b) Ejection
fraction (EF)
menurun
5) Perubahan 5) Perubahan
irama jantung irama jantung
2. Palpitasi c) Bradikardia/
takikardia
d) Gambaran EKG
6) Perubahan aritmia atau
63

preload gangguan
b) Lelah konduksi
6) Perubahan
preload
e) Edema
f) Distensi vena
7) Perubahan jugularis
afterload g) Central venous
b) Dispnea pressure (CVP)
h) Hepatomegali
7) Perubahan
afterload
f) Tekanan darah
meningkat/
menurun
g) Nadi perifer
8) Perubahan teraba lemah
kontraktilitas h) Capillary refill
d) Paroxysmal time > 3 detik
nocturnal i) Oliguria
dyspnea j) Warna kulit
(PND) pucat dan/ atau
e) Ortopnea sianosis
f) Batuk 8) Perubahan
kontraktilitas
c) Terdengar suara
jantung S3 dan/
atau S4
d) Ejection
fraction (EF)
menurun
64

Gejala dan
Tanda Minor

Subjektif: Objektif:

1) Perubahan 1) Perubahan
preload preload
(tidak a) Murmur
tesedia) jantung
b) Berat badan
bertambah
c) Pulmonary
artery wedge
pressure
2) Perubahan
(PAWP)
afterload
menurun
(tidak
2) Perubahan
tesedia)
afterload
a) Pulmonary
vascular
resistance
(PVR)
meningkat/
3) Perubahan menurun
kontraktilitas b) Systemic
(tidak vascular
tesedia) resistance
(SVR)
meningkat/
menurun
3) Perubahan
kontraktilitas
65

a) Cardiac index
(CI) menurun
4) Perilaku/ b) Left ventricular
emosional stroke work
a) Cemas index (LVSWI)
b) Gelisah menurun
c) Stroke volume
index (SVI)
menurun
4) Perilaku/
emosional
(tidak tersedia)

(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016)

c. Gangguan Pola Tidur


Definisi: gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat
faktor eksternal
Penyebab:
1) Hambatan lingkungan (mis. kelembapan lingkungan
sekitar, suhu lingkungan, pencahayaan, kebisingan, bau
tidak sedap, jadwal pemantauan/pemeriksaan/tindakan)
2) Kurang kontrol tidur
3) Kurang privasi
4) Restraint fisik
5) Ketiadaan teman tidur
6) Tidak familiar dengan peralatan tidur
Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif: Objektif:

1) Mengeluh 1) (tidak
sulit tidur tersedia)
66

2) Mengeluh
sering terjaga
3) Mengeluh
tidak puas
tidur
4) Mengeluh
pola tidur
berubah
5) Mengeluh
istirahat tidak
cukup
Gejala dan Tanda Minor

Subjektif: Objektif:

1) Mengeluh 1) (tidak
kemampuan tersedia)
beraktivitas
menurun

(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016)


67

3. Intervensi Keperawatan: Dukungan Tidur


Rencana Tindakan Keperawatan
No. Diagnosa Keperawatan (SDKI) Tujuan/ Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
(SLKI) (SIKI)
1. Nyeri akut (D.0077) Setelah diberikan intervensi keperawatan 3x8 Manajemen Nyeri
jam, diharapkan tingkat nyeri pasien menurun Observasi:
Ditandai dengan: dengan: 1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
 Data Mayor frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
DS: SLKI: Tingkat Nyeri 2) Identifikasi skala nyeri
 Mengeluh nyeri Ekspektasi: Menurun 3) Identifikasi respons nyeri non verbal
DO: Dengan level: 4) Identifikasi faktor yang memperberat dan
 Tampak meringis 1. Meningkat memperingan nyeri
 Bersikap protektif (mis. 2. Cukup meningkat 5) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
waspada, posisi 3. Sedang tentang nyeri
menghindari nyeri) 4. Cukup menurun 6) Identifikasi pengaruh budaya terhadap
5. Menurun respons nyeri
 Gelisah
Dengan kriteria hasil: 7) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas
 Frekuensi nadi meningkat
 Keluhan nyeri hidup
 Sulit tidur
 Meringis 8) Monitor keberhasilan terapi komplementer
 Data Minor yang sudah diberikan
 Sikap protektif
DS: - 9) Monitor efek samping penggunaan
 Gelisah
DO: analgetik
 Kesulitan tidur
 Tekanan darah meningkat  Diaforesis Terapeutik:
 Pola nafas berubah 10) Berikan teknik nonfarmakologis untuk
 Nafsu makan berubah Dengan level: mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
 Proses berpikir terganggu 1. Menurun hipnosis, akupresur, terapi musik,
 Menarik diri 2. Cukup menurun biofeedback, terapi pijat, aromaterapi,
 Berfokus pada diri sendiri 3. Sedang teknik imajinasi terbimbing, kompres
 Diaforesis 4. Cukup meningkat hangat/dingin, terapi bermain)
5. Meningkat 11) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
Dengan kriteria hasil: nyeri ( mis. suhu ruangan, pencahayaan,
 Kemampuan menuntaskan aktivitas kebisingan)
12) Fasilitasi istirahat dan tidur
68

Dengan level: 13) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri


1. Memburuk dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
2. Cukup memburuk Edukasi:
3. Sedang 14) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
4. Cukup membaik nyeri
5. Membaik 15) Jelaskan strategi meredakan nyeri
Dengan kriteria hasil: 16) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
 Frekuensi nadi 17) Anjurkan menggunakan analgetik secara
 Pola nafas tepat
 Tekanan darah 18) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
 Pola tidur mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi:
19) Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

Terapi Pemijatan
Observasi:
1) Identifikasi kontraindikasi terapi pemijatan
(mis. penurunan trombosit, gangguan
integritas kulit, deep vein thrombosis, area
lesi, kemerahan atau radang, tumor, dan
hipersensitivitas terhadap sentuhan)
2) Identifikasi kesediaan dan penerimaan
dilakukan pemijatan
3) Monitor respons terhadap pemijatan
Terapeutik:
4) Tetapkan jangka waktu untuk pemijatan
5) Pilih area tubuh yang akan dipijat
6) Cuci tangan dengan air hangat
7) Siapkan lingkungan yang hangat, nyaman,
dan privasi
8) Buka area yang akan dipijat, sesuai
kebutuhan
9) Tutup area yang tidak terpajan (mis.
69

dengan selimut, seprai, handuk mandi)


10) Gunakan lotion atau minyak untuk
mengurangi gesekan (perhatikan
kontraindikasi penggunaan lotion atau
minyak tertentu pada tiap individu)
11) Lakukan pemijatan secara perlahan
12) Lakukan pemijatan dengan teknik yang
tepat
Edukasi
13) Jelaskan tujuan dan prosedur terapi
14) Anjurkan rileks selama pemijatan
15) Anjurkan beristirahat setelah dilakukan
pemijatan

Rencana Tindakan Keperawatan


No. Diagnosa Keperawatan (SDKI) Tujuan/ Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
(SLKI) (SIKI)
2. Pola nafas tidak efektif (D.0005) Setelah diberikan intervensi keperawatan 3x8 Terapi Oksigen
jam, diharapkan pola napas pasien membaik Observasi:
Ditandai dengan: dengan: 1. Monitor kecepatan aliran oksigen
 Data Mayor 2. Monitor posisi alat terapi oksigen
DS: SLKI: Pola Napas 3. Monitor tanda-tanda hipoventilasi
 Dispnea Ekspektasi: Membaik 4. Monitor integritas mukosa hidung
DO: Dengan level: akibat pemasangan oksigen
 Penggunaan otot bantu 1. Menurun Terapeutik:
pernapasan 2. Cukup menurun 5. Bersihkan sekret pada mulut, hidung
 Fase ekspirasi memanjang 3. Sedang dan trakea, jika perlu
4. Cukup meningkat 6. Pertahankan kepatenan jalan napas
 Pola napas abnormal (mis,
5. Meningkat 7. Berikan oksigen jika perlu
takipnea, bradipnea,
Dengan kriteria hasil:
hiperventilaso,kussmaul, Edukasi
 Dispnea
70

cheyne-stokes)  Penggunaan otot bantu napas 8. Ajarkan keluarga cara menggunakan O2


 Data Minor di rumah
DS: Ortopnea Dengan level: Kolaborasi
DO: 1. Memburuk 9. Kolaborasi penentuan dosis oksigen
 Pernapasan pursed-lip 2. Cukup memburuk
 Pernapasan cuping hidung 3. Sedang
4. Cukup membaik
 Diameter thoraks anterior
5. Membaik
posterior meningkat
Dengan kriteria hasil:
 Ventilasi semenit menurun
 Frekuemsi napas
 Kapasitas vital menurun
 Kedalaman napas
 Tekanan ekspirasi menurun
 Tekanan inspirasi menurun
 Ekspansi dada berubah

Rencana Tindakan Keperawatan


No. Diagnosa Keperawatan (SDKI) Tujuan/ Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
(SLKI) (SIKI)
3. Gangguan Pola Tidur (D.0056) Setelah diberikan intervensi keperawatan 3x8 Dukungan Tidur
jam, diharapkan pola tidur pasien membaik Observasi:
Ditandai dengan: dengan: 1) Idekntifikasi pola aktivitas dan tidur
 Data Mayor 2) Identifikasi faktor pengganggu tidur
DS: SLKI: Pola Tidur (fisik dan/atau psikologis)
 Mengeluh sulit tidur Ekspektasi: Membaik 3) Identifikasi makanan dan minuman
 Mengeluh sering terjaga Dengan level: yang mengganggu tidur (mis. kopi, teh,
 Mengeluh tidak puas tidur 1. Menurun alkohol, makan mendekati tidur,
2. Cukup menurun minum banyak air sebelum tidur
 Mengeluh pola tidur
3. Sedang 4) Identifikasi obat tidur yang dikonsumsi
berubah
4. Cukup meningkat Terapeutik:
 Mengeluh istirahat tidak
5. Meningkat 5) Modifikasi lingkungan (mis.
cukup
Dengan kriteria hasil: pencahayaan, kebisingan, suhu, maras,
DO:
 Keluhan sulit tidur dan tempat tidur)
71

 (tidak tersedia)  Keluhan sering terjaga 6) Batasi waktu tidur siang, jika perlu
 Data Minor  Keluhan tidak puas tidur 7) Fasilitasi menghilangkan stress
DS:  Keluhan pola tidur berubah sebelum tidur
 Mengeluh kemampuan  Keluhan istirahat tdak cukup 8) Tetapkan jadwal tidur rutin
9) Lakukan prosedur untuk meningkatkan
beraktivitas menurun
Dengan level: kenyamanan )mis. pijat, pengaturan
DO: posisi, terapi akupesur)
1. Meningkat
 (tidak tersedia) 2. Cukup meningkat 10) Sesuaikan jadwal pemberian obat
3. Sedang dan/atau tindakan untuk menunjang
4. Cukup menurun siklus tidur-terjaga
5. Menurun Edukasi:
Dengan kriteria hasil: 11) Jelaskan pentingnya tidur cukup selama
 Kemampuan beraktivitas sakit
12) Anjurkan menepati kebiasaan waktu
tidur
13) Anjurkan menghindari
makanan/minuman yang mengganggu
tidur
14) Anjurkan penggunaan obat tidur yang
tidak mengandung supresor terhadap
tidur REM
15) Ajarkan faktor-faktor yang
berkontribusi terhadap gangguan pola
tidur (mis. psikologis, gaya hidup,
sering berubah shift bekerja)
16) Ajarkan relaksasi otot autogenik atau
cara nonfarmakologi lainnya

Eviden Based
17) Anjurkan pasien untuk menggunakan
teknik nature sounds untuk mengurangi
kecemasan yang berpengaruh pada
tidur pasien
18) Anjurkan pasien untuk menggunakan
72

terapi aroma bunga lavender (lavandula


angustifolia) terhadap peningkatan
kualitas tidur dan penurunan nyeri
19) Ajarkan pasien teknik foothand
massage untuk meningkatkan kualitas
tidur
73

