Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

Manajemen pemeliharaan sapi perah masa

Laktasi di PT. Rahman alam multifarm

Di susun oleh

1.Odilia Delviana Hadia (2021410070)

2.maksima may reyni(2021410058)

3. Apriana Melania Liberata Seran (2021410004)

4.marselina jenia (2021410032)

5.fransiska nurliyati (2021410034)

PROGRAM STUDI PETERNAKAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI MALANG

2022/2023
JURNAL 1

Manajemen pemeliharaan sapi perah masa

Laktasi di PT. Rahman alam multifarm

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Secara umum, sapi perah merupakan penghasil susu yang sangat baik

dibanding ternak perah lainnya. Salah satu jenis sapi perah yang terkenal adalah Friesien Holstein
atau FH. Sapi perah Frisien Holstein atau FH, berasal dari negara Belanda dan saat ini merupakan
jenis sapi perah dengan jumlah terbesar yaitu 90 % dari jumlah total sapi perah yang ada di dunia.
Sapi ini merupakan bangsa sapi besar (keturunan Eropa), pertama kali diperkenalkan pada awal
tahun 1600. Friesien Holstein atau FH cukup baik beradaptasi dengan lingkungan dan memproduksi
susu dalam jumlah besar. Rata-rata produksi susunya mencapai lebih dari 19.000 lbs dengan
kandungan lemak 3,7 %. Produksi terbesar dari jenis sapi perah FH ini pernah tercatat melebihi
60.000 lbs dalam 365 hari.Tata laksana pada masa laktasi yang perlu diperhatikan antara lain :
pemberian pakan dan air minum, pemerahan dan pengaturan laktasi, kesehatan dan pencegahan
penyakit, serta perkandangan. Susu merupakan hasil utama dari ternak perah, dengan kandungan
gizi yang lengkap dan sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Namun, produksi susu yang dihasilkan
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di Indonesia masih sangat rendah, karenanya diperlukan
peningkatan hasil, baik kualitas maupun kuantitasnya. Oleh karena itu, perlu diperhatikan
bagaimana sistem manajemen pemeliharaanya. Manajemen pemeliharaan sapi masa laktasi
merupakan suatu kegiatan pemeliharaan sapi induk yang sedang laktasi (masa memproduksi susu)
yang kegiatannya meliputi:
1. Pemberian pakan dan minum,
2. Pengelolaan perkandangan,
3. Pengelolaan reproduksi,

4. Pemerahan,
5. Pengelolaan kesehatan ternak

Manajemen pemeliharaan merupakan faktor penentu hasil ternak. Dengan adanya manajemen yang
tersusun dan terencana dengan baik, maka tidak menutup kemungkinan adanya peningkatan kualitas
maupun kuantitas hasil ternak yang sesuai dengan harapan. Maka dari itu, dengan kegiatan magang ini,
diharapkan mampu mengetahui bagaimana manajemen pemeliharaan sapi laktasi dapat dijalankan
dengan baik dengan hasil yang maksimal. Selain itu juga diharapkan, dengan adanya permasalahan-
permasalahan yang timbul dalam manajemen induk laktasi dapatmeningkatkan pengetahuan, agar
dapat dimanfaatkan untuk menghadapi dunia kerja.
B. Tujuan Kegiatan Magang

1. TujuanUmum Kegiatan Magang ini dilaksanakan dengan tujuan sebagai berikut :

a. Memperoleh pengalaman yang berharga dengan mengetahui kegiatan-kegiatan lapangan kerja yang
ada dalam bidang peternakan secara luas .
b. Meningkatkan pemahaman mengenai hubungan antara teori dan penerapannya serta faktor-faktor
yang mempengaruhi sehingga dapat menjadi bekal mahasiswa terjun ke masyarakat setelah lulus.

c. Memperoleh keterampilan kerja yang praktis yakni secara langsung dapat menjumpai, merumuskan,
serta memecahkan permasalahan yang ada dalam bidang peternakan .

2. Tujuan Khusus
Tujuan Khusus kegiatan magang ini adalah sebagai berikut :
a. Mengetahui secara langsung manajemen usaha peternakan sapi perah khususnya manajemen
pemeliharaan sapi laktasi di PT. Rahman Alam Multifarm Boyolali.

b. Mengetahui permasalahan yang dihadapi berkaitan dengan manajemen pemeliharaan sapi laktasi
pada usaha peternakan sapi perah di PT.Rahman Alam Multifarm, Boyolali

c. Memperoleh keterampilan dan pengalaman kerja dalam peternakan sapi perah khususnya, sapi
laktasi yang dilaksanakan di PT. Rahman Alamc. Memperoleh keterampilan dan pengalaman kerja dalam
peternakan sapi perah khususnya, sapi laktasi yang dilaksanakan di PT. Rahman Alam Multifarm,
Boyolali.
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Sapi Friesian Holstein Sapi Friesian Holstein juga dikenal dengan nama Fries Holland atau sering
disingkat FH. Di Amerika, jenis sapi ini disebut Holstein, dan di negara-negara lain ada pula yang
menyebut Friesien, akan tetapi di Indonesia disebut FH. Sapi FH menduduki populasi terbesar, bahkan
hampir di seluruh dunia, baik di Negara-negara subtropis maupun tropis. Jenis sapi ini mudah
beradaptasi di tempat baru. Di Indonesia populasi sapi FH ini juga terbesar di antara jenis sapi-sapi
perah yang lain (Girisonta, 1995). Sapi Friesian Holstein mempunyai ciri-ciri antara lain berwarna belang
hitam putih, pada dahinya terdapat warna putih berbentuk segitiga, kepala panjang, sempit, dan lurus.
Sapi betina bersifat jinak dan tenang, sedangkan sapi jantan bertemperamen galak dan ganas (Syarief
dan Sumoprastowo, 1985). Ciri-ciri sapi FH yang berproduksi susu tinggi yaitu ukuran ambing simetris,
letak ambing di bawah perut di antara ruangan kedua kaki yang lebar, ukuran ambing bagian depan
cukup besar dan bagian belakang sama besarnya dengan batas-batas diantara keempat bagian, kulit
ambing tampak halus, lunak, mudah dilipat dengan jari, dan bulu yang tumbuh pada ambing halus,
bentuk dan ukuran dari keempat puting sama, silindris, penuh, bergantung dan letaknya simitris,
pembuluh darah balik/ vena susu terdapat di bawah perut di mulai dari tali pusat sampai ambing,
tampak besar, panjang, bercabang-cabang, dan berkelok-kelok nyata.Kemampuan sapi perah Friesian
Holstein dalam menghasilkan susu lebih banyak daripada bangsa sapi perah lainnya, yaitu mencapai
5982 liter per laktasi dengan kadar lemak 3,7 %. Daya merumput baik apabila digembalakan pada
padang rumput yang baik saja, sedangkan pada padang rumput yang kurang baik sapi sukar beradaptasi
(Syarief ,1984).Produksi susu sapi Friesian Holstein dapat mencapai kisaran antara 4500 sampai 5500
liter per laktasi dengan kadar lemak susu rata - rata 3,6 %.Standar bobot badan sapi betina dewasa rata -
rata 625 kg, sedangkan sapi jantan dewasa rata - rata 800 kg (Anonimus, 1992).

