Anda di halaman 1dari 15

Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.

php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol. 6, No. 1 (2017)

PEMANFAATAN ULAT HONGKONG (MEALWORM) DALAM


PENGOLAHAN SAMPAH DAUN JATI MENJADI KOMPOS
Bethany Agustria Rolita*), Purwono**), Endro Sutrisno**)

Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Diponegoro


JL. Prof. H. Sudarto, SH Tembalang, Semarang, Indonesia, 50275
email: bethanyagustriarolita@gmail.com

Abstrak
Sampah merupakan salah satu permasalahan penting yang harus dihadapi. Pengolahan dan
pengelolaan sampah yang tidak baik dapat menyebabkan permasalahan lingkungan,
sehingga perlu adanya penanganan sampah yang ramah lingkungan. Salah satu jenis sampah
yang sering kita temui adalah sampah daun yang ada di halaman. Pengolahan sampah daun
menjadi barang yang lebih bermanfaat bisa dilakukan dengan cara komposting. Salah satu
pengomposan yaitu dengan metode vermicomposting yaitu pengomposan dangan bantuan
cacing. Adanya potensi penggunaan ulat hongkong sebagai pengganti cacing dalam
pengomposan perlu adanya penelitian sehingga pengomposan dilakukan dengan bantuan ulat
hongkong yang biasa digunakan untuk pakan burung, yang mudah ditemukan di pasaran.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kualitas kompos yang dihasilkan dari
pengomposan daun jati terfermentasi 5 mol yang berbeda yaitu Em4, stardect, mol bonggol
pisang, akar bambu dan nasi dengan bantuan ulat hongkong dan metode seperti
vermikomposting. Daun jati difermentasikan dengan menggunakan 5 jenis mol yang berbeda
yang kemudian digunakan sebagi pakan ulat hongkong dimana tiap jenis pakan diberikan
kepada ulat hongkong selama 5 hari dengan prosentase 50%, 60%,70%,80% dan 90% dari
berat ulat. Kotoran yang dihasilkan ulat hongkong inilah yang kemudian dijadikan kompos
yang selanjutnya dilakukan pengukuran suhu, pH, kadar air, EC, pengujian amonium, nitrat,
kalium dan phospat.
Kata Kunci : Vermikompos, Ulat Hongkong, Fermentasi

Abstract

[The Use of Mealworms in The Processing Leaf Litter (Tectona grandis) Into Compost].
Trash is one of the problems that must be managed. Processing and waste management are
not good cause environmental problems, so we need for a better process. one of the types of
trash is leaf litter. Leaf littercan be processed into compost. One of the methods of
composting is vermicompost, which use worms. The existence of a potential use of Mealworm
as a subtitude for worms in composting is need for research.. This research was conducted to
find out the quality of the compost produced from fermented leaf litter with 5 different mol
Em4, stardect, mol of banana, bamboo roots and rice with the help of the mealworm with
methods such as vermicomposting. The leaf litter fermented by using 5 different types of mol
that are then used as feed the mealworm where each type of feed given to the mealworms for
5 days with a percentage of 50%, 60% .70%,80% and 90% of the weight of the mealworms.
Compost is produced and tested (temperature, pH, water content, EC, testing of ammonium,
nitrate, K and P) in laboratory.
Key Word : Vermicompost, Mealworm, Fermentation

1 *) Penulis
**) Dosen Pembimbing
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol. 6, No. 1 (2017)

PENDAHULUAN merupakan pohon yang


Latar Belakang menghasilkan kayu dengan kualitas
Penghijauan merupakan salah satu tinggi. Namun pohon ini
upaya penataan lingkungan dengan menghasilkan sampah daun terutama
cara penanaman tanamam. Banyak saat musim kemarau yang belum
manfaat yang didapatkan dari optimal pemanfaatannya. Sampah
program penghijauan ini diantaranya daun yang ada hanya dikumpulkan
dari segi estetis, hidroligis (menyerap yang kemudian dibuang ke TPS
air hujan), ekologis dan lain-lain. maupun dibakar. Sehingga
Penghijauan mulai digencarkan lagi diperlukan metode pemanfaatan
seiring dengan adanya isu sampah daun yang lebih baik lagi.
lingkungan (global warming) sebagai Pengomposan merupakan
salah satu bentuk penyelamatan salah satu alternatif pengolahan
lingkungan. sampah organik. Sampah organik
Instansi pemerintah maupun dapat berupa sampah sayuran, daun,
non pemerintah telah kotoran hewan dan sampah organik
mengkampanyekan bahkan lain yang lapuk dan mudah
menjadikan penghijauan sebagai membusuk agar proses pengomposan
programnya, salah satunya dengan tidak berlangsung lama. Sehingga
adanya pemberian bibit tanaman sampah daun jati dapat diolah
gratis maupun penanaman bersama dengan metode pengomposan yang
masyarakat. Hanya saja program ini ramah lingkungan. Hasil
kadang kurang adanya kontrol pengomposan adalah kompos yang
maupun perawatan dari semua pihak sangat berguna untuk kesuburan
sehingga tanaman hanya sekedar tanah dan membantu pertumbuhan
ditanam dan belum ada perawatan tumbuhan. Kompos sangat banyak
sehingga banyak yang tidak tumbuh mengandung unsur hara mikro dan
dengan baik. Selain itu tanaman yang makro yang berfungsi membantu
tumbuh dan mulai membesar memperbaiki struktur tanah dan
manghasilkan sampah daun yang meningkatkan porositas tanah
kurang pemanfaatanya. Biasanya sehingga tanah menjadi gembur dan
sampah daun ini hanya dibakar yang lebih mampu menyimpan air
bisa mengakibatkan pencemaran (Tchobanoglous, 2003).
udara. Padahal banyak yang bisa Limbah daun secara umum
dimanfaatkan dari sampah daun ini tersusun atas senyawa
sehingga penangananya tidak hanya lignoselulolitik, lignin, hemiselulose
dibakar. (Aerrts,R.1977 dalam Yulipriyanto,
Universitas Diponegoro 2009). Komposisi yang demikian itu
merupakan salah satu instansi yang tidak mudah dihancurkan dengan
melakukan penghijauan sebagai cara-cara biasa tanpa perlakuan
salah satu program penerimaan siswa khusus seperti perlakuan fisik, kemik
baru. Kampus teknik lingkungan maupun biologik (Anderson, Swift,
yang berada di GKB (gedung kuliah 1997 dalam Yulipriyanto, 2009).
bersama) pun melakukan Daun kering merupakan bahan
penghijauan dengan menanam selulosa yaitu bahan yang struktur
tanaman hias dan pohon. Salah satu selulornya sebagian besar terdiri dari
pohon yang ada di halaman GKB selulosa dan lignin dengan kadar air
adalah pohon jati. Pohon jati yang relative rendah. Bahan ini akan