4. Implementasi
Implementasi yang merupakan komponen dari proses keperawatan
adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang
diperlukan untuk mencapai tindakan dan hasil yang diperkirakan dari
asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan. Implementasi mencakup
melakukan, membantu atau mengarahkan kinerja aktivitas kehidupan
sehari-hari, memberikan arahan perawatan untuk mencapai tujuan yang
berpusat pada klien dan mengevaluasi kerja anggota staf dan mencatat
serta melakukan pertukaran informasi yang relevan dengan perawatan
kesehatan berkelanjutan dari klien. Implementasi meluangkan rencana
asuhan ke dalam tindakan. Setelah rencana dikembangkan, sesuai dengan
kebutuhan dan prioritas klien, perawat melakukan intervensi keperawatan
spesifik, yang mencakup tindakan perawat (Potter & Perry, 2015 dalam
Ronica, 2021).
5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari proses
keperawatan, tahap penilaian atau perbandingan yang sistematis, dan
terencana tentang kesehatan pasien, dengan tujuan yang telah ditetapkan
yang dilakukan secara berkesinambungan (Debora, 2013 dalam Ronica,
2021). Pada tahap evaluasi, perawat membandingkan status kesehatan
pasien dengan tujuan atau kriteria hasil yang telah ditetapkan. Menurut
Alimul & Hidayat (2012) dalam Ronica (2021), evaluasi terdiri dari dua
kegiatan yaitu evaluasi proses dan evaluasi hasil. Evaluasi proses
dilakukan selama proses perawatan berlangsung atau menilai respons
pasien, sedangkan evaluasi hasil dilakukan atas target tujuan yang
diharapkan.
Format yang digunakan dalam tahap evaluasi menurut Alimul &
Hidayat (2012) dalam Ronica (2021) yaitu format SOAP yang terdiri dari:
a. Subjective, yaitu informasi berupa ungkapan yang didapat dari pasien
setelah tindakan yang diberikan.
74

b. Objective, yaitu informasi yang didapat berupa hasil pengamatan,


penilaian, pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan
dilakukan.
c. Assessment, yaitu membandingkan antara informasi subjective dan
objective dengan tujuan dan kriteria hasil. Kemudian ditarik
kesimpulan dari dua kemungkinan kesimpulan, yaitu:
1) Tujuan tercapai, yaitu respon pasien yang menunjukkan perubahan
dan kemajuan yang sesuai dengan kriteria yang ditetapkan
2) Tujuan tidak tercapai, yaitu respon pasien tidak menunjukkan
adanya perubahan ke arah kemajuan
d. Planning, yaitu rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan
berdasarkan hasil analisa.
BAB III
METODE PENULISAN

A. Rancangan Studi Kasus


Desain penulisan karya ilmiah ini yaitu studi kasus deskriptif
menggambarkan asuhan keperawatan terapi pemijatan pada pasien Penyakit
Jantung Koroner (PJK) di ruang ICU RS Argamakmur Tahun 2021.
Pendekatan asuhan keperawatan yang digunakan meliputi tahapan
pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
keperawatan.

B. Subyek Studi Kasus


Subyek dalam studi kasus ini menggunakan dua partisipan, yaitu
penderita penyakit jantung koroner (PJK) dengan kriteria:
1. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh
setiap anggota partisipan yang dapat diambil sebagai sampel
(Notoatmodjo, 2012). Kriteria inklusi dalam studi kasus ini yaitu:
a) Pasien yang didiagnosis penyakit jantung koroner (PJK)
b) Usia di atas 30 tahun
c) Pasien kooperatif dan bersedia menjadi responden
2. Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang tidak boleh
dimiliki oleh setiap anggota partisipan (Notoatmodjo, 2012). Kriteria
eksklusi dalam studi kasus ini yaitu:
a. Pasien pulang atas permintaan sendiri (APS) atau dirujuk
b. Pasien meninggal dunia saat dirawat inap
c. Pasien yang mengalami penurunan kesadaran
C. Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan penjelasan atau definisi yang dibuat
oleh peneliti tentang fokus studi. Definisi operasional digunakan untuk
mendapatkan gambaran yang jelas dan menghindari penafsiran yang salah

75
76

mengenai istilah yang digunakan dalam penulisan. Istilah-istilah yang diberi


penjelasan antara lain:
1. Asuhan keperawatan pada studi kasus ini didefinisikan sebagai suatu
proses atau rangkaian kegiatan yang meliputi pengkajian, diagnosis,
perencanaan, implementasi dan evaluasi keperawatan yang langsung
diberikan kepada pasien PJK di ruang ICU RS Argamakmur yang
berpedoman pada standar asuhan keperawatan.
2. Dukungan tidur pada studi kasus ini didefinisikan sebagai rangkaian
tindakan keperawatan yang dilakukan dengan cara melakukan asuhan
keperawatan dan membatasi komplikasi pada penderita PJK.
3. Penyakit jantung koroner (PJK) pada studi kasus ini didefinisikan sebagai
suatu diagnosis dokter di RS Argamakmur berdasarkan tanda dan gejala
dan hasil pemeriksaan penunjang yang menunjukkan pasien mengalami
ketidakseimbangan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan
sel-sel tubuh akan nutrient dan oksigen secara adekuat
4. Gangguan pola tidur pada studi kasus ini didefiniskan sebagai diagnosa
keperawatan pada pasien PJK di RS Argamakmur.
D. Tempat dan Waktu
Lokasi penelitian ini adalah di ruang ICU RS Argamakmur Tahun
2022. Proses pengumpulan data dilakukan pada saat penulis praktik di stase
keperawatan elektif bulan Januari 2022 dan penyelesaian laporan dilakukan
pada bulan April 2022.
E. Pengumpulan Data
1. Data Primer
Data primer yaitu data yang didapatkan melalui wawancara dan
observasi dengan hasil anamnesis berisi tentang identitas pasien, keluhan
utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat
penyakit keluarga, riwayat psikologi, keadaan umum, tingkat kesadaran,
pemeriksaan activity daily living (ADL), serta pemeriksaan fisik pada
sistem tubuh pasien. Sumber data bisa dari pasien, keluarga serta perawat
ruangan.
77

2. Data Sekunder
Data yang diperoleh peneliti dengan melakukan akses pencarian
menggunakan google scholar, PubMed dan situs web perpustakaan
nasional yang dapat mengunduh jurnal dan data yang berkaitan dengan
masalah dan tujuan penelitian, yang bertujuan untuk mengungkapkan
berbagai teori-teori yang relevan dengan permasalahan yang dihadapi
sebagai bahan rujukan.
F. Penyajian Data
Penyajian data pada penelitian ini disajikan secara tekstual dan naratif
yang disajikan secara sistematis meliputi proses asuhan keperawatan yang
dimulai dari pengkajian, diagnosa, rencana keperawatan, implementasi dan
evaluasi. Dalam penelitian ini, penulis meneliti dua responden PJK dengan
masalah keperawatan nyeri akut.
G. Etika Studi Kasus
Peneliti mempertimbangkan etik dan legal penelitian untuk melindungi
partisipan agar terhindar dari segala bahaya serta ketidaknyamanan fisik dan
psikologis. Dengan mempertimbangkan hal-hal di bawah ini:
1. Self Determinan
Pada studi kasus ini, responden diberi kebebasan untuk berpartisipasi
atau tidak serta mengundurkan diri dalam penelitian ini tanpa ada paksaan.
2. Tanpa Nama (anonimity)
Peneliti menjaga kerahasiaan responden dengan cara tidak
mencantumkan identitas responden dan penanggung jawab pada lembar
seluruh data proses perawatan, peneliti hanya akan memberi inisial sebagai
pengganti identitas responden.
3. Kerahasiaan (confidentialy)
Semua informasi yang didapat dari responden, penanggung jawab,
perawat ataupun data sekunder (rekam medis) atau lainnya tidak akan
disebarluaskan ke orang lain dan hanya peneliti yang mengetahuinya.
Setelah 3 bulan hasil penelitian dipresentasikan, data yang diolah
dimusnahkan demi kerahasiaan responden.
78

4. Keadilan (justice)
Peneliti akan memperlakukan kedua responden secara adil selama
pengumpulan data tanpa adanya diskriminasi, baik yang bersedia
mengikuti penelitian maupun yang menolak dan mengundurkan diri untuk
menjadi responden.
5. Asas Kemanfaatan (beneficiency)
Asas kemanfaatan harus memiliki tiga prinsip yaitu bebas
penderitaan, bebas eksploitasi dan beban risiko. Bebas penderitaan yaitu
peneliti menjamin responden tidak akan mengalami cidera, mengurangi
rasa sakit dan tidak akan memberikan penderitaan responden. Bebas
eksploitasi dimana peneliti menjamin kerahasiaan data dan informasi yang
diberikan oleh responden maupun penanggung jawab, dan akan digunakan
sebaik mungkin dan tidak akan digunakan secara sewenang-wenang demi
keuntungan peneliti. Bebas risiko yaitu peneliti menjamin keselamatan
responden selama menjalani intervensi yang di anjurkan. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk menambah pengetahuan, menerapkan
perawatan pasien PJK serta berperan dalam mengurangi hari lama rawat.
6. Non Maleficience
Peneliti menjamin tidak akan menyakiti, membahayakan, atau
memberikan ketidaknyamanan baik secara fisik maupun psikologi
BAB IV
HASIL STUDI KASUS

Pada bab ini menjelaskan tentang studi kasus dukungan tidur melalui
pendekatan asuhan keperawatan yang di lakukan pada Tn. H dengan hari rawat 3
hari dan Tn. S dengan 3 hari rawat di ruang ICU RS Argamakmur tahun 2022.
Pelaksanaan asuhan keperawatan yang dilakukan meliputi pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan keperawatan, implementasi keperawatan, dan evaluasi
keperawatan.

A. Gambaran Hasil Pengkajian Keperawatan


Pengkajian ini dilakukan dengan metode auto anamnesa (wawancara
dengan klien terdekat langsung) dan allo anamnesa (wawancara dengan
keluarga atau orang terdekat), tenaga kesehatan lainnya (perawat ruangan),
pengamatan, observasi, pemeriksaan fisik, menelaah catatan medis dan
catatan keperawatan.