B. Perkandangan Kandang merupakan tempat tinggal ternak sepanjang waktu, sehingga pembangunan
kandang sebagai salah satu faktor lingkungan hidup ternakyang sehat dan nyaman (Sugeng, 2003).
Sistem perkandangan merupakan aspek penting dalam usaha peternakan sapi perah. Kandang bagi sapi
perah bukan hanya berfungsi sebagai tempat tinggal saja, akan tetapi harus dapat memberikan
perlindungan dari segala aspek yang menganggu (Siregar, 1993), seperti untuk menghindari ternak dari
terik matahari, hujan ,angin kencang, gangguan binatang buas, dan pencuri (Sugeng, 2001).Pengaturan
ventilasi sangat penting untuk dicermati. Apabila dinding kandang dapat dibuka dan ditutup maka
sebaiknya pada siang hari dibuka dan malam hari ditutup. Kandang di dataran rendah dibangun lebih
tinggi dibandingkan dengan kandang di dataran tinggi atau pegunungan. Bangunan kandang yang dibuat
tinggi akan berefek pada lancarnya sikulasi udara didalamnya. Bangunan kandang di daerah dataran
tinggi dibuat lebih tertutup, tujuannya agar suhu di dalam kandang lebih setabil dan hangat (Sarwono
dan Arianto, 2002).Ukuran kandang induk laktasi yaitu lebar 1,75 m dan panjang 1,25 m serta dilengkapi
tempat pakan dan minum, masing-masing dengan ukuran 80 x 50 cm dan 50 x 40 cm. Kandang yang baik
mempunyai persyaratan, seperti lantai yang kuat dan tidak licin, dengan kemiringan 5º dan kemiringan
atap 30º serta disesuaikan dengan suhu dan kelembaban lingkungan sehingga ternak akan merasa
nyaman berada di dalam kandang serta letak selokan dibuat pada gang tepat di belakang jajaran sapi
(Girisonta, 1995).Menurut konstruksinya kandang sapi perah dapat dibedakan menjadi dua yaitu
kandang tunggal yang terdiri satu baris dan kandang ganda yang terdiri dari dua baris yang saling
berhadapan (head to head ) atau berlawanan(tail to tail). Tipe kandang head to head dirancang dengan
satu gang bertujuan agar mempermudah saat memberi pakan dan efisien waktu, sedangkan tipe
kandang tail to tail terdapat 2 gang dengan tujuan untuk mempermudah saat membersihkan feses
(Anonimus, 2002).Untuk bahan atap kandang dapat menggunakan genting, seng, asbes, rumbia, ijuk/
alang-alang, dan sebagainya. Menurut Girisonta (1980) bahan atap kandang yang ideal di negara tropis
adalah genting, dengan pertimbangan, genting dapat menyerap panas, mudah didapat, tahan lama, dan
antara genting yang satu dengan yang lain terdapat celah sehingga sirkulasi udara cukup
baik.Perlengakapan kandang yang harus disiapkan adalah tempat pa(tail to tail). Tipe kandang head to
head dirancang dengan satu gang bertujuan agar mempermudah saat memberi pakan dan efisien
waktu, sedangkan tipe kandang tail to tail terdapat 2 gang dengan tujuan untuk mempermudah saat
membersihkan feses (Anonimus, 2002).Untuk bahan atap kandang dapat menggunakan genting, seng,
asbes, rumbia, ijuk/ alang-alang, dan sebagainya. Menurut Girisonta (1980) bahan atap kandang yang
ideal di negara tropis adalah genting, dengan pertimbangan, genting dapat menyerap panas, mudah
didapat, tahan lama, dan antara genting yang satu dengan yang lain terdapat celah sehingga sirkulasi
udara cukup baik.

C. Pakan Sapi Perah Bahan pakan ternak sapi pada dasarnya dapat digolongkan menjadi tiga, yakni
pakan hijauan, pakan penguat dan pakan tambahan (Girisonta, 1995). Pakan hijauan adalah semua
bahan pakan yang berasal dari tanaman atau tumbuhan berupa daun-daunan, terkadang batang,
ranting, dan bunga. Kelompok jenis pakan hijauan adalah rumput, legume dan tumbuh-tumbuhan lain,
yang dapat diberikan dalam bentuk segar dan kering (Kusnadi dkk, 1983). Hijauan segar adalah pakan
hijauan yang diberikan dalam keadaan segar, dapat berupa rumput segar ,batang jagung muda, kacang-
kacangan dan lain-lain yang masih segar (Sitorus, 1983). Pakan dalam bentuk hijauan segar masih cukup
banyak mengandung air dengan kisaran antara 70-80 %, dimana air ini sangat penting bagi ternak sapi
perah. Hijauan banyak pula mengandung vitamin dan mineral yang sangat diperlukan ternak sapi
perah.C. Pakan Sapi PerahBahan pakan ternak sapi pada dasarnya dapat digolongkan menjadi tiga, yakni
pakan hijauan, pakan penguat dan pakan tambahan (Girisonta, 1995). Pakan hijauan adalah semua
bahan pakan yang berasal dari tanaman atau tumbuhan berupa daun-daunan, terkadang batang,
ranting, dan bunga. Kelompok jenis pakan hijauan adalah rumput, legume dan tumbuh-tumbuhan lain,
yang dapat diberikan dalam bentuk segar dan kering (Kusnadi dkk, 1983). Hijauan segar adalah pakan
hijauan yang diberikan dalam keadaan segar, dapat berupa rumput segar ,batang jagung muda, kacang-
kacangan dan lain-lain yang masih segar (Sitorus, 1983). Pakan dalam bentuk hijauan segar masih cukup
banyak mengandung air dengan kisaran antara 70-80 %, dimana air ini sangat penting bagi ternak sapi
perah. Hijauan banyak pula mengandung vitamin dan mineral yang sangat diperlukan ternak sapi
perah.Pakan tambahan bagi ternak sapi biasanya berupa vitamin dan mineral. Pakan tambahan ini
dibutuhkan oleh sapi yang dipelihara secara intensif dan hidupnya berada dalam kandang terus-
menerus. Vitamin yang dibutuhkan ternak sapi adalah vitamin A, vitamin C, vitamin D dan vitamin E,
sedangkan mineral sebagai bahan pakan tambahan dibutuhkan untuk berproduksi, terutama kalsium
dan fosfor (Sutardi, 1984).Ransum induk laktasi pada dasarnya terdiri dari hijauan baik dalam bentuk
kacang-kacangan (leguminosa) maupun rumput-rumputan(grammeae) dalam keadaan segar atau
kering) dan konsentrat yang tinggi kualitas dan palatabilitasnya. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan
dalam penyusunan ransum sapi adalah ransum cukup mengandung protein dan lemak, perlu di
perhatikan sifat efek suplemen (supplementary effect) dari bahan pakan ternak, dan ransum tersusun
dari bahan pakan yang dibutuhkan ternak (Akoso, 1996).Pemberian ransum sapi perah yang sedang
tumbuh maupun yang sedang berproduksi susu, dilakukan minimal dua kali dalam sehari semalam.
Frekuensi pemberian konsentrat hendaknya disesuaikan pula dengan pemerahan, yaitu dilakukan setiap
1-2 jam sebelum pemerahan (Siregar, 1996).Ukuran pemberian pakan untuk mencapai koefisien cerna
tinggi dicapai dengan perbandingan BK hijauan : konsentrat = 60% : 40%. Sapi perah membutuhkan
sejumlah serat kasar yang sebagian besar berasal dari hijauan, yang akan mempengaruhi kualitas susu
yang dihasilkan (Sutardi, 1984).Air minum mutlak dibutuhkan dalam usaha peternakan sapi perah. Hal
ini disebabkan karena susu yang dihasilkan 87% berupa air dan sisanya berupa bahan kering. Seekor sapi
perah membutuhkan 3,5-4 liter air minum untuk mendapatkan 1 liter susu (Sudono et.al, 2003).
Perbandingan antara susu yang dihasilkan dan air yang dibutuhkan adalah 1: 4. Jumlah air yang
dibutuhkan tergantung pada susu yang dihasilkan, suhu sekitarnya dan macam pakan yang diberikan.

