Bab Vii
Bab Vii
FITOTEKNOLOGI
A. Fitoremidiasi Air
Dalam fitoremidiasi air ada beberapa tanaman yang dapat digunakan, antara lain
beberapa tanaman berikut.
1. Enceng Gondok
Priya dan Selvan (2014) menyatakan bahwa tanaman eceng gondok dapat
mengabrosbsi polutan pada air yang tercemar, bahkan dikategorikan berkemampuan
tinggi dalam bioabsorbsi. Srivastava (2014) menyarankan fitoremediasi menggunakan
enceng gondok karena kemampuannya yang dapat mengakumulasikan polutan yang
dapat mengakibatkan pencemaran air. Tumbuhan eceng gondok prinsip kerjanya
mempercepat laju evaporasi air melalui proses evapotranspirasi. Proses
evapotranspirasi yang berjalan dapat berkontribusi positif terhadap laju penyerapan
unsur hara yang dibutuhkan untuk fotosintesis (pembuatan makanan tumbuhan)
melalui proses penyerapan eceng gondok di bagian bulu-bulu akarnya. Pada
penelitian (Raissa, 2017) diperoleh bahwa reaktor uji yang mengalami penurunan
COD terjadi karena penguraian bahan organik dari mikroorganisme yang terdapat di
akar tumbuhan kemudian dimanfaatkan tumbuhan untuk fotosintesis.
Dalam penelitian (Raissa, 2017) menyatakan bahwa eceng gondok yang bernama
latin Eichornia crassipes memiliki efisiensi removal terbesar dalam mereduksi
berbagai zat polutan, apabila dibandingkan dengan tumbuhan air lainnya. Hal ini
diakibatkan oleh laju pertumbuhannya yang lebih cepat (bahkan blooming) jika
dibandingkan dengan laju pertumbuhan tumbuhan air lainnya, serta sistem perakaran
enceng gondok yang memiliki probabilitas untuk hidup dan tumbuhnya
mikroorganisme. Pada penelitian tersebut disebutkan bahwa ion fosfat yang ada pada
limbah air laundry diserap oleh rizoma enceng gondok sebagai nutrisi bagi tanaman.
Dengan ini dapat disimpulkan semakin lama tanaman hidup dalam media limbah
laundry semakin kecil konsentrasi fosfat dalam limbah (Padmaningrum dkk, 2014).
Dalam penerapannya dapat digunakan beberapa individu tanaman, semakin banyak
tamanan atau semakin tingginya kerapatan tanaman dapat meningkatkan efektifitas
fitoremidiasi. Selain itu penyisihan persentase BOD dan COD juga lebih besar terjadi
pada saat kondisi gelap. Jadi dalam penerapannya, tanaman enceng gondok dapat
diletakkan di tempat yang remang-remang atau gelap .
2. Kayu Apu
Berdasarkan hasil penelitian (Widya, 2015) menyatakan bahawa kayu apu mampu
mengolah limbah cair dari buangan industri batik, hasil yang diperoleh adalah mampu
menurunkan BOD sebesar 95,91% ; menurunkan COD sebesar 97,96% ; dan dapat
menurunkan warna sebesar 95,60%. Kemudian berdasarkan hasil penelitian diperoleh
bahwa kayu apu memiliki kemampuan mengolah limbah cair dari buangan usaha
laundry, hasil yang diperoleh adalah fosfat sebesar 39,77 % dapat diserap kayu apu
sedangkan untuk BOD dan COD dengan persentase penyisihan yang sama sebesar
78,87 % (Wandana, 2012).
Pada penelitian (Raissa, 2017) disebutkan bahwa ion fosfat yang ada pada limbah
air laundry diserap oleh akar tanaman kayu apu sebagai nutrisi bagi tanaman. Dengan
ini dapat disimpulkan semakin lama tanaman hidup dalam media limbah laundry
semakin kecil konsentrasi fosfat dalam limbah (Padmaningrum dkk, 2014). Dalam
penerapannya dapat digunakan beberapa individu tanaman, semakin banyak tamanan
atau semakin tingginya kerapatan tanaman dapat meningkatkan efektifitas
fitoremidiasi. Selain itu penyisihan persentase BOD dan COD juga lebih besar terjadi
pada saat kondisi gelap. Jadi dalam penerapannya, tanaman kayu apu dapat
diletakkan di tempat yang remang-remang atau gelap
3. Melati air
B. Bioremidiasi
Dalam penggunaan bioremidiasi untuk memulihkan limbah air detergen yang
mengandung linear alkylbenzene sulfonates atau LAS dapat dilakukan menggunakan
bakteri Pseudomonas s.p. Ini dikarenakan bakteri tersebut menggunakan LAS sebagai
sumber karbonnya. Berdasarkan sebuah penelitian bakteri Pesudomonas sp A dapat
mengalami laju pertumbuhan dengan cepat saat konsentrasi LAS terlarut tidak terlalu
besar. Hal berbeda terjadi saat penggunaan Pseudomonas sp B dan Pseudomonas sp C
yang laju pertumbuhannya dapat lebih cepat saat konsentrasi LAS lebih tinggi
dibanding Pseudomonas sp A (Yunita, 2012). Oleh karena itu, kombinasi minimal
dua kultur bakteri memiliki pertumbuhan dan efisiensi degradasi yang lebih baik
daripada menggunakan kultur tunggal. Hal yang tak kalah penting adalah dalam
penggunaan mikroorganisme ini dipengaruhi juga oleh suhu, yakni kinerja optimal
diperoleh pada rentang suhu 10-25 derajat celcius, pada suhu yang lebih rendah dari
ini kinetika biodegradasinya akan menurun yang berkorelasi dengan aktivitas
mikroorganisme bersangkutan.
Daftar Pustaka