1. Data Demografi
Tabel 4.1
Data Demografi Pasien PJK di Ruang ICU RS Argamakmur
Tahun 2022

Karakteristik Tn. H Tn. S

Identitas Seorang pasien Laki-laki Seorang pasien Laki-laki


Pasien bernama Tn. H lahir bernama Tn. S lahir
tanggal 11 september Juli tanggal 07 november
1977, umur 44 tahun, 1970, umur 51 tahun,
beragama islam, suku beragama islam, suku
Rejang, pendidikan Jawa, pendidikan
terakhir SMA, bahasa terakhir SMA, bahasa
yang digunakan sehari-hari yang digunakan sehari-
bahasa daerah, pekerjaan hari bahasa daerah,
petani dan beralamat di pekerjaan swasta dan
Teluk Ajang beralamat di Padang
Jaya

79
80
81

2. Riwayat Kesehatan
Pengkajian riwayat kesehatan/keperawatan dilakukan secara kronologis
dimulai dari keluhan utama, keluhan sekarang, riwayat penyakit sekarang
dan terdahulu, dan pemeriksaan fisik yang dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.2
Riwayat kesehatan Pasien PJK di Ruang ICU RSUD Argamakmur
Bengkulu Tahun 2022

Karakteristik Tn. H Tn. S

Keluhan Tn. H diantar oleh Tn. S di antar keluarga


Utama keluarga ke IGD RS ke IGD RS
Argamakmur pada hari Argamakmur pada hari
selasa tanggal 01 Maret rabu tanggal 02 Maret
2022 pukul 09.00 WIB 2022 pukul 20.30 WIB
dengan keluhan sesak dengan keluhan sesak
nafas, nyeri dada terasa nafas, nyeri dada terasa
tertekan benda tajam tertekan benda tajam dan
menjalar ke leher dan menjalar ke punggung
punggung kiri dan terasa Tanda-tanda vital :
terbakar. TD : 180/100 mmhg
Tanda-tanda vital : RR : 28 x/menit
TD : 150/100 mmHg Nadi : 119 x/menit
RR : 30 x/menit SPO2 : 98 %
Nadi :105 x/menit
SPO2 : 97 %
Penanganan Saat di IGD RS Saat di RS Argamakmur
yang telah Argamakmur klien klien diberikan terapi O2
dilakukan diberikan terapi oksigen 3 5lpm, ISDN 5 mg, NTG
sebelum masuk liter/menit, diberikan 3 mg, , candestartan
ICCU terapi farmakologi ISDN 5 16mg. Kemudian klien
mg sublingual, , dipindahkan ke ruang
Clopidogrel 4 tab kunyah, ICU
vasola 2,5 mg, Aspilet 2
tab kunyah tablet,
candesartan 4mg 1 tablet
dan dilakukan perekaman
EKG. Kemudian klien
dipindahkan ke ruang ICU
82

Keluhan Saat dilakukan pengkajian Saat dilakukan


Sekarang pada hari selasa tanggal 01 pengkajian pada hari
Maret 2022 pukul 12.00 kamis pada tanggal 03
WIB klien mengeluh
Maret 2022 pukul 11.00
masih sesak nafas, nyeri
dada berkurang, badan WIB klien mengeluh
terasa lemas dan sulit badannya terasa lemas,
tidur. Keadaan umum sulit tidur, masih sedikit
klien sedang, kesadaran sesak, nyeri sudah
compos mentis berkurang. Keadaan
(E4V5M6), tekanan darah umum klien sengan
151/94 mmHg, nadi 120
dengan kesadaran
x/menit, pernafasan 30
x/menit dengan oksigen compos mentis
nasal kanule 3 l/m, SPO2 (E4V5M6), tekanan
98 %. darah 161/115 mmHg,
nadi 110 x/menit,
pernafasan 28 x/menit
dengan oksigen nasal
kanule 5 l/m, SPO2 98 %.

Riwayat Klien mengatakan Klien mengatakan


Penyakit memiliki riwayat penyakit memiliki riwayat
Terdahulu hipertensi dan pasien juga hipertensi 5 tahun yang
perokok berat. Hipertensi
lalu, dan pasien juga
yang diderita sudah 10
tahun, pasien mulai perokok aktif. Hipertensi
merokok sejak SMA. yang di derita tidak
Klien pernah di rawat di dikontrol. Klien
rumah sakit RS mengatakan kalau
Argamakmur kurang lebih kepalanya pusing saja
1 tahun yang lalu dengan minum obat amlodipin
penyakit yang sama

3. Pemeriksaan Fisik
Tabel 4.4
83

Pemeriksaan Fisik Pada Pasien PJK di Ruang ICU RS Argamakmur


Tahun 2022
Pemeriksaan Tn. H Tn. S
Fisik

Sistem Posisi mata pasien simetris, Posisi mata pasien 84


Penglihatan kelopak mata tidak ada lesi, simetris, kelopak
tidak ada ptosis, tidak ada mata tidak ada lesi,
exopthalmus, bola mata dapat tidak ada ptosis, tidak
mengikuti gerakan, ada exopthalmus,
konjungtiva anemis, sklera an bola mata dapat
ikterik, pupil isokor dan pupil mengikuti gerakan,
mengecil saat terkena cahaya, konjungtiva anemis,
fungsi penglihatan baik dan sklera an ikterik,
tidak memakai lensa kontak pupil isokor dan pupil
ataupun kacamata mengecil saat terkena
cahaya, fungsi
penglihatan baik dan
tidak memakai lensa
kontak ataupun
kacamata

Sistem Daun telinga pasien simetris, Daun telinga pasien


pendengaran tidak ada lesi, terdapat sedikit simetris, tidak ada
serumen, tidak ada cairan lesi, telinga tampak
yang keluar dari telinga, bersih, tidak ada
tidak ada perasaan penuh di cairan yang keluar
telinga ataupun tinnitus, dari telinga, tidak ada
fungsi pendengaran baik, perasaan penuh di
tidak memakai alat bantu telinga ataupun
pendengaran tinnitus, fungsi
pendengaran baik,
tidak memakai alat
bantu pendengaran
Tidak terdapat penggunaan Tidak terdapat
Sistem otot bantu pernapasan, ada penggunaan otot
Pernapasan terdapat retraksi dinding dada, bantu pernapasan, ada
terdapat pernapasan cuping terdapat retraksi
hidung, tidak ada sianosis, dinding dada,
RR: 28 x/menit, ekspansi paru terdapat pernapasan
simetris kiri dan kanan, cuping hidung, tidak
perkusi sonor pada ICS 1-5 ada sianosis, RR:
dextra, sonor pada ICS 1-2 30x/menit, ekspansi
sinistra, dullness pada ICS 3-5 paru simetris kiri dan
sinistra, suara napas vesikuler kanan, perkusi sonor
pada ICS 1-5 dextra,
sonor pada ICS 1-2
sinistra, dullness pada
ICS 3-5 sinistra, suara
napas vesikuler
Sistem Bentuk dada normochest, Bentuk dada
Kardiovaskule tidak ada sianosis, nadi 120x/ normochest, tidak ada
r menit, nadi teraba lemah dan sianosis, nadi 110x/
irama teratur. Tekanan darah menit, nadi teraba
151/94 mmHg, akral teraba lemah dan irama
hangat, CRT kembali <3 teratur. Tekanan
detik, terdapat distensi vena darah 161/115
jugularis, bunyi jantung BJ I mmHg, akral teraba
dan BJ II, irama teratur, hangat, CRT kembali
terdapat nyeri dada sebelah <3 detik, bunyi
kiri jantung BJ I dan BJ
II, irama teratur,
terdapat distensi vena
85

4. Pemeriksaan Penunjang
Tabel 4.5
Pemeriksaan Penunjang Pasien PJK di Ruang ICU RS Argamakmur
Tahun 2022

Jenis pemeriksaan Tn. H Tn. S Nilai Nomal

Laboratorium 01-03-2022 02-03-2022


Hematokrit 58 34 40-54 vol%
Hemoglobin 14.5 12.2 12.0-15.0 g/dl
Leukosit 6000 13.300 4000-10000 /ul
Trombosit 262.000 274.000 150000-450000 /ul
Hs Troponin Positif Positif
Kimia Darah
Glukosa Darah <160 mg/dl
Fungsi Ginjal 110 161
Ureum 02-03-2022 10-40 m/dl
Kreatinin 21 27 0,6-1,1 mg/dl
0.7 0,7
Elektrolit 03-03-2022 03-03-2022 135-145 mmol/L
Natrium 135 135 3.4-5.3 mmol/L
Kalium 3.6 3.6 50-200 mmol/L
Chlorida 101 103

<

Jenis Pemeriksaan Tn. H Tn. S

Rontgen 01-03-2022 02-03-2022


COR dan Pulmo dalam Kardiomegali
batas normal Sugestif LVH
Aorta dilatasi pulmo
dalam batas normal

5. Terapi Medis
Tabel 4.6
Terapi Medis Pasien PJK di Ruang ICU RS Argamakmur
86

Tahun 2022

Nama Pasien : Tn. H 01/3/2022 02/3/2022 0/3/2022

No Obat Dosis Dosis Dosis

1. Clopidogrel 1x75 mg 1x75 mg 1x75 mg

2. Aspilet 1x80 mg 1x80 mg 1x80 mg

3. ISDN 3x5 mg 3x5 mg 3x5 mg

4. Simvastatin 1x20 mg 1x20 mg

5. Vasola 1x2.5mg 1x2.5 mg 1x2.5 mg

6. Opilac 1xCI 1xCI

Tabel 4.6
Terapi Medis Pasien PJK di Ruang ICU RS Argamakmur
Tahun 2022

Nama Pasien : Tn. 02/3/2022 03/3/2022 4/3/2022


S

No Obat Dosis Dosis Dosis

1. Clopidogrel 1x75 mg 1x75 mg 1x75 mg

2. Aspilet 1x80 mg 1x80 mg 1x80 mg

3. Ketorolac 1x1amp Stop Stop

4. Ranitidine 1x1 amp Stop Stop

5. ISDN 3x5 mg 3x5 mg 3x5 mg

6. Nitrogliserin 2.5 mcg 2.5 mcg 2.5 mcg

7. Vasola 1x2.5mg 1x2.5 mg 1x2.5 mg

8. Simvastatin - - 1x20mg
87

B. Gambaran Diagnosa Keperawatan

Tn. H Tn. S

Gangguan pola tidur berhubungan Gangguan pola tidur berhubungan


dengan kurang control tidur dengan kurang kontrol tidur ( nyeri )
( nyeri )
DS :
DS: Klien mengeluh sering terjaga,
Klien mengeluh sulit tidur, sering selama di rumah sakit pola tidur
terjaga di malam hari, kurang berubah, nyeri dada berkurang serta
puas tidur, nyeri dada berkurang lemas
dan lemas DO:
DO:  Pasien tampak gelisah
 Pasien tampak gelisah  TD: 161/115 mmHg
 TD: 151/94 mmHg N: 110x/ menit
N: 120x/ menit P: 28x/ menit
P: 30x/ menit S: 36,5oC
S: 36,5 C
o
SPO2: 98%
SPO2: 98%  Hs Troponin: positif
 Hs Troponin: positif  Ro Thorax
 Ro. Thorax: Kardiomegali
COR dan Pulmo dalam Sugestif LVH
batas normal Aorta dilatasi pulmo dalam
batas normal
88

C. Rencana Keperawatan

Rencana Tindakan Keperawatan


No. Diagnosa Keperawatan (SDKI) Tujuan/ Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
(SLKI) (SIKI)
1. Gangguan Pola Tidur (D.0055) Setelah diberikan intervensi keperawatan 3x8 Dukungan Tidur
jam, diharapkan pola tidur pasien membaik Observasi:
Ditandai dengan: dengan: 1) Identifikasi pola aktivitas dan tidur
 Data Mayor 2) Identifikasi faktor pengganggu tidur
DS: SLKI: Pola Tidur (fisik dan/atau psikologis)
 Mengeluh sulit tidur Ekspektasi: Membaik 3) Identifikasi makanan dan minuman
 Mengeluh sering terjaga Dengan level: yang mengganggu tidur (mis. kopi, teh,
 Mengeluh tidak puas tidur 6. Menurun alkohol, makan mendekati tidur,
7. Cukup menurun minum banyak air sebelum tidur
 Mengeluh pola tidur
8. Sedang 4) Identifikasi obat tidur yang dikonsumsi
berubah
9. Cukup meningkat Terapeutik:
 Mengeluh istirahat tidak
10. Meningkat 5) Modifikasi lingkungan (mis.
cukup
Dengan kriteria hasil: pencahayaan, kebisingan, suhu, maras,
DO:
 Keluhan sulit tidur dan tempat tidur)
 (tidak tersedia) 6) Batasi waktu tidur siang, jika perlu
 Keluhan sering terjaga
 Data Minor 7) Fasilitasi menghilangkan stress
 Keluhan tidak puas tidur
DS: sebelum tidur
 Keluhan pola tidur berubah
 Mengeluh kemampuan 8) Tetapkan jadwal tidur rutin
 Keluhan istirahat tdak cukup
beraktivitas menurun 9) Lakukan prosedur untuk meningkatkan
DO: Dengan level: kenyamanan )mis. pijat, pengaturan
 (tidak tersedia) 6. Meningkat posisi, terapi akupesur)
7. Cukup meningkat 10) Sesuaikan jadwal pemberian obat
8. Sedang dan/atau tindakan untuk menunjang
9. Cukup menurun siklus tidur-terjaga
10. Menurun Edukasi:
Dengan kriteria hasil: 11) Jelaskan pentingnya tidur cukup selama
 Kemampuan beraktivitas sakit
12) Anjurkan menepati kebiasaan waktu
89

tidur
13) Anjurkan menghindari
makanan/minuman yang mengganggu
tidur
14) Anjurkan penggunaan obat tidur yang
tidak mengandung supresor terhadap
tidur REM
15) Ajarkan faktor-faktor yang
berkontribusi terhadap gangguan pola
tidur (mis. psikologis, gaya hidup,
sering berubah shift bekerja)
16) Ajarkan relaksasi otot autogenik atau
cara nonfarmakologi lainnya