D. Pengelolaan Kesehatan Ternak Penyakit merupakan ancaman yang harus diwaspadai peternak,
walaupun serangan penyakit tidak langsung mematikan ternak, tetapi dapat menimbulkan masalah
kesehatan yang berkepanjangan, menghambat pertumbuhan, dan mengurangi pendapatan (Sarwono
dan Arianto, 2002).Tindakan pencegahan untuk menjaga kesehatan sapi antara lain : menjaga
kebersihan kandang dan peralatannya termasuk memandikan sapi. Sapi yang sakit dipisahkan dengan
sapi yang sehat dan segera dilakukan pengobatan. Diusahakan lantai kandang selalu kering, agar kotoran
tidak banyak menumpuk dikandang. Untuk menjaga kesehatan sapi, maka secara teratur dilaksanakan
vaksinasi (Djarijah, 1996).Penyakit yang biasa menyerang sapi perah laktasi dan mempengaruhi produksi
susu adalah mastitis, brucellosis, dan milk fever. Upaya pencegahan penyakit dapat dilakukan dengan
cara sanitasi kandang, pengobatan, vaksinasi, menjaga kebersihan sapi, dan lingkungan (Siregar, 1993).
Mastitis adalah penyakit pada ambing akibat dari peradangan kelenjar susu. Penyakit ini disebabkan
oleh bakteri Streptococcus cocci dan Staphylococcus cocci yang masuk melalui puting dan kemudian
berkembangbiak di dalam kelenjar susu. Hal ini terjadi karena puting yang habis diperah terbuka
kemudian kontak dengan lantai atau tangan pemerah yang terkontaminasi bakteri (Djojowidagdo,
1982 ). Brucellosis adalah penyakit keguguran (keluron) menular pada hewan yang disebakan oleh
bakteri Brucella abortus yang menyerang sapi, domba, kambing, babi, dan hewan ternak lainnya.
Brucellosis bersifat zoonosa artinya penyakit tersebut dapat menular dari hewan ke manusia. Pada sapi,
penyakit ini dikenal pula sebagai penyakit keguguran (keluron) menular, sedangkan pada manusia
menyebabkan demam yang bersifat undulasi yang disebut demam malta. Sumber penularan Brucellosis
dari ternak penderita Brucellosis, bahan makanan asal hewan dan bahan asal hewan yang mengandung
bakteri brucella. Penularan kepada manusia melalui saluranD. Pengelolaan Kesehatan Ternak Penyakit
merupakan ancaman yang harus diwaspadai peternak, walaupun serangan penyakit tidak langsung
mematikan ternak, tetapi dapat menimbulkan masalah kesehatan yang berkepanjangan, menghambat
pertumbuhan, dan mengurangi pendapatan (Sarwono dan Arianto, 2002).Tindakan pencegahan untuk
menjaga kesehatan sapi antara lain : menjaga kebersihan kandang dan peralatannya termasuk
memandikan sapi. Sapi yang sakit dipisahkan dengan sapi yang sehat dan segera dilakukan pengobatan.
Diusahakan lantai kandang selalu kering, agar kotoran tidak banyak menumpuk dikandang. Untuk
menjaga kesehatan sapi, maka secara teratur dilaksanakan vaksinasi (Djarijah, 1996).Penyakit yang biasa
menyerang sapi perah laktasi dan mempengaruhi produksi susu adalah mastitis, brucellosis, dan milk
fever. Upaya pencegahan penyakit dapat dilakukan dengan cara sanitasi kandang, pengobatan,
vaksinasi, menjaga kebersihan sapi, dan lingkungan (Siregar, 1993). Mastitis adalah penyakit pada
ambing akibat dari peradangan kelenjar susu. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Streptococcus cocci
dan Staphylococcus cocci yang masuk melalui puting dan kemudian berkembangbiak di dalam kelenjar
susu. Hal ini terjadi karena puting yang habis diperah terbuka kemudian kontak dengan lantai atau
tangan pemerah yang terkontaminasi bakteri (Djojowidagdo, 1982 ). Brucellosis adalah penyakit
keguguran (keluron) menular pada hewan yang disebakan oleh bakteri Brucella abortus yang menyerang
sapi, domba, kambing, babi, dan hewan ternak lainnya. Brucellosis bersifat zoonosa artinya penyakit
tersebut dapat menular dari hewan ke manusia. Pada sapi, penyakit ini dikenal pula sebagai penyakit
keguguran (keluron) menular, sedangkan pada manusia menyebabkan demam yang bersifat undulasi
yang disebut demam malta. Sumber penularan Brucellosis dari ternak penderita Brucellosis, bahan
makanan asal hewan dan bahan asal hewan yang mengandung bakteri brucella. Penularan kepada
manusia melalui saluran pencernaan, misalnya minum susu yang tidak dimasak yang berasal dari ternak
penderita Brucellosis. Susu segar di Indonesia berasal dari ternak sapi perah, oleh karena itu ternak sapi
perah menjadi obyek utama kegiatan pemberantasan Brucellosis (Tolihere, 1981). Penyakit milk fever
disebabkan karena kekurangan kalsium (Ca) atau zat kapur dalam darah (hypocalcamia) (Sudono et al,
2003). Milk fever menyerang sapi perah betina dalam 72 jam setelah melahirkan dengan tanda-tanda
tubuhnya bergoyang kanan kiri saat berjalan (sempoyongan), bila tidak cepat diobati sapi akan jatuh dan
berbaring. Pengobatan dilakukan dengan menyuntikkan 250-500 ml "kalsium boroglukonat" secara
intravenous(menyuntikkan ke dalam pembuluh darah). Jika dalam 8-12 jam tidak berdiri maka
penyuntikkan dapat dilakukan lagi. Untuk pencegahannya dapat melalui pemberian ransum dengan
perbandingan kadar kalsium dan fosfor dalam ransum 2 : 1, dapat pula dengan pemberian kalsit 3% dari
pakan konsentrat

E. Produksi Susu Susu adalah hasil pemerahan sapi atau hewan menyusui lainnya, yang dapat diminum
atau digunakan sebagai bahan makanan yang aman dan sehat serta tidak dikurangi komponen-
komponennya atau ditambah bahan-bahan campuran lain (Hadiwiyoto, 1983). Susu mengandung semua
bahan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan anak sapi dan sebagai pelengkap gizi manusia yang
sempurna, sebab susu sapi merupakan sumber protein, lemak, karbohidrat, mineral, dan vitamin. Zat-
zat gizi yang terkandung di dalamnya dalam perbandingan yang sempurna, mudah dicerna, dan tidak
ada sisa yang terbuang. Komponen zat gizi susu antara lain air 87,7 %, bahan kering 12,1 %, bahan kering
tanpa lemak 8,6 %, lemak 3,45 %, protein 3,2 %, laktose 4,6 %, mineral 0,85 %, vitamin, casein 2,7 %,
albumin 0,5 % (Girisonta, 1995).Teknik pemerahan dengan dua tangan dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu dengan cara memegang putting susu antara ibu jari dan jari tengah dan dengan
menggunakan lima jari, yaitu : puting dipegang antara ibu. Walaupun sapi dapat diperah beberapa kali
sehari, namun pada umumnya pemerahan hanya dilakukan dua kali sehari, yakni pagi dan sore. Setiap
proses pemerahan dilakukan dengan secepat mungkin, sebab pemerahan yang terlalu lama akan
menimbulkan efek yang kurang baik pada sapi yang diperah. Awal pemerahan harus dilakukan dengan
hati-hati, lembut, dan pelan-pelan, kemudian dilakukan dengan sedikit lebih cepat, sehingga sapi yang
diperah tidak terkejut atau takut (Anonimus, 1995).Sapi FH mampu memproduksi susu yang lebih tinggi
dibanding jenis sapi perah lain, yaitu mencapai 5750-6250 kg/laktasi dengan persentase kadar lemak
rendah (3,7%). Lemak susunya berwarna kuning dengan butiran-butirannya yang kecil dan tidak merata
sehingga sukar pemisahannya untuk dibuat mentega. Butiran lemak susu yang kecil sangat baik untuk
dikonsumsi sebagai susu segar karena tidak mudah pecah (Mukhtar, 2006).Sudono (1999) menyatakan
bahwa produksi dan kualitas susuWalaupun sapi dapat diperah beberapa kali sehari, namun pada
umumnya pemerahan hanya dilakukan dua kali sehari, yakni pagi dan sore. Setiap proses pemerahan
dilakukan dengan secepat mungkin, sebab pemerahan yang terlalu lama akan menimbulkan efek yang
kurang baik pada sapi yang diperah. Awal pemerahan harus dilakukan dengan hati-hati, lembut, dan
pelan-pelan, kemudian dilakukan dengan sedikit lebih cepat, sehingga sapi yang diperah tidak terkejut
atau takut (Anonimus, 1995).Sapi FH mampu memproduksi susu yang lebih tinggi dibanding jenis sapi
perah lain, yaitu mencapai 5750-6250 kg/laktasi dengan persentase kadar lemak rendah (3,7%). Lemak
susunya berwarna kuning dengan butiran-butirannya yang kecil dan tidak merata sehingga sukar
pemisahannya untuk dibuat mentega. Butiran lemak susu yang kecil sangat baik untuk dikonsumsi
sebagai susu segar karena tidak mudah pecah (Mukhtar, 2006).