2 *) Penulis
**) Dosen Pembimbing
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol. 6, No. 1 (2017)

didekomposisikan dengan sangat air sebesar 40-60% (Mashur, 2001).


lambat. Kadar air berpengaruh Dalam vermikomposting,
terhadap proses pengomposan, pengomposan dilakukan dengan
proses pengomposan yang efisien bantuan makroorganisme yaitu
terjadi pada kadar air 45%-50% cacing. Proses ini lebih cepat dari
(Diaz dkk, 2004 dalam Kusuma, pada pengomposan tradisional,
Angga 2012). Tumpukan kompos karena bahan-bahan organik
yang memiliki kadar air 60 %-70% melewati sistem pencernaan cacing.
tidak dapat mencapai suhu 55o C Hasil proses vermicomposting adalah
sedangkan tumpukan sampah yang kascing.
memiliki kadar air 40% - 50% dapat Pengomposan dengan
melebihi suhu 55o C (Nelson dkk, bantuan makroorganisme biasanya
2006 dalam Kusuma, Angga 2012). dilakukan dengan metode
Penelitian yang dilakukan vermikomposting yaitu dengan
oleh Bambang Subali dan bantuan cacing. Selain dengan
Ellianawati tahun 2010 menunjukkan bantuan cacing dapat juga dengan
bahwa jumlah kadar air dalam ulat karena ulat ini mampu mencerna
kompos semakin lama semakin makanan dimana sistem
berkurang. Berkurangnya kadar air pencernaanya mengandung aktivitas
dalam kompos dengan bertambahnya mikroorganisme yang membantu
waktu karena suhu kompos dalam proses dekomposisi bahan organik.
tanah semakin meningkat karena Ulat yang bisa digunakan antara lain
kandungan air dalam kompos ulat kandang, ulat hongkong, ulat
digunakan untuk menjaga temperatur gendon maupun ulat jerman yang
kompos. Sedangkan menurut dijual dipasaran sebagai pakan
penelitian Angga kusuma pada tahun burung dan ikan. Daun jati yang
2012 menunjukkna bahwa kadar air secara alamai mempunyai predator
optimal untuk pengomposan cepat ulat jati belom bisa digunakan untuk
adalah 40 % - 50%, karena apabila membantu dalam proses
kadar air lebih atau kurang akan pengomposan karena ulat jati ini
mengganggu proses dekomposisi dan datangnya hanya musimam yaitu
aerasi. ketika mulai memasuki musim hujan
Salah satu alternatif metode sehingga tidak setiap saat ada.
pengomposan sederhana adalah Sedangkan ulat hongkong selalu ada
dengan vermikomposting. dan dipasarkan sehingga lebih
Vermicomposting adalah mudah untuk mendapatkannya.
bioteknologi sederhana yang Namun penelitian tantang
menggunakan cacing tanah untuk pengomposan dengan bantuan ulat
meningkatkan laju perombakan hongkong ini belum dilakukan
limbah dan menghasilkan hasil akhir sehingga perlu dilakukannya
yang lebih baik. Keunggulan penelitian ini.
vermikompos adalah mengandung Berdasarkan hal tersebut
humus yang berguna untuk sehingga perlu dilakukannya
meningkatkan kesuburan tanah, penelitian tentang pembuatan
nutrisi kompos yang dihasilkan kompos daun jati dengan metode
adalah nutrisi terlarut yang mudah seperti vermikomposting dimana
dicerna tanaman, mampu menahan cacing tanah yang biasa digunakan

3 *) Penulis
**) Dosen Pembimbing
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol. 6, No. 1 (2017)