Eviden Based
17) Anjurkan pasien untuk menggunakan
teknik nature sounds untuk mengurangi
kecemasan yang berpengaruh pada
tidur pasien
18) Anjurkan pasien untuk menggunakan
terapi aroma bunga lavender (lavandula
angustifolia) terhadap peningkatan
kualitas tidur dan penurunan nyeri
19) Ajarkan pasien teknik foothand
massage untuk meningkatkan kualitas
tidur
90

D. Gambaran Implementasi Dan Evaluasi Keperawatan


Tabel 4.9
Implementasi dan Evaluasi Pada Tn.H Dengan PJK
di Ruang ICU RS Argamakmur Tahun 2022

Nama : Tn. H Diagnosa Keperawatan :


Ruangan : ICU Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur ( nyeri )
Hari/Tanggal : 01 Maret 2022

Pengkajian Diagnosa IMPLEMENTASI EVALUASI FORMATIF EVALUASI (S-O-A-P)


Intervemsi (S-O-A-P)

Klien mengeluh sulit 12.00 WIB 14.00 WIB


tidur, sering terjaga di 1. Mengidentifikasi pola dan
1. Klien mengatakan sulit S:
malam hari, kurang puas
frekuensi tidur
tidur, nyeri dada tidur dan sering terjaga Klien mengeluh sulit tidur,
berkurang dan lemas 2. Memonitor tekanan darah
2. Tekanan darah 161/94 sering terjaga, masih terasa
DO:
3. Memonitor saturasi
 Pasien tampak mmHg sesak dan nyeri dada sedikit
gelisah oksigen
3. Saturasi oksigen 98 % berkurang
 TD: 161/94 mmHg 4. Memasang elektroda EKG
N: 102x/ menit 4. Elektroda terpasang O:
P: 28x/ menit 5. Memberikan terapi oksigen
5. Klien diberikan oksigen  Tekanan darah 154/92
S: 36,5oC 6. Mengajarkan pasien pijat
91

SPO2: 98% foothand massage kepada menggunakan nasal kanul mmHg


 Hs Troponin: 50.0 keluarga 3 lpm  Terpasang O2 2lpm
ng/mL
 Ro. Thorax: 7. Berkolaborasi pemberian 6. Klien tampak  Nadi 115 x/menit
 Kardiomegali obat ISDN dan CPG memdemonstarsikan yang  Tidak ada sianosis
(all chamber)
dengan 8. Memberika terapi aroma di ajarkan perawat  Pasien tampak rileks
bendungan paru lavender 7. Pasien tampak meminum A :
Atherosklerosis aorta
A: 9. Merubah posisi pasien agar obat yang di berikan oleh SLKI : Pola Tidur berada pada
SLKI : Pola Tidur berada pasien nyaman perawat level 3 sedang
pada level 3 sedang
10. Mengajarkan pasien dan 8. Pasien tampak mengikuti

P: keluarga tentang nature yang diajarkan oleh P :


SIKI : Lakukan sounds perawat Lanjutkan SIKI : Dukungan
Dukungan Tidur 11. Menganjurkan keluarga 9. Klien tampak nyaman Tidur aktivitas keperawatan 1-
untuk mendengarkan dengan posisi semi fowler 4, 8-13
nature sounds sebelum 10. Klien tampak mengerti
tidur dengan yang di ajarkan
perawat
11. Klien tampak mengikuti
gerakan yang diajarkan
perawat
92

Nama : Tn. H Diagnosa Keperawatan :


Ruangan : ICU Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur ( nyeri )
Hari/Tanggal : 02 Maret 2022

Pengkajian Diagnosa IMPLEMENTASI EVALUASI FORMATIF EVALUASI (S-O-A-P)


Intervemsi (S-O-A-P)

Klien mengeluh sulit 16.00 WIB 20.00 WIB


tidur, sering terjaga di
1. Mengidentifikasi pola dan 1. Klien mengatakan sulit S:
malam hari, kurang puas
tidur, nyeri dada frekuensi tidur tidur dan sering terjaga Klien mengeluh sulit tidur,
berkurang dan lemas
2. Memonitor tekanan darah 2. Tekanan darah 160/94 sering terjaga, masih terasa
DO:
 Pasien tampak 3. Memonitor saturasi mmHg sesak dan nyeri dada sedikit
gelisah oksigen 3. Saturasi oksigen 98 % berkurang
 TD: 131/90 mmHg
N: 100x/ menit 4. Memasang elektroda EKG 4. Elektroda terpasang
P: 22x/ menit 5. Memberika terapi aroma 5. Klien tampak O :
S: 36,5oC
SPO2: 98% lavender kepada pasien memdemonstarsikan yang  Tekanan darah 154/92
 Hs Troponin: 50.0 6. Berkolaborasi pemberian di ajarkan perawat mmHg
ng/mL
 Ro. Thorax: 6. Pasien tampak meminum
93

 Kardiomegali obat ISDN dan CPG obat yang di berikan oleh  Nadi 100 x/menit
(all chamber) 7. Memberikan terapi aroma perawat  CRT <3 detik
dengan
bendungan paru lavender 7. Pasien tampak mengikuti  Tidak ada sianosis
Atherosklerosis aorta 8. Merubah posisi pasien agar yang diajarkan oleh  Pasien tampak rileks
A:
SLKI : Pola Tidur berada pasien nyaman perawat
pada level 3 sedang 9. Mengajarkan pasien teknik 8. Klien tampak nyaman
relaksasi benson dengan posisi semi fowler A:
P:
SIKI : Lakukan 10. Menganjurkan keluarga 9. Klien tampak
mengerti SLKI : Pola Tidur berada pada
Dukungan Tidur untuk mendengarkan dengan yang di ajarkan level 3 sedang
nature sounds sebelum perawat
tidur 10. Klien tampak mengikuti P :
gerakan yang diajarkan Lanjutkan SIKI : Dukungan
perawat Tidur aktivitas keperawatan 1-
4, 8-13
94

Nama : Tn. H Diagnosa Keperawatan :


Ruangan : ICU Gangguan Pola Tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur ( nyeri )
Hari/Tanggal : 03 Maret 2022
Pengkajian Diagnosa IMPLEMENTASI EVALUASI FORMATIF EVALUASI (S-O-A-P)
Intervemsi (S-O-A-P)
Klien mengeluh sulit 15.00 WIB 20.15 WIB
tidur, sering terjaga di
1. Mengidentifikasi pola 1. Klien mengatakan sulit S:
malam hari, kurang puas Klien mengeluh masih terasa
tidur, nyeri dada dan frekuensi tidur tidur sudah berkurang
lemas
berkurang dan lemas
2. Memonitor tekanan
DO:
 Pasien tampak darah 2. Tekanan darah 160/90 O :
gelisah  Tekanan darah 154/92
3. Memonitor saturasi mmHg
 TD: 126/84 mmHg mmHg
N: 100x/ menit oksigen 3. Saturasi oksigen 98 %  Terpasang O2 2lpm
P: 22x/ menit 4. Memasang elektroda 4. Elektroda terpasang  Nadi 115 x/menit
S: 36,5oC  CRT < 3 detik
SPO2: 98% EKG 5. Pasien tampak rileks  Tidak ada sianosis
 Hs Troponin: 50.0 5. Memberika terapi aroma dengan yang di berikan  Pasien tampak rileks
ng/mL A:
 Ro. Thorax: rosemary kepada pasien pasien SLKI : Pola Tidur berada pada
 Kardiomegali 6. Mengajarkan pasien 6. Pasien tampak mengikuti level 3 sedang
95

(all chamber) teknik relaksasi benson dan paham dengan P :


dengan
7. Memberikan terapi ISDN gerakan yang diajarkan Dukungan tidur dihentikan
bendungan paru pasien boleh pulang dan
Atherosklerosis aorta dan CPG perawat
melanjutkan therapi obat di
A:
8. Merubah posisi pasien 7. Pasien endapatkan terapi rumah :
SLKI : Pola Tidur berada
pada level 3 sedang 9. Melakukan pijat ISDN dan CPG
 Ajarkan pasien untuk
P: foothand massage 8. Pasien tampak nyaman memperhatikan prinsip
SIKI : Lakukan patuh obat 6 benar dirumah
kepada pasien dengan posisi semi
Dukungan Tidur yaitu : benar pasien, benar
10. Menganjurkan keluarga fowler obat, benar dosis, benar
waktu pemberian, benar
dan pasien untuk 9. Klien tampak memahami
cara pemberian, benar
menggunakan nature yang diajarkan perawat kadaluarsa obat.
 Menganjurkan pasien
sounds sebelum tidur 10. Klien dan keluarga
untuk melakukan prosedur
tampak mengerti dengan terapy relaksasi dirumah
yang diajarkan perawat yang sudah diajarkan jika
dibutuhkan
96

Tabel 4.10
Implementasi dan Evaluasi Pada Tn. S Dengan PJK
di Ruang ICU RS Argamakmur Tahun 2022

Nama : Tn. S Diagnosa Keperawatan :


Ruangan : ICU Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur ( nyeri )
Hari/Tanggal : 02 Maret 2022

Pengkajian Diagnosa IMPLEMENTASI EVALUASI FORMATIF EVALUASI (S-O-A-P)


Intervemsi (S-O-A-P)

Klien mengeluh sering 12.00 WIB 14.00 WIB


terjaga, selama di rumah 1. Mengidentifikasi pola dan
1. Klien mengatakan sulit S:
sakit pola tidur berubah,
frekuensi tidur
nyeri dada berkurang tidur dan sering terjaga Klien mengeluh sulit tidur,
serta lemas 2. Memonitor tekanan darah
2. Tekanan darah 151/90 sering terjaga, masih terasa
DO:
3. Memonitor saturasi oksigen
 Pasien tampak mmHg sesak dan nyeri dada sedikit
gelisah 4. Memasang elektroda EKG
3. Saturasi oksigen 98 % berkurang
 TD: 154/101 mmHg 5. Memberikan terapi oksigen
N: 112x/ menit 4. Elektroda terpasang O:
P: 25x/ menit 6. Mengajarkan pasien pijat
5. Klien diberikan oksigen  Tekanan darah 154/92
S: 36,5oC foothand massage kepada
SPO2: 98% menggunakan nasal kanul mmHg
97

 Hs Troponin: 60.0 keluarga 2 lpm  Terpasang O2 2lpm


ng/mL 7. Berkolaborasi pemberian 6. Klien tampak  Nadi 115 x/menit
A:
SLKI : Pola Tidur obat ISDN dan CPG memdemonstarsikan yang  Tidak ada sianosis
berada pada level 3 8. Memberika terapi aroma di ajarkan perawat  Pasien tampak rileks
sedang
lavender 7. Pasien tampak meminum A :

P: 9. Merubah posisi pasien agar obat yang di berikan oleh SLKI : Pola Tidur berada pada
SIKI : Lakukan pasien nyaman perawat level 3 sedang
Dukungan Tidur 10. Mengajarkan pasien dan 8. Pasien tampak mengikuti
keluarga tentang nature yang diajarkan oleh P :
sounds perawat Lanjutkan SIKI : Dukungan
11. Menganjurkan keluarga 9. Klien tampak nyaman Tidur aktivitas keperawatan 1-
untuk mendengarkan nature dengan posisi semi fowler 4, 8-13
sounds sebelum tidur 10. Klien tampak mengerti
dengan yang di ajarkan
perawat
11. Klien tampak mengikuti
gerakan yang diajarkan
perawat
98