F. Limbah Limbah ternak adalah sisa buangan dari suatu kegiatan usaha perternakan seperti usaha
pemeliharaan ternak, dll. Limbah tersebut meliputi limbah padat dan limbah cair seperti feses, urine,
sisa makanan, embrio, kulit telur, lemak, dara, bulu, kuku, tulang, tanduk, isi rumen, dll
(Sihombing,)Limbah kandang yang berupa kotoran ternak, baik padat (feses) maupun cair (urine, air
bekas mandi sapi, air bekas mencuci kandang dan prasarana kandang) serta sisa pakan yang tercecer
merupakan sumber pencemaran lingkungan paling dominan di area peternakan. Limbah kandang dalam
jumlah yang besar dapat menimbulkan bau yang menyengat, sehingga perlu penanganan khusus agar
tidak menimbulkan pencemaran lingkungan (Sarwono dan Arianto, 2002).Total limbah yang dihasilkan
perternakan tergantung dari species ternak, besar usaha, tipe usaha dan lantai kandang. Manure yang
terdiri dari feces dan urine merupakan limbah ternak yang terbanyak dihasilkan dan sebagian besar
manure dihasilkan oleh ternak ruminansia seperti sapi, kerbau kambing, dan domba. Umumnya setiap
Kg susu yang dihasilkan ternak sapi perah menghasilkan 2 kg limbah padat (feses), dan setiap Kg daging
sapi menghasilkan 25 Kg feses (Sihombing, 2000).Pengolahan kotoran sapi ini dapat dilakukan dengan
berbagai cara, tergantung dari bahan tambahan yang digunakan. Jika limbah sapi dijadikan komoditas
sampingan, harus dipersiapkan tempat khusus pengolahan kompos yang disesuaikan dengan tata letak
kandang, sehingga memudahkan penanganannya (Sudono,2003).Limbah kandang padat dapat diolah
nenjadi pupuk kandang atau kompos yang saat ini memiliki nilai komersial yang sangat baik untuk
tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan. Pengolahan limbah kandang padat yang efektif dapat
menggunakan metode fine compost stardec atau metode konvesional. Sedangkan limbah cair atau urin
dapat diatasi dengan pemanfaatan sebagai pupuk cair yang diproses dengan cara fermentasi yang
sebelumnya urine ditampung didalam bak penampung sebelum diproses lebihLimbah kandang yang
berupa kotoran ternak, baik padat (feses) maupun cair (urine, air bekas mandi sapi, air bekas mencuci
kandang dan prasarana kandang) serta sisa pakan yang tercecer merupakan sumber pencemaran
lingkungan paling dominan di area peternakan. Limbah kandang dalam jumlah yang besar dapat
menimbulkan bau yang menyengat, sehingga perlu penanganan khusus agar tidak menimbulkan
pencemaran lingkungan (Sarwono dan Arianto, 2002).Total limbah yang dihasilkan perternakan
tergantung dari species ternak, besar usaha, tipe usaha dan lantai kandang. Manure yang terdiri dari
feces dan urine merupakan limbah ternak yang terbanyak dihasilkan dan sebagian besar manure
dihasilkan oleh ternak ruminansia seperti sapi, kerbau kambing, dan domba. Umumnya setiap Kg susu
yang dihasilkan ternak sapi perah menghasilkan 2 kg limbah padat (feses), dan setiap Kg daging sapi
menghasilkan 25 Kg feses (Sihombing, 2000).Pengolahan kotoran sapi ini dapat dilakukan dengan
berbagai cara, tergantung dari bahan tambahan yang digunakan. Jika limbah sapi dijadikan komoditas
sampingan, harus dipersiapkan tempat khusus pengolahan kompos yang disesuaikan dengan tata letak
kandang, sehingga memudahkan penanganannya (Sudono, 2003).Limbah kandang padat dapat diolah
nenjadi pupuk kandang atau kompos yang saat ini memiliki nilai komersial yang sangat baik untuk
tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan. Pengolahan limbah kandang padat yang efektif dapat
menggunakan metode fine compost stardec atau metode konvesional. Sedangkan limbah cair atau urin
dapat diatasi dengan pemanfaatan sebagai pupuk cair yang diproses dengan cara fermentasi yang
sebelumnya urine ditampung didalam bak penampung sebelum diproses lebih lanjut.

111. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pelaksanaan kegiatan magang di PT. Rahman Alam Multifarm, Boyolali, dapat ditarik
kesimpulan bahwa Manajemen Pemeliharaan Sapi Perah Laktasi adalah cukup baik karena dapat
dibuktikan dari hal-hal sebagai berikut:
1. Sapi perah yang dipelihara adalah jenis Friesian Holstein (FH).

2. Pakan yang diberikan kaulitas dan kuantitasnya sudah cukup baik diantaranya adalah hijauan,
singkong, jerami fermentasi, dan konsentrat. Pakan hijauan yang diberikan berupa rumput gajah,
sedangkan konsentrat yang diberikan campuran sendiri dari bahan-bahan yang terdiri dari bekatul,
bungkil kelapa, promix, garam, dan kalsit.
3. Frekuensi pemberian pakan yang teratur yaitu dua kali sehari dapat mempengaruhi produksi susu,
dimana pemberian konsentrat diberikan terlebih dahulu baru kemudian pakan hijauan.
4. Sistem perkandangan yang digunakan untuk sapi laktasi yaitu system kandang “head to head” atau
saling berhadapan.
5. Pemerahan sapi dilaksanakan dua kali sehari, yaitu pada pagi hari pukul 04.00 WIB dan untuk siang
hari pada pukul 12.00 WIB, dan pemerahan dilakukan dengan cara manual oleh tenaga kerja.

6. Sistem perkawinan yang dilakukan adalah kawin suntik (Inseminasi Buatan) dengan bibit FH oleh
seorang inseminator.
7. Penanganan kesehatan hewan sudah cukup baik.
8. Penanganan limbah yang berupa feses dilakukan pengolahan khusus, guna menghasilkan pupuk
kompos.

B. SARAN
1. Kekompakan serta kerja sama antar karyawan haruslah ditingkatkan agar menciptakan suasana yang
lebih nyaman guna mendukung berjalannya menajemen peternakan sapi laktasi.
2. Sebaiknya pembersihan ambing dan putting sapi menggunakan air hangat, agar terhindar dari kuman
atau bakteri sehingga susu bersih dan berkualitas baik.

3. Sebaiknya vaksin diberikan secara rutin agar kesehatan hewan dapat terjamin.

4. Sapi yang terkena penyakit menular, sebaiknya ditempatkan pada tempat khusus dan terpisah agar
tidak menular pada ternak yang lain. Hewan ternak yang terkena penyakit, sebaiknya segera diobati.

5. Sebaiknya sistem keamanan lebih ditingkatkan agar tidak ada orang luar yang dengan mudah masuk
ke lingkungan kandang.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z., 2002. Penggemukan Sapi Potong. Agromedia Pustaka. Yogyakarta.

Akoso, B. T. 1996. Kesehatan Sapi. Kanisius. Yogyakarta.

Anonimus .1996. Petunjuk Praktis Beternak Sapi Perah .Kanisius. Yogyakarta.

Anonimus . 2002. Beternak Sapi Perah. Kanisius. Yogyakarta.

Blakely, J dan D.H, Bade. 1994. Ilmu Peternakan. Edisi ke empat. Di terjemahkan

oleh Srigandono, B. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Djarijah, Abbas Sirega. 1996. Usaha ternak sapi. Kanisius. Yogyakarta.

Djojowidagdo, S. 1982. Mastitis Mikotik, Radang Kelenjar Susu oleh Cendawan

pada Ternak Perah. Warta. Kanisius. Yogyakarta.

Girisonta. 1995. Petunjuk Praktis Beternak Sapi Perah .Kanisius. Yogyakarta.

Hadiwiyoto, S. 1983. Tekhnik Uji Mutu Susu dan Hasil Olahannya. Liberty.

Yogyakarta.

Mukhtar, A. 2006. Ilmu Produksi Ternak Perah . Lembaga Pengembangan

Pendidikan (LPP) dan (UNS Press). Surakarta.

Muljana, B.A. 1987. Pemeliharaan dan Kegunaan Ternak Perah. CV.Aneka

Ilmu. Semarang.

Sarwono, B. dan H.B.Arianto. 2002. Penggemukan Sapi Potong Secara Cepat.


Penebar Swadaya. Jakarta.

Setiawan, A.I., 1996. Memanfaatkan Kotoran Ternak. Penebar Swadaya. Jakarta

Sihombing, D.T.H. 2000. Teknik Pengelolaan Limbah Kegiatan Usaha

Peternakan. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup. Lembaga Penelitian

.IPB.

Siregar, A.G.A. 1995. Pengaruh Cuaca dan Iklim Pada Produksi Susu. Fakultas

Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Jakarta.

Siregar D.A. 1996. Usaha Ternak Sapi. Kanisius Yogyakarta.

Siregar S. B. 1993. Sapi Perah, Jenis, Tekhnik Pemeliharaan dan Analisis Usaha.

Angkasa, Bandung.

Sitorus, P.E. 1983. Perbandingan Produktivitas Sapi Perah Impor di Indonesia.

Jurnal 2

PRODUK SUSU DAN KESEHATAN SAPI PERAH

Bab 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sapi perah merupakan ternak ruminansia . Ruminansia merupakan ternak yang mempunyai empat
kompartemen yaitu rumen, retikulum, omasum dan abomasum. Sapi perah merupakan salah satu
penghasil susu yang produksinya cukup tinggi. Untuk menghasilkan susu yang tinggi perlu diperhatikan
manajemen pemeliharaan meliputi pemberian pakan pemberian air minum pencegahan penyakit dan
sanitasi kandang. Umur ternak erat kaitannya dengan produksi susu. Masa laktasi adalah masa sapi
sedang berproduksi susu selama 305 hari, sapi berproduksi setelah melahirkan pedet. Kira-kira setengah
jam setelah beranak produksi susu akan keluar. Saat itulah disebut masa laktasi dimulai. Sapi perah akan
berproduksi tinggi bila umurnya bertambah tapi produksi akan menurun setelah ternak berumur
delapan tahun atau pada laktasi ke enam. Dan produksi susu akan bertambah atau banyak pada musim
penghujan hal ini disebabkan persediaan hijauan berlimpah jadi sangat mendukung untuk banyak
memproduksi susu. Berdasarkan latar belakang perlu diteliti hubungan antara umur dan berat badan
terhadap produksi susu sapi perah.