untuk vermikomposting diganti Uji pendahuluan dilakukan


menjadi ulat hongkong yang banyak untuk menyiapkan ulat hongkong
dijual di pasar burung dengan harga yang digunakan dalam penelitian
yang tidak terlalu mahal sebagai inti, serhingga ulat hongkong sudah
makanan burung. beradaptasi dengan media dan pakan
yang digunakan dalam penelitian
Tujuan Penelitian Penelitian inti
Tujuan dari penelitian ini Penelitian diawali dengan
adalah untuk mengetahui pengaruh pembuatan mol yang digunakan
perbedaan jenis pakan (fermentasi untuk fermentasi. Pelaksanaan
daun jati dengan 5 mol yang pengomposan dilakukan selama 25
berbeda) terhadap pertumbuhan ulat hari untuk 5 jenis pakn yang berbeda.
hongkong, mengetahui pengaruh Setiap 5 hari terjadi pergantian jenis
perbedaan Prosentase pakan (50%, pakan untuk ulat hongkong.
60%, 70%, 80%, 90% dari berat total Pelaksanaan penelitian dilakukan
ulat tiap kotak) terhadap dengan cara Mengisi 5 reaktor
pertumbuhan ulat hongkong, (kotak) A-E sebagai tempat ulat
Mengetahui hasil pengomposan hongkong, memasukan ulat
daun jati terfermentasi dengan hongkong kedalam masing-masing
bantuan ulat hongkong dari kotak sebanyak 100 gr, melakukan
parameter pH, suhu, kadar air, uji pH, Temperatur, kadar air,
electrical conductivity, kadar P, K, N electrical conductivity, N
( ammonium dan Nitrat) (ammonium dan Nitrat), P dan K
dibandingkan dengan SNI no 19- pada bahan kompos (pakan ulat
7030-2004. hongkong yang terfermentasi ),
memberi pakan (daun jati) pada Ulat
METODOLOGI PENELITIAN Hongkong (pakan ulat Hongkong
Variabel Penelitian berupa daun jati terfermentasi EM4
Variabel bebas dalam hari 1-5, pakan terfermentasi stardec
penelitian ini adalah variasi pakan hari 6-10, pakan terfermentasi mol
ulat Hongkong. Pakan ulat hongkong bonggol pisang hari 11-15, pakan
terfermentasi dengan lima jenis mol terfermentasi akar bambu hari 16-20
yang berbeda (em4, stardect, mol dan pakan terfermentasi nasi hari 21-
bonggol pisang, mol akar bambu dan 25), kamudian dilakukan pengukuran
mol nasi). Sedangkan variabel berat kotoran ulat hongkong
terikatnya adalah Ph, suhu, kadar air, (kompos yang dihasilkan) dan
electrical conductiviy, kadar P, K, pertambahan berat ulat hongkong
dan N (ammonium dan nitrat). tiap 5 hari, suhu dan kelembaban
media ulat hongkong setiap
Tahapan Penelitian pemberian pakan pada ulat
Persiapan hongkong, setelah kompos
Tahap persiapan dilakukan dihasilkan dilakukan pengukuran pH,
dengan literatur yang berkaitan Temperatur, kadar air, electrical
dengan penelitian serta penyiapan conductivity dan pengujian N
alat dan bahan untuk penelitian (ammonium dan Nitrat) P, K pada
Uji pendahuluan hasil komposting (kotoran Ulat

4 *) Penulis
**) Dosen Pembimbing
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol. 6, No. 1 (2017)

Hongkong) di laboratorium Teknik dan Arancon, 2011). Rentang pH


Lingkungan Undip. dalam proses fermentasi pakan
Tahap Analisa data Penelitian antara 6,7 sampai 8,6 dimana
Analisa data penelitian semakin tinggi pH cenderung
dilakukan setelah didapatkan data bersifat basa. PH paling tinggi
pengukuran dan pengujian dari hasil ditunjukkan oleh fermentasi pakan
pengomposan yaitu analisa hasil dengan menggunakan mol nasi yaitu
fermentasi pakan, kenaikan berat ulat 8,6. Sedangkan pH terendah pada
selama pengomposan dan kualitas pakan dengan fermentasi em4 yaitu
kompos berupa suhu, pH, kadar air, 6,7. Tinggi rendahnya pH ini
electrical cconductivity, nitrogen dipengaruhi mikroba yang bekerja
(ammonium dan nitrat), fosfor (P), pada proses fermentasi, dimana
kalium (K) kompos. Analisa ini terjadi proses amonifikasi yang
dilakukan dengan cara menganalisa menyebabkan pH meningkat dan
langsung dari data yang diperoleh nitrifikasi yang menyebabkan pH
apakah kandungan kompos sesuai rendah selama proses fermentasi.
dengan standar kualitas kompos yang
terdapat dalam SNI 19-7030-2004. Suhu Fermentasi Pakan Ulat
Hongkong
HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 4.2
Fermentasi Pakan Ulat Hongkong Suhu Fermentasi Pakan Ulat
Fermentasi adalah penguraian Hongkong
metabolik senyawa oganik oleh
mikro organisme yang menghasilkan
energi dan umumnya berlangsung
dengan kondisi anaerobik dan
pembebasan gas. Pemfermentasian
pakan ulat hongkong ini bertujuan
untuk mencocokkan kondisi pakan
Perubahan suhu ini
dari segi PH, suhu dan kadar air
menunjukkan adanya aktivitas
untuk ulat hongkong. Karena pakan
mikroba selama proses fermentasi.
yang cocok akan mempermudah
Dari tabel 4.2 menunjukkan suhu
proses pengomposan.
pakan ulat yang bervariasi dari
PH Fermentasi Pakan Ulat kelima mol dengan suhu terendah
Hongkong 27,2⁰C pada pakan terfermentasi mol
Tabel 4.1 akar bambu dan tertinggi 28,2⁰C
PH Fermentasi Pakan Ulat pada pakan terfermentasi stardect.
Hongkong
Electrical Coductivity Fermentasi
Pakan Ulat Hongkong
Tabel 4.3
EC Fermentasi Pakan Ulat
Hongkong
Proses fermentasi yang
baik berada pada pH 6,5 - 7,5 yang
menunjukkan pH netral (Radovich

5 *) Penulis
**) Dosen Pembimbing
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol. 6, No. 1 (2017)