Nama : Tn. S Diagnosa Keperawatan :


Ruangan : ICU Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur ( nyeri )
Hari/Tanggal : 03 Maret 2022

Pengkajian Diagnosa IMPLEMENTASI EVALUASI FORMATIF EVALUASI (S-O-A-P)


Intervemsi (S-O-A-P)

Klien mengeluh sering 16.00 WIB 20.00 WIB


terjaga, selama di rumah
1. Mengidentifikasi pola dan 1. Klien mengatakan sulit S:
sakit pola tidur berubah,
nyeri dada berkurang frekuensi tidur tidur dan sering terjaga Klien mengeluh sulit tidur,
serta lemas
2. Memonitor tekanan darah 2. Tekanan darah 150/90 sering terjaga, masih terasa
DO:
 Pasien tampak 3. Memonitor saturasi oksigen mmHg sesak dan nyeri dada sedikit
gelisah 4. Memasang elektroda EKG 3. Saturasi oksigen 98 % berkurang
 TD: 150/90 mmHg
N: 112x/ menit 5. Memberika terapi aroma 4. Elektroda terpasang
P: 22x/ menit lavender kepada pasien 5. Klien tampak O :
S: 36,5oC
SPO2: 98% 6. Berkolaborasi pemberian memdemonstarsikan yang  Tekanan darah 150/90
 Hs Troponin: 60.0 obat ISDN dan CPG di ajarkan perawat mmHg
ng/mL
7. Memberikan terapi aroma 6. Pasien tampak meminum  Nadi 100 x/menit
obat yang di berikan oleh
99

A: lavender perawat  CRT <3 detik


SLKI : Pola Tidur 8. Merubah posisi pasien agar 7. Pasien tampak mengikuti  Tidak ada sianosis
berada pada level 3
pasien nyaman yang diajarkan oleh  Pasien tampak rileks
sedang
9. Mengajarkan pasien teknik perawat
P: relaksasi benson 8. Klien tampak nyaman
SIKI : Lakukan
10. Menganjurkan keluarga dengan posisi semi fowler A:
Dukungan Tidur
untuk mendengarkan nature 9. Klien tampak
mengerti SLKI : Pola Tidur berada pada
sounds sebelum tidur dengan yang di ajarkan level 3 sedang
perawat
10. Klien tampak mengikuti P :
gerakan yang diajarkan Lanjutkan SIKI : Dukungan
perawat Tidur aktivitas keperawatan 1-
4, 8-13
100

Nama : Tn. S Diagnosa Keperawatan :


Ruangan : ICU Gangguan Pola Tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur ( nyeri )
Hari/Tanggal : 04 Maret 2022
Pengkajian Diagnosa IMPLEMENTASI EVALUASI FORMATIF EVALUASI (S-O-A-P)
Intervemsi (S-O-A-P)
Klien mengeluh sering terjaga, 15.00 WIB 20.15 WIB
selama di rumah sakit pola
1. Mengidentifikasi pola 1. Klien mengatakan sulit S:
tidur berubah, nyeri dada Klien mengeluh masih terasa
berkurang serta lemas dan frekuensi tidur tidur sudah berkurang
lemas
DO:
2. Memonitor tekanan 2. Tekanan darah 160/90
 Pasien tampak gelisah
 TD: 154/101 mmHg darah mmHg O:
N: 112x/ menit  Tekanan darah 154/92
3. Memonitor saturasi 3. Saturasi oksigen 98 %
P: 22x/ menit mmHg
S: 36,5oC oksigen 4. Elektroda terpasang  Nadi 115 x/menit
SPO2: 98% 4. Memasang elektroda 5. Pasien tampak rileks  CRT < 3 detik
 Hs Troponin: 60.0 ng/mL  Tidak ada sianosis
EKG dengan yang di berikan  Pasien tampak rileks
A: 5. Memberika terapi aroma pasien A :
SLKI : Pola Tidur berada pada SLKI : Pola Tidur berada pada
rosemary kepada pasien 6. Pasien tampak mengikuti
level 3 sedang level 3 sedang
P: 11. Mengajarkan pasien dan paham dengan P :
teknik relaksasi benson gerakan yang diajarkan Dukungan tidur dihentikan
101

SIKI : Lakukan Dukungan 12. Memberikan terapi ISDN perawat pasien boleh pulang dan
Tidur dan CPG 7. Pasien endapatkan terapi melanjutkan therapi obat di
rumah :
13. Merubah posisi pasien ISDN dan CPG
14. Melakukan pijat 8. Pasien tampak nyaman  Ajarkan pasien untuk
memperhatikan prinsip
foothand massage dengan posisi semi patuh obat 6 benar dirumah
kepada pasien fowler yaitu : benar pasien, benar
obat, benar dosis, benar
15. Menganjurkan keluarga 9. Klien tampak memahami waktu pemberian, benar
dan pasien untuk yang diajarkan perawat cara pemberian, benar
kadaluarsa obat.
menggunakan nature 10. Klien dan keluarga  Menganjurkan pasien
sounds sebelum tidur tampak mengerti dengan untuk melakukan prosedur
terapy relaksasi dirumah
yang diajarkan perawat
yang sudah diajarkan jika
dibutuhkan
102
BAB V
PEMBAHASAN

Dalam bab ini penulis akan membahas kesenjangann antara konsep


teori dan tindakan proses asuhan keperawatan gangguan kebutuhan sirkulasi
pada pasien PJK yang dilakukan di ruang ICU RS Argamakmur. Penerapan
proses keperawatan dalam asuhan keperawatan untuk klien merupakan salah
satu wujud tanggung gugat perawatan yang terdiri dari tahap pengkajian
keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi
(Potter & Perry, 2015).
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan yang
merupakan proses pengumpulan data yang sistematis dan berbagai sumber
untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien
(Nursalam, 2011). Sumber data didapatkan dari klien, keluarga, anggota
tim keperawatan kesehatan, catatan kesehatan, pemeriksaan fisik, hasil
pemeriksaan diagnostik dan laboratorium (Potter, 2010). Penulis
melakukan pengkajian pada tanggal 03 agustus 2021 dan didapatkan data
Pasien I bernama Tn. H berusia 44 tahun berjenis kelamin laki-laki, dan
Pasein II bernama Tn. S berusia 51 tahun berjenis kelamin laki-laki.
Kedua pasien bekerja sebagai buruh dan swasta.
Hasil penelitian menunjukkan penderita hipertensi berjenis kelamin
perempuan, hal ini berbeda dengan teori Triyanto (2014) yang menyatakan
bahwa factor yang lebih risiko terjadinya hipertensi yaitu pada laki-laki.
Hasil penelitian didapatkan umur pasien diatas 50 tahun hal ini di dukung
oleh Nurrahmi (2012) yang menyatakan bahwa laki-laki mempunyai risiko
lebih tinggi menderita hipertensi lebih awal, sedangkan di atas umur 50
tahun banyak terjadi pada perempuan. Hasil penelitan Tangahu (2015)
menyatakan bahwa perempuan lebih berisiko menderita hipertensi
daripada laki-laki.
Peningkatan umur dapat meningkatkan resiko terjadinya gagal
jantung (Maulidita, 2015). Hal ini berkaitan dengan proses penuaan yang
menyebabkan peningkatan proses aterosklerosis pada pembuluh darah.

103
104

Aterosklerosis menyebabkan terganggunya aliran darah ke organ jantung


sehingga terjadi ketidakseimbangan antara kebutuhn oksigen miokardium
dengan suplai oksigen, aliran darah dan nutrisi terhambat (Smeltzer &
Bare, 2013).
Pasien I Tn. H pada tanggal 01 Maret 2022 dengan keluhan sesak
nafas, sering terjaga, badan terasa lemas. keadaan umum klien sedang,
kesadaran compos mentis (E4V5M6), tekanan darah 150/100 mmHg, nadi
105 x/menit, pernafasan 30 x/menit, SPO2 98 %. Klien memiliki riwayat
hipertensi. Hasil pengkajian selanjutnya pada pasie ke II pasien Tn. S pada
tanggal 02 Maret 2022 didapatkan badannya terasa lemas, sulit tidur,
masih sedikit sesak, masih terasa nyeri dada. Keadaan umum klien sengan
dengan kesadaran compos mentis (E4V5M6), tekanan darah 180/100
mmHg, nadi 110 x/menit, pernafasan 30x/menit, SPO2 96 %. Klien
memiliki riwayat hipertensi tidak terkontrol.
Saat dilakukan pengkajian riwayat kesehatan Tn. H dan Tn. S sama-
sama memiliki riwayat penyakit hipertansi. Pada Tn. H sudah 10 tahun
memiliki penyakit hipertensi sedangkan untuk pnyakit jantungnya sediri
sudah 4 tahun. Pada Tn. S sudah 5 tahun memiliki riwayat hipertensi, dan
penyakit jantungnya baru 1 tahun ini dirasakan.
Menurut Smeltzer & Bare (2015) yang menyebutkan hipertensi atau
tekanan darah tinggi dianggap sebagai salah satu penyebab utama penyakit
arteri koroner. Tekanan darah tinggi adalah faktor yang paling
membahayakan karena biasanya tidak menunjukkan gejala sampai telah
menjadi lanjut. Tekanan darah tinggi terus menerus menyebabkan suplai
kebutuhan oksigen jantung meningkat. faktor genetik dapat menurunkan
resiko penyakit kardiovaskular, dapat mempengaruhi kondisi tekanan
darah tinggi serta tingkat kolesterol dalam darah pada suatu turunan
keluarga. Faktor kebiasaan pada gaya hidup yang buruk, seperti merokok
atau pola makan yang kurang baik yang diwariskan dari satu generasi ke
generasi berikutnya dalam suatu kebiasaan hidup disuatu keluarga turut
berperan serta dalam peningkatan penyakit kardiovaskular.
105

Hasil pemeriksaan laboratorium Tn. H didapatkan Hs Troponin


POSITIF. Hasil pemeriksaan echocardiography menunjukkan fungsi
gobal sistolik LV menurun EF 35-45%, kontraktilitas RV menurun,
hipokinetik anterior, anterolateral, apical, inferior, katup MR moderate,
TR moderate, dan LVH (+) eksentrik. Pemeriksaan CT Scan Thoraks
dengan kontras didapatkan tidak tampak massa mediastinum ataupun
massa paru, kardiomegali (RA, RV, LA, LV). Atherosclerosis pada
trunkus brokiosefalika, a.sublavia kiri, arcus aorta, aorta descendens, aorta
ascendens dan stent pada a. caronaria kiri. Pasien didiagnosa oleh dokter
mengalami STEMI anterior late onset, CHF, CAD.
Hasil pemeriksaan laboratorium Tn. S didapatkan Hs Troponin 35.0
ng/mL. Hasil pemeriksaan echocardiography menunjukkan fungsi global
systolic LV baik, kontraktilitas RV baik, katub-katub dalam batas normal.
Pasien didiagnosa oleh dokter mengalami UAP.
Peningkatan kadar CK-MB merupakan indikator penting terjadinya
nekrosis miokard, namun CK-MB ini tidak kardiospesifik, karena
kadarnya dapat meningkat juga pada trauma otot dan tidak cukup sensitif
untuk memprediksi IMA pada 0-4 jam setelah timbul keluhan nyeri dada.
CK-MB tidak mendeteksi jejas pada pasien dengan onset IMA yang lama
ataupun jejas kecil yang berisiko tinggi untuk seseorang mengalami IMA
dan kematian jantung mendadak.
Hal serupa juga akan terjadi pada CK-MB yang merupakan salah
satu dari tiga isoenzim CK. Setelah terjadinya onset IMA, kadar CK-MB
ini akan meningkat 10-20 kali lipat dari nilai normal. Pada umumnya, CK-
MB ini akan dapat terdeteksi di sirkulasi darah dalam 4-6 jam setelah
kejadian IMA dan kadarnya akan kembali turun dalam 2-3 hari.14
Walaupun pengukuran CK-MB ini sempat menjadi standar emas dalam
membantu identifikasi terjadinya cedera myocardial selama lebih dari 2
dekade sejak tahun 1960, sering juga terjadi peningkatan kadar CK-MB ini
oleh karena sebab non kardiak seperti pada trauma otot. Untuk itu, hingga
saat ini pemeriksaan kedua biomarker ini masih sering dilakukan pada
106