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengkaji hubungan antar umur dan bobot badan
terhadap produksi susu sapi perah.

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sapi perah merupakan ternak ruminansia . Ruminansia merupakan ternak yang mempunyai empat
kompartemen yaitu rumen, retikulum, omasum dan abomasum. Sapi perah merupakan salah satu
penghasil susu yang produksinya cukup tinggi. Untuk menghasilkan susu yang tinggi perlu diperhatikan
manajemen pemeliharaan meliputi pemberian pakan pemberian air minum pencegahan penyakit dan
sanitasi kandang. Umur ternak erat kaitannya dengan produksi susu. Masa laktasi adalah masa sapi
sedang berproduksi susu selama 305 hari, sapi berproduksi setelah melahirkan pedet. Kira-kira setengah
jam setelah beranak produksi susu akan keluar. Saat itulah disebut masa laktasi dimulai.

Sapi perah akan berproduksi tinggi bila umurnya bertambah tapi produksi

akan menurun setelah ternak berumur delapan tahun atau pada laktasi ke enam.

Dan produksi susu akan bertambah atau banyak pada musim penghujan hal ini

disebabkan persediaan hijauan berlimpah jadi sangat mendukung untuk banyak

memproduksi susu.

Berdasarkan latar belakang perlu diteliti hubungan antara umur dan berat

badan terhadap produksi susu sapi perah.

1.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengkaji hubungan antar

umur dan bobot badan terhadap produksi susu sapi perah.

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sapi perah merupakan ternak ruminansia . Ruminansia merupakan ternak yang mempunyai empat
kompartemen yaitu rumen, retikulum, omasum dan abomasum. Sapi perah merupakan salah satu
penghasil susu yang produksinya cukup tinggi. Untuk menghasilkan susu yang tinggi perlu diperhatikan
manajemen pemeliharaan meliputi pemberian pakan pemberian air minum pencegahan penyakit dan
sanitasi kandang. Umur ternak erat kaitannya dengan produksi susu. Masa laktasi adalah masa sapi
sedang berproduksi susu selama 305 hari, sapi berproduksi setelah melahirkan pedet. Kira-kira setengah
jam setelah beranak produksi susu akan keluar. Saat itulah disebut masa laktasi dimulai. Sapi perah akan
berproduksi tinggi bila umurnya bertambah tapi produksi akan menurun setelah ternak berumur
delapan tahun atau pada laktasi ke enam. Dan produksi susu akan bertambah atau banyak pada musim
penghujan hal ini disebabkan persediaan hijauan berlimpah jadi sangat mendukung untuk banyak
memproduksi susu. Berdasarkan latar belakang perlu diteliti hubungan antara umur dan berat badan
terhadap produksi susu sapi perah.

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengkaji hubungan antar umur dan bobot badan
terhadap produksSapi perah laktasi merupakan sapi perah yang berada pada kondisi menghasilkan susu
setelah melahirkan (Darmono, 1992 ). Trimargono (2005)menjelaskan bahwa masa awal laktasi biasanya
adalah pada 100 hari pertama laktasi, pada masa awal laktasi sapi akan mengalami puncak produksi susu
(pada bulan kedua laktasi pada sapi Holstein). Konsumsi pakan menurun, akibatnya sapi akan
mengalami penurunan berat badan. dan pada akhir masa laktasi ini sapi akan mengalami puncak
konsumsi dry matter yang akan menyebabkan penurunan berat badan (berat badan turun sehingga
menjadi paling rendah pada masa laktasi). Masa laktasi adalah masa sapi sedang berproduksi. Sapi mulai
berproduksi setelah melahirkan anak. Saat itulah disebut masa laktasi dimulai. Masa laktasi dimulai
sejak sapi berproduksi sampai masa kering tiba. Oleh karena itu masa laktasi berlangsung selama 10
bulan atau sekitar 305 hari (Santoso, 2002). 2.3 PakanPakan (feed) adalah bahan-bahan yang dapat
diberikan pada ternak perah,sebagian atau seluruhnya yang dapat dikonsumsi oleh ternak tanpa
mengganggu kesehatan ternak, dengan tujuan untuk kelangsungan hidupnya secara normal (Soetarno,
2001). Umumnya bahan pakan terdiri dari dua macam,yaitu pakan berserat dan penguat (Konsentrat)
(Rianto dan Purbowati, 2010). 2.3.1 Pakan Hijauan Pakan hijauan adalah semua bahan pakan yang
berasal dari tumbuh-tumbuhan dalam bentuk daun-daunan, ranting, bunga, dan batang. Bahan ini kadar
airnya 70%-80%, sedangkan sisanya merupakan bahan kering (Anonim, 1995), Hijauan yang diberikan
dalam formula ransum sebanyak 2% bahan kering sapi
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sapi Perah

Sapi perah adalah sapi yang di pelihara dengan tujuan untuk menghasilkan susu (Blakely dan Bade,
1998). Sapi perah yang di kembangkan di Indonesia adalah sapi FH yang berasal dari provinsi Belanda
utara dan provinsi friesland barat, yang memiliki ciri-ciri umum yakni berwarna hitam dan putih, kadang-
kadang merah dan putih dengan batas-batas warna yang jelas (Sudono et al, 2003 ).Sapi Perah Friensian
Holstein merupakan penghasil susu tertinggi di dunia,menghasilkan rata-rata 6000 per laktasi.
Presentase kadar lemak 2,5-4,3%(Makin,2011). Sapi perah Friensian Holstein atau seiring disebut juga
Fries Holland, berasal dari Belanda dan mulai dikembangkan sejak tahun 1625. Adapun ciri-ciri sapi
perah Friensian Holstein adalah warna hitam-putih,bobot badan betina dewasa 628 kg, bobot badan
jantan dewasa 1000 kg (Nurdin, 2011)

2.2 Sapi Perah Laktasi

Sapi perah laktasi adalah sapi perah yang berada pada masa rentangan waktu menghasilkan susu, yaitu
antara waktu beranak dan masa kering (Sudono etal,2003 ). Lama laktasi yang normal adalah 305 hari
dengan 60 hari masa kering,biasanya masa laktasi menjadi lebih pendek apabila sapi terlalu cepat
dikawinkan lagi setelah melahirkan atau dikeringkan karena suatu penyakit. Sebaliknya masa laktasi
yang panjang biasanya dikarenakan adanya kesulitan dalam mengawinkan kembali ( Blakely dan Bade,
1998 ).Sapi perah laktasi merupakan sapi perah yang berada pada kondisi menghasilkan susu setelah
melahirkan (Darmono, 1992 ). Trimargono (2005) menjelaskan bahwa masa awal laktasi biasanya adalah
pada 100 hari pertama laktasi, pada masa awal laktasi sapi akan mengalami puncak produksi susu (pada
bulan kedua laktasi pada sapi Holstein). Konsumsi pakan menurun, akibatnya sapi akan mengalami
penurunan berat badan. dan pada akhir masa laktasi ini sapi akan mengalami puncak konsumsi dry
matter yang akan menyebabkan penurunan berat badan (berat badan turun sehingga menjadi paling
rendah pada masa laktasi).Masa laktasi adalah masa sapi sedang berproduksi. Sapi mulai berproduksi
setelah melahirkan anak. Saat itulah disebut masa laktasi dimulai. Masa laktasi dimulai sejak sapi
berproduksi sampai masa kering tiba. Oleh karena itu masa laktasi berlangsung selama 10 bulan atau
sekitar 305 hari (Santoso, 2002).

2.3 Pakan

Pakan (feed) adalah bahan-bahan yang dapat diberikan pada ternakbperah,sebagian atau seluruhnya
yang dapat dikonsumsi oleh ternak tanpa mengganggu kesehatan ternak, dengan tujuan untuk
kelangsungan hidupnya secara normal (Soetarno, 2001). Umumnya bahan pakan terdiri dari dua
macam,yaitu pakan berserat dan penguat (Konsentrat) (Rianto dan Purbowati, 2010).