Nilai EC pada proses


fermentasi pakan ulat hongkong Hasil pengujian kadar
antara 0,17-0,19. Penurunan nilai EC amonium fermentasi pakan
selama proses pengomposan adalah menunjukkan bahwa pakan
akibat langsung dari peningkatan terfermentasi EM4 menghasilkan
konsentrasi nutrisi seperti nitrat dan kadar amonium tertinggi yaitu
nitrit. 21,164 mg/l. Sedangkan kadar
amonium terendah terdapat pada
Kadar Air Hasil Fermentasi Pakan pakan terfermentasi nasi.
Ulat Hongkong
Proses fermentasi pakan ulat Tabel 4.6
Hongkong ini memiliki tujuan untuk Kadar Nitrat Fermentasi Pakan
meningkatkan kadar air pada pakan
ulat hongkong. Pada bahan yang
terlalu kering ulat hongkong akan
kesusahan dalam mendapatkan air
untuk kebutuhan hidupnya.
Tabel 4.4
Kadar Air Fermentasi Pakan Ulat Dari tabel 4.6 menunjukkan
Hongkong kadar nitrat fementasi pakan tertinggi
terdapat pada pakan terfermentasi
nasi yaitu 82,807 ppm. Sedangkan
kadar nitrat terendah yaitu pada
pakan terfermentasi bonggol pisang
42,105 ppm.
Pada proses fermentasi pakan
ulat hongkong kadar air cukup tinggi
mencapai 80 % untuk mol akar Kadar Kalium Pakan Ulat
bambu dan kadar air terendah pada Hongkong
jenis pakan terfermentasi mol Tabel 4.7
bonggol pisang sebesar 56,44%. . Kadar Kalium Fermentasi Pakan
Karena kadar air yang terlalu tinggi
menyebabkan media ulat hongkong
menjadi terlalu basah dan ulat
hongkong membusuk.

Amonium dan Nitrat Pakan Ulat


Hongkong
Tabel 4.5
Kadar Amonium Fermentasi Hasil fermentasi pakan ulat
Pakan hongkong menunjukkan kadar

6 *) Penulis
**) Dosen Pembimbing
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol. 6, No. 1 (2017)

kalium tertinggi pada paka sesuai dengan ulat hongkong. Jika


terfementasi akar bambu yang kondisi media dan pakan ulat kurang
mencapai 2,754% sedangkan kadar sesuai maka ulat hongkong tidak
kalium terendah pada pakan menunjukkkan pertumbuhan berat.
terfermentasi bonggol pisang yaitu Pengukuran berat ulat hongkong
1,305%. dilakukan tiap 5 hari sekali saat
adanya pergantian jenis pakan
Kadar Phospat Pakan Ulat sehingga bisa diketahui pada jenis
Hongkong pakan apa ulat hongkong
Tabel 4.8 menunjukkan pertumbuhan yang
Kadar Phospat Fermentasi Pakan paling besar.
Pertumbuhan ulat paling
besar terdapat pada kotak E hal ini
dikarenakan jumlah pakan yang
diberikan lebih banyak yaitu sebesar
90% dari berat ulat meskipun berat
pada masing-masing kotak tidak
menunjukkan perbedaan yang besar.
Hasil fermentasi pakan ulat Sedangkan pertumbuhan ulat paling
hongkong menunjukkan kadar kecil terdapat pada kotak A denagn
Phospat tertinggi pada pakan pakan sebesar 50% dari berat ulat.
terfementasi akar bambu yang Pada kotak B dan C mengalami
mencapai 0,149% sedangkan kadar pertumbuhan ulat yang sama yaitu
kalium terendah pada pakan sebesar 56 gr. Sehingga jumlah
terfermentasi bonggol pisang yaitu pakan yang diberikan pada ulat
0,0745%. hongkong berpengaruh terhadap
pertumbuhan ulat hongkong karena
Pengomposan adanya perbedaan pertumbuhan pada
Pertumbuhan Berat Ulat ulat hongkong yang diberi pakan
Hongkong (Pembobotaan) sebesar 50% hingga 90% meskipun
Tabel 4.8 perbedaanya tidak terlalu besar.
Pertumbuhan Berat Ulat Jenis pakan pada ulat
Hongkong hongkong mempengaruhi
pertumbuhan ulat hongkong selama
pengomposan. Dari tabel
pertumbuhan ulat hongkong terlihat
bahwa untuk pakan dengan
fermentasi em4 mengalami
pertumbuhan seberat 11 gr pada
kotak A, 12 gr pada kotak B, 13 gr
Pengukuran pertambahan
pada Kotak C, 15 gr pada kotak D
berat ulat hongkong ini digunakan
dan 15 gr pada kotak E. Pakan
untuk menentukan pertambahan
dengan fermentasi stardect
jumlah pakan ulat hongkong yang
mengalami pertumbuhan seberat 11
harus diberikan seiring dengan
gr pada kotak A, 12 gr pada kotak B,
pertambahan berat ulat. Pertambahan
11 gr pada Kotak C, 11 gr pada kotak
ulat hongkong ini juga menunjukkan
D dan 11 gr pada kotak E. Pakan
bahwa kondisi media dan pakan

7 *) Penulis
**) Dosen Pembimbing
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol. 6, No. 1 (2017)