pasien karena dianggap efektif membantu diagnosis IMA bila awal


kerusakan miokardium tidak diketahui. Dapat pula kita lihat penderita
IMA paling banyak terjadi pada kelompok usia 55 sampai 64 tahun dan
ada kecenderungan peningkatan kejadian IMA seiring dengan
bertambahnya umur mulai pada usia 34 sampai 64 tahun. Hasil penelitian
ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Prasetyo dkk., dimana
insiden IMA meningkat pada rentang umur 40 hingga 60 tahun sebanyak
lima kali lipat dibandingkan pada pasien kelompok umur di bawah 40
tahun. Hal ini terjadi karena pada umur di atas 40 tahun terjadi penurunan
fungsi organ dalam tubuh termasuk jantung seperti contohnya pada arteri
koroner yang mengalami vasokonstriksi menyebabkan terjadinya
gangguan aliran darah ke miokard yang akan menyebabkan nekrosis otot
jantung
Keluhan utama pada kedua kasus sama, yaitu mengalami nyeri dada
yang menjalar pada beberapa bagian tubuh seperti leher kiri, punggung,
bahu, dan lain-lain, lemas, dan sesak nafas. Kedua pasien menunjukkan
bahwa skala nyeri yang dialami memiliki nilai yang berbeda namun berada
pada skala nyeri yang sama (nyeri sedang). Keluhan nyeri dada muncul
ketika terjadi sumbatan pada pembuluh darah maka aliran darah akan
menurun dan mengakibatkan otot jantung akan kekurangan oksigen
(Bachrudin & Nadjib, 2016 dalam Pebryani, 2021).
2. Diagnosa
Menurut Potter & Perry (2015), diagnosa keperawatan adalah
pernyataan mengurangi respon actual atau potensial pasien terhadap
masalah kesehatan yang perawat mempunyai izin untuk menguasainya.
Berdasarkan hasil pengkajian pada dua pasien ditemukan keluhan utama
adanya rasa nyeri dada yang menjalar ke belakang dan leher kiri, terasa
sesak, lemas, dan gangguan tidur Data yang didapatkan penulis menjadi
dasar dalam mengangkat diagnosa keperawatan pada kasus. Penulis
mengangkat diagnosa kasus gangguan pola tidur berhubungan dengan
107

hambatan tidur sehingga pada penelitian ini tidak ada kesenjangan antara
laporan kasus dan teori.
3. Perencanaan Keperawatan
Berdasarkan tahap perencenaan penulis mengacu pada perencanaan
yang terdapat di landasan teoritis di mana perencanaan di bagi menjadi 3
tahap yaitu menentukan prioritas masalah, menentukan tujuan,
menentukan kriteria hasil dan merencenakan tindakan keperawatan.
Dalam pembuatan rencana penulis bekerja sama dengan keluarga klien
dan perawat ruangan sehingga ada kesempatan dalam memecahkan
masalah yang dialami klien sehingga kebutuhan klien dapat terpenuhi
sesuai teori perencanaan keperawatan dituliskan dengan rencana dan
kriteria hasil berdasarkan Standar Intrvensi Keperawatan Indonesia
(SIKI) dan Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) prinsip secara
umum rencana keperawatan yang penulis lakukan pada Tn. H dan Tn. S.
Pada kasus Tn. H dan Tn. S penulis melakukan rencana tindakan
keperawatan selama 3x24 jam. Penulis berencana mengatasi masalah
gangguan pola tidur pada pasien dengan tujuan yang diharapkan yaitu
dengan nilai 1 (deviasi berat dari kisaran normal), 2 (deviasi yang cukup
dari kisaran normal), 3 (deviasi sedang dari kisaran normal), 4 (deviasi
ringan dari kisaran normal), 5 (tidak ada deviasi dari kisaran normal)
Intervensi pada kasus ini sesuai dengan intervensi pada teoritis dan
rencana dapat dilaksanakan berdasarkan intervensi dari diagnosa pada
tinjauan kasus. Dengan Standar Intrvensi Keperawatan Indonesia (SIKI)
Rehabilitasi jantung dengan aktivitas keperawatan yang dilakukan yaitu
mengidentifikasi pola dan frekuensi tidur, melakukan pijat foothand
massage, melakukan pemberian aromaterapi lavender dan, mengajarkan
terapi nnature sounds..
Intervensi tambahan dari beberapa evidence based terbaru yang
dapat dijadikan intervensi untuk mengatasi masalah keperawatan telah
disesuaikan untuk dapat dilaksanakan diantarnya adalah sebagai berikut:
pemebrian aromaterapi lavender, melakukan pijat foothand massage, , ,
108

dan terapi nature sounds,. Karya tulis ilmiah ini berfokus pada intervensi
tindakan terapeutik untuk mengurangi aktivitas, membuat pasien rileks
dan nyaman, dan memperlancar aliran darah pada diagnosis penurunan
curah jantung pada kedua kasus. Penulis menentukan intervensi yang
sama untuk diagnosis nyeri akut pada kedua kasus, karena keadaan klien
hampir sama. Perencanaan atau intervensi yang disusun penulis untuk
semua diagnosis sudah sesuai dengan teori dan tidak ada kesenjangan
antara kasus dan teori.
4. Implementasi Keperawatan
Berdasarkan tahap implementasi keperawatan, upaya untuk
merealisasikan rencana tindakan keperawatan yang telah ditetapkan yaitu
membina hubungan saling percaya adalah hal yang sangat penting dalam
tahap pelaksanaan ini, sehingga upaya pelaksanaan atau tindakan yang
dilaksanakan dapat diterima sebagai upaya untuk memecahkan masalah.
Implementasi yang dilakukan penulis berlangsung selama 3 hari pada Tn.
H yang dimulai tanggal 01 Maret – 03 Maret 2022 dan implementasi
yang dilaksanakan pada Tn. S berlangsung selama 3 hari yang dimulai
dari tanggal 02 Maret 2022-04 Maret 2022. Pada studi kasus ini penulis
melakukan implementasi dan mengevaluasi keadaan klien setiap hari.
Tidur yang terfragmentasi dapat menyebabkan kelelahan,
kebingungan, iritabilitas, agresifitas, penurunan toleransi terhadap nyeri,
dan perubahan pada fungsi respirasi. Dampak lainnya adalah
meningkatnya stres, kecemasan, dan depresi sehingga memperberat
gejala nyeri, insomnia berat menyebabkan tanda posttrauma stress
disorder.
Terapi nature sounds merupakan salah satu terapi komplementer
berupa teknik intervensi relaksasi nonfarmakologis dengan menggunakan
suara yang memiliki karakteristik membuat nyaman, menimbulkan
perasaan tenang, dan rileks. Nature sounds merupakan suara yang tidak
asing bagi setiap manusia dan selalu didengar dalam kehidupan sehari-
hari. Manusia mempunyai daya tarik bawaan dengan alam sehingga
109

interaksinya dengan alam memiliki efek terapeutik terhadap manusia itu


sendiri.
Rehabilitasi jantung fase I merupakan rehabilitasi jantung yang
dila-kukan ketika pasien dirawat sampai keluar dari rumah sakit dengan
melakukan tindakan mobi-lisasi/aktifitas fisik dan pernapasan, pemberi-
an edekuasi mengenai faktor risiko penyakit jantung, serta manajemen
stress, dan cemas (Mendes, et al., 2010; Winkelmann, et al., 2015).
Terapi non farmakologis dengan cara relaksasi menggunakan
aroma terapi lavender adalah metode yang menggunakan wewangian
lavender untuk meningkatkan kesehatan fisik dan emosi. Aroma lavender
adalah aroma alami yang di ambil dari tanaman aromatik lavender
(Koensoemardiyah, 2019). Berbagai efek aroma lavender yaitu sebagai
antiseptik, antimikroba, antivirus dan anti jamur, zat analgesik, anti
radang, anti toksin, zat balancing, immunostimulan, pembunuh dan
pengusir serangga, mukolitik dan ekspektoran. Kelebihan minyak
lavender dibanding minyak essensial lain adalah kandungan racunnya
yang relatif sangat rendah, jarang menimbulkan alergi dan merupakan
salah satu dari sedikit minyak essensial yang dapat digunakan langsung
pada kulit (Frayusi, 2018).
Menurut Perez (2017) hal ini dikarenakan aroma bunga lavender
tersebut merangsang sensori, reseptor dan pada akhirnya mempengaruhi
organ yang lainnya sehingga dapat menimbulkan efek kuat terhadapa
emosi. Selain itu aroma ditangkap oleh reseptordihidung yang kemudian
memberikan informasi ke area otak yang mengotrol emosi dan memori
maupun memberikan informasi ke hipotalamus yang merupakan pengatur
sistem internal tubuh termasuk suhu tubuh dan reaksi terhadap stress.
Selain mendapatkan terapi aroma bunga lavender klien yang menderita
infark miokard atau mengalami masalah nyeri juga mendapatkan terapi
obat dari ruangan sebagai tindakan intervensi yang dilakukan perawat
kepada klien selama dirawat di ruma sakit, dimana salah satu jenis terapi
yang didapatkan klien di ruangan yaitu isosorbide dinitrate (ISDN).
110

Aroma terapi bunga lavender juga mempunyai beberapa molekul


yang dilepaskan ke udara sebagai uap air. Ketika uap air yang
mengandung komponen kimia tersebut dihirup, akan diserap tubuh
melalui hidung dan masuk ke paru-paru yang kemudian masuk ke aliran
darah. Bersamaan saat dihirup, uap air akan berjalan dengan segera ke
sistem limbik otak yang bertanggung jawab dalam sistem integrasi dan
ekspresi perasaan, belajar, ingatan, emosi serta rangsangan fisik. Aroma
terapi bunga lavender sangat efektif dan bermanfaat saat dihirup atau
digunakan pada bagian luar, karena indra penciuman berhubungan dekat
dengan emosi manusia dan tubuh akan memberikan respon psikologis.
Penderita PJK membutuhkan pemantauan kondisi jantung yang
ketat sehingga mengharuskan pasien untuk dirawat di rumah sakit dengan
tujuan observasi, perawatan, dan terapi terhadap penyakit ataupun
penyulit yang dapat mengancam nyawa atau potensial mengancam
nyawa. Hospitalisasi, terutama di ruang perawatan intensif (ICU)
memiliki dampak positif dan negatif bagi pasien. Dampak positif yang
dirasakan oleh pasien adalah rasa aman dan dilindungi, sedangkan
dampak negatif antara lain rasa takut, kecemasan, gangguan kognitif,
cemas dan gangguan tidur. Hospitalisasi di ruang rawat intensif
menyebabkan terjadinya stres psikologis pada pasien akibat progresifitas
penyakit yang tidak menentu, banyaknya proses medikasi dan tindakan
perawatan yang diterima oleh pasien, dan lingkungan ruang perawatan
intensif yang meliputi suara dari alat-alat bantuan hidup, suara alarm, dan
percakapan antara tenaga kesehatan sehingga pasien mengalami
gangguan tidur. Terapi nature sounds merupakan salah satu terapi
komplementer berupa teknik intervensi relaksasi nonfarmakologis
dengan menggunakan suara yang memiliki karakteristik membuat
nyaman, menimbulkan perasaan tenang, dan rileks. Nature sounds
merupakan suara yang tidak asing bagi setiap manusia dan selalu
didengar dalam kehidupan sehari-hari. Manusia mempunyai daya tarik
bawaan dengan alam sehingga interaksinya dengan alam memiliki efek
111

