2.1 Limbah
Sisa atau hasil akhir yang tidak dapat digunkan dari suatu proses produksi
baik industri maupun kegiatan rumah tangga disebut dengan limbah. Menurut
Sunarsih (2018), limbah adalah konsep buatan dan konsekuensi karena adanya
kegiatan manusia, tidak hanya dari kegiatan sekala besar (kegiatan industri) akan
tetapi juga dari kegiatan sekala kecil (sisa-sisa metabolisme). Limbah lebih
dikenal dengan istilah sampah yang keberadaannya sering tidak diinginkan dan
mengganggu lingkungan, karena sampah tidak memiliki nilai ekonomis dan
mengganggu estetika (Arief, 2010).
Berdasarkan sumbernya limbah terbagi menjadi limbah domestik yaitu
hasil dari kegiatan rumah tangga atau kegiatan sehari-hari dan limbah domestik
berasal dari kegiatan manusia secara tidak langsung atau kegiatan industri,
pertanian, peternakan, dan lain sebagainya (Fahruddin, 2018). Limbah padat dan
limbah cair merupakan bentuk dari limbah, limbah padat merupakan limbah yang
bentuknya berupa padatan, sedangkan limbah cair merupakan limbah yang
bentuknya seperti air yaitu cair, dan limbah gas biasanya berbentuk asap atau gas
(Arief, 2010).
Jika ditinjau dari jenisnya limbah dapat dibagi menjadi limbah organik
yang terdiri atas seyawa organik (sisa-sisa tanaman dan hewan) dan limbah
anorganik yang tersusun atas senyawa anorganik (plastik, logam, kaca, dan lain
sebagainya) (Waluyo, 2018).
7
8
Limbah cair tahu yang paling banyak mengandung polutan organik adalah
pada tahap penggumpalan, dimana protein kedelai yang tidak menggumpal akan
dibuang. Selain mengandung polutan organik limbah cair tahu mengandung ph
yang rendah sehingga bersifat asam. Vidyawati & Fitrihadjati (2016),
menyimpulkan hasil analisis limbah cair tahu dapat dilihat dalam Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Analisis Kandungan Limbah Tahu
Baku Mutu Air Limbah Cair dari Penyaringan
No. Parameter Satuan
Limbah dan Penggumpalan Tahu
1) Suhu ᵒC - 50,00
2) TSS mg/L 200 678,6
3) BOD mg/L 150 745,72
4) NH3 mg/L 20 6,41
5) NO2 mg/L 20 1,94
6) pH - 6-9 4,21
(Vidyawati & Fitrihadjati, 2016)
2.3 Fitoremediasi
2.3.1 Definisi Fitoremediasi
Fitoremediasi berasal dari kata bahasa Inggris phytoremediation, kata
tersebut terdiri atas phyto dalam bahasa latin Yunani disebut dengan tumbuhan
dan remedium bahasa latin Redium yang berarti menyembuhkan (Disyamto et al.,
2014). Fitoremediasi merupakan penghancuran, inaktivasi atau imobilisasi
polutan kedalam bentuk sederhana atau dari struktur kompleks ke struktur lebih
sederhana dengan menggunakan tanaman (Metcalf & Eddy, 2003). Fitoremediasi
adalah teknologi yang menggunakan berbagai tanaman untuk menurunkan,
mengekstrak, menghilangkan kontaminan dari air, tanah maupun udara (Indah et
al., 2014).