dengan fermentasi bonggol pisang kompos telah matang yang


mengalami pertumbuhan seberat 11 ditunjukkan dengan suhu kompos
gr pada kotak A, 13 gr pada kotak B, yang sama dengan suhu tanah.
12 gr pada Kotak C, 12 gr pada kotak Tabel 4.9
D dan 13 gr pada kotak E. Pakan Suhu Kompos Ulat Hongkong
dengan fermentasi akar bambu
mengalami pertumbuhan seberat 9 gr
pada kotak A, 11 gr pada kotak B, 11
gr pada Kotak C, 11 gr pada kotak D
dan 11 gr pada kotak E. Sedangkan
pakan dengan fermentasi nasi
mengalami pertumbuhan seberat 9 gr Pada penelitian ini
pada kotak A, 10 gr pada kotak B, 9 pengomposan dibantu dengan ulat
gr pada Kotak C, 9 gr pada kotak D hongkong pendegradasian bahan
dan 10 gr pada kotak E. organik terjadi pada sistem
Berdasarkan jenis pakan yang pencernaan ulat hongkong sehingga
diberikan pada ulat hongkong terlihat proses mesofilik dan termofilik
bahwa pakan dengan jenis fermentasi terjadi dalam sistem pencernaan ulat
em4 mengalami pertumbuhan berat hongkong. Bahan organik yang
ulat yang paling besar hal ini bisa sudah terdegradasi atau melewati
disebabkan oleh jenis pakan denagn pencernaan ulat hongkong akan
fermentasi em4 dengan PH yang keluar sebagai kotoran dimana
masuk rentang PH yang baik untuk kotoran inilah yang dijadikan
fermentasi sedangkan pertumbuhan kompos. Hasil kompos yang
paling kecil terdapat pada ulat dihasilkan oleh ulat hongkong ini
hongkong dengan pakan perlu adanya pengukuran suhu
terfermentasi nasik busuk dimana PH sebagai tanda bahwa proses
pakan terfermentasi nasi busuk ini pengomposan telah selesai dengan
cukup besar yaitu 8,6 dan sudah ditandai tahap pendinginan dan
melebihi rentang PH yang baik untuk kompos siap digunakan.
fermentasi. Dengan PH yang terlalu Berdasarkan SNI 19-7030-
tinggi menunjukkan keadaan basa 2004 suhu maksimal kompos
sehingga ulat hongkongnya kurang disesuaikan dengan suhu tanah.
minat terhadap jenis pakannya dan Penelitian yang dilakukan Andika
kurang nyaman dengan media Cahya (2008) menunjukkan
pertumbuhannya. kematangan kompos pada suhu 26-
28 OC yang sesuai dengan suhu
Kualitas Kompos Pengomposan tanah. sehingga suhu pada akhir
Analisa Kompos berdasarkan pengomposan daun jati dengan
Suhu bantuan ulat hongkong ini sudah
Pengecekan suhu pada sesuai dengan penelitian yang
kompos dari ulat hongkong dengan dilakukan Andika cahya karena
menggunakan pH meter. Pengukuran sudah pada suhu tanah.
suhu dilakukan pada hari kelima saat
jenis pakan untuk ulat hongkong Hasil dan Analisa Kompos
diganti. Pengukuran suhu ini Berdasar Ph
bertujuan untuk menunjukkan bahwa Pengukuran PH Kompos
dilakukan saat pengambilan sampel

8 *) Penulis
**) Dosen Pembimbing
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol. 6, No. 1 (2017)

(hari kelima dari masing-masing sedangkan Kotak A, B dan D diatas


jenis pakan ulat Hongkong) dengan syarat SNI. Pakan fermentasi mol
menggunakan alat PH meter. akar bambu pada kotak A dan B
Tabel 4.10 memenuhi syarat dari SNI sedangkan
PH Kompos Ulat Hongkong kotak C, D dan E melebihi rentang
syarat pH yang ditetapkan oleh SNI.
Sedangkan pada pakan terfermentasi
mol nasi hasil pH komposnya masih
dibawah syarat yang ditetapkan oleh
SNI.
Jadi berdasarkan SNI no 19-
Hasil penelitian menunjukkan 7030-2004 Kompos dari ulat
bahwa rentang pH pada kompos ulat hongkong ini sebagian besar belum
hongkong antara 6,1 – 8,3. PH memenuhi spesifikasi PH yang telah
terendah terdapat pada kotak A ditetapkan.
pakan dengan fermentasi mol nasi,
kotak C pakan terfermentasi EM4 Analisa Kadar Air Kompos
dan kota E pakan terfermentasi nasi Kadar air mempengaruhi
dengan PH 6,1. PH tertinggi terdapat mikroba dalam mendegradasi bahan
pada kotak C pakan terfermentasi organik, karena kebutuhan mikroba
mol akar bambu dengan PH 8,3, pH terhadap air sehingga apabila kadar
tinggi menunjukkan bahwa kompos air bahan pengomposan terlalu
cenderung bersifat basa. Tinggi rendah akan memperlambah proses
rendahnya pH dikarenakan adanya pengomposan.
aktifitas mikroba dimana pH yang Tabel 4.11
meningkat karena adanya proses Kadar Air Kompos Ulat
amonifikasi terbentuknya NH3. Hongkong
Sedangkan pH menurun diakibatkan
adanya proses nitrifikasi yaitu
penguapan ammonium dan pelepasan
ion hodrogen.
SNI No 19-7030-2004
tentang spesifikasi PH untuk kompos
Dilihat dari tabel
matang adalah 6,8 -7,49. Bedasarkan
menunjukkan bahwa nilai kadar air
SNI tersebut kompos dari ulat
kompos tertinggi sebesar 13,913%
hongkong dari setiap kotak belum
pada kotak E mol em4 dan nilai
semua memenuhi kriteria yang
kadar air terendah sebesar 6,177%
ditetapkan oleh SNI. Untuk pakan
pada kotak A dengan pakan
terfermentasi em4 pada setiap kotak
fermentasi Stardec. Berdasarkan dari
menunjukkan PH masih dibawah
SNI (2004) dimana nilai kadar air
kriteria dari SNI. Pakan terfermentasi
tertinggi untuk kompos adalah 50%
staedect pada kotak A dan E masuk
tanpa ada kadar minimum yang
dalam rentang PH yang disyaratkan
disebutkan maka kompos pada
oleh SNI sedangkan kotak B, C dan
penelitian ini sudah memenuhi baku
D diatas syarat dari SNI. Pakan
mutu yang ditetapkan oleh SNI.
fermentasi bonggol pisang kotak C
Kadar air yang terlalu tinggi
dan E memenuhi syarat PH dari SNI
menandakan kompos belum matang

9 *) Penulis
**) Dosen Pembimbing
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol. 6, No. 1 (2017)

karena masih ada pelepasan amoniak makin tinggi yang ditunjukkan


pada kompos sehingga dalam dengan nilai EC yang tinggi pula.
pengomposan terjadi penurunan Kepekatan larutan nutrisi
kadar air karena adanya proses dipengaruhi oleh kandungan garam
pelepasan air pada bahan organik. total serta akumulasi ion-ion yang
Sedangkan kompos dengan kadar air ada dalam larutan nutrisi.
terlalu rendah menyebabkan bakteri Konduktivitas listrik dalam larutan
tidak dapat bekerja secara maksimal mempengaruhi metabolism tanaman,
karenaa kebutuhan bakteri akan air yaitu dalam hal kecepatan
dalam aktivitasnya. fotosintesis, aktivitas enzim dan
potensi penyerapan ion-ion oleh
Analisa Electrical Coductivity (EC) akar.
Kompos Pada umumnya, angka EC
Menurut Rahmat (2015) EC lebih dari 4 akan menimbulkan
mencerminkan tingkat salinitas toksisitas pada tanaman (Untung,
dalam suatu produk kompos, yang 2000).
menunjukkan kemungkinan efek Jika ditinjau oleh Untung
pHytotoxic. Phytotoxic adalah cedera (2000) maka kadar EC kompos dari
tanaman yang disebabkan oleh bahan ulat Hongkong ini termasuk rendah
kimia atau agen lainnya. Gejala yang sehingga belum memenuhi
umum adalah bercak, layu, kebutuhan untuk tanaman. Namun
pengerdilan, batang menyebar, dan dalam SNI 19-7030-2004 belum
memutar daun. ditetapkan berapa kadar EC yang
Tabel 4.12 harus ada di dalam kompos sehingga
Kadar EC Kompos Ulat Hongkong acuannya masih menggunakan
penelitian terdahulu.

Analisa Kadar Ammoniun dan


Nitrat Kompos
Amonium merupakan salah
satu bentuk nitrogen yang diserap
. Nilai Ec tertinggi terdapat
banyak oleh tanaman.
pada kotak B dengan Pakan
Tabel 4.13
terfermentasi mol bonggol pisang
Kadar Ammonium Kompos Ulat
dan kotak C pakan terfermentasi mol
Hongkong
nasi dengan nilai 0,82 ds/m.
Sedangkan Ec terendah terdapat pada
kotak C pakan terfermentasi mol
akar bambu dengan nilai 0,32. Tinggi
rendahnya nilai Ec ini disebabkan
adanya peningkatan nutrisi seperti
nitrat dan nitrit serta adanya Dari tabel hasil pengujian
pelepasan garam-garam mineral. kadar amonium terlihat bahwa kadar
Makin tinggi konsentrasi amonium tertinggi terdapat pada
larutan berarti makin pekat kotak D dengan pakan fermintasi
kandungan garam dalam larutan mol bonggol pisang dengan nilai
tersebut, sehingga kemampuan 559,244 mg/l sedangkan yang
larutan menghantarkan arus listrik terendah dengan kadar 287,769 mg/l

10 *) Penulis
**) Dosen Pembimbing
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol. 6, No. 1 (2017)

pada kotak A dengan pakan amonia kemudian menjadi nitrat.


fermentasi em4. Pada pengomposan dengan ulat
Meningkatnya kadar hongkong pembentukan nitrat ini
amonium disebabkan adanya karena adanya penggabungan proses
aktifitas mikroorganisme terutama pencernaan dan ekskresi ulat dimana
dalam proses ekskresinya. Pada adanya lendir, material ekskresi dan
pengomposan dengan bantuan ulat enzim yang mengandung nitrogen
hongkong kompos dihasilkan pada ulat maupun pada pakan yang
melalui proses pencernaan ulat dan telah terfermentasi.
keluar dalam proses ekskresinya.
Penurunan konsentrasi amonia Analisa Kadar Kalium Kompos
dimungkinkan karena laju ekresi Uji kalium pada kompos dari
pada ulat hongkong dalam bentuk kotoran ulat hongkong ini dengan
amonia lebih sedikit dibanding menggunakan spetrofotometer
dalam bentuk nitrat. Kenaikan serapan atom. Sebelum dianalisis
amonia berkaitan dengan nitrobakter terlebih dahulu sampel didestruksi
yaitu bakteri yang merubah amonia dengan tujuan mengoksidasi
menjadi nitrat. Peningkatan senyawa organik yang terdapat
nitrobakter karena adanya lendir dalam sampel dengan menggunakan
yang dihasilkan oleh asam kuat HNO3.
mikroorganisme yang membantu
pengomposan. Tabel 4.15
Kadar Kalium Kompos Ulat
Tabel 4.14 Hongkong
Kadar Nitrat Kompos Ulat
Hongkong

Pengujian kalium pada hasil


komposting menunjukkan kadar
Kadar nitrat tertinggi terdapat kalium tertinggi pada kotak A
pada kotak D dengan pakan dengan pakan terfermentasi akar
fermentasi mol bonggol pisang bambu sebesar 1,283 % sedangkan
dengan nilai 1215,789mg/l kadar kalium terendah pada kotak B
sedangkan yang terendah dengan dengan pakan terfermentasi stardec
kadar 643,860mg/l pada kotak B sebesar 0,842%. Menurut SNI 19-
dengan pakan fermentasi nasi. Pada 7030-2004 kadar kalium minimum
pembentukan nitrat dibantu oleh pada kompos adalah 0,2%. Dari hasil
bakteri nitrobacter yang menguibah uji kadar kalium kompos kotoran ulat
nitrit menjadi nitrat.Penurunan kadar hongkong sudah memenuhi standar
nitrat dimungkinkan adanya proses SNI dimana kadar K tertinggi
nitrifikasi yang menyebabkan nitrat terdapat pada kompos ulat hongkong
diubah menjadi gan N2. Sedangkan dengan pakan terfermentasi mol akar
peningkatan nitrat karena adanya bambu.
aktivitas mikroorganisme yang
mengubah N organik menjadi

11 *) Penulis
**) Dosen Pembimbing
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol. 6, No. 1 (2017)

Kadar Phospat Kompos organik mengandung pHospat. Jika


Pranata (2004) mengatakan dalam pencernaan cacing fosofor
bahwa kekurangan unsur P dapat diubah dalam bentuk P (asam fosfate
menyebabkan tanaman menjadi dan alkaline fosfat). Unsur P pada
kerdil, pertumbuhan tidak baik, substrat akan diubah menjadi bentuk
pertumbuhan akar atau ranting P yang mudah larut oleh enzim
meruncing, pemasakan buah dalam pencernaan cacing yaitu
terlambat, warna daun lebih hijau fosfatase dan alkaline fosfatase yang
dari pada keadaan normalnya, daun kemudian unsur P akan dibebaskan
yang tua tampak menguning sebelum oleh mikroorganisme dalam bentuk
waktunya serta hasil buah atau biji kotoran (suthar dalam angjangsari,
menurun. 2010)
Tabel 4.16 Berdasarkan SNI 19-7030-
Kadar Phospat Kompos Ulat 2004 kadar minimum pHospat untuk
Hongkong kompos adalah 0,1 % sehingga hasil
komposting dari kotoran ulat
hongkong sudah memenuhi standar
SNI.

KESIMPULAN
Kesimpulan dari penelitian
Berdasarkan pengomposan ini adalah :
fermentasi daun jati dengan batuan 1. Perbedaan jenis pakan yang
ulat hongkong didapatkan kadar diberikan pada ulat hongkong
phospat tertinggi pada pengomposan menunjukkan adanya perbedaan
dengan pakan fermentasi akar bambu pertumbuhan berat ulat. Dimana
sebesar 0,304 % sedangkan kadar ulat hongkong dengan pakan
terendah dengan fermentasi EM4 terfermentasi EM4 mengalami
sebesar 0,156%. Dari hasil pertumbuhan paling besar ha ini
keseluruhan sampel tidak disebabkan pakan dengan
menunjukkan adanya perbedaan fermentasi Em4 mempunyai pH
nyata kadar phospat dari tiap netral dan kadar air yang cukup
pengomposan dengan pakan yang sehingga pakan ini cocok untuk
berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa ulat hongkong.
jenis pakan yang difermentasi 2. Perbedaan prosentase pakan
dengan berbagai jenis mol tidak yang diberikan pada ulat
berpengaruh terhadap hasil hongkong menunjukkan adanya
komposting karena didalam perbedaan pertumbuhan ulat
pencernaan ulat hongkong pakan hongkong. Dimana ulat
telah diproses sehingga hongkong dengan prosentase
menghasilkan kotorsan dengan pakan 90% berat tubuh
kandungan phospat yang hampir mengalami pertumbuhan yang
sama. paling besar yaitu sebesar 60 gr
Bahan organik yang selama 25 hari hal ini
dijadikan pakan pada ulat hongkong disebabkan karena jumlah pakan
akan masuk dalam sistem yang diberikan pada kotak E
pencernaan ulat dimana terdapat
enzim yang bisa merubah bahan

12 *) Penulis
**) Dosen Pembimbing
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol. 6, No. 1 (2017)

jauh lebih banyak dari pada Anjangsari,E. 2010. Komposisi


kotak yang lainnya. Nutrien (NPK) Hasil
3. Hasil pengukuran dan pengujian Vermikomposting campuran
hasil kualitas kompos ulat Feses Gajah (Elephas
hongkong yang sudah jadi suhu, maximus sumatrensis) dan
kadar air, kalium dan phospat Seresah Menggunakan
kompos sudah memenuhi Cacing Tanah (Lumbricus
standar SNI No 19-7030-2004. terrestis). Fakultas
Namun untuk pH kompos Matematika dan Ilmu
dengan range 6,1-8,3 sebagian Pengetahuan Alam.
besar hasil pengomposan belum Azarmi, R., M.T. Giglou, R.D.
memenuhi syarat dari SNI. Talesmikail.2008. Influence
Sedangkan kadar amonium, of Vermicompost on Soil
nitrat dan Ec belum dicantumkan Chemical and Physical
dalam SNI kadar minimal dan Properties in Tomato
maksimalnya sehingga belum (Lycopersium esculentum)
bisa dibandingkan dengan Field. African Journal of
standar yang ada. Biotechnology. Vol. 7(14).
pp. 2397-2401.
Basriyanta, 2007, Manajemen
DAFTAR PUSTAKA Sampah, Kanisius, Yogyakarta.
Borror , D.J, C. A. Triplehorn dan N.
Afriyansyah B. 2010. F. Johnson. 1982.
Vermikomposting oleh cacing Pengenalan Pelajaran
tanah (Eisenia Foetida dan Serangga. Edisi ke-6.
Lumbricus rubellus) Pada Terjemahan : Partosoedjono,
Empat Jenis Bedding. Sekolah S. Gadjah Mada
Pasca Sarjana Institut Pertanian University Press. Yogyakarta.
Bogor. Bogor. Cahaya AT dan Nugraha DA. 2008.
Amanda, Wahyu dkk. 2015. Pembuatan Kompos dengan
Pemanfaatan Limbah Kulit Menggunakan Limbah Padat
Pisang dan tanaman Mucuna Organik (Sampah Sayuran
bracteata Sebagai Pupuk dan Ampas Tebu). Semarang:
Kompos. Program Studi teknil Teknik Kimia Universitas
Lingkungan, Universitas Diponegoro
Tanjungpura. Pontianak Cahya, Andika dan Dody Adi
Amir, M dan S Kahono. 2003. Nugraha. 2013. Pembuatan
Serangga Taman Nasional Kompos Dengan
Gunung Halimun Jawa Bagian Menggunakan Limbah Padat
barat. Biodiversity Organik (Sampah Sayuran
Concervation Project. Jakarta dan Ampas tebu). Teknik
Amsath, K.M. and M. Sukumaran. Kimia Undip. Semarang.
2008.Vermicomposting of Dahono. 2012. Pembuatan Kompos
Vegetable Wastes Using Cow dan pupuk Cair Organik dari
Dung. E-Journal of Kotoran dan urin Sapi. Loka
Chemistry. Vol. 5. No. 4. Pengkajian Teknologu
Pertanian. Kep. Riau.