terapeutik terhadap manusia itu sendiri. Meskipun erat kaitannya dengan


kehidupan manusia, penggunaan terapeutik dari nature sounds belum
banyak diteliti. Belum diketahui apakah terapi nature sounds
berpengaruh positif terhadap gangguan tidur yang sering dialami oleh
pasien PJK. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat
pengaruh pemberian terapi nature sounds terhadap kualitas tidur
penderita PJK.
Berbagai intervensi dapat dilakukan untuk mengatasi gangguan
tidur baik dengan farmakologis dan nonfarmakologis, salah satu
intervensi nonfarmakologis adalah foot hand massage. Tindakan
massage merupakan salah satu upaya untuk relaksasi yang mengaktifkan
thalamus untuk mengeluarkan hormon endorphin enkafalin yang dapat
mengatasi nyeri dan dapat merilekskan kembali tubuh (Stillwell, 2017).
Penelitian Trisnowiyanti (2017) menjelaskan massage dapat
memperlancar peredaran darah terutama pada daerah vena. Hal ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Abbaspoor et al (2018)
yang menyebutkan bahwa foot hand massage dapat dianggap sebagai
metode pelengkap untuk mengurangi rasa sakit serta efektif guna
mengurangi penggunaan jumlah obat dan efek sampingnya.
Kesimpulan dari penelitian ini didapatkan bahwa pasien IMA yang
diberikan foot hand massage 4 kali 20 menit dalam 2 hari bersama
dengan pengobatan standart dapat memberikan pengaruh terhadap respon
fisiologis yaitu tekanan darah systole, diastole, nadi, respirasi, dan lukosit
darah. Intensitas nyeri pada kelompok perlakuan 94% menurun dengan
skala ringan.
Cara kerja Emotional Freedom Technique (EFT) yaitu
menggunakan fikiran responden itu sendiri. Teknik ini adalah alat yang
diterapkan berdasarkan teori yang menyatakan bahwa emosi yang
berlebihan pada dasarnya bersifat negatif (Iskandar, 2017). Untuk
membebaskan berbagai faktor emosional itu, EFT memberikan metode
penyembuhan yang disebut set up yaitu ucapan kata afirmasi dan tapping
112

yaitu dengan cara mengetuk-ngetuk titik-titik energi meridian tubuh.


Ucapan afirmasi adalah kalimat positif dan sugesti yang dikatakan oleh
pasien sehingga secara tidak langsung akan membuat responden menjadi
lebih yakin dan percaya akan kekuatan dalam dirinya yang berasal dari
Tuhan. Sementara tapping atau ketukan yang dilakukan secara lembut
akan membuat responden menjadi rileks. Campuran dari keduanya yaitu
afirmasi dan tapping menjadikan responden merasa lebih tenang
sehingga mengakibatkan rangsangan ke hipotalamus untuk menurunkan
produksi CRF (Cortictropin Releasing Factor) yang selanjutnya akan
merangsang kelenjar pituitary anterior untuk menurunkan produksi
ACTH (Adreno Cortico Tropin Hormon), hormon ini yang akan
merangsang kortek adrenal untuk menurunkan sekresi kortisol yang akan
menekan kerja sistem imun tubuh sehingga mengurangi tingkat
kecemasan dan perlahan akan membebaskan emosi yang berlebihan
(Vitale, 2008). Hasil perbandingan kedua kelompok tersebut
menunjukkan bahwa kecemasan kelompok yang diberikan intervensi
dapat menurun dibandingkan kelompok yang tidak diberikan intervensi.
Hal tersebut terjadi karena pemberian EFT dapat mempengaruhi keadaan
fisiologis responden dengan hasil akhir penurunan kecemasan yang
dibuktikan dengan hasil analisa yang signifikan, sementara pada
kelompok kontrol hanya dapat mempengaruhi keadaan psikis yaitu
bertambahnya pengetahuan akan tetapi tidak dapat dibuktikan dengan
hasil analisa yang signifikan.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang mengadakan seberapa jauh diagnosa keperawatan,
rencana tindakan, dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai
berdasarkan tujuan yang telah dibuat dalam perencanaan keperawatan
(Potter, 2005). Evaluasi yang digunakan berbentuk S (subyektif), O
(obyektif), A (analisa), P (perencanaan terhadap analisis.
113

Evaluasi dilakukan setiap hari pada kedua kasus yaitu


menggunakan evaluasi SOAP pada awal jam dinas dan terakhir di
evaluasi kembali setelah diberikan intervensi pada jam akhir dinas. Pada
kedua kasus PJK pada T. H dan Tn. S sama-sama menunjukkan
perbaikan. Perbaikan gejala yang dapat diamati antara lain: kembalinya
tekanan darah pasien ke dalam rentang normal, gangguan tidur
berkurang, tidak terdapat sianosis, tidak terdapat penggunaan otot bantu
pernafasan, dan saturasi oksigen berada di rentang 95-100%. Bila pasien
menunjukkan tanda-tanda perbaikan maka pasien diperbolehkan pulang
dengan tetap diberikan pengobatan oral.
6. Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini, tidak juga terlepas dar keterbatasan-keterbatasan
yang terjadi yaitu:
a. Studi kasus ini baru terbatas menganalisis dua kasus sehingga hasilnya
belum bisa digeneralisasi ke pasien lainnya
b. Pada studi kasus ini, peneliti melakukan penelitian dalam waktu yang
berdekatan jadi membuat penelitian tidak maksimal
c. Studi kasus ini hanya diaplikasikan pada dua kasus asuhan
keperawtaan sehingga hasil yang diperoleh belum dapat
digeneralisasikan pada pasien PJK lainnya yang mengalami nyeri dada
BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari uraian bab pembahasan, maka penulis dapat menarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Pengkajian
Pengkajian yang dilakukan pada pasien didapatkan data subyektif
dan obyektif. Dari data subyektif Tn. H didapatkan mengeluh masih
sesak nafas, sering terjaga, sulit tidur, badan terasa lemas. keadaan
umum klien sedang, kesadaran compos mentis (E4V5M6), tekanan
darah 161/94 mmHg, nadi 112 x/menit, pernafasan 28 x/menit, SPO 2
98 %. Klien memiliki riwayat hipertensi. Kedua pasien sama-sama
mengeluh nyeri dada yang menjalar ke beberapa bagian tubuh, terasa
sesak, dan lemas dengan disertai peningkatan enzim jantung (Hs
Troponin), dan perubahan EKG. Hasil pengkajian pada Tn. S dengan
badannya terasa lemas, sering sulit tidur, masih sedikit sesak, masih
terasa nyeri dada. Keadaan umum klien sengan dengan kesadaran
compos mentis (E4V5M6), tekanan darah 150/101 mmHg, nadi 110
x/menit, pernafasan 30 x/menit, SPO2 98 %. Klien memiliki riwayat
hipertensi tidak terkontrol. Kedua pasien sama-sama mengeluh nyeri
dada yang menjalar ke beberapa bagian tubuh, terasa sesak, dan lemas
dengan disertai peningkatan enzim jantung (Hs Troponin), dan
perubahan EKG.
2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan hasil pengkajian pada dua pasien ditemukan adanya
keluhan sulit tidur, sering terjaga di malam hari, dan terasa lemas jika
di pagi hari. Sehingga Peneliti mengangkat diagnose actual yang
terjadi pada kasus adalah gangguan pola tidur berhubungan dengan
hambatan tidur. Kedua pasien sama-sama mengeluh nyeri dada yang
menjalar ke beberapa bagian tubuh, terasa sesak, dan lemas dengan

114
115

disertai peningkatan enzim jantung (Hs Troponin), dan perubahan


EKG.
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi pada kasus ini sesuai dengan intervensi pada teoritis dan
rencana dapat dilaksanakan berdasarkan intervensi dari diagnosa pada
tinjauan kasus. Dengan Standar Intrvensi Keperawatan Indonesia
(SIKI) Rehabilitasi jantung dengan aktivitas keperawatan yang
dilakukan yaitu mengidentifikasi pola tidur dan frekuensi tidur, batasi
aktivitas fisik, jauhkan dari hambatan lingkungan, dan memberikan
lingkungan senyaman mungkin. Intervensi tambahan dari beberapa
evidence based terbaru yang dapat dijadikan intervensi untuk
mengatasi masalah keperawatan telah disesuaikan untuk dapat
dilaksanakan diantarnya adalah sebagai berikut: memberikan terapi
pijat foothand massage, meberikan aromaterapi lavender dan
rosemary, tindakan terapi relaksasi benson, terapi nafas dalam, dan
terapi nature sounds.
4. Implementasi
Implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan
yang telah penulis susun. Implementasi keperawatan yang dilakukan
pada pasien Tn. H dan Tn. S sesuai dengan intervensi yang telah
direncanakan berdasarkan teori yang ada dan sesuai dengan
manajemen nyeri dan terapi pemijatan. Implementasi yang
dilaksanakan penulis pada kedua kasus tidak menemukan hambatan
atau kendala yang berarti, kedua pasien dapat bekerjasama dengan
baik, kooperatif, dan mengerti dengan apa yang disampaikan penulis.
Keluarga pasien pada kedua kasus juga dapat bekerjasama dan
mendukung implementasi dengan baik.
5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan pada pasien dengan penurunan curah jantung
berhubungan dengan peningkatan kontraktilitas adalah menunjukkan
perbaikan dan peningkatan kesehatan pasien, pada hari ketiga. Pada
116

diagnosa gangguan pola tidur berhubungan dengan hambatan


lingkungan didapatkan pola tidur baik dengan kriteria hasil: keluhan
sulit tidur, keluhan sering terjaga, keluhan tidak puas tidur, keluhan
pola tidur berubah, keluhan istirahat tidak cukup ditingkatkan pada
level 3 : sedang
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis memberikan saran
yang diharapkan dapat bermanfaat :
1. Bagi Perawat
Karya tulis ilmiah akhir ini diharapkan bagi tim kesehatan perawat
untuk memberikan pelayanan yang berkualitas dalam menangani klien
dengan penyakit jantung koroner dan sebagai wawasan tambahan dan
acuan intervensi yang dapat diberikan pada pasien yang mengalami
penyakit PJK. Peran perawat sangan diharapkan dalam memberikan
asuhan keperawatan yang inovatif sehingga pasien dapat melakukan
rehabilitasi jantung. Perawat sebaiknya dapat meneruskan terapi yang
sudah diberikan serta meberikan terapi yang belum dapat dilakukan
sepenunya dapat dilakukan dengan baik dan perawat juga dapat
memberikaan inspirasi lebih banyak lagi dalam memberikan
intervensi keperawatan pada penderita PJK.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat menambah referensi bacaan literatur agar mnambah
pengetahuan tentang evidance based pada pasien penyakit jantung
koroner dalam pembelajaran mahasiswa dalam meningkatkan mutu
pendidikan dan sebagai bahan pertimbangan untuk lebih memperkaya
pengetahuan dan bahan ajar mengenai dukungan tidur pada pasien
PJK.
3. Bagi Pelayan Kesehatan / RS Argamakmur
Karya Tulis Ilmiah Akhir ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan
dan sumber informasi bagi perawat dalam meningkatkan pelayanan
keperawatan khususnya asuhan keperawatan pada pasien PJK.
117

4. Bagi Pasien dan Keluarga.


Karya Tulis Ilmiah akhir ini diharapkan bisa menjadi informasi
tambahan bagi pasien dan keluarga dalam mengatasi masalah PJK
dengan evidence based terbaru dan menciptakan kemandirian keluarga
dalam perawatan pasien dengan penurunan curah jantung.
5. Bagi Peneliti Selanjutnya
Untuk melanjutkan kelemahan/keerbatasan pada studi kasus
sebelumnya, yaitu:
a. Diharapkan peneliti selanjutnya dapat melakukan studi kasus
untuk menganalisis lebih dari dua kasus sehingga hasilnyanlebih
optimal.
b. Disarankan pada studi kasus selanjutnya dilakukan dengan waktu
yang berbeda.
118