Tanaman yang digunakan dalam proses fitoremediasi disebut dengan
remediator (Khaer & Nursyafitri, 2017). Tanaman yang dapat digunakan dalam
proses fitoremediasi adalah pohon, rumput-rumputan, dan tumbuhan air (Hidayat,
2016). Menurut Waluyo (2018), tanaman yang dapat digunakan sebagai
remediator harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1) Memiliki kecepatan tumbuh yang tinggi
2) Hidup pada habitat yang kosmopolitan
3) Mampu mengkonsumsi air dalam jumlah yang banyak dan waktu singkat
10
Bulu-bulu halus, akar yang panjang dan lebat pada akar Pistia stratiotes
membuat tanaman tersebut mampu menyerap banyak air dan mengikat polutan
organik serta senyawa tersuspensi dan terlarut (Wirawan et al., 2014). Menurut
14
Yuni, Lestari, & Yelmida (2014), Pistia stratiotes dapat menurunkan BOD,
COD, TSS, dan pH serta kandungan minyak dan lemak.
2.4.1 Kemampuan Kapu-Kapu dalam Fitoremediasi
Pistia stratiotses merupakan tanaman air yang dapat membantu menaikan
mutu air limbah. Menurut Oktaviani, Rachmawati, & Wisanti (2014), Pistia
stratiotes mampu menyerap logam berat timbal pada perairan, penurunan logam
berat dipengaruhi oleh konsentrasi logam berat dan jumlah tanaman; semakin
tinggi konsentrasi logam berat yang berada pada perairan maka semakin banyak
pula tanaman yang dibutuhkan dalam proses fitoremediasi. Menurut Yuni et al.
(2014), efektifitas penyisihan polutan oleh Pistia stratiotes bergantung dari
jumlah konsentrasi polutan yang ada pada limbah cair, penyisisihan akan
memerlukan waktu yang lama apa bila jumlah polutan banyak.
Wirawan et al. (2014), menyebutkan bahwa Pistia stratiotes mampu
menurunkan nilai BOD, COD, TSS, pH, minyak dan lemak pada limbah cair
domestik, penyisihan kandungan pada limbah bergantung pada konsentrasi dan
lama waktu tinggal dalam media tanam; sehingga semakin lama waktu tinggal dan
jumlah konsentrasi tanaman semakin banyak maka semakin banyak nilai
penurunan kandungan dalam limbah cair domestik. Widya et al. (2015),
menyebutkan bahwa waktu tinggal dan jumlah Pistia stratiotes sangat
berpengaruh terhadap besarnya penyisihan kandungan pada limbah cair.
3) Kelas III
Air kelas III merupakan air yang kegunaanya untuk budidaya ikan tawar,
peternakan, air yang digunakan untuk mengairi tanaman, atau memiliki
persyaratan yang sama dengan kegunaan tersebut.
4) Kelas IV
Air kelas IV merupakan air yang kegunaanya untuk mengairi
pertanamanatau kegunaan lain yang memiliki persyaratan yang sama dengan
kegunaan tersebut.
Tabel. 2.3 Kriteria Mutu Air
Satuan Kelas
Parameter Keterangan
I II III IV
FISIKA
Temperatur ᵒC Deviasi Deviasi Deviasi Deviasi Deviasi
3 3 3 3 temperatur
dari keadaan
alamiah
Residu Terlarut mg/L 1000 1000 1000 2000
Residu Tersuspensi mg/L 50 50 400 4000 Bagi
pengolahan air
minum
konvesional,
residu
tersuspensi ≤
5000 mg/L
KIMIA ANORGANIK
pH 6-9 6-9 6-9 5-9 Pabila secara
lamiah diluar
rentang
tersebut, maka
ditentukan
berdasarkan
kondisi
alamiah
BOD mg/L 2 3 6 12
COD mg/L 10 25 50 100
DO mg/L 6 4 3 0 Angka batas
minimum
Total fosfat (P) mg/L 0,2 0,2 1 5
NO3 sebagai N mg/L 10 10 20 20
KIMIA ANORGANIK
NH3-N mg/L 0,5 (-) (-) (-) Bagi perikanan
kandungan
amonia bebas
untuk ikan
yang peka≤2
mg/L sebagai
NH3
Arsen mg/L 0,05 1 1 1
17
Lanjutan.