13 *) Penulis
**) Dosen Pembimbing
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol. 6, No. 1 (2017)

Damanhuri, E., dan Padmi, T. 2010. Composting of household


Diktat Kuliah Teknik wastes with and without
Lingkungan Pengelolaan earthworms, Environment
Sampah. Departemen Teknik and Ecology 15
Lingkungan Institut Gaur, A.C. 1983. A Manual of Rural
Teknologi Bandung. Composting,FAO, United Nation,
Bandung. Rome
Damanik, Yogi dkk.2014. Pengaruh Gusmailina. 2010. Pengaruh Arang
Penambahan Molase dan Kompos Bioaktif Terhadap
Lama Waktu Fermentasi Pertumbuhan Anakan Bulian
Pada Kualitas Teh Kompos (Eusyderoxylon zwageri) dan
Sebagai Biobakterisida Gaharu (Aquilaria
Terhadap Pengendalian malaccensis). Bogor: Pusat
Bakteri Ralstonia Litbang Hasil Hutan.
solancearum. Universitas Haryanto A. 2013. Budidaya Ulat
Brawijaya. Malang. tepung. Dafa Publishing.
Efendi,H. 2003. Telaah Kualitas Air. Surabaya
Yogyakarta ; Penerbit Hidayati, Aisyah Azka. 2012.
Karnisius. Pengomposan Sludge IPAL
E. T. Marlina, Y. A. Hidayati, E. PT. Indofood CBP Variasi
Harlia, 2011, Pengaruh Sampah Domestik dan
Penambahan Berbagai Bawang Goreng dengan
Starter Pada Proses Penambahan Bioaktivator
Pengomposan Limbah Pasar Lumpur Aktif dan EM4.
Tradisional Terhadap Semarang: Teknik
Penurunan Jumlah Bakteri Lingkungan Fakultas Teknik
Total dan Koliform, Universitas Diponegoro.
Universitas Padjajaran., Indriani, Y. H. 1999. Membuat
Bandung. Kompos Secara Kilat.
Elfiati, D. 2005. Peranan Mikroba Penebar Swadaya. Jakarta
Pelarut Fosfat terhadap Indriani, Y. H. 2002. Membuat
Pertumbuhan Tanaman. Kompos Secara Kilat. PT.
Medan: Universitas Sumatera Penebar Swadaya. Jakarta.
Utara. Ingham, ER. 2005. The Compost Tea
FAO. 1987. Soil Management Brewing Manual. Edisi ke-5.
(Compost Production and Printings, Soil Foodweb
Use In Tropical and Incorporated. Oregon
Subtropical Environment). Intan, B. L. 2012. Pengomposan
Roma: Food and Agriculture Sludge Hasil Pengolahan
Organization of The United Limbah Cair PT. Indofood
Nations. CBP dengan Penambahan
FAO. 2003. On Farm Composting Lumpur Aktif dan EM4
Methods. Roma: Food and dengan Variasi Sampah
Agriculture Organization of Domestik dan Kulit Bawang.
The United Nations. Semarang: Teknik
Gandhi M, Sangwan V, Kapoor ICK Lingkungan Fakultas Teknik
and Dilbaghi N, 1997, Universitas Diponegoro

14 *) Penulis
**) Dosen Pembimbing
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol. 6, No. 1 (2017)

Jannah, M. 2003. Evaluasi Kualitas


Kompos dari Berbagai Kota
sebagai Dasar dalam
Pembuatan SOP (Standard
Operating Procedure)
Pengomposan. Bogor:
Fakultas Teknik Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Kaviraj, and S. Sharma. 2003.
Municipal Solid Waste
Management Through
Vermicomposting Employing
Exotic and Local Species of
Earthworms. Bioresource
Technology. 90 : 169-173.
Kusuma, M Angga. 2012. Pengaruh
Variasi Kadar Air Terhadap
Laju Dekomposisi Sampah
Organik di Kota Depok.
Fakultas Teknik Program
studi Teknik Lingkungan UI.
Depok
Makiyah, Mujiatul. 2013. Analisis
Kadar N, P dan K pada
Pupuk cair Limbah Tahu
Dengan Penambahan
Tanaman matahari Meksiko
(Thitonia diversivolia. Skripsi
Jurusan Kimia Universitas
Negeri Semarang. Semarang
Manaf, L.A., M.L. Jusoh, M.K.
Yusof, T.H. Ismail, R. Harun,
H. Juahir. 2009. Influence of
Bedding Material in
Vermicomposting Process.
International Journal of
Biology. Vol. 1. No. 1.
Marlanti, Asti. 2006. Performa Ulat
Tepung (Tenebrio Molitar L.) pada
Suhu dan kelembaban yang Berbeda.
Program Studi Teknologi Pr

15 *) Penulis
**) Dosen Pembimbing

Anda mungkin juga menyukai