DAFTAR PUSTAKA

Alim, A. (2012). Pengaruh Olah Raga Terprogram Terhadap Tekanan Darah dan
Daya Tahan Kardiorespirasi Pada Atlet Pelatda Sleman Cabang Tenis
Lapangan. Jurnal Medikora.
Alivian, G. N. (2018). Pengaruh Light Massage dan Murrotal Terhadap
Perubahan Hemodinamik pada Pasien dengan gagal Jantung di RSUD Prof.
Dr. Margono Soekardjo Purwokerto. Universitas Airlangga.
American Heart Association (AHA). (2015). Health Care Research: Coronary
Heart Disease. American Heart Association Journal.
_____. (2016). Ejection Fraction Heart Failure Measurement. Retrieved from
http://www.heart.org/HEARTORG/Conditions/HeartFailure/SymptompsDia
gnosisofHeartFailure/Ejekction-Fraction-HeartFailureMeasurementUCM
_____. (2018). Heart Disease and Stroke Statistics. Retrieved from
https://www.heart.org/-/media/data-import/downloadables/heart-disease-and-
stroke-statistics-2018--at-a-glance-ucm_498848.pdf
Amisi, W., Nelwan, J., & Kolibu, F. (2018). Hubungan Antara Hipertensi Dengan
Kejadian Penyakit Jantung Koroner Pada Pasien yang Berobat di Rumah
Sakit Umum Pusat Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Jurnal Kesmas.
Andrianto. (2020). Buku Ajar Kegawatdaruratan Kardiovaskuler Berbasis
Standar Nasional Pendidikan Profesi Dokter Tahun 2019. Surabaya:
Airlangga Press University.
Anggreni, S. D. (2016). Pengaruh Nature Sounds Terhadap Kualitas Tidur Pada
Pasien Infark Miokard di Rumah Sakit Dr. M. Djamil Padang. Universitas
Indonesia.
AR, D., & Indrawan, B. (2014). Hubungan Usia dan Merokok pada Penderita
Jantung Koroner di Poli Penyakit Dalam RS MH Palembang Periode Tahun
2012. Syifa Medika, 16–27.
Azis, L. I., Waladani, B., & Rusmanto. (2019). Asuhan Keperawatan pada Pasien
Sindrom Koroner Akut Non-ST Elevasi Miokard Infark dengan Nyeri Dada
Akut. The 10th University Research Colloqium 2019. Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Muhammadiyah Gombong.
Boestan, I. N. (2019). Penyakit Jantung Katup. Surabaya: Airlangga Press
University.
Budiman, S. R., & Pradina, P. (2015). Hubungan Displipidemia, Diabetes Melitus
dengan Kejadian Infark Myocard Akut. Jurnal Kesehatan Masyarakat
Andalas, 32–37.
Cahyanur, R., & Rinaldi, I. (2019). Pendekatan Klinis Polisitemia. Jurnal
Penyakit Dalam Indonesia, 156–161.
119

Cohen, B., & Hasselbring, B. (2011). Heart Desease A Guide to Diagnosis and
Treatmen (2nd ed.). Nebraska: Addicus book.
Delina, N. N. F. (2020). Studi Literatur Asuhan Keperawatan Pada Pasien
Penyakit Jantung Koroner (PJK) Dengan Masalah Nyeri Akut. Universitas
Muhammadiyah Ponorogo.
Dicky Ardiansyah. (2018). Gambaran Kadar Kreatinin Darah pada Pasien
Penyakit Jantung Koroner di Ruang ICCU RSUD Dr. M. Yunus Provinsi
Bengkulu. Journal of Nursing and Public Health (JNHP) Volume 6 Nomor
2 , Oktober 2018.
Dinarti, & Mulyanti, Y. (2017). Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
Dinas Kesehatan Kota Bengkulu. (2013). Profil Kesehatan Kota Bengkulu Tahun
2012. Bengkulu: Dinas Kesehatan Kota Bengkulu.
_____. (2020). Profil Kesehatan Kota Bengkulu Tahun 2019. Bengkulu: Dinas
Kesehatan Kota Bengkulu.
Dzakiyyah, A., Anggriyani, N., & Wijayahadi, N. (2018). Hubungan Anemia
Dengan Kualitas Hidup Pasien Gagal Jantung. Jurnal Kedokteran
Diponegoro, 962–976.
Ellies, H. (2006). Clinical Anatomy: Applied Anatomy for Student & Junior
Doctors (11th ed.). USA: Blackwell Publishing.
Guyton, A. C. (2007). Buku AJar Fisiologi Kedokteran (7th ed.). Jakarta: EGC.
Hariyanto, A., Hadisaputro, S., & Supriyadi. (2015). Efektivitas Foot Hand
Massage Terhadap Kualitas Tidur dan Intensitas Nyeri pada Pasien Infark
Miokard Akut: Studi di Ruang ICCU RSUD Dr. Iskak TulungAgung. Jurnal
Ilmu Keperawatan Dan Kebidanan (JIKK), II Nomor 3, 113–122.
Haryuni, S., Yunalia, E. M., & Yusuf, A. (2019). Hubungan Tekanan Darah
Sistolik Dengan Kejadian Mortalitas Pasien STEMI di RSUD Mardi Waluyo
Kota Blitar. Nursing Scient Journal, 18–30.
Hendarto, H. M. (2019). Penyakit Jantung Koroner. Retrieved from
http;//rsjlawang.com/news/detail/323/penyakit-jantung-koroner
Humas, P. (2018). Penatalaksanaan Diet Pada Penyakit Jantung. 20 September
2018. Retrieved from
https://rsuppersahabatan.co.id/artikel/read/penatalaksanaan-diet-pada-
penyakit-jantung
International Association for Study of Pain (IASP). (2018). Pain. Retrieved from
https://www.iasp-pain.org/taxonomy?navItemNumber=576#Pain
Iskandar, H. A., & Alfridsyah. (2017). Faktor Resiko Terjadinya Penyakit Jantung
Koroner Pada Pasien Rumah Sakit Umum Meuraxa Banda Aceh. Jurnal
120

Action Aceh Nutrition, 32–42.


Kemenkes RI. (2019). Profil Kesehatan Indonesia tahun 2018. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
_____. (2020). Apa Definisi Penyakit Jantung Koroner (PJK)? Retrieved from 03
April 2020 website: http://p2ptm.kemkes.go.id/infographic-p2ptm/hipertensi-
penyakit-jantung-dan-pembuluh-darah/apa-definisi-penyakit-jantung-
koroner-pjk
Kirthi, A. K., Yasmin, A. D., Artha, I. J., & Bhargah, A. (2019). Hipertensi
Sebagai Prediktor Kejadian Kardiovaskuler Mayor Pada Pasien Infark
Miokard Akut Pada Tahun 2018 di RSUP Sanglah Denpasar Bali Indonesia.
Intisari Sains Medis.
Kumar, Abbas, & Aster. (2018). Buku Ajar Patologi Dasar Robbins. Singapura:
Elsevier.
Kurniati, A., Trisyani, Y., & Theresia, S. I. M. (2018). Keperawatan Gawat
Darurat dan Bencana Sheehy. Singapura: Elsevier.
LeMone, P., Burke, K. M., & Bauldoff, G. (2019). Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah: Gangguan Kardiovaskuler (5th ed.). Jakarta: EGC.
Mauliani, W. (2020). BAB II Tinjauan Pustaka. Retrieved from
http://repository.pkr.ac.id
Notoatmodjo. (2012). Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta:
Rineka Cipta.
Nurarif, A. ., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC (1st ed.). Yogyakarta: Medi Action.
Nursalam. (2011). Proses dan Dokumentasi Keperawatan, Konsep dan Praktek.
Jakarta: Salemba Medika.
Pebryani, K. (2021). BAB II Tinjauan Pustaka (Poltekkes Kemenkes Denpasar).
Retrieved from http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia (PERKI). (2018).
Pedoman Tata Laksana Sindrom Koroner Akut (4th ed.). Indonesian Heart
Association, Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia
(PERKI).
Persatuan Perawatan Nasional Indonesia (PPNI). (2018). Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan (2nd ed.).
Jakarta: DPP PPNI.
Potter, P.A., & Perry, A. . (2015). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 7.
Jakarta: Salemba Medika.
Price, S.A & Wilson, L. . (2012). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
121

Penyakit (6 Volume 1; H. Hartanto, Ed.). Jakarta: EGC.


Purbayanti, D., & Saputra, N. R. (2017). Efek Mengkonsumsi Minuman
Beralkohol Terhadap Peningkatan Kadar Trigliserida. Jurnal Surya Medika.
Pusat Pengembangan Perawat Indonesia (PPPI). (2019). Modul Pelatihan Basic
Trauma & Cardiac Life Support. Tangerang Selatan: Pusat Pengembangan
Perawat Indonesia (PPPI).
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). (2018). Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementerian RI. Retrieved from
http://www/depkes.go.id/resiurces/download/infoterkini/materi_rakorpop-
2018/Hasil riskesdas 2018.pdf
Rochfika. (2019). Percutanius Coronary Intervention. Ponorogo: Uwais Inspirasi
Indonesia.
Ronica, S. V. (2021). Asuhan Keperawatan Manajemen Energi pada Pasien Efusi
Pleura di Ruang Kemuning RSUD Dr. M Yunus Bengkulu. Poltekkes
Kemenkes Bengkulu.
Rukmasari, E. A., & Sumarni, N. (2018). Asupan Nutrisi pada Pasien Penyakit
Jantung Koroner di Poliklinik Kardiologi Rumah Sakit Dr. Slamet Garut.
Prosiding Seminar Nasional Dan Deseminasi Penelitian Kesehatan Stikes
Bakti Tunas Husada, 14–17.
Scanlon, V. C., & Sanders, T. (2007). Essenstials of Anatomy and Physiology.
Philadelphia: F.A Davis Company.
Sebastianus, K. T., Wulandari, T., & Khoiriyati, A. (2016). Efektivitas Kombinasi
Terapi Musik dan Slow Deep Breathing Terhadap Penurunan Tekanan Darah
Pada Pasien Hipertensi. Muhammadiyah Journal of Nursing.
Sherwood, L. (2014). Fisiologi Manusia: Dari Sel Ke Sistem (8th ed.). Jakarta:
EGC.
Stivano, R. V, Torry, A., Panda, L., & Ongkowijaya, J. (2014). Gambaran Faktor
Risiko Penderita Sindroma Koroner Akut. E. Clinic.
Sumadi, A. R., Sarifah, S., & Widyastuti, Y. (2020). Pemanfaatan teknik
Relaksasi Massage Punggung dalam Penurunan Nyeri pada Asuhan
Keperawatan Pasien Hipertensi. Indonesian Journal On Medical Science
(IJMS), 7 Nomor 1.
Suryani, N. H. (2020). Pengaruh Pijat Kaki Terhadap Perubahan Lingkar
Oedema Pada Kaki Penderita Congestive Heart Failure (CHF) Di Ruang
ICCU RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2020. Poltekkes Kemenkes
Bengkulu.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(1st ed.). Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.
122

Tortora, G. J., & Derrickson, B. (2012). Principles of Anatomy and Physiology


(13th ed.). USA: John Wiley & Sons.
Wardani, N. P. (2014). Manajemen Nyeri Akut. Denpasar.
Wihastuti, T. A., Andarini, S., & Heriansyah, T. (2016). Patofisiologi Dasar
Keperawatan Penyakit Jantung Koroner Inflamasi Vaskular. Malang: UB.
Media.
World Health Organization (WHO). (2016). Prevention of Cardiovascular
Disease. Retrieved from
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs317/en/
_____. (2017). Global Health Estimates 2017 Summary Tables: Death by Cause,
Age and Sex.

Anda mungkin juga menyukai