Satuan Kelas
Parameter Keterangan
I II III IV
Kobalt mg/L 0,2 0,2 0,2 0,2
Barium mg/L 1 (-) (-) (-)
Boron mg/L 1 1 1 1
Selenium mg/L 0,01 0,05 0,05 0,05
Kadmium mg/L 0,01 0,01 0,01 0,01
Khrom (IV) mg/L 0,05 0,05 0,05 0,01
Tembaga mg/L 0,02 0,02 0,02 0,2 Bagi
pengolahan air
minum secara
konvensional
Cu≤1 mg/L
Besi mg/L 0,3 (-) (-) (-) Bagi
pengolahan air
minum secara
konvensional
Fe≤5 mg/L
Timbal mg/L 0,03 0,03 0,03 1 Bagi
pengolahan air
minum secara
konvensional
Pb≤0,1 mg/L
Mangan mg/L 1 (-) (-) (-)
Air Raksa mg/L 0,001 0,002 0,002 0,005
Seng mg/L 0,05 0,05 0,05 2 Bagi
pengolahan air
minum secara
konvensional
Zn≤5 mg/L
Khlorida mg/L 1 (-) (-) (-)
Sianida mg/L 0,02 0,02 0,02 (-)
Fluorida mg/L 0,5 1,5 1,5 (-)
Nitrit (N) mg/L 0,06 0,06 0,06 (-) Bagi
pengolahan air
minum secara
konvensional
NO2_N≤51
mg/L
Sulfat mg/L 400 (-) (-) (-)
Khlorin Bebas mg/L 0,03 0,03 0,03 (-) Bagi ABAM
tidak
dipersyaratkan
Belerang H2S mg/L 0,002 0,002 0,002 (-)
18
Lanjutan.
Satuan Kelas
Parameter Keterangan
I II III IV
MIKROBIOLOGI
Fecal Coliform jml/100ml 100 1000 2000 3000 Bagi
Total Coliform jml/100ml 1000 5000 10000 10000 pengolahan air
minum secara
konvensional
fecal coliform
≤2000
jml/100ml dan
total coliform
≤10000
jml/100ml
RADIOAKTIVITAS
Gross-A bq/L 0,1 0,1 0,1 0,1
Gross-B bq/L 1 1 1 1
KIMIA ORGANIK
Minyak dan μg/L 1000 1000 1000 (-)
Lemak
Detergen (MBAS) μg/L 200 200 200 (-)
Senyawa Fenol μg/L 1 1 1 (-)
BHC μg/L 210 210 210 (-)
Aldrin/Dieldrin μg/L 17 (-) (-) (-)
Clordane μg/L 3 (-) (-) (-)
DDT μg/L 2 2 2 2
Heptachlor dan μg/L 18 (-) (-) (-)
Heptachlor
epoxide
Lindane μg/L 56 (-) (-) (-)
Methoxyctor μg/L 35 (-) (-) (-)
Endrin μg/L 1 4 4 (-)
Toxaphan μg/L 5 (-) (-) (-)
(Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.82 tahun 2001)
Keterangan:
mg :miligram
μg/L : mikrogam
ml : mililiter
L : liter
bq : bequerel
MBAS : methylen blue active substance
ABAM: air baku untuk air minum
19
2.8 Hipotesis
Hipotesis yang dapat dimunculkan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1) Ada pengaruh pemberian variasi berat tanaman Pistia stratiotes terhadap
perbaikan kualitas limbah cair tahu.
2) Ada pengaruh pemberian variasi lama tinggal tanaman Pistia stratiotes
terhadap perbaikan kualitas limbah cair tahu.
3) Ada interaksi antara perbandingan variasi berat tanaman Pistia stratiotes
dan lama tinggal terhadap perbaikan kualitas limbah cair tahu.
4) Pada pemberian berat tanaman 120 g dan lama tinggal 14 hari menunjukan
perbaikan pH, NH3, DO, TDS, dan TSS yang sesuai dengan baku mutu air
kelas II berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.82 tahun
2001.