2.3.1 Pakan Hijauan


Pakan hijauan adalah semua bahan pakan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dalam bentuk daun-
daunan, ranting, bunga, dan batang. Bahan ini kadar airnya 70%-80%, sedangkan sisanya merupakan
bahan kering (Anonim, 1995),Hijauan yang diberikan dalam formula ransum sebanyak 2% bahan kering
Sapi perah laktasi merupakan sapi perah yang berada pada kondisi menghasilkan susu setelah
melahirkan (Darmono, 1992 ). Trimargono (2005)menjelaskan bahwa masa awal laktasi biasanya adalah
pada 100 hari pertama laktasi, pada masa awal laktasi sapi akan mengalami puncak produksi susu (pada
bulan kedua laktasi pada sapi Holstein). Konsumsi pakan menurun, akibatnya sapi akan mengalami
penurunan berat badan. dan pada akhir masa laktasi ini sapi akan mengalami puncak konsumsi dry
matter yang akan menyebabkan penurunan berat badan (berat badan turun sehingga menjadi paling
rendah pada masa laktasi).Masa laktasi adalah masa sapi sedang berproduksi. Sapi mulai berproduksi
setelah melahirkan anak. Saat itulah disebut masa laktasi dimulai. Masa laktasi dimulai sejak sapi
berproduksi sampai masa kering tiba. Oleh karena itu masa laktasi berlangsung selama 10 bulan atau
sekitar 305 hari (Santoso, 2002).

2.3 Pakan

Pakan (feed) adalah bahan-bahan yang dapat diberikan pada ternak perah,sebagian atau seluruhnya
yang dapat dikonsumsi oleh ternak tanpa mengganggu kesehatan ternak, dengan tujuan untuk
kelangsungan hidupnya secara normal (Soetarno, 2001). Umumnya bahan pakan terdiri dari dua
macam,yaitu pakan berserat dan penguat (Konsentrat) (Rianto dan Purbowati, 2010).

2.3.1 Pakan Hijauan

Pakan hijauan adalah semua bahan pakan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dalam bentuk daun-
daunan, ranting, bunga, dan batang. Bahan ini kadar airnya 70%-80%, sedangkan sisanya merupakan
bahan kering (Anonim, 1995),Hijauan yang diberikan dalam formula ransum sebanyak 2% bahan kering
sapian hijauan tidak boleh kurang dari 0,5%-0,8% bahan kering ransumb(Siregar, 1994). Bila pakan
berserat dibatasi hingga 30% atau kurang dari bahan kering yang diberikan, presentase lemak akan
direduksi sebanyak 2% (Makin, 2011)

2.3.2 Konsentrat

Konsentrat adalah suatu bahan pakn yang dipergunakan bersama bahan pakan lain untuk meningkatkan
keserasian gizi dari keseluruhan pakan dan dimaksudkan untuk disatukan dan dicampur sebagai
pelengkap atau pakan lengkap (Hartadi, et al, 1997). Penggunaan 100% konsentrat pada ransum
mengakibatkan produksi susu rata-rata per harinya meningkat,tetapi kadar lemak susu menurun secara
drastis. Untuk mencapai produksi susu yang tinggi dengan tetap mempertahankan kadar lemak susu
dalam batas-batas normal, perbandingan antara hijauan dan konsentrat dalam ransum sapi perah laktasi
adalah sekitar 60%: 40% bahan kering ransum (Siregar, 1994).

2.4 Produksi Susu

Produksi susu dipengaruhi oleh genetik, pakan, bulan laktasi, periode laktasi, pemerahan, ukuran sapi,
estrus, periode kebuntingan,periode kering, dan lingkungan (Prihadi, 1996). Sejak melahirkan produksi
susu akan meningkat sampai puncak laktasi dua dan tiga, kemudian menurun sampai masa akhir kering
kandang tetapi keadaan demikian harus didukung pola pemberian pakan yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan (Siregar, 1995).Menurut Haryati, et al (2001), sapi perah berproduksi lebih banyak bila
umurnya bertambah. Pada umur 2 tahun akan memproduksi susu kurang lebih 75an hijauan tidak boleh
kurang dari 0,5%-0,8% bahan kering ransum(Siregar, 1994). Bila pakan berserat dibatasi hingga 30% atau
kurang dari bahan kering yang diberikan, presentase lemak akan direduksi sebanyak 2%2011).persen
dibanding sapi dewasa, hal ini karena pertumbuhan dan perkembangan kelenjar mammae. Gara et al.
(2009) menyatakan umur beranak dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu bangsa, lokasi,
manajemen ( pemeliharaan, sumber pakan, dan level produksi susu ), tahun dan musim saat kelahiran.
Senau et al(2008) menyatakan secara fisiologis produksi susu akan meningkat hingga bulan produksi
yang keempat. Produksi susu juga akan naik dengan bertambahnya periode laktasi, dan dapat mencapai
puncaknya pada periode laktasi keempat.Menurut Hadiwiyoto (1994), pada musim penghujan produksi
susu dapat meningkat. Hal tersebut disebabkan tersedianya pakan yang lebih banyak dibanding dengan
musim kemarau.Susu dipandang dari segi peternakan adalah suatu sekresi kelenjar susu dari sapi yang
sedang laktasi, dan dilakukan pemerahan dengan sempurna, tidak termasuk kolostrum serta tidak
ditambah atau dikurangi oleh suatu komponen. Susu sapi perah merupakan salah satu bahan pangan
yang sangat penting dalam mencukupi kebutuhan gizi masyarakat, karena susu bernilai gizi tinggi dan
mempunyai komposisi zat gizi lengkap dengan perbandingan gizi yang sempurna,sehingga mempunyai
nilai yang sangat strategis. Susu sebagai salah satu sumber2.4 Produksi Susu Produksi susu dipengaruhi
oleh genetik, pakan, bulan laktasi, periode laktasi, pemerahan, ukuran sapi, estrus, periode
kebuntingan,periode kering, dan lingkungan (Prihadi, 1996). Sejak melahirkan produksi susu akan
meningkat sampai puncak laktasi dua dan tiga, kemudian menurun sampai masa akhir kering kandang
tetapi keadaan demikian harus didukung pola pemberian pakan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
(Siregar, 1995).Menurut Haryati, et al (2001), sapi perah berproduksi lebih banyak bila umurnya
bertambah. Pada umur 2 tahun akan memproduksi susu kurang lebih 75an hijauan tidak boleh kurang
dari 0,5%-0,8% bahan kering ransum(Siregar, 1994). Bila pakan berserat dibatasi hingga 30% atau kurang
dari bahan kering yang diberikan, presentase lemak akan direduksi sebanyak 2% 2011).persen dibanding
sapi dewasa, hal ini karena pertumbuhan dan perkembangan kelenjar mammae. Gara et al.(2009)
menyatakan umur beranak dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu bangsa, lokasi, manajemen
( pemeliharaan, sumber pakan, dan level produksi susu ), tahun dan musim saat kelahiran. Senau et
al(2008) menyatakan secara fisiologis produksi susu akan meningkat hingga bulan produksi yang
keempat. Produksi susu juga akan naik dengan bertambahnya periode laktasi, dan dapat mencapai
puncaknya pada periode laktasi keempat.Menurut Hadiwiyoto (1994), pada musim penghujan produksi
susu dapat meningkat. Hal tersebut disebabkan tersedianya pakan yang lebih banyak dibanding dengan
musim kemarau.Susu dipandang dari segi peternakan adalah suatu sekresi kelenjar susu dari sapi yang
sedang laktasi, dan dilakukan pemerahan dengan sempurna, tidak termasuk kolostrum serta tidak
ditambah atau dikurangi oleh suatu komponen.Susu sapi perah merupakan salah satu bahan pangan
yang sangat penting dalam mencukupi kebutuhan gizi masyarakat, karena susu bernilai gizi tinggi dan
mempunyai komposisi zat gizi lengkap dengan perbandingan gizi yang sempurna,sehingga mempunyai
nilai yang sangat strategis. Susu sebagai salah satu sumber protein hewani yang dibutuhkan oleh
generasi muda terutama usia sekolah.Namun demikian produksi susu sapi perah sampai saat ini belum
mampubmemenuhi kebutuhan susu dalam negeri. (Anggraeniet al., 2001).
2.5 Periode Laktasi

Produksi susu akan meningkat dengan cepat sampai mencapai puncakproduksi pada 35-50 hari setelah
beranak dan akan mengalami penurunan produksi rata-rata 2,5 % per minggu. Ditambahkan lebih lanjut
bahwa sapi yang laktasi lebih singkat atau lebih panjang dari 10 bulan akan berakibat terhadap produksi
susu yang menurun pada laktasi berikut (Siregar, 1995). Masa laktasi adalah masa sapi sedang
berproduksi. Sapi mulai berproduksi setelah melahirkan anak, kira-kira setengah jam setelah sapi
melahirkan, produksi susu sudah keluar, saat itulah disebut masa laktasi di mulai. Namun, sampai
dengan 4-5 hari yang pertama produksi susu tersebut masih berupa kolostrum yang tidak boleh
dikonsumsi manusia, tetapi kolostrum tersebut khusus untuk pedet. Masa laktasi berlangsung selama 10
bulan antara saat beranak dan masa kering. Produksi susu per hari mulai menurun setelah 1-2 bulan
masa laktasi. Mulai bulan ke 2-3 masa laktasi,kadar lemak susu mulai konstan dan kemudian naik
sedikit.Produksi susu sapi perah per laktasi akan meningkat terus sampai dengan laktasi ke empat atau
pada umur 6 tahun, apabila sapi perah itu pada umur 2 tahun sudah melahirkan (laktasi pertama),
setelah sapi perah itu berumur 8 tahun, produksi susu per laktasi sudah mulai menurun. Lama diperah
atau lama laktasi yang ideal adalah 305 hari atau sekitar 10 bulan (Siregar, 1995) faktor-faktor yang
mempengaruhi komposisi dan produksi susu adalah genetik, nutrisi, periode laktasi dan parsistensi, rata-
rata sekresi susu,umur,,siklus estrus dan kebuntingan,lingkungan,penyakit dan obat-obatan (Prihadi,
1996). Produksi cukup tinggidicapai setelah 6 minggu dari kelahiran sampai tingkat produksi maksimum
dan akan mengalami penurunan secara teratur setelah mengalami puncak produksi(Blakely dan Bade,
1998).

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Umur Sapi Perah

Sapi perah menunjukkan presistensi tinggi selama laktasi pertama dari pada laktasi berikutnya, hal ini
disebabkan sapi beranak pertama kelenjar susu(mammary glans) lebih kecil dari pada sapi yang sudah
dewasa sehingga jumlah prolaktin yang disekresikan mungkin mencukupi untuk menjaga keseimbangan
tingginya presistensi bagi kelenjar susu yang kecil dan kurang untuk mencukupi bagi produksi susu yang
lebih tinggi pada sapi yang sudah dewasa.Umur sapi perah sangat berpengaruh terhadap produksi susu
yang dihasilkan, sapi-sapi dari bos taurus produksi tertinggi dicapai pada masa laktasi ke 4-5 yaitu umur
sapi antara lima sampai enam tahun. Apabila sapi beranak pertama umur 2-3 tahun dengan jarak
beranak atau calving interval 12 bulan, lama laktasi 10 bulan atau 305 hari dewasa produksi atau
produksi tertinggi dicapai pada laktasi ke empat atau umur sapi sekitar lima sampai enam tahun.
Produksi susu laktasi 1,2 dan 3 (umur 2-3, 3-4 dan 4-5) masing-masing rata-rata sekitar 70,80 dan 90%.
Sedang produksi tertinggi (mature cows) dicapai pada laktasi empat atau sapi berumur 5-6
tahun.Setelah produksi tertinggi atau mature cows dicapai, biasanya produksi susu akan mulai menurun
secara berangsur-angsur tanpa menunjukkan tanda-tanda yang jelas hingga berumur 10 tahun. Setelah
sapi berumur 10 tahun biasanya sapi akan dikeluarkan dari perusahaan karena adanya gangguan
reproduksi atau gangguan kesehatan, dalam penelitian ini Umur dan periode laktasi.Jumlah produksi
dan kualitas susu yang dihasilkan oleh sapi perah sangat bervariasi. Faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap tingginya produksi dan kualitas susu ditentukan oleh banyak faktor, faktor satu dengan yang
lainnya sangat erat kaitannya.Selama masa laktasi berlangsung, baik produksi susu pada masa laktasi
pertama dan selanjutnya sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain oleh :faktor genetis,
makanan, dan tata laksana, yang satu sama lain saling mempengaruhi dan menunjang.

a. Faktor genetis

Faktor genetis ini bersifat individual yang diturunkan oleh tetua (induk dan bapak) kepada
keturunannya. Faktor genetis ini juga bersifat baka, artinya sifat-sifat baik atau buruk dari tetua akan
diwariskan kepada keturunan berikutnya dengan sifat-sifat yang sama yang dimiliki oleh tetua. Faktor
genetis ini akan menentukan jumlah produksi dan mutu air susu selama laktasi dengan komposisi zat-zat
makanan tertentu sesuai dengan yang dimiliki kedua induknya. Jika produksi induk dan pejantan jelek,
maka dengan tatalaksana dan makanan yang serba bagus pun tidak akan dapat memperbaiki yang jelek
dari warisan kedua induknya.

b. Pakan

Produksi susu akan dipengaruhi oleh pakan yang diberikan. Pemberian pakan dalam jumlah banyak
dapat meningkatkan produksi, tetapi jenis pakan dapat mempengaruhi komposisi susunya. Jenis pakan
dari jenis rumput-rumputan akan menaikkan kandungan asam oleat sedangkan pakan berupa jagung
atau gandum akan menaikkan kandungan asam butiratnya. Pakan berupa daun bawang,gubis atau
sayuran lainnya cenderung memberikan susu berbau lebih kuat. Jumlah vitamin a dalam susu
dipengaruhi oleh kandungan karoten dan vitamin a pakan yang diberikan tetapi kandungan vitamin b
dan vitamin c kurang dipengaruhi oleh jenis pakan yang diberikan pada sapi.Sapi-sapi yang secara
genetis baik akan memberikan air susu yang baik pula. Akan tetapi, jika makanan yang diberikan tidak
memadai, baik dari segi jumlah maupun mutu, maka untuk memenuhi kebutuhan pokok hidup
berproduksi akan dicukupi dengan mengorbankan persediaan zat-zat makanan yang ada didalam tubuh
dengan cara memobilisasikan zat-zat makanan yang tersimpan didalam jaringan tubuh mereka. Jika sapi
yang bersangkutan kehabisan zat-zat makanan yang harus dimobilisasikan, maka produksi susu akan
menurun yang akhirnya akan membatasi pula sekresi air susu.

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Periode laktasi sapi perah sangat berpengaruh terhadap produktivitas susu sapi Friesian Holstein.

2. Produktivitas susu tertinggi sapi perah Friesian Holstein berada pada periode laktasi keempat.

5.2 Saran
Untuk meningkatkan produksi susu pada sapi perah perlu diperhatikan beberapa faktor, diantaranya
faktor genetik dan lingkungan, ke dua faktor tersebut berpengaruh terhadap produksi susu, puncak
produksi dan lama laktasi pada sapi perah. Sehingga faktor pakan, kesehatan dan manajemen perlu
ditingkatkan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1995. Petunjuk Praktis Beternak Sapi Perah. Yogyakarta.

Anggraeni, A., K. Diwiyanto, L. Praharni, A. Soleh dan C. Talib. 2001. Evaluasi

mutu genetik sapi perah induk FH didaerah sentra produksi susu.

Prosiding Hasil Penelitian bagian proyek “Rekayasa Teknologi

Pertanian/ARMP II”. Puslibangnak.Bogor.

Blakely, J. dan D.H. Bade 1998. Ilmu Peternakan. Edisi keempat. Gadjah Mada

University Press, Yogyakarta. (Diterjemahkan oleh Bambang

Srigandono).

Darmono. 1992. Tata Laksana Usaha Sapi Kereman. Penerbit Kanisius.

Yogyakarta.

Gara, A.B., R. Bouraovi,B. Rekik, H. Hammami and H. Rouissi. 2009. Optimal

Age at First Calving for Improved Milk Yield and Length of Productive

Life in Tunisial Holstein Cows. American-Eurasian Journal of

Agronomy 2(3). ISSN. 1995-896X.IDOSI Publications.

Hadiwiyoto, S. 1994. Pengujian Mutu Susu dan Hasil Olahannya. Penerbit Liberty.

Yogyakarta.

Hartadi, H., R. Reksohadiprodjo dan A.D. Tillman. 1997. Tabel Komposisi Pakan

Untuk Indonesia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Haryati, S., E.A. Sumarmono dan H. Al Suratin. 2001. Pengaruh Umur Beranak,

Nomor Laktasi, dan Bulan Laktasi Terhadap Kadar Lemak dan Kadar
Protein Susu Sapi Perah FH ( di BPT&HMT Baturraden ). Jurnal

Animal Production. Edisi Khusus Januari 2001. Universitas Jendral

Soedirman.Purwokerto.

Makin, M. 2011. Tatalaksana Peternakan Sapi Perah. Graha Ilmu, Yogyakarta.

Nurdin, E. 2011. Manajemen Sapi Perah. Graha Ilmu, Yogyakarta.

Prihadi. 1996. Tata Laksana dan Produksi Sapi Perah. Fakultas Peternakan

Universitas Wangsa Manggala. Yogyakarta.

Rianto E, dan E. Purbowati. 2010. Panduan Lengkap Sapi Potong. Cetakan ke-2.

Penebar Swadaya. Jakarta.

Santoso. 2002. Tata Laksana Pemeliharaan Ternak Sapi. Penebar Swadaya. Jakarta.

Siregar, S.B. 1994. Ransum Ternak Ruminansia. Penebar Swadaya. Jakarta.

Siregar, S.B. 1995. Sapi Perah, Jenis, Teknik Pemeliharan, dan Analisa Usaha.

Penebar Swadaya, Jakarta.

Snou, M., S.S. Toleba and C. Adandedjan. 2008. Increased Milk Yield in Borgou

Cows in Alternative Feeding System. Revue Med. Veterenary. 61( 2) :

109-114.

Soetarno, T. 2001. Manajemen Budidaya Sapi Perah. Fakultas Peternakan . UGM.

Yogyakarta.

Sudono, A, R.F. Rosdiana dan B.S Setiawan. 2003. Beternak Sapi Perah Secara Intensif. PT. Agromedia
Pustaka, Depok.

Trimargono. 2005. Teknologi Tepat Guna Ternak Sapi.

Jurnal 3
Usaha Peternakan Sapi Perah dan olahan susu ‘Nursi’di Kecamatan Enrekang Kabupaten Enrekang
Melalui Pemanfaatan Limbah Pertanian

PENDAHULUAN

Prospek usaha ternak sapi perah di Indonesia cukup baik dan menjanjikan dilihat dari besarnya
jumlah susu sapi yang masih diimpor sejalan dengan peningkatan permintaan konsumen.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, populasi sapi perah di Indonesia tahun 2019 adalah
561,061 ekor dengan produksi 996,442,44 ton susu segar dan populasi sapi perah pada tahun
2019 di Sulawesi Selatan berada pada angka 1,833 ekor dengan produksi 3,299,40 ton susu segar.
Populasi sapi perah ini mengalami peningkatan 10% dibanding tahun 2016 yang tentu saja juga
mempengaruhi jumlah total produksi susu segar (BPS, 2019). Kabupaten Enrekang termasuk dalam
salah satu wilayah dalamprovinsi Sulawesi Selatan yang secara astronomis terletak pada 3° 14’ 36”-
3°50’ 00” LS dan 119° 40’53”-120° 06’ 33” BT dan berada pada ketinggian442mdpl, dengan luas
wilayah sebesar 1.786,01km². Kabupaten Enrekang berbatasan dengan Tana Toraja di sebelah
utara,disebelah timur berbatasan dengan kabupaten Luwu dan Sidrap, di sebelahselatan
berbatasan dengan kabupaten Sidrap dan di sebelah barat berbatasandengan kabupaten Pinrang.
Kecamatan Enrekang merupakan salah satu kecamatan yang letaknyaberada di ibukota
Enrekang.Subsektor peternakan di kecamatan Enrekang kabupaten Enrekangmerupakan salah satu
potensi alam yang dimiliki oleh daerah tersebut yangmenjadi pemasok kebutuhan
masyarakat akan protein hewani, baik itu kebutuhanmasyarakat setempat maupun untuk di
daerah luar. Perkembangan peningkatan populasi sapi perah di kabupaten Enrekang rata-rata
populasi sapi perah meningkat 131 ekor setiap tahun. Peran sapi perah dalam agribisnis pertanian
cukup menonjol dibanding sapi potong, sehingga masyarakat lebih memilih memelihara sapi perah
karena menghasilkan air susu sebagai bahan baku pembuatan dangke yang merupakan makanan
tradisonal kabupaten Enrekang (Badan Pusat Statistik, 2017). Pakan utama ternak ruminansia adalah
hijauan yaitu sekitar 60-70%, akan tetapi karena ketersediaan pakan hijauan sangat terbatas maka
pemberian pakan pada peternakan sapi perah di Kecamatan Enrekang, Kabupaten Enrekang. Usaha
peternakan ini menjadi contoh bagi pengusaha ternak lainnya di daerah tersebut, karena memanfaatkan
limbah pertanian berupa ampas tahu dan jerami jagung. Ampas tahu dan dedak digunakan sebagai
konsentrat, lalu jerami jagung sebagai pakan alternatif pengganti pakan basal saat persediaan hijauan
tidak mencukupi. Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pemanfaatan limbah pertanian
dapat menjamin keberlangsungan usaha ternak perah dan meningkatkan produksi susunya. Pada
peternakan ‘Nursi’ ini terdapat 12 ekor sapi perah Fries Holland (FH), 8 ekor laktasi dan 4 ekor kering
kandang dengan bobot badan rata-rata 350kg. Rata-rata produksi susu 14L/ekor/hari, produksi dangke
15 buah/hari dan krupuk dangke 59 bungkus/hari, dengan rata-rata jumlah pendapatan bersih total
perbulannya sekitar 20 juta rupiah. Dengan melakukan kombinasi pemberian pakan asal limbah
pertanian/industri tersebut dengan pakan basal rumput gajah, usaha peternakan sapi perah dan olahan
susu Nursi ini sangat berpotensi untuk menjamin kesejahteraan keluarga peternak khususnya. Informasi
ini akan sangat bermanfaat bagi keberlangsungan usaha peternakan sapi perah dan kesejahteraan
masyarakat Kecamatan Enrekang, Kabupaten Enrekang pada umumnya.sapi perah di kecamatan
Enrekang disubstitusi dengan jerami jagung, sementara untuk sumberkonsentratnya adalah dedak
padi dan ampas tahu. Hal ini tidak hanya bermanfaat mengurangi pencemaran lingkungan
misalnya yang diakibatkan oleh menumpuknya limbah pertanian, emisi gas rumah kaca dan
juga berkurangnya hara tanah akibat pembakaran jerami, tetapi juga diharapkan dapat
meningkatkan produktivitas ternak perah.

METODE

Kegiatan ini dilakukan pada tanggal 1 September –30 September 2020, di peternakan sapi perah
dan olahan susu ‘Nursi’ yang merupakan percontohan peternak perah di kecamatan Enrekang.
Pengambilan data dilakukan melalui proses wawancara dengan pemilik usaha dan terlibat
langsung dalam penyusunan ransum, ransum, serta pengolahan pakan asal limbah pertanian yaitu
dedak, ampas tahu dan jerami jagung. Terdapat 12 ekor sapi perah (FH) dengan rincian 8 ekor
laktasi dan 4 ekor kering kandang dengan rata-rata bobot badan 350 kg. Hijauan diberikan 10%
dari bobot badan ternak dan konsentrat (campuran ampas tahu dan dedak) diberikan sekitar 3-4%
dari bobot badan ternak. Semua sumber hijauan termasuk jerami jagung diperoleh di sekitar lokasi
peternakan. Ampas tahu dan dedak diperoleh kabupaten Pinrang dengan jarak tempuh dari lokasi
peternakan sekitar 1.5 jam

KESIMPULAN

Pemberian pakan asal limbah pertanian dapat menjamin keberlangsungan usaha peternaan sapi
perah dan sekaligus meningkatkan produksi susu, ditambah lagi pakan limbah ini dapat dijadikan
sebagai pakan alternative. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk mellihat sejauh mana efisiensi
produksi susu dan kandungan nutrisi susu dari pakan asal limbah pertanian/agroindustri

DAFTAR PUSTAKA

Arora S.P. 1995. Pencernaan Mikroba pada Ruminansia. Yogyakarta. UGM Press. Badan Pusat Statistik
Sulawesi Selatan. 2019. Propinsi Sulawesi Selatan dalam angka.
https://sulsel.bps.go.id/publication/2019/08/16 diakses tanggal 18 November 2020. Nappu, M.B. 2013.
Sebaram potensi limbah tanaman padi dan jagung serta pemanfaatannya di Sulawesi Selatan. Seminar
Nasional Inovasi Teknologi Pertanian. Riski P., Purwanto B.P., dan Atabany, A. 2016. Produksi dan
Kualitas Susu Sapi FH Laktasi yang diberi Pakan Daun Pelepah Sawit. Jurnal Ilmu Produksi dan
Teknologi Hasil Peternakan, 4 (3), 345-349 Sidqi, R., Makin, M., dan Suharwanto, D. 2014. Pengaruh
pemberian konsentrat basah dan kering terhadap efisiensi produksi susu dan efisiensi ransum
terhadap sapi perah peranakan FH. Student e-Journal, 3 (4), 1-10. Suprapti, M.L. 2005. Pembuatan
Tahu. Kanisius. Yogyakarta. Trisnadewi, A.A.A.S., Cakra., I.G.L.O., dan Suarna, I.W. 2017. Kandungan
nutrisi silase jerami jagung melalui fermentasi pollard dan molases. Majalah Ilmiah Peternakan, 20 ( 2),
55-59.

Anda mungkin juga